Komunikasi Antarpribadi Bermedia Antara Anak Dan Orang Tua Yang Tinggal Terpisah

(1)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PERSETUJUAN ... ii

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ... iv

KATA PENGANTAR ... v

LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... vii

ABSTRAK ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah ... 1

1.2 Fokus Masalah ... 6

1.3 Tujuan Penelitian ... 6

1.4 Manfaat Penelitian ... 7

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Paradigma Kajian ... 8

2.1.1 Konstruktivisme ... 8

2.2 Kajian Pustaka ... 10

2.2.1 Komunikasi ... 10

2.2.1.1 Definisi Komunikasi ... 10

2.2.1.2 Proses Komunikasi ... 12

2.2.1.3 Fungsi Komunikasi ... 15

2.2.1.4 Tujuan Komunikasi ... 17

2.2.2 Komunikasi Antarpribadi ... 18

2.2.2.1 Definisi Komunikasi Antarpribadi ... 18

2.2.2.2 Elemen Komunikasi Antarpribadi ... 21

2.2.2.3 Tujuan Komunikasi Antarpribadi ... 23

2.2.2.4 Hambatan Komunikasi Antarpribadi ... 25

2.2.3 Komunikasi Antarpribadi Bermedia ... 26

2.2.4 Komunikasi Keluarga ... 27

2.2.5 Konflik ... 28


(2)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian ... 31

3.2 Objek Penelitian ... 32

3.3 Subjek Penelitian ... 32

3.4 Kerangka Analisis ... 33

3.5 Teknik Sampling ... 35

3.6 Teknik Pengumpulan Data ... 35

3.6.1 Observasi ... 35

3.6.2 Wawancara ... 36

3.7 Teknik Analisis Data ... 37

3.7.1 Reduksi Data ... 38

3.7.2 Penyajian Data ... 38

3.7.3 Penarikan Kesimpulan ... 38

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil ... 39

4.1.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 39

4.1.2 Profil Informan ` ... 40

4.1.3 Penyajian Data Dari Informan ... 43

4.2 Pembahasan ... 81

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan ... 96

5.2 Saran ... 97

5.3 Implikasi ... 98

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

- Hasil Wawancara - Peta Lokasi penelitian - Surat Keterangan Penelitian - Biodata Peneliti


(3)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman


(4)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1 Proses Komunikasi Antarpribadi 21

2.2 Model Teoritik 30


(5)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Hasil Wawancara 2. Peta Lokasi Penelitian 3. Surat Keterangan Penelitian 4. Biodata Peneliti


(6)

ABSTRAK

Penelitian ini berjudul Komunikasi Antarpribadi Bermedia Antara Anak dan Orang tua yang Tinggal Terpisah (Studi Deskriptif Kualitatif Proses Komunikasi Antarpribadi Bermedia Antara Anak dan Orang tua yang Tinggal Terpisah Dalam Menghadapi Konflik di Kecamatan Medan Selayang). Penelitian ini memakai paradigma konstruktivisme sebagai pendekatan. Adapun teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah Komunikasi, Komunikasi Antarpribadi, Komunikasi Antarpribadi Bermedia, Komunikasi Keluarga, dan Konflik. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif yang bertujuan untuk mengemukakan proses komunikasi antarpribadi bermedia antara anak dan orang tua yang tinggal terpisah, untuk mengetahui penyebab konflik yang terjadi dan proses komunikasi yang dilakukan dalam menghadapi konflik. Informan dalam penelitian ini adalah anak yang tinggal terpisah dengan orang tua. Adapun teknik yang digunakan dalam pemilihan informan ini adalah teknik purposive sampling, yaitu pemilihan informan berdasarkan kriteria tertentu yang dibuat peneliti berdasarkan tujuan penelitian. Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode observasi dan wawancara. Hasil dari penelitian ini adalah konflik sering terjadi disebabkan karena masalah perbedaan keinginan antara anak dan ibu. Dampak dari konflik yang dialami oleh anak dan ibu yang tinggal terpisah antara lain berujung pada putusnya komunikasi antara informan dan ibunya selama beberapa hari. Bila konflik tersebut berujung pada pertengkaran dan komunikasi putus selama beberapa hari, baik informan maupun ibunya selalu menghadapinya dengan membicarakan masalah diluar pertengkaran pada saat berkomunikasi kembali.

Kata Kunci :


(7)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah

Manusia sebagai makhluk sosial senantiasa ingin berhubungan dengan manusia lainnya. Ia ingin mengetahui lingkungan sekitarnya, bahkan ingin mengetahui apa yang terjadi dalam dirinya. Rasa ingin tahu ini memaksa manusia untuk perlu berkomunikasi. Dalam kehidupan bermasyarakat, orang yang tidak pernah berkomunikasi dengan orang lain niscaya akan terisolasi dari masyarakatnya. Pengaruh keterisolasian ini akan menimbulkan depresi mental yang pada akhirnya membawa orang kehilangan keseimbangan jiwa. Oleh sebab itu menurut Dr. Everett Kleinjan dari East West Center Hawaii, komunikasi sudah merupakan bagian kekal dari kehidupan manusia seperti halnya bernapas. Sepanjang manusia ingin hidup, ia perlu berkomunikasi (Cangara, 2009: 1).

Setiap saat kita tidak pernah terlepas dari kegiatan komunikasi. Kita tidak dapat mengerti tentang sesuatu hal tanpa adanya proses komunikasi. Kita berkomunikasi di mana-mana, baik di rumah, di sekolah, di jalan, di rumah sakit dan lain–lain. Manusia sebagai makhluk sosial selalu berinteraksi dan berkomunikasi antara satu dengan yang lain. Komunikasi mempunyai peranan penting dalam kehidupan manusia. Banyak pakar menilai bahwa komunikasi adalah suatu kebutuhan yang sangat fundamental bagi seseorang dalam hidup bermasyarakat. Melalui komunikasi pula manusia dapat memenuhi kebutuhan emosional dan meningkatkan kesehatan mentalnya.

Schramm menyebutkan bahwa komunikasi dan masyarakat adalah dua kata kembar yang tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya. Sebab tanpa komunikasi tidak mungkin masyarakat terbentuk, sebaliknya tanpa masyarakat maka manusia tidak mungkin dapat mengembangkan komunikasi (Cangara, 2009: 2). Komunikasi itu sendiri dapat diartikan sebagai pengiriman pesan berupa informasi, pemikiran, sikap atau emosi dari seorang komunikator kepada komunikan. Banyak orang yang salah memahami makna pesan yang di sampaikan akibat pola komunikasi yang salah.


(8)

Komunikasi amat berperan penting dalam menjelaskan segala sesuatunya, hal ini ditegaskan oleh definisi yang diberikan oleh Carl I. Hovland (dalam Effendy, 2006: 10), yang mengatakan bahwa ilmu komunikasi adalah “Upaya yang sistematis untuk merumuskan secara tegas asas-asas penyampaian informasi serta pembentukan pendapat dan sikap”. Definisi Hovland tersebut menunjukkan bahwa yang dijadikan objek studi ilmu komunikasi bukan saja penyampaian informasi, melainkan juga pembentukan pendapat umum (public opinion) dan sikap publik (public attitude) yang dalam kehidupan sosial dan kehidupan politik memainkan peranan yang amat penting. Bahkan dalam definisinya secara khusus mengenai pengertian komunikasinya sendiri, Hovland mengatakan bahwa komunikasi adalah proses mengubah perilaku orang lain (communication is the process to modify the behavior of other individuals).

Untuk menguatkan definisi dari Carl I. Hovland, terdapat juga definisi lain dari Gerald R. Miller dalam buku Mulyana (2007: 68) yang mengemukakan bahwa komunikasi terjadi ketika suatu sumber menyampaikan suatu pesan kepada penerima dengan niat yang didasari untuk mempengaruhi perilaku penerima. Untuk itu harus ada kesepahaman arti dalam menyampaikan informasi sehingga tercapai komunikasi yang efektif. Komunikasi yang baik akan menghasilkan hubungan yang harmonis antara komunikator dan komunikan karena mereka memiliki makna yang sama tentang hal yang dibicarakan. Sebaliknya komunikasi yang tidak baik akan menyebabkan terjadinya krisis komunikasi atau konflik.

Proses komunikasi pada hakikatnya adalah proses penyampaian pikiran atau perasaan oleh seseorang (komunikator) kepada orang lain (komunikan). Pikiran bisa berupa gagasan, informasi, opini, dan, lain-lain yang muncul dari benaknya. Perasaan bisa berupa keyakinan, kepastian, keragu-raguan, kekhawatiran, kemarahan, kegairahan, dan sebagainya yang timbul dari lubuk hati. Adakalanya seseorang menyampaikan buah pikirannya kepada orang lain tanpa menampakkan perasaan tertentu (Effendy, 2006: 11).

Tidak hanya di lingkungan sosial, di dalam lingkungan keluarga komunikasi juga sangat diperlukan untuk menjaga hubungan yang harmonis antara anggota keluarga. Keluarga merupakan kelompok primer paling penting dalam masyarakat, yang terbentuk dari hubungan laki-laki dan perempuan.


(9)

Hubungan ini yang paling berlangsung lama untuk menciptakan dan membesarkan anak-anak. Keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak merupakan suatu kesatuan dengan dasar yang kuat bila antara keluarga terdapat hubungan yang baik. Hubungan baik ini menandakan adanya keserasian dalam hubungan timbal balik antara anggota keluarga (Gunarsah, 2003: 39).

Keluarga merupakan kelompok sosial pertama dalam kehidupan manusia dimana ia belajar dan menyatakan diri sebagai manusia sosial, dalam interaksi dengan kelompoknya. (Kurniadi, 2001: 271). Keluarga adalah lingkungan terkecil dan terdekat bagi individu. Melalui keluarga seseorang mulai belajar, bersosialisasi, membentuk karakter, dan mengembangkan nilai-nilai yang telah ditanamkan padanya melalui suatu pola tertentu. Dalam keluarga yang sesungguhnya, komunikasi merupakan sesuatu yang harus dibina, sehingga anggota keluarga merasakan ikatan yang dalam serta saling membutuhkan.

Perkembangan zaman yang terus berkembang akan mempengaruhi setiap keluarga untuk membentuk anggota keluarga menjadi individu yang cerdas. Karena itu, banyak orang tua yang ingin memberikan pendidikan yang terbaik untuk masa depan anak mereka. Bahkan para orang tua rela terpisah jauh dengan anak mereka demi cita-cita yang ingin dicapai oleh anak mereka. Hal ini karena menurut mereka banyak sekolah dan universitas memiliki kualitas yang baik berada di kota besar. Sehingga para orang tua tetap memberikan motivasi kepada anaknya walau harus tinggal terpisah dengan orang tua.

Pada anak dan orang tua yang tinggal terpisah, anak dan orang tua tidak dapat berkomunikasi secara langsung karena adanya jarak yang memisahkan. Karena itulah perlu adanya penggunaan media untuk menunjang komunikasi antara anak dan orang tua yang tinggal terpisah. Media-media yang dapat digunakan antara lain seperti surat, telepon, text message, telegram, email, telepon, sms dan email. Komunikasi antarpribadi yang dilakukan dengan menggunakan media dan tanpa bertatap muka disebut komunikasi antarpribadi bermedia. Bahkan dengan semakin berkembangnya teknologi, anak dan orang tua yang tinggal jarak jauh dapat melakukan komunikasi antarpribadi bermedia yang hampir mirip dengan komunikasi tatap muka.

Salah satunya adalah dengan menggunakan skype, yaitu sebuah program komputer yang memungkinkan komunikasi melalui internet. Dengan menggunakan skype, anak dan orang tua dapat saling mendengar suara dan


(10)

melihat wajah lawan bicara apabila memiliki microphone, speakers, dan webcam. Tetapi sekalipun teknologi dapat membuat komunikasi antarpribadi bermedia menjadi sangat mirip dengan komunkasi antarpribadi tatap muka, tetapi terdapat hal-hal yang tidak dapat digantikan. Tetap ada bentuk-bentuk pesan non verbal yang tidak dapat diperoleh melalui komunikasi antarpribadi bermedia, antara lain seperti pelukan dan belaian.

Komunikasi antarpribadi bermedia juga tidak dapat mengurangi jarak yang memisahkan antara anak dan orang tua. Walaupun dapat berkomunikasi seperti layaknya komunikasi antarpribadi tatap muka, tetapi orang tua tidak dapat mengetahui seluruh detail kegiatan dan kondisi anak mereka. Hal yang diketahui oleh orang tua hanya terbatas pada isi komunikasi antarpribadi bermedia yang dilakukan tersebut. Pada saat tidak melakukan komunikasi, orang tua tetap tidak dapat mengetahui apa yang sedang dikerjakan oleh anak mereka, bagaimana kondisi anak mereka atau dengan siapa saja anak mereka bergaul karena tempat tinggal yang terpisah secara geografis.

Pada komunikasi jarak jauh yang dilakukan oleh anak dan orang tua dapat terjadi konflik, diantaranya dapat disebabkan karena masalah yang berupa perbedaan pendapat atau keinginan. Perbedaan tersebut dapat mengakibatkan salah paham di antara anak dan orang tua. Perbedaan keinginan ini dapat timbul ketika anak dan orang tua yang melakukan komunikasi jarak jauh membicarakan hal yang tidak disukai oleh salah satu pihak. Konflik lainnya juga dapat terjadi yang disebabkan oleh masalah keuangan, yaitu uang bulanan yang kurang dari orang tua. Ketika anak mengkomunikasikan masalah keuangan yang dibutuhkan sedangkan orang tua tidak dapat memenuhi, hal tersebut dapat menimbulkan konflik.

Pada anak dan orang tua tinggal terpisah, anak dan orang tua tidak dapat bertemu secara langsung sehingga kontak yang terjadi di antara mereka pun terbatas. Hal ini dapat menimbulkan beberapa masalah di antara anak dan orang tua. Salah satu masalah untuk anak dan orang tua yang tinggal terpisah adalah orang tua tidak dapat melihat secara langsung dengan siapa anak mereka bergaul sehingga dapat menimbulkan rasa cemas. Karena hal itu, komunikasi sering dilakukan oleh orang tua untuk mengatasi rasa cemasnya terkait dengan kondisi


(11)

anak. Bentuk komunikasi tersebut dapat diungkapkan dengan menanyakan pertanyaan yang sama lebih dari satu kali.

Ketika orang tua menanyakan pertanyaan yang sama berulang kali, hal itu dapat menimbulkan konflik antara anak dan orang tua. Bagi orang tua mungkin merupakan hal yang wajar untuk menanyakan keberadaan dan kabar dari anak mereka berulang kali. Terlebih lagi jika anak perempuannya, baru saja tinggal terpisah dengannya. Hal ini dikarenakan, sebelum anak tinggal terpisah dengan orang tua, orang tua dapat secara langsung menanyakan kegiatan anak, bahkan melihat kegiatan tersebut. Selain itu, saat tinggal bersama orang tua juga dapat melihat dengan siapa saja anaknya bergaul dan dengan siapa anaknya berpergian.

Sebenarnya konflik merupakan bagian yang tak dapat dipisahkan dalam suatu hubungan antarpribadi, termasuk pada hubungan antara anak dan orangtua. Terlebih lagi pada anak dan orang tua yang tinggal terpisah, dimana hubungan antara orang tua dan anak dikategorikan dalam situasi yang rawan konflik. Namun apabila konflik yang muncul tidak dihadapi dengan benar, akan dapat menimbulkan dampak negatif pada hubungan antara anak dan orang tua. Dampak negatif yang ditimbulkan antara lain, menurunnya kepercayaan, menimbulkan jarak di antara mereka, berkurangnya keakraban hubungan dan dapat menyebabkan perubahan sikap masing-masing pihak. Selain itu konflik antara anak dan orang tua juga dapat menimbulkan rasa depresi pada anak. Apabila konflik dihadapi dengan benar akan dapat menimbulkan dampak positif yaitu semakin eratnya hubungan antara anak dan orang tua.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai komunikasi antarpribadi bermedia antara orang tua dan anak yang tinggal terpisah dalam menghadapi konflik. Komunikasi antarpribadi bermedia yang terjadi dilakukan dengan menggunakan peralatan elektronik, yaitu handphone yang digunakan untuk telepon dan SMS. Penelitian dikhususkan pada anak perempuan karena hal-hal buruk lebih banyak terjadi pada anak perempuan hal ini dikarenakan kaum perempuan dikenal sebagai kaum lemah.

Banyak kejahatan yang menyebabkan perempuan yang menjadi korban, seperti perampokan, penculikan, pemerkosaan, dan banyak kejahatan lainnya. Hal ini semakin banyak diberitakan di media massa dan diperbincangkan masyarakat


(12)

luas. Pemilihan lokasi penelitian di Kecamatan Medan Selayang Medan Sumatera Utara ini, karena daerah tersebut merupakan salah satu kawasan yang dikenal sebagai daerah pemukiman mahasiswa. Banyak mahasiswa yang tinggal terpisah dengan orang tua karena sedang melanjutkan pendidikan di kota Medan. Selain itu, karena daerah tersebut berdekatan dengan kampus Universitas Sumatera Utara yang merupakan salah satu Universitas terkemuka di pulau Sumatera.

1.2 Fokus Masalah

Penelitian ini difokuskan pada komunikasi antarpribadi bermedia antara anak dan orang tua yang tinggal terpisah dalam menghadapi konflik Orang tua dalam penelitian ini dikhususkan hanya ibu saja, karena menurut pengamatan yang dilakukan oleh peneliti, komunikasi yang dilakukan oleh anak yang tinggal terpisah lebih banyak dengan ibu dibandingkan dengan ayah. Komunikasi antarpribadi bermedia yang terjadi dilakukan dengan menggunakan peralatan elektronik, yaitu handphone yang digunakan untuk telepon dan SMS. Penelitian dikhususkan pada anak perempuan karena hal-hal buruk lebih banyak terjadi pada anak perempuan hal ini dikarenakan kaum perempuan dikenal sebagai kaum lemah.

Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dipaparkan, maka dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

“Bagaimanakah proses komunikasi antarpribadi bermedia antara anak (perempuan) dan orang tua (ibu) yang tinggal terpisah dalam menghadapi konflik?”

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk menggambarkan bagaimana proses komunikasi antarpribadi bermedia antara anak dan orang tua yang tinggal terpisah.

2. Untuk mengetahui penyebab konflik yang terjadi di antara anak dan orang tua yang tinggal terpisah.

3. Untuk mengetahui proses komunikasi yang dilakukan dalam penyelesaian konflik.


(13)

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah penelitian dan bahan bacaan di lingkungan FISIP USU khususnya di Departemen Ilmu Komunikasi.

2. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan peneliti mengenai komunikasi antarpribadi bermedia. 3. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan bagi

anak yang tinggal terpisah dalam melakukan komunikasi antarpribadi bermedia dengan orang tua sehingga tetap dapat menjaga hubungan mereka.


(14)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA 2.1 Paradigma Kajian

2.1.1 Konstruktivisme

Menurut Von Glasersfeld (Ardianto, 2007: 154), konstruktivisme adalah salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita adalah konstruksi (bentukan) kita sendiri. Pendirian ini merupakan kritik langsung pada perspektif positivisme yang meyakini bahwa pengetahuan itu adalah potret atau tiruan dari kenyataan (realitas). Pengetahuan objektif, kita tahu adalah pengetahuan yang apa adanya, terlepas dari peran subjek sebagai pengamat. Konstruktivisme menolak keyakinan itu, pengetahuan bukanlah gambaran dunia kenyataan yang ada. Pengetahuan justru selalu merupakan akibat dari suatu konstruksi kognitif.

Subjek pengamat tidaklah kosong dan tidak mungkin tidak terlibat dalam tindakan pengamatan. Kemudian keberadaan realitas tidak hadir begitu saja pada benak subjek pengamat, realitas ada karena pada diri manusia terdapat skema, kategori, konsep, dan struktur pengetahuan yang berkaitan dengan objek yang di amati. Para kontruktivis percaya bahwa pengetahuan itu ada dalam diri seseorang yang sedang mengetahui. Pada proses komunikasi, pesan tidak dapat dipindahkan begitu saja dari otak seseorang ke kepala orang lain. Penerima pesan sendirilah yang harus mengartikan apa yang telah diajarkan dengan menyesuaikan terhadap pengalaman mereka (Ardianto, 2007: 154).

Kontruktivisme menolak pandangan positivisme yang memisahkan subjek dan objek komunikasi. Dalam pandangan konstruktivisme, bahasa tidak lagi hanya dilihat sebagai alat untuk memahami realitas objektif belaka dan dipisahkan dari subjek sebagai penyampai pesan. Konstruktivisme justru menganggap subjek sebagai faktor sentral dalam kegiatan komunikasi serta hubungan-hubungan sosialnya. Subjek memiliki kemampuan melakukan kontrol terhadap maksud-maksud tertentu dalam setiap wacana. Komunikasi dipahami, diatur, dan dihidupkan oleh pernyataan-pernyataan yang bertujuan. Setiap pernyataan pada dasarnya adalah tindakan penciptaan makna, yakni tindakan pembentukan diri serta pengungkapan jati diri sang pembicara. Oleh karena itu


(15)

analisis dapat dilakukan demi membongkar maksud dan makna-makna tertentu dari komunikasi (Ardianto, 2007: 151).

Konstruktivisme berpendapat bahwa semesta secara epistimologi merupakan hasil konstruksi sosial. Pengetahuan manusia adalah konstruksi yang dibangun dari proses kognitif dengan interaksinya dengan dunia objek material. Pengalaman manusia terdiri dari interpretasi bermakna terhadap kenyataan dan bukan reproduksi kenyataan. Dengan demikian dunia muncul dalam pengalaman manusia secara terorganisasi dan bermakna.

Keberagaman pola konseptual/kognitif merupakan hasil dari lingkungan historis, kultural, dan personal yang di gali secara terus-menerus. Jadi tidak ada pengetahuan yang koheren, sepenuhnya transparan dan independen dari subjek yang mengamati. Manusia ikut berperan, ia menentukan pilihan perencanaan yang lengkap, dan menuntaskan tujuannya di dunia. Pilihan-pilihan yang mereka buat dalam kehidupan sehari-hari lebih sering didasarkan pada pengalaman sebelumnya, bukan pada prediksi secara ilmiah-teoretis.

Kontruktivisme memang merujukkan pengetahuan pada konstruksi yang sudah ada di benak subjek. Namun konstruktivisme juga meyakini bahwa pengetahuan bukanlah hasil sekali jadi, melainkan proses panjang sejumlah pengalaman (Ardianto, 2007: 154). Teori konstruktivisme adalah pendekatan secara teoritis untuk komunikasi yang dikembangkan tahun 1970-an oleh Jesse Delia dan rekan-rekan sejawatnya (Miller, 2002). Konstruktivisme ini lebih berkaitan dengan program penelitian dalam komunikasi antarpribadi. Sejak 1970-an para akademisi mengemb1970-angk1970-an komunikasi 1970-antarpribadi secara sistematik dengan membuat peta terminologi secara teoritis dan hubungannya; dengan mengolaborasi sejumlah asumsi, serta uji coba teori dalam ruang lingkup situasi produksi pesan.

Penelitian ini menggunakan paradigma konstrukstivisme karena di dalam kajian paradigma konstruktivisme memandang tindakan komunikatif sebagai interaksi yang sifatnya sukarela. Pembuat komunikasi adalah subjek yang memiliki pilihan bebas, walalupun lingkungan sosial membatasi apa yang dapat dilakukan. Tindakan komunikatif dianggap sebagai tindakan sukarela, berdasarkan pilihan subjek. Dengan kajian konstruktivisme ini, peneliti berusaha


(16)

memahami dan mendeskripsikan suatu kegiatan komunikasi yang dilakukan subjek yang akan diteliti. Selain itu, penelitian ini menggunakan paradigma konstrukstivis karena penelitian yang menggunakan metode riset deskriptif kualitatif (wawancara dan observasi) merupakan bagian dari pendekatan konstruktivis.

2.2 Kajian Pustaka 2.2.1 Komunikasi

2.2.1.1 Definisi Komunikasi

Istilah komunikasi atau dalam bahasa Inggris communication berasal dari kata Latin communication, dan bersumber dari kata communis yang berarti sama. Sama di sini maksudnya adalah sama makna. Jadi, kalau dua orang terlibat dalam komunikasi, misalnya dalam bentuk percakapan, maka komunikasi akan terjadi atau berlangsung selama ada kesamaan makna mengenai apa yang dipercakapkan. Kesamaan bahasa yang dipergunakan dalam percakapan itu belum tentu menimbulkan kesamaan makna (Effendy, 2006: 9). Dengan kata lain, mengerti bahasanya saja belum tentu mengerti makna yang dibawakan oleh bahasa itu. Jelas bahwa percakapan kedua orang tadi dapat dikatakan komunikatif apabila kedua-duanya, selain mengerti bahasa yang dipergunakan, juga mengerti makna dari bahan yang dipercakapkan.

Selain itu juga terdapat sebuah definisi lain yang dibuat oleh kelompok sarjana komunikasi yang mengkhususkan diri pada studi komunikasi antarmanusia (human communication) bahwa: “Komunikasi adalah suatu transaksi, proses simbolik yang menghendaki orang-orang mengatur lingkungannya dengan (1) membangun hubungan antarsesama manusia; (2) melalui pertukaran informasi; (3) untuk menguatkan sikap dan tingkah laku orang lain; serta (4) berusaha mengubah sikap dan tingkah laku itu” (Book, 1980) (Cangara, 2009: 20). Everret M. Rogers seorang pakar Sosiologi Pedesaan Amerika yang telah banyak memberi perhatian pada studi riset komunikasi, khususnya dalam hal penyebaran inovasi membuat definisi bahwa: “Komunikasi adalah proses dimana suatu ide dialihkan dari sumber kepada satu penerima atau lebih, dengan maksud untuk mengubah tingkah laku mereka”.


(17)

Definisi tersebut kemudian dikembangkan oleh Rogers bersama D.Lawrence Kincaid sehingga melahirkan suatu definisi baru yang menyatakan bahwa: “Komunikasi adalah suatu proses dimana dua orang atau lebih membentuk atau melakukan pertukaran informasi dengan satu sama lainnya, yang pada gilirannya akan tiba pada saling pengertian yang mendalam” (Cangara, 2009: 20). Rogers mencoba menspesifikasikan hakikat suatu hubungan dengan adanya suatu pertukaran informasi (pesan), di mana ia menginginkan adanya perubahan sikap dan tingkah laku serta kebersamaan dalam menciptakan saling pengertian dari orang-orang yang ikut serta dalam suatu proses komunikasi.

Definisi komunikasi yang telah dipaparkan diperkuat juga dengan definisi lain, seperti definisi komunikasi menurut Shannon dan Weaver (Cangara, 2009: 20) yang menyebutkan bahwa komunikasi dapat juga diartikan sebagai bentuk interaksi manusia yang saling pengaruh mempengaruhi satu sama lain, dengan sengaja atau tidak sengaja. Tidak terbatas pada pada komunikasi verbal saja, tetapi juga dalam ekspresi muka, lukisan, seni, dan teknologi. Oleh karena itu, jika kita berada dalam situasi berkomunikasi, kita memiliki beberapa kesamaan dengan orang lain, seperti kesamaan bahasa atau kesamaan arti dari simbol-simbol yang digunakan dalam berkomunikasi.

Dari beberapa definisi tersebut, peneliti dapat memahami bahwa komunikasi dapat diartikan sebagai pengiriman pesan berupa informasi, pemikiran dari seorang komunikator kepada komunikan. Komunikasi yang dilakukan dikatakan sebagai komunikasi yang efektif apabila antara kedua orang yang melakukan komunikasi tersebut terdapat kesamaan makna tentang hal yang dikomunikasikan. Terdapat dua jenis komunikasi yaitu komunikasi verbal dan komunikasi non verbal.

Defini komunikasi tidak terbatas pada itu saja, terdapat pula definisi lain menurut Carl I. Hovland (dalam Effendy 2006: 10), ilmu komunikasi adalah “Upaya yang sistematis untuk merumuskan secara tegas asas-asas penyampaian informasi serta pembentukan pendapat dan sikap”. Definisi Hovland tersebut menunjukkan bahwa yang dijadikan objek studi ilmu komunikasi bukan saja penyampaian informasi, melainkan juga pembentukan pendapat umum (public opinion) dan sikap publik (public attitude) yang dalam kehidupan sosial dan


(18)

kehidupan politik memainkan peranan yang amat penting. Bahkan dalam definisinya secara khusus mengenai pengertian komunikasinya sendiri, Hovland mengatakan bahwa komunikasi adalah proses mengubah perilaku orang lain (communication is the process to modify the behavior of other individuals).

Untuk memahami pengertian komunikasi sehingga dapat dilancarkan secara efektif, para peminat komunikasi sering kali mengutip paradigma yang dikemukakan oleh Harold Laswell dalam karyanya, The Structure and Function of Communication in Society. Laswell mengatakan bahwa cara yang baik untuk menjelaskan komunikasi ialah menjawab pertanyaan sebagai berikut: “Who Says What In Which Channel To Whom With What Effect?” Paradigma Laswell tersebut menunjukkan bahwa komunikasi meliputi lima unsur sebagai jawaban dari pertanyaan yang diajukan itu, yakni komunikator (communicator, source, sender), pesan (message), media (channel, media), komunikan (communicant, receiver, recipient), efek (effect, impact). Jadi, berdasarkan paradigma Laswell tersebut, komunikasi adalah proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan melalui media yang menimbulkan efek tertentu (Effendy, 2006: 10).

Dengan demikian dari beberapa pengertian komunikasi yang telah dipaparkan dapat disimpulkan secara singkat bahwa komunikasi adalah penyampaian informasi dan pengertian dari seorang komunikator kepada komunikan baik berupa verbal maupun non-verbal dengan melalui media yang menimbulkan efek tertentu. Komunikasi akan berhasil jika terjadi kesamaan makna di antara kedua pihak yang berkomunikasi. Selain itu, komunikasi juga dilakukan tidak hanya untuk saling bertukar informasi, tetapi juga dapat digunakan untuk saling mempengaruhi, yaitu agar orang lain bersedia menerima suatu paham atau keyakinan, melakukan suatu perbuatan atau kegiatan dan lain-lain.

2.2.1.2 Proses Komunikasi

Proses komunikasi menurut Effendy (2006: 11) pada hakikatnya adalah prose penyampaian pikiran atau perasaan oleh seseorang (komunikator) kepada orang lain (komunikan). Pikiran bisa berupa gagasan, informasi, opini, dan lain-lain yang muncul dari benaknya. Perasaan bisa berupa keyakinan, kepastian,


(19)

keragu-raguan, kekhawatiran, kemarahan, keberanian, kegairahan, dan sebagainya yang timbul dari lubuk hati. Adakalanya seseorang menyampaikan buah pikirannya kepada orang lain tanpa menampakkan perasaan tertentu. Pada saat lain seseorang menyampaikan perasaannya kepada orang lain tanpa pemikiran. Tidak jarang pula seseorang menyampaikan pikirannya disertai perasaan tertentu, disadari atau tidak disadari. Komunikasi akan berhasil apabila pikiran disampaikan dengan menggunakan perasaan yang disadari; sebaliknya komunikasi akan gagal jika sewaktu menyampaikan pikiran, perasaan tidak terkontrol.

Effendy (2006: 11) menyebutkan bahwa proses komunikasi terbagi menjadi dua tahap, yakni secara primer dan secara sekunder. Proses komunikasi secara primer adalah proses penyampaian pikiran dan atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan lambang (symbol) sebagai media. Lambang sebagai media primer dalam proses komunikasi adalah bahasa, isyarat, gambar, warna dan lain sebagainya yang secara langsung mampu “menerjemahkan” pikiran dan atau perasaan komunikator kepada komunikan.

Media primer komunikasi adalah bahasa, karena bahasa yang paling banyak dipergunakan dalam komunikasi adalah jelas karena hanya bahasalah yang mampu “menerjemahkan” pikiran seseorang kepada orang lain. Pikiran tersebut dapat berbentuk idea, informasi atau opini; baik mengenai hal yang konkret maupun yang abstrak; bukan saja tentang hal atau peristiwa yang terjadi pada saat sekarang, melainkan juga pada waktu yang lau dan pada masa yang akan datang. Berkat kemampuan bahasa maka kita dapat mempelajari ilmu pengetahuan; dapat menjadi manusia yang beradab dan berbudaya; dan dapat memperkirakan apa yang akan terjadi pada tahun, dekade, bahkan abad yang akan datang.

Kial (gesture) memang dapat “menerjemahkan” pikiran seseorang sehingga terekspresikan secara fisik. Akan tetapi menggapai tangan, memainkan jari, mengedipkan mata atau menggerakkan anggota tubuh lainnya hanya dapat mengkomunikasikan hal-hal tertentu saja (sangat terbatas). Demikian pula isyarat dengan menggunakan alat seperti tongtong, bedug, sirene dan lain-lain serta warna yang mempunyai makna tertentu. Kedua lambang itu amat terbatas kemampuannya dalam mentransmisikan pikiran seseorang kepada orang lain.


(20)

Gambar sebagai lambang yang banyak dipergunakan dalam komunikasi memangb melebihi kial, isyarat, dan warna dalam hal kemampuan “menerjemahkan” pikiran seseorang, tetapi tidak melebihi bahasa. Tetapi, demi efektifnya komunikasi, lambang-lambang tersebut sering dipadukan penggunaannya. Walaupun media primer yang paling banyak digunakan dalam komunikasi adalah bahasa, tidak semua orang pandai mencari kata-kata yang tepat dan lengkap yang dapat mencerminkan pikiran dan perasaan yang sesungguhnya. Selain itu, sebuah perkataan belum tentu mengandung makna yang sama bagi semua orang. Sedangkan proses komunikasi secara sekunder adalah proses penyampaian pesan oleh seseorang kepada orang lain dengan menggunakan alat atau sarana sebagai media kedua setelah memakai lambang sebagai media pertama.

Seorang komunikator menggunakan media kedua dalam melancarkan komunikasinya karena komunikan sebagai sarananya berada di tempat yang relatif jauh atau jumlahnya banyak. Surat, telepon, teleks, surat kabar, majalah, radio, televisi, film, dan banyak lagi adalah media kedua yang sering digunakan dalam komunikasi. Pada umumnya kalau kita berbicara di kalangan masyarakat, yang dinamakan media komunikasi itu adalah media kedua sebagai diterangkan di atas. Jarang sekali orang menganggap bahasa sebagai media komunikasi. Hal ini disebabkan oleh bahasa sebagai lambang (symbol) beserta isi (content) – yakni pikiran dan perasaan – yang dibawanya menjadi totalitas pesan (message), yang tampak tak dapat dipisahkan. Tidak seperti media dalam bentuk surat, telepon, radio, dan lain-lainnya yang jelas tidak selalu dipergunakan. Tampaknya seolah-olah orang tak mungkin berkomunikasi tanpa bahasa, tetapi orang mungkin berkomunikasi tanpa surat, atau telepon, atau televisi, dan sebagainya.

Pada dasarnya memang bahasa yang paling banyak digunakan dalam komunikasi karena bahasa sebagai lambang mampu mentrasmisikan pikiran, ide, pendapat, dan sebagainya. Karena itu pula kebanyakan media merupakan alat atau sarana yang diciptakan untuk meneruskan pesan komunikasi dengan bahasa. Umpan balik dalam komunikasi bermedia, terutama media massa, biasanya dinamakan umpan balik tertunda (delayed feedback), karena sampainya tanggapan atau reaksi khalayak kepada komunikator memerlukan tenggang waktu.


(21)

Dalam penelitian ini, proses komunikasi yang dilakukan oleh anak adalah proses komunikasi sekunder. Hal ini dikarenakan, anak yang di teliti tinggal terpisah dengan orang tua dan proses komunikasi yang di lakukan menggunakan media komunikasi. Dalam penelitian ini, media komunikasi yang digunakan yaitu handphone yang digunakan untuk menelepon dan SMS.

2.2.1.3 Fungsi Komunikasi

Wiiliam I. Gorden dalam Mulyana, (2007: 5-33) mengkategorikan fungsi komunikasi menjadi empat, yaitu:

1. Sebagai Komunikasi Sosial

Fungsi komunikasi sebagai komunikasi sosial setidaknya mengisyaratkan bahwa komunikasi itu penting untuk membangun konsep diri kita, aktualisasi diri, untuk kelangsungan hidup, untuk memperoleh kebahagiaan, terhindar dari tekanan dan ketegangan, antara lain lewat komunikasi yang bersifat menghibur, dan memupuk hubungan hubungan orang lain. Melalui komunikasi kita bekerja sama dengan anggota masyarakat (keluarga, kelompok belajar, perguruan tinggi, RT, desa, negara secara keseluruhan) untuk mencapai tujuan bersama.

a. Pembentukan konsep diri. Konsep diri adalah pandangan kita mengenai diri kita, dan itu hanya bisa kita peroleh lewat informasi yang diberikan orang lain kepada kita. Melalui komunikasi dengan orang lain kita belajar bukan saja mengenai siapa kita, namun juga bagaimana kita merasakan siapa kita. Anda mencintai diri anda bila anda telah dicintai; anda berpikir anda cerdas bila orang-orang sekitar anda menganggap anda cerdas; anda merasa tampan atau cantik bila orang-orang sekitar anda juga mengatakan demikian.

b. Pernyataan eksistensi diri. Orang berkomunikasi untuk menunjukkan dirinya eksis. Inilah yang disebut aktualisasi diri atau lebih tepat lagi pernyataan eksistensi diri. Fungsi komunikasi sebagai eksistensi diri terlihat jelas misalnya pada penanya dalam sebuah seminar. Meskipun mereka sudah diperingatkan moderator untuk berbicara singkat dan langsung ke pokok masalah, penanya atau komentator itu sering berbicara panjang lebarm mengkuliahi hadirin, dengan argumen-argumen yang terkadang tidak relevan.

c. Untuk kelangsungan hidup, memupuk hubungan, dan memperoleh kebahagiaan. Sejak lahir, kita tidak dapat hidup sendiri untuk mempertahankan hidup. Kita perlu dan harus berkomunikasi dengan orang lain, untuk memenuhi kebutuhan biologis kita seperti makan dan minum, dan memnuhi kebutuhan psikologis kita seperti sukses dan kebahagiaan. Para psikolog berpendapat, kebutuhan utama kita sebagai manusia, dan untuk menjadi manusia yang sehat secara rohaniah, adalah kebutuhan akan hubungan sosial yang ramah, yang hanya bisa terpenuhi dengan membina hubungan yang baik dengan orang lain. Abraham Moslow menyebutkan


(22)

bahwa manusia punya lima kebutuhan dasar: kebutuhan fisiologis, keamanan, kebutuhan sosial, penghargaan diri, dan aktualisasi diri.

2. Sebagai Komunikasi Ekspresif

Komunikasi berfungsi untuk menyampaikan perasaan-perasaan (emosi) kita. Perasaan-perasaan tersebut terutama dikomunikasikan melalui pesan-pesan nonverbal. Perasaan sayang, peduli, rindu, simpati, gembira, sedih, takut, prihatin, marah dan benci dapat disampaikan lewat kata-kata, namun bisa disampaikan secara lebih ekpresif lewat perilaku nonverbal. Seorang ibu menunjukkan kasih sayangnya dengan membelai kepala anaknya. Orang dapat menyalurkan kemarahannya dengan mengumpat, mengepalkan tangan seraya melototkan matanya, mahasiswa memprotes kebijakan penguasa negara atau penguasa kampus dengan melakukan demontrasi.

3. Sebagai Komunikasi Ritual

Suatu komunitas sering melakukan upacara-upacara berlainan sepanjang tahun dan sepanjang hidup, yang disebut para antropolog sebaga rites of passage, mulai dari upacara kelahiran, sunatan, ulang tahun, pertunangan, siraman, pernikahan, dan lain-lain. Dalam acara-acara itu orang mengucapkan kata-kata atau perilaku-perilaku tertentu yang bersifat simbolik. Ritus-ritus lain seperti berdoa (salat, sembahyang, misa), membaca kitab suci, naik haji, upacara bendera (termasuk menyanyikan lagu kebangsaan), upacara wisuda, perayaan lebaran (Idul Fitri) atau Natal, juga adalah komunikasi ritual. Mereka yang berpartisipasi dalam bentuk komunikasi ritual tersebut menegaskan kembali komitmen mereka kepada tradisi keluarga, suku, bangsa. Negara, ideologi, atau agama mereka.

4. Sebagai Komunikasi Instrumental

Komunikasi instrumental mempunyai beberapa tujuan umum, yaitu: menginformasikan, mengajar, mendorong, mengubah sikap, menggerakkan tindakan, dan juga menghibur. Sebagai instrumen, komunikasi tidak saja kita gunakan untuk menciptakan dan membangun hubungan, namun juga untuk menghancurkan hubungan tersebut. Studi komunika membuat kita peka terhadap berbagai strategi yang dapat kita gunakan dalam komunikasi kita untuk bekerja lebih baik dengan orang lain demi keuntungan bersama. Komunikasi berfungsi sebagi instrumen untuk mencapai tujuan-tujuan pribadi dan pekerjaan, baik tujuan jangka pendek ataupun tujuan jangka panjang. Tujuan jangka pendek misalnya untuk memperoleh pujian, menumbuhkan kesan yang baik, memperoleh simpati, empati, keuntungan material, ekonomi, dan politik, yang antara lain dapat diraih dengan pengelolaan kesan (impression management), yakni taktik-taktik verbal dan nonverbal, seperti berbicara sopan, mengobral janji, mengenakankan pakaian necis, dan sebagainya yang pada dasarnya untuk menunjukkan kepada orang lain siapa diri kita seperti yang kita inginkan. Sementara itu, tujuan jangka panjang dapat diraih lewat keahlian komunikasi, misalnya keahlian berpidato, berunding, berbahasa asing ataupun keahlian menulis. Kedua tujuan itu (jangka pendek dan panjang) tentu saja saling berkaitan dalam arti bahwa pengelolaan kesan itu secara kumulatif dapat digunakan untuk mencapai tujuan jangka panjang berupa keberhasilan dalam karier, misalnya untuk memperoleh jabatan, kekuasaan, penghormatan sosial, dan kekayaan.


(23)

Berkenaan dengan fungsi komunikasi ini, terdapat juga beberapa pendapat dari para ilmuwan lain yang bila dicermati saling melengkapi. Sebagaimana yang disebutkan dalam Effendy (2006: 8) fungsi komunikasi antara lain: (a) Menyampaikan informasi (to inform), (b) Mendididik (to educate), (c) Menghibur (to entertain), (d) Mempengaruhi (to influence).

Begitu pentingnya komunikasi dalam hidup manusia, maka Harold D. Laswell (dalam Cangara, 2009: 59) mengemukakan bahwa fungsi komunikasi antara lain, yaitu: (1) manusia dapat mengontrol lingkungannya, (2) beradaptasi dengan lingkungan tempat mereka berada, serta (3) melakukan transformasi warisan sosial kepada generasi berikutnya. Selain itu, ada beberapa pihak menilai bahwa dengan komunikasi yang baik, hubungan antarmanusia dapat dipelihara kelangsungannya. Sebab, melalui komunikasi dengan sesama manusia kita bisa memperbanyak sahabat, memperbanyak rezeki, memperbanyak dan memelihara pelanggan (costumers), dan juga memelihara hubungan antarmanusia dalam bermasyarakat.

Dalam penelitian ini, komunikasi yang dilakukan oleh anak dan orang tua berfungsi untuk saling menyampaikan informasi, misalnya informasi mengenai keadaan dan kondisi kesehatan. Selain itu komunikasi juga dilakukan oleh ibu untuk mendidik anak, mengajarkan nilai-nilai kehidupan, bahkan ketika tinggal terpisah.

2.2.1.4 Tujuan Komunikasi

Menurut Effendi (2006: 8), tujuan komunikasi antara lain adalah sebagai berikut:

1. Perubahan Sikap (attitude change)

Kegiatan memberikan berbagai informasi pada masyarakat dengan tujuan supaya masyarakat akan berubah sikapnya. Misalnya kegiatan memberikan informasi mengenai hidup sehat tujuannya adalah supaya masyarakat mengikuti pola hidup sehat dan sikap masyarakat akan positif terhadap pola hidup sehat.

2. Perubahan pendapat (opinion change)

Kegiatan komunikasi dilakukan untuk memberikan berbagai informasi pada masyarakat tujuan akhirnya supaya masyarakat mau berubah pendapat dan persepsinya terhadap tujuan informasi yang disampaikan, misalnya dalam informasi mengenai pemilu. Terutama informasi mengenai kebijakan pemerinatah yang biasanya selalu mendapat tantangan dari masyarakat maka harus disertai penyampaian informasi yang lengkap supaya pendapat


(24)

masyarakat dapat terbentuk untuk mendukung kebijakan tersebut. Perubahan pendapat dapat terjadi dalam suatu komunikasi tergantung bagaimana komunikator menyampaikan komunikasinya.

3. Perubahan perilaku (behaviour change)

Kegiatan memberikan berbagai informasi pada masyarakat dengan tujuan supaya masyarakat akan berubah perilakunya. Misalnya kegiatan memberikan informasi mengenai hidup sehat tujuannya adalah supaya masyarakat mengikuti perilaku hidup sehat. Perubahan perilaku dapat terjadi bila dalam suatu proses komunikasi komunikator berhasil menyampaikan maksud dari pesan komunikasinya dan hal ini juga bergantung kepada kredibilitas komunikator itu sendiri.

4. Perubahan sosisal (social change)

Kegiatan memberikan berbagai informasi pada masyarakat tujuan akhirnya supaya masyarakat mau mendukung dan ikut serta terhadap tujuan informasi itu disampaikan. Misalnya supaya masyarakat ikut serta dalam pilihan suara pada pemilu atau ikut serta dalam berperilaku sehat, dan sebagainya. Perubahan yang terjadi dalam tatanan masyarakat itu sendiri sesuai dengan lingkungan ketika berlangsungnya komunikasi.

Dalam penelitian ini, komunikasi yang dilakukan bertujuan untuk menyampaikan informasi, agar terjadinya perubahan sikap dan perilaku. Komunikasi juga dilakukan untuk membuat kesamaan pendapat di antara anak dan orang tua, sehingga jika terdapat kesamaan pendapat dapat mengurangi konflik di antara kedua belah pihak.

2.2.2 Komunikasi Antarpribadi

2.2.2.1 Definisi Komunikasi Antarpribadi

Menurut DeVito (Liliweri, 1991: 12), komunikasi antarpribadi merupakan pengiriman pesan-pesan dari seseorang dan diterima oleh orang lain atau sekelompok orang dengan efek dan umpan balik yang langsung. Sedangkan Effendy (1986b) mengemukakan bahwa pada hakikatnya komunikasi antarpribadi adalah komunikasi antara komunikator dengan seorang komunikan. Komunikasi jenis ini dianggap paling efektif dalam hal upaya mengubah sikap, pendapat, atau perilaku seseorang, karena sifatnya yang dialogis, berupa percakapan. Arus balik bersifat langsung. Komunikator mengetahui tanggapan komunikan ketika itu juga, pada saat komunikasi dilancarkan. Komunikator mengetahui pasti apakah komunikasinya positif atau negative, berhasil atau tidak. Jika tidak, ia dapat memberi kesempatan kepada komunikan untuk bertanya seluas-luasnya (Liliweri, 1991: 12).


(25)

Dalam bukunya The interpersonal Communication Book 11th ed, DeVito mendefinisikan komunikasi antarpribadi sebagai “the communication that takes place between two persons who have an etablished relationship; the people are in some way “connected”. Yang dalam bahasa Indonesia diartikan sebagai komunikasi yang terjadi antara dua orang yang membangun hubungan dan orang-orang tersebut dalam hal tertentu memang terhubung (DeVito, 2007: 5). Komunikasi antarpribadi dapat terjadi antara lain pada anak dan ayahnya, seorang atasan dan bawahan, kakak dan adik, guru dan murid, sepasang kekasih, dua orang sahabat, dan lain sebagainya. Bentuk khusus dari komunikasi antarpribadi ini adalah komunikasi diadik yang melibatkan dua orang secara tatap muka, yang memungkinkan setiap orang menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal ataupun nonverbal.

Dengan demikian, dari kedua pengertian komunikasi antarpribadi tersebut dapat diketahui bahwa karakteristik komunikasi antarpribadi adalah terjadi diantara dua orang yang memiliki hubungan yang jelas, berlangsung secara tatap muka, bersifat interaktif dimana para pelaku komunikasi dapat saling bereaksi satu sama lain. Selain itu, terdapat juga pendapat lain dari Dean C. Barnlund (dalam Liliweri, 1991: 12) mengemukakan bahwa komunikasi antarpribadi biasanya dihubungkan dengan pertemuan antara dua orang, atau tiga orang atau mungkin empat orang yang terjadi secara sangat spontan dan tidak berstruktur. Menurut Rogers dalam Depari, komunikasi antarpribadi merupakan komunikasi dari mulut ke mulut yang terjadi dalam interaksi tatap muka antara beberapa pribadi. Sedangkan Tan mengemukakan bahwa interpersonal communication adalah komunikasi tatap muka antara dua orang atau lebih orang.

Menurut sifatnya, komunikasi antarpribadi dapat dibedakan atas dua macam, yakni Komunikasi Diadik (Dyadic Communication) dan Komunikasi Kelompok Kecil (Small Group Communication). Komunikasi diadik ialah proses komunikasi yang berlangsung antara dua orang dalam situasi tatap muka. Komunikasi diadik menurut menurut Pace dapat dilakukan dalam tiga bentuk, yakni percakapan, dialog, dan wawancara. Percakapan berlangsung dalam suasana yang bersahabat dan informal. Dialog berlangsung dalam situasi yang lebih intim, lebih dalam, dan lebih personal, sedangkan wawancara sifatnya lebih serius, yakni


(26)

adanya pihak yang dominan pada posisi bertanya dan yang lainnya pada posisi menjawab. Komunikasi kelompok kecil ialah proses komunikasi yang berlangsung antara tiga orang atau lebih secara tatap muka, dimana anggota-anggotanya saling berinteraksi satu sama lainnya (Cangara, 2009: 32).

Memperhatikan karakteristik komunikasi antarpribadi tersebut, maka dapat dikatakan bahwa komunikasi antarpribadi merupakan suatu proses komunikasi yang paling efektif, karena para pelaku komunikasi dapat terus menerus saling menyesuaikan diri baik dari segi isi pesan maupun dari segi perilaku, demi tercapainya tujuan komunikasi. Komunikasi antarpribadi dapat meningkatkan hubungan kemanusiaan di antara pihak-pihak yang berkomunikasi. Dalam hidup bermasyarakat seseorang bisa memperoleh kemudahan-kemudahan dalam hidupnya karena memiliki banyak sahabat. Melalui komunikasi antarpribadi juga kita dapat berusaha membina hubungan yang baik, sehingga dapat menghindari dan mengatasi terjadinya konflik-konflik di antara kita, apakah dengan tetangga, teman kantor, atau dengan orang lain (Cangara, 2009: 61)

Dari beberapa definisi komunikasi antarpribadi yang telah dipaparkan, peneliti memahami komunikasi interpersonal didefinisikan sebagai suatu bentuk komunikasi yang terjadi antara dua oang atau lebih dari satu orang yang memiliki hubungan. Dalam penelitian ini, definisi yang peneliti pakai adalah definisi DeVito karena komunikasi yang diteliti adalah antara anak dan orang tua, di mana komunikasi tersebut terjadi antara dua orang yang memiliki hubungan yaitu sebagai anak dan orang tua. Namun pada kasus ini anak dan orang tua tersebut tinggal terpisah sehingga komunikasi antarpribadi yang mereka lakukan menggunakan media atau disebut dengan komunikasi bermedia.


(27)

2.2.2.2 Elemen Komunikasi Antarpribadi

Gambar 2.1

Proses Komunikasi Antarpribadi

Messages

Feedback Context

Channel

Feedforward

Feedforward

Channel

Feedback Messages

Sumber : The Interpersonal Communication Book ed 11th (DeVito, 2007: 12)

Komunikasi antarpribadi terdiri dari beberapa elemen yaitu, “source-receiver, encoding-decoding, messages, channel, noise, context, ethics, dan competence” (DeVito, 2007: 10-20).

Elemen yang pertama dalam komunikasi antarpribadi adalah source-receiver. Source adalah pihak yang menyusun dan mengirimkan pesan, sedangkan receiver adalah pihak yang menerima dan mengartikan pesan. Dalam komunikasi antarpribadi, kedua fungsi ini sama-sama dijalankan oleh masing-masing individu. Elemen kedua dari komunikasi antarpribadi adalah encoding-decoding. Encoding merupakan proses menciptakan pesan, sedangkan decoding adalah kegiatan untuk memahami suatu pesan. Dalam komunikasi antarpribadi, kedua proses ini

Source/ receiver Competence

Source/ receiver Competence noise


(28)

dikombinasikan oleh sumber dan penerima pesan dalam proses komunikasi mereka.

Elemen selanjutnya adalah messages atau pesan. Pesan adalah signal yang menstimuli penerima. Pesan ini dapat berupa pesan verbal maupun pesan nonverbal. Pesan verbal merupakan pesan yang diungkapkan melalui penggunaan bahasa dan kata-kata. Sedangkan pesan nonverbal adalah pesan yang diungkapkan tanpa menggunakan kata-kata, akan tetapi dengan bahasa dengan bahasa tubuh, senyum, atau ekspresi. Dalam pesan sendiri terbagi lagi menjadi dua, yaitu “feedback dan feedforward”.

Setelah pesan, elemen berikutnya adalah channel. Channel adalah media yang dilewati oleh pesan. Itu adalah jembatan yang menghubungkan sumber pesan dan penerima pesan. Dalam komunikasi face-to-face, channel tersebut dapat berupa indera pendengaran atau indera penglihatan. Sedangkan dalam komunikasi (antarpribadi) bermedia, channel tersebut dapat berupa telepon atau alat elektronik yang digunakan untuk mengirimkan pesan.

Elemen berikutnya adalah noise. Noise adalah segala sesuatu yang mengganggu isi pesan dan mengakibatkan penerima tidak dapat menerima pesan yang disampaikan oleh sumber. Ada empat macam noise yaitu gangguan fisik, gangguan fisiologis, gangguan psikologi, dan gangguan semantik. Gangguan fisik merupakan gangguan eksternal pada saat komunikasi berlangsung, contohnya adalah suara ribut saat berbicara. Selanjutnya gangguan fisiologis merupakan gangguan yang meliputi kondisi fisik komunikator dan komunikan. Sebagai contoh adalah tuli, artikulasi, atau hilang ingatan. Kemudian yang ketiga gangguan psikologi yaitu gangguan mental, antara lain yaitu suasana emosi, pikiran yang tidak terbuka dan lain sebagainya. Yang terakhir gangguan semantik adalah perbedaan makna antara komunikator dan komunikan yang diakibatkan karena pemakaian bahasa yang berbeda.

Elemen komunikasi lainnya yaitu context atau konteks. Ada beberapa macam konteks yaitu dimensi fisik, dimensi temporal, dimensi sosial-psikologikal, dan konteks budaya. Dimensi fisik yaitu ruangan tempat komunikasi berlangsung. Dimensi temporal yaitu meliputi waktu berlangsungnya komunikasi. dimensi sosial-psikologikal meliputi peran, hubungan dan status sosial antara pelaku


(29)

komunikasi antarpribadi. Dan konteks budaya adalah nilai budaya yang di anut oleh pelaku komunikasi antar pribadi.

Elemen berikutnya dalam komunikasi antar pribadi adalah ethics atau etika. Etika ini meliputi benar salah. Untuk menciptakan komunikasi yang efektif perlu memperhatikan etika yang ada. Elemen terakhir dari komunikasi antar pribadi adalah competence atau kompetensi. Efektif tidaknya suatu komunikasi antar pribadi tergantung pada kompetensi antar pribadi para pelaku komunikasi tersebut. Yang dimaksud dengan kompetensi adalah ukuran atas kualitas penampilan baik secara intelektual maupun secara physical.

2.2.2.3 Tujuan Komunikasi Antarpribadi

Orang melakukan komunikasi antarpribadi dengan tujuan untuk belajar, berhubungan dengan orang lain, mempengaruhi orang lain, bermain, dan menolong orang lain (DeVito, 2007: 7). Komunikasi untuk belajar; melalui komunikasi antarpribadi seseorang dapat belajar untuk mengenal dunia luar, suatu peristiwa, orang lain dan juga belajar tentang dirinya sendiri. Dari hasil komunikasi antarpribadi dengan orang lain, manusia dapat bertukar informasi sehingga dapat belajar lebih banyak tentang dunia luar. Selain itu melalui komunikasi antarpribadi dengan orang lain, manusia juga dapat mengetahui bagaimana pandangan orang lain mengenai diri mereka sehingga dapat belajar tentang diri sendiri. Semakin banyak kita berkomunikasi dengan orang lain, semakin banyak mengenal orang dan kita juga semakin mengenal diri kita sendiri. Semakin banyak kita berkenalan dengan orang maka semakin banyak pengetahuan kita tentang lingkungan di sekitar kita dan bahkan tentang dunia.

Komunikasi antarpribadi selain untuk belajar juga bertujuan untuk berhubungan atau membentuk hubungan antarpribadi dengan orang lain. Motivasi yang mendasari tujuan ini yaitu keperluan untuk berinteraksi dan berhubungan dengan orang lain. Melalui komunikasi antarpribadi kita dapat berkenalan dengan seseorang dan berkomunikasi. Dengan melakukan komunikasi antarpribadi seseorang dapat mengapresiasikan perasaan yang mereka miliki sehingga dapat membangun suatu hubungan (relationship). Dari hubungan yang tercipta tersebut, manusia dapat merasakan cinta dan kasih sayang serta dapat mengatasi rasa


(30)

kesepian mereka. Hubungan antarpribadi yang intensif dan efektif bisa menciptakan suatu ikatan bathin yang erat. Hal ini terjadi ketika kita membangun dan memelihara persahabatan dengan orang lain yang sebelumnya tidak kita kenal. Disamping itu, melalui komunikasi antarpribadi ikatan kekeluargaan tetap bisa dipelihara dengan baik.

Komunikasi antarpribadi juga bertujuan untuk mempengaruhi orang lain. Dalam hal ini kegiatan komunikasi ditujukan untuk memengaruhi atau membujuk agar orang lain memiliki sikap, pendapat dan atau perilaku yang sesuai dengan tujuan kita. Walaupun tidak selalu, akan tetapi melalui komunikasi antar pribadi dapat memberikan sesuatu untuk dipertimbangkan oleh orang lain. Dan tidak menutup kemungkinan bahwa seseorang dapat terpengaruh untuk melakukan sesuatu dari hasil komunikasi antarpribadi yang dilakukannya. Misalnya mempengaruhi untuk melakukan suatu aktivitas atau kegiatan dan contoh lainnya adalah ketika seorang pramuniaga menawarkan produk yang dijualnya.

Tujuan komunikasi antarpribadi yang lain adalah untuk bermain. Dalam hal ini, komunikasi dilakukan untuk hiburan atau menenangkan diri sendiri. Banyak komunikasi antarpribadi yang kita lakukan. yang sepertinya tidak memiliki tujuan yang jelas, hanya mengobrol kesana-kemari, untuk sekedar melepaskan kelelahan setelah seharian bekerja, atau hanya untuk mengisi waktu ketika harus menunggu giliran diperiksa di rumah sakit. Sepertinya ini merupakan hal yang sepele, tapi komunikasi seperti itu pun penting bagi keseimbangan emosi, dan kesehatan mental. Tujuan ini dapat dilihat pada saat seseorang bercanda atau membicarakan hal-hal lucu bersama orang lain. Melalui pembicaraan yang ringan atau lucu, seseorang dapat memperoleh hiburan sehingga dapat dikatakan sebagai fungsi bermain.

Tujuan komunikasi antarpribadi yang terakhir adalah menolong orang lain. Melalui komunikasi antar pribadi yang dilakukan dengan orang lain, seseorang dapat menawarkan bantuan kepada orang lain. Komunikasi yang terjadi misalnya ketika kita sedang mendengarkan seorang teman yang mengeluhkan sesuatu (curhat) atau seorang klien bekonsultasi dengan seorang psikolog. Proses komunikasi antarpribadi yang demikian merupakan bentuk komunikasi yang


(31)

bertujuan untuk menolong orang lain memecahkan masalah yang dihadapinya dengan bertukar pikiran.

Pada penelitian ini, tujuan komunikasi antarpribadi yang dilakukan adalah untuk berhubungan dengan orang lain. Anak dan orang tua (ibu) melakukan komunikasi untuk tetap menjaga hubungan mereka sebagai anggota keluarga. Dengan adanya komunikasi di dalam keluarga, permasalahan yang terjadi diantara anggota keluarga dapat dibicarakan dengan mengambil solusi terbaik. Begitu juga halnya dengan anak dan orang tua yang tinggal terpisah, sangat dibutuhkan komunikasi yang baik agar tetap dapat menjaga hubungan yang baik walaupun mereka tinggal terpisah.

2.2.2.4 Hambatan Komunikasi AntarPribadi

Menurut DeVito (2007: 17), hambatan komunikasi antarpribadi terdiri dari 4 macam, yaitu:

1. Hambatan Fisik

Hambatan fisik adalah gangguan yang berada di luar kedua pembicara dan pendengar. Gangguan tranmisi fisik isyarat atau pesan yang lain. Akibatnya bisa membuat pesan tersebut tetap ada atau menghilangkannya. Dalam komunikasi antarpribadi contohnya adalah suara bising yang mengganggu pembicaraan dan bisa menjadi hambatan fisik antara sumber dan penerima pesan.

2. Hambatan Fisiologis

Hambatan Fisiologis merupakan hambatan internal yang terjadi karena adanya keterbatasan fisik (bersifat biologis) sumber atau penerima pesan yang melakukan komunikasi antarpribadi. Hambatan fisiologis ini anntara lain adanya gangguan pendengaran pada sumber atau penerima pesan, masalah artikulasi dalam pengucapan pesan, dan kehilangan ingatan.

3. Hambatan Psikologis

Hambatan psikologis merupakan gangguan pikiran atau gangguan mental. Hambatan ini berhubungan dengan prasangka di antara pengirim dan penerima pesan. Pada komunikator hambatan psikologis terjadi karena adanya kecenderungan bias atau prasangka yang dimiliki oleh komunikator terhadap satu sama lain atau terhadap pesan. Sedangkan pada komunikan hambatan yang dimiliki akibat kecenderungan acuh tak acuh, pikiran yang tertutup, salah menafsirkan, atau tidak mampu mengingat pesan yang diterima dari komunikator.

4. Hambatan Semantik

Hambatan semantik adalah gangguan pada komunikasi antarpribadi yang disebabkan adanya perbedaan bahasa dan makna antara sumber dan penerima pesan. Perbedaan tersebut dapat menyebabkan sumber dan


(32)

penerima pesan tidak dapat menangkap makna pesan dengan baik. Hambatan semantik ini antara lain terjadi, ketika orang yang berkomunikasi menggunakan bahasa yang berbeda dan komunikator menggunakan istilah yang terlalu rumit tidak dimengerti oleh pendengar.

2.2.3 Komunikasi Antarpribadi Bermedia

Di era modern saat ini, manusia tidak dapat lepas dari teknologi yang juga mengikuti perkembangan zaman. Kecanggihan teknologi saat ini juga turut menjadi salah satu media pendukung setiap orang dalam berkomunikasi. Dapat dilihat, kecanggihan teknologi komunikasi dalam kehidupan saat ini seperti berbagai fitur-fitur computer dan ponsel. Dahulu, sebelum adanya kecanggihan teknologi seperti ini, orang-orang menggunakan media surat dalam mengirimkan pesan untuk berkomunikasi dengan kerabat keluarga. Tetapi saat ini, masyarakat mulai satu persatu meninggalkan media surat tersebut. Media surat saat ini pun hanya digunakan di kalangan instansi perusahaan saja.

Komunikasi antarpribadi bermedia (Mediated Interpersonal

Communication) didefinisikan sebagai “a specialized type of interpersonal

communication that is assited by a device such as a pen or pencil, a computer, or a telephone” (Turrow, 2010: 8) yang dalam bahasa Indonesia berarti sebuah jenis komunikasi antarpribadi yang dibantu oleh peralatan seperti pena atau pensil, komputer atau telepon. Komunikasi antarpribadi bermedia dapat dilakukan dalam jarak yang jauh karena disambungkan melalui media, sehingga orang yang ingin berkomunikasi tidak perlu bertemu tetap dapat berkomunikasi. Pada komunikasi antarpribadi bermedia, komunikator dan komunikan berada di tempat yang berbeda. Sehingga masing-masing tidak mengetahui kesibukan lawan bicaranya.

Komunikasi antarpribadi bermedia itu efisien, tapi kurang efektif. Sebaliknya, komunikasi bertatap muka itu kurang efisien, tapi efektif. Bila kita membutuhkan kecepatan (atau pun keluasan) penyampaian informasi, maka komunikasi antarpribadi bermedia merupakan pilihan yang lebih tepat. Namun bila kita memerlukan kedalaman (atau keakuratan) isi informasi, maka komunikasi tatapmukalah yang lebih tepat. Tatap muka menjadi lebih efektif sebab, pesan nonverbal (di balik kata-kata) lebih tampak jelas dalam komunikasi tatap muka. Dalam komunikasi antarpribadi tatap muka komunikator juga bisa mendapatkan feedback langsung dari komunikan dan lebih efektif karena keakuratan informasinya.


(33)

Kelebihan komunikasi antarpribadi bermedia antara lain adalah jangkauan luas hingga bisa diakses sampai ke daerah-daerah, lebih menghemat waktu dan tenaga. Apalagi jika orang yang saling ingin berkomunikasi ini terhalang jarak yang jauh, tentu akan sangat dipermudah jika melakukan komunikasi menggunakan media, dapat menghemat waktu dan juga biaya. Sedangkan, kelemahannya adalah tidak efektif karena kurang akurat dan tidak langsung mendapatkan feedback dari komunikan.

Perbedaan lain dari komunikasi antarpribadi tatap muka dan komunikasi antarpribadi bermedia adalah sarana yang digunakan dalam berkomunikasi. Kalau komunikasi interpersonal tatap muka tidak menggunakan alat atau media apapun dalam melakukan komunikasi sedangkan kalau komunikasi antarpribadi bermedia harus menggunakan alat atau media seperti telepon atau internet untuk melakukan komunikasi. Sehingga jika ingin berkomunikasi, harus dipastikan komunikator dan komunikan memiliki media yang sama untuk dapat melakukan komunikasi, jika salah satu komunikan tidak memiliki media tersebut, tentunya komunikasi tidak dapat terjadi. Ketersediaan media adalah hambatan yang dimiliki komunikasi antarpribadi bermedia, apalagi jika ingin melakukan komunikasi dengan orang yang berada di pedalaman yang jaringan telepon belum sampai disana. Selain itu, hambatan pada komunikasi antarpribadi bermedia jika media komunikasi yang di gunakan memiliki gangguan, hal itu menjadi hambatan untuk dilakukannya komunikasi.

Pada penelitian ini, peneliti meneliti komunikasi antarpribadi bermedia karena melibatkan dua orang yaitu anak dan orang tua (ibu). Dan komunikasi antarpribadi bermedia yang terjadi dilakukan dengan menggunakan peralatan elektronik, yaitu handphone yang digunakan untuk telepon dan SMS. Anak dan orang tua (ibu) melakukan komunikasi antarpribadi bermedia karena tinggal terpisah, dikarenakan anak sedang melanjutkan kuliah di kota Medan.

2.2.4 Komunikasi Keluarga

Keluarga merupakan kelompok sosial pertama dalam kehidupan manusia dimana ia belajar dan menyatakan diri sebagai manusia sosial, dalam interaksi dengan kelompoknya (Kurniadi, 2001: 271). Dalam keluarga yang sesungguhnya, komunikasi merupakan sesuatu yang harus dibina, sehingga anggota keluarga merasakan ikatan yang dalam serta saling membutuhkan. Keluarga merupakan


(34)

kelompok primer paling penting dalam masyarakat, yang terbentuk dari hubungan laki-laki dan perempuan, perhubungan ini yang paling sedikit berlangsung lama untuk menciptakan dan membesarkan anak-anak. Keluarga dalam bentuk yang murni merupakan kesatuan sosial yang terdiri dari ayah, ibu dan anak-anak. (Murdok 1949 dikutip oleh Dloyana, 1995: 11).

Menurut Rae Sedwig (1985), Komunikasi Keluarga adalah suatu pengorganisasian yang menggunakan kata-kata, sikap tubuh (gesture), intonasi suara, tindakan untuk menciptakan harapan image, ungkapan perasaan serta saling membagi pengertian (Dikutip dari Achdiat, 1997: 30). Dilihat dari pengertian di atas bahwa kata-kata, sikap tubuh, intonasi suara dan tindakan, mengandung maksud mengajarkan, mempengaruhi dan memberikan pnengertian. Sedangkan tujuan pokok dari komunikasi ini adalah memprakarsai dan memelihara interaksi antara satu anggota dengan anggota lainnya sehingga tercipta komunikasi yang efektif.

Komunikasi dalam keluarga juga dapat diartikan sebagai kesiapan membicarakan dengan terbuka setiap hal dalam keluarga baik yang menyenangkan maupun yang tidak menyenangkan, juga siap menyelesaikan masalah-masalah dalam keluarga dengan pembicaraan yang dijalani dalam kesabaran dan kejujuran serta keterbukaan (Friendly, 2002: 1). Terlihat dengan jelas bahwa dalam keluarga adalah pasti membicarakan hal-hal yang terjadi pada setiap individu, komunikasi yang dijalin merupakan komunikasi yang dapat memberikan suatu hal yang dapat diberikan kepada setiap anggota keluarga lainnya. Dengan adanya komunikasi, permasalahan yang terjadi diantara anggota keluarga dapat dibicarakan dengan mengambil solusi terbaik.

Hubungan yang baik dapat dicapai dengan membina dan memelihara komunikasi yang baik di dalam keluarga dan dengan masyarakat di luar keluarga. Hubungan antara anggota keluarga harus dipupuk dan dipelihara dengan baik. Hubungan yang baik, kesatuan sikap ayah dan ibu merupakan jalinan yang memberi rasa aman bagi anak-anak. Hubungan serasi ayah-ibu memberi rasa tenang dan keteladanan bagi anak dan keluarga yang kelak dibentuknya. Komunikasi yang baik terbentuk bila hubungan timbal balik selalu terjalin antara ayah, ibu, dan anak (Gunarsa, 2000: 205).

2.2.5 Konflik

Istilah konflik berasal dari kata kerja Latin ‘configere’ yang berarti saling memukul. Dari bahasa Latin diadopsi ke dalam bahasa Inggris, conflict yang kemudian diadopsi ke dalam bahasa Indonesia, konflik (Wirawan, 2010: 4). Konflik merupakan salah satu esensi dari kehidupan dan perkembangan manusia


(35)

yang mempunyai karakteristik yang beragam. Selama perbedaan karakteristik tersebut masih ada, konflik tidak dapat dihindari dan akan selalu terjadi.

Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya. Setiap hubungan antarpribadi mengandung unsur-unsur konflik, pertentangan pendapat atau perbedaan kepentingan. Konflik adalah situasi dimana tindakan salah satu pihak berakibat menghalangi, menghambat, atau mengganggu tindakan pihak lain (Johnson, 1981).

Robbins dalam “Organization Behavior” menjelaskan bahwa konflik adalah suatu proses interaksi yang terjadi akibat adanya ketidaksesuaian antara dua pendapat (sudut pandang) yang berpengaruh atas pihak-pihak yang terlibat baik pengaruh positif maupun pengaruh negatif. Sedang menurut Luthans konflik adalah kondisi yang ditimbulkan oleh adanya kekuatan yang saling bertentangan. Kekuatan-kekuatan ini bersumber pada keinginan manusia. Konflik terjadi karena adanya interaksi yang disebut komunikasi. Hal ini berarti, bila kita ingin mengetahui konflik, kita harus mengetahui kemampuan dan perilaku komunikasi. Semua konflik mengandung komunikasi, tapi tidak semua konflik berakar pada komunikasi yang buruk.

Berbagai mitos tentang konflik dipahami berdasarkan dua sudut pandang, yaitu tradisional maupun kontemporer. Dalam pandangan tradisional, konflik dianggap sebagai sesuatu yang buruk yang harus dihindari. Bahkan sering kali konflik dikaitkan dengan kemarahan, agresivitas, pertentangan baik secara fisik maupun dengan kata-kata kasar. Sebaliknya, pandangan kontemporer mengenai konflik didasarkan pada anggapan bahwa konflik adalah sesuatu yang tidak dapat dielakkan sebagai konsekuensi logis interaksi manusia. Menurut Myers, jika komunikasi adalah suatu proses transaksi, yang berupaya mempertemukan perbedaan individu secara bersama-sama untuk mencari kesamaan makna, maka dalam proses itu, pasti ada konflik. Konflik pun tidak hanya diungkapkan secara verbal tapi juga diungkapkan secara nonverbal seperti dalam bentuk raut muka, gerak badan, yang mengekspresikan pertentangan.

(http://rimuu.wordpress.com/2010/04/02/konflik-dalam-hubungan-antarpribadi/)

Menurut DeVito (2007: 286), konflik adalah pertentangan antara orang-orang yang berhubungan: teman dekat, kekasih, anggota keluarga, atau rekan kerja. Kata "berhubungan" menekankan fakta bahwa posisi masing-masing orang dan tindakan setiap orang mempengaruhi orang lain. Konflik merupakan sesuatu yang tidak dapat dihindari pada suatu hubungan, termasuk pada hubungan antara orangtua dan anak. Apabila konflik yang muncul tidak dihadapi dengan benar, akan dapat menimbulkan dampak negative pada hubungan antara orang tua dan anak seperti menurunnya kepercayaan, menyebabkan perubahan sikap masing-masing pihak dan menimbulkan jarak di antara mereka. Selain itu konflik antara orang tua dan anak juga dapat menimbulkan rasa depresi pada anak. Apabila


(36)

konflik dihadapi dengan benar akan dapat menimbulkan dampak positif yaitu semakin eratnya hubungan antara anak dan orang tua.

Pada penelitian ini, konflik didefinisikan sebagai pertentangan antara anak dan orang tua yang tinggal terpisah, baik pertentangan tersebut disebabkan oleh perbedaan keinginan, perasaan, maupun perilaku antara anak dan orang tua. Konflik lain diantaranya berupa masalah keuangan yang tidak dapat terpenuhi dengan baik. Konflik-konflik tersebut dapat terjadi karena kurangnya intensitas komunikasi tatap muka antara anak dan orang tuanya. Untuk memperjelas dan menyederhanakan apa yang telah diuraikan, berikut peneliti skemakan model teoritik dalam pelaksanaan penelitian ini pada gambar 2.2.

2.3 Model Teoritik

Gambar 2.2 Model Teoritik

Sumber : Penelitian 2013 Komunikasi bermedia antara anak dan

orang tua yang tinggal terpisah

Konflik yang terjadi Elemen komunikasi antar


(37)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN 3.1Metode Penelitian

Metode penelitian kualitatif atau riset kualitatif bertujuan untuk menjelaskan fenomena dengan sedalam-dalamnya melalui pengumpulan data sedalam-dalamnya. Riset ini tidak mengutamakan besarnya populasi atau sampling sangat terbatas. Jika data terkumpul sudah mendalam dan bisa menjelaskan fenomena yang diteliti, maka tidak perlu mencari sampling lainnya. Disini yang lebih ditekankan adalah persoalan kedalaman (kualitas) data bukan banyaknya (kuantitas) data (Kriyantono, 2010: 56).

Periset adalah bagian integral dari data, artinya periset ikut aktif dalam menentukan jenis data yang diinginkan. Dengan demikian, periset menjadi instrumen riset yang harus terjun langsung di lapangan. Karena itu riset ini bersifat subjektif dan hasilnya lebih kasuistik bukan untuk digeneralisasikan. Desain riset dapat dibuat bersamaan atau sesudah riset. Desain dapat berubah atau disesuaikan dengan perkembangan riset.

Metode penelitian yang peneliti gunakan adalah penelitian deskriptif kualitatif yang mendeskripsikan data analisis kualitatif. Metode penelitian deskriptif kualitatif ini dipilih agar dapat menggambarkan sedalam-dalamnya tentang fenomena yang diteliti. Dalam penelitian ini peneliti berusaha menggambarkan bagaimana proses yang terjadi pada komunikasi bermedia antara anak dan orang tua yang tinggal terpisah dalam mengatasi konflik. Proses komunikasi bermedia yang ingin peneliti lihat dan pahami merupakan salah satu fenomena komunikasi yang dialami oleh subjek penelitian, Dalam penelitian ini peneliti mengungkap masalah dan fakta sebagaimana adanya yang peneliti temui di lapangan untuk kemudian nantinya peneliti analisis. Dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif diharapkan berbagai pertanyaan seputar masalah proses komunikasi bermedia antara anak dan orang tua yang tinggal terpisah dalam menghadapi konflik dapat terjawab.

Lokasi penelitian ini adalah di kecamatan medan selayang, medan sumatera utara. Pemilihan lokasi penelitian di Kecamatan Medan Selayang Medan


(38)

Sumatera Utara ini, karena daerah ini merupakan daerah yang banyak ditempati mahasiswa yang tinggal terpisah dengan orang tua karena sedang melanjutkan pendidikan. Dan daerah ini dekat dengan Universitas Sumatera Utara, yang merupakan salah satu universitas terkenal di pulau Sumatera.

3.2Objek Penelitian

Dalam penelitian ini, yang menjadi objek penelitian adalah proses komunikasi antarpribadi bermedia yang dilakukan oleh anak yang tinggal terpisah dengan orang tua dalam menghadapi konflik. Komunikasi antarpribadi bermedia yang terjadi dilakukan dengan menggunakan peralatan elektronik, yaitu handphone yang digunakan untuk telepon dan SMS.

3.3 Subjek penelitian

Subjek penelitian pada penelitian kualitatif disebut informan. Dalam penelitian kualitatif, jumlah individu yang menjadi informan dipilih sesuai dengan tujuan dan kebutuhan penelitian. Subjek penelitian ini nantinya akan diperoleh dengan teknik Purpossive Sampling yaitu teknik ini mencakup orang-orang yang diseleksi atas dasar kriteria-kriteria tertentu yang dibuat periset berdasarkan tujuan riset/penelitian (Kriyantono, 2010: 158). Subjek penelitian dalam penelitian ini adalah anak perempuan yang tinggal terpisah dengan orang tua. Pemilihan informan akan berhenti ketika peneliti sudah menemukan data jenuh saat melakukan penelitian pada informan.

Adapun kriteria subjek penelitian ini yaitu :

1) Subjek penelitian (anak) bertempat tinggal di kecamatan Medan Selayang

2) Subjek penelitian melakukan komunikasi melalui telepon dan sms dengan orang tua

3) Subjek penelitian setidaknya telah tinggal terpisah selama lebih dari 1 tahun dan telah atau sedang mengalami konflik dengan orang tua 4) Kisaran jarak tempat tinggal antara anak dan orang tua yang diteliti

adalah berbeda kota, kota tersebut harus ditempuh dalam waktu kira-kira 3 jam atau lebih dari kota Medan.


(39)

3.4 Kerangka Analisis

Gambar 3.1 Kerangka Analisis

Sumber : Penelitian 2013

Berdasarkan bagan di atas, komunikasi antarpribadi bermedia antara anak dan orang tua yang tinggal terpisah dilakukan dengan media handphone, yang digunakan untuk telepon dan sms. Proses komunikasi ini merupakan proses komunikasi sekunder, karena komunikasi dilakukan dengan menggunakan sarana atau alat. Anak dan orang tua melakukan komunikasi antarpribadi bermedia karena tinggal terpisah, dikarenakan anak sedang melanjutkan kuliah di kota Medan.

Komunikasi antarpribadi bermedia antara anak dan orang tua yang tinggal

terpisah

1. Source-Receiver

(Sumber-Penerima) 2.

Encoding-Decoding

3. Messages (pesan) 4. Channel

5. Noise 6. Context 7. Ethics 8. Competence

Konflik yang terjadi

Menggunakan telepon dan SMS

Elemen komunikasi antar pribadi

1. Penyebab konflik 2. Dampak konflik 3. Penyelesaian konflik


(40)

Dalam melakukan komunikasi antarpribadi jarak jauh banyak kendala-kendala yang dapat terjadi pada elemen-elemen komunikasi antarpribadi. Komunikasi antarpribadi terdiri dari beberapa elemen yaitu, “source-receiver, encoding-decoding, messages, channel, noise, context, ethics, dan competence” (DeVito, 2007: 10-20).

Dalam komunikasi antarpribadi bermedia, dapat terjadi gangguan yaitu apabila tidak terdapat kesamaan makna antara pihak yang menyusun pesan (source) dan pihak yang menerima pesan (receiver) pada saat proses encoding dan decoding. Selain itu, cepat atau lambatnya feedback dari pesan yang disampaikan bergantung kepada media yang digunakan dalam menyampaikan pesan, Dalam komunikasi antarpribadi, terdapat empat macam noise (gangguan) yaitu gangguan fisik, gangguan fisiologis, gangguan psikologi, dan gangguan semantik. Gangguan fisik merupakan gangguan eksternal pada saat komunikasi berlangsung, contohnya adalah suara ribut saat berbicara. Selanjutnya gangguan fisiologis merupakan gangguan yang meliputi kondisi fisik komunikator dan komunikan. Sebagai contoh adalah tuli, artikulasi, atau hilang ingatan. Kemudian yang ketiga gangguan psikologi yaitu gangguan mental, antara lain yaitu suasana emosi, pikiran yang tidak terbuka dan lain sebagainya. Yang terakhir gangguan semantik adalah perbedaan makna antara komunikator dan komunikan yang diakibatkan karena pemakaian bahasa yang berbeda.

Pada saat melakukan komunikasi antarpribadi bermedia, hambatan-hambatan yang terjadi dalam elemen komunikasi dapat menimbulkan konflik di antara anak dan orang tua (ibu). Konflik dapat terjadi karena kurangnya intensitas komunikasi tatap muka antara anak dan orang tuanya. Jenis penyebab konflik yang terjadi dapat bermacam-macam, mulai dari masalah perbedaan pendapat, perbedaan keinginan, masalah keuangan dan masalah-masalah lainnya yang dapat terjadi di dalam hubungan jarak jauh. Konflik yang terjadi apabila di hadapi dengan benar, dapat menimbulkan dampak positif dan apabila tidak di atasi dengan benar dapat menimbulkan dampak negatif bagi kedua belah pihak.


(41)

3.5Teknik Penentuan Informan

Teknik yang peneliti gunakan dalam pemilihan informan adalah purposive sampling. Purposive sampling merupakan teknik pemilihan sampel yang mencakup orang-orang yang diseleksi atas dasar kriteria-kriteria tertentu yang dibuat periset berdasarkan tujuan riset/penelitian (Kriyantono, 2010: 158). Kegiatan sampling dimaksudkan untuk menjaring sebanyak mungkin informasi dari berbagai macam sumber. Pada penelitian kualitatif, informasi (data) pada umumnya diperoleh dari orang-orang yang diyakini mengetahui persoalan yang diteliti.

Dalam penelitian ini, peneliti mengambil beberapa informan yang diyakini mengetahui persoalan yang diteliti. Pengambilan dengan teknik ini disesuaikan dengan tujuan penelitian, dimana informan yang digunakan sesuai dengan kriteria tertentu. Adapun kriteria yang dimaksud adalah informan merupakan anak yang tinggal terpisah berbeda kota dengan orang tua. Peneliti juga membatasi subjek berdasarkan lama waktu informan tinggal terpisah yaitu selama lebih dari 1 tahun dan telah atau sedang mengalami konflik dengan orang tua. Pemilihan informan akan berhenti ketika peneliti sudah menemukan data jenuh saat melakukan penelitian pada informan.

3.6 Teknik Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data adalah teknik atau cara-cara yang dapat digunakan periset untuk mengumpulkan data.. Metode pengumpulan data ini sangat ditentukan oleh metodologi riset, apakah kuantitatif atau kualitatif. Dalam riset kualitatif dikenal metode pengumpulan data : observasi (field observations),

focus group discussion, wawancara mendalam (intensive/depth interview) dan

studi kasus (Wimmer, 2000: 110; Sendjaya, 1997: 32) (dalam Kriyantono, 2010: 95). Adapun teknik pengumpulan data yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah:

3.6.1 Observasi

Karl Weick (dikutip dari Seltiz, Wrightsman, dan Cook 1976: 253) mendefinisikan observasi sebagai “pemilihan, pengubahan, pencatatan, dan


(42)

pengodean serangkaian perilaku dan suasana yang berkenaan dengan organisme in situ, sesuai dengan tujuan-tujuan empiris” (Rakhmat, 2012: 83).

Observasi merupakan metode pengumpulan data yang digunakan pada riset kualitatif. Yang di observasi adalah interaksi (perilaku) dan percakapan yang terjadi di antara subjek yang diriset. Sehingga keunggulan metode ini adalah data yang dikumpulkan dalam bentuk interaksi dan percakapan. Artinya selain perilaku nonverbal juga mencakup perilaku verbal dari orang-orang yang diamati. Ini mencakup antara lain apa saja dilakukan, perbincangan apa saja yang dilakukan termasuk bahasa-bahasa gaul serta benda-benda apa saja yang mereka buat atau gunakan dalam interaksi sehari-hari.

Dalam riset dikenal dua jenis metode observasi, yaitu observasi partisipan dan observasi nonpartisipan. Observasi partisipan adalah metode observasi di mana periset juga berfungsi sebagai partisipan, ikut serta dalam kegiatan yang dilakukan kelompok yang diriset, apakah kehadirannya diketahui atau tidak. Observasi nonpartisipan merupakan metode observasi di mana periset hanya bertindak mengobservasi tanpa ikut terjun melakukan aktivitas seperti dilakukan kelompok yang diriset, baik kehadirannya diketahui atau tidak (Kriyantono, 2010: 112).

Dalam penelitian ini, peneliti melakukan observasi nonpartisipan, karena peneliti hanya bertindak mengobservasi tanpa ikut serta melakukan aktivitas seperti yang dilakukan informan yang diriset. Dalam hal ini, peneliti melakukan pengamatan terhadap hal yang dianggap berhubungan dengan masalah penelitian. Peneliti melakukan observasi dari oktober 2012.

3.6.2 Wawancara

Wawancara adalah percakapan antara periset (seseorang yang berharap mendapatkan informasi) dan informan (seseorang yang diasumsikan mempunyai informasi penting tentang suatu objek). Wawancara merupakan metode pengumpulan data yang digunakan untuk memperoleh informasi langsung dari sumbernya (Kriyantono, 2010: 100). Wawancara ini merupakan salah satu metode pengumpulan data pada riset kualitatif. Esterberg (2002) (dalam Sugiyono 2008: 233) mengemukakan beberapa macam wawancara yang biasa ditemukan dalam


(43)

kegiatan riset, diantaranya, yaitu wawancara terstruktur, wawancara semiterstruktur, dan wawancara tidak terstruktur.

Dalam penelitian ini peneliti melakukan wawancara pada informan yang ada, karena mereka merupakan informan kunci yang menjadi pelaku dalam komunikasi bermedia yang diteliti. Sedangkan bentuk wawancara yang peneliti gunakan adalah wawancara semiterstruktur. Jenis wawancara ini sudah termasuk dalam kategori in-depth interview, di mana dalam pelaksanaannya lebih bebas bila dibandingkan dengan wawancara terstruktur. Tujuan dari wawancara jenis ini adalah untuk menemukan permasalahan secara lebih terbuka, di mana pihak yang di ajak wawancara diminta pendapat, dan ide-idenya. Dalam melakukan wawancara, peneliti perlu mendengarkan secara teliti dan mencatat apa yang dikemukakan oleh informan. Dalam melakukan wawancara, peneliti menyusun pertanyaan untuk wawancara yang disesuaikan dengan kondisi di lapangan.

Sebagai peneliti, pewawancara harus memahami apa tujuan ia melakukan wawancara terhadap informan, dengan demikian pewawancara senantiasa terikat dengan tujuan-tujuan melakukan wawancara, termasuk juga terus mengembangkan tema-tema wawancara baru di lokasi wawancara. Sebagai pewawancara maka ia adalah peneliti yang bekerja di lapangan bersama informan, untuk itu interaksi sosial dengan informan dan lingkungan sosialnya lain harus dijaga agar wawancara dapat berjalan dengan sukses (Bungin, 2010: 109).

3.7Teknik Analisis Data

Dalam penelitian ini, peneliti memperoleh data dari informan yang memiliki kriteria sesuai dengan yang ditetapkan peneliti, kemudian peneliti menggunakan teknik pengumpulan data dengan triangulasi data dan teori, dan proses pengumpulan data tersebut dilakukan terus-menerus hingga data jenuh. Kemudian dengan menggunakan teknik analisis data selama di lapangan model Miles and Huberman, peneliti menganalisis data dengan langkah-langkah sebagai berikut:


(1)

7. Kapan saja Anda bertemu dengan orang tua (ibu)?

“sering pulang, bahkan kalau ada libur 3 hari ima juga pulang. Selain itu kalau libur panjang kayak libur semester, libur puasa/lebaran, libur uts” 8. Menurut Anda, apakah ibu Anda memberikan kepercayaan penuh kepada

Anda mengenai pergaulan? Kenapa?

“iya, karena ia memberi kebebasan sama ima untuk bergaul sama siapa saja.”

9. Apa saja yang sering Anda dan orang tua (ibu) bicarakan pada saat berkomunikasi melalui telepon?

“masalah keperluan duit, jarang membicarakan masalah pribadi. Selain itu menanyakan kabar keluarga”

10.Apa saja yang sering Anda dan orang tua bicarakan pada saat berkomunikasi melalui sms?

“paling cuma bilang, ma, telpon balik atau pesan-pesan singkat lain”

11.Pada saat berkomunikasi, Anda tidak suka ketika ibu membicarakan hal apa? (Apakah hal tersebut dapat menimbulkan konflik?)

“banyak, terutama masalah cucian disini dan masalah makan. Mama ima suka cerewet masalah itu.”

12.Hal apa yang dapat memicu konflik antara Anda dan Orang tua (Ibu) pada saat berkomunikasi melalui telepon?

“beda pendapat karena pola pikir kami beda, cara ima pikir tentang hidup dan mama beda. Sekecil apapun hal yang dibahas sama mama pasti nanti ujung-ujungnya beda pendapat. Pernah gara-gara masalah handphone ima diem-dieman sama mama. Ima pake handphone mama buat SMS dan telpon teman jadi pulsanya habis, jadinya mama marah. Mungkin karena ada kata-kata mama yang terasa gak enak di hati ima, dari situ ima mulai banyak diam karena kepikiran kata-kata mama.”


(2)

13.Pada saat konflik sudah terjadi, bagaimana cara Anda menyelesaikan konflik tersebut?

“jarang ima coba nyelesaikan masalah. Ima kalau udah ada masalah yang menurut ima kecil walaupun menurut mama itu masalah besar ima diam aja. Ima mulai diam dan gak ada menghubungi mama. Biasanya nanti mama yang menghubungi duluan, mama yang lebih sering mengalah”

14.Bagaimana cara Anda untuk menghindari konflik dengan Orang tua saat melakukan komunikasi melalui telepon atau sms?

“cara menghindari konflik dengan awal komunikasi menanyakan kabar mama dan memotong pembicaraan dari mama yang ima gak suka, ima ganti topik terus, biar gak bahas itu lagi”

15.Menurut Anda, efektif atau tidak melakukan komunikasi melalui telepon atau sms dengan Orang tua (ibu) karena jarak yang jauh dan intensitas bertemu yang jarang? Alasannya?

“gak efektif, karena anak pengen manja-manja sama orang tua. Kalau melalui telepon bisa salah komunikasi karena gangguan sinyal, bisa salah paham sama hal yang dibilang”


(3)

Informan 8 : Andriana

Tinggal terpisah dengan orang tua : selama ±3 tahun

1. Komunikasi Anda dan Ibu lebih sering dilakukan melalui telepon atau sms? Kenapa?

“biasanya kalau dari orang tuaku telpon daripada SMS, karena kan banyak gratisan nelpon karena beli paket nelpon. Kalo dari aku biasanya SMS, karena gak ada paketan. Kalau aku sms duluan, paling nanya mama lagi ngapain. Biasanya mama gak balas SMS, langsung menelpon”

2. Antara Anda dan Ibu siapa yang paling sering terlebih dahulu yang menelpon atau yang terlebih dulu sms? Kenapa?

“biasanya orang tua yang nelpon duluan untuk nanya kabar, biasanya itu tiap hari nanya lagi ngapain. Sering telpon walaupun hanya 5 menit pokoknya setiap hari ada”

3. Berapa kali komunikasi Anda dan Orang tua (ibu) dalam seminggu? Apakah setiap hari ada komunikasi?

“setiap hari ada komunikasi. Sering mama nelpon nanya kabar dan kegiatan. Sering telpon walaupun hanya 5 menit pokoknya setiap hari ada”

4. Berapa kali telepon dari orang tua (ibu) ke Anda atau dari Anda ke Orang tua (ibu) jika tidak di angkat?

“kalau gak di angkat, pernah sampai 20 kali di telpon karena mungkin lagi di kampus atau lagi di jalan mau pulang, hp di tas jadi gak dengar”

5. Apa saja gangguan atau hambatan yang Anda dan Orang tua alami pada saat berkomunikasi?

“biasanya karena hp ‘lowbat’, atau karena hp nada deringnya di matikan jadi karena Cuma getar gak tau ada telpon dari orang tua”


(4)

6. Berapa kali dalam setahun Anda dan Orang tua (ibu) bertemu? “setahun gak terhitung. Bertemu orang tua sekitar 1 kali dalam sebulan”

7. Kapan saja Anda bertemu dengan orang tua (ibu)?

“kalau ada libur pasti pulang, pada saat libur semester, libur puasa/lebaran, libur uts, dan libur yang sebentar juga pulang”

8. Menurut Anda, apakah ibu Anda memberikan kepercayaan penuh kepada Anda mengenai pergaulan? Kenapa?

“iya, karena menurut orang tua (ibu) saya sudah sudah bisa menjaga diri” 9. Apa saja yang sering Anda dan orang tua (ibu) bicarakan pada saat

berkomunikasi melalui telepon?

“biasanya bicara tentang kuliah, menanyakan aktivitas yang dilakukan dan masalah keuangan. Selain itu menanyakan kabar keluarga”

10.Apa saja yang sering Anda dan orang tua bicarakan pada saat berkomunikasi melalui sms?

“paling nanya mama lagi ngapain. Biasanya mama gak balas SMS, langsung menelpon”

11.Pada saat berkomunikasi, Anda tidak suka ketika ibu membicarakan hal apa? (Apakah hal tersebut dapat menimbulkan konflik?)

“biasanya kalau meminta uang terlalu cepat dari tanggal seharusnya, jadi mama agak marah-marah. Tapi ya karena aku juga memang butuh, jadi terlalu memaksakan diri untuk dikirim sekarang”

12.Hal apa yang dapat memicu konflik antara Anda dan Orang tua (Ibu) pada saat berkomunikasi melalui telepon?

“biasanya ibu marah itu karena aku ngadu lagi berantem sama adek, jadinya aku dimarahin dan agak berdebat sama ibu. Karena menurutku aku benar, dan adek yang salah. Akibat konflik itu jadi pernah berdiam diri sama orang tua sehari atau dua hari. Waktu di telpon lagi, ditanyakan hubungan sama adik sudah baik atau belum, aku lebih


(5)

mengalah, aku minta maaf sama orang tua, dan bilang gak berantem lagi sama adek”

13.Pada saat konflik sudah terjadi, bagaimana cara Anda menyelesaikan konflik tersebut?

“Akibat konflik itu jadi pernah berdiam diri sama orang tua sehari atau dua hari. Waktu di telpon lagi, ditanyakan hubungan sama adik sudah baik atau belum, aku lebih mengalah, aku minta maaf sama orang tua, dan bilang gak berantem lagi sama adek”

14.Bagaimana cara Anda untuk menghindari konflik dengan Orang tua saat melakukan komunikasi melalui telepon atau sms?

“cara menghindari konflik, gak terlalu mengadu ke orang tua lagi kalau berantem sama adek, supaya gak ada konflik sama orang tua gara-gara berantem sama adek. Kalau ada masalah pinter-pinter menyelesaikan sendiri. Selain itu cerita tentang yang lain.”

15.Menurut Anda, efektif atau tidak melakukan komunikasi melalui telepon atau sms dengan Orang tua (ibu) karena jarak yang jauh dan intensitas bertemu yang jarang? Alasannya?

“sangat efektif, karena orang tua bisa mengontrol kita dari jauh, walaupun hanya telpon sebentar, tapi bisa sering komunikasi.”


(6)

Peta Lokasi Penelitian


Dokumen yang terkait

Komunikasi Antarpribadi Penarik Becak Wanita (Studi Deskriptif Kualitatif Komunikasi Antarpribadi Penarik Becak Wanita Di Kampus Universitas Sumatera Utara)

0 52 117

Komunikasi Antarpribadi Pasangan Suami Istri Banyak Anak Yang Kurang Mampu Dalam Mem-bentuk Konsep Diri Anak (Studi Deskriptif Di Kecamatan Medan Johor / Kelurahan Kwala Bekala Simalingkar Kota Medan Provinsi Sumatera Utara)

0 56 126

Hubungan Antara Efektifitas Komunikasi Antarpribadi Dengan Pembentukan Konsep Diri Melalui Penyesuaian Diri Pada Penyandang Cacat Fisik Bukan Bawaan Usia Dewasa Awal Correlation Between The Effectiveness of Interpersonal Communication With The Formation

0 35 424

PERBEDAAN KEBUTUHAN RASA AMAN ANTARA ANAK YANG TINGGAL DENGAN ORANG TUA DAN YANG TINGGAL DI PANTI ASUHAN

0 8 2

Efektivitas Komunikasi Antar Pribadi Antar Orang Tua Dengan Anak Dalam Mengembangkan Kepribadian Anak (Suatu Studi Deskriptif Efektivitas Komunikasi Antarpribadi Antara Orang Tua Dengan Anak Dalam Mengembangkan Kepribadian Anak Sekolah Dasar Di Kecamatan

0 20 130

KOMUNIKASI INTERPERSONAL ORANG TUA DENGAN ANAK YANG BERTEMPAT TINGGAL DI RUSUNAWA UPN “VETERAN” JAWA TIMUR DALAM MEMBANGUN MOTIVASI BELAJAR ANAK (Studi deskriptif Kualitatif Komunikasi Interpersonal Orang Tua dengan Anak yang Tinggal di Rusunawa UPN “Vete

6 27 87

POLA KOMUNIKASI ANTARA ORANG TUA DENGAN ANAK KOMUNITAS PUNK di KOTA CIREBON (Studi Deskriptif Pola Komunikasi Antara Orang Tua Dengan Anak Yang Mengikuti Komunitas Punk).

2 3 90

Studi Komunikasi Antarpribadi Anak Dengan Orang Tua Tiri

0 0 7

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Paradigma Kajian 2.1.1 Konstruktivisme - Komunikasi Antarpribadi Bermedia Antara Anak Dan Orang Tua Yang Tinggal Terpisah

0 0 23

KOMUNIKASI INTERPERSONAL ORANG TUA DENGAN ANAK YANG BERTEMPAT TINGGAL DI RUSUNAWA UPN “VETERAN” JAWA TIMUR DALAM MEMBANGUN MOTIVASI BELAJAR ANAK (Studi deskriptif Kualitatif Komunikasi Interpersonal Orang Tua dengan Anak yang Tinggal di Rusunawa UPN “Vete

1 0 21