KEMAMPUAN MENULIS NARASI SISWA KELAS X SMA NEGERI 1 GEDONGTATAAN TAHUN PELAJARAN 2011/2012

(1)

ABSTRAK

KEMAMPUAN MENULIS NARASI

SISWA KELAS X SMA NEGERI 1 GEDONGTATAAN TAHUN PELAJARAN 2011/2012

Oleh

Ika Puspita Apriani

Masalah dalam penelitian ini adalah kemampuan menulis narasi siswa kelas X SMA Negeri 1 Gedongtataan tahun pelajaran 2011/2012. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan tingkat kemampuan siswa menulis narasi siswa kelas X SMA Ne-geri 1 Gedongtataan tahun pelajaran 2011/2012.

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 30 siswa atau 15% dari jumlah populasi sebanyak 202 siswa kelas X SMA Negeri 1 Gedongtataan. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan tes menulis narasi yang meliputi indikator penilaian (1) komponen struktur narasi, (2) kepaduan paragraf, (3) keefektifan kalimat, dan (4) penggunaan ejaan.


(2)

Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh jumlah skor rata-rata kemampuan siswa kelas X SMA Negeri 1 Gedongtataan dalam menulis narasi adalah 64,8 yang termasuk da-lam kategori cukup. Adapun nilai rata-rata dari masing-masing indikator (1) kompo-nen struktur narasi 81,3 tergolong kategori baik, (2) kepaduan paragraf 79,2 tergo-long kategori baik, (3) keefektifan kalimat 62,7 tergotergo-long cukup, dan (4) penggunaan ejaan 39 tergolong kategori sangat kurang.


(3)

ABSTRACT

NARRATIVE WRITING SKILLS

STUDENT AFFAIRS CLASS X SMA 1 GEDONGTATAAN

SCHOOL YEAR 2011/2012

by

Ika Puspita Apriani

The problem in this research is the ability to write a narrative of class X SMA Negeri 1 Gedongtataan school year 2011/2012. This study aimed to describe the level of students' ability to write narrative high school students of class X Ne-geri 1 Gedongtataan school year 2011/2012.

This study uses descriptive. The samples in this study were 30 students or 15% of the total population of 202 students of class X SMA Negeri 1 Gedongtataan. Data was collected to test write narratives that include assessment indicators (1) components of narrative structure, (2) cohesion paragraph, (3) the effectiveness of the sentence, and (4) the use of spelling.

Based on these results, obtained total score average ability students of class X SMA Negeri 1 Gedongtataan in writing narrative is 64.8 which included enough in his category. The average value of each indicator (1) components of narrative structure belonging to either category 81.3, (2) cohesion-long paragraphs 79.2 either category, (3) the effectiveness of 62.7 sentences is quite, and (4) the use of spelling 39


(4)

KEMAMPUAN MENULIS NARASI

SISWA KELAS X SMA NEGERI 1 GEDONGTATAAN TAHUN PELAJARAN 2011/2012

(Skripsi)

Oleh

Ika Puspita Apriani 0813041005

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDARLAMPUNG 2012


(5)

KEMAMPUAN MENULIS NARASI

SISWA KELAS X SMA NEGERI 1 GEDONG

TAHUN PELAJARAN 2011/2012

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar

Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

KEMAMPUAN MENULIS NARASI

A KELAS X SMA NEGERI 1 GEDONGTATAAN

TAHUN PELAJARAN 2011/2012

Oleh

Ika Puspita Apriani

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar

SARJANA PENDIDIKAN

pada

Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDARLAMPUNG

2012

TATAAN

Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung


(6)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

PERSEMBAHAN ... iv

MOTO ... v

SANWACANA ... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

DAFTAR GRAFIK ... xii

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan Penelitian ... 4

1.4 Manfaat Penelitian ... 5

1.5 Ruang Lingkup Penelitian ... 5

II. LANDASAN TEORI 2. Pengertian Kemampuan ... 6

2.1 Menulis ... 6

2.1.1 Pengertian Menulis ... 6

2.1.2 Tujuan Menulis ... 7

2.1.3 Manfaat Menulis ... 8

2.1.4 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kemampuan Menulis ... 10

2.2 Karangan ... 11

2.2.1 Unsur-unsur Karangan ... 12

2.2.2 Bagian-bagian Karangan ... 13

2.2.3 Kerangka Karangan ... 15

2.2.4 Ciri-ciri Karangan yang Baik ... 15


(7)

2.3 Narasi ... 32

2.3.1 Kriteria Karangan Narasi ... 33

2.3.2 Pola Pengembangan Narasi ... 34

2.3.3 Struktur Narasi ... 35

2.3.4 Langkah-langkah Menulis Narasi ... 41

2.3.5 Contoh dan Analisis Narasi ... 41

2.4 Definisi Konseptual ... 43

2.5 Definisi Operasional ... 44

III. METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian ... 45

3.2 Populasi Penelitian ... 45

3.3 Sampel Penelitian ... 46

3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 47

3.5 Teknik Analisis Data ... 48

3.6 Indikator Penilaian ... 49

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengantar ... 54

4.2 Hasil Penelitian ... 54

4.2.1 Skor Kemampuan Menulis Narasi ... 55

4.2.2 Skor Kemampuan Menulis Narasi per Aspek ... 58

4.3 Bahasan Hasil Penelitian ... 65

4.3.1 Kemampuan Menulis Narasi Siswa Kelas X SMAN 1 Gedongtataan ... 65

4.3.2 Tingkat Kemampuan Menulis Narasi per Aspek ... 75

4.4 Kemampuan Menulis Narasi ... 101

4.4.1 Tingkat Keseluruhan Kemampuan Menulis Narasi ... 104

V. SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan ... 110

5.2 Saran ... 111

DAFTAR PUSTAKA ... 112


(8)

(9)

Judul Sripsi : Kemampuan Menulis Narasi

Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Gedongtataan Tahun Pelajaran 2011/2012

Nama Mahasiswa : Ika Puspita Apriani No. Pokok Mahasiswa : 0813041005

Jurusan : Pendidikan Bahasa dan Seni

Program Studi : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas : Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Menyetujui 1. Komisi Pembimbing

Dr. Edi Suyanto, M.Pd. Eka Sofia Agustina, S.Pd., M.Pd. NIP 19630713 1993111001 NIP 19780809 2008012001

2. Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni

Drs. Imam Rejana, M.Si. NIP 19480421 1978031004


(10)

II. LANDASAN TEORI

2. Pengertian Kemampuan

Kemampuan merupakan kapasitas seorang individu untuk melakukan beragam tu-gas dalam suatu pekerjaan. Kemampuan adalah sebuah penilaian terkini atas apa yang dapat dilakukan sesorang (wikipedia.org). Kemampuan adalah daya tangkap, pemahaman, penghayatan, serta keterampilan yang diperlukan (Chamdiah,1987:37). Dari pengertian tersebut dapat diartikan bahwa kemampuan adalah kapasitas dan kesanggupan seseorang untuk melakukan suatu tindakan.

2.1 Menulis

Menulis merupakan bagian yang tak pernah terpisah dari kegiatan belajar siswa. Oleh karena itu, siswa harus memiliki keterampilan untuk menulis. Dalam catur tunggal, menulis merupakan urutan yang keempat. Hal itu dapat memberikan gam-baran bahwa menulis merupakan kegiatan yang tidak mudah. Berikut akan dipapar-kan beberapa hal yang berkaitan dengan menulis.

2.1.1 Pengertian Menulis

Menulis adalah menurunkan atau melukiskan lambang-lambang grafik yang meng-gambarkan suatu bahasa yang dipahami oleh seseorang sehingga orang lain dapat mampu membaca lambang-lambang grafik tersebut kalau mereka memahami baha-sa dan gambar grafik itu (Tarigan, 1994: 22). Selain itu, kemampuan menulis meru-pakan kemampuan yang kompleks yang menuntut sejumlah pengetahuan dan kete-rampilan (Akhadiah, 1988: 2). Selanjutnya, menulis adalah berkomunikasi mengungkapkan pikiran, perasaan, dan kehendak kepada orang lain secara tertulis (Suriamiharja, 1996: 2).


(11)

Berdasarkan ketiga pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa menulis adalah su-atu proses penyampaian gagasan, pesan, sikap, dan pendapat kepada pembaca de-ngan lambang bahasa yang dapat dilihat dan disepakati bersama oleh penulis dan pembaca.

2.1.2 Tujuan Menulis

Tujuan utama menulis atau mengarang adalah sebagai sarana komunikasi tidak langsung. Tujuan menulis secara umum adalah memberikan arahan, menjelaskan sesuatu, menceritakan kejadian, meringkaskan.Suriamiharja(1996 : 2) mengemu-kakan bahwa tujuan dari menulis adalah agar tulisan yang dibuat dapat dibaca dan dipahami oleh orang lain yang memunyai kesamaan pengertian terhadap bahasa yang dipergunakan. Menulis karangan pada dasarnya bertujuan untuk mengungkap-kan pikiran, gagasan dan maksud kepada orang lain secara jelas dan efektif. Tarigan (2008 : 24-25) mengemukakan bahwa tujuan menulis dapat dikatakan bahwa:

a) memberitahu atau mengajarkan (informative discourse); b) meyakinkan atau mendesak (persuasive discourse);

c) menghibur atau menyenangkan atau yang mengandung tujuan estetik disebut li-terer (literary discourse).

Selain itu, Hugo Harting (dalam Tarigan, 2008: 25-26) mengklasifikasikan tujuan penulisan, antara lain tujuan penugasan (assingnment purpose), tujuan altruistik (altruistic purpose), tujuan persuasi (persuasive purpose), tujuan penerangan (infor-mational purpose), tujuan pernyataan diri (self-expressive purpose), tujuan kreatif (creative purpose), dan tujuan pemecahan masalah (problem-solving purpose). Tujuan-tujuan penulisan tersebut kadang-kadang berdiri sendiri secara terpisah, te-tapi sering pula tujuan ini tidak berdiri sendiri melainkan merupakan gabungan dari dua atau lebih tujuan yang menyatu dalam suatu tulisan. Oleh karena itu, tugas se-orang penulis tidak hanya


(12)

memilih topik pembicaraan yang sesuai atau serasi, tetapi juga harus menentukan tujuan yang jelas. Penentuan tujuan menulis sangat erat hubungannya dengan bentuk atau jenis-jenis tulisan atau karangan.

2.1.3 Manfaat Menulis

Menulis merupakan salah satu keterampilan berbahasa yang penting dan besar man-faatnya dalam kehidupan seseorang. Adapun manfaat-manfaat menulis antara lain:

1) Menulis dapat digunakan untuk mengembangkan daya inisiatif dan kreatif. Ber-kaitan dengan unsur mekanik seperti bahasa, ejaan, dan tanda baca harus didu-kung juga dengan unsur kreativitas yang tidak bisa lepas dari kemampuan untuk berinisiatif dan berkemampuan menciptakan hal-hal yang baru.

2) Menulis juga dapat menyumbang kecerdasan. Dengan menulis dapat melahirkan pengetahuan, pengalaman, jenis tulisan, sehingga penyajiannya sesuai dengan konvensi tulisan. Untuk itu diperlukan pengetahuan dan pengalaman yang luas, kemampuan mengendalikan emosi, menata serta mengembangkan ide dengan daya nalar dalam berbagai level berpikir.

3) Menulis juga dapat menumbuhkan keberanian. Pada saat menulis akan timbul rasa keberanian yang meliputi pemikiran, perasaan, sikap, dan gaya untuk disam-paikan kepada pembaca. Karena itu, penulis harus berani menerima berbagai kri-tikan dari pembaca.

Selain itu, Sabarti Akhadiah, dkk.(dalam Sumiharja, 1996 : 4) mengemukakan bahwa ada 8 kegunaan atau manfaat menulis yaitu sebagai berikut.

1) Penulis dapat mengenali kemampuan dan potensi dirinya. Dengan menulis, pe-nulis dapat mengetahui sampai di mana pengetahuannya tentang suatu topik, un-tuk mengembangkan topik itu penulis harus berpikir menggali pengetahuan dan pengalamannya.


(13)

2) Penulis dapat terlatih dalam mengembangkan berbagai gagasan. Dengan menu-lis, penulis terpaksa bernalar, menghubung-hubungkan, serta membanding-ban-dingkan fakta untuk mengembangkan berbagai gagasannya.

3) Penulis dapat lebih banyak menyerap, mencari, serta menguasai informasi sehu-bungan dengan topik yang ditulis. Kegiatan menulis dapat memperluas wawasan penulisan secara teoritis mengenai fakta-fakta yang berhubungan.

4) Penulis dapat terlatih dalam mengorganisasikan gagasan secara sistematis serta mengungkapkannya secara tersurat. Dengan demikian, penulis dapat menjelas-kan permasalahan yang semula masih samar.

5) Penulis akan dapat meninjau serta menilai gagasannya sendiri secara lebih objek-tif.

6) Dengan menulis sesuatu di atas kertas, penulis akan lebih mudah memecahkan permasalahan, yaitu dengan menganalisisnya secara tersurat dalam konteks yang lebih konkret.

7) Dengan menulis, penulis terdorong untuk terus belajar secara aktif. Penulis men-jadi penemu sekaligus pemecah masalah, bukan sekedar menjadi penyadap in-formasi dari orang lain.

8) Dengan kegiatan menulis yang terencanakan membiasakan penulis berpikir serta berbahasa secara tertib dan teratur.

2.1.4 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kemampuan Menulis

Kemampuan menulis karangan siswa sangat dipengaruhi oleh kemampuan kebaha-saannya. Seseorang siswa dapat menulis karangan dengan baik apabila mempunyai kemampuan berbahasa yang baik. Untuk dapat menulis karangan dengan baik ada beberapa faktor yang memengaruhi, yaitu (1) menguasai pengetahuan bahasa yang meliputi penguasaan kosakata aktif, penguasaan kaidah gramatikal, dan penguasaan gaya bahasa, (2) memiliki kemampuan penalaran yang baik,


(14)

dan (3) memiliki pe-ngetahuan yang baik dan mantap mengenai objek garapannya (Keraf, 1982: 2).

Seseorang dapat dikatakan telah mampu menulis dengan baik jika dia dapat meng-ungkapkan maksudnya dengan jelas sehingga orang lain dapat memahami apa yang diungkapkannya. Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Morsey dalam kutipan Tarigan, bahwa:

Tulisan dikemukakan oleh orang-orang terpelajar untuk merekam, meya-kinkan, serta mempengaruhi orang lain dan maksud serta tujuan tersebut hanya bisa tercapai dengan baik oleh orang-orang (atau para penulis) yang dapat menyusun pikirannya serta mengutarakannya dengan jelas dan mudah dipahami (Tarigan dalam Suriamiharja, 1996 : 3)

Dari teori diatas dapat disimpulkan bahwa untuk menjadi seorang penulis yang baik sekurang-kurangnya harus memiliki kepekaan terhadap keadaan sekitarnya

agar tujuan penulisannya dapat dipahami oleh pembaca. Tarigan (2010 : 22)menga-takan bahwapenulis yang ulung adalah penulis yang memanfaatkan situasi yang tepat. Dalam hal ini terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi cara penulisan seseorang. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi penulisan tersebut menurut D. Angelo yang dikutip oleh Tarigan antara lain:

a. maksud dan tujuan penulis; b. pembaca atau pemiarsa; dan

c. waktu atau kesempatan (Tarigan, 2010 : 22). 2.2 Karangan

Karangan adalah hasil karya tulisan yang dibuat seseorang, dan hasil karangan ter-sebut berasal dari pengalamannya atau pengalaman orang lain/ bisa juga hasil pro-ses pemikiran atau ide dari penulis yang ingin disampaikan kepada pembaca. Selan-jutnya, Tarigan (1994: 21) mengemukakan


(15)

bahwa menulis atau mengarang adalah proses menggambarkan suatu bahasa sehingga pesan yang disampaikan penulis da-pat dipahami pembaca. Selain itu, karangan merupakan hasil akhir dari pekerjaan merangkai kata, kalimat, dan alinea untuk menjabarkan atau mengulas topik dan te-ma tertentu (Finoza, 2009: 192).

Dari beberapa pendapat di atas, penulis menyimpulkan karangan merupakan kegia-tan menuangkan ide, pikiran atau gagasan seseorang yang dipindahkan melalui su-atu kata-kata secara menarik dan dapat dipahami oleh pembaca.

2.2.1 Unsur-Unsur Karangan

Baik atau tidaknya suatu karangan dapat dilihat dari unsur-unsur kebahasaan yang membangaun karangan itu. Unsur-unsur tersebut meliputi (1) isi, (2) aspek kebaha-saan, dan (3) teknik penulisan (Akhadiah, dkk.: 1996).

1. Isi karangan

Isi karangan merupakan gagasan yang mendasari keseluruhan karangan. Gagasan yang baik didukung oleh.

a. Pengoperasian gagasan, yaitu kepaduan hubungan antarparagraf; b. Kesesuaian isi dengan tujuan penulisan;

c. Kemampuan mengembangkan topik. Pengembangan topik yang baik adalah pengambangan secara tuntas, rinci, dan tungggal.


(16)

Unsur-unsur kebahasaan yang dapat dijadikan petunjuk bahasa yang baik dalam karangan sebagai berikut.

a. Kalimat di dalam karangan harus efektif agar informasi yang disampaikan dapat lebih jelas dan tidak menimbulkan penafsiran ganda bagi pembaca. Ka-limat efektif memiliki ciri-ciri, yaitu (1) kesepadanan dan kesatuan, (2) kese-jajaran bentuk, (3) penekanan, (4) kehematan dalam mempergunakan kata-kata, dan (5) kevariasian dalam struktur kalimat.

b. Ejaan dalam penulisan yang dipakaiberpedoman pada Ejaan Yang Disempur-nakan. Ejaan adalah keseluruhan peraturan dalam melambangkan bunyi-bunyi ujaran, menempatkan tanda-tanda baca, memotong suatu kata, dan menggabungkan kata-kata.

c. Pemakaian kata yang tepat terutama kebakuan kata yang digunakan. Kata-kata yang digunakan dipilih sesuai dengan ketentuan yang berlaku, yaitu me-rupakan kata-kata baku yang sesuai dengan Kamus Besar Bahasa Indonesia.

3. Penggunaan teknik penulisan yang baik

Hal ini dapat dilihat dari kerapian karangan, keterkaitan judul dengan isi karang-an, kesan umum yang menarik bagi pembaca, serta karangan yang kohesif (Akhadiah, 1996: 118).

2.2.2 Bagian-Bagian Karangan

Bagian-bagian karangan meliputi pendahuluan, isi, dan penutup. Adapun fungsi-fungsinya sebagai berikut.

1. Pendahuluan

Pendahuluan, yaitu bagian utama karangan yang berkedudukan pada awal tulisan sebuah karangan. bagian pendahuluan bertujuan untuk menghantar pokok pikir-an dalam karangan. Pendahuluan berfungsi sebagai berikut.


(17)

Unsur utama tulisan yaitu menarik minat pembaca. Daya penarik dalam tuli-san bertujuan menarik minat pembaca untuk membaca dan mengetahui pem-bahasan suatu hal yang ditulis pengarang.

b. Mengarahkan perhatian pembaca

Selain memiliki unsur menarik, paragraf pembuka atau alinea pembuka juga harus dapat mengarahkan perhatian pembaca supaya pikirannya tertuju ke pembahasan yang ditulis oleh pengarang.

c. Menjelaskan secara singkat ide pokok atau tema karangan, merupakan gam-baran mengenai gagasan atau topik yang akan diuraikanoleh pengarang.

d. Menjelaskan bila dan bagaimana suatu hal diperbincangkan.

Dalam alinea pembuka, pembaca dapat mengetahui gambaran mengenai hal, keadaan, kejadian ataupun tokoh yang ditulis pengarang.

2. Isi

Isi berfungsi untuk menjembatani antara bagian pendahuluan dan bagian penu-tup. Sebagai alinea penghubung, bagian isi mempunyai sifat dan tujuan mengu-raikan inti persoalan yang menjadi topik dari karangan. Oleh karena itu, alinea penghubung harus disusun secara logis dan hubungan antara alinea satu dengan yang lainnya harus disusun secara teratur, sehingga pembaca dapat memahami isi karangan secara runtut dan padu. Bagian ini merupakan pembahasan dari su-atu ide.

3. Penutup

Penutup merupakan alinea yang disusun oleh pengarang dengan tujuan untuk mengakhiri sebuah karangan atau bagian karangan.


(18)

a. Simpulan, simpulan merupakan hasil pembahasan mengenai apa yang telah dibahas pada bagian isi atau penghubung.

b. Penekanan bagian-bagian tertentu, merupakan penekanan hal-hal penting yang dijadikan pokok pembahasan dalam karangan.

c. Klimaks, merupakan akhir dari pembahasan yang mencakup bagian pendahu-luan dan isi. d. Melengkapi, merupakan penambahan argumen dari penulis yang sebelumnya tidak terdapat

pada pendahuluan dan isi dengan tujuan untuk memberikan kesan yang dalam bagi pembaca. e. Merangsang pembaca mengerjakan sesuatu tentang apa yang sudah dikerja-kan atau diceritakan. Hal tersebut sesuai dengan tujuan tulisan yang dicipta-kan oleh pengarang (Tarigan, 1987: 7 ).

2.2.3 Kerangka Karangan

Kerangka karangan adalah rencana teratur tentang pembagian dan penyusunan ga-gasan. Fungsi utama kerangka karangan adalah mengatur hubungan antara gagasan-gagasan. Melalui kerangka karangan pengarang dapat melihat kekuatan dan kele-mahan dalam perencanaan karangannya (Finoza, 2009:223). Kerangka karangan adalah suatu rencana kerja yang memuat garis-garis besar dari suatu karangan yang akan digarap (Keraf, 1994: 132). Kerangka karangan dapat membantu penulis da-lam hal (1) menyusun kerangka secara teratur, (2) memudahkan penulis mencipta-kan klimaks yang berbeda-beda, (3) menghindari penggarapan sebuah topik sampai dua kali atau lebih, dan (4) memudahkan penulis untuk mencari materi pembantu.


(19)

Karangan yang baik setidaknya memiliki ciri-ciri yaitu memiliki tema karangan, aspek kebahasaan yang baik meliputi, keefektifan kalimat, kepaduan paragraf dan penggunaan ejaan (Akhadiah, 1996: 118).

1. Tema karangan

Tema dalam sebuah karangan merupakan salah satu faktor yang menetukan ka-rangan menjadi baik. Berhasil atau tidaknya kegiatan menulis karangan ditentu-kan menarik tidaknya tema yang dipilih (Heuken, 2008 : 11). Tema yang baik adalah tema yang memiliki kejelasan, kesatuan, keutuhan, dan keaslian. Tema akan menjadi jelas apabila memiliki hubungan yang jelas. Karangan yang memi-liki satu gagasan sentral berarti adanya kesatuan tema. Keutuhan pengembangan tema, maksudnya tema diperinci secara ; logis, teratur, dan utuh. keaslian tema dimiliki apabila pengarang mengemukakan pikiran dan perasaan dengan jujur. Sebuah tema akan dinilai setinggi-tingginya bila telah dikembangkan secara ju-jur dan segar, digarap secara terperinci dan jelas, sehingga dapat menambah in-formasi yang berharga bagi perbendaharaan pengetahuan pembaca (Keraf, 2003: 121).

2. Kepaduan

Kepaduan berarti keserasian hubungan antargagasan dalam paragraf yang berarti juga keserasian hubungan antarkalimat dalam paragraf (Suparno, 2009: 3.19). Oleh karena itu, kepaduan paragraf dapat diketahui dari susunan kalimat yang sistematis, logis, tidak terjadi loncatan gagasan dan mudah dipahami. Satu paragraf bukanlah merupakan kumpulan atau tumpukan kalimat yang masing-masing berdiri sendiri atau terlepas, tetapi dibangun oleh kalimat-kalimat yang memunyai hubungan tim-bal balik. Pembaca dapat dengan mudah memahami dan mengikuti jalan pikiran pe-nulis tanpa hambatan karena ada loncatan pikiran yang membingungkan. Urutan pi-kiran yang teratur, akan memperlihatkan pada hubungan antarkalimat dengan kali-mat. Akan tetapi, dalam


(20)

suatu karangan tidak hanya terdapat kalimat yang terpisah-pisah, melainkan kalimat-kalimat tersebut membentuk suatu paragraf.

Berdasarkan paparan di atas dapat disimpulkan bahwa kepaduan dibagi menjadi dua yaitu kepaduan bentuk gramatikal dan kepaduan makna.

a. Kepaduan Bentuk Gramatikal

Secara teoretis, setiap kalimat pembangun paragraf yang baik haruslah kohesif. Ko-hesi (kepaduan bentuk) adalah kepaduan hubungan antarkalimat yang membangun paragraf. Untuk menjaga kepaduan bentuk gramatikal ini harus memperhatikan ke-tepatan penggunaan konjungsi, pronomina, repetisi, sinonimi, dan elipsasi (Fuad, 2005: 105).

Konjungsi sebagai alat relasi yang erat (kohesi) digunakan untuk merangkai klausa dengan klausa sehingga terbentuk kalimat yang panjang, atau merangkai kalimat dengan kalimat dalam sebuah paragraf. Konjungsi juga dapat digunakan untuk merangkai paragraf dengan paragraf dalam sebuah karangan. Untuk menghubung-kan unsur-unsur dalam satu kalimat digunakan konjungsi intrakalimat (menghu-bungkan antarbagian dalam satu kalimat). Konjungsi jenis ini adalah dan, atau, yang, tetapi, sejak, selesai, ketika, sehingga, jika, kalau, seperti, apabila, bahwa, dan lain-lain. Selanjutnya, juga perlu memahami konjungsi antarkalimat, yang menghu-bungkan satu kalimat dengan kalimat yang lainnya dengan benar. Adapun yang ter-masuk dalam konjungsi ini adalah Selain itu, Namun, Dengan demikian, Akan teta-pi, Oleh karena itu, Sebelum itu, dan lain-lain. Begitu pula dengan penggunaan pronomina, repetisi, sinonimi, dan elipsasi juga dibutuhkan dalam kepaduan parag-raf. Penggunaan pronomina atau kata ganti dapat menghindari pengulangan


(21)

penye-butan seseorang atau jabatan sehingga pembaca tidak merasa jenuh. Repetisi atau pengulangan baik kata atau frasa sebagai kata kunci pada paragraf biasanya di-lakukan apabila tidak ada kata ganti benda dalam bahasa Indonesia. Namun, untuk menghindari kejenuhan dapat digunakan dengan mencari sinonimnya.

b. Kepaduan Makna

Koherensi adalah kesatuan isi atau kepaduan maksud. Koherensi paragraf adalah kepaduan isi paragraf. Paragraf yang tidak menunjukkan adanya kepaduan isi dise-but paragraf yang tidak koheren. Untuk memenuhi tuntutan koherensi sebuah parag-raf, ada dua hal yang harus diperhatikan, yakni (a) kokohnya kalimat penjelas dalam menjelaskan gagasan utama, hal ini penting karena apabila ada kalimat penjelas ti-dak kokoh dalam menjelaskan kalimat topik, kepaduan isi paragraf akan terganggu atau paragraf tersebut menjadi tidak koheren. dan (b) logisnya urutan peristiwa, waktu, ruang atau tempat, dan proses. Sebuah paragraf kadang-kadang berisi uraian peristiwa, waktu, dan lain-lain itu harus tersusun sehingga terjadi kelogisan susun-an. Susunan yang logis ini akan membentuk kepaduan isi paragraf sehingga parag-raf mudah dipahami (Fuad, 2005: 117).

3. Keefektifan Kalimat

Kalimat yang benar dan jelas akan dengan mudah dipahami orang lain secara tepat. Kalimat yang demikian disebut kalimat efektif. Sebuah kalimat efektif haruslah me-miliki kemampuan untuk menimbulkan kembali gagasan-gagasan pada pikiran pen-dengar atau pembaca seperti apa yang terdapat pada pikiran penulis atau pembicara (Akhadiah, 1988: 116).

Kalimat efektif merupakan suatu jenis kalimat yang dapat memberikan efek tertentu yakni kejelasan informasi dalam komunikasi. Kalimat efektif adalah kalimat yang dapat mengungkapkan


(22)

gagasan pemakainya secara tepat dan dapat dipahami oleh pendengar atau pembaca secara tepat pula, kalau gagasan yang disampaikan sudah tepat, pendengar atau pembaca dapat memahami pikiran tersebut dengan mudah, je-las, dan lengkap seperti apa yang dimaksud oleh penulis atau pembicaranya. Akan tetapi, kadang-kadang harapan itu tidak tercapai karena ada sebagian lawan bicara atau pembaca tidak memahami apa maksud yang diucapkan atau yang dituliskan.

Menurut Keraf (1997:35) kalimat yang efektif memiliki kemampuan atau tenaga untuk menimbulkan kembali gagasan-gagasan pada pikiran pendengar atau pemba-ca identik dengan apa yang dipikirkan pembicara atau penulis. Disamping itu, kali-mat yang efektif selalu tetap berusaha agar gagasan pokok selalu mendapat tekanan atau penonjolan dalam pikiran pembaca atau pendengar.

Adapun syarat-syarat kalimat efektif yaitu: kesatuan gagasan, koherensi atau kepa-duan, penekanan, variasi, paralelisme, dan penalaran atau logika (Keraf, 1997: 36).

a. Kesatuan Gagasan

Setiap kalimat yang baik harus jelas memperlihatkan kesatuan gagasan, mengan-dung satu ide pokok. Kesatuan gagasan janganlah pula diartikan bahwa hanya ter-dapat suatu ide tunggal. Bisa terjadi bahwa kesatuan gagasan itu terbentuk dari dua gagasan pokok atau lebih. Secara praktis sebuah kesatuan gagasan diwakili oleh subjek, predikat, dan objek. Kesatuan yang diwakili oleh subjek, predikat, dan ob-jek itu dapat berbentuk kesatuan tunggal, kesatuan gabungan, kesatuan pilihan, dan kesatuan yang mengandung pertentangan.

Contoh: Kamu boleh menyusul saya ke tempat itu, atau tinggal saja di sini. b. Koherensi yang Baik dan Kompak


(23)

Koherensi atau kepaduan yang baik dan kompak adalah hubungan timbal balik yang baik dan jelas antara unsur-unsur (kata atau kelompok kata) yang membentuk kalimat itu. Kesalahan yang seringkali juga merusak koherensi adalah menem-patkan kata depan, kata penghubung yang tidak sesuai atau tidak pada tempatnya, penempatan keterangan aspek yang tidak sesuai dan sebagainya. Contoh: Interaksi antara perkembangan kepribadian dan perkembangan pengu-asaan bahasa menentukan bagi pola kepribadian yang sedang berkembang.

c. Penekanan

Inti pikiran yang terkandung dalam tiap kalimat (gagasan utama) harus dibedakan dari sebuah kata yang dipentingkan. Kata yang dipentingkan harus mendapat tekan-an dari unsur-unsur lain, biasanya diletakkan di awal kalimat.

Contoh: Harapan kami adalah agar soal ini dapat kita bicarakan lagi pada kesem-patan lain. d. Variasi

Pemakaian bentuk yang sama secara berlebihan akan menghambarkan selera pen-dengar atau pembaca. Sebab itu ada upaya lain yang bekerja berlawanan dengan re-petisi yaitu variasi. Variasi tidak lain daripada menganekaragamkan bentukbentuk bahasa agar tetap terpelihara minat dan perhatian orang.

Contoh: Dari renungan itulah penyair menemukan suatu makna, suatu realitas yang baru, suatu kebenaran yang menjadi ide sentral yang menjiwai seluruh puisi (BKI). Pengertian makna, realitas yang baru dan kebenaran merupakan hal yang sama diperoleh penyair dalam renungannya itu. e. Paralelisme


(24)

Kalimat efektif harus memiliki paralelisme atau kesejajaran bentuk yang dapat memberikan kejelasan dalam unsur gramatikal dengan mempertahankan bagian-bagian yang sederajat dalam konstruksi sama.

Contoh: Mereorganisir administrasi departemen-departemen, menghentikan pem-borosan dan penyelewengan-penyelewengan, serta memobilisirkan potensi nasio-nal, merupakan masalah pokok yang meminta perhatian pemerintah kita.

f. Penalaran atau Logika

Kalimat efektif tidak hanya memperhatikan struktur gramatikal tetapi juga segi pe-nalaran atau logika. Ini berarti kalimat-kalimat yang ditulis harus dapat dipertang-gungjawabkan dari segi akal sehat. Tulisan yang jelas dan benar struktur gramati-kalnya. Namun, penyatuannya menimbulkan hal yang tidak bisa diterima akal. Contoh: Dia mengatakan pada saya bahwa ia akan datang, tetapi anjing itu tidak mau mengikuti perintah pemburuh itu.

4. Ketepatan Memilih Kata/Diksi

Dalam memilih kata terdapat dua persyaratan pokok yang harus diperhatikan yaitu ketepatan dan kesesuaian. Persyaratan ketetapan menyangkut makna, aspek logika kata-kata, kata yang dipilih harus secara tepat mengungkapkan pengertian yang akan disampaikan. Persyaratan kesesuaian menyangkut kecocokan antara kata yang digunakan dengan situasi/kesempatan dan keadaan pembaca. Jadi menyangkut ke-cocokan antara kata yang digunakan dengan situasi/kesempatan dan keadaan pem-baca (Akhadiah, 1988: 83).

Dalam memilih kata yang tepat untuk menyampaikan gagasan, terutama melalui tu-lisan merupakan suatu pekerjaan yang cukup sulit, karena dalam menulis suatu ka-rangan apabila antara


(25)

penulis dan pembaca salah mengartikan pemahaman katakata, maka penggunaan kata yang dipakai tersebut bisa salah paham (Akhadiah, 1988: 83).

Berikut syarat-syarat kesesuaian diksi, antara lain sebagai berikut. a) Menggunakan kosa kata secara bervariasi,

Menggunakan kosa kata secara bervariasi akan terlihat lebih menarik minat para pembaca, agar mereka tidak merasa jenuh atau bosan ketika membaca suatu bahan bacaan.

b) Menggunakan kelompok-kelompok kata atau pemakaian kata secara tepat

pilihan kata atau kelompok kata tidak hanya mempersoalkan pemakaian kete-patan kata saja, tetapi juga mempersoalkan apakah kata yang dipilih itu dapat diterima dalam situasi yang aman atau malah merusak suasana yang ada. Sua-tu kata yang tepat untuk menyatakan suatu maksud tertentu, belum tentu dapat diterima oleh pendengar.

c) Adanya kejelasan dalam pengelompokan makna

pengelompokan makna memang harus jelas, agar pembaca tidak bingung da-lam membaca suatu bacaan dan pengelompokan makna tersebuttidak bersifat ambigu.

5. Ketepatan Penggunaan Ejaan

Ejaan adalah seperangkat aturan tentang cara menuliskan bahasa dengan menggu-nakan huruf, kata, dan tanda baca sebagai sarananya. Ejaan merupakan kaidah yang harus dipatuhi oleh pemakai bahasa demi keteraturan dan keseragaman bentuk. Ejaan yang berlaku sekarang dinamakan Ejaan yang Disempurnakan (EYD). Ini berarti ejaan memegang peranan penting dalam karangan. Oleh karena itu, agar tu-lisan kita mengikuti kaidah penulisan yang benar, dalam membuat karangan kita ha-rus berpedoman kepada Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempur-nakan (PUED). Hal yang tercakup dalam penggunaan ejaan adalah pemakaian hu-ruf, penulisan huruf, penulisan kata, penulisan unsur serapan, dan pemakaian tanda baca (Finoza, 2009: 15-20). Ejaan


(26)

yang akan diteliti dalam penelitian ini meliputi penulisan huruf, penulisan kata, dan pemakaian tanda baca.

1.Pemakaian Huruf Kapital

Penulisan teks pidato perlu diperhatikan dalam pemakaian huruf kapital. Dalam hal ini aturan pemakaian huruf kapital diuraikan secara rinci sebagai berikut.

a. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata pada awal kalimat. Misalnya : Presiden SBY tiba di Jakarta.

b. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama petikan langsung. Misalnya : “Besok aku akan pergi “ kata Yati.

Ayah berpesan “Janganlah engkau berbohong”

c. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama dalam ungkapan yang berhubungan dengan Tuhan dan kitab suci termasuk kata ganti Tuhan.

Misalnya : Allah, Yang Maha Penyayang,Injil, Hindu

d. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama gelar kehormatan, keturunan, dan keagamaan yang diikuti nama orang.

Misalnya : Nabi Muhammad, Sultan Agung, Haji Sudirman

e. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama jabatan, dan pangkat yang diikuti nama orang atau yang dipakai sebagai pengganti nama orang tertentu, nama orang, nama instansi, nama tempat.

Misalnya : Wakil Presiden Yusuf Kala, Perdana Menteri Malaysia f. Huruf kapital dipakai huruf pertama unsur-unsur nama orang.


(27)

g. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama bangsa, hari raya, dan bahasa. Misalnya : bangsa Persia, suku Lampung

h. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama tahun, bulan, hari raya, dan peristiwa sejarah.

Misalnya : bulan Januari, Perang Padri

i. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama geografi. Misalnya : Lembah Hijau, Way Kambas, Bumi Kedaton

j. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama semua unsur nama negara, lembaga pemerintahan dan ketatanegaraan, serta semua nama dokumen resmi.

Misalnya : Badan Pemeriksa Keuangan, Komisi Pemilihan Umum

k. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama setiap unsur bentuk lembaga ulang sempurna yang terdapat pada nama badan, lembaga pemerintahan dan ketatanegaraan, serta dokumen resmi.

Misalnya : Undang-Undang Perlindungan Anak, Rancangan Undang-Undang Pornografi l. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama semua kata didalam nama buku, majalah, surat

kabar dan judul karangan kecuali kata seperti di, ke, dari, dan, yang, untuk, yang tidak terletak pada posisi awal.

Misalnya : Saya telah membaca Novel Ketika Cinta Bertasbih.

m. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur singkatan nama gelar, pangkat dan sapaan. Misalnya : S.H. sarjana hukum

S.T. sarjana teknik

n. Huruf kapital sebagai huruf kata petunjuk hubungan kekerabatan seperti bapak, ibu, saudara, kakak, adik, dan paman yang dipakai dalam penyapaan dan pengacuan.


(28)

Misalnya : “ kapan mulai ujian Pak?” Tanya joko.

o. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata ganti Anda. Misalnya : Sudahkah Anda membayar pajak?

2. Penulisan Kata

Dalam penulisan teks pidato perlu diperhatikan penulisan kata diantaranya kata dasar, kata turunan, kata ulang, gabungan kata, singkatan dan akronim.

a. Kata Dasar

Kata yang berupa kata dasar ditulis sebagai satu kesatuan. Contoh : 1. Ibu tiba dari Bandung.

2. Taman ini sangat indah. b. Kata Turunan

1. Imbuhan (awalan, sisipan, akhiran) ditulis serangkai dengan kata dasarnya. Misalnya : keindahan, memiliki, penerbangan

2. Jika bentuk dasar berupa gabungan kata, awalan atau akhiran ditulis serangkai dengan kata yang langsung mengikuti atau mendahuluinya.

Misalnya : beterima kasih, menganak sungai

3. Jika bentuk dasar yang berupa gabungan kata mendapat awalan dan akhiran sekaligus, unsur gabungan kata itu ditulis serangkai.

Misalnya : menggarisbawahi, menyebarluaskan

4. Jika salah satu unsur gabungan kata hanya dipakai dalam kombinasi, gabungan kata itu ditulis serangkai.


(29)

a. Kata Ulang

Bentuk kata ulang ditulis secara lengkap dengan menggunakan tanda hubung. Misalnya : saudara-saudara, kenang-kenangan

b. Gabungan Kata

1. Gabungan kata yang lazim disebut kata majemuk, termasuk isilah khusus, unsur-unsurnya ditulis terpisah.

Misalnya : buah tangan, sapu tangan

2. Gabungan kata, termasuk istilah khusus, yang mungkin menimbulkan kesalahan pengertian dapat ditulis dengan tanda hubung untuk menegaskan pertalian unsur yang bersangkutan. Misalnya : pulang-pergi, timbul-tenggelam

3. Gabungan kata berikut ditulis serangkai. Misalnya : beacukai, swadaya

4. Kata ganti ku, kau, mu, dan nya

Kata ganti ku dan kau ditulis serangakai dengan kata uang mengikutinya; ku, mu dan nya ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya.

Misalnya : Untukmu yang sedang berjuang.

5. Kata depan di, ke, dan dari ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya kecuali di dalam gabungan kata yang sudah lazim dianggap sebagai satu kata seperti kepada dan daripada. Misalnya : Ke mana engkau pergi?

Hotel itu terletak di balik bukit. 6. Kata si dan sang


(30)

Misalnya : Sang kancil sedang melewati sungai. 7.Partikel

Partikel -lah, -kah, -tah ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya. Misalnya : Datanglah engkau esok!

Apakah engkau melihat ayah?

8. Partikel pun ditulis terpisah dari kata yang mendahuluinya. Misalnya : Apa pun yang terjadi esok.

9. Partikel per yang berarti ‘mulai’, ‘demi’, dan ‘tiap’ ditulis terpisah dari bagian kalimat yang mendahului atau mengikutinya.

Misalnya : Harga bensin Rp4500 per liter. e. Singkatan dan Akronim

1. Singkatan adalah bentuk yang dipendekkan yang terdiri atas satu huruf atau lebih.

a. Singkatan nama orang, nama gelar, sapaan, jabatan atau pangkat diiikuti dengan tanda titik. Misalnya : A. Burhanudin

b. Singkatan nama resmi lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, badan atau organisasi, serta nama dokumen resmi yang terdiri atas huruf awal kata ditulis dengan huruf kapital dan tidak diikuti dengan tanda titik.

Misalnya : SMP Sekolah Menengah Pertama MPR Majelis Permusyawaratan Rakyat

2. Singkatan umum yang terdiri atas tiga huruf atau lebih diikuti satu tanda titik. Misalnya : dll. dan lain-lain


(31)

3. Akronim adalah singkatan yang berupa gabungan huruf awal, gabungan suku kata ataupun gabungan huruf dan suku kata dari deret kata yang diberlakukan sebagai kata.

a. Akronim nama diri yang berupa gabungan huruf awal dari deret kata ditulis seluruhnya dengan huruf kapital.

Misalnya : ABRI Angkatan Bersenjata Republik Indonesia LAN Lembaga Administrasi Negara

b. Akronim nama diri yang berupa suku kata atau gabungan huruf awal dan suku kata dari deret kata ditulis dengan huruf awal huruf kapital.

Misalnya : Unila Universitas Lampung 3. Pemakaian Tanda Baca

Dalam penulisan narasi terdapat pemakaian tanda baca yang harus diperhatikan diantaranya pemakaian tanda titik, tanda koma, dan tanda seru.

1. Tanda Titik (.)

a. Tanda titik dipakai pada akhir kalimat yang bukan pertanyaan atau seruan. Contoh : Pamanku pergi ke kantor.

b.Tanda titik dipakai di belakang angka atau huruf dalam satu bagan, ikhtisar, atau daftar. Contoh : III. Departemen Pendidikan Nasional

c. Tanda titik dipakai untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik yang menunjukkan waktu. Contoh : pukul 2.05.20 (pukul 2 lewat 5 menit 20 detik)

d. Tanda Titik dipakai untuk memisahkan jam, menit, dan detik yang menunjukkan jangka waktu.


(32)

e. Tanda titik dipakai antara nama penulis, judul tulisan, yang tidak berakhir dengan tanda tanya dan tanda seru, dan tempat terbit dalam daftar pustaka.

Contoh : Ali, Muhammad. 1985. Penelitian Pendidikan. Bandung : Angkasa f. Tanda titik dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan atau kelipatannya. Contoh : Balita kekurangan gizi di Indonesia berjumlah 1.021 orang.

g. Tanda titik tidak dipakai pada akhir judul yang merupakan kepala karangan atau kepala ilustrasi, tabel, dan sebagainya.

Contoh : Ayat-Ayat Cinta

h. Tanda titik tidak dipakai dibelakang (1) alamat pengiriman tanggal surat, (2) Nama dan alat pengirim surat.

Contoh : Jalan Soemantri Brojonegoro 1 2. Tanda Koma (,)

a. Tanda koma dipakai di antara unsur-unsur dalam suatu perincianatau pembilang. Contoh : Saya membutuhkan pensil, penghapus, dan mistar.

b. Tanda koma digunakan untuk memisahkan anak kalimat dan induk kalimat. Jika anak kalimat itu mengiringi induk kalimatnya.

Contoh : Ketika ayah datang, nenek sedang tidur.

c. Tanda koma dipakai di belakang kata atau ungkapan penghubung antar kalimat yang terdapat pada awal kalimat

Contoh : …Lagi pula, hujan telah reda.

d. Tanda koma digunakan untuk memisahkan kata seperti o, ya, wah, aduh, kasihan. Contoh : Wah, cantik sekali putrimu!


(33)

e. Tanda koma dipakai antara (1) nama dan alamat, (2) bagian-bagian alamat, (3) tempat dan tanggal, dan (4) nama dan wilayah atau negeri yang ditulis berurutan.

Contoh : BandarLampung, 23 Januari 2011

f. Tanda koma digunakan untuk menceraikan bagian nama yang dibalik susunannyadalam daftar pustaka.

Contoh : Keraf, Gorys. 1997. Komposisi. Nusa Indah: Ende Flores.

g. Tanda koma dipakai diantara nama orang dan gelar akedemik yang mengikutinya untuk membedakan diri dari singkatan nama diri, keluarga, atau marga.

Contoh : Solihin, S.T.

h. Tanda koma dipakai di muka angka persepuluh atau di antara rupiah dan sen yang dinyatakan dengan angka.

Contoh : 12,5 liter.

i. Tanda koma dipakai untuk mengapit keterangan tambahan yang sifatnya untuk membatasi. Contoh : Teman saya, Ayu pintar sekali.

j. Tanda koma dipakai untuk menghindari salah baca dibelakang keterangan yang terdapat pada awal kalimat.

Contoh : Atas bantuan Ayu, Yuni mengucapkan terima kasih.

k.Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain yang mengiringinya dalam kalimat, jika petikan itu berakhir dengan tanda Tanya atau tanda seru. Contoh : “Kapan engkau akan kemari?” Tanya paman.

3. Tanda Seru (!)

Tanda seru dipakai sesudah ungkapan atau pernyataan yang berupa seruan atau perintah yang menggambarkan kesungguhan ketidakpercayaan, ataupun rasa emosi yang kuat.


(34)

Contoh : Buka pintu itu sekarang!

Dari beberapa ciri-ciri tersebut, indikator penilaian yang akan diteliti dibatasi pada kepaduan paragaraf, keefektifan kalimat, penggunaan ejaan, dan komponen struktur narasi. Struktur narasi dibutuhkan dalam indikator ini karena komponen struktur narasi merupakan bagian yang penting dalam menulis narasi sehingga dalam penelitian ini tidak hanya mementingkan aspek kebahasaan saja meliputi kepaduan paragraf, keefektifan kalimat, penggunaan ejaan tetapi komponen struktur narasi juga harus diperhatikan.

2.2.5Jenis-Jenis Karangan

Ditinjau dari cara pengembangannya, karangan dapat dibedakan menjadi empat, yaitu (1) narasi, (2) eksposisi, (3) argumentasi, (4) deskripsi (Parera, 1984 : 3). Pen-dapat lain menyatakan bahwa karangan dapat dibedakan menjadi enam jenis, yaitu (1) deskripsi (pelukisan), (2) eksopissi (pemaparan), (3) argumentasi (pembahasan), (4) persuasi (pembujukan), (5) narasi (pengisahan), dan (6) campuran/kombinasi (Finoza, 2009 : 238).

Dari dua pendapat diatas, penulis mengacu pada pendapat Finoza yang menyatakan bahwa terdapat enam jenis karangan, yaitu (1) deskripsi (pelukisan), (2) eksopisi (pemaparan), (3) argumentasi (pembahasan), (4) persuasi (pembujukan), (5) narasi (pengisahan), dan (6) campuran/kombinasi. 2.3 Narasi

Narasi (berasal dari narration = bercerita) adalah suatu bentuk tulisan yang berusa-ha menciptakan, mengisahkan, merangkaikan tindak-tanduk, perbuatan manusia da-lam sebuah peristiwa secara kronologis atau yang berlangsung dalam suatu kesatu-an waktu (Finoza, 2009: 244). Sejalan dengan pendapat di atas, Keraf (2003: 136) mengemukakan bahwa narasi adalah


(35)

suatu bentuk wacana yang sasaran utamanya adalah tindak- tanduk yang dijalin dan dirangkaikan menjadi sebuah peristiwa yang terjadi dalam kesatuan waktu. Karangan narasi (cerita) adalah karangan yang men-ceritakan satu atau beberapa kejadian dan bagaimana berlangsungnya peristiwa-peristiwa tersebut. Rangkaian atau peristiwa ini biasannya disusun menurut urutan waktu atau secara kronologis (Widagdho,1994: 106). Narasi adalah ragam wacana yang menceritakan proses kejadian suatu peristiwa. Sasarannya adalah memberikan gambaran yang sejelas-jelasnya kepada pembaca mengenai fase, langkah, urutan atau rangkaian terjadinya sesuatu hal (Suparno, 2009: 1.11).

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan, secara sederhana narasi merupakan cerita. Pada narasi terdapat peristiwa atau kejadian dalam suatu urutan waktu. Di dalam kejadian itu ada pula tokoh yang menghadapi suatu konflik.Dalam menulis, penulis dituntut mampu membedakan antara narasi dan deskripsi. Narasi memunyai kesamaan dengan deskripsi, yang membedakannya adalah narasi me-ngandung imajinasi dan peristiwa atau pengalaman lebih ditekankan pada urutan kronologis, sedangkan deskripsi, unsur imajinasinya terbatas pada penekanan orga-nisasi penyampaian pada susunan ruang sebagai mana yang diamati, dirasakan, dan didengar. Oleh karena itu, penulis perlu memperhatikan unsur latar, baik unsur wak-tu maupun unsur tempat. Dengan kata lain, pengertian narasi itu mencakup dua un-sur, yaitu perbuatan dan tindakan yang terjadi dalam suatu rangkaian waktu.

2.3.1Kriteria Karangan Narasi

Setiap karangan mempunyai ciri tertentu. Adapun kriterianarasi yang baik, yaitu: 1) berupa cerita tentang pengalaman manusia;


(36)

2) kejadian atau peristiwa yang disampaikan dapat berupa peristiwa atau kejadian yang benar-benar terjadi, dapat pula berupa semata-semata imajinasi, atau ga-bungan keduanya;

3) bedasarkan konflik karena tanpa konflik biasanya narasi tidak menarik;

4) memiliki nilai estetika karena isi dan cara penyampainya bersifat sastra, khusus-nya narasi berbentuk fiksi;

5) menekankan susunan kronologis (catatan: deskripsi menekankan susunan ruang); 6) biasanya memiliki dialog.

Selain dari itu, Keraf (2003 : 133 ) juga mengatakan bahwa narasi dibagi atas dua jenis, yaitu narasi informatif yang sering disebut pula narasi ekspositoris, yang pada dasarnya berkencenderungan sebagai bentuk ekposisi yang berkecenderungan me-maparkan informasi dengan bahasa yang lugas dan konfliknya tidak terlalu kelihat-an. Kedua narasi artistik, narasi ini umumnya berupa cerpen atau novel.Keraf (2003:136) mengemukakan ada beberapa ciri karangan narasi yang dapat membe-dakannya dengan karangan lain, yakni:

a. adanya perbuatan atau tindakan yang terjadi dalam suatu rangkaian waktu, b. mengisahkan suatu kehidupan yang dinamis dalam suatu rangkaian waktu.

Selain itu, Suparno (2006: 4.32) mengemukakan bahwa narasi mengandung unsur utama berupa unsur perbuatan dan waktu. Keduanya terjalin dalam satu keutuhan tempat dan waktu. Hal yang penting dalam menulis narasi ialah:

1) walaupun khayal atau berimajinasi, kita tidak boleh sesuka hati menciptakan cerita. Tokoh harus bertindak wajar sesuai dengan watak dan kepribadian yang diberikan;

2) harus berlogika, kalau tidak, cerita akan kacau dan sukar dimengerti. 2.3.2 Pola Pengembangan Narasi


(37)

Tulisan narasi biasanya mempunyai pola (Alwasilah dan Alwasilah dalam Kuncoro, 2009: 78). Pola sederhana berupa awal peristiwa, tengah peristiwa, dan akhir peris-tiwa. Awal narasi biasanya berisi pengantar, yaitu memperkenalkan suasana dan to-koh. Bagian awal harus dibuat menarik agar dapat mengikat pembaca. Dengan kata lain bagian ini mempunyai fungsi khusus untuk memancing pembaca dan meng-giring pembaca pada kondisi ingin tahu kejadian selanjutnya. Bagian tengah merupakan bagian yang menjelaskan secara panjang lebar tentang peristiwa. Di bagian ini, penulis memunculkan suatu konflik. Kemudian, konflik tersebut diarahkan menuju klimaks cerita. Setelah konfik timbul dan mencapai kli-maks, secara berangsur-angsur cerita akan mereda. Bagian terakhir ini konfliknya mulai menuju ke arah tertentu.

Akhir cerita yang mereda ini memiliki cara pengungkapan bermacam-macam. Ada bagian diceritakan dengan panjang, ada yang singkat, ada pula yang berusaha menggantungkan akhir cerita dengan mempersilakan pembaca untuk menebaknya sendiri.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pengembangan tulisan de-ngan teknik narasi dilakukan dengan mengemukakan rangkaian peristiwa yang ter-jadi secara kronologis. Dalam karangan ini, bagian-bagian karangan disajikan se-suai dengan kejadian dalam waktu tertentu. Bagian pertama menyajikan kejadian satu, kemudian disusul dengan kejadian kedua, menyajikan bagian kedua dan sete-rusnya.

2.3.3 Struktur Narasi

Struktur sebuah narasi dapat dilihat dari bermacam-macam penglihatan. Sesuatu di-katakan mempunyai struktur, bila ia terdiri dari bagian-bagian yang secara fungsi-onal berhubungan satu sama lain. Struktur narasi dapat dilihat dari komponen-kom-ponen yang membentuknya.


(38)

Komponen-komponen itu adalah (a) alur, (b) latar, (c) tindak-tanduk atau perbuatan, (d) karakter dan karakterisasi, dan (e) sudut pandang (Keraf, 2003:145).

a. Alur

Alur merupakan interrelasi fungsional antara unsur-unsur narasi yang timbul dari tindak-tanduk, karakter, suasana hati (pikiran) dan sudut pandang, serta ditandai oleh klimaks-klimaks dalam rangkaian tindak-tanduk itu, yang sekaligus menandai urutan bagian-bagian dalam keseluruhan narasi. Alur merupakan kerangka dasar yang sangat penting dalam kisah, karena alur berfungsi untuk menggerakkan keja-dian cerita tersebut (Keraf, 2003:147). Sejalan dengan hal tersebut, sebuah cerita merupakan rangkaian peristiwa, dan peristiwa yang dirangkaian itu merupakan su-sunan dari kejadian-kejadian yang lebih kecil. Peristiwa-peristiwa itu dirangkaikan dalam suatu urutan yang logis memuat awal, isi, dan akhir cerita. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa rangkaian peristiwa-peristiwa cerita yang disusun secara logis dan kausalitas dinamakan alur atau plot (Zulfahnur, 1996: 27).

Berdasarkan fungsinya, alur dibagi atas:

a. alur utama: alur yang berisi cerita pokok, dibentuk oleh peristiwa pokok/utama.

b. alur bawahan: kejadian-kejadian kecil menunjang peristiwa-peristiwa pokok, sehingga cerita tambahan tersebut berfungsi sebagai ilustrasi alur utama.

Rangkaian peristiwa-peristiwa yang logis disusun dalam suatu struktur alur oleh

pengarangnya. Cerita rekaan mempunyai pola-pola tertentu umumnya digambarkan sebagai berikut: awal cerita: 1. Paparan (exposition), 2. Rangsangan (icing moment), 3. Gawaran (rising action), 4. Tikaian (conflict), tengah cerita meliputi: 5. Rumitan (complication), 6. Klimaks (climax), 7. Leraian (felling action), dan akhir cerita: 8. Selesaian (denoument).


(39)

b. Tindak-Tanduk atau Perbuatan

Hal yang membedakan karangan narasi dari deskripsi adalah aksi atau tindak-tan-duk. Tindak-tanduk atau perbuatan adalah segala tingkah laku yang dilakukan oleh tokoh-tokoh dalam sebuah narasi. Dalam arti sesuatu yang terjadi dalam sebuah ka-rangan narasi yang disusun secara berangkai dan berdasarkan urutan waktu atau kronologisnya. Tanpa rangkaian tindak-tanduk, maka sebuah narasi akan berubah menjadi deskripsi, karena semuanya dilihat dari keadaan statis. Rangkaian tindak-tanduk atau perbuatan menjadi landasan utama untuk menciptakan sifat dinamis pa-da sebuah narasi sehingga membuat kisah itu hidup (Keraf, 2003:156 ).

Perbuatan merupakan salah satu struktur yang membentuk narasi dan dapat ditinjau dari komponen-komponen perbuatan itu sendiri serta dari kaitannya dengan faktor-faktor lain. Struktur perbuatan dapat dianalisis atas komponen yang lebih kecil yang bersama-sama menciptakan perbuatan itu. Perbuatan itu sendiri memiliki struktur tindakan yang harus diungkap secara terperinci sehingga pembaca merasakan se-olah-olah mereka sendiri yang menyaksikannya. Selain itu, setiap perbuatan harus dijalin satu sama lain dalam suatu hubungan yang logis walaupun hal yang logis itu bersifat relatif. Hubungan yang logis antara tindak-tanduk dalan sebuah narasi akan lahir sebagai kausalitas, sebagai hubungan sebab akibat. Setiap perbuatan akan me-nimbulkan perbuatan lain sehingga terjadi rangkaian perbuatan dalam suatu arus ge-rak yang bersinambung sepanjang waktu.

c. Latar

Latar adalah lingkungan tempat peristiwa terjadi. Termasuk dalam latar ini adalah tempat atau ruang yang diamati, waktu, hari, tahun, musim, atau periode sejarah. Latar dapat digambarkan secara hidup dan terperinci, dapat pula digambarkan seca-ra sketsa, sesuai dengan fungsi dan perannya pada tindak-tanduk yang berlangsung. Latar atau setting meliputi tempat, waktu dan


(40)

suasana yang melatarbelakangi terja-dinya peristiwa dalam suatu cerita. Cerita yang baik harus memiliki seting yang me-nyatu dengan tema, watak atau pelaku, dan alur (Keraf, 2003: 148). Selain itu, latar merupakan unsur instrinsik lainnya yang penting dalam karya sastra karena setiap gerak tokoh-tokoh cerita yang menimbulkan peristiwa-peristiwa di da-lam cerita berlangsung dalam suatu tempat, ruang, suasana dan waktu tertentu. Agar cerita hidup dan mengesankan maka dalam menyajikan cerita pengarang haruslah dapat memilih latar yang tepat dan wajar sehingga cerita mantap, dan peristiwa-peristiwa dalam lingkungan latar mencerminkan sikap dan perilaku tokoh-tokoh cerita yang wajar pula (Zulfahnur, 1996: 36).

d. Sudut Pandang

Sudut pandang adalah posisi atau penempatan diri pengarang dalam ceritanya, atau dari mana ia melihat peristiwa-peristiwa yang terdapat dalam cerita. Sehubungan dengan sudut pandang, Keraf (2003:190-192) mengemukakan pendapatnya sebagai berikut.

Sudut pandang dalam sebuah narasi mempersoalkan bagaimana pertalian antara seorang yang mengisahkan narasi itu dengan tindak-tanduk yang ber-langsung dalam kisah itu. Orang yang membawakan pengisahan itu dapat bertindak sebagai pengamat (observer) saja, atau sebagai peserta (partici-pant) terhadap seluruh tindak-tanduk yang dikisahkan. Tujuan dari teknik sudut pandang yang terakhir ini adalah sebagai suatu pedoman atau panduan bagi pembaca mengenai perbuatan atau tindak-tanduk karakter dalam suatu pengisahan. Secara singkat dapat dikatakan bahwa sudut pandang dalam na-rasi mempersoalkan: siapakah narator dalam narasi itu, dan apa atau bagai-mana relasinya dengan seluruh proses tindak-tanduk karakter-karakter da-lam narasi.

Jadi, sudut pandang dalam narasi berfungsi menyatakan bagaimana fungsi seorang pengisah (narator) dalam sebuah narasi, apakah ia mengambil ba-gian langsungdalam seluruh rangkaian kejadian (yaitu sebagai partici-pant), atau sebagai pengamat (observer) dari seluruh aksi atau tindak-tanduk dalam narasi.

Sudut pandang dalam hubungan dengan narasi ini, yaitu cara seorang pengarang melihat seluruh tindak-tanduk dalam suatu narasi. Sudut pandang dapat dibagi lagi atas dua pola utama yaitu (1) sudut pandang orang pertama dan (2) sudut pandang orang ketiga (Keraf, 2003:193).


(41)

Selain itu, sudut pandang dapat diartikan, tempat pengarang di dalam cerita dalam ia mengisahkan ceritanya. Sudut pandang mengacu pada posisi pengarang/penceri-ta, apakah ia ada di dalam cerita atau di luar cerita. Oleh karena itu, dalam karya fiksi, pembaca dapat menikmati berbagai cerita yang berbeda dengan tokoh-tokoh cerita yang berbeda pula. Ada novel atau cerita yang menggunakan tokoh “aku” atau “saya”, dan novel atau cerita yang menampilkan tokoh dengan memakai nama orang atau pun orang ketiga. Hal ini terjadi karena dalam menuturkan kisahnya itu pengarang menduduki posisi atau tempat tersendiri di dalam cerita, dan pada cerita yang lain ia berada di luar cerita sebagai pengamat. Jadi mengarang sebagai pence-rita membawakan kisahnya itu dari sudut pandangan sendiri. Pencerita yang berbe-da posisinya memiliki sudut pandang yang berbeda pula dan menghasilkan kisahan yang berbeda pula (Zulfahnur, 1967: 35).

e. Karakter dan Karakterisasi

Sehubungan dengan karakter dan karakteristik, (Keraf, 2003: 164) mengemukakan hal berikut. Karakter-karakter adalah tokoh-tokoh dalam sebuah narasi dan karakterisasi adalah cara seorang penulis mengisahkan atau menggambarkan tokoh-to-kohnya. Perwatakan dalam pengisahan dapat diperoleh dengan usaha mem-beri gambaran tindak-tanduk dan ucapan-ucapan para tokohnya (pendukung karakter), sejalan tindak kata dan perbuatan. Motivasi para tokoh itu dapat dipercaya atau tidak diukur melalui tindak-tanduk, ucapan, kebiasaan, dan sebagainya. Dalam bertindak mereka harus memberikan reaksi-reaksi kepa-da lingkungan yang dimasukinya, apakah nilai reaksi itu dominan atau me-nyimpang dari karakter yang dominan tadi. Seorang tokoh yang telah dicip-takan oleh penulisnya untuk memiliki kepribadian sesuai dengan kerangka yang telah digariskan harus bertindak sesuai dengan kerangka tadi.

Penggambaran tokoh dalam cerita dilakukan melalui watak para tokohnya, baik secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung adalah de-ngan pelukisan tingkah laku dan perbuatan tokoh dengan pelukisan lahir, atau cara berpakaian dan gaya bicara tokoh cerita, sedangkan secara tidak langsung, pelukisan tokoh itu melalui percakapan para pelakunya atau tang-gapan pelaku lainnya terhadap suatu keadaan atau peristiwa, atau reaksi to-koh lain terhadap tokoh utama.

Gambaran mengenai karakter dan karakterisasi di atas dapat juga disimpulkan bah-wa karakter dan karakterisasi juga dicapai melalui tokoh atau karakter lain yang berinteraksi dalam pengisahan.


(42)

Penulis harus menetapkan apakah perlu mengguna-kan deskripsi untuk menyajikan karakter itu, atau menyerahkannya kepada karak-ter-karakter lain dalam narasi untuk membicarakan karakter tokoh lainnya.

Selain itu, Zulfahnur (1967: 28) mengemukakan bahwa dalam cerita fiksi, perwa-takan atau penokohan erat kaitannya dengan alur, sebab sebuah alur yang meyakin-kan terletak pada gambaran watak-watak yang mengambil bagian didalamnya, perwatakan diciptakan sesuai dengan alur tersebut. Peristiwa-peristiwa yang didu-kung oleh pelukisan watak tokoh dalam suatu rangkaian alur itu menceritakan manusia dengan berbagai persoalan, tantangan dan lain-lain dalam kehidupannya.

Cerita ini dapat ditelusuri dan diikuti pengembangannya lewat perwatakan tokoh-tokoh cerita atau penokohan cerita. “Penokohan” di sini berasal dari kata “tokoh” yang berarti pelaku. Karena yang dilukiskan mengenai watak-watak tokoh atau pe-laku cerita, maka disebut perwatakan atau penokohan. Dengan demikian, perwa-takan atau penokohan adalah pelukisan tokoh/pelaku cerita melalui sifat-sifat, sikap dan tingkah lakunya dalam cerita. Pengertian “tokoh” di atas berarti individu rekaan berwujud atau binatang yang mengalami peristiwa atau lakuan dalam cerita.

2.3.4 Langkah-Langkah Menulis Narasi

Agar hasil dalam menulis narasi yang baik maka perlu memerhatikan hal-hal beri-kut ini. a. Menentukan topik dan amanat yang akan disampaikan.

b. Menetapkan sasaran pembaca.

c. Merancang peristiwa-peristiwa utama yang akan ditampilkan dalam bentuk ske-ma alur yakni peristiwa apa saja yang akan dimunculkan, dan membagi peristiwa itu ke dalam bagian awal, perkembangan dan akhir.


(43)

d. Merinci peristiwa-peristiwa utama ke dalam detail peristiwa sebagai pendukung cerita yakni kejadian-kejadian penting dan menarik apa saja yang berkaitan dan mendukung peristiwa utama.

e. Menyusun tokoh dan penokohan, latar, dan sudut pandang. 2.3.5 Contoh dan Analisis Narasi

Aku adalah salah satu murid dari sekolah faforit di kotaku. Setiap hari, jad-walku di sekolah sangat padat. Bel masuk di sekolahku memang baru masuk pukul 07.00, tapi kubiasakan setiap hari untuk bangun pagi pukul 04.00 agar tidak tergesa-gesa. Setelah bangun, biasanya aku akan langsung mengambil air wudhu untuk shalat subuh. Tak lupa aku menata buku sesuai mata pelaja-ran hari ini. Kusempatkan juga mengecek beberapa buku kalau-kalau ada pe-kerjaan rumah yang belum kukerjakan. Setelah makan pagi dan mandi, yaitu sekitar pukul 06.15, aku langsung menuju ke sekolah. Aku biasa pergi ke se-kolah naik sepeda motor, kadang juga naik kendaraan umum. Pukul 06.30 aku sudah sampai di sekolah karena jarak rumahku dari sekolah tidak terlalu jauh hanya sekitar 10 km. Pelajaran di sekolah biasanya selesai pada pukul 14.00, namun di hari-hari tertentu kami harus mengikuti kegiatan pendalaman materi dan baru pulang pukul 16.00.

Paragraf di atas merupakan sebuah paragraf narasi dengan tema kegiatan sehari-hari. Jika diamati berdasarkan struktur narasi, paragraf narasi tersebut memiliki pa-ragraf yang padu, struktur narasi seperti alur, tindak-tanduk perbuatan, sudut pan-dang, latar, karakter dan karakterisasi sudah dikembangkan sesuai dengan tema. Se-lain itu, rangkaian peristiwa sudah diungkapkan secara kronologis dan tuntas. Pada struktur narasi alur, penulis sudah mampu merangkai cerita atau alur yang logis dan teratur, yakni memuat awal, isi cerita dan akhir cerita yang menandai narasi itu di-mulai dan kapan narasi itu berakhir. Begitu pula pada tindak tanduk perbuatan, pa-ragraf tersebut sudah menceritakan tingkah laku tokoh baik secara eksplisit maupun implisit.

Pada struktur latar dalam paragraf di atas, penulis mampu menjelaskan tempat atau waktu kejadian secara jelas dan terperinci sehingga cerita yang disajikan dapat dike-tahui dengan jelas. Paragraf di


(44)

atas juga menyebutkan tokoh secara langsung de-ngan baik sehingga pembaca dapat mendeskripsikan karakter dan karakterisasi to-koh dalam paragraf.

Paragraf di atas jika diamati berdasarkan penggunaan ejaan masih terdapat kesala-han pada penggunaan EYD, pemilihan kata dan kefektifan kalimat. Contohnya ke-salahan dalam penulisan kata (faforit) pada kalimat utama seharusnya ditulis (favo-rit). Selain itu, terdapat kesalahan penulisan kata pada kata (wudhu) seharusnya di-tulis wudu dan kata (shalat) seharusnya ditulis salat karena di dalam bahasa Indone-sia terdapat empat gabungan huruf yang melambangkan konsonan, yaitu, /kh/, /ng/, /ny/, dan /sy/, sedangkan /dh/ dan /sh/ tidak termasuk gabungan huruf konsonan ba-hasa Indonesia.

Untuk ketidakefektifan kalimat dapat dilihat pada kalimat (Bel masuk di sekolahku memang baru masukpukul 07.00, tapi kubiasakan setiap hari untuk bangun pagi pukul 04.00 agar tidak tergesa-gesa). Kalimat tersebut akan lebih efektif dan mu-dah dipahami pembaca apabila dihilangkan frasa (memang baru masuk) sehingga menjadi (Bel masuk di sekolahku pukul 07.00). Begitu juga dengan kalimat (Pela-jaran di sekolah biasanya selesai pada pukul 14.00) agar efektif kalimat tersebut dapat diubah (Pelajaran di sekolah biasanya selesai pukul 14.00) dengan menghi-langkan kata depan (pada) dalam kalimat tersebut.

Selain itu jika diamati, paragraf di atas memperlihatkan suatu kepaduan hubungan yang cukup baik antarkalimat. Bisa dilihat dari hubungan satu kalimat dengan kali-mat lain tidak terpisah-pisah, melainkan kalimat-kalimat tersebut membentuk suatu paragraf yang padu. Selain itu, kelengkapan dalam paragraf tersebut juga sudah cu-kup baik bisa dilihat dari pengembangan paragraf yang bermula dengan gagasan da-sar diungkapkan dengan kalimat topik dan gagasan pengembang diungkapkan da-lam kalimat-kalimat pengembang. Secara keseluruhan, dapat disimpulkan bahwa


(45)

penulis dalam paragraf tersebut sudah cukup baik dalam membuat paragraf narasi meliputi struktur narasi maupun kebahasaan.

2.4 Definisi Konseptual

Kemampuan menulis narasi adalah kesanggupan seseorang menyampaikan pesan (komunikasi) yang diturunkan dalam lambang-lambang grafik yang menggambar-kan suatu bahasa dalam tulisan yang jelas runtut, ekspresif, enak dibaca dan dipa-hami orang lain dalam bentuk rangkaian peristiwa yang terjadi dalam kesatuan waktudengan memerhatikan indikator komponen struktur narasi, kepaduan parag-raf, keefektifan kalimat, dan penggunaan ejaan.

2.5 Definisi Operasional

Kemampuan menulis narasi dalam penelitian ini adalah kemampuan siswa kelas X SMA Negeri 1 Gedongtataan dalam menulis narasi yang tergolong dalam kategori cukup, dengan nilai rata-rata yang diperoleh 64,8%. Hal tersebut dilihat dari bebe-rapa indikator penilaian, meliputi indikator komponen struktur narasi dengan nilai rata-rata 81,3%, kepaduan paragraf dengan nilai rata-rata 79,2%, keefektifan kali-mat dengan nilai rata 62,7%, dan penggunaan ejaan dengan nilai rata-rata 39%.

Jadi kemampuan menulis narasi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kesang-gupan siswa kelas X SMA Negeri 1 Gedongtataan dalam menulis narasi dengan memperhatikan indikator komponen struktur narasi, kepaduan paragraf, keefektifan kalimat dan penggunaan ejaan tergolong dalam kategori cukupdengan nilai rata-rata 64,8.


(46)

(47)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah dimaksudkan untuk meningkatkan kete-rampilan dan kemahiran berbahasa siswa. Keterampilan berbahasa memiliki empat komponen penting yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain, yaitu keterampilan menyimak, membaca, berbicara, dan menulis. Apabila menguasai keempat kete-rampilan tersebut, diharapkan seseorang dapat mengenal dirinya, mengemukakan gagasan dan perasaan secara lisan dan tertulis, berpartisipasi dalam masyarakat, menemukan serta menggunakan kemampuan analitis dan imaginatif yang ada da-lam dirinya. Salah satu cara untuk dapat meningkatkan kemampuan berbahasa sese-orang adalah melalui kegiatan menulis.

Menulis adalah keterampilan berbahasa yang dipergunakan untuk berkomunikasi secara tidak langsung (tatap muka) dengan orang lain. Menulis merupakan kegiatan yang produktif dan ekspresif (Tarigan, 1994: 3). Kemampuan menulis bukanlah ke-mampuan yang diwariskan secara turun-temurun, melainkan merupakan hasil pro-ses belajar mengajar dan ketekunan berlatih (Akhadiah, 1988: 143). Dari pendapat tersebut, terbukti bahwa keterampilan menulis merupakan kemampuan untuk menu-angkan ide, gagasan, dan perasaan yang dibangun tidak sekali jadi dan bukan fak-tor keturunan, melainkan keterampilan yang harus selalu diasah dan dimotivasi. Keterampilan ini tidak hanya diperoleh dengan jalan mempelajari teori tentang me-nulis saja, tetapi membutuhkan praktik dan latihan secara bertahap serta berlanjut. Oleh karena itu, keterampilan menulis merupakan keterampilan berbahasa yang kompleks, sehingga perlu untuk diteliti.


(48)

Menuangkan gagasan ke dalam bentuk tulisan tidaklah mudah karena kita dituntut untuk mampu menghubungkan kalimat dengan kalimat dalam kesatuan yang padu. Hubungan itu dinyatakan dengan kesatuan dan kepaduan yang diikat oleh penggu-naan bahasa yang baik dan benardalam kegiatan menulis atau mengarang. Ber-dasarkan fungsinya, karangan dapat dibedakan atas deskripsi, eksposisi, argu-mentasi, persuasi, narasi dan campuran (Finoza, 2009: 238). Jenis-jenis karangan tersebut terdapat dalam materi pelajaran Bahasa Indonesia yang diajarkan di SMA. Untuk itu, siswa dituntut untuk memiliki kemampuan membuat karangan sesuai dengan jenis dan pengembangannya.

Kegiatan menulis narasi merupakan salah satu ranah keterampilan menulis yang harus dilatihkan dan dikembangkan dalam diri setiap siswa. Narasi merupakan sua-tu bentuk wacana yang sasaran utamanya adalah tindak-tanduk yang dijalin dan di-rangkaikan menjadi sebuah peristiwa yang terjadi dalam suatu kesatuan waktu, atau merupakan suatu bentuk wacana yang berusaha menggambarkan dengan sejelas-jelasnya kepada pembaca suatu peristiwa yang telah terjadi (Keraf, 2003: 136).

Tujuan menulis narasi ada dua, yaitu (1) hendak memberikan informasi atau wawa-san dan memperluas pengetahuan pembaca (ekspositoris), dan (2) memberikan pe-ngalaman estetis kepada pembaca (sugestif), Suparno (2006: 4.32).Dalam menulis narasi, penulis harus menyusun peristiwa atau kejadian yang telah dikumpulkan se-hingga menjadi serangkaian peristiwa yang menarik. Dua hal yang harus diperhati-kan dalam menulis narasi ialah: (1) walaupun khayal atau berimajinasi, penulis ti-dak boleh sesuka hati menciptakan cerita, tokoh harus bertindak wajar sesuai de-ngan watak dan kepribadian yang diberikan; dan (2) harus berlogika agar mudah di-mengerti.


(49)

Salah satu materi pembelajaran Bahasa Indonesia di tingkat SMA yang terdapat da-lam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) khususnya kelas X, tercantum dalam standar kompetensi menulis, yakni (4) mengungkapkan informasi dalam berbagai bentuk paragraf (narasi, deskripsi, eksposisi), dengan kompetensi(4.1) menulis gagasan dengan menggunakan pola urutan waktu dan tempat dalam bentuk paragraf naratif. Oleh karena itu, penulis ingin mengetahui kemampuan siswa da-lam menulis narasi dan penelitian tersebut akan dilaksanakan di SMA Negeri 1 Ge-dongtataan. Pemilihan SMAN 1 Gedongtataan sebagai tempat penelitian didasari atas pertim-bangan, yaitu (1) siswa kelas X SMAN 1 Gedongtataan telah mendapat pembelaja-ran menulis paragraf narasi sesuai dengan kurikulum yang berlaku, (2) SMAN 1 Gedongtataan merupakan salah satu Rintisan Sekolah Berstandar Internasional (RSBI) sehingga seluruh perangkat sekolah khususnya siswa harus memiliki kete-rampilan yang memadai. Salah satu keterampilan yang harus dikuasai adalah kete-rampilan menulis. Dengan adanya keterampilan menulis narasi menjadi sarana un-tuk mengembangkan dan melatih keterampilan menulis siswa.

Penelitian yang berkaitan dengan menulis narasi sudah pernah dilakukan oleh Hestiana (2009) dengan judul skripsi “Kemampuan Menulis Karangan Narasi Menggunakan Media Lirik Lagu Potret Berjudul Bunda Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Kota Gajah Lampung Tengah Tahun Pelajaran 2007/2008”. Berdasarkan hasil penelitian tersebut diketahui bahwa kemampuan siswa kelas X SMA Negeri 1 Kota Gajah Lampung Tengah dalam membuat narasi adalah sebesar 76,1% atau da-lam kategori baik.

Adapun subjek penelitian Hestianaadalah siswa kelas X SMA Negeri 1 Kota Gajah Lampung Tengah, sedangkan subjek penelitian yang digunakan oleh penulis adalah siswa kelas X SMA Negeri 1 Gedongtataan. Selain itu, objek penelitian Hestiana adalah menulis narasi menggunakan


(50)

media lirik lagu berjudul “Bunda” karya Pot-ret, sedangkan objek penelitian yang akan dilakukan penulis tidak menggunakan media lirik lagu melainkan hanya kemampuan menulis narasi. Berdasarkan sumber yang disebutkan di atas, penulis ingin mengetahui bagaimanakah kemampuan menulis narasi pada siswa kelas X SMA Negeri 1 Gedongtataan.

Berdasarkan uraian di atas, penulis mengadakan penelitian tentang kemampuan menulis narasi pada siswa kelas X SMA Negeri 1 Gedongtatan tahun pelajaran 2011/2012.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimanakah kemampuan menulis narasi siswa kelas X SMA Negeri 1 Gedongtataan tahun pelajaran 2011/2012.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan kemampuan menulisnarasi siswa kelas X SMA Negeri 1 Gedongtataan tahun pelajaran 2011/2012.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan berguna baik secara teoretis maupun praktis. Ada-pun kegunaan penelitian ini, sebagai berikut.

1. Manfaat Teoretis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah atau memperkaya kajian tentang menulispada siswa, khususnya kemampuan menulis narasi.

2. Manfaat Praktis

a. Penulis, sebagai salah satu bahan acuan untuk memberikan materi pelajaran kepada siswa atau calon guru, khususnya tentang menulis narasi.


(51)

b. Guru mata pelajaran Bahasa Indonesia di SMA Negeri 1 Gedongtataan, memberi informasi atau gambaran tentang kemampuan siswanya dalam menulis narasi.

c. Pembaca dan siswa, menambah pengetahuan dan wawasan tentang keterampilan menulis narasi.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Subjek penelitian adalah siswa kelas X SMA Negeri 1 Gedongtataan tahun pelajaran 2011/2012.

2. Objek penelitian ini adalah kemampuan siswa menulis narasi siswa kelas X SMA Negeri 1 Gedongtataan tahun pelajaran 2011/2012.

3. Tempat penelitian: SMA Negeri 1 Gedongtataan. 4. Waktu penelitian: tahun pelajaran 2011/2012.


(52)

III. METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penilitian

Desain penelitian ini menggunakan desain deskriptif. Desain ini sesuai dengan tuju-an penelitian yaitu mendeskripsikan kemampuan menulis narasi siswa kelas X SMA Negeri 1 Gedongtataan tahun pelajaran 2011/2012. Desain deskripsi adalah prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan atau melukis-kan keadaan subjek/objek penelitian pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya (Nawawi, 2001:63).

3.2 Populasi Penelitian

Populasi adalah seluruh subjek penelitian. Populasi dalam penelitian ini adalah selu-ruh siswa kelas X SMA Negeri 1 Gedongtataan tahun pelajaran 2011/2012. Popu-lasi tersebut berjumlah 202 siswa yang tersebar dalam tujuh kelas dengan rincian tabel sebagai berikut.

Tabel 3.2Daftar Populasi Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Gedongtataan .Tahun Pelajaran 2011/2012

Kelas Jumlah Populasi

X 1 X 2 X 3 X 4 X 5 X 6 X 7 31 29 32 31 32 30 17

Jumlah 202

3.3 Sampel Penelitian

Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti (Arikunto, 2010: 174). Sampel tersebut hanya beberapa persen dari jumlah populasi. Apabila populasi lebih dari 100, maka sampel diambil 10%-15% atau 20%-25% dari jumlah popu-lasi. Hal ini untuk mempermudah


(53)

perhitungan, dengan demikian peneliti meng-ambil sampel sebesar 15% dari jumlah populasi yaitu 30 sampel. Distribusi sam-pel penelitian pada siswa kelas siswa kelas X SMA Negeri 1 Gedongtataan tahun pelajaran 2011/2012 dipaparkan dalam tabel berikut. Jumlah sampel tersebut dapat dilihat sebagai berikut ini.

Tabel 3.3 Penghitungan Sampel dari Jumlah Siswa Kelas X SMA Negeri . ..1 Gedongtataan Tahun Pelajaran 2011/2012

No. Kelas Jumlah Siswa 15% dari

Jumlah Siswa Sampel yang Ditetapkan

1. X 1 31 4.6 5

2. X 2 29 4.3 4

3. X 3 32 4.8 5

4. X 4 31 4.6 5

5. X 5 32 4.8 5

6. X 6 30 4.5 4

7. X 7 17 2.5 2

Jumlah 202 30

Pengambilan sampel untuk masing-masing kelas dilakukan secara acak dengan tek-nik undian. Langkah-langkah penyampelan dengan teknik undian adalah sebagai berikut.

1. Membuat daftar nama semua objek penelitian menjadi populasi penelitian dan memberikan kode nomor urut masing-masing subjek penelitian.

2. Memberi kode nomor urut yang ditulis pada kertas kecil dan digulung rapi.

3. Memasukkan gulungan kertas ke dalam kotak kemudian mengocok kotak tersebut dan mengambil satu per satu gulungan kertas sesuai dengan jumlah sampel yang dibutuhkan pada setiap kelasnya.

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data pada penelitian ini adalah teknik tes. Jenis tes yang digunakan yaitu tes tertulis dalam bentuk pemberian tugas, yaitu siswa diberi tugas menulis


(54)

narasi dengan alokasi waktu 2 jam pelajaran (90 menit). Indikator penilaian meliputi (1) komponen struktur narasi, (2) kepaduan paragraf, (3) keefektifan kalimat, dan (4) penggunaan ejaan.

Ketentuan penilaian yang digunakan untuk tes kemampuan menulis narasi ini yaitu 1-5, apabila siswa dapat menulis narasi dengan indikator komponen struktur narasi, keefektifan kalimat dan penggunaan ejaan dengan baik akan mendapat skor 5. Na-mun, untuk indikator kepaduan paragraf ketentuan nilai yang digunakan adalah 1-4, apabila siswa dapat menulis narasi dengan kepaduan paragraf yang baik akan men-dapat skor 4. Penetuan skor antarindikator yang satu dengan yang lain dipertim-bangkan sesuai dengan kebutuhanindikator yang akan dicapai. Selain itu, dalam penelitian ini, antara indikator struktur narasi dan kebahasaan memiliki tingkat ke-sulitan yang sama. Hal ini dapat dipahami mengingat siswa ketika menulis narasi tidak hanya mementingkan aspek struktur narasi meliputi alur, latar, sudut pandang, tokoh dan watak tetapi juga perlu diperhatikan aspek kebahasaan meliputi kepadu-an paragraf, keefektifan kalimat, dan ejaan saling berkaitan satu sama lain.

3.5 Teknik Analisis Data

Sesuai dengan metode yang telah dilakukan, prosedur pengolahan data ditempuh melalui sejumlah tahapan, yaitu:

1) memeriksa karangan siswa berdasarkan aspek penilaian yang telah ditentukan;

2) memberikan skor pada aspek yang diperiksa sesuai dengan ketentuan penskoran yang telah ditetapkan. kemudian, skor yang diperoleh oleh setiap siswa dihitung sebagai nilai kemampuan siswa yang bersangkutan;


(55)

4) menjumlahkan nilai yang diperoleh siswa pada setiap indikator yang diteliti, kemudian mencari nilai rata-ratanya.

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data yang diambil dari sampel di setiap kelas. Data tersebut kemudian dianalisis oleh dua penilai. Langkah-langkah penskoran adalah sebagai berikut:

1) membaca dan menskor setiap lembar hasil pekerjaan siswa (karangan) per indi-kator; 2) mencari rerata hasil penskoran dari penilai I dan penilai II;

3) menentukan skor per indikator dengan mengambil nilai tengah skor I dan skor II; 4) menjumlah skor karangan secara utuh;

5) menghitung nilai siswa berdasarkan skor yang diperoleh dengan menggunakan rumus sebagai berikut;

N =Jumlah Skor Perolehan x 100 Jumlah Skor Maksimal

6) menentukan tingkat kemampuan hasil menulis narasi yang diperoleh dengan menggunakan tolok ukur sebagai berikut.

Tabel 3.5 Tolok Ukur Penilaian Kemampuan Menulis Narasi

Kelas Interval Keterangan

85—100 Sangat Baik

70—84 Baik

55—69 Cukup

40—54 Kurang

< 40 Sangat Kurang

(Kusuma, 2011:159).

7. menyimpulkan hasil penilaian siswa menulis narasi. 3.6 Indikator Penilaian


(1)

Kepaduan merupakan syarat utama paragraf yang baik. Dalam penskorannya, pa-ragraf dinilai dari

dua penilai, kemudian nilai dari masing-masing penilai dibagi dua untuk mendapat nilai akhir dari

indikator ini. Jadi, apabila karangan yang dibuat siswa memiliki kepaduan paragraf yang sangat

baik dengankalimat- kalimat dalam paragraf padu secara bentuk meliputi ketepatan penggunaan

konjungsi, repetisi, pronomina, sinonimi dan elipsasi, dan padu secara makna meliputi kokohnya

kali-mat penjelas dalam menjelaskan gagasan utama, dan logisnya urutan peristiwa, tempat dan

proses maka siswa tersebut mendapat skor 4.Apabila karangan yang di-buat siswa memiliki

kepaduan paragraf yang baiksecara makna, jelas dan logis, tapi masih terdapat kesalahan dalam

penggunaan konjungsi, repetisi, pronomina, sino-nimi, dan elipsasi maka siswa tersebut mendapat

skor 3. Apabila karangan dibuat siswa memiliki kepaduan paragraf yang cukup,kalimat penjelas

kurang kokoh da-lam menjelaskan gagasan utama, serta terdapat paragraf yang kurang logis

dengan urutan peristiwa, tempat, dan proses, maka siswa tersebut mendapat skor 2. Apabila

karangan yang dibuat siswa memiliki kepaduan paragraf yang sangat kurang, kali-mat dalam

paragraf disusun tidak padu, terdapat kesalahan dalam penggunaan, kon-jungsi atau repetisi serta

tidak kokohnya kalimat penjelas dengan kalimat utama ju-ga tidak logis antara urutan peristiwa,

tempat, dan proses, maka siswa tersebut men-dapat skor 1.

c. Indikator Keefektifan Kalimat

Kalimat dalam karangan harus efektif agar informasi yang disampaikan dapat lebih jelas dan tidak

menimbulkan penafsiran ganda bagi pembaca. Ciri-ciri kalimat efek-tif meliputi kesepadanan,

keparalelan, ketegasan, kehematan, kecermatan, kepaduan dan kelogisan. Nilai akhir siswa untuk

indikatorkeefektifan kalimat adalah jumlah nilai dari masing-masing penilai dibagi dua. Jadi,

apabila karangan yang dibuat sis-wa semua kalimatnya efektif, maka siswa tersebut mendapat skor

5. Apabila terda-pat 1–2 kalimat yang tidak efektif dalam karangan yang dibuat siswa, maka siswa


(2)

tersebut mendapat skor 4. Apabila terdapat 3–4 kalimat yang tidak efektif dalam ka-rangan yang

dibuat siswa, maka siswa tersebut mendapat skor 3. Apabila terdapat 5–6 kalimat yang tidak

efektif dari karangan yang dibuat siswa, maka siswa tersebut mendapat skor 2. Apabila terdapat

lebih dari 6 kalimat yang tidak efektif dari ka-rangan yang dibuat siswa, maka siswa tersebut

mendapat skor 1.

d. Indikator Penggunaan Ejaan

Ejaan merupakan seperangkat aturan yang harus ditaati dalam menulis. Aturan da-lam ejaan yaitu

pemakaian huruf, penulisan kata, penulisan unsur serapan, dan pe-makaian tanda baca. Dalam

penelitian ini, apabila karangan siswa sangat tepat da-lam menerapka ejaan, maka mendapat skor

5. Apabila terdapat 1–2 kesalahan, maka mendapat skor 4. Apabila terdapat 3–4 kesalahan, maka

mendapat skor 3. Apabila terdapat 5–6 kesalahan, maka mendapat skor 2. Apabila terdapat 7–8

kesalahan, maka mendapat skor 1.


(3)

V. SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada tanggal 26 April 2012, dapat di-simpulkan

rata-rata kemampuan menulis narasi siswa kelas X SMA Negeri 1 Gedongtataan tahun pelajaran

2011/2012 adalah 64,8. Persentase skor yang diperoleh ini termasuk kategori cukup.

Kemampuan siswa kelas X SMA Negeri 1 Gedongtataan tahun pelajaran 2011/2012 ditinjau dari

nilai rata-rata per indikator adalah (a) indikator komponen struk-tur narasi dengan nilai rata-rata

81,3 tergolong baik, (b) indikator kepaduan parag-rafdengan nilai rata-rata 79,2tergolong baik, (c)

indikator keefektifan kalimatde-ngan nilai rata-rata 62,7 tergolong

cukup, dan (d) indikator

penggunaan ejaande-ngan nilai rata-rata 39 tergolong sangat kurang.

5.2

Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, penulis menyampaikan beberapa sa-ran, sebagai

berikut.

1)

Hasil kemampuan ini membuktikan bahwa rata-rata kemampuan siswa dalam menulis

narasi, terutama pada indikator penggunaan ejaan paling rendah bila dibandingkan dengan

indikator yang lain. Begitu pula dengan indikator ke-efektifan kalimat masih tergolong

kategori

cukup. Oleh sebab itu, penulis me-nyarankan agar siswa mempelajari lebih giat

pokok bahasan tentang aspek kebahasaan yaitu keefektifan kalimat, dan penggunaan EYD

dalam menulis narasi seperti kaidah penulisan huruf, penulisan kata, dan pemaikan tanda

baca.


(4)

2)

Kepada guru bahasa Indonesia SMA Negeri 1 Gedongtataan diharapkan lebih

memperhatikan mutu pelajaran dengan lebih memfokuskan pembelajaran me-ngenai

menulis narasi, terutama pada faktor kebahasaan dalam menulis narasi yaitu indikator

keefektifan kalimat dan penggunaan EYD karena berdasarkan hasil penelitian kemampuan

siswa menulis unsur pada bagian keefektifan ka-limat tergolong

cukup sedangkan

kemampuan siswa menggunakan EYD ma-sih tergolong sangat kurang.


(5)

1

DAFTAR PUSTAKA

Akhadiah, Sabarti dkk. 1988. Pembinaan Kemampuan Menulis Bahasa Indonesia.

Jakarta: Erlangga.

Finoza, Lamuddin. 2009.

Komposisi Bahasa Indonesia. Jakarta: Diksi Insan

Mulia.

Fuad, Muhammad, dkk. 2005.

Bahasa Indonesia Laras Ilmiah. Bandarlampung:

Universitas Lampung.

Hestiana, Novry. 2009.

Kemampuan Menulis Karangan Narasi Menggunakan

Media Lirik Lagu Potret Berjudul Bunda Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Kota

Gajah Lampung Tengah Tahun Pelajaran 2007/2008. Unila. Lampung.

Keraf, Gorys. 2003. Argumentasi dan Narasi. Jakarta: Gramedia.

1994. Komposisi. Jakarta: Nusa Indah.

Kuncoro, Mudrajad. 2009. Mahir Menulis. Jakarta: Erlangga.

Kusuma, Wijaya. 2011. Mengenal Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Indeks.

Nawawi, Hadari dan Mimi Martini. 1996. Penelitian Terapan. Yogyakarta: Gajah

Mada Universitas Pres.

Parera, Jos Daniel. 1988. Belajar Mengemukakan Pendapat. Jakarta: Erlangga.

Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Nasional. 2001.

Pedoman Umum Ejaan Bahasa yang Disempurnakan dan Pedoman Umum

Penulisan Istilah. Bandung: Yrama Widya.

Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif dan

Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Suparno. 2009. Keterampilan Dasar Menulis. Jakarta: Universitas Terbuka.

Suriamiharja, Agus dkk. 1996. Petunjuk Praktis Menulis. Jakarta: Depdikbud

Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Bagian Proyek

Penataran Guru SLTP Setara D-III.

Suyono. 2007. Cerdas Berpikir Bahasa dan Sastra Indonesia untuk SMA Kelas X.

Jakarta: Ganeca Exact.


(6)

2

Tarigan, H.G. 2008.

Menulis sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung:

Angkasa.

Tarigan, Djago. 2008. Membina Keterampilan Menulis Paragraf dan

Pengembangannya. Bandung: Angkasa.

Universitas Lampung. 2011.

Pedoman Penulisan Karya Ilmiah

UniversitasLampung. Bandarlampung: Universitas Lampung.

Widagdho, Djoko. 1994.

Bahasa Indonesia Pengantar Kemahiran Berbahasa di

Perguruan Tinggi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Zulfahnur Z.F., dkk. 1996.

Teori Sastra. Jakarta: Depdikbud Direktorat Jenderal

Pendidikan Dasar dan Menengah Bagian Proyek Penataran Guru SLTP

Setara D-III.

http//contoh-paragraf-narasi.html

http//Narasi.html