The effect of media on Bioaccumulation lead ability of Nannochloropsis sp.

(1)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 3

C. Tujuan Penelitian ... 4

D. Manfaat ... 4

E. Hipotesis ... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 5

A. Nannochloropsis sp ... 5

A.1. Klasifikasi dan Morfologi Nannochloropsis sp. ... 5

A.2. Ekofisiologi ... 6

A.3. Reproduksi Nannochloropsis sp... 6

A.4. Faktor Pembatas ... 9

B. Logam Berat Pb ... 11

III. METODE PENELITIAN ... 13

A. Waktu dan Tempat ... 13

B. Materi Penelitian ... 13

B.1. Biota ... 13

B.2. Media Uji ... 13

B.3. Alat dan Bahan ... 14

C. Prosedur Penelitian ... 14

C.1. Persiapan ... 14

C.2. Pembuatan Media Kultur Nannochloropsis sp. ... 15

C.3. Penelitian Pendahuluan ... 16

C.4. Pelaksanaan Penelitian ... 16

D. Parameter ... 17

D.1. Kualitas air ... 17


(2)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 23

A. Hasil ... 23

A.1. Laju Pertumbuhan Nannochloropsis sp. ... 23

A.2. Bioakumulasi Pb pada Nannochloropsis sp. ... 25

B. Pembahasan ... 28

B.1. Laju Pertumbuhan Nannochloropsis sp. ... 28

B.2. Bioakumulasi Pb pada Nannochloropsis sp. ... 30

V. SIMPULAN DAN SARAN ... 33

A. Simpulan ... 33

B. Saran ... 33

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(3)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Komposisi pupuk fitoplankton semi massal ... 15 2. Kandungan Trace Metal Solution pada conwy... 15 3. Persentase laju pertumbuhan Nannochloropsis sp. media Conwy dan media

TMRL menggunakan Pb. ... 24 4. Persentase penyerapan Pb Nannochloropsis sp dengan pupuk Conwy dan

dengan pupuk TMRL. ... 25 5. Regresi antara penyerapan logam berat Pb dengan kepadatan


(4)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Perumusan masalah ... 4

2. Nannochloropsis sp. dan struktur sel Nannochloropsis sp. ... 6

3. Daur hidup dan cara reproduksi Nannochloropsis sp. ... 8

4. Kurva pertumbuhan Nannochloropsis sp. ... 9

5. Bagan pengujian logam berat ... 20

6. Rangkaian tahapan skematis penelitian ... 21

7. Kurva laju pertumbuhan Nannochloropsis sp. media Conwy dan media TMRL menggunakan Pb. ... ... 23

8. Kurva penyerapan Nannochloropsis sp menggunakan pupuk Conwy dan pupuk TMRL. ... 25


(5)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Data pengamatan penyerapan Pb pada Nannochloropsis sp. ... 38

2. Data pengamatan laju pertumbuhan Nannochloropsis sp. ... 38

3. Regresi antara kepadatan Nannochloropsis sp. dengan penyerapan logam berat Pb pada perlakuan pemberian pupuk Conwy ... 39

4. Regresi antara kepadatan Nannochloropsis sp. dengan penyerapan logam berat Pb pada perlakuan pemberian pupuk TMRL ... 40

5. Data pengamatan laju penyerapan Pb dan pertumbuhan pada Nannochloropsis sp. beserta perhitungan statistik ... 41

6. Data pengamatan kualitas air ... 43

7. Alat dan bahan penelitian ... 44


(6)

SANWACANA

Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat AllAH SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-NYA, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Tujuan laporan ini adalah salah satu syarat mendapat gelar Sarjana Perikanan (S.Pi) pada jurusan Budidaya Perairan/Perikanan, Fakultas Pertanian Universitas Lampung Dengan spesifikasi judul “Pengaruh Penggunaan Media Yang Berbeda Terhadap Kemampuan Penyerapan Logam Berat Pb Pada Nannochloropsis sp” di Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut (BBPBL) Hanura Lampung, penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih banyak kekurangannya. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan sarannya. Dan penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca maupun penulis.

Pada kesempatan ini, perkenankan pula penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya :

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M. S., selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

2. Ibu Ir. Siti Hudaidah, M.Sc sebagai ketua jurusan Program Studi Budidaya Perairan/Perikanan.

3. Bapak Moh. Muhaemin, S.Pi, M.Si. selaku dosen pembimbing I dan pembimbing akademik atas segala saran dan bimbingannya selama ini.


(7)

5. Ibu Munti Sarida S.Pi selaku dosen pembahas atas segala saran dan bimbingannya selama ini.

6. Seluruh dosen Budidaya Perairan atas ilmu dan bimbingannya selama ini. 7. Mama dan papa atas kasih sayang, pengorbanan dan doanya yang tak

terhitung lagi jumlahnya, serta kakak (titin) keponakan (puput) dan Rendy yang selalu memberikan semangat.

8. Mas Bambang atas segala bantuannya yang tak terhitung.

9. Serta kawan-kawan seperjuangan eighters, aikal, dita, biah, repi, nungki, heri, cory, erlin, agung dan teman-teman yang lain yang tidak dapat saya sebutkan namanya satu persatu.

Semoga semua kebaikan dan ketulusan pihak-pihak yang telah membantu mendapatkan balasan-NYA amin. Dan akhirnya penulis berharap semoga laporan ini dapat bermanfaat dan berguna khususnya bagi penulis dan umumnya bagi kita semua.Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Bandar Lampung, Oktober 2010 Penulis,


(8)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : Moh. Muhaemin, S.Pi., M.P. ………

Sekretaris : Berta Putri, S.Si., M.Si ………

Penguji Utama : Munti Sarida, S.Pi ………

2. Dekan Fakultas Pertanian Universitas Lampung

Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S. NIP 196108261987021001


(9)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Purbalingga, Jawa Tengah tanggal 4 Januari 1988 dari bapak Sumarjo dan ibu Rumini. Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara.

Pendidikan formal yang dilalui penulis adalah SDN Ayudia 3 Bandung dan lulus pada tahun 2000, SMPN 9 Bandung dan SMPN. 12 Bandar Lampung lulus pada tahun 2003, SMA. Al-Azhar 3 Bandar Lampung lulus pada tahun 2006. Masuk ke Universitas Lampung pada tahun 2006 dan memilih Fakultas Pertanian jurusan Budidaya Perairan/Perikanan.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah Penelitian Umum di Loka Riset Budidaya Ikan Hias Air Tawar (LRBIHAT) Depok Jawa Barat dengan judul Pembenihan Ikan Botia (Chromobotia macracantus). Selain itu penulis juga aktif menjadi Pengurus Himpunan Mahasiswa Perikanan Unila (HIDRILA) periode 2005/2006, 2006/2007. Tugas akhir dalam pendidikan perguruan tinggi diselesaikan dengan menulis skripsi yang berjudul “Pengaruh Penggunaan Media Yang Berbeda Terhadap Kemampuan Penyerapan Logam Berat Pb Pada Nannochloropsis sp.”.


(10)

Judul Skripsi : Pengaruh Penggunaan Media Yang Berbeda Terhadap Kemampuan Penyerapan Logam Berat Pb Pada Nannochloropsis sp.

Nama Mahasiswa : Dewi Kartikasari

NPM : 0614111027

Program Studi : Budidaya Perairan Fakultas : Pertanian

MENYETUJUI 1. Komisi Pembimbing

Moh. Muhaemin, S.Pi., M.Si. Berta Putri, S.Si., M.Si. NIP. 197412122000031002 NIP. 198109142008122002

2. Ketua Program Studi Budidaya Perairan

Ir. Siti Hudaidah, M.Sc. NIP. 196402151996032001


(11)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang selalu melimpahkan rahmat-Nya, sehingga penulis diberikan kemudahan dalam menyelesaikan hasil penelitian. Shalawat serta salam semoga terlimpah kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, para sahabat dan seluruh keluarganya, serta kepada seluruh pengikutnya yang senatiasa meneladaninya.

Dalam penelitian tersebut, penulis mengambil judul Pengaruh Penggunaan Media Yang Berbeda Terhadap Kemampuan Penyerapan Pb terhadap Nannochloropsis sp. yang dilaksanakan pada bulan Juli 2010, selama 30 hari bertempat di Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut (BBPBL) Hanura Lampung.

Selanjutnya penulis mengharapkan saran dan kritik dari semua pihak, agar penelitian tersebut dapat bermanfaat bagi budidaya perikanan khususnya kultur Nannochloropsis sp.

Bandar Lampung, Oktober 2010 Penulis,

Dewi Kartikasari NPM. 0614111027


(12)

ABSTRACT

The effect of media on Bioaccumulation lead ability of Nannochloropsis sp. By:

Dewi Kartikasari

Lead one of a toxic heavy metal in aquatic environment with unknown effect on biological mechanism. Microalgae biomass may absorb heavy metal from the environment in unknown rate respectively. The bioaccumulation mechanism on microalgae reduce heavy metal concentration to the treshold level for biological level. Nannochloropsis sp. is marine microalage with sensitive respon to heavy metal. The research aim was to determined the bioacuumulation treshold effect of specific heavy metal (lead) on marine microalgae Nanochloropsis sp. The different media (TMRL and Conwy) were used to. The research was conducted on July 2010 in BBPBL Hanura Lampung Province. The data was analized by using simple linier regression model to found the correllation between microalgae density and present of heavy metal. The result showed that the media have not significant effect on bioaccumulation ability of Nannochloropsis sp. The present of lead on media has positive correllation with microalgae density.


(13)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keberadaan logam berat dalam ekosistem yang melebihi tingkat ambang batas kebutuhan organisme amat berbahaya. Walaupun efek toksiknya bervariasi bergantung pada logam dan organisme, namun tetap terakumulasi dalam tubuh. Kandungan logam berat tersebut pada jaringan tubuh akan terus meningkat seiring dengan kenaikan konsentrasinya dalam media dan sulit terdegradasi oleh proses metabolisme biasa (Parsons et al., 1984; Muhaemin, 2005).

Keberadaan logam berat dalam tubuh organisme dapat menghambat beragam proses enzimatik (Bailey, 1992; Poejiadi, 1994). Logam berat mampu berikatan (ligand binding) dengan enzim (metaloenzim) membentuk senyawa kompleks yang bersifat inhibitor enzimatik dan salah satu diantaranya adalah timbal (Pb) (Darmono, 1995).

Timbal atau dikenal sebagai logam Pb dalam susunan unsur merupakan logam berat yang terdapat secara alami di dalam kerak bumi dan tersebar di alam dalam jumlah kecil melalui proses alami termasuk letusan gunung berapi dan proses geokimia. Unsur Pb merupakan logam lunak yang berwarna kebiru-biruan atau abu-abu keperakan dengan titik leleh pada 327,5 ºC dan titik didih 1.740 ºC pada tekanan 1 atmosfer. Timbal merupakan salah satu pencemar yang dipermasalahkan karena bersifat sangat toksik dan tergolong sebagai bahan


(14)

buangan beracun dan berbahaya. Biomassa mikroalga merupakan merupakan biosorben Pb yang cukup baik karena adanya gugus aktif berupa gugus karboksilat.

Penggunaan biomassa mikroalga sebagai biosorben logam berat telah banyak dilakukan, salah satunya menggunakan mikroalga Nannochloropsis sp. Hasil penelitian Zipora (2008) menyatakan bahwa biosorben dan immobilisasi biomassa Nannochloropsis sp. dengan silika gel melalui teknik sol gel, yang memiliki ketahanan mekanik dan kimia yang baik serta mempunyai kapasitas adsorpsi yang besar terhadap ion logam. Selain itu Nannochloropsis sp. juga merupakan fitoplankton yang mudah dibudidayakan secara massal. Media yang umum digunakan dalam budidaya Nannochloropsis sp. skala masal adalah pupuk Conwy dan TMRL.

Pupuk Conwy dan TMRL (Tungkang Marine Research Laboratory) merupakan media yang digunakan dalam kultur Nannochloropsis sp. adapun kandungan bahan kimia pada pupuk Conwy adalah NaNO3/ KNO3, Na2 EDTA,

FeCl3, MnCl, H2BO3, Na2HPO4, trace metal, dan vitamin B12. Sedangkan

komposisi bahan kimia dari pupuk TMRL adalah NaNO3/ KNO3, FeCl3,

Na2HPO4, danNa2SiO3. Perbedaan kandungan kimiawi dalam kedua jenis media

tersebut terutama kandungan trace metal solution pada media kulturpun diduga akan mempengaruhi kemampuan daya serap logam berat Pb pada Nannochloropsis sp.


(15)

Penelitian lebih lanjut perlu dilakukan untuk mengetahui pengaruh spesifik kedua jenis media tersebut terhadap Nannochloropsis sp. dengan pupuk Conwy yang mengandung trace metal solution sedangkan pupuk yang tidak menggunakan trace metal solution salah satunya adalah TMRL.

B. Perumusan Masalah

Logam berat Pb merupakan salah satu komponen pencemar utama pada ekosistem laut terutama di daerah pesisir. Logam berat yang masuk ke ekosistem laut secara dominan bersumber dari aktivitas domestik maupun industri di daratan. Keberadaannya sangat tidak diharapkan mengingat tingkat kebutuhan organisme terhadap komponen logam berat jauh lebih kecil dibandingkan ketersediannya di dalam ekosistem dan cenderung berefek toksik.

Pada perairan Nannochloropsis sp. memiliki kelimpahan yang cukup tinggi dan digunakan sebagai biosorben untuk menyerap logam berat. Peningkatan kualitas fisik dan kimia biomassa mikroalga sebagai biosorben logam berat sangat diperlukan.

Media yang digunakan dalam kultur Nannochloropsis sp. berbentuk cair atau larutan yang tersusun dari senyawa kimia (pupuk) yang merupakan sumber nutrien untuk keperluan hidup (Suriawiria, 1985). Pupuk Conwy merupakan pupuk yang umumnya digunakan untuk kultur Nannochloropsis sp. Namun kandungan trace metal solution menjadi pertimbangan apakah hal tersebut mempengaruhi tingkat penyerapan logam berat Pb pada Nannochloropsis sp.. Oleh sebab itu, dipilih pupuk yang tidak mengandung trace metal solution sebagai pembanding yaitu pupuk TMRL.


(16)

Perumusan masalah disajikan secara skematis pada Gambar 1.

Gambar 1. Perumusan Masalah

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah untuk menguji pengaruh penggunaan media berbeda terhadap kemampuan penyerapan Pb pada Nannochloropsis sp.

D. Manfaat

Hasil penelitian diharapkan dapat dijadikan informasi dasar proses bioremediasi logam berat Pb secara spesifik oleh biota uji.

E. Hipotesis

Ho : ß1 = 0 (kandungan logam berat Pb dalam media tidak berpengaruh terhadap

kepadatan Nannochloropsis sp.)

H1 : ß1≠0 (kandungan logam berat Pb dalam media berpengaruh terhadap

kepadatan Nannochloropsis sp.) Pb dalam air

Nannochloropsis sp.

Conwy TMRL


(17)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Nannochloropsis sp.

A.1. Klasifikasi dan Morfologi Nannochloropsis sp

Fitoplankton merupakan tumbuhan air mikroskopik (mikroalga) yang mampu bergerak secara pasif (Grahame, 1987; Parsons et al., 1989; Nybakken, 1992). Laju reproduksi dan produktivitas yang lebih tinggi tingkat tropiknya dibandingkan organisme autotrof lain sehingga menjadikan fitoplankton memegang peranan penting dalam menunjang rantai makanan di ekosistem perairan (Lee,1989; Parsons et al., 1989)

Secara umum komposisi tubuh fitoplankton terdiri atas 50% protein, 20% karbohidrat, dan 8% lemak. Selain komponen tersebut terdapat sejumlah sterol, vitamin, dan pigmen (Spectorova et al., 1986, dalam Borowitzka and Borowitzka, 1988).

Sel Nannochloropsis sp. berbentuk bulat memanjang dengan diameter sel berkisar 2 sampai 4 mikron. Mikroalga tersebut memiliki kloroplas yang mengandung klorofil a dan c serta pigmen fucoxanthin ( Hirata, 1980 dalam Redjeki dan Murtiningsih, 1991). Struktur dan morfologi Nannochloropsis sp. dapat dilihat pada Gambar 2.


(18)

(a)

(b)

Gambar 2. (a) Nannochloropsis sp. dan (b) Sruktur sel Nannochloropsis sp. Keterangan (b): 1. Dinding sel

2. Kloroplas 3. Inti 4. Inklusi

5. Sitoplasma

(Sumber : Budidaya Fitoplankton dan Zooplankton, Dirjen Perikanan Budidaya Departemen Kelautan dan Perikanan., BBPBL, Lampung 2007)

A.2. Ekofisiologi

Jenis mikroalga Nannochloropsis sp. bersifat kosmopolit yaitu dapat tumbuh di mana-mana, kecuali pada tempat yang sangat kritis bagi kehidupan seperti gurun pasir dan salju abadi. Mikroalga tersebut dapat tumbuh pada salinitas 0 sampai 35 ppt (Isnansetyo dan Kurniastuty, 1995). Salinitas 20 sampai 25 ppt merupakan salinitas optimum untuk pertumbuhan.


(19)

Mikroalga Nannochloropsis sp. masih dapat bertahan hidup pada suhu 40ºC, tetapi pertumbuhan sangat lambat. Pada kisaran suhu antara 25 sampai 30ºC Nannochloropsis dapat tumbuh dengan optimum. Menurut Hirata (1980) dalam Redjeki dan Murtiningsih (1991), Nannochloropsis sp. dapat tumbuh baik pada kisaran pH 8 sampai 9,5 dan intensitas cahaya 1.000 sampai 10.000 lux.

(Gambar 2).

A.3. Reproduksi Nannochloropsis sp.

Perkembangbiakan Nannochloropsis sp. terjadi secara aseksual yaitu dengan pembelahan sel atau pemisahan autospora dari sel induknya. Reproduksi sel diawali dengan pertumbuhan sel yang membesar, selanjutnya terjadi peningkatan aktifitas sintesis untuk persiapan pembentukan sel anak, yang merupakan tingkat pemasakan awal. Tahap berikutnya terbentuk sel induk muda yang merupakan tingkat pemasakan akhir, yang akan disusul dengan pelepasan sel anak ( Fogg, 1975, dalam Isnansetyo dan Kurniastuty, 1995) disajikan dalam Gambar 3.


(20)

pemasakan awal

Pemasakan Pelepasan akhir

Gambar 3 . Daur hidup dan cara reproduksi Nannochloropsis sp.

Pelezar, Chan, and Kreig (1986) membagi pola pertumbuhan atau kurva pertumbuhan Nannochoropsis sp. menjadi lima fase pertumbuhan yaitu:

1. Fase lag disebut sebagai fase adaptasi terhadap kondisi lingkungan yang ditandai dengan peningkatan populasi yang tidak nyata.

2. Fase eksponensial disebut sebagai fase pertumbuhan, ditandai dengan pesatnya laju pertumbuhan hingga kepadatan populasi meningkat beberapa kali lipat.

3. Fase pengurangan pertumbuhan ditandai dengan terjadinya penurunan pertumbuhan jika dibandingkan dengan fase eksponensial.

4. Fase stationer ditandai dengan laju pertumbuhan seimbang dengan laju kematian.

5. Fase kematian ditandai dengan laju kematian lebih tinggi dari laju pertumbuhan sehingga kepadatan populasi berkurang.


(21)

Kurva pertumbuhan Nannochloropsis sp. dapat dilihat dalam Gambar 4.

Waktu Inkubasi (hari)

Gambar 4. Kurva pertumbuhan Nannochloropsis sp.

A.4. Faktor Pembatas

Menurut Chen and Shety (1991), pertumbuhan dan perkembangbiakan Nannochloropsis sp. memerlukan berbagai nutrien yang diabsorbsi dari luar (media). Ketersediaan unsur hara makro dan mikro dalam media pertumbuhan mikroalga mutlak diperlukan, adapun makro nutrien yang diperlukan oleh Nannochloropsis sp. adalah N, P, Fe, K, Mg, S dan Ca sedangkan unsur mikro yang dibutuhkan H2BO3, MnCl3, ZnCl2, CoCl2, (NH4)6M7O244H2O dan

CuSO45H2O. Media yang baik sangat diperlukan untuk pertumbuhan serta

perkembangan Nannochloropsis sp.. Adapun media yang umum digunakan dalam kultur Nannochloropsis sp. adalah Conwy, TMRL dan BBL SM. Selain unsur nutrien, faktor eksternal lain yang mempengaruhi pertumbuhan mikroalga Nannochloropsis sp. meliputi :

a. Cahaya, seperti halnya tumbuhan darat, mikroalga adalah tumbuhan mikro yang memerlukan cahaya untuk proses asimilasi bahan anorganik

Kepad

atan

se

l/ml

Fase stationer

Fase kematian Fase lambat

Fase eksponensial


(22)

sehingga menghasilkan energi yang dibutuhkan. Kekuatan cahaya bergantung pada volume kultur dan kepadatan. Untuk kultur skala laboratorium diperlukan kekuatan cahaya 5.000 sampai 10.000 luxmeter. Berdasarkan hasil kegiatan kultur Nannochloropsis sp. di BBPBL, untuk skala semi massal sampai massal Nannochloropsis sp. dapat tumbuh dengan baik pada kekuatan cahaya matahari 10.000 sampai 200.000 luxmeter.

b. Derajat keasaman (pH) optimum untuk pertumbuhan Nannochloropsis sp. adalah pada pH 7 sampai 9.

c. Temperatur optimal pertumbuhan Nannochloropsis sp. berkisar 26ºC sampai 32ºC.

d. Salinitas optimal untuk pertumbuhan Nannochloropsis sp. 25 sampai 32 ppt.

e. Aerasi, diperlukan untuk mencegah terjadinya pengendapan, meratakan nutrien, membuat gerakan untuk terjadinya pertukaran udara (penambahan CO2), dalam skala massal mencegah terjadinya stratifikasi

suhu air.

B. Logam Berat Timbal (Pb)

Berdasarkan sifat kimia dan fisikanya, maka tingkat atau daya racun logam berat terhadap biota air dapat diurutkan (dari tinggi ke rendah) sebagai berikut merkuri (Hg), kadmium (Cd), seng (Zn), timah hitam (Pb), krom (Cr), nikel (Ni), dan kobalt (Co) (Sutamihardja dkk, 1982).


(23)

Logam berat Pb merupakan logam berat yang banyak mengkontaminasi air laut. Secara alami kandungan Pb dalam air laut adalah 0,03µ g Lˉ¹, efek toksik Pb baru tampak pada konsentrasi 0,1 sampai 5 mg Lˉ¹ dan sangat ditentukan oleh variasi lingkungan tertentu dan spesies dominan (Darmono, 1995)

Kelarutan Pb dalam air media sangat bergantung pada kondisi pH, konsentrasi ion klorida, dan suhu air. Samarina (1977) dalam Yalynskaya and Lopotom (1994) menyatakan bahwa pada kondisi pH tinggi, potensial redoks akan rendah sehingga logam-logam umumnya akan menjadi lebih aktif dalam pembentukan kompleks dengan senyawa organik dan dapat pula membentuk kelat yang lebih mudah larut dalam air.

Pada pH 6 reaksi hidrolisis dan presipitasi Pb fosfat dan Pb sulfida dapat membentuk kompleks Pb(OH)+ terlarut yang dominan pada kondisi pH antara 8,1 sampai 8,2 akan tetapi bila konsentrasi ion klorida cukup tinggi, maka kompleks tersebut menjadi tak dominan dan digantikan oleh PbCl2. Senyawa Pb(OH)2 yang

tak larut akan terbentuk sampai pH mencapai 10. Stabilitas senyawa yang terbentuk sangat tergantung oleh nilai konstanta kelarutan (Ksp) yang merupakan hasil kali konsentrasi ion-ion penyusun (spesiasi) yang terlibat dalam reaksi.

Senyawa PbCl2 adalah senyawa dominan dalam air laut dalam kondisi

alami memiliki Ksp 4x10ˉ38

atau 1x10-12,67 mol L-1 atau 2,78x10-11 g L-1.Senyawa PbCl2 memiliki kelarutan yang lebih besar pada suhu tinggi. Pada suhu 25ºC

senyawa PbCl2 memiliki kelarutan sebesar 1,08 g/100 g air, bahkan pada suhu

100ºC kelarutannya bisa mencapai 3,34 g/100 g air (Moore and Ramamorthy, 1984 dalam Muhaemin, 2005).


(24)

Ion logam secara alami terdapat dalam sel fitoplankton dan hampir semuanya berikatan dengan protein. Biotransformasi (perubahan bentuk secara biologis) dan biodegradasi pencemar (logam) oleh mikroorganisme merupakan proses pembuangan dan perubahan yang penting dalam sistem perairan, sedimen, dan tanah (Connell and Miller, 1995 dalam Muhaemin, 2005).

Unsur Pb merupakan logam berat toksik utama yang mampu merusak protein (kebanyakan berupa enzim, hormon, maupun reseptor sel). Logam berat Pb mampu berikatan dengan gugus sulfur (sulfiril, merkaptid) merupakan rantai samping pada residu asam amino sistein, sistin, taurin maupun metionin yang hampir selalu dijumpai pada seluruh jenis protein. Kondisi tersebut memungkinkan Pb mampu mengikat gugus sulfiril pada protein dan menginaktivasinya. Kondisi tersebut akan berakibat pada penurunan kinerja enzim tubuh (Beatrice, 2000 dalam Muhaemin, 2005).

Logam berat Pb memiliki dampak negatif terhadap manusia jika dikonsumsi dalam jumlah yang besar dan waktu yang lama. Dampak tersebut antar lain jika mengendap dalam peredaran darah dan otak dapat menyebabkan gangguan sintesis hemoglobin darah, gangguan neurologi (susunan syaraf), gangguan pada ginjal, sistem reproduksi, penyakit akut atau kronik sistem syaraf, dan gangguan fungsi paru-paru selain itu, logam Pb yang terdapat dalam darah sebanyak 10 sampai 20 μg/dl dapat menurunkan IQ pada anak kecil.


(25)

III. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat

Penelitian dilakukan di Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut (BBPBL) Hanura Lampung pada bulan Juli 2010.

B. Materi Penelitian

B.1. Biota Uji

Biota uji yang digunakan dalam penelitian adalah Nannochloropsis sp. yang dikultur secara semi massal, yang sebelumnya dikultur dengan skala laboratorium di BBPBL dengan kepadatan 3 sampai 10 x 106 sel/ml.

B.2. Media Uji

Media yang dipergunakan dalam kultur Nannochloropsis sp. berbentuk cair atau larutan yang tersusun dari senyawa kimia (pupuk) yang merupakan sumber nutrien untuk keperluan hidup. Pupuk digunakan dalam penelitian adalah Conwy dan TMRL.


(26)

B.3. Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian adalah akuarium dengan volume 100L berjumlah 4 buah, selang dan aerasi, toples 10 buah ukuran 5 L, saringan, haemocytometer, mikroskop, pH meter, kertas saring whaiteman dan luxmeter. Sedangkan bahan yang digunakan adalah Nannochloropsis sp., air laut steril, pupuk Conwy, pupuk TMRL dan PbCl2 0,25 mg/L.

C. Prosedur Penelitian

C. 1. Persiapan Penelitian

Tahap awal dilakukan adalah persiapan seluruh perangkat bahan dan alat yang digunakan selama penelitian. Bahan dan peralatan yang dipergunakan dalam proses kultur Nannochloropsis sp. harus dalam keadaan steril. Sterilisasi peralatan dan bahan dilakukan dengan cara perebusan, perendaman dalam larutan kaporit/klorin 150 ppm, pemberian alkohol, dan autoklaf dengan temperatur 1000C dengan tekanan 1 atm selama 20 menit atau dioven. Tahapan kedua adalah persiapan stok air laut steril. Air laut disterilkan menggunakan perangkat ultra violet (UV).

C.2. Pembuatan Media Kultur Nannochloropsis sp.

Penggunaan pupuk Conwy dan TMRL didasarkan oleh ada dan tidaknya kandungan trace metal solution pada kedua pupuk tersebut. Sehingga dapat diketahui pengaruh trace metal solution terhadap kemampuan penyerapan logam


(27)

berat Pb pada Nannochloropsis sp. Adapun komposisi pupuk dan kandungan trace metal disajikan pada Tabel 1 dan 2.

Tabel 1. Komposisi pupuk fitoplankton semi massal

Nama Formula

No Bahan Kimia Conway TMRL 1 NaNO3/ KNO3 100/116 gr 100 gr

2 Na2 EDTA 45 gr -

3 FeCl3 1,3 gr 3,0 gr

4 MnCl 0,36 gr -

5 H2BO3 33,6 gr -

6 Na2HPO4 20 gr 10 gr

7 Na2SiO3 - 1 gr/ (0,7)

8 Trace metal * 1 ml -

9 Vitamin 1 ml -

10 Aquadest 1 lt 1 lt

11 Urea - -

12 ZA - -

Sumber : Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut, Lampung

Table 2. Kandungan trace metal solution pada Conwy

No Bahan Kimia Pupuk Conway/Wayne

1 ZnCl2 2,1 gram

2 CuSO4 . 5H2O 2,0 gram

3 ZnSO4 . 7H2O -

4 CoCL2 . 6H2O 2,0 gram

5

(NH4)6. Mo7O24 .

4H2O 0,9 gram

6 Aquabides 100 ml

Sumber : Laboratorium Balai Besar Riset Perikanan Budidaya Laut Gondol, Bali

C.3. Penelitian Pendahuluan

Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengetahui pola pertumbuhan pada Nannochloropsis sp., menggunakan perlakuan PbCl2 0,25 mg/L dan media

kultur yang berbeda. Kegiatan kultur semi massal merupakan kelanjutan dari kegiatan skala laboratorium. Pada kultur skala laboratorium, media kultur dipupuk


(28)

dan diaerasi selama setengah jam terlebih dahulu sebelum biota dibiakkan dengan kepadatan 5.000 sampai 6.000 x 104 sel/ml

Toples kultur diletakkan dalam rak kultur dan diberi pencahayaan dengan lampu TL 40 watt. Sebelum kultur Semi massal dilakukan air laut yang akan digunakan disterilkan terlebih dahulu dan diberi aerasi selam 1 sampai 2 hari. Setelah air netral selanjutnya dimulai kultur dengan bibit yang berasal dari kultur skala laboratorium. Dalam waktu 4 hari kultur Nannochloropsis sp. akan mencapai fase pertumbuhan tertinggi.

Jenis alga Nannochloropsis sp. ditempatkan pada akuarium ukuran 100L yang diberi PbCl2 lalu dilihat perkembangan tiap harinya dari fase lag hingga fase

kematian, sehingga pada saat penelitian tingkat kesalahan dapat diminimalisir.

C.4. Pelaksanaan Penelitian

Mikroalga Nannochloropsis sp. dikultur terlebih dahulu menggunakan media yang berbeda masing-masing dalam 4 toples ukuran 5L. Setelah mencapai kepadatan tertentu masing-masing Nannochloropsis sp. dengan media yang berbeda dimasukkan ke dalam akuarium 100L, yang sebelumnya media diberi PbCl2 0,25 mg/L.


(29)

D. Parameter

D.1. Kualitas air (Salinitas, pH, suhu, intensitas cahaya dan DO Media Kultur)

Pengukuran salinitas, pH, suhu, intensitas cahaya dan DO air media masing-masing menggunakan refraktometer, pH meter, termometer, luxmeter dan DO meter. Pengukuran parameter tersebut dilakukan setiap 24 jam sekali sejak Nannochloropsis sp. dimasukkan dalam media kultur sampai satu jam sebelum panen dilakukan.

D.2. Penghitungan Kepadatan Nannochloropsis sp.

Pertumbuhan fitoplankton ditandai dengan pertambahan kepadatan fitoplankton yang dikultur. Alat hitung yang digunakan adalah haemocytometer dengan bantuan mikroskop yang dilakukan setiap 24 jam sekali.

Kepadatan Nannochloropsis sp. dihitung dengan cara sebagai berikut: 1. Sampel air media diambil sebanyak 1 ml dengan pipet

2. Sampel air diteteskan pada Haemacytometer, lalu amati di bawah mikroskop 3. Hitung dengan cara mengambil 5 titik, reratakan kemudian kalikan dengan 16

kotak dikalikan 104.

Perhitungan jumlah Nannochloropsis sp. dilakukan dengan menggunakan haemocytometer dibawah microskop dengan pembesaran 10 x 10 dengan menggunakan rumus yang dikembangkan oleh BBPBL:

K1-K5 = jumlah Nannochloropsis sp. dalam kotak hitungan ke 1-5 K1+K2+K3+K4+K5 X 25 X104 sel/ml


(30)

D.3. Penghitungan persentase laju pertumbuhan dan penyerapan logam.

Penghitungan persentase laju pertumbuhan dan penyerapan logam dilakukan untuk mengetahui laju pertumbuhan dan penyerapan Pb perhari pada Nannochoropsis sp.

Persetase laju dapat dihitung dengan rumus :

% Laju = (Ct+1- Ct )/Ct x 100%

Ct+1 : Kelimpahan atau konsentrasi Pb pada t+1

Ct : Kelimpahan atau konsentrasi Pb pada t

D.4. Pengukuran Logam Berat Pb Dalam Air

Pengukuran logan berat Pb dilakukan dengan mengambil sampel air kultur yang selanjutnya akan di uji dengan menggunakan metode AAS (atomic absorption spectrometry). Laju pengikatan logam berat Pb diperoleh dari hasil pengukuran kandungan logam berat dilakukan menggunakan AAS yang didasarkan pada hukum Lambert_Beer, yaitu banyaknya sinar yang diserap oleh sampel akan berbanding lurus dengan konsentrasinya. Persamaan garis antara sampel dan absorbansi berupa persamaan garis lurus dengan koefisien arah yang positif, Y= a + bX. Kadar logam berat dalam sampel diperoleh dengan memasukkan nilai absorbansi larutan sampel ke dalam persamaan garis lurus dari larutan standar. Nilai kandungan logam berat Pb yang telah berikatan dengan kedua residu asam amino selanjutnya diplotkan terhadap waktu pengamatan sebagai persamaan regresi.

Pada penelitian digunakan satu perangkat alat AAS tipe AA 300 P buatan Varian Techtron, Australia, gelas beker 50 ml, labu ukur 10 ml, vial polietilen


(31)

ukuran 5 ml, mikro pipet effendorf 10 samapi 100 μL, dan neraca analitik. Peralatan dan wadah yang akan digunakan untuk analisis, dicuci dengan sabun kemudian dibilas dan dibersihkan dengan akuades. Peralatan dan wadah yang sudah bersih direndam dalam asam nitrat 1 : 3 selama 24 jam, kemudian dibilas dengan akuatrides 3 sampai 4 kali sampai diperoleh pH air bilasan normal (pH 7). Hasil pencucian dikeringkan dalam oven dan dipanaskan pada suhu 50 sampai 60°C. Setelah kering, alat tersebut dimasukkan dalam kantung plastik dan disimpan dalam ruang bebas debu. Bagan pengujian logam berat dapat dilihat dalam Gambar 5.


(32)

Gambar 5. Bagan pengujian logam berat (Pb) dengan metode AAS

(Sumber : Metode analisis air laut, sediment dan biota. Buku 2. Hutagalung Horas P., dkk., LIPI, Jakarta, 1997.)

Kedalam corong masukkan 500 ml air sampel

+ 5ml larutan penahan (atur pH 3,5-4)

+ 5 ml larutan APDC + 5 ml larutan Na-DDC

+ 25 ml MIBK, kocok diamkan selama 5 menit

Fase air

Digunakan untuk larutan blanko & standar

Fase non air + 10 ml akuades kocok,

diamkan sesaat

Fase non air + 1 ml HNO3 pekat

Diamkan 1 jam +19 ml akuades kocok

Fase air “buang”

Fase non air “buang”

Fase air Ukur dengan AAS


(33)

Tahapan metodologi penelitian secara skematis disajikan pada Gambar 6.

Gambar 6. Rangkaian tahapan skematis penelitian Persiapan media kultur

Kultur Nannochloropsis & pengukuran Salinitas, pH, DO dan suhu media

Fase Pertumbuhan

Tidak

Fase Stasioner Pengamatan setiap 24 jam

Mulai

Selesai Identifikasi Pb


(34)

E. Analisis Data

Data yang diperoleh dari beberapa parameter yang diamati akan di diolah dengan menggunakan persamaan regresi linier sebagai berikut:

Y= a + bX

dengan hubungan korelasi yang dimisalkan dengan Y dan X Y = Kepadatan plankton Nannochloropsis sp. X = Konsentrasi Pb dalam media kultur a, b = Nilai Konstanta

Hubungan antara beberapa parameter dihitung dengan persamaan regresi linier. Berdasarkan persamaan tersebut dapat diketahui korelasi antara kepadatan Nannocloropsis sp. dengan kemampuan penyerapan logam berat Pb.


(35)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

A.1. Laju Pertumbuhan Nannochloropsis sp.

Berdasarkan hasil penelitian mengenai pengaruh penggunaan media yang berbeda terhadap penyerapan logam berat Pb pada Nannochloropsis sp., menunjukan bahwa laju pertumbuhan Nannochloropsis sp. menggunakan pupuk conwy relatif lebih tinggi dibandingkan pupuk TMRL. Peningkatan laju pertumbuhan selama pengamatan dapat dilihat pada Gambar 7.

0 5 10 15 20 25

1 2 3 4 5

DOC

K

e

pa

da

ta

n

(s

e

l/

m

l)

na

conwy TMRL

Gambar 7. Kurva laju pertumbuhan Nannochloropsis sp. media Conwy dan media TMRL menggunakan Pb.


(36)

Tabel 3. Persentase laju pertumbuhan Nannochloropsis sp. media Conwy dan media TMRL menggunakan Pb.

DOC

Conwy (sel/ml)

Persentase (%)

TMRL (sel/ml)

Persentase (%)

0 4.06 x 106 - 4.06 x 106 -

1 4.70 x 106 16 4.305 x 106 6 2 12.75 x 106 171 11.925 x 106 177

3 14 x 106 10 15.925 x 106 34

4 19.65 x 106 40 17 x 106 7

5 15.285 x 106 -22 15.065 x 106 -11

Secara umum kurva yang ada pada Gambar 7. dapat dibagi menjadi lima fase yang meliputi fase lag, fase eksponensial, fase penurunan kecepatan pertumbuhan, fase stasioner dan fase kematian. Fase lag tidak teramati karena pengamatan dilakukan setiap 24 jam sekali sedangkan fase lag terjadi pada jam ke-8 sampai jam ke-16. Titik tertinggi laju pertumbuhan Nannochloropsis sp. dengan dalam media Conwy terjadi pada hari kedua yaitu 12,75 x 106 sel/ ml dengan presentase laju pertumbuhan sebesar 171% yang menandakan bahwa Nannochloropsis sp. berada pada fase eksponensial. Fase stasioner berada antara hari ke-3 dan ke-4 dimana laju pertumbuhan seimbang dengan laju kematian. Sedangkan fase kematian terjadi pada hari kelima yaitu terjadi penurunan jumlah Nannochoropsis sp. dari hari ke- 4 sebanyak 19,65 x 106 sel/ml menjadi 15,285 x 106 sel/ml.

Pada penggunaan pupuk TMRL fase lag juga tidak teramati. Fase eksponensial terjadi pada hari ke-2 jumlah sel yang dihasilkan 11,925 x 106 sel/ml dengan presentase laju pertumbuhan sebesar 177%. Fase stasioner terjadi sejak hari ke-3 sampai hari ke-4, ditandai dengan laju pertumbuhan yang seimbang dan hanya mengalami kenaikan presentase laju pertumbuhan sebanyak 7 % dengan jumlah sel 17 x 106 sel/ml. Mikroalga Nannochloropsis sp. mengalami fase


(37)

kematian pada hari ke-5 dengan penurunan presentase laju pertumbuhan sebanyak 11% dari hari ke-4.

A.2. Bioakumulasi Pb pada Nannochloropsis sp.

Hasil penelitian yang dilakukan selama lima hari menunjukkan bahwa konsentrasi logam berat Pb yang terakumulasi dalam sel Nannochloropsis sp. mengalami peningkatan, hal tersebut menunjukkan Nannochloropsis sp. memiliki kemampuan menyerap logam berat Pb. (Gambar 8.)

0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25

1 2 3 4 5

DOC K o n s e n tr a s i Pb (m g /L ) Conwy TMRL

Gambar 8. Kurva penyerapan Nannochloropsis sp menggunakan pupuk Conwy dan pupuk TMRL.

Tabel 4. Persentase penyerapan Pb Nannochloropsis sp dengan pupuk Conwy dan dengan pupuk TMRL.

DOC Kandungan Pb dalam sel (media Conwy) (mg/L) Persentase penyerapan Pb dalam sel (media

Conwy) (%)

Kandungan Pb dalam sel (media TMRL) (mg/L) Persentase penyerapan Pb dalam sel media

TMRL (%)

1 0.00135 - 0.0015 -

2 0.0157 1063 0.01535 923

3 0.09625 513 0.0827 439

4 0.13705 42 0.12605 52


(38)

Berdasarkan hasil penelitian (Tabel 4.) kandungan logam berat pada sel Nannochloropsis sp. bertambah dari hari pertama hingga hari ke-5 karena bersifat bioakumulatif sehingga Nannochloropsis sp. dapat digunakan sebagai bioindikator, sedangkan persentase penyerapan Pb setiap hari semakin menurun karena tingkat kejenuhan yang dialami oleh Nannochloropsis sp.

Pada hari pertama pengamatan kandungan Pb dalam sel Nannochoropsis sp. media Conwy adalah 0,00135 mg/L dan hari ke-2 sebesar 0,0157 mg/L, maka persentase kenaikan penyerapan yang didapat adalah 1063%. Kandungan Pb hari 3 0,0962 mg/L dengan presentase penyerapan 513%, sedangkan pada hari ke-4 mengalami penurunan presentase penyerapan yang cukup signifikan yaitu sebesar 42% dengan kandungan Pb dalam sel sebanyak 0,13705 mg/L. Pada hari ke-5 kandungan Pb yang ada di dalam sel Nannochloropsis sp. terus meningkat mencapai 0,18415 mg/L namun persentase penyerapan semakin menurun dengan 32%.

Pada media yang menggunakan pupuk TMRL, kandungan Pb yang diserap oleh Nannochloropsis sp. pada hari pertama adalah 0,0015 mg/L dan mengalami kenaikan penyerpan pada hari ke-2 sebesar 923%. Pada hari ke-3 mulai mengalami penurunan penyerapan dengan persentase 439%. Hari ke-4 dan ke-5 presentase penyerapan yang sama yaitu sebanyak 52% dengan akhir Pb yang diakumulasi oleh tubuh sebanyak 0,19115 mg/L.

Berdasarkan hasil persentase dapat dilihat tingkat titik jenuh penyerapan Pb oleh Nannochloropsis sp. pada masing-masing media. Pada media Conwy titik jenuh belum dapat diketahui karena sampai pada hari ke-5 persentase tingkat penyerapan Pb masih mengalami perubahan, sedangkan pada media yang


(39)

menggunakan pupuk TMRL tingkat titik jenuh penyerapan Pb sudah terjadi pada hari ke-4 yaitu sebanyak 52%.

Hasil Pengujian regresi dilakukan untuk mengetahui hubungan antara kepadatan Nannochloropsis sp. dengan konsentrasi Pb dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Regresi antara penyerapan logam berat Pb dengan kepadatan

Nannochloropsis sp.

No Perlakuan r a B t hit

T

tab Sig α

1

Nannochloropsis

sp, Conwy 0.752 0.566 8.06 57.20 0.44 2.571 0.142 0.05 2

Nannochloropsis

sp, TMRL 0.728 0.530 8.89 47.49 0.42 2.571 0.163 0.05

Hasil regresi yang tercantum pada tabel tersebut menunjukkan bahwa adanya interaksi antara kepadatan Nannochloropsis sp. dengan penyerapan logam berat Pb. Hal tersebut dapat diketahui berdasarkan nilai koefisien korelasi (r) yang mendekati satu. Hasil regresi memberikan nilai koefisien korelasi 0,752 maka ada korelasi positif antara variable-variabel yang diujikan.

Penggunaan media yang berbeda dalam penyerapan logam berat Pb pada Nannochloropsis sp. memperoleh hasil yang relatif sama (Fsig>0,05). Berdasarkan persamaan regresi linier maka perlakuan penggunaan pupuk Conwy menghasilkan Y = 8,06 + 57,20X yang berarti setiap kenaikan satu satuan konsentrasi Pb dalam media kultur maka akan menaikan kepadatan Nannochloropsis sp. sebanyak 57,20 satuan.


(40)

B. Pembahasan

B.1. Laju Pertumbuhan Nannochloropsis sp.

Pertumbuhan Nannochloropsis sp. dalam kultur ditandai dengan bertambahnya jumlah sel. Kepadatan sel dalam kultur Nannochloropsis sp. digunakan untuk mengetahui pertumbuhan jenis fitoplankton tersebut. Laju pertumbuhan dalam kultur ditentukan dari medium yang digunakan dan dapat dilihat dari hasil pengamatan kepadatan Nannochloropsis sp. yang dilakukan tiap 24 jam. Peningkatan kepadatan rata-rata Nannochloropsis sp. yang dikultur secara semi masal baik menggunakan pupuk Conwy maupun TMRL dapat diketahui melalui laju pertumbuhan yang diamati setiap harinya dari fase adaptasi sampai pada puncak kepadatan stasioner.

Pada fase lag penambahan jumlah kepadatan fitoplankton sangat rendah atau bahkan dapat dikatakan belum ada penambahan kepadatan. Hal tersebut disebabkan karena sel-sel fitoplankton masih dalam proses adaptasi secara fisiologis terhadap medium tumbuh sehingga metabolisme untuk tumbuh manjadi lamban, pada fase lag tidak teramati dikarenakan pengamatan dilakukan setiap 24 jam sedangkan fase lag terjadi biasanya berkisar antara 8 sampai 16 jam.

Pada fase eksponensial, terjadi pertambahan kepadatan sel fitoplankton (N) dalam waktu (t) dengan kecepatan tumbuh (µ) (Haryono dan Wibowo, 2004). Fase eksponensial terjadi pada hari ke-2 dengan kepadatan Nannochloropsis sp. sebanyak 12,75 juta sel/ml untuk media conwy dan 11,925 juta sel/ml untuk media TMRL. Fase penurunan pertumbuhan terjadi pada hari ke-3, pada fase penurunan laju pertumbuhan sel mulai melambat hal tersebut disebabkan kondisi


(41)

fisik dan kimia kultur mulai berkurang. Pada fase stasioner terjadi pada hari ke-4 dengan kepadatan mencapai 19,65 juta sel/ml untuk media conwy sedangkan untuk media TMRL mencapai 17 juta sel/ml dikarenakan jumlah sel yang membelah dan yang mati seimbang. Sedangkan pada fase kematian, pada hari ke-5 dikarenakan kualitas fisik dan kimia kultur berada pada titik dimana sel tidak mampu lagi mengalami pembelahan.

Keberhasilan kultur ditandai dengan pertumbuhan yang semakin meningkat dari kepadatan fitoplankton, hal tersebut merupakan waktu generasi pertumbuhan fitoplankton, sehingga dapat dikatakan waktu generasi merupakan waktu yang diperlukan suatu fitoplankton untuk membelah dari satu sel menjadi beberapa sel dalam pertumbuhan Untuk mengetahui pola pertumbuhan fitoplankton uji, dilakukan penghitungan jumlah sel per mililiter medium setiap 24 jam dengan alat Haemositometer yang diamati dibawah mikroskop.

Tingkat laju pertumbuhan Nannochloropsis sp. pada pemberian pupuk conwy lebih tinggi dibandingkan laju pertumbuhan Nannochloropsis sp. pada pemberian pupuk TMRL (Gambar 7.). Menurut Hecky and Kilham (1988), ketiga unsur nutrien utama tersebut, yakni N, P, Si di perairan air laut ketiga unsur tersebut bersama-sama bersifat sebagai faktor pembatas pertumbuhan. Berdasarkan dari komposisi pupuk yang digunakan Conwy memiliki kandungan nutrien makro yaitu N (nitrogen), P (fosfat), Si (silikat) yang lebih tinggi dibandingkan pupuk TMRL sehingga pertumbuhan sel Nannochloropsis sp. dengan menggunakan pupuk conwy lebih tinggi.


(42)

B.2. Bioakumulasi Pb pada Nannochloropsis sp.

Kemampuan organisme mengakumulasi zat dari mediumnya dinyatakan dengan faktor bioakumulasi, yaitu perbandingan kandungan zat dalam biota terhadap kandungan zat dalam mediumnya. Nannochloropsis sp. seperti halnya organisme lain memiliki mekanisme perlindungan untuk mempertahankan kehidupannya. Menurut Connel Des W., (1990), mekanisme perlindungan melibatkan pembentukan kompleks-kompleks logam dengan protein dalam sel, sehingga logam dapat terakumulasi dalam sel tanpa menganggu aktivitasnya. Pada konsentrasi logam yang tinggi, akumulasi dapat menganggu pertumbuhan sel, karena sistem perlindungan organisme tidak mampu mengimbangi efek toksisitas logam.

Proses akumulasi Pb ke dalam Nannochloropsis sp. dari lingkungannya terjadi akibat interaksi antara bahan pencemar tersebut dengan permukaan tubuhnya. Karena Nannochloropsis sp. adalah organisme renik bersel tunggal yang seluruh permukaanya dilapisi oleh membran sel, maka masuknya Pb tersebut melalui membran selnya(Haryoto dan Wibowo, 2004).

Berdasarkan dari hasil uji dengan metode AAS (atomic absorption spectrometry) terlihat bahwa tingkat penyerapan logam berat pada Nannochloropsis sp. pada pemberian pupuk TMRL lebih tinggi daripada pemberian pupuk conwy (Gambar 8.). Hal tersebut disebabkan kandungan nutrien mikro yang berbeda pada pupuk conwy dan TMRL.

Pada pupuk Conway terdapat kandungan beberapa logam berat lain yaitu Zn, Cu, Co yang tidak terdapat pada komposisi pupuk TMRL, sehingga logam berat yang diserap oleh Nannochloropsis sp. pada media conwy yang diberi


(43)

tambahan logam berat Pb tidak hanya logam Pb saja yang terserap, sedangkan logam-logam lain yang terkandung di dalam media ikut terserap dalam Nannochloropsis sp., sehingga presentase penyerapan logam Pb pada Nannochloropsis sp. tidak seoptimal penyerapan logam Pb pada pupuk TMRL yang tidak mengandung logam berat lainnya.

Dari hasil regresi didapat Nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 56% untuk perlakuan pemberian pupuk conwy dan 52% pemberian pupuk TMRL. Ini menjelaskan bahwa pada perlakuan pemberian pupuk conwy kepadatan Nannochloropsis sp. hanya berpengaruh sebesar 56% terhadap penyerapan logam berat Pb, sedangkan 44% dapat disebabkan faktor-faktor lainnya seperti suhu atau pH. Begitu juga pada perlakuan pemberian pupuk TMRL.

Suhu secara langsung maupun tidak langsung berpengaruh terhadap produktivitas primer di laut (Tomascik et al.,1997). Pada saat kultur suhu berkisar antara 28 sampai 310 C, secara langsung suhu berperan dalam mengontrol reaksi kimia enzimatik dalam proses fotosintesis. Valiela (1984) mengatakan bahwa dalam kaitannya dengan produktivitas primer di laut, suhu lebih berperan sebagai kovarian dengan faktor lain daripada sebagai faktor bebas. Sebagai contoh, plankton pada suhu rendah dapat mempertahankan konsentrasi pigmen-pigmen fotosintesis, enzim-enzim dan karbon yang besar. Ini disebabkan karena lebih efisiennya fitoplankton menggunakan cahaya pada suhu rendah dan laju fotosintesis akan lebih tinggi bila sel-sel fitoplankton dapat menyesuaikan dengan kondisi yang ada. Perubahan laju penggandaan sel hanya pada suhu yang tinggi. Tingginya suhu memudahkan terjadinya penyerapan nutrien oleh fitoplankton.


(44)

Demon (1989) menyatakan bahwa penyerapan logam oleh mikroalga akan meningkat seiring dengan kenaikan pH medium yang digunakan. pH pada saat pengkulturan dalam penelitian berkisar antara 6,5 sampai 7.7. Proses penyerapan logam oleh fitoplankton Nannochloropsis sp. merupakan gabungan proses aktif yang melibatkan metabolisme. Sel fitoplankton Nannochloropsis sp. melalui proses aktif dapat mensintesis protein pengkhelat logam fitokhelatin untuk merespon pengaruh negatif dari logam berat (How dkk,1992 dalam Arifin, 1997).


(45)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa penggunaan media yang berbeda yaitu pupuk Conwy dan pupuk TMRL memiliki hasil yang relatif sama terhadap kemampuan penyerapan logam berat Pb pada Nannochloropsis sp. Namun pupuk yang lebih baik digunakan adalah TMRL berdasarkan daya serap logam Pb pada Nannochloropsis sp. dibandingkan dengan menggunakan pupuk Conwy.

B. Saran

Adapun saran yang diajukan antara lain :

1. Pengamatan hendaknya dilakukan menggunakan Pb dengan kisaran konsentrasi dari 0,1 sampai 5 mg/L berdasarkan tingkat ambang batas toksisitas Pb pada perairan.

2. Waktu pengamatan pertama sebaiknya dilakukan kurang dari 24 jam sehingga akan meningkatkan keakuratan data yang diperoleh.


(46)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2007. Budidaya Fitoplankton dan Zooplankton. BBPBL, Lampung. Arifin. 1997. Studi Interaksi antara Kadmium dan Fitoplankton Lingkungan

Laut, Thesis, Program Pasca Sarjana Program Studi Kimia FMIPA UGM, Yogyakarta.

Bailey, P. D. 1992. An Introduction to Peptide Chemistry. UK: Jhon Wiley & Sons, Chichester.

Beatrice, G. P. 2000. Commentary Novel Reaction Catalyzed by Antibodies. Current Opinion in Structural Biology 10:697-708.

Borowitzka, M. A and L. J. Borowitzka. 1988. Micro-Alga Biotechnology. Cambridge University Press, New york.

Botindean, I. 2000. Bacterial Metal-Resistance Protein and Their Use in Biosensors for the Detection of Bioavailable Hevy Metals. J Inorg Biochem 79:225-229.

Chen, J and H.P.C. Sheety. 1991. Culture of Marine Feed Organisme”. National Inland Fisheried Institute Kasetsart University Campus. Bangkhen. Bangkok. Thailand. 38 p.

Connell, D. W and G. J. Miller. 1995. Kimia dan ekotoksikkologi Pencemaran. Yanti Koestoer, penerjemah. UI press, Jakarta.

Darmono. 1995. Logam Dalam System Biologi Mahluk Hidup. UI Press, Jakarta. Demon A., Debrunin M., and Wolterbeek. 1989. The Influence of pretreatment,

Temperature and Calcium ion Trace Element Uptake By An Algae (Scenesdesmus Bannonicus sub sp. Berlin) and Fugus (Aureobasidium Pullunans), Environmental Monitoring and Assesment, 13 ; 31-23. Grahame, J. 1987. Plankton and Fisheries. Edward Arnold, London.

Haryoto dan A. Wibowo. 2004. Kinetika Bioakumulasi Logam Berat Kadmium oleh Fitoplankton Chlorella sp Lingkungan Perairan Laut. Jurnal


(47)

Hecky,R.E. and P.Kilham, 1988. Nutrient limitation of phytoplankton in freshwater and marine environmrnts: a review of of recent evidence on the effects of enrichment.Limnol.Oceanogr.33 (4,part 2): 796-822. Horas, H. 1997. Metode Analisis Air Laut, Sedimen dan Biota. LIPI, Jakarta. Isnansetyo, A dan Kurniastuty. 1995. Tehnik Kultur Phytoplankton dan

zooplankton: Pakan Alami Untuk Pembenihan Organisme Laut. Jakarta: PT Erlangga.

Kaplan, D. D. C and S. Arad. 1988. Binding of Heavy Metal by Alga Polysaccharides. In: Algal Biotechnology. T Stadler et al, editor. New York: Elsevier Science Publishing.

Lee, R. E. 1989. Phycology. Ed ke-2. UK: Cambridge University Press.

Mahler, H. R and Eugene, H. C.1966. Biologycal Chemistry. Harper & Row Publishing, New York.

Moore, J. W and S. Rammamorthy. 1984. Heavy Metal in Natural Waters. Sp.ringer-Verlag Publishing, USA.

Muhaemin, M. 2005. Kemampuan Pengikatan Metaloprotein Terhadap Pb Pada Nannochloropsis sp. Tesis. Bogor.

Nybakken, J. W. 1992. Biologi Laut: Suatu Pendekatan Ekologis. Eidman HM, penerjemah. PT Gramedia, Jakarta.

Parsons, T. R, M. Takahashi, and B. hargrave. 1984. Biological Oceanographic Processes. Pergamon Press, Oxford.

Poedjiadi, A. 1994. Dasar-dasar Biokimia. UI Press, Jakarta.

Sembiring, Z. 2008. Studi Proses Adsorpsi-Desorpsi Ion Logam Pb(II), Cu(II) DAN Cd(II) Terhadap Pengaruh Waktu dan Konsentrasi Pada Biomassa Nannochloropsis sp.. Yang Terenkapsulasi Aqua-Gel Silika Dengan Metode Kontinyu. Prosiding Unila. Bandar Lampung.

Suriawiria, V. 1985. Pengantar Mikrobiologi. Kanasius, Yogakarta. Tomascik, T.,A. J.Mah,A.Nontji and M.K, Moosa, 1997. The Ecology of

Indonesian Seas. The Ecology of Indonesia series. Vol. VII. Periplus Eds. (HK) Ltd.

Valiela,I., 1984. Marine ecological processes. Library of Congress Catalogy in Publication. Data, New York.


(48)

Yalinskaya, N. S and A. G. Lopotun. 1994. Accumulation of Trace Element & heavy Metals in the Vegetation of Fish Ponds. J Hydrobiol 30(6): 45-53.


(49)

(50)

Lampiran 1. Tabel data penyerapan Pb pada Nannochloropsis sp.

Sampel ID Pb Blanko

Corected Concentration

Pb (mg/L)

Air Laut 0.001 0.1357 0.1347

Control conwy 0.068 0.2082 0.1402 Control TMRL 0.032 0.1718 0.1398 Nanno C1-23 0.3956 0.7846 0.389

Nanno C2 0.7513 1.14 0.3887

Nanno T1 0.4052 0.7941 0.3889

Nanno T2 0.4985 0.887 0.3885

Nanno C1-24 0.5337 0.9093 0.3756

Nanno C2 0.8254 1.1988 0.3734

Nanno T1 0.7793 1.1538 0.3745

Nanno T2 0.3416 0.7168 0.3752

Nanno C1-25 0.01 0.3056 0.2956

Nanno C2 0.1434 0.4357 0.2923

Nanno T1 0.5087 0.821 0.3123

Nanno T2 0.4155 0.7182 0.3027

Nanno C1-26 0.1383 0.3948 0.2565

Nanno C2 0.6096 0.8594 0.2498

Nanno T1 0.2787 0.5474 0.2687

Nanno T2 0.6942 0.9538 0.2596

Nanno C1-27 0.7546 0.9622 0.2076

Nanno C2 0.727 0.9315 0.2045

Nanno T1 0.4028 0.6022 0.1994

Nanno T2 0.7956 0.9943 0.1987

Lampiran 2. Tabel pengamatan laju pertumbuhan Nannochloropsis sp. Hari ke- Conwy 1 (sel/ml) Conwy 2 (sel/ml) TMRL 1 (sel/ml) TMRL 2 (sel/ml) 1 4.49 x 106 4.91 x 106 4.07 x 106 4.54 x 106 2 13.4 x 106

12.1 x 106 13.45 x 106 10.4 x 106 3 13.75 x 106

14.25 x 106 16.6 x 106 15.25 x 106 4 19.9 x 106

19.4 x 106 17.75 x 106 16.25 x 106 5 15.32 x 106


(51)

Lampiran 3. Regresi antara Kepadatan Nannochloropsis sp

denganpenyerapan logam berat Pb pada perlakuan pemberian pupuk Conwy

Descriptive Statistics

Mean Std. Deviation N

Plankton 13.0303333 5.94529370 5

Pb .0869000 .07817968 5

Model Summaryb

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

Change Statistics R Square

Change F Change df1 df2

Sig. F Change

1 .752a .566 .421 4.52383493 .566 3.909 1 3 .142

a. Predictors: (Constant), Pb b. Dependent Variable: Plankton

ANOVAb

Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig.

1 Regression 79.991 1 79.991 3.909 .142a

Residual 61.395 3 20.465

Total 141.386 4

a. Predictors: (Constant), Pb b. Dependent Variable: Plankton


(52)

Lampiran 4. Regresi antara Kepadatan Nannochloropsis sp dengan

penyerapan logam berat Pb pada perlakuan pemberian pupuk TMRL

Descriptive Statistics

Mean Std. Deviation N

Plankton 12.84400 5.134609 5

Pb .0833500 .07868922 5

Model Summaryb

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

Change Statistics R Square

Change F Change df1 df2

Sig. F Change

1 .728a .530 .373 4.065787 .530 3.379 1 3 .163

a. Predictors: (Constant), Pb b. Dependent Variable: Plankton

ANOVAb

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression 55.865 1 55.865 3.379 .163a

Residual 49.592 3 16.531


(53)

Lampiran 5. Tabel data pengamatan laju penyerapan Pb dan pertumbuhan pada Nannochloropsis sp beserta perhitungan statistik

Parameter Perlakuan Media

Conwy (mg/L)

TMRL (mg/L)

0.00135 0.0015

0.0157 0.01535

Penyerapan Pb

Pb 0.25

mg/L 0.09625 0.0827

0.13705 0.12605

0.18415 0.19115

3.466667 4.305

12.75 11.925

Laju

Pertumbuhan

Pb 0.25

mg/L 14 15.925

19.65 17

15.285 15.065

Nilai t hitung dan t tabelnya pada setiap perlakuan - Rata-rata

Penyerapan Pb

Perlakuan dengan pupuk Conwy

Perlakuan dengan pupuk TMRL

Laju pertumbuhan

Perlakuan dengan pupuk Conwy

Perlakuan dengan pupuk TMRL

0869 . 0 5 18415 . 0 13705 . 0 09625 . 0 0157 . 0 00135 . 0 1       x 083352 . 0 5 19115 . 0 12606 . 0 0827 . 0 01535 . 0 0015 . 0 2       x 0303 . 13 5 285 . 15 65 . 19 14 75 . 12 46667 . 3 1       x 844 . 12 5 065 . 15 17 925 . 15 925 . 11 305 . 4 2       x


(54)

- Simpangan baku :

Penyerapan Pb

Perlakuan dengan pupuk Conwy S = 0.07818

Perlakuan dengan pupuk TMRL S = 0.078689

Laju pertumbuhan

Perlakuan dengan pupuk Conwy S = 5.945294

Perlakuan dengan pupuk TMRL S = 5.134609

- Uji t

Penyerapan Pb

Perlakuan dengan pupuk Conwy

Perlakuan dengan pupuk TMRL

Laju pertumbuhan

Perlakuan dengan pupuk Conwy

Perlakuan dengan pupuk TMRL

t tabel (α = 0.5%) = 2.571 sehingga :

antara penyerapan Pb dan laju pertumbuhan Nannnochloropsis sp tidak berbeda nyata dengan selang bkepercayaan 95%.

444615 . 0 5 8 ` 0781 . 0 0869 . 0   t 423693 . 0 5 89 ` 0786 . 0 083352 . 0   t 8767 . 0 5 9452 . 5 0303 . 13   t 0006 . 1 5 1346 . 5 844 . 12   t


(55)

Lampiran 6. Tabel data pengamatan kualitas air Intensitas

cahaya (lux)

hari ke-1 hari ke-2 hari ke-4 hari ke-5 pagi Sore pagi Sore pagi sore pagi Sore Control

conwy 6501 8335 7098 7354 6645 7756 8652 6396 Conwy 1 6289 8724 7105 7276 6787 7683 8647 6276 Conwy 2 6532 8728 7124 7322 6543 7709 8700 6454 Control

TMRL 6678 8388 7277 7376 6539 7725 8670 6233 TMRL 1 6637 8265 7294 7299 6514 7678 8643 6459 TMRL 2 6569 8522 7199 7278 6603 7084 8705 6304

Salinitas (ppt)

hari ke-

1 2 3 4 5

kontrol conwy 30 30 31 30 29

conwy 1 31 30 30 31 30

conwy 2 30 31 30 29 29

kontrol TMRL 29 30 30 30 29

TMRL 1 30 29 29 30 30

TMRL 2 29 30 30 30 31

Suhu

hari ke-

1 2 3 4 5

kontrol conwy 30ºC 30 ºC 31ºC 29 29

conwy 1 31 ºC 30 ºC 30ºC 29 29

conwy 2 31 ºC 29 ºC 30ºC 30 28

kontrol TMRL 30 ºC 30 ºC 31ºC 29 29

TMRL 1 29 ºC 30 ºC 31ºC 30 28

TMRL 2 30 ºC 30 ºC 30ºC 29 28

pH hari ke-

1 2 3 4 5

kontrol conwy 6.85 7.54 7.34 7.59 7.58

conwy 1 7.04 7.48 7.56 7.08 7.35

conwy 2 6.54 6.94 7.66 7.14 7.04

kontrol TMRL 7.25 7.02 6.97 7.48 7.39

TMRL 1 6.72 7.7 7.45 7.11 7.26


(56)

Lampiran 7. Alat dan bahan penelitian

Akuarium Vakum

Gelas ukur Alat pembuatan preparat AAS


(57)

Pb TMRL


(58)

Lampiran 8. Beberapa kegiatan yang dilakukan selama penelitian

Kultur skala lab kultur skala masal di lab

Pembuatan Media Kultur secara semi masal


(59)

PENGARUH PENGGUNAAN MEDIA YANG BERBEDA TERHADAP KEMAMPUAN PENYERAPAN LOGAM BERAT Pb PADA

Nannochloropsis sp. (Skripsi)

Oleh

DEWI KARTIKASARI

PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG


(60)

I. PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Jagung merupakan salah satu tanaman palawija yang paling utama di Indonesia, komoditas ini adalah bahan pangan alternative yang paling baik selain beras. Karena jagung adalah sumber karbohidrat setelah beras. Seiring dengan peningkatan pendapatan dan pertambahan jumlah penduduk menyebabkan permintaan jagung meningkat, sementara itu produktivitas yang dicapai

petani masih sangat rendah (Gunawan, 2009).

Produksi jagung di Indonesia masih sangat rendah produksi yang dapat dipasarkan baru mencapai 4,0 sampai 5,0 t ha-1 (Koswara, 1989), bila dibandingkan dengan negara lain, misalnya di Lockyervalley Queensland, produksi jagung mencapai rata-rata 7,0 sampai 10,0 t ha-1 (Lubach, 1980). Tanaman jagung menghendaki tanah yang gembur, subur, berdrainase baik dengan pH 5,6-7,2 serta membutuhkan air dan penyinaran matahari yang cukup untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan tanaman tersebut (Suprapto dan Marzuki, 2005).

Tanaman budidaya seperti jagung selain memerlukan unsur hara dalam tanah juga memerlukan tambahan hara agar pertumbuhannya optimal. Tidak dapat dipungkiri bahwa pemupukan mengambil peran yang cukup penting dalam budidaya tanaman semusim (Gunawan, 2009). Menurut Moenandir (1988) bahwa


(61)

penggunaan bahan-bahan kimia pertanian seperti pupuk dan pestisida pada lahan-lahan pertanian dan lahan-lahan-lahan-lahan lain di dunia cenderung semakin meningkat setiap tahunnya.

Penggunaan pupuk kimia berkadar hara tinggi seperti Urea, ZA, TSP atau SP-36, dan KCl tidak selamanya menguntungkan karena dapat menyebabkan lingkungan menjadi tercemar jika tidak menggunakan aturan yang semestinya. Pemupukan dengan pupuk kimia hanya mampu menambah unsur hara tanah tanpa memperbaiki sifat fisika dan biologi tanah, bahkan dapat menimbulkan dampak negatif terhadap tanah (Rauf dkk., 2005).

Penggunan pupuk Urea secara berlebihan selain tidak efisien, juga dapat menimbulkan pencemaran lingkungan (Johal, 1986 dalam Yusnaini, Anas, Sudarsono dan Nugroho 1995). Hal ini karena sebagian dari Urea tersebut hilang, baik melalui pencucian maupun penguapan dalam bentuk amoniak (Yusnaini dkk., 1995). Menurut Nurmaini (2001), penggunaan bahan-bahan kimia baik sebagai pembasmi hama (insektisida) maupun sebagai pupuk (fertilizer) akan menyumbang zat pencemar sebagai salah satu efek gas rumah kaca. Sakina (2008) melaporkan berbagai organisme penyubur tanah musnah akibat dampak dari penggunaan pupuk anorganik.

Menyadari dampak negatif pada tanah dari pertanian yang boros energi tersebut, maka berkembanglah pada akhir-akhir ini konsep pertanian organik, yang salah satu langkah untuk pemeliharaan kesuburan tanahnya adalah dengan penggunaan kembali bahan organik (Atmojo, 2008).


(62)

Bahan organik merupakan sumber energi bagi fauna tanah. Penambahan bahan organik dalam tanah akan menyebabkan aktivitas dan populasi mikrobiologi dalam tanah meningkat, terutama yang berkaitan dengan aktivitas dekomposisi dan mineralisasi bahan organik. Beberapa mikroorganisme yang beperan dalam dekomposisi bahan organik adalah fungi, bakteri dan aktinomisetes (Atmojo, 2008).

Respirasi tanah adalah pencerminan aktivitas mikroorganisme tanah. Pengukuran respirasi (mikroorganisme tanah) merupakan cara yang pertama kali digunakan untuk menentukan tingkat aktivitas mikroorganisme tanah (Hanafiah, 2005 dalam Sakdiah, 2009). Basuki (1994) melaporkan bahwa respirasi tanah merupakan aktivitas mikroorganisme tanah atau O2 yang dibutuhkan oleh mikroorganisme.

Menurut Sakdiah (2009) untuk menentukan aktivitas mikroorganisme tanah di sekitar perakaran dapat dilakukan dengan menggunakan respirasi tanah.

Pemberian bahan organik ke dalam tanah ultisol akan memberikan pengaruh positif terhadap kesuburan tanah dengan terjadinya perbaikan sifat fisika, kimia dan biologi tanah. Ma’ shum dkk. (2003), menyatakan bahwa bahan organik sangat nyata mempengaruhi aktivitas mikroorganisme tanah melalui perannya sebagai penyedia sumber karbon dan energi. Selanjutnya, Dewi (2002) melaporkan bahwa pemberian bahan organik secara umum dapat meningkatkan populasi fungi, bakteri, dan aktinomisetes.

Bahan organik yang digunakan sebagai sumber pupuk dapat berasal dari bahan tanaman, yang sering disebut sebagai pupuk hijau (Atmojo, 2008). Azolla merupakan tumbuhan air yang banyak dikembangkan sebagai pupuk hijau.


(63)

Tanaman air ini termasuk tanaman penambat N2 udara. Azolla apabila

dimasukkan dalam tanah, pada kondisi tergenang akan termineralisasi dan selama 2 minggu mampu melepas 60-80 % dari N yang dikandungnya. Dilaporkan di Asia, penggunaan Azolla untuk budidaya padi sawah mampu memasok 20-40 kg N ha--11ke dalam tanah dan mampu meningkatkan hasil padi 19,23 % atau 0,5 t ha-1.

Apabila penggunaan azolla diberikan dua kali yaitu sebelum dan sesudah tanam, peningkatan hasil padi bisa mencapai 38,46 % atau 1 t ha-1(Giller dan Welson,

1991 dalam Atmojo, 2008).

Azolla dapat dimanfaatkan sebagi pupuk. Menurut Rochdianto (2008) berat kering azolla dalam bentuk kompos (azolla kering), mengandung unsur Nitrogen (N) 3-5 %, phosfor (P) 0,5-0,9 % kalium (K) 2-4,5 % Calsium (Ca) 0,4-1 %, Magnesium (Mg) 0,5-0,6 %, Ferum (Fe) 0,06-0,26 % dan Mangan (Mn) 0,11-0,16 %.

Unsur N yang terdapat di dalam Azolla dapat dimanfaatkan oleh tanaman bila telah mengalami dekomposisi. Dekomposisi azolla pada keadaan tergenang terjadi mulai minggu pertama, dan setelah tiga minggu jumlah amonium yang dilepaskan ke dalam tanah adalah konstan (Ventura et al., 1992 dalam Yusnaini dkk., 1995).

Redhani (2008) melaporkan bahwa azolla dapat digunakan dengan membenamkannya secara langsung ke dalam tanah. Hal ini disebabkan karena azolla mudah terurai atau terdekomposisi. Bahkan azolla dapat digunakan sesudah masa tanam. Pembenaman azolla akan meningkatkan bahan organik tanah. Sebanyak 5 ton azolla setara dengan 30 kg nitrogen.


(64)

B. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh pemberian biomassa azolla dan pupuk urea serta kombinasinya terhadap respirasi tanah selama pertumbuhan tanaman jagung.

C. Kerangka Pemikiran

Pupuk nitrogen merupakan pupuk yang sangat penting bagi semua tanaman, karena nitrogen merupakan penyusun dari semua senyawa protein, kekurangan nitrogen pada tanaman akan mempengaruhi pembentukan cadangan makanan untuk pertumbuhan tanaman (Lindawati et al., 2000 dalam Kastono, Sawitri dan Siswandono, 2005).

Menurut Sirappa (2003) nitrogen merupakan salah satu hara makro yang menjadi pembatas utama dalam produksi tanaman baik didaerah tropis maupun di daerah-daerah beriklim sedang. Kemudian Halliday dan Trenkel (1992) dalam Sirappa (2003) menyatakan bahwa nitrogen umumnya dibutuhkan tanaman jagung dalam jumlah yang banyak yaitu 120-180 kg N ha-1.

Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian (2008) melaporkan Penggunaan bahan-bahan agrokimia, seperti pupuk dan pestisida yang berlebihan dapat mencemari tanah, air, tanaman, dan sungai atau badan air.

Di dalam tanah hidup berbagai jenis organisme yang dapat dibedakan menjadi jenis hewan (fauna) dan tumbuhan (flora), baik yang berukuran makro maupun mikro, golongan flora meliputi bakteri (autotrof dan heterotrof), aktinomicetes, fungi dan ganggang. Sedangkan golongan fauna meliputi protozoa, nematoda dan


(65)

cacing tanah (Soetedjo dkk., 1991). Di dalam tanah biota melakukan berbagai ragam kegiatan yang berpengaruh terhadap kesuburan tanah, misalnya keterlibatan biota dalam proses pelapukan bahan organik, anorganik dan pembentukan serta perbaikan struktur tanah (Ma’shum dkk., 2003).

Mikroorganisme membutuhkan sejumlah nutrisi dan energi bagi aktivitas hidupnya. Hamid (2009) melaporkan bahwa mikroorganisme memerlukan suplai nutrisi sebagai sumber energi dan pertumbuhan selnya. Unsur-unsur dasar tersebut adalah : karbon, nitrogen, hidrogen, oksigen, sulfur, fosfor, zat besi dan sejumlah kecil logam lainnya. Nitrogen merupakan komponen utama protein dan asam nukleat, yaitu sebesar lebih kurang 10 persen dari berat kering sel bakteri (Hamid, 2009). Menurut Waluyo (2005) dalam Hamid (2009), peran utama nutrien adalah sebagai sumber energi, bahan pembangun sel, dan sebagai aseptor elektron dalam reaksi bioenergetik (reaksi yang menghasilkan energi).

Respirasi tanah merupakan pencerminan aktivitas mikroorganisme tanah. Pengukuran respirasi (mikroorganisme tanah) merupakan cara yang pertama kali digunakan untuk menentukan tingkat aktivitas mikroorganisme tanah (Hanafiah, 2005). Salah satu cara untuk mempelajari aktivitas semua mikroorganisme dalam tanah adalah dengan menghitung jumlah organisme tanah dan karbondioksida yang dilepaskan oleh organisme tanah selama waktu tertentu (Jackson dan Rao, 1966 dalam Dermiyati, 1977). Sedangkan menurut Anas (1989) penetapan respirasi tanah adalah berdasarkan penetapan jumlah CO2 yang dihasilkan oleh


(66)

Sutedjo dkk. (1991) melaporkan bahwa pemberian bahan organik ke dalam tanah ultisol akan memperbaiki keadaan biologi tanah sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan dan aktivitas mikroorganisme. Menurut Utami (2004), pemberian bahan organik berpengaruh nyata dalam meningkatkan respirasi tanah dan biomassa mikroorganisme tanah. Semakin banyak bahan organik yang ditambahkan semakin tinggi populasi dan aktivitas mikroorganisme tanah (Nursyamsi dkk., 1996). Nazari dkk. (2007) melaporkan hasil analisis terhadap C – organik tanah menunjukkan bahwa perlakuan pupuk kotoran ayam dengan dosis 120 kg N ha-1 memberikan nilai tertinggi pada C- organik pada umur 105 hari. Penambahan bahan organik dapat menjadi sumber energi bagi mikroorganisme tanah (Moenandir, 2002).

Menurut Yusnaini dkk. (1995), azolla merupakan tumbuhan paku air yang dapat digunakan sebagai bahan organik untuk mensubstitusikan kebutuhan nitrogen pada padi sawah. Hal ini karena kandungan N yang terdapat dalam biomassa azolla cukup tinggi, dapat tumbuh bersamaan dengan padi sawah, dan dekomposisinya yang relatif lebih cepat dibandingkan bahan organik lainnya. Menurut Khan (1983) dalam Yusnaini (1995) kandungan N dalam biomassa azolla dapat mencapai 4-5 % dari bobot keringnya atau 0,2-0,3 % bobot basah. Singh (1979) dalam Niswati (1996) melaporkan kontribusi azolla menyumbangkan N pada pertanaman padi sawah dapat mencapai 450-800 kg N ha-1 pertahun, jika dipanen terus menerus.

Biomassa azolla segar dapat langsung dibenamkan ke dalam tanah sebelum tanam, bahkan pembenaman dapat dilakukan sesudah tanam karena azolla memiliki nisbah C/N antara 12-18, sehingga dalam waktu satu minggu biomassa


(67)

azolla telah terdekomposisi secara sempurna (Legowo, 2009).

Penggunaan pupuk organik tidak boleh terlalu berlebihan, penggunaan pupuk organik juga harus diiringi dengan penggunaan pupuk kimia. Roostika dkk. (2005) melaporkan bahwa pemberian kompos yang terlalu banyak dapat mengakibatkan ketidak seimbangan hara di dalam tanah dan tanaman. Selain itu tidak semua N dari kompos dapat diserap oleh tanaman, sehingga mengakibatkan berlebihnya hara N dan dapat menjadi polusi lingkungan (Smith and Peterson, 1982 dalam Roostika dkk., 2005). Pemberian pupuk kandang 60 t ha-1 (60 g kompos pada 2 kg tanah pot-1) menaikkan hasil secara nyata, tetapi penambahan kompos dari 60 menjadi 90 t ha-1 tidak menaikkan hasil. Menurut Murdiyati dkk. (2000), pemberian kombinasi pupuk hayati sebanyak 25 kg N ha-1 dan pupuk ZA sebanyak 25 kg N ha-1 meningkatkan populasi bakteri dan kadar N total tanah yang diinkubasi selama 2 minggu.

D. Hipotesis

1. Respirasi tanah lebih tinggi pada tanah yang diberi biomassa Azolla dari pada tanah yang tidak diberi Azolla.

2. Respirasi tanah tertinggi terjadi pada tanah yang diberi 375 Mg ha-1 biomassa azolla dan 83 kg ha-1 pupuk urea.


(68)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Azolla dan Manfaatnya

Azolla merupakan genus dari paku air yang mengapung yang termasuk dalam suku Azollaceae. Terdapat tujuh spesies yang termasuk dalam genus ini. Suku Azollaceae digabungkan ke dalam suku Salviniaceae. Azolla dikenal mampu bersimbiosis dengan bakteri biru-hijau Anabaena azollae dan mengikat nitrogen langsung dari udara. Potensi ini membuat Azolla digunakan sebagai pupuk hijau baik di lahan sawah maupun lahan kering (Wikipedia, 2009).

Menurut Immanudin (2008), Azolla adalah paku air mini ukuran 3-4 cm yang bersimbiosis dengan Cyanobacteria pemfiksasi N2. Simbiosis ini menyebabkan

azolla mempunyai kualitas nutrisi yang baik. Azolla sudah berabad-abad digunakan di Cina dan Vietnam sebagai sumber N bagi padi sawah. Azolla mempunyai beberapa spesies, antara lain Azolla caroliniana, Azolla filiculoides, Azolla mexicana, Azolla microphylla, Azolla nilotica, Azolla pinnata.

Tanaman paku-pakuan air azolla misalnya Azolla pinnata mempunyai potensi sebagai bahan pupuk, pakan ternak, dan pakan ikan yang bermutu tinggi. Semasa hidupnya tanaman azolla bersimbiosis dengan ganggang hijau-biru (Anabaena azollae) yang dapat menfiksasi nitrogen secara langsung dari udara. Sebagai pupuk, azolla terbukti dapat meningkatkan produksi hortikultura. Legowo (2009)


(69)

melaporkan percobaan pada tanaman sawi dan kangkung darat menunjukkan bahwa pemupukan azolla dapat meningkatkan hasil sayur secara nyata.

Menurut Redhani (2008), azolla dapat digunakan dengan membenamkannya secara langsung ke dalam tanah. Hal ini disebabkan karena azolla mudah terurai atau terdekomposisi. Bahkan azolla dapat digunakan sesudah masa tanam. Pembenaman azolla akan meningkatkan bahan organik tanah. Sebanyak 5 ton azolla akan setara dengan nitrogen seberat 30 kg. Karenanya kebutuhan nitrogen untuk tanaman padi dapat digantikan dengan pemanfaatan azolla. Berikut merupakan reaksi mineralisasi N organik menjadi N anorganik.

NH3 + 1,5 O2 NO2 + H + H2O

NO2- + ½ O2 NO3

-Keunggulan lain dari azolla adalah kemampuannya menekan pertumbuhan gulma air dan dapat dibudidayakan bersama dengan tanaman padi. Dengan perkembangannya yang cepat azolla menekan pertumbuhan gulma sehingga menekan biaya penyiangan tanaman padi. Namun yang menjadi kendala adalah kebutuhan air untuk pertumbuhan tanaman azolla. Jika masalah air dapat terpenuhi, maka budidaya tanaman azolla tidak menjadi masalah. Sebab tanaman azolla perlu genangan air (Redhani, 2008).

Menurut Rochdianto (2008) penggunaan azolla sebagai pupuk, selain dalam bentuk segar, bisa juga dalam bentuk kering dan kompos. Dalam bentuk kompos ini, azolla juga baik untuk media tanam aneka jenis tanaman hias mulai dari bonsai, suplir, kaktus sampai mawar. Untuk media tanaman hias, selain digunakan


(70)

secara langsung, kompos azolla ini juga bisa dengan pasir dan tanah kebun dengan perbandingan 3 : 1 : 1.

B. Pupuk Nitrogen

Pemupukan diperlukan untuk memenuhi kebutuhan unsur bagi tanaman agar dapat tumbuh dengan normal. Sutejo (1999) mengemukakan bahwa unsur hara yang paling berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan daun adalah N, dengan pemberian nitrogen pada tanaman, umumnya akan menghasilkan jumlah daun yang banyak.

Lingga (2001) menyatakan bahwa nitrogen sangat berperan bagi tanaman terutama untuk merangsang pertumbuhan secara keseluruhan, khususnya batang, cabang, dan daun. Selain itu nitrogen juga berperan penting dalam pembentukan hijau daun yang sangat berguna dalam proses fotosintesis. Fungsi lainnya ialah membentuk protein lemak, dan berbagai persenyawaan lainnya.

Nitrogen di dalam tanah dapat dibagi ke dalam dua bentuk yaitu organik dan anorganik (Hakim dkk., 1986). Tanaman menyerap N dalam bentuk anorganik yaitu dalam bentuk anion nitrat (NO3-), dan kation ammonium (NH4+) (Sutejo,

1999).

Kerusakan lingkungan akibat pemupukan N yang berlebihan disebabkan adanya emisi gas N2O pada proses amonifikasi, nitrifikasi, dan denitrifikasi. Menurut

Partohardjono (1999) dalam Megasari (2009), emisi gas N2O dipengaruhi oleh

takaran pupuk N yang diberikan; makin tinggi takaran N, makin besar emisi gas N2O.


(71)

Menurut Altieri (2000), pupuk anorganik secara temporer telah meningkatkan hasil pertanian, tetapi keuntungan hasil panen akhirnya berkurang banyak dengan adanya penggunaan pupuk ini karena adanya sesuatu yang timbul akibat adanya degradasi (pencemaran) lingkungan pada lahan pertanian. Alasan utama kenapa pupuk anorganik menimbulakan pencemaran pada tanah adalah karena dalam prakteknya banyak kandungan yang terbuang. Penggunaan pupuk buatan (anorganik) yang terus- menerus akan mempercepat habisnya zat- zat organik, merusak keseimbangan zat- zat makanan di dalam tanah, sehingga menimbulkan berbagai penyakit tanaman.

Pemupukan berimbang adalah pengelolaan hara spesifik lokasi, bergantung pada lingkungan setempat, terutama tanah. Konsep pengelolaan hara spesifik lokasi mempertimbangkan kemampuan tanah menyediakan hara secara alami dan pemulihan hara yang sebelumnya dimanfaatkan untuk padi sawah irigasi (Dobermann dan Fairhurst 2000, Witt dan Dobermann 2002 dalam Syafrudin et al., 1998)

C. Permasalahan Tanah Ultisol dan Kendalanya untuk Budidaya Jagung

Tanah pertanian di Indonesia di dominasi oleh tanah Ultisol yang tersebar di berbagai pulau di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua. Tanah Ultisol minim kandungan bahan organik, kahat P, pencucian hara yang intensif dan berlebihan serta sifat tanah yang tidak menguntungkan (Mulyono, 2006).

Tanaman jagung merupakan salah satu jenis tanaman pangan biji-bijian dari keluarga rumput-rumputan, berasal dari Amerika yang tersebar ke Asia dan Afrika. Tanaman jagung merupakan tanaman yang berasal dari daerah tropis yang


(1)

Tabel 46. Uji homogenitas pengaruh pemberian biomassa azolla dan pupuk urea serta kombinasinya bobot kering tanaman (g) pada hari ke- 60. Perlakuan n-1 1/(n-1) Jk S2 log s2 (n-1)*log s2

N0 3 0,33 1,67540 0,55847 -0,25300 -0,75901 N1 3 0,33 137,0285 45,67617 1,65969 4,97907 N2 3 0,33 33,84290 11,28097 1,05235 3,15704 N3 3 0,33 72,14940 24.04980 1,38111 4,14333 N4 3 0,33 17,78010 5,92670 0,77281 2,31844 N5 3 0,33 26,28848 8,76283 0,94264 2,82793

Jumlah 18 2,00 0,00000 96,25493 16,66681

Tabel 47. Hasil analisis ragam pengaruh pemberian biomassa azolla dan pupuk urea serta kombinasinya terhadap bobot kering tanaman (g) pada hari ke- 60.

SK db JK KT F hit F Table

0.05 0.01

Kelompok 3 35,98 11,99 0,71tn 3,29 5,42

Perlakuan 5 428,04 85,61 5,08** 2,90 4,56

Galat 15 252,79 16,85

Aditifitas 1 0,22 0,22 0,01tn 4,54 8,53

Sisaan 14 252,57 18,04

Total 23 716,81 31,17

Tabel 48. Korelasi antara bobot kering tanaman (g) dengan respirasi tanah pada hari ke-60.

Perlakuan Respirasi bobot kering

tanaman x y x2 Y2 xy

N0 5,56 7,22 -0,87 -2,29833 0,75 5,28 1,99 N1 8,17 18,04 1,74 8,521667 3,04 72,62 14,86

N2 6,6 8,8 0,17 -0,71833 0,03 0,52 -0,12

N3 6,67 8,25 0,24 -1,26833 0,06 1,61 -0,31

N4 5,86 10.4 -0,57 0,881667 0,32 0,78 -0,50

N5 5,7 4,4 -0,73 -5,11833 0,53 26,20 3,72


(2)

Tabel 49. Hasil analisis ragam uji korelasi antara bobot kering tanaman dan respirasi tanah hari ke-60.

SK db JK KT F hit F Tabel

0.05 0.01

total 5 107,00 9,73

regresi 1 81,53 81,53 32,00** 7,71 21,2

galat 4 25,47 2,55

Tabel 50. pengaruh pemberian biomassa azolla dan pupuk urea serta kombinasinya terhadap tinggi tanaman (cm) pada hari ke- 60.

Perlakuan Ulangan Jumlah Rerata ± SD

1 2 3 4

N0 103 98 114 113 428 107 7,78

N1 112 126 123 132 493 123,25 8,38

N2 89 98 117 93 397 99,25 12,39

N3 124 65 114 94 397 99,25 26,01

N4 118 112 118 123 471 117,75 4,50

N5 63 78 47 102 290 72,50 23.38

Jumlah 609 577 633 657

Keterangan: N0 = Kontrol; N1 = biomassa azolla 500 Mg ha-1; N2 = biomassa azolla 375 Mg ha-1 + pupuk urea 83 kg ha-1; N3 = biomassa azolla 250 Mg ha-1 + pupuk urea 165 kg ha

-1

; N4 = biomassa azolla 125 Mg ha-1 + pupuk urea 247 kg ha-1; N5 = pupuk urea 330 kg ha-1. SD = Standar Deviasi.

Tabel 51. Uji homogenitas pengaruh pemberian biomassa azolla dan pupuk urea serta kombinasinya terhadap tinggi tanaman (cm) pada hari ke- 60. Perlakuan n-1 1/(n-1) Jk S2 log s2 (n-1)*log s2

N0 3 0,33 182,0000 60,66667 1,78295 5,34885 N1 3 0,33 210,7500 70,25000 1,84665 5,53994 N2 3 0,33 460,7500 153,5833 2,18634 6,55903 N3 3 0,33 2030,7500 676,9167 2,83054 8,49161 N4 3 0,33 60,75000 20,25000 1,30643 3,91928 N5 3 0,33 1641,0000 547,0000 2,73799 8,21396


(3)

Tabel 52. Hasil analisis ragam pengaruh pemberian biomassa azolla dan pupuk urea serta kombinasinya terhadap tinggi tanaman (cm) pada hari ke- 60.

SK db JK KT F hit F Tabel

0.05 0.01

Kelompok 3 584,00 194,67 0,73tn 3,29 5,42 Perlakuan 5 6407,33 1281,47 4,80** 2,90 4,56

Galat 15 4002,00 266,80

Aditifitas 1 13,66 13,66 0,05tn 4,54 8,53 Sisaan 14 3988,34 284,88

Total 23 10993,33 477,97

Tabel 53. Korelasi antara tinggi tanaman (cm) dengan respirasi tanah pada hari ke-60.

Perlakuan Respirasi Tinggi

tanaman x y x

2

y2 xy

N0 5.56 107 -0.86 8.45 0.75 71.54 -7.33

N1 8.17 123.25 1.74 24.70 3.03 610.50 43.07

N2 6.6 99.25 0.17 0.70 0.03 0.50 0.12

N3 6.67 99.25 0.24 0.70 0.05 0.50 0.17

N4 5.86 90 -0.56 -8.54 0.32 72.96 4.84

N5 5.7 72.5 -0.72 -26.04 0.52 678.16 18.92 Jumlah 5.56 107 -0.86 8.45 0.75 71.54 -7.33

Tabel 54. Hasil analisis ragam uji korelasi antara tinggi tanaman (cm) dan respirasi tanah hari ke-60.

SK db JK KT F hit F table

0.05 0.01

total 11 1434,177 130,380

regresi 1 756,321 756,321 11,158** 7,71 21,2 galat 10 677,856 67,786


(4)

Tata Letak Percobaan

I II III IV

N5 N2 N4

N1 N3 N0 N5

N2 N0 N3 N1

N4 N1 N2

N3 N0

N4 N1 N5 N2


(5)

DAFTAR ISI

Halaman DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR


(6)