Bentuk-bentuk Film Dokumenter Struktur Film Dokumenter

commit to user tetap gelap. Gaya ini dapat menggunakan tipe shot yang variatif seperti pada film fiksi, hal ini dapat terjadi karena isi cerita dapat direkonstruksi ke dalam naskah shooting script sehingga perekaman gambar dapat dilakukan seperti membuat film fiksi. 43

3. Bentuk-bentuk Film Dokumenter

Pada hakikatnya bentuk penuturan pun masih termasuk di dalam bingkai gaya, hanya saja lebih spesifik. Pada prinsipnya setelah mendapatkan hasil riset, kita sudah dapat menggambarkan secara kasar bentuk penuturan apa yang akan kita pakai. Dengan menentukan sejak awal bentuk apa yang akan dikemas, maka selanjutnya baik itu pendekatan, gaya, struktur akan mengikuti ide dari bentuk tersebut. Misalnya bila kita menginginkan bentuk penuturan laporan perjalanan, maka pendekatan, gaya dan strukturnya dapat di rancang bangun, sehingga baik aspek informatif, edukatif maupun hiburan dapat menyatu sehingga memikat perhatian penonton. Bentuk tidak harus berdiri sendiri secara baku, karena sebuah tema dapat saja merupakan gabungan dari dua bentuk penuturan. Misalnya bentuk penuturan potret dapat saja digabungkan dengan nostalgia atau perbandingan, atau bentuk nostalgia dengan isi penuturan yang mengetengahkan sebuah kontradiksi dari subjek. 44 43 Ibid, hal. 23 44 Gerzon Ron Ayawaila, Ibid, hal commit to user

4. Struktur Film Dokumenter

Struktur yang dimaksudkan di sini adalah kerangka rancangan untuk menyatukan berbagai unsur film sesuai dengan apa yang menjadi ide dari penulis atau sutradara sesuai tema. Ada tiga tahapan dasar dalam penulisan naskah, seperti: bagian awal cerita pengenalanintroduksi, bagian tengah cerita proses krisiskonflik hingga bagian akhir cerita klimaksanti klimaks. Dimana ketiga bagian ini merupakan rangkuman dari susunan shot yang membentuk adegan scene hingga sekuen sequence. 45 Akan tetapi perlu diketahui bahwa pemahaman mengenai struktur film tidak sesederhana seperti yang dikemukakan disini. Struktur film memiliki makna estetika, psikologis dan bahasa sinematografi yang lebih luas lagi. Menentukan struktur bagi dokumenter tidak semudah pada film cerita fiksi, terutama bila sutradara belum menentukan pendekatan apa yang akan dilakukan berkaitan dengan ide dan tema. Harus diakui bahwa struktur lebih dipentingkan oleh film fiksi dari pada film dokumenter, akan tetapi seni tanpa struktur akan mengalami kekeringan estetika. F. SEJARAH SEKATEN Tradisi sekaten berawal ketika masa Kerajaan Demak yang didirikan oleh Raden Patah setelah keruntuhan Kerajaan Majapahit pada abad ke-15. 45 Ibid, Hal 76 commit to user Ketika itu agama Islam mulai berkembang di tanah Jawa, berpusat di Kerajaan Demak dengan pemuka agama yang dalam Agama Islam disebut wali. Para wali ini dikenal berjumlah sembilan orang, karena itu disebut Wali Songo. Nama mereka masing-masing adalah Sunan Ampel, Sunan Bonang, Sunan Giri, Sunan Kalijaga, Sunan Kudus, Sunan Gunungjati, Sunan Muria, Syeh Maulana Maghribi, Syeh Siti Jenar. Tiap-tiap wali memiliki wilayah penyebarannya masing-masing. Tiap tahun para wali itu mengadakan pertemuan di kota Demak. Pertemuan tahunan tersebut diselenggarakan pada bulan Rabiul Awal, tanggal 6 sampai dengan tanggal 12, tepat ketika memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW. 46 Kesulitan dirasakan oleh para wali karena masih banyak masyarakat yang menganut agama Hindu yang merupakan ajaran Kerajaan Majapahit. Masyarakat masih sangat dekat dengan adat istiadat agama Hindu. Maka dalam syiarnya, para wali, terutama Sunan Kalijaga menggunakan pendekatan kebudayaan yang masih diusung oleh masyarakat Jawa. Beberapa cara yang dilakukan ialah dengan membiarkan tetap dilaksanakannya adat atau tata cara dalam agama Hindu, tetapi dimasuki pelajaran Islam, misalnya: 1. Semedi Semedi dalam agama Hindu mempunyai maksud memuja kepada dewa-dewa. Karena agama Islam tidak mengenal dewa, maka diganti dengan memuja Allah SWT dengan dzikir dan sholat. 2. Sesaji 46 Kundharu Saddhono, Loc.Cit. commit to user Sesaji menurut agama Hindu mempunyai maksud memberi makanan kepada dewa-dewa dan jin, agar sesuai dengan ajaran Islam diganti dengan zakat fitrah pada fakir miskin. 3. Keramaian Dalam agama Hindu keramaian mempunyai maksud menghormat kepada dewa-dewa, diganti keramaian menghormat hari raya dan peringatan Islam. Para wali juga mengetahui bahwa masyarakat sangat menyukai suara gamelan dan gemar dengan keramaian. Atas usul Sunan Kalijaga, para wali lalu mengatur penyelenggaraan peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW dengan penyesuaian dengan tradisi rakyat pada waktu itu, yaitu mengganti kesenian rebana dengan kesenian gamelan. Untuk melaksanakan hal itu Sunan Kalijaga membuat seperangkat gamelan yang dinamakan Kyai Nogo Wilogo. 47 Untuk memeriahkan perayaan itu, maka ditempatkanlah gamelan Kyai Nogo Wilogo di halaman Masjid Demak. Gamelan itu dipukul bertalu- talu tidak henti-hentinya, mula-mula dengan irama dan suara lembut dan halus, lama kelamaan dipukul keras-keras. Karena tertarik dengan bunyi gamelan yang nyaring mengalun tersebut, maka orang-orang dari berbagai penjuru datang berduyun-duyun ke pusat kota, sehingga alun-alun kerajaan Demak menjadi penuh sesak dibanjiri orang yang ingin menikmati kesenian gamelan dan menyaksikan keramaian yang diselenggarakan. Keramaian 47 Wawancara dengan K.P. Winarnokusumo, 14 Januari 2014 commit to user itulah yang kemudian disebut sekaten, dan yang sampai sekarang masih dilestarikan. Sementara gamelan dibunyikan, para wali bergantian memberikan wejangan dan ajaran tentang agama Islam di mimbar yang didirikan di depan gapura masjid. 48 Orang yang datang tersebut diperbolehkan juga masuk ke dalam serambi masjid tetapi harus terlebih dahulu membaca dua kalimat syahadat. Membaca kalimat syahadat adalah syarat bagi seseorang untuk memeluk agama Islam. Kalimat syahadat ditulis di gapura masjid agar dapat dibaca oleh masyarakat yang akan masuk ke dalam masjid. Gapura sendiri berasal dari bahasa Arab ghafura yang berarti ampunan. Ini merupakan doa sekaligus simbol bahwa setelah melewati gapura, orang akan mendapatkan ampunan dari Allah SWT. 49 Selain itu, sebelum masuk ke dalam masjid, orang-orang disuruh membasuh tangan, muka dan kaki mereka dengan air kolam luar serambi masjid dengan maksud berwudhu membersihkan diri dari kotoran. Demikianlah keramaian sekaten itu diselenggarakan sekali dalam setahun tiap bulan Rabiul Awal, dari tanggal 6 sampai dengan tanggal 12. Tradisi sekaten ini tetap dilestarikan oleh raja-raja yang memerintahkan berikutnya hingga masa Mataram. Pada jaman kerajaan Mataram hingga akhirnya pindah ke Surakarta, sekaten diadakan untuk kepentingan politik, yaitu mengetahui kesetiaan para bupati yang ada di wilayah kerajaan. Pada perayaan sekaten para bupati harus datang untuk menyerahkan upeti dan menghaturkan sembah baktinya kepada raja. Apabila bupati tersebut 48 Kundharu Saddhono, Loc.Cit. 49 Wawancara dengan K.P. Winarnokusumo, 14 Januari 2014 commit to user berhalangan hadir, maka harus diwakili oleh pihak kerajaan. Hal itu dilakukan karena bila bupati tidak hadir pada perayaan sekaten diartikan sebagai bentuk pembangkangan terhadap raja. Perayaan sekaten yang diadakan oleh kerajaan Mataram, selain bertujuan untuk memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW juga untuk menunjukkan bahwa raja yang berkuasa masih ada hubungan dengan Nabi Muhammad, utusan Allah. Sekaten juga berperan di bidang politik dan ekonomi, karena dengan adanya sekaten para bupati mancanagari harus datang memberi upeti dan kehadirannya di upacara sekaten sebagai tanda kesetiaan kepada raja yang memerintah. Sekaten juga dimanfaatkan dalam sektor perdagangan. Perayaan sekaten sebagai ladang masyarakat untuk berdagang dan semakin membuat marak perayaan sekaten. Selain untuk mendengarkan gamelan, para pengunjung dapat membeli berbagai makanan dan mainan khas sekaten. Pada masa awal sekaten, kegiatan ekonomi hanya dilakukan oleh sedikit masyarakat yang menjual barang kebutuhan pengunujung sekaten, seperti rokok, makanan dan minuman. Semakin lama, sedikit demi sedikit muncul geliat perekonomian masyarakat kecil yang mulai menawarkan barang- barang kebutuhan rumah tangga, seperti peralatan dapur, pakaian, dsb., dan jasa wahana permainan, seperti komedi putar, tong setan, dsb. Hingga saat ini sekaten berkembang sebagai pusat perbelanjaan dan hiburan yang murah. Perayaan sekaten pernah bertahun-tahun tidak diselenggarakan karena adanya penjajahan dan pergolakan politik di tanah air. Setelah commit to user Indonesia merdeka, secara perlahan keadaan politik di Indonesia mulai stabil. Dan ketika negara mulai berbicara tentang budaya, sekaten mulai digelar kembali sekitar tahun 1970. G. PROSESI UPACARA SEKATEN Hanya tiga daerah yang masih menggelar tradisi ini, yaitu Surakarta, Yogyakarta, dan Cirebon. Namun hanya Surakarta dan Yogyakarta yang masih mengadakan prosesi secara lengkap. Kelengkapan yang dimaksud tidak hanya urutan prosesi, namun juga segala pernak-pernik yang ada dalam sekaten. Sebelum memulai suaru upacara adat, Keraton Surakarta selalu mengadakan wilujengan atau slametan. Tujuannya ialah meminta restu dan keberkahan kepada Tuhan agar diberi kelancaran dalam melaksanakan prosesi selanjutnya. Begitu pula dalam tradisi sekaten. Urutan prosesi sekaten juga didahului dengan wilujengan. Beberapa kerabat keraton berkumpul di lokasi akan diadakannya sekaten. Mereka memanjatkan doa untuk keselamatan dan kelancaran seluruh prosesi sekaten. Prosesi pertama ialah miyos gongso. Miyos gongso adalah prosesi gamelan yang disimpan di dalam keraton diboyong keluar menuju halaman Masjid Agung melewati sitinggil dan alun-alun, kemudian gamelan akan dibunyikan selama tujuh hari tujuh malam. Prosesi ini juga disebut ungeling gamelan atau gamelan yang dibunyikan. Gamelan dibawa ke halaman Masjid Agung pada tanggal 5 Rabiul Awal. Miyos gongso disertai dengan kebiasaan commit to user lain yakni mengunyah kinang pada saat gamelan dibunyikan. Masih banyak masyarakat yang percaya, mengunyah kinang pada saat itu akan membuat awet muda. Selain mengunyah kinang, masyarakat juga antusias berebut janur untuk memperoleh keberkahan. Ada pula telur asin, mainan pecut, dan celengan sebagai ciri khas sekaten. Puncak acara sekaten adalah grebeg maulud atau yang biasa orang menyebut gunungan. Pada prosesi ini, gunungan yang berisi hasil bumi dan kekayaan alam dikirab dari keraton menuju halaman Masjid Agung Surakarta untuk didoakan dan selanjutnya diperebutkan. Prosesi ini sekaligus mengakhiri segala prosesi sekaten di tahun tersebut. H. SIMBOL DAN MAKNA DALAM SEKATEN Dalam suatu adat istiadat atau tradisi, peran simbolisme sangat menonjol. Simbol-simbol selalu melekat pada suatu benda atau tradisi dan simbol ini selalu diwariskan ke generasi berikutnya, agar suatu budaya dapat tetap ada. Kata “simbol” berasal dari kata Yunani symbolis yang berarti tanda atau ciri yang memberitahukan sesuatu hal kepada. Sejalan dengan pengertian Kamus Besar Bahasa Indonesia, bahwa “simbol atau lambang ialah : 1 sesuatu seperti tanda lukisan,lencana, dan sebagainya yang mengatakan sesuatu hal atau mengandung maksud tertentu, misalnya gambar tunas kelapa lambang pramuka, warna biru lambang kesetiaan; 2 simbol bisa berarti commit to user tanda pengenal tetap yang menyatakan sifat, keadaan, dan sebagainya, seperti peci putih dan serban ialah lambang h aji.” 50 Pada dasarnya, dalam segala tradisi budaya, simbolisme selalu mengait pada religi atau kepercayaan. Hal ini merupakan upaya mengingat dan mendekatkan diri kepada Tuhan yang menciptakan dan memelihara manusia, langit, bumi dan seisinya, serta yang menentukan ajal seseorang. Unsur-unsur dari kebudayaan yang paling menonjolkan sistem klasifikasi simbolik orang Jawa menurut Koentjaraningrat adalah bahasa dan komunikasi, kesenian dan kasusasteraan, keyakinan keagamaan, ritual, ilmu gaib serta beberapa pranata dalam organisasi sosialnya. 51 Simbol atau “tanda” yang terdapat di Sekaten juga memiliki makna yang bertujuan untuk selalu mengingat kepada Allah SWT. Beberapa diantaranya ialah:

1. Sekaten Kata “sekaten” berasal dari bahasa Arab syahadatain yaitu