KEMAMPUAN MENULIS NARASI BERDASARKAN TEKS DRAMA SISWA KELAS VII SMP NEGERI 3 GEDONGTATAAN TAHUN PELAJARAN 2011/2012

(1)

Yinda Dwi Gustira

ABSTRAK

KEMAMPUAN MENULIS NARASI BERDASARKAN TEKS DRAMA SISWA KELAS VII SMP NEGERI 3 GEDONGTATAAN

TAHUN PELAJARAN 2011/2012

Oleh

YINDA DWI GUSTIRA

Masalah yang dibahas dalam penelitian ini adalah kemampuan menulis narasi siswa kelas VII SMP Negeri 3 Gedongtaatan tahun pelajaran 2011/2012. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan kemampuan siswa menulis narasi berdasarkan teks drama siswa kelas VII SMP Negeri 3 Gedongtataan tahun pelajaran 2011/2012.

Sampel dalam penelitian ini sebanyak 36 siswa atau 20% dari jumlah populasi seba-nyak 180 siswa kelas VII SMP Negeri 3 Gedongtataan.Teknik pengumpulan data diambil melalui tes tertulis, yakni manulis narasi berdasarkan teks drama.

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh simpulan bahwa tingkat kemampuan menulis narasi berdasarkan teks drama siswa kelas VII SMP Negeri 3 Gedongtataan tahun pelajaran 2011/2012 tergolong dalam kategori Kurang karena berada pada interval 40—54, yakni 52,8. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah skor rata- rata per aspek yakni ini karangan 56,1 tergolong dalam kategori cukup karena berada pada interval 55—69, pada aspek kebahasaan (diksi dan ejaan) adalah 41,7 termasuk


(2)

da-Yinda Dwi Gustira

lam kategori kurang karena berada pada interval 40—54, aspek penataan gagasan adalah 51,9 tergolong dalam kategori kurang karena berada pada interval 40—54, dan aspek struktur narasi adalah 61,4 tergolong dalam kategori cukup karena berada pada interval 55—69.


(3)

KEMAMPUAN MENULIS NARASI

BERDASARKAN TEKS DRAMA

SISWA KELAS VII SMP NEGERI 3 GEDONGTATAAN

TAHUN PELAJARAN 2011/2012

Oleh

Yinda Dwi Gustira

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar

SARJANA PENDIDIKAN

Pada

Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDARLAMPUNG

2012


(4)

KEMAMPUAN MENULIS NARASI BERDASARKAN TEKS DRAMA SISWA KELAS VII SMP NEGERI 3 GEDONGTATAAN

TAHUN PELAJARAN 2011/2012 (Skripsi)

Oleh

YINDA DWI GUSTIRA 0813041013

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDARLAMPUNG 2012


(5)

(6)

xi

xi

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1 Daftar Tabel Hasil Tes Kemampuan Menulis Narasi

Berdasarkan Teks Drama Penskor 1 ... 82 Lampiran 2 Daftar Tabel Hasil Tes Kemampuan Menulis Narasi

Berdasarkan Teks Drama Penskor 2 ... 83 Lampiran 3 Daftar Tabel Hasil Tes Kemampuan Menulis Narasi

Berdasarkan Teks Drama ... 84 Lampiran 4 Daftar Tabel Hasil Tes Kemampuan Menulis Narasi

Berdasarkan Teks Drama Aspek Isi Karangan ... 85 Lampiran 5 Daftar Tabel Hasil Tes Kemampuan Menulis Narasi

Berdasarkan Teks Drama Aspek Kebahasaan... 86 Lampiran 6 Daftar Tabel Hasil Tes Kemampuan Menulis Narasi

Berdasarkan Teks Drama Aspek Penataan Gagasan ... 87 Lampiran 7 Daftar Tabel Hasil Tes Kemampuan Menulis Narasi

Berdasarkan Teks Drama Aspek Struktur Narasi ... 88 Lampiran 8 Instrumen ... 89 Lampiran 9 Surat Keterangan Penelitian dari FKIP Unila ... 92 Lampiran 10 Surat Keterangan Penetitian dari SMP 3Gedong Tataan 93 Lampiran 11 Lembar Konsultasi Pembimbing 1 ... 94 Lampiran 12 Lembar Konsultasi Pembimbing 2 ... 95 Lampiran 13 Contoh Karangan Siswa ... 96


(7)

x

x

DAFTAR TABEL

Tabel

Halaman 3.1 Daftar Populasi Siswa Kelas VII SMP Negeri 3 Gedong Tataan

Tahun pelajaran 2011/2012 ... 40 3.2 Perhitungan Sampel dari Jumlah Siswa Kelas VII SMP Negeri 3 Gedong Tataan tahun pelajaran 2011/2012... 41 3.3 Tolok Ukur Penilaian ... 43 3.4 Indikator Penskoran Kemampuan Menulis Narasi Berdasarkan

Teks Drama ... 43 4.1 Hasil Tes Kemampuan Menulis Narasi Berdasarkan Teks Drama Siswa Kelas VII SMP Negeri 3 Gedong Tataan

Tahun Pelajaran 2011/2012 ... 48 4.2 Data Kemampuan Siswa Menulis Narasi Berdasarkan Teks Drama untuk Keseluruhan Karangan ... 51 4.3 Data Kemampuan Siswa Menulis Narasi Berdasarkan Teks Drama pada Aspek Isi Karangan ... 52 4.4 Distribusi Frekuensi Kemampuan Siswa Menulis Narasi

Berdasarkan Teks Drama pada Aspek Isi Karangan ... 53 4.5 Data Kemampuan Siswa Menulis Narasi Berdasarkan Teks Drama pada Aspek Kebahasaan (Diksi dan Ejaan) ... 59 4.6 Distribusi Frekuensi Kemampuan Siswa Menulis Narasi

Berdasarkan Teks Drama pada Aspek Kebahasaan

(Diksi dan Ejaan)... 61 4.7 Data Kemampuan Siswa Menulis Narasi Berdasarkan Teks Drama Pada Aspek Penataan Gagasan... 65 4.8 Distribusi Frekuensi Kemampuan Siswa Menulis Narasi

Berdasarkan Teks Drama pada Aspek Penataan Gagasan ... 67 4.9 Data Kemampuan Siswa Menulis Narasi Berdasarkan Teks Drama Pada Aspek Struktur Narasi ... 72 4.10 Distribusi Frekuensi Kemampuan Siswa Menulis Narasi


(8)

MOTO

“… Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha

Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Mujaadilah 11)

“ Wanita yang teguh pendirian, cerdas, dan berwawasan, meski dikecewakan oleh kesabaran, tidak akan dikhianati oleh kebahagiaan.”

(‘Aidh Al-Qarni)

“Latihan tidak membuat kesempurnaan. Latihan yang sempurnalah yang akan membuat kesempurnaan.”


(9)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : Dr. Nurlaksana Eko, R.,M.Pd. ...

Sekretaris : Dr. Edi Suyanto, M.Pd. ...

Penguji

Bukan Pembimbing : Dr. Mulyanto Widodo, M.Pd. ...

2. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Dr. Hi. Bujang Rahman, M.Si. NIP 196003151985031003


(10)

PERSEMBAHAN

Terima Kasih Tuhan untuk seluruh kenikmatan-Mu, dari yang terlihat maupun seluruh yang tersamarkan, untuk semua kebaikan lahir serta bathin, atas segala

perlindungan dari sesuatu yang bisa dikendalikan maupun yang tak mampu dikendalikan, buat kesempurnaan perlindungan terhadap keselamatan raga serta jiwa

terdalam, kepada-Mu aku bergantung untuk kehidupan yang telah ditetapkan. Hari takkan indah tanpa mentari dan rembulan, begitu juga hidup takkan indah tanpa

tujuan, harapan serta tantangan. Meski terasa berat, namun manisnya hidup justru akan terasa, apabila semuanya terlalui dengan baik, meski harus memerlukan

pengorbanan.

Kupersembahkan karya luar biasa ini, untuk cahaya hidup, yang senantiasa ada saat suka maupun duka, selalu setia mendampingi, saat kulemah tak berdaya (Ayah dan Ibu tercinta) yang selalu memanjatkan doa kepada putri bungsu tercinta dalam setiap

sujudnya. Terima kasih untuk semuanya, karya ini juga kupersembahkan untuk sang motivator dan inspirator dalam hidupku yang telah menggoreskan tinta dengan

beribu warna, terimakasih kakakku tersayang (Delia Elmanisya).

Untuk ribuan tujuan yang harus dicapai, untuk jutaan impian yang akan dikejar, untuk sebuah pengharapan, agar hidup jauh lebih bermakna, karena tragedi terbesar dalam hidup bukanlah kematian tapi hidup tanpa tujuan. Teruslah bermimpi untuk sebuah


(11)

Judul Sripsi : Kemampuan Menulis Narasi Berdasarkan Teks Drama Siswa Kelas VII SMP Negeri 3 Gedong Tataan

Tahun Pelajaran 2011/2012 Nama Mahasiswa : Yinda Dwi Gustira

No. Pokok Mahasiswa : 0813041013

Jurusan : Pendidikan Bahasa dan Seni

Program Studi : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah Fakultas : Keguruan dan Ilmu Pendidikan

MENYETUJUI 1. Komisi Pembimbing

Dr. Nurlaksana Eko Rusminto, M.Pd. Dr. Edi Suyanto., M.Pd. NIP 196401061988031001 NIP 196307131993111001

2. Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni

Drs. Imam Rejana, M.Si. NIP 194804211978031004


(12)

RIWAYAT HIDUP DAN PENDIDIKAN

Penulis yang dilahirkan di Bandarlampung pada 19 Agustus 1990, putri bungsu dari dua bersaudara dari pasangan Syamsi Rahman dan Lizana. Penulis menyelesaikan pendidikan TK Perwanida pada tahun 1995, SD Negeri 3 Rajabasa pada tahun 2002, SLTP Negeri 8 Bandarlampung pada tahun 2005, dan SMA YP Unila Ban-darlampung pada tahun 2008.

Pada tahun 2008, penulis terdaftar sebagai mahasiswa pada Program Studi dikan Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendi-dikan Universitas Lampung melalui jalur PKAB (Panitia Khusus Penelusuran Aka-demik dan Bakat).


(13)

SANWACANA

Puji syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah subhanahuwata’ala, karena atas rah-mat dan ridho-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Kemampu-an Menulis Narasi Berdasark“Kemampu-an teks Drama Siswa Kelas VII SMP Negeri 3 Gedongtataan Tahun Pelajaran 2011/2012”.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. Nurlaksana Eko Rusminto, M.Pd., selaku Pembimbing I atas segala keikh-lasan dan kesabarannya dalam membimbing dan memotivasi penulis.

2. Dr. Edi Suyanto, M.Pd., selaku pembimbing II dan Kaprodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah atas segala masukan, motivasi, waktu, dan bimbingannya yang sangat berarti bagi penulisan skripsi ini.

3. Dr. Mulyanto Widodo, M.Pd., selaku penguji utama atas segala masukan yang sangat berarti bagi perbaikan skripsi ini.

4. Drs. A. Effendi Sanusi, selaku pembimbing akademik atas motivasi, dan mem-bimbingan penulis dalam memecahkan permasalahan selama berada di bangku kuliah.

5. Drs. Imam Rejana, M.Si., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni FKIP Universitas Lampung.


(14)

7. Seluruh dosen Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Lampung yang telah membekali penulis dengan ilmu pengetahuan yang berguna terima-kasih atas ilmu, kesabaran, masukan, bimbingan dan motivasi yang sangat luar biasa yang telah diberikan kepada penulis selama dibangku kuliah.

8. Seluruh staf di Jurusan Bahasa dan Seni FKIP Universitas Lampung.

9. Kepala Sekolah, dewan guru, serta seluruh staf di SMP Negeri 3 Gedongtataan. 10.Siswa kelas VII SMP Negeri 3 Gedongtataan yang sudah bekerjasama dan

membantu selama proses penelitian berlangsung.

11.Kedua orang tuaku tercinta ayahanda Drs. Syamsi Rahman, M.M. dan ibunda Lizana yang senantiasa mendoakanku dalam setiap sujudnya..

12.Kakakku tersayang Delia Elmanisya sang motivator dalam hidupku.

13.Sahabat-sahabatku tercinta; Asih Kurniawati, Ika Puspita Apriani, Nining Sur-yani, Putri Wulandari, Rima Gustianita, Yasinta Susaeno, Yetni Halimah, dan Yuliana Lestari, Devi Sukesti Junaidi, Wini Andalusia, Muhammad Indra atas kebersamaan, keceriaan, kebahagiaan yang telah diciptakan dan diberikan kepa-da penulis selama ini.

14.Rekan-rekan angkatan 2008 atas kebersamaan dan kekompakan yang selalu kita ciptakan. Suatu kebahagian dapat mengukir sejarah bersama rekan-rekan. 15.Teman-teman PPL, Bayu , Berna , Dwi , Eka , Elysa, Esty, Fitri, Hesti, Nevi,

dan Yetni, terima kasih atas kekompakkan, kebersamaan, serta pengalaman se-lama 3 bulan bersama kalian.

16.Mohammad Ridwan, S.Pd. yang telah banyak membantu penulis, melungkan waktu, memotivasi, dan memberikan inspirasi dan semangat dalam penulisan skripsi ini.


(15)

17.Kakak tingkat angkatan 2004—2007 dan adik tingkat angkatan 2009—2011 yang telah memberikan motivasi dan semangat kepada penulis.

18.Semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Semoga Allah subhanahuwata’ala membalas semua kebaikan pihak-pihak yang te-lah membantu penulis dengan pahala yang berlimpah. Aamiin. Penulis berharap se-moga skripsi ini bermanfaat ba-gi kita semua, terutama bagi kemajuan pendidikan, khususnya Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.

Bandar Lampung, Mei 2012 Penulis,


(16)

8

II. KAJIAN PUSTAKA

2.1 Menulis

Menulis adalah menurunkan atau melukiskan lambang-lambang grafik yang meng-gambarkan suatu bahasa yang dipahami oleh seseorang sehingga orang lain dapat membaca labang-lambang grafik tersebut kalau mereka memahami bahasa dan gambaran grafik itu (Tarigan, 2008 : 22). Sama halnya dengan Tarigan, Lado dalam Suriamiharja, dkk. (1999 : 2) Mengemukakan menulis adalah menempatkan sim-bol-simbol grafis yang menggambarkan suatu bahasa yang dimengerti oleh seseo-rang, kemudian dapat dibaca oleh orang lain yang memahami bahasa tersebut beser-ta simbol-simbol grafisnya. Sumiharja (1996 : 2), mengabeser-takan bahwa menulis ada-lah kegiatan meada-lahirkan pikiran dan perasaan dengan tulisan. Dapat juga diartikan bahwa menulis adalah berkomunikasi mengungkapkan pikiran, perasaan dan kehen-dak kepada orang lain secara tertulis. Menulis merupakan bentuk komunikasi untuk menyampaikan gagasan penulis kepada khalayak pembaca yang dibatasi oleh jarak tempat dan waktu (Akhadiah, dkk., 1996 : 8).

Kesimpulan yang dapat diambil dari teori di atas, yaitu bahwa keterampilan menulis adalah kemampuan seseorang dalam melukiskan lambang grafis yang dimengerti


(17)

9

oleh penulis bahasa itu sendiri maupun orang lain yang memunyai kesamaan peng-ertian terhadap simbol-simbol bahasa tersebut.

2.1.1 Tujuan Menulis

Tujuan utama menulis atau mengarang adalah sebagai sarana komunikasi tidak langsung. Tujuan menulis secara umum adalah memberikan arahan, menjelaskan sesuatu, menceritakan kejadian, meringkaskan. Suriamiharja (1996 : 2) mengemu-kakan bahwa tujuan dari menulis adalah agar tulisan yang dibuat dapat dibaca dan dipahami oleh orang lain yang memunyai kesamaan pengertian terhadap bahasa yang dipergunakan. Menulis karangan pada dasarnya bertujuan untuk mengungkap-kan pikiran, gagasan dan maksud kepada orang lain secara jelas dan efektif. Tarigan (2008 : 24-25) mengemukakan bahwa tujuan menulis dapat dikatakan bahwa: a) memberitahu atau mengajarkan (informative discourse);

b) meyakinkan atau mendesak (persuasive discourse);

c) menghibur atau menyenangkan atau yang mengandung tujuan estetik disebut literer (literary discourse).

Selain itu, Hugo Harting (dalam Tarigan, 2008: 25-26) mengklasifikasikan tujuan penulisan, antara lain tujuan penugasan (assingnment purpose), tujuan altruistik (altruistic purpose), tujuan persuasi (persuasive purpose), tujuan penerangan (infor-mational purpose), tujuan pernyataan diri (self-expressive purpose), tujuan kreatif (creative purpose), dan tujuan pemecahan masalah (problem-solving purpose). Tu-juan-tujuan penulisan tersebut kadang-kadang berdiri sendiri secara terpisah, tetapi sering pula tujuan ini tidak berdiri sendiri melainkan merupakan gabungan dari dua


(18)

10

atau lebih tujuan yang menyatu dalam suatu tulisan. Oleh karena itu, tugas seorang penulis tidak hanya memilih topik pembicaraan yang sesuai atau serasi, tetapi juga harus menentukan tujuan yang jelas. Penentuan tujuan menulis sangat erat hubung-annya dengan bentuk atau jenis-jenis tulisan atau karangan.

2.1.2 Manfaat Menulis

Menulis merupakan salah satu keterampilan berbahasa yang penting dan besar man-faatnya dalam kehidupan seseorang. Ada pun manfaat-manfaat menulis antara lain: 1) menulis dapat digunakan untuk mengembangkan daya inisiatif dan kreatif.

Ber-kaitan dengan unsur mekanik seperti bahasa, ejaan, dan tanda baca harus didu-kung juga dengan unsur kreativitas yang tidak bisa lepas dari kemampuan untuk berinisiatif dan berkemampuan menciptakan hal-hal yang baru.

2) Menulis juga dapat menyumbang kecerdasan. Dengan menulis dapat melahirkan pengetahuan, pengalaman, jenis tulisan, sehingga penyajiannya sesuai dengan konvensi tulisan. Untuk itu diperlukan pengetahuan dan pengalaman yang luas, kemampuan mengendalikan emosi, menata serta mengembangkan ide dengan daya nalar dalam berbagai level berpikir.

3) Menulis juga dapat menumbuhkan keberanian. Pada saat menulis akan timbul ra-sa keberanian yang meliputi pemikiran, perara-saan, sikap, dan gaya untuk dira-sam- disam-paikan kepada pembaca. Kerena itu penulis harus berani menerima berbagai kri-tikan dari pembaca.

Selain itu, Sabarti Akhadiah, dkk. (dalam Sumiharja, 1996 : 4) mengemukakan bahwa ada 8 kegunaan atau manfaat menulis yaitu sebagai berikut.


(19)

11

1) Penulis dapat mengenali kemampuan dan potensi dirinya. Dengan menulis, pen-ulis dapat mengetahui sampai di mana pengetahuannya tentang suatu topik, un-tuk mengembangkan topik itu penulis harus berpikir menggali pengetahuan dan pengalamannya.

2) Penulis dapat terlatih dalam mengembangkan berbagai gagasan. Dengan menu-lis, penulis terpaksa bernalar, menghubung-hubungkan, serta membanding-ban-dingkan fakta untuk mengembangkan berbagai gagasannya.

3) Penulis dapat lebih banyak menyerap, mencari, serta menguasai informasi sehu-bungan dengan topik yang ditulis. Kegiatan menulis dapat memperluas wawasan penulisan secara teoritis mengenai fakta-fakta yang berhubungan.

4) Penulis dapat terlatih dalam mengorganisasikan gagasan secara sistematis serta mengungkapkannya secara tersurat. Dengan demikian, penulis dapat menjelas-kan permasalahan yang semula masih samar.

5) Penulis akan dapat meninjau serta menilai gagasannya sendiri secara lebih ob-jektif.

6) Dengan menulis sesuatu di atsa kertas, penulis akan lebih mudah memecahkan permasalahan, yaitu dengan menganalisisnya secara tersurat dalam konteks yang lebih konkret.

7) Dengan menulis, penulis terdorong untuk terus belajar secara aktif. Penulis men-jadi penemu sekaligus pemecah masalahh, bukan sekedar menmen-jadi penyadap in-formasi dari orang lain.

8) Dengan kegiatan menulis yang terencanakan membiasakan penulis berpikir serta berbahasa secara tertib dan teratur.


(20)

12

2.1.3 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kemampuan Menulis

Kemampuan menulis karangan siswa sangat dipengaruhi oleh kemampuan kebaha-saannya. Seseorang siswa dapat menulis karangan dengan baik apabila mempunyai kemampuan berbahasa yang baik. Untuk dapat menulis karangan dengan baik ada beberapa faktor yang memengaruhi, yaitu (1) menguasai pengetahuan bahasa yang meliputi penguasaan kosakata aktif, penguasaan kaidah gramatikal, dan penguasaan gaya bahasa, (2) memiliki kemampuan penalaran yang baik, dan (3) memiliki peng-etahuan yang baik dan mantap mengenai objek garapannya (Keraf, 2010:2).

Seseorang dapat dikatakan telah mampu menulis dengan baik jika dia dapat meng-ungkapkan maksudnya dengan jelas sehingga orang lain dapat memahami apa yang diungkapkannya. Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Morsey dalam kutipan Tarigan, bahwa:

Tulisan dikemukakan oleh orang-orang terpelajar untuk merekam, meyakinkan, serta mempengaruhi orang lain dan maksud serta tujuan tersebut hanya bisa tercapai dengan baik oleh orang-orang (atau para penulis) yang dapat menyusun pikirannya serta mengutarakannya dengan jelas dan mudah dipahami (H.G. Tarigan dalam Sumiharja, 1996 : 3)

Dari teori diatas dapat disimpulkan bahwa untuk menjadi seorang penulis yang baik sekurang-kurangnya harus memiliki kepekaan terhadap keadaan sekitarnya agar tu-juan penulisannya dapat dipahami oleh pembaca. Tarigan (2008 : 22) mengatakan bahwa penulis yang ulung adalah penulis yang memanfaatkan situasi yang tepat. Dalam hal ini terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi cara penulisan seseo-rang. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi penulisan tersebut menurut D. An-gelo yang dikutip oleh Tarigan antara lain:


(21)

13

a. maksud dan tujuan penulis; b. pembaca atau pemiarsa; dan

c. waktu atau kesempatan (Tarigan, 2010 : 22).

2.2 Karangan

Karangan merupakan hasil akhir dari pekerjaan merangkai kata, kalimat, dan alinea untuk menjabarkan atau mengulas topik dan tema tertentu (Finoza, 2004 : 192). Se-lanjutnya, menurut Tarigan (2008 : 22), menulis atau mengarang adalah proses menggambarkan suatu bahasa sehingga pesan yang disampaikan penulis dapat dipa-hami pembaca.

Tarigan (2008 : 20) mengemukakan bahwa “menulis karangan merupakan komulasi beberapa paragraf yang tersusun dengan sistematis, koheren, uniti, ada bagian uta-ma pengantar, isi, dan penutup—ada progresi, semua memperbincangkan sesuatu serta tertulis dalam bahasa yang sempurna”. Ada juga yang menyatakan bahwa menulis karangan adalah mengungkapkan sesuatu secara jujur, tanpa rasa emosio-nal yang berlebihan, realistis, dan tidak menghamburkan kata-kata secara tidak per-lu (Heuken, 2008 : 10).

Dari beberapa pendapat diatas, penulis mengacu pada pendapat Tarigan yang meny-atakan bahwa menulis karangan merupakan komulasi beberapa paragraf yang tersu-sun dengan sistematis, koheren, uniti, ada bagian utama pengantar, isi, dan penu-tup—ada progresi, semua memperbincangkan sesuatu serta tertulis dalam bahasa yang sempurna.


(22)

14

2.2.1 Unsur-Unsur Karangan

Baik atau tidaknya suatu karangan dapat dilihat dari unsur-unsur kebahasaan yang membangaun karangan itu. Unsur-unsur tersebut meliputi (1) isi, (2) aspek kebaha-saan, dan (3) teknik penulisan (Akhadiah, dkk. : 1996).

1. Isi karangan

Isi karangan merupakan gagasan yang mendasari keseluruhan karangan. Gagasan yang baik didukung oleh.

a. Pengoperasian gagasan, yaitu kepaduan hubungan antarparagraf; b. Kesesuaian isi dengan tujuan penulisan;

c. Kemampuan mengembangkan topik. Pengembangan topik yang baik adalah pengambangan secara tutas, rinci, dan tungggal.

2. Aspek kebahasaan

Unsur-unsur kebahasaan yang dapat dijadikan petunjuk bahasa yang baik dalam karangan sebagai berikut.

a. Kalimat di dalam karangan harus efektif agar informasi yang disampaikan dapat lebih jelas dan tidak menimbulkan penafsiran ganda bagi pembaca. Ka-limat efektif memiliki ciri-ciri, yaitu (1) kesepadanan dan kesatuan, (2) kese-jajaran bentuk, (3) penekanan, (4) kehematan dalam mempergunakan kata-ka-ta, dan (5) kevariasian dalam struktur kalimat.

b. Ejaan dalam penulisan yang dipakaiberpedoman pada Ejaan Yang Disempur-nakan. Ejaan adalah keseluruhan peraturan dalam melambangkan bunyi-bunyi ujaran, menempatkan tanda-tanda baca, memotong suatu kata, dan menggabungkan kata-kata. Di dalam EYD, hal yang dibahas dalam penelitian


(23)

15

ini dibatasi hanya pada pemakaian huruf kapital, tanda titik, tanda koma, tanda petik, tanda seru, dan tanda tanya.

c. Pemakaian kata yang tepat terutama kebakuan kata yang digunakan. Kata-kata yang digunakan dipilih sesuai dengan ketentuan yang berlaku, yaiu me-rupakan kata-kata baku yang sesuai dengan Kamus Besar Bahasa Indonesia. 3. Penggunaan teknik penulisan yang baik

Hal ini dapat dilihat dari kerapian karangan, keterkaitan judul dengan isi kara-ngan, kesan umum yang menarik bagi pembaca, serta karangan yang kohesif (Akhadiah, dkk.:1996:118).

2.2.2 Bagian-Bagian Karangan

Bagian-bagian karangan meliputi pendahuluan, isi, dan penutup. Adapun fungsi-fungsinya sebagai berikut.

1. Pendahuluan

Pendahuluan berfungsi untuk: a. menarik minat pembaca;

b. mengarahkan perhatian pembaca;

c. menjelaskan secara singkat ide pokok atau tema karangan; d. menjelaskan bila dan bagaimana suatu hal diperbincangkan. 2. Isi

Isi berfungsi untuk menjembatani antara bagian pendahuluan dan bagian penu-tup. Bagian ini merupakan pembahasan dari suatu ide.

3. Penutup


(24)

16

a. simpulan;

b. penekanan bagian-bagian tertentu; c. klimaks

d. melengkapi;

e. merangsang pembaca mengerjakan sesuatu tentang apa yang sudah dikerja- kan atau diceritakan (Tarigan, 2009 : 7).

2.2.3 Kriteria Karangan yang Baik

Karangan yang baik memiliki kriteria sebagai berikut. 1. Tema karangan

Tema dalam sebuah karangan merupakan salah satu faktor yang menetukan ka-rangan menjadi baik. Berhasil atau tidaknya kegiatan menulis kaka-rangan diten-tukan menarik tidaknya tema yang dipilih (Heuken, 2008 : 11). Tema yang baik adalah tema yang memiliki kejelasan, kesatuan, keutuhan, dan keaslian. Tema akan menjadi jelas apabila memiliki hubungan yang jelas. Karangan yang memi-liki satu gagsan sentral berarti adanya kesatuan tema. Keutuhan pengembangan tema, maksudnya tema diperinci secara ; logis, teratur, dan utuh. keaslian tema dimiliki apabila pengarang mengemukakan pikiran dan perasaan dengan jujur. Sebuah tema akan dinilai setinggi-tingginya bila telah dikembangkan secara ju-jur dan segar, digarap secara terperinci dan jelas, sehingga dapat menambah in-formasi yang berharga bagi perbendaharaan pengetahuan pembaca (Keraf, 2003 : 121).


(25)

17

2. Keselarasan isi dengan judul

Judul sebuah karangan harus dapat mewakili secara singkat isi yang terdapat di dalam sebuah karangan.

Judul dikatakan baik bila memenuhi kriteria sebagai berikut. a. Singkat;

b. Provokatif;

c. Relevan dengan isi karangan (Keraf, 2003 : 320).

3. ketepatan ide dalam paragraf

Sebuah paragraf harus memiliki ide pokok yang akan dikembangkan menjadi par-agraf. Paragraf yang baik harus memiliki syarat-syarat tertentu, seperti yang dike-mukakan Akhadiah (1994 : 67) berikut ini.

a) Kesatuan

kesatuan dalam paragraf adalah semua kalimat yang membina paragraf itu secara bersama-sama menyatakan suatu hal, suatu tema tertntu. Paragraf dianggap me-munyai kesatuan, jika kalimat-kalimat dalam paragraf itu tidak terlepas dari topik-nya atau selalu relevan dengan topik.

b) Koherensi (kepaduan)

satu paragraf bukanlah merupakan kumpulan atau tumpukan kalimat yang masing-masing berdiri sendiri atau terlepas, tetapi dibangun oleh kalimat-kalimat yang munyai hubungan timbal balik. Pembaca dapat dengan mudah memahami dan me-ngikuti jalan pikiran penulis tanpa hambatan karena ada loncatan pikiran yang membingungkan. Urutan pikiran yang teratur, akan memperlihatkan pada hubungan antarklimat dengan kalimat. Akan tetapi, dalam suatu karangan tidak hanya terdapat


(26)

18

kalimat yang trepisah-pisah melainkan, kalimat-kalimat tersebut membentuk suatu paragraf.

Paragraf ialah suatu unsur yang kecil dalam sebuah unit yang lebih besar, baik ber-upa bab maupun berber-upa sebuah karangan yang lengkap. Karena paragraf merber-upa- merupa-kan suatu unit yang lebih kecil, maka harus dijaga agar hubungan antara paragraf yang satu dengan yang lainnya, yang bersama-sama membentuk unit yang lebih be-sar itu, terjalin dengan baik. Atau dengan kata lain harus terdapat perkembangan dan perpaduan yang baik antara paragraf yang satu denga paragraf yang lain. Apa-bila perpaduan antarparagraf itu lebih baik dan jelas, maka pembaca dapat meng-ikuti uraian itu dengan jelas dan mudah.oleh karena itu, untuk menghasilkan kara-ngan yang baik, kepaduan antarkalimat dan antarparagraf tidak dapat dipisahkan dan diabaikan. Agar hubungan antarkalimat dan paragraf itu padu, maka penulis da-pat menggunakan unsur kebahasaan yang digambarkan dengan (1) repetisi atau pengulangan kata kunci, (2) kata ganti, (3) kata transisi atau ungkapan penghubung, dan (4) paralelisme.

c) pengembangan paragraf

pengembangan paragraf adalah penyusunan atau perincian dari gagasan-gagasan yang membina paragraf itu.

4. ketepatan susunan kalimat

Susunan sebuah kalimat sangat penting. Ini dimaksudkan untuk memudahkan pem-baca menuangkan ide-ide pokok dalam paragraf. Begitu pula hubungan kalimat satu dengan kalimat lain yang diungkapkan secara terpat akan ikut menentukan kejelas-an gagaskejelas-an.


(27)

19

5. ketepatan memilih kata/diksi

Dalam memilih kata terdapat dua persyaratan pokok yang harus diperhatikan yaitu ketepatan dan kesesuaian. Persyaratan ketetapan menyangkut makna, aspek logika kata-kata, kata yang dipilih harus secara tepat mengungkapkan pengertian yang akan disampaikan. Persyaratan kesesuaian menyangkut kecocokan antara kata yang digunakan dengan situasi/kesempatan dan keadaan pembaca. Jadi mengangkut ke-cocokan antara kata yang digunakan dengan situasi/kesempatan dan keadaan pem-baca (Akhadiah, 1999 : 83).

6. ketepatan penggunaan ejaan

Untuk membuat karangan kita harus berpedoman kepada Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia. Ini berarti ejaan memegang peranan penting dalam karangan. Hal yang tercakup dalam penggunaan ejaan adalah pemakaian huruf, penulisan kata, pe-nulisan unsur serapan, dan pemakaian tanda baca (Finoza, 2009 : 20).

2.2.4 Jenis- Jenis Karangan

Ditinjau dari cara pengembangannya, karangan dapat dibedakan menjadi empat, ya-itu (1) narasi, (2) eksposisi, (3) argumentasi, (4) deskripsi (Parera, 1984 : 3). Penda-pat lain menyatakan bahwa karangan daPenda-pat dibedakan menjadi enam jenis, yaitu (1) deskripsi (pelukisan), (2) eksopissi (pemaparan), (3) argumentasi (pembahasan), (4) persuasi (pembujukan), (5) narasi (pengisahan), dan (6) campuran/kombinasi (Fino-za, 2009 : 238).


(28)

20

Dari tiga pendapat diatas, penulis mengacu pada pendapat Finoza yang menyatakan bahwa terdapat enam jenis karangan, yaitu (1) deskripsi (pelukisan), (2) eksopissi (pemaparan), (3) argumentasi (pembahasan), (4) persuasi (pembujukan), (5) narasi (pengisahan), dan (6) campuran/kombinasi.

2.3 Pengertian Narasi

Karangan narasi (berasal dari naration berarti bercerita) adalah suatu bentuk tulisan yang berusaha menciptakan, mengisahkan, dan merangkaikan tindak tanduk perbu-atan manusia dalam sebuah peristiwa secara kronologis atau berlangsung dalam suatu kesatuan waktu (Finoza, 2009 : 244). Parera (1991 : 5) mengemukakan bahwa narasi merupakan satu bentuk pengembangan karangan dan tulisan yang bersifat menyejarahkan sesutu berdasarkan perkembangan dari waktu ke waktu. Selajutnya, Keraf (2010 : 136) mengatakan karangan narasi merupakan suatu bentuk karangan yang sasaran utamanya adalah tindak tanduk yang dijalin dan dirangkai menjadi se-buah peristiwa yang terjadi dalam suatu kesatuan waktu. Atau dapat juga dirumus-kan dengan cara lain; narasi adalah suatu bentuk karangan yang berusaha mengam-barkan sejelas-jelasnya kepada pembaca suatu peristiwa yang telah terjadi.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan, secara sederhana narasi merupakan cerita. Pada narasi terdapat peristiwa atau kejadian dalam suatu urutan waktu. Di dalam kejadian itu ada pula tokoh yang menghadapi suatu konflik. Dalam menulis, penulis dituntut mampu membedakan antara narasi dan deskripsi. Narasi memunyai kesamaan dengan deskripsi, yang membedakannya adalah narasi meng-andung imajinasi dan peristiwa atau pengalaman lebih ditekankan pada urutan


(29)

kro-21

nologis. Sedangkan deskripsi, unsur imajinasinya terbatas pada penekanan organi-sasi penyampaian pada susunan ruang sebagai mana yang diamati, dirasakan, dan didengar. Oleh karena itu, penulis perlu memperhatikan unsur latar, baik unsur wak-tu maupun unsur tempat. Dengan kata lain, pengertian narasi iwak-tu mencakup dua un-sur, yaitu perbuatan dan tindakan yang terjadi dalam suatu rangkaian waktu.

2.3.1 Ciri-Ciri Karangan Narasi

Setiap karangan mempunyai ciri tertentu. Adapun ciri-ciri karangan narasi, yaitu: 1) berupa cerita tentang pengalaman manusia;

2) kejadian atau peristiwa yang disampaikan dapat berupa peristiwa atau kejadian yang benar-benar terjadi, dapat pula berupa semata-semata imajinasi, atau gabungan keduanya;

3) bedasarkan konflik. karena, tanpa konflik biasanya narasi tidak menarik;

4) memiliki nilai estetika karena isi dan cara penyampainya bersifat sastra, khusus-nya narasi berbentuk fiksi;

5) menekankan susunan kronologis (catatan: deskripsi menekankan susunan ruang); dan

6) biasanya memiliki dialog.

Selain dari itu, Keraf (2010 : 133 ) juga mengatakan bahwa narasi dibagi atas dua jenis, yaitu narasi informatif yang sering disebut pula narasi ekspositoris, yang pada dasarnya berkencenderungan sebagai bentuk ekposisi yang berkecenderungan memaparkan informasi dengan bahasa yang lugas dan konfliknya tidak terlalu ke-lihatan. Kedua narasi artistik, narasi ini umumnya berupa cerpen atau novel.


(30)

22

Menurut Keraf (2010 : 133-139), narasi ekpositoris dan narasi sugestis memiliki ciri-ciri yang berbeda.

1) Narasi ekspositoris memiliki ciri-ciri sebagai berikut. a. memperluas pengetahuan;

b. menyampaikan informasi mengenai suatu kejadian;

c. didasarkan pada penalaran untuk mencapai kesepakatan nasional; dan d. bahasanya lebih cenderung ke bahasa informatif dengan menitik beratkan pa- da penggunaan kata-kata denotatif.

2) Narasi sugestis memiliki ciri-ciri sebagai berikut.

a. menyampaikan suatu makna atau amanat yang tersirat; b. menimbulkan daya khayal;

c. penalaran hanya berfungsi sebagai alat untuk menyampaikan makna, se- hingga kalau perlu penalaran dapat dilanggar; dan

d. bahasanya lebih cenderung ke bahasa figuratif dengan menitik beratkan pa- da penggunaan kata-kata konotatif.

Berdasarkan kutipan di atas, tujuan narasi ekspositoris adalah untuk memberikan informasi kepada para pembaca agar pengetahuannya bertambah luas. Sedangakan narasi sugestis menyampaikan suatu makna kepada pembaca melalui daya khayal yang dimilikinya, sehingga dapat menimbulkan daya tarik bagi pembaca dari daya khayal yang dikembangkan oleh pengarangnya. Jadi, jelas bahwa antara narasi eks-positoris dan narasi sugestis terdapat perbedaan tujuan pengarang dalam menara-sikan suatu kejadian atau peristiwa.


(31)

23

2.3.2 Jenis Narasi

Dilihat dari peristiwa yang ditampilkan narasi dapat dibedakan menjadi dua jenis. Jenis-jenis tersebut adalah sebagai berikut.

a. Narasi Ekspositoris

narasi ekspositoris adalah narasi yang memberi informasi kepada pembaca agar pengetahuannya bertambah luas. Narasi ini bertujuan untuk menggugah pikiran pa-ra pembaca untuk mengetahui apa yang dikisahkan. Sasapa-ran utamanya adalah pa-rasio, yaitu berupa perluasan pengetahuan sesudah membaca kisah tersebut (Keraf, 2010 : 136). Sebuah contoh narasi ekspositoris yang murni adalah mengenai pembuatan kapal.

Menurut sifatnya narasi ekspositoris terbagi menjadi dua macam yaitu (1) narasi ekspositoris yang bersifat generalisasi dan (2) narasi eskpositoris yang bersifat khas atau khusus. Penjelasan tentang dua jenis narasi ekspositoris adalah sebagai berikut ini.

1) Narasi ekspositoris yang bersifat generalisasi.

Narasi ini menyampaikan sesuatu yang umum, yang dapat dilakukan siapa saja, dan dapat pula dilakukan secara berulang-ulang, seperti biografi.

Chairil Anwar dilahirkan di Medan, 26 Julai 1922. Dia dibesarkan dalam kelu-arga yang cukup berantakan. Kedua ibu bapanya bercerai, dan ayahnya berka-win lagi. Selepas perceraian itu, saat habis SMA, Chairil mengikut ibunya ke Ja-karta. Semasa kecil di Medan, Chairil sangat rapat dengan neneknya. Keak-raban ini begitu memberi kesan kepada hidup Chairil. Dalam hidupnya yang


(32)

24 amat jarang berduka, salah satu kepedihan terhebat adalah saat neneknya me-ninggal dunia. Chairil melukiskan kedukaan itu dalam sajak yang luar biasa pe-dih: Bukan kematian benar yang menusuk kalbu/ Keridlaanmu menerima segala tiba/ Tak kutahu setinggi itu atas debu/ Dan duka maha tuan bertahta

2) Narasi ekspositoris yang bersifat khas atau khusus.

Narasi ini berusaha menceritakan suatu peristiwa yang khas, yang hanya terjadi satu kali. Misalnya, pengalaman seseorang yang pertama kali mengarungi samu-dra (Keraf, 2010 : 137).

Siang itu, Sabtu pekan lalu, Ramin bermain bagus. Mula-mula ia menyodorkan sebuah kontramelodi yang hebat, lalu bergantian dengan klarinet, meniupkan garis melodi utamanya. Ramin dan tujuh kawannya berbaris seperti serdadu masuk ke tangsi, mengiringi Ahmad, mempelai pria yang akan menyunting Mul-yati, gadis yang rumahnya di Perumahan Kampung Meruyung. Mereka memba-wakan lagu “Mars Jalan” yang dirasa tepat untuk mengantar Ahmad, sang pengantin….

b. Narasi Sugestif

Narasi sugestif adalah narasi yang menyampaikan sebuah makna kepada para pem-baca melalui daya khayal yang dimilikinya. Seperti halnya dengan narasi eksposi-toris narasi sugestif juga pertama-tama bertalian dengan tindakan atau perbuatan yang dirangkaikan dalam suatu kejadian atau peristiwa. Seluruh rangkaian kejadian itu berlangsung dalam suatu kesatuan waktu dan tujuan atau sasaran utamanya


(33)

bu-25

kan memperluas pengetahuan seseorang, tetapi berusaha memberikan makna atas peristiwa atau kejadian itu sebagai suatu pengalaman. Karena sasarannya adalah makna peristiwa atau kejadian itu, maka narasi sugestif selalu melibatkan daya khayal (imajinasi) (Keraf, 2010 : 138). Contoh dari sebuah narasi sugestif adalah dongeng. Dalam dongeng masalah penalaran yang sesuai dengan prinsip-prinsip lo-gika tidak perlu berlaku.

Patih Pranggulang menghunus pedangnya. Dengan cepat ia mengayunkan pedang itu ke tubuh Tunjungsekar. Tapi aneh, sebelum mengenai tubuh Tunjungsekar. Tapi aneh, sebelum mengenai tubuh Tunjungsekar, pedang itu jatuh ke tanah. Patih Pranggulang memungut pedang itu dan membacokkan lagi ke tubuh Tunjungsekar. Tiga kali Patih Pranggulang melakukan hal itu. Akan tetapi, semuanya gagal.

2.3.3 Pola Pengembangan Narasi

Alwasilah dan Alwasilah (dalam Kuncoro, 2009 : 78) mengatakan bahwa tulisan narasi biasanya mempuyai pola. Pola sederhana berupa awal peristiwa, tengah per-istiwa, dan akhir peristiwa. Awal narasi biasanya berisi pengantar, yaitu memper-kenalkan suasana dan tokoh. Bagian awal harus dibuat menarik agar dapat mengikat pembaca. Dengan kata lain, bagian ini mempunyai fungsi khusus untuk meman-cing pembaca dan mengiring pembaca pada kondisi ingin tahu kejadian selanjutnya.

Bagian tengah merupakan bagian yang menjelaskan secara panjang lebar tentang peristiwa. Di bagian ini, penulis memunculkan suatu konflik. Kemudian, konflik tersebut diarahkan menuju klimaks cerita. Setelah konfik timbul dan mencapai


(34)

kli-26

maks, secara berangsur-angsur cerita akan mereda. Bagian terakhir ini konfliknya mulai menuju ke arah tertentu.

Akhir cerita yang mereda ini memiliki cara pengungkapan bermacam-macam. Ada bagian diceritakan dengan panjang,ada yang singkat, ada pula yang berusaha meng-gantungkan akhir cerita dengan mempersilakan pembaca untuk menebaknya sen-diri.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pengembangan tulisan de-ngan teknik narasi dilakukan dede-ngan mengemukakan rangkaian peristiwa yang terjadi secara kronologis. Dalam karangan ini, bagian-bagian karangan disajikan se-suai dengan kejadian dalam waktu tertentu. Bagian pertama menyajikan kejadian satu, kemudian disusul dengan kejadian kedua, menyajikan bagian kedua dan sete-rusnya.

Teknik pengembangan narasi diidetikkan dengan penceritaan (storytelling), karena teknik ini biasanya selalu digunakan untuk menyampaikan sesuatu cerita. Karang-an-karangan berbentuk cerita pada umumnya merupakan karangan fiksi. Namun, teknik narasi ini tidak hanya digunakan untuk mengembangkan tulisan-tulisan be-rupa fiksi saja.

2.3.4 Struktur Narasi

Struktur sebuah narasi dapat dilihat dari komponen-komponen yang membentuk-nya. Komponen-komponen itu adalah (a) alur, (b) latar, (c) tindak-tanduk atau per-buatan, (d) karakter dan karakterisasi, dan (e) sudut pandang (Keraf, 2010 : 145) .


(35)

27

a. Alur

Alur adalah interrelasi fungsional antara unsur-unsur narasi yang timbul dari tindak-tanduk, karakter, suasana hati (pikiran) dan sudut pandang, serta ditandai oleh kli-maks-klimaks dalam rangkaian tindak-tanduk itu, yang sekaligus menandai urutan bagian-bagian dalam keseluruhan narasi. Alur merupakan kerangka dasar yang sa-ngat penting dalam kisah, karena alur berfungsi untuk menggerakkan kejadian ce-rita tersebut (Keraf, 2010 : 147). Dari hal itu dapat disimpulkan bahwa alurlah yang menandai kapan sebuah narasi itu dimulai dan kapan berakhir.

b. Tindak-Tanduk atau Perbuatan

Tindak-tanduk atau perbuatan adalah segala tingkah laku yang dilakukan oleh to-koh-tokoh dalam sebuah narasi. Cerita utama yang membedakan narasi—deskripsi dari sebuah narasi adalah tindak-tanduk. Tanpa rangkaian tindak-tanduk, maka se-buah narasi akan berubah menjadi deskripsi, karena semuanya dilihat dari keadaan statis. Rangkaian tindak-tanduk atau perbuatan menjadi landasan utama untuk men-ciptakan sifat dinamis pada sebuah narasi sehingga membuat kisah itu hidup (Keraf, 2010 : 156).

Perbuatan merupakan salah satu struktur yang membentuk narasidan dapat ditinjau dari komponen-komponen perbuatan itu sendiri serta dari kaitannya dengan faktor-faktor lain. Struktur perbuatan dapat dianalisis atas komponen yang lebih kecil yang bersama-sama menciptakan perbuatan itu. Perbuatan itu sendiri memiliki struktur tindakan yang harus diungkap secara terperinci sehingga pembaca merasakan se-olah-olah mereka sendiri yang menyaksikannya. Selain itu, setiap perbuatan harus


(36)

28

dijalin satu sama lain dalam suatu hubugan yang logis walaupun hal yang logis itu bersifat relatif. Hubungan yang logis antara tindak-tanduk dalam sebuah narasi akan lahir secagai kausalitas, sebagai hubungan sebab akibat. Setiap perbuatan akan me-nimbulkan perbuatan lain sehingga terjadi rangkaian perbuatan dalam suatu arus ge-rak yang bersinambung sepanjang waktu.

Berikut adalah contoh rangkaian tindak-tanduk dalam sebuah narasi. Bila dalam na-rasi diceritakan mengenai sebuah tindakan memukul yang dilakukan oleh Ferri ter-hadap Iqbal, maka perbuatan memukul itu sendiri dapat dikisahkan dalam sejumlah komponen, tidak harus disebut ‘memukul’. Narator akan menceritakan “Dengan muka penuh amarah, Ferri menggenggam tangannya. Otot-otot kelihatan mene-gang. Dengan cepat diayunkan tangannya ke muka Iqbal. Iqbal terhuyung tiada berdaya, kehilangan keseimbangan, dan jatuh terkapar tiada daya....”. dari contoh ini struktur perbuatan dapat dilihat dari analisis komponen-komponen yang lebih kecil yang bersama-sama menciptakan perbuatan itu. Artinya sebuah perbuatan da-pat ditinjau dari komponen-komponen perbuatan itu sendiri, tetapi dada-pat juga dilihat dari kaitannya dengan faktor lain. Semua unsur yang diungkapkan dalam contoh di atas menciptakan pengertian ‘memukul’. Unsur-unsur itu adalah komponen-kom-ponen yang membentuk struktur suatu perbuatan.

c. Latar (Setting)

Latar adalah lingkungan tempat peristiwa terjadi. Termasuk dalam latar ini adalah tempat atau ruang yang dapat diamati, waktu, hari, tahun, musim, atau periode seja-rah (Semi, 1998 : 46). Sehubungan dengan latar, Keraf (2010 : 148) mengemukakan


(37)

29

bahwa tindak-tanduk dalam sebuah narsi biasanya berlangsung dengan mengambil sebuah tempat tertentu yang dipergunakan sebagai pentas. Tempat atau pentas itu disebut latar atau setting. Latar dapat digambarkan secara hidup dan terperinci, da-pat pula digambarkan secara sketsa, sesuai dengan fungsi dan perannya pada tin-dak-tanduk yang berlangsung. Ia dapat menjadi unsur yang penting dalam kaitannya dengan tindak-tanduk yang terjadi, atau hanya berperan sebagai unsur tambahan saja. Pada bagian tertentu mungkin saja peranan latar kurang sekali bila dibanding-kan dengan latar pada bagaian lain. Demikian juga latar yang menjadi tempat atau pentas itu bisa berbentuk suatu suasana pada suatu kurun waktu tertentu. Latar atau setting meliputi, tempat, waktu, dan suasana yang melatar belakangi terjadinya per-istiwa dalam suatu cerita. Latar memunyai fungsi memperjelas atau menghidupkan peristiwa dalam cerita. Cerita yang baik harus memiliki setting yang menyatu de-ngan tema, watak pelaku, dan alur. dari pendapat-pendapat tersebut dapat disimpul-kan bahwa latar merupadisimpul-kan hal yang penting dalam sebuah narasi.

d. Sudut Pandang

sudut pandang adalah posisi atau penempatan diri pengarang dalam ceritanya, atau dari mana ia melihat peristiwa-peristiwa yang terdapat dalam cerita (Semi, 1998 : 89). Sehubungan dengan sudut pandang, Keraf (2010 : 190-192) mengemukakan pendapatnya bahwa sudut pandang dalam sebuah narasi mempersoalkan bagaimana pertalian antara seeorang yang mengisahkan narasi itu dengan tindak-tanduk yang berlangsung dalam kisah itu. Orang yang membawa pengisahan itu dapat bertindak sebagai pengamat (observer) saja, atau sebagai peserta (participant) terhadap selu-ruh tindak-tanduk yang dikisahkan. Tujuan dari teknik sudut pandangan yang


(38)

terak-30

hir ini adalah sebagai suatu pedoman atau panduan bagi pembaca mengenai perbu-atan atau tindak-tanduk karakter dalam suatu pengisahan. Secara singkat dapat di-katakan bahwa sudut pandang dalam narasi mempersoalkan: siapakah narator da-lam narasi itu, dan apa atau bagaimana relasinya dengan seluruh proses tindak-tan-duk karakter-karakter dalam narasi.

Jadi, sudut pandang dalam narasi berfungsi menyatakan bagaimana fungsi seorang pengisah (narator) dalam sebuah narasi, apakah ia mengambil bagian langsung da-lam seluruh rangkaian kejadian (yaitu sebagai participant), atau sebagai pengamat (observer) dari seluruh aksi atau tindak-tanduk dalam narasi. Sudut pandang dalam hubungan dengan narasi ini, yaitu cara seseorang pengarang melihat seluruh tindak-tanduk dalam suatu narasi. Sudut pandang dapat dibagi lagi atas dua pola utama yaitu (1) sudut pandang orang dan (2) sudut pandang orang ketiga (Keraf, 2010 : 193).

e. Karakter dan Karakterisasi

Sehubungan dengan karakter dan karakterisasi (Keraf, 2010 : 164) mengemukakan bahwa karakter-karakter adalah tokoh-tokoh dalam sebuah narasi dan karakterisasi adalah cara seorang penulis kisah menggambarkan tokoh-tokohnya. Perwatakan da-lam pengisahan dapat diperoleh dengan usaha memberi gambaran tindak-tanduk dan ucapan-ucapan para tokohnya (pendukung karakter), sejalan tidaknya kata dan perbuatan. Motivasi para tokoh itu dapat dipercaya atau tidak diukur melalui tindak-tanduk, ucapan, kebiasaan, dan sebagainya. Dalam bertindak mereka harus mem-berikan reaksi-reaksi kepada lingkungan yang dimasukinya, apakah nilai reaksi itu


(39)

31

wajar atau semua, berbicara atau bertindak sesuai dengan karakter dominan atau menyimpang dari karakter yang dominan tadi. Seorang tokoh yang telah diciptakan oleh penulisnya untuk memiliki kepribadian sesuai dengan kerangka yang telah di-gariskan harus bertindak sesuai dengan kerangka tadi, penggambaran tokoh dalam cerita dilakukan melalui watak para tokohnya, baik secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung adalah dengan pelukisan tingkah laku dan perbuatan to-koh, dengan pelukisan lahir, atau cara berpakaian dan gaya bicara tokoh cerita. Se-dangkan secara tidak langsung, pelukisan tokoh itu melalui percakapan para pelaku-nya atau tanggapan pelaku lain terhadap suatu keadaan atau peristiwa, atau reaksi tokoh lain terhadap tokoh utama.

Gambaran mengenai karakter dan karakterisasi di atas dapat juga disimpulkan bah-wa karakter dan karakterisasi juga dicapai melalui tokoh atau karakter lain yang berinteraksi dalam pengisahan. Penulis harus menetapkan apakah perlu mengguna-kan deskripsi untuk menyajimengguna-kan karakter itu, atau menyerahmengguna-kannya kepada karak-ter-karakter lain dalam narasi untuk membicarakan karakter tokoh lainnya.

2.4 Pengertian Drama

Berdasarkan aspek etimologi, istilah drama berasal dari akar tunjang “drama” dari bahasa Greek (Yunani Kuno) drau yang berarti melakukan (action) atau berbuat se-suatu Ahmadi dalam (Endraswara, 11 : 2011). Selanjutnya, Wiyanto (dalam Endra-swara, 11 : 2011) sedikit berbeda, katanya drama berasal dari bahasa Yunani, dram, artinya bergerak. Kiranya gerak adalah mirip. Jadi, tindakan dan gerak merupakan ciri utama drama. Tiap drama mesti ada gerak dan aksi, yang menuntut lakon.


(40)

32

Kata kunci drama adalah gerak. Setiap drama akan mengandalkan gerak sebagai ciri khusus drama. Kata kunci ini yang membedakan dengan puisi dan prosa fiksi. Da-lam bahasa Prancis draa disebut drame Soemanto (dalam Endraswara 12 : 2011) yang artinya lakon serius. Serius yang dimaksud, tidak berarti drama melarang ada-nya humor. Serius dalam hal ini cenderung merujuk pada aspek penggarapan. Dra-ma perlu garapan yang Dra-matang. DraDra-ma adalah seni cerita dalam percakapan dan ak-ting tokoh. Dikatakan serius, artinya drama butuh penggarapan tokoh yang menda-lam dan penuh pertimbangan, yang digarap adalah akting, agar memukau penonton. Aristoteles (dalam Endraswara 2011 : 12) menyatakan bahwa drama adalah “a representation of an action”. Action, adalah tindakan yang kelak menjadi akting. Drama pasti ada akting. Dalam drama itu terjadi “a play”, artinya permainan atau lakon. Jadi ciri drama harus ada akting dan lakon.

2.5 Ragam Drama

Ragam drama diglongkan menjadi dua bagian yaitu drama ditinjau dari bentuk pen-ampilan dan drama ditinjau dari aspek konteks dan tempat pentas.

A. Drama Ditinjau dari Bentuk Penampilan

Drama ditinjau dari bentuk penampilan terbagi menjadi 7, yaitu: 1. Drama komedi (hiburan atau lawak);

Drama komedi adalah drama ringan yang sifatnya menghibur dan di dalamnya ter-dapat dialog kocak yang bersifat menyindir dan biasanya berakhir dengan kebaha-giaan. Drama ini bersifat humor dan pengarangnya berharap akan menimbulkan ke-lucuan atau tawa riang. Keke-lucuan bukan tujuan utama, maka nilai dramatik dari ko-medi (meskipun bersifat ringan) masih tetap terpelihara ( Endraswara, 2011 : 120).


(41)

33

Drama komedi terbagi menjadi 5 yaitu; a. komedi situasi;

b. komedi karakter/watak;

c. komedi pengembangan gagasan; d. komedi sosial;

e. komedi gaya; f. komedi romantik.

2. Pantomim (drama gerak);

Pantomim adalah drama gerak, yang diutamakan adalah kelucuan. Biarpun ada aja-ran di dalamnya, namun disampaikan dengan gerak-gerak humor. Pantomim meru-pakan drama komedi yang mengutamakan permainan ragawi.

3. Drama tragedi dan melodrama;

Drama tragedi atau drama duka adalah drama yang pada akhir cerita tokohnya mengalami kedukaan. Jika kemudian ada sebutan lain, maka karena tokoh-tokohnya pada pertengahan cerita menunjukkan sifat khas yang menyebabkan penamaan lain seperti peperangan, percintaan, dan sebagainya. Sedangkan melodrama adalah la-kon yang sangat sentimental, dengan tokoh dan cerita yang mendebarkan hati dan mengharukan. Penggarapan alur dan penokohan yang kurang dipertimbangkan se-cara cermat, maka cerita seperti dilebih-lebihkan sehingga kurang meyakinkan pen-onton.

4. Drama eksperimental;

Penamaan drama eksperimental disebabkan oleh kenyataan bahwa drama tersebut merupakan hasil eksperimen pengarangnya dan belum memasyarakat. Biasanya je-nis drama eksperimental ini adalah drama nonkonvensional yang menyimpang dari


(42)

34

kaidah-kaidah umum struktur lakon, baik dalam hal struktur tematik maupun dalam hal struktur kebahasaan.

5. Sosio drama;

Sosio drama adalah bentuk pendramatisan peristiwa-peristiwa kehidupan sehari-hari yang terjadi dalam masyarakat. Bentuk sosio drama merupakan bentuk drama yang paling elementer. Simulasi dan role playing dapat diklasifikasikan sebagai sosio drama. Latihan-latihan dasar penulisan lakon dan pemeranan tokh biasanya dapat efektif dilakukan melalui sosio drama.

6. Drama absurd;

Nama absurd sebenarnya berhubungan dengan sifat lakon dan sifat tokoh-tokohnya. Drama absurd sesungguhnya merupakan permainan simbol. Drama jenis ini meru-pakan drama simbolik yang membutuhkan perenungan mendalam. Drama absurd yang simbolik itu memiliki nuansa sugestif. Semakin dalam pemaknaan simbol, se-makin kuat pula daya sugestinya.

7. Drama improvisasi.

Kata “improvisasi” sebenarnya berarti spontanitas. Drama-drama tradisional dan drama klasik kebanyakan bersifat improvisasi. Dalam teater mutakhir kata “impro-visasi” digunakan untuk member nama jenis drama mutakhir yang mementingkan gerakan-gerakan (akting) yang bersifat tiba-tiba dan penuh kejutan.

B. Drama Ditinjau dari Aspek Konteks dan Tempat Pentas

Drama ditinjaun berdasarkan aspek konteks dan tempat pentas terbagi menjadi 8, yaitu:


(43)

35

1. Drama Pendidikan

Istilah drama pendidikan sebenarnya tidak tepat. Sebab, hampir seluruh drama itu berisi pendidikan. Istilah drama pendidikan disebut juga drama ajaran atau drama didaktis. Pada abad pertengahan, lakon menunjukkan pelaku-pelaku yang dipergu-nakan untuk melambangkan kebaikan atau keburukan, kematian, kegembiraan, per-sahabatan, permusuhan, dan sebagainya. Pelaku-pelaku drama dijadikan cermin ba-gi penontoh dengan maksud untuk mendidik.Lakon yang mengungkapkan kehidup-an di akhirat menunjukkkehidup-an kepada mkehidup-anusia bahwa akhirnya semua orkehidup-ang akkehidup-an sam-pai ke sana. Adegan di akhirat biasanya menunjukkan keindahan akhirat dan juga penderitaan para pendosa.

2. Closed Drama (untuk dibaca)

Darama jenis ini hanya indah untuk bahan bacaan. Para sastrawan yang tidak ber-pengalaman mementaskan drama biasanya menulis closed drama yang tidak mem-unyai kemungkinan pentas atau kemungkinan pentas kecil. Para penulis drama yang sekaligus sutradara atau aktor biasanya menulis drama yang tidak hanya memper-hatikan srtuktur atau keindahan bahasa, akan tetapi yang terpenting adalah kemung-kinannya untuk dipentaskan.

3. Drama Teatrikal (untuk dipentaskan)

Menurut kodratnya seharusnya semua naskah drama dapat dipentaskan. Akan tetapi dalam closed drama, kemungkinan untuk dipentaskan itu kecil karena struktur lakon dan cakapannya yang tidak mendukung pementasan. Dalam drama teatrikal mung-kin nilai literernya tidak tinggi, tetapi kemungmung-kinan untuk dpat dipentaskan sangat tinggi. Drama teatrikal memang menciptakan untuk dipentaskan. Naskah drama


(44)

36

yang ditulis oleh para sutradara atau pekerja teater tidak hanya memerhatikan dialog untuk dipentaskan. Dalam menulis drama teatrikal, penulis membayagkan pang-gung dan proses pementasan.

4. Drama Lingkungan

Drama lingkungan disebut juga teater ligkungan, yaitu jenis drama modern yang melibatkan penonton. Dialog drama dapat ditambah oleh pemain sehingga penonton dilibatkan dengan lakon. Tujuan utama teater lingkungan adalah membuat tonton-annya akrab dengan penonton.

7. Drama Radio

Drama radio mementingkan dialog yang diucapkan lewat media radio. Jenis drama ini biasanya direkam melalui kaset. Drama radio dapat pula diklasifikasikan sebagai sandiwara rekaman. Sebenarnya jenis drama ini telah populer sejak lama. Sanggar Prathivi telah memproduksi ratusan cerita drama rekaman ini, baik cerita rakyat maupun cerita hasil imajinasi para pengarang. Cara menulis cerita dalam drama ra-dio (drama rekaman) berbeda dengan drama biasa. Banyak petunjuk teknis yang ha-rus diberikan. Selingan musik, sound effect, jenis suara, serta petunjuk teknis lain harus diberikan secara lengkap dan terperinci karena sandiwara ini tidak akan diton-ton secara visual, tetapi hanya secara auditif. Adegan dan babak dapat diganti seba-nyak mungkin karena tidak perlu menyiapkan pergantian dekor. Kecakapan juru musik dan juru pengatur suara (teknik dan montase) ikut menentukan keberhasilan drama rasio. Pelaku-pelakunya mengutamakan karakter suara, tetapi biasanya ka-rakter suara itu hanya dapat dibina lewat pembinaan kaka-rakter secara menyeluruh.


(45)

37

Jadi, latihan akting kiranya tidak ada salahnya dijadikan latihan dasar bagi pemeran sandiwara radio (rekaman).

8. Drama Televisi dan Film

Di televisi jenis pertunjukan drama (sinetron) sangat digemari oleh pemirsa. Penyu-sunan drama televisi sama dengan penyuPenyu-sunan naskah film. Sebab itu, drama tele-visi membutuhkan skenario. Dalam skenario tidak boleh diabaikan petunjuk teknis yang lengkap dan terperinci. Ada yang disebut bahasa film, yaitu adegan diam dan hanya menunjukkan gejolak perasaan pelaku. Dapat juga hanya menunjukkan per-kembangan kejadian yang cukup lama. Hal ini tentu tidak dilukiskan dalam dialog, tetapi dilukiskan melalui narasi. Dalam penyajiannya pun benar-benar menggam-barkan pergolakan psikis para pemirsa. Kelebihan drama televisi adalah dalam hal melukiskan flash back. Dalam drama pentas biasa dan dalam sandiwara radio, sukar sekali dilukiskan flash back. Dalam drama televisi banyak kita jumpai flash back yang biasanya membuat lakon lebih hidup dan menciptakan variasi. Televisi juga sebagai pelopor drama dalam bentuk film. Film kolosal pun dapat masuk televisi secara berseri.

2.6 Kemampuan Menulis Narasi berdasarkan Teks Drama

Menulis karangan adalah menyusun atau mengkoordinasikan buah pikiran atau ide yang disajikan ke dalam rangkaian kalimat yang logis dan terpadu dalam bahasa tu-lis. Narasi adalah suatu bentuk wacana yang sasaran utamanya adalah tindak-tanduk yang dijalin dan dirangkaikan menjadi sebuah peristiwa yang dalam kesatuan waktu (Keraf, 2003 : 136). Teks adalah satuan yang terlengkap dan tertinggi atau terbesar di atas kalimat atau klausa dengan koherensi dan kohesi tinggi yang


(46)

berkesinam-38

bungan yang memunyai fungsi awal dan akhir yang nyata disampaikan secara li-san/tertulis (Tarigan, 1987:27). Drama merupakan pertunjukan yang terjadi pada dunia manusia Schechner (dalam Endraswara, 2011 : 264).

Jadi, yang dimaksud dengan kemampuan menulis karangan narasi berdasarkan teks drama adalah kecakapan mengungkapkan pengetahuan yang dimiliki untuk meng-koordinasikan ide yang disajikan dari sebuah teks drama ke dalam kalimat yang lo-gis dan terpadu dalam suatu bentuk karangan narasi.


(47)

78

V. SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Berdasarkan analisis data pada bab IV, hal yang ditemukan dalam penelitian ke-mampuan menulis narasi berdasarkan teks drama siswa kelas VII SMP Negeri 3 Gedongtataan tahun pelajaran 2011/2012 adalah sebagai berikut.

a. Jumlah skor rata-rata keseluruhan hasil tes kemampuan menulis narasi berdasar-kan teks drama siswa kelas VII SMP Negeri 3 Gedong Tataan tahun pelajaran 2011/2012 adalah 52,8 termasuk dalam kategori kurang karena berada pada interval 40—54.

b. Skor rata-rata kemampuan siswa menulis narasi berdasarkan teks drama untuk tiap-tiap indikator adalah sebagai berikut.

1. Pada aspek isi karangan, tingkat kemampuan menulis narasi berdasarkan teks drama siswa kelas VII SMP Negeri 3 Gedongtataan tahun pelajaran 2011/ 2012 adalah 56,1 termasuk dalam kategori cukup karena berada pada interval 55—69.

2. Pada aspek kebahasaan (diksi dan ejaan), tingkat kemampuan menulis narasi berdasarkan teks drama siswa kelas VII SMP Negeri 3 Gedongtataan tahun pelajaran 2011/2012 adalah 41,7 termasuk dalam kategori kurang kerena berada pada interval 40—54.


(48)

79 3. Pada aspek penataan gagasan, tingkat kemampuan menulis narasi berdasarkan teks drama siswa kelas VII SMP Negeri 3 Gedongtataan tahun pelajaran 2011/2012 adalah 51,9 termasuk dalam kategori kurang karena berada pada interval 40—54.

4. Pada aspek struktur narasi, tingkat kemampuan menulis narasi berdasarkan teks drama siswa kelas VII SMP Negeri 3 Gedongtataan tahun pelajaran 2011/2012 adalah 61,4 termasuk dalam kategori cukup karena berada pada interval 55—59.

5.2Saran

1. Guru mata pelajaran Bahasa Indonesia diharapkan lebih banyak memberikan pe-lajaran tentang ejaan dalam pembepe-lajaran di dalam kelas agar pemahaman siswa tentang ejaan bertambah, sehingga membuat siswa dapat menulis narasi dengan baik dan mengevaluasi hasil karangan siswa. Dari penelitian ini, penulis mene-mukan masih sering terjadi kesalahan dalam penggunaan ejaan. Skor rata-rata untuk aspek yang berhubungan dengan ejaan lebih kecil dibandingkan aspek-as-pek penilaian yang lain.

2. Siswa diharapkan lebih banyak memahami penggunan ejaan dalam membuat

buah karangan dan terus berlatih menerapkannya dalam membuat karangan, se-hingga dapat terus memperbaiki hasil karangannya.


(49)

80

DAFTAR PUSTAKA

Akhadiah, Sabarti dkk. 1996. Pembinaan Kemampuan Menulis Bahasa Indonesia.

Jakarta: Erlangga.

Arikunto, Suharsimi. 2003. Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.

Endraswara, Suwardi. 2011. Metode Pembelajaran Drama Apresiasi, Ekspresi, dan Pengkajian. Yogyakarta : Caps.

Finoza, Lamudin. 2009. Komposisi Bahasa Indonesia. Jakarta : Insan Mulia. Keraf, Gorys. 1994. Komposisi. Flores: Nusa Indah.

---. 2010. Argumentasi dan Narasi. Jakarta: Gramedia. Kuncoro, Mudrajat. 2009. Mahir Menulis. Jakarta : Erlangga.

Kusuma, Wijaya. 2011. Mengenal Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta : Indeks. Heuken, Adolf. 2008. Teknik Mengarang Edisi Ketiga. Yogyakarta: Kanisius. Nawawi, Handari. 1996. Penelitian Terapan. Yogyakarta: Gajahmada University

Press.

Parera, Jos Daniel. 1991. Belajar Mengemukakan Pendapat. Jakarta : Erlangga. Semi, Atar. 1998. Anatomi Sastra. Bandung : FPBS IKIP.

Suriamiharja, Agus dkk. 1996. Petunjuk Praktis Menulis. Jakarta : Depdikbud. Tarigan, H.G.. 2009. Pengajaran Wacana. Bandung: Angkasa.

---. 2008. Menulis Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa.

Wahono. 2010. Bahasa Indonesia untuk SMP/MTS Kelas VII. Bandar Lampung:


(1)

yang ditulis oleh para sutradara atau pekerja teater tidak hanya memerhatikan dialog untuk dipentaskan. Dalam menulis drama teatrikal, penulis membayagkan pang-gung dan proses pementasan.

4. Drama Lingkungan

Drama lingkungan disebut juga teater ligkungan, yaitu jenis drama modern yang melibatkan penonton. Dialog drama dapat ditambah oleh pemain sehingga penonton dilibatkan dengan lakon. Tujuan utama teater lingkungan adalah membuat tonton-annya akrab dengan penonton.

7. Drama Radio

Drama radio mementingkan dialog yang diucapkan lewat media radio. Jenis drama ini biasanya direkam melalui kaset. Drama radio dapat pula diklasifikasikan sebagai sandiwara rekaman. Sebenarnya jenis drama ini telah populer sejak lama. Sanggar Prathivi telah memproduksi ratusan cerita drama rekaman ini, baik cerita rakyat maupun cerita hasil imajinasi para pengarang. Cara menulis cerita dalam drama ra-dio (drama rekaman) berbeda dengan drama biasa. Banyak petunjuk teknis yang ha-rus diberikan. Selingan musik, sound effect, jenis suara, serta petunjuk teknis lain harus diberikan secara lengkap dan terperinci karena sandiwara ini tidak akan diton-ton secara visual, tetapi hanya secara auditif. Adegan dan babak dapat diganti seba-nyak mungkin karena tidak perlu menyiapkan pergantian dekor. Kecakapan juru musik dan juru pengatur suara (teknik dan montase) ikut menentukan keberhasilan drama rasio. Pelaku-pelakunya mengutamakan karakter suara, tetapi biasanya ka-rakter suara itu hanya dapat dibina lewat pembinaan kaka-rakter secara menyeluruh.


(2)

Jadi, latihan akting kiranya tidak ada salahnya dijadikan latihan dasar bagi pemeran sandiwara radio (rekaman).

8. Drama Televisi dan Film

Di televisi jenis pertunjukan drama (sinetron) sangat digemari oleh pemirsa. Penyu-sunan drama televisi sama dengan penyuPenyu-sunan naskah film. Sebab itu, drama tele-visi membutuhkan skenario. Dalam skenario tidak boleh diabaikan petunjuk teknis yang lengkap dan terperinci. Ada yang disebut bahasa film, yaitu adegan diam dan hanya menunjukkan gejolak perasaan pelaku. Dapat juga hanya menunjukkan per-kembangan kejadian yang cukup lama. Hal ini tentu tidak dilukiskan dalam dialog, tetapi dilukiskan melalui narasi. Dalam penyajiannya pun benar-benar menggam-barkan pergolakan psikis para pemirsa. Kelebihan drama televisi adalah dalam hal melukiskan flash back. Dalam drama pentas biasa dan dalam sandiwara radio, sukar sekali dilukiskan flash back. Dalam drama televisi banyak kita jumpai flash back yang biasanya membuat lakon lebih hidup dan menciptakan variasi. Televisi juga sebagai pelopor drama dalam bentuk film. Film kolosal pun dapat masuk televisi secara berseri.

2.6 Kemampuan Menulis Narasi berdasarkan Teks Drama

Menulis karangan adalah menyusun atau mengkoordinasikan buah pikiran atau ide yang disajikan ke dalam rangkaian kalimat yang logis dan terpadu dalam bahasa tu-lis. Narasi adalah suatu bentuk wacana yang sasaran utamanya adalah tindak-tanduk yang dijalin dan dirangkaikan menjadi sebuah peristiwa yang dalam kesatuan waktu (Keraf, 2003 : 136). Teks adalah satuan yang terlengkap dan tertinggi atau terbesar di atas kalimat atau klausa dengan koherensi dan kohesi tinggi yang


(3)

berkesinam-bungan yang memunyai fungsi awal dan akhir yang nyata disampaikan secara li-san/tertulis (Tarigan, 1987:27). Drama merupakan pertunjukan yang terjadi pada dunia manusia Schechner (dalam Endraswara, 2011 : 264).

Jadi, yang dimaksud dengan kemampuan menulis karangan narasi berdasarkan teks drama adalah kecakapan mengungkapkan pengetahuan yang dimiliki untuk meng-koordinasikan ide yang disajikan dari sebuah teks drama ke dalam kalimat yang lo-gis dan terpadu dalam suatu bentuk karangan narasi.


(4)

V. SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Berdasarkan analisis data pada bab IV, hal yang ditemukan dalam penelitian ke-mampuan menulis narasi berdasarkan teks drama siswa kelas VII SMP Negeri 3 Gedongtataan tahun pelajaran 2011/2012 adalah sebagai berikut.

a. Jumlah skor rata-rata keseluruhan hasil tes kemampuan menulis narasi berdasar-kan teks drama siswa kelas VII SMP Negeri 3 Gedong Tataan tahun pelajaran 2011/2012 adalah 52,8 termasuk dalam kategori kurang karena berada pada interval 40—54.

b. Skor rata-rata kemampuan siswa menulis narasi berdasarkan teks drama untuk tiap-tiap indikator adalah sebagai berikut.

1. Pada aspek isi karangan, tingkat kemampuan menulis narasi berdasarkan teks drama siswa kelas VII SMP Negeri 3 Gedongtataan tahun pelajaran 2011/ 2012 adalah 56,1 termasuk dalam kategori cukup karena berada pada interval 55—69.

2. Pada aspek kebahasaan (diksi dan ejaan), tingkat kemampuan menulis narasi berdasarkan teks drama siswa kelas VII SMP Negeri 3 Gedongtataan tahun pelajaran 2011/2012 adalah 41,7 termasuk dalam kategori kurang kerena berada pada interval 40—54.


(5)

3. Pada aspek penataan gagasan, tingkat kemampuan menulis narasi berdasarkan teks drama siswa kelas VII SMP Negeri 3 Gedongtataan tahun pelajaran 2011/2012 adalah 51,9 termasuk dalam kategori kurang karena berada pada interval 40—54.

4. Pada aspek struktur narasi, tingkat kemampuan menulis narasi berdasarkan teks drama siswa kelas VII SMP Negeri 3 Gedongtataan tahun pelajaran 2011/2012 adalah 61,4 termasuk dalam kategori cukup karena berada pada interval 55—59.

5.2 Saran

1. Guru mata pelajaran Bahasa Indonesia diharapkan lebih banyak memberikan pe-lajaran tentang ejaan dalam pembepe-lajaran di dalam kelas agar pemahaman siswa tentang ejaan bertambah, sehingga membuat siswa dapat menulis narasi dengan baik dan mengevaluasi hasil karangan siswa. Dari penelitian ini, penulis mene-mukan masih sering terjadi kesalahan dalam penggunaan ejaan. Skor rata-rata untuk aspek yang berhubungan dengan ejaan lebih kecil dibandingkan aspek-as-pek penilaian yang lain.

2. Siswa diharapkan lebih banyak memahami penggunan ejaan dalam membuat buah karangan dan terus berlatih menerapkannya dalam membuat karangan, se-hingga dapat terus memperbaiki hasil karangannya.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Akhadiah, Sabarti dkk. 1996. Pembinaan Kemampuan Menulis Bahasa Indonesia. Jakarta: Erlangga.

Arikunto, Suharsimi. 2003. Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.

Endraswara, Suwardi. 2011. Metode Pembelajaran Drama Apresiasi, Ekspresi, dan Pengkajian. Yogyakarta : Caps.

Finoza, Lamudin. 2009. Komposisi Bahasa Indonesia. Jakarta : Insan Mulia. Keraf, Gorys. 1994. Komposisi. Flores: Nusa Indah.

---. 2010. Argumentasi dan Narasi. Jakarta: Gramedia. Kuncoro, Mudrajat. 2009. Mahir Menulis. Jakarta : Erlangga.

Kusuma, Wijaya. 2011. Mengenal Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta : Indeks. Heuken, Adolf. 2008. Teknik Mengarang Edisi Ketiga. Yogyakarta: Kanisius. Nawawi, Handari. 1996. Penelitian Terapan. Yogyakarta: Gajahmada University

Press.

Parera, Jos Daniel. 1991. Belajar Mengemukakan Pendapat. Jakarta : Erlangga. Semi, Atar. 1998. Anatomi Sastra. Bandung : FPBS IKIP.

Suriamiharja, Agus dkk. 1996. Petunjuk Praktis Menulis. Jakarta : Depdikbud. Tarigan, H.G.. 2009. Pengajaran Wacana. Bandung: Angkasa.

---. 2008. Menulis Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa.

Wahono. 2010. Bahasa Indonesia untuk SMP/MTS Kelas VII. Bandar Lampung: CV Gita Perdana.