PENGARUH VARIASI KUAT ARUS TERHADAP KEKERASAN DAN KETANGGUHAN HASIL PENGELASAN SMAW BAJA AISI 1045 MENGGUNAKAN ELEKTRODA LAS E 7016 EFFECT OF VARIATION ON STRONG FLOW OF WELDING SMAW TOUGHNESS AND HARDNESS OF AISI 1045 STEEL WELDING ELECTRODE USING E 7016

(1)

PENGARUH VARIASI KUAT ARUS TERHADAP KEKERASAN DAN KETANGGUHAN HASIL PENGELASAN SMAW BAJA AISI 1045

MENGGUNAKAN ELEKTRODA LAS E 7016

Oleh :

Danny Wilman Purba, Tarkono, S.T., M.T., Zulhanif, S.T., M.T.

Pengelasan merupakan salah satu pengerjaan yang sering digunakan dalam dunia konstruksi. Salah satu metode pengelasan yang popular dan memiliki sistem cukup sederhana adalah las busur listrik elektroda terbungkus (SMAW). Elektroda yang digunakan pada SMAW bertujuan untuk menghindari pengaruh buruk dari udara yang menyebabkan hasil pengelasan getas, keropos dan mudah berkarat.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh variasi kuat arus pengelasan terhadap kekerasan dan ketangguhan hasil pengelasan SMAW baja AISI 1045 yang mengandung kadar C = 0,50 %, Si = 0,30 %, Mn = 0,70 %, P = 0,019 %, S = 0,005 % dengan elektroda E7016. Spesimen ini diberikan perlakuan pengelasan SMAW dengan variasi kuat arus 60 Ampere, 70 Ampere, 80 Ampere, 90 Ampere menggunakan elektroda E7016 diameter 2,6 mm. Jenis kampuh yang digunakan adalah kampuh V tunggal dengan sudut 60o.

Dari hasil pengujian impak charpy diperoleh nilai ketangguhan rata-rata tertinggi sebesar 186,10 Joule/mm2pada spesimen uji impak dengan kuat arus 70 Ampere dan nilai ketangguhan rata-rata terendah sebesar 31,10 Joule/mm2 pada spesimen uji impak tanpa perlakuan pengelasan (raw materials). Sedangkan dari pengujian kekerasan vickers pada daerah HAZ diperoleh nilai kekerasan rata-rata tertinggi sebesar 242,16 HV pada spesimen uji kekerasan dengan kuat arus 70 Ampere dan nilai kekerasan rata-rata terendah sebesar 196,90 HV pada spesimen uji kekerasan dengan kuat arus 90 Ampere. Sesuai hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa variasi arus pengelasan SMAW yang terbaik adalah 70 Ampere.


(2)

EFFECT OF VARIATION ON STRONG FLOW OF WELDING SMAW TOUGHNESS AND HARDNESS OF AISI 1045 STEEL WELDING

ELECTRODE USING E 7016

By:

Danny Wilman Purba, Tarkono, ST, MT, Zulhanif, ST, MT

Welding is one of working that is used oftenly in the construction world. One popular method of welding that simple system is shielded metal arc welding (SMAW). SMAW electrode that is used on purpose to avoid the adverse effects of air that causes the weld brittle, porous and easily corroded.

This study aims to determine the influence variation of electrical current used in the welding on the hardness and toughness of the welded SMAW AISI 1045 steel which contain levels of C = 0.50%, Si = 0.30%, Mn = 0.70%, P = 0.019%, S = 0.005% with E7016 electrodes. These specimens were given treatment SMAW welding with variations in current 60 Ampere, 70 Ampere, 80 Ampere, 90 Ampere using E7016 electrode diameter of 2.6 mm. Type of seam used is a single seam V at an angle of 60o.

From the results of Charpy impact test, highest averange toughness values obtained is 186.10 Joule/mm2 on impact test specimens with a current of 70 Amperes and lowest average toughness values is 31.10 Joule/mm2on impact test specimens without welding treatment (raw materials). In the other hand the Vickers hardness test on the HAZ the highest averange hardness value obtained is 242.16 HV with current of 70 Amperes and lowest average hardness value is 196.90 HV with current of 90 Ampere .This study concluded that the best SMAW welding current is 70 Amperes.


(3)

PENGARUH VARIASI KUAT ARUS TERHADAP KEKERASAN DAN KETANGGUHAN HASIL PENGELASAN SMAW BAJA AISI 1045

MENGGUNAKAN ELEKTRODA LAS E 7016

Oleh :

DANNY WILMAN PURBA

Pengelasan merupakan salah satu pengerjaan yang sering digunakan dalam dunia konstruksi. Salah satu metode pengelasan yang popular dan memiliki sistem cukup sederhana adalah las busur listrik elektroda terbungkus (SMAW). Elektroda yang digunakan pada SMAW bertujuan untuk menghindari pengaruh buruk dari udara yang menyebabkan hasil pengelasan getas, keropos dan mudah berkarat.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh variasi kuat arus pengelasan terhadap kekerasan dan ketangguhan hasil pengelasan SMAW baja AISI 1045 yang mengandung kadar C = 0,50 %, Si = 0,30 %, Mn = 0,70 %, P = 0,019 %, S = 0,005 % dengan elektroda E7016. Spesimen ini diberikan perlakuan pengelasan SMAW dengan variasi kuat arus 60 Ampere, 70 Ampere, 80 Ampere, 90 Ampere menggunakan elektroda E7016 diameter 2,6 mm. Jenis kampuh yang digunakan adalah kampuh V tunggal dengan sudut 60o.

Dari hasil pengujian impak charpy diperoleh nilai ketangguhan rata-rata tertinggi sebesar 186,10 Joule/mm2pada spesimen uji impak dengan kuat arus 70 Ampere dan nilai ketangguhan rata-rata terendah sebesar 31,10 Joule/mm2 pada spesimen uji impak tanpa perlakuan pengelasan (raw materials). Sedangkan dari pengujian kekerasan vickers pada daerah HAZ diperoleh nilai kekerasan rata-rata tertinggi sebesar 242,16 HV pada spesimen uji kekerasan dengan kuat arus 70 Ampere dan nilai kekerasan rata-rata terendah sebesar 196,90 HV pada spesimen uji kekerasan dengan kuat arus 90 Ampere. Sesuai hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa variasi arus pengelasan SMAW yang terbaik adalah 70 Ampere.


(4)

EFFECT OF VARIATION ON STRONG FLOW OF WELDING SMAW TOUGHNESS AND HARDNESS OF AISI 1045 STEEL WELDING

ELECTRODE USING E 7016

By:

DANNY WILMAN PURBA

Welding is one of working that is used oftenly in the construction world. One popular method of welding that simple system is shielded metal arc welding (SMAW). SMAW electrode that is used on purpose to avoid the adverse effects of air that causes the weld brittle, porous and easily corroded.

This study aims to determine the influence variation of electrical current used in the welding on the hardness and toughness of the welded SMAW AISI 1045 steel which contain levels of C = 0.50%, Si = 0.30%, Mn = 0.70%, P = 0.019%, S = 0.005% with E7016 electrodes. These specimens were given treatment SMAW welding with variations in current 60 Ampere, 70 Ampere, 80 Ampere, 90 Ampere using E7016 electrode diameter of 2.6 mm. Type of seam used is a single seam V at an angle of 60o.

From the results of Charpy impact test, highest averange toughness values obtained is 186.10 Joule/mm2 on impact test specimens with a current of 70 Amperes and lowest average toughness values is 31.10 Joule/mm2on impact test specimens without welding treatment (raw materials). In the other hand the Vickers hardness test on the HAZ the highest averange hardness value obtained is 242.16 HV with current of 70 Amperes and lowest average hardness value is 196.90 HV with current of 90 Ampere .This study concluded that the best SMAW welding current is 70 Amperes.


(5)

A. Latar Belakang

Dalam dunia konstruksi, pengelasan sering digunakan untuk perbaikan dan pemeliharaan dari semua alat-alat yang terbuat dari logam, baik sebagai proses penambalan retak-retak, penyambungan sementara, maupun pemotongan bagian-bagian logam.

Las busur listrik elektroda terbungkus (SMAW) adalah salah satu metode pengelasan yang sangat popular untuk penyambungan baja struktural dan sistem pengelasannya cukup sederhana. Kelebihan SMAW terdapat pada elektroda yang terbungkus fluks (Shielding) yang bertujuan untuk menghindari pengaruh buruk dari udara sekitar terhadap kualitas manik las seperti debu, minyak, dan air. Pengaruh luar tersebut membuat hasil las menjadi getas (brittle), keropos (porous) dan mudah berkarat (corrosive).

Dalam dunia industri, bahan-bahan yang digunakan kadangkala merupakan bahan yang berat. Bahan material baja adalah bahan paling banyak digunakan, selain jenisnya bervariasi, dapat diolah atau dibentuk menjadi berbagai macam bentuk yang diinginkan serta kuat. Salah satu jenis baja karbon yang paling banyak


(6)

digunakan adalah baja karbon sedang. Baja karbon sedang memiliki kadar karbon antara 0,3% sampai 0,6% yang bersifat lebih kuat dan keras, dan dapat dikeraskan. Salah satu spesifikasi baja karbon sedang yaitu baja AISI 1045 yang cukup banyak digunakan untuk pengelasan dengan berbagai jenis sambungan dengan metode las busur listrik elektroda terbungkus (SMAW). Sifat mampu lasnya (weldability) yang baik memberikan kemudahan pengelasan untuk menghasilkan logam lasan yang berkualitas baik.

Dalam konstuksi las selalu digunakan logam las yang mempunyai kekuatan dan keuletan yang lebih baik atau paling tidak sama dengan logam induk. Tetapi karena proses pengelasan, maka kekuatan dan keuletan logam dapat berubah. Dalam hal logam las sifat ini dipengaruhi keadaan, cara dan prosedur pengelasan. (Wiryosumarto,1996)

Dalam melakukan proses pengelasan welder disarankan untuk memperhatikan keadaan elektroda, di mana elektroda las sangat sensitif terhadap kondisi udara dalam ruang las. Elektroda yang akan digunakan dalam proses pengelasan perlu disimpan di tempat yang kering, tidak berminyak, terhindar dari debu dan elektroda ditumpuk dengan hati-hati, dikarenakan kerusakan pada elektroda dapat mengakibatkan senyawa yang dikandung dalamfluksmudah bereaksi dengan gas-gas dalam udara. Terperangkapnya gas-gas dari uap air dalam hasil pengelasan kerap membuat adanya cacat yang menyebabkan kekuatan mekanik menurun.


(7)

Penyetelan kuat arus pengelasan akan mempengaruhi hasil las. Bila arus yang digunakan terlalu rendah akan menyebabkan sukarnya penyalaan busur listrik. Panas yang terjadi tidak cukup untuk melelehkan elektroda dan bahan dasar sehingga hasilnya merupakan rigi-rigi las yang kecil dan tidak rata serta penembusan kurang dalam. Dari hubungan arus las terhadap hasil las dan sifat kemampuan kekerasan telah didapat parameter arus yang terbaik adalah sebesar 75 % yang diizinkan. (Sibarani, Maradu 2006)

Hubungan antara arus las terhadap hasil las dan sifat ketangguhan material juga dapat mengetahui paramater arus terbaik, dimana untuk baja paduan rendah dengan elektroda E 7018, didapat nilai ketangguhan impak untuk spesimen kelompok 100 Amper mempunyai nilai paling tinggi dibandingkan kelompok variasi arus pengelasan 130 Amper, 160 Amper dan kelompok raw materials. (Santoso, Joko 2006)

Salah satu masalah yang timbul dalam penggunaan elektroda las ialah mendapatkan sensitivitas terhadap retak las yang rendah. Retak las terjadi dengan mudah pada baja karbon sedang, karena cenderung mempunyai rambatan untuk retak yang disebabkan oleh hidrogen, sehingga perlu digunakan elektroda las dengan kandungan hidrogen rendah. Untuk alasan ini, AWS menyediakan nilai kandungan hidrogen yang rendah, untuk pembentukan logam las yang kekuatan mekaniknya tinggi.


(8)

Dalam penelitian ini perlu diketahui pengaruh penggunaan elektroda jenis E7016 dan kuat arus las terhadap kekerasan dan ketangguhan hasil pengelasan SMAW pada baja AISI 1045.

B. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian yang hendak dicapai dalam tugas akhir ini adalah: “Untuk mengetahui pengaruh variasi kuat arus terhadap kekerasan dan ketangguhan hasil pengelasan SMAW baja karbon sedang AISI 1045 dengan elektroda las E7016”.

C. Batasan Masalah

Adapun batasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Jenis proses pengelasan yang digunakan adalah las busur listrik elektroda terbungkus (shielded metal arc welding=SMAW).

2. Spesimen yang digunakan adalah baja karbon sedang AISI 1045.

3. Jenis elektroda las yang digunakan adalah elektroda AWS E 7016 yang berdiameter 2,6 mm.

4. Sambungan las yang digunakan adalah sambungan las tumpul (butt weld joint) dengan alur berbentuk V tunggal.

5. Kuat arus yang digunkan dalam pengelasan yaitu 60, 70, 80, dan 90 Ampere.


(9)

D. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dari penelitian Tugas Akhir ini mengikuti standard penulisan karya ilmiah yang ada di Universitas Lampung, yaitu sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Terdiri atas latar belakang, tujuan, batasan masalah, dan sistematika penulisan dari penelitian ini.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Berisikan tentang dasar teori mengenai hal-hal yang bekaitan dengan penelitian ini.

BAB III : METODE PENELITIAN

Berisikan tentang hal-hal yang berhubungan dengan pelaksanaan penelitian, yaitu tempat penelitian, bahan penelitian, peralatan penelitian, prosedur pengujian dan diagram alir pelaksanaan penelitian.

BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN

Berisikan hasil penelitian dan pembahasan dari data-data yang diperoleh setelah pengujian.

BAB V : SIMPULAN DAN SARAN

Berisikan hal-hal yang dapat disimpulkan dan saran-saran yang ingin disampaikan dari penelitian ini.


(10)

DAFTAR PUSTAKA

Berisikan referensi yang digunakan dalam penulisan tugas akhir ini.

LAMPIRAN

Terdiri dari data-data dan gambar yang mendukung atau hal-hal lain yang dianggap perlu.


(11)

A. Pengelasan

Definisi pengelasan menurut DIN (Deutsche Industrie Norman) adalah ikatan metalurgi pada sambungan logam atau logam paduan yang dilaksanakan dalam keadaan lumer atau cair. Dengan kata lain, las merupakan sambungan setempat dari beberapa batang logam dengan menggunakan energi panas. [Wiryosumarto, 1996].

Mengelas menurut Alip (1989) adalah suatu aktivitas menyambung dua bagian benda atau lebih dengan cara memanaskan atau menekan atau gabungan dari keduanya sedemikian rupa sehingga menyatu seperti benda utuh. Penyambungan bisa dengan atau tanpa bahan tambah (filler metal) yang sama atau berbeda titik cair maupun strukturnya.

Pengelasan dapat diartikan dengan proses penyambungan dua buah logam sampai titik rekristalisasi logam, dengan atau tanpa menggunakan bahan tambah dan menggunakan energi panas sebagai pencair bahan yang dilas. Pengelasan juga dapat diartikan sebagai ikatan tetap dari benda atau logam yang dipanaskan. Mengelas bukan hanya memanaskan dua bagian benda sampai mencair dan


(12)

membiarkan membeku kembali, tetapi membuat lasan yang utuh dengan cara memberikan bahan tambah atau elektroda pada waktu dipanaskan sehingga mempunyai kekuatan seperti yang dikehendaki.

Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi untuk keberhasilan proses pengelasan yaitu :

1. Material yang akan disambung dapat mencair oleh panas.

2. Antara material yang akan disambung terdapat kesesuaian sifat lasnya. 3. Cara penyambungan sesuai dengan sifat benda padat dan tujuan

penyambungan.

Daerah HAZ Permukaan Weld metal (WM)

Permukaan asli benda kerja

Gambar 1. Daerah hasil pengelasan [Timing, 1992]


(13)

Dalam proses pengelasan, secara umum dapat dikategorikan beberapa daerah hasil pengelasan (Gambar 1), sesuai dengan perbedaan karakteristik metalurginya yaitu [Timing,1992]:

1. Weld Metal (WM) atau logam las, merupakan daerah yang mengalami pencairan dan membeku kembali sehingga meyebabkan perubahan struktur mikro dan sifat mekaniknya.

2. Heat Affected Zone (HAZ) atau daerah terkena pengaruh panas, merupakan daerah yang tidak terjadi pencairan dan pembekuan tetapi mengalami pengaruh panas sehingga terjadi perubahan struktur mikro. 3. Fusion Line (LF) atau daerah fusi, merupakan garis batas antara logam

yang mencair dan daerah HAZ.

4. Based Metal(BM) atau logam induk, dimana panas dan suhu pengelasan tidak menyebabkan perubahan struktur dan sifat.

1. Klasifikasi Las

Gambar 2. Klasifikasi proses pengelasan

Dari gambar di atas, dapat dilihat bahwa proses pengelasan dapat dibagi dalam tiga bagian utama yaitu pengelasan mencair (fusion welding), pengelasan tidak

Pengelasan (Welding)

Pengelasan mencair (FusionWelding)

Pengelasan tak mencair (Solid Slate Welding)

Soldering Dan Brazing


(14)

mencair (solid state welding), dan soldering/brazing. Peralatan pencair atau pemanas logam dapat didasarkan pada penggunaan energi listrik, energi gas, atau energi mekanik. Berdasarkan klasifikasi tersebut, pengelasan cair yang paling banyak digunakan dalam praktik di dunia industri. Salah satu metode pengelasan cair ini adalah las busur listrik elektroda terbungkus (shielded metal arc welding disingkat denganSMAW) [Sonawan, 2003].

2. Las SMAW (Shielded Metal Arc Welding)

Las elektroda terbungkus atau pengelasan busur listrik logam terlindung (Shielded Metal Arc Welding atau SMAW) merupakan salah satu jenis yang paling sederhana dan paling canggih untuk pengelasan baja struktural. Proses SMAW sering disebut proses elektroda tongkat manual. Pemanasan dilakukan dengan busur nyala (listrik) antara elektroda yang dilapis dan logam yang akan disambung yang kemudian akan menjadi satu dan membeku bersama [Salmon, 1990].

Pola pemindahan logam cair sangat mempengaruhi sifat mampu las dari logam. Logam mempunyai sifat mampu las yang tinggi bila pemindahan terjadi dengan butiran yang halus. Pola pemindahan cairan dipengaruhi oleh besar kecilnya arus dan komposisi dari bahan fluks yang digunakan. Bahan fluks yang digunakan untuk membungkus elektroda selama pengelasan mencair dan membentuk terak yang menutupi logam cair yang terkumpul di tempat sambungan dan bekerja sebagai penghalang oksidasi.


(15)

Gambar 3. Las SMAW (Wiryosumarto, 2000)

Prinsip kerja las busur listrik ini adalah dengan mengubah energi listrik menjadi panas untuk mencairkan permukaan logam induk dengan menghasilkan busur nyala listrik melalui sebuah elektroda. Terjadinya busur nyala listrik ini diakibatkan oleh perbedaan tegangan antara kedua kutub pada dua logam konduktif yaitu elektroda dan logam induk (seperti Gambar 3). Busur nyala listrik itu sendiri terbentuk dengan mendekatkan elektroda ke logam induk hingga pada jarak beberapa millimeter kemudian menarik elektroda agar tidak kontak langsung dengan logam induk untuk menjaga busur tetap menyala. Suhu dari busur nyala listrik tersebut dapat mencapai 5000°C sehingga mampu mencairkan elektroda


(16)

Gambar 4. Prinsip kerja perpindahan logam pada proses SMAW

Selama proses pengelasan elektroda yang berlapis fluksakan habis karena logam pada elektroda dipindahkan ke logam induk selama proses pengelasan untuk membentuk paduan baru yaitu paduan antara bahan inti elektroda yang mencair dan logam induk yang turut mencair (seperti Gambar 4). Kawat elektroda menjadi bahan pengisi dan lapisannya sebagian lagi dikonversi menjadi gas pelindung untuk melindungi pengaruh atmosfir saat pencairan berlangsung dan sebagian lagi menjadi terak oleh logam las untuk melindungi logam paduan selama proses solidifikasi. Pemindahan logam dari elektroda ke bahan yang dilas terjadi karena penarikan molekul dan tarikan permukaan tanpa memberikan tekanan.

3. Pemilihan parameter pengelasan SMAW

Pemilihan parameter-parameter pengelasan busur listrik elektroda terbungkus sangat berperan penting dalam menentukan kualitas hasil las yang akan diperoleh, adapun pemilihan parameter las untuk SMAW adalah:


(17)

a. Tegangan busur las

Panjang busur (Arc Length) yang dianggap baik lebih kurang sama dengan diameter elektroda yang dipakai. Untuk besarnya tegangan yang dipakai setiap posisi pengelasan tidak sama. Misalnya diameter elektroda 3-6 mm, mempunyai tegangan 20-30 volt pada posisi datar, dan tegangan ini akan dikurangi antara 2-5 volt pada posisi di atas kepala. Kestabilan tegangan ini sangat menentukan mutu pengelasan dan kestabilan juga dapat didengar melalui suara selama pengelasan.

b. Besar arus listrik

Besarnya arus juga mempengaruhi pengelasan, di mana besarnya arus listrik pada pengelasan tergantung dari bahan dan ukuran lasan, geometri sambungan pengelasan, macam elektroda dan diameter inti elektroda. Untuk pengelasan pada daerah las yang mempunyai daya serap kapasitas panas yang tinggi diperlukan arus listrik yang besar dan mungkin juga diperlukan tambahan panas. Sedangkan untuk pengelasan baja paduan, yang daerah HAZ-nya dapat mengeras dengan mudah akibat pendinginan yang terlalu cepat, maka untuk menahan pendinginan ini diberikan masukan panas yang tinggi yaitu dengan arus pengelasan yang besar. Pengaturan besar kecilnya arus dilakukan dengan cara memutar tombol pengatur arus. Besar arus yang digunakan dapat dilihat pada skala yang ditunjukkan oleh amperemeter yang terletak pada mesin las. Pada masing-masing mesin las, arus minimum dan arus maksimum yang dapat dicapai berbeda-beda, umumnya berkisar antara 100 Ampere sampai 500 Ampere.


(18)

Tabel 1. Seleksi Arus

Diameter (mm) Panjang (mm) Arus (A)

8 450 300-500

6,3 450 200-370

6 450 190-310

5 450 150-250

4 450 120-180

4 350 120-190

3,25 450 80-125

3.25 350 80-130

2,5 350 60-95

2 300 50-80

(Sumber: W,Kenyon. 1979)

Pemilihan besar arus listrik tergantung dari beberapa faktor, antara lain; diameter elektroda yang digunakan, tebal benda kerja, jenis elektroda yang digunakan, polaritas kutub-kutubnya, dan posisi pengelasan. Umumnya pemilihan besar arus diambil pada nilai tengah dari batas yang direkomendasikan.

Didalam kenyataannya pemilihan ukuran diameter tergantung dari perencanaan, ukuran las, posisi pengelasan, input panas serta keahlian tukang lasnya. Ini bisa pula berarti bahwa tiap ukuran diameter elektroda mempunyai kaitan dengan besarnya Ampere yang lewat pada elektroda tersebut


(19)

Tabel 2. Hubungan Diameter Elektroda dengan Arus Pengelasan Diameter Elektroda (mm) Arus (Ampere)

2,5 60 - 90

2,6 60 - 90

3,2

80 - 130 4,0

150 - 190 5,0

180 - 250

(Sumber : Howard B .C, 1998)

B. Mesin Las

Mesin las pada unit peralatan las berdasarkan arus yang dikeluarkan pada ujung-ujung elektroda dibedakan menjadi sebagai berikut [Bintoro, 2000]:

1. Mesin las arus bolak-balik (mesin AC)

Arus listrik bolak-balik atau arus AC yang dihasilkan pembangkit listrik (PLN atau generator AC), dapat digunakan sebagai sumber tenaga dalam proses pengelasan. Tegangan listrik yang berasal dari pembangkit listrik belum sesuai dengan tegangan yang digunakan untuk pengelasan. Bisa terjadi tegangan terlalu tinggi atau terlalu rendah, sehingga besarnya tegangan perlu disesuaikan terlebih dahulu dengan cara menurunkan atau menaikkan tegangan. Alat yang digunakan untuk menaikkan atau menurunkan tegangan disebut transformator atau trafo. Kebanyakan trafo yang digunakan pada peralatan las adalah trafo step-down, yaitu trafo yang berfungsi untuk menurunkan tegangan. Hal ini disebabkan listrik dari pembangkit listrik


(20)

mempunyai tegangan yang tinggi (110 volt sampai 240 volt), padahal kebutuhan tegangan yang dikeluarkan oleh mesin las untuk pegelasan hanya 55voltsampai 85volt.

Trafo yang digunakan untuk pengelasan mempunyai daya yang cukup besar. Untuk mencairkan sebagian logam induk dan elektroda dibutuhkan energi yang besar. Untuk menghasilkan daya yang besar maka perlu arus yang besar. Dengan aliran arus yang besar maka perlu kabel lilitan sekunder yang berdiameter besar. Arus yang digunakan untuk pengelasan busur listrik berkisar antara 10 ampere sampai 500 ampere. Besarnya arus listrik dapat diatur sesuai dengan keperluan pengelasan.

Gambar 5. Mesin las arus AC [Bintoro, 2000]

2. Mesin las arus searah (mesin DC)

Arus listrik yang digunakan untuk memperoleh nyala busur listrik adalah arus searah. Arus searah ini berasal dari mesin las yng berupa dinamo motor listrik searah. Dinamo dapat digerakkan oleh motor listrik, motor bensin, motor diesel, dan penggerak mula lainnya. Mesin arus searah yang menggunakan


(21)

penggerak mula memerlukan peralatan yng berfungsi sebagai penyearah arus. Penyearah atau rectifier berfungsi untuk mengubah arus bolak-balik (AC) menjadi arus searah (DC).

Gambar 6. Mesin las arus DC [Bintoro, 2000]

Mesin las AC dan mesin las DC mempunyai kelebihan masing-masing, seperti terlihat pada tabel 3.

Tabel 3. Kelebihan Mesin Las AC dan DC

Mesin Las AC Mesin Las DC

1. Perlengkapan dan perawatan lebih murah

2. Kabel massa dan kabel elektroda dapat ditukar

3. Hasil pengelasan tidak keropos pada rigi-rigi las

1. Nyala busur listrik yang dihasilkan stabil

2. Dapat menggunakan semua jenis elektroda

3. Dapat digunakan untuk pengelasan pelat tipis


(22)

Gangguan-gangguan yang sering timbul dari mesin las yaitu tegangan melemah atau turun dan mesin las terlalu panas. Gangguan-gangguan tersebut menyebabkan mesin las tidak mengeluarkan arus listrik atau nyala busur listrik melemah.

C. Jenis Sambungan Las dan Bentuk Kampuh (Alur)

1. Sambungan Las

Sambungan las dalam kontruksi baja dibagi menjadi beberapa sambungan antara lain sambungan tumpul, sambungan T, sambungan sudut, sambungan tumpang, sambungan silang, sambungan dengan penguat, dan sambungan sisi (seperti ditunjukkan dalam gambar 8).

Pemilihan jenis sambungan las terutama berdasarkan pada ketebalan pelat yang dilas. Dalam pengelasan ada yang disebut dengan pelat tipis dan pelat tebal. Menurut AWS (American Welding Society) disebut pelat tipis apabila ketebalannya kurang dari 1 inch atau sama dengan 25.4 mm, dan disebut pelat tebal jika ketebalannya lebih dari 1 inch [Wiryosumarto, 1996].

Gambar 7. Jenis-jenis sambungan las [Wiryosumarto, 1996]

(a) Sambungan tumpul (b) Sambungan sudut (c) Sambungan T


(23)

Ada lima jenis sambungan dasar pengelasan (seperti pada Gambar 7), meskipun dalam praktiknya dapat ditemukan banyak variasi dan kombinasi, diantaranya adalah [Wiryosumanto, 1996]:

a. Sambungan tumpul/sebidang (butt joint)

Sambungan tumpul adalah jenis sambungan yang paling efisien. Bentuk alur sambungan ini sangat mempengaruhi efisiensi pengerjaan, efisiensi sambungan dan jaminan sambungan. Karena itu pemilihan bentuk alur sangat penting, di mana bentuk dan ukuran alur sambungan datar ini sudah banyak distandarkan dalam standar AWS, BS, DIN, GOST, JSSC, dan lain-lain. Sambungan tumpul digunakan untuk menyambung ujung-ujung pelat yang datar dengan ketebalan yang sama atau hampir sama, biasanya divariasikan pada alur atau kampuh. Jenis kampuh sambungan tumpul (butt joint) dapat dilihat pada Gambar 8.


(24)

b. Sambungan tumpang (lap joint)

Sambungan tumpangan dibagi dalam tiga jenis seperti ditunjukkan dalam Gambar 9. karena sambungan ini efisiensinya rendah maka jarang sekali digunakan untuk pelaksanaan penyambungan konstruksi utama. Sambungan tumpang biasanya dilaksanakan dengan las sudut dan las isi. Sambungan tumpang (lap joint) digunakan untuk menyambung pelat yang ketebalan yang berbeda, kelebihannya ialah sambungan ini tidak membutuhkan kampuh atau alur.

Gambar 9. Kampuh sambungan tumpang

c. Sambungan bentuk T (Tee joint)

Pada sambungan bentuk T ini secara garis besar dibagi dalam dua jenis yaitu jenis las dengan alur dan jenis las sudut. Dalam pelaksanaan pengelasan mungkin sekali ada bagian batang yang menghalangi yang dalam hal ini dapat diatasi dengan memperbesar sudut alur. Sambungan bentuk T (Tee joint)


(25)

digunakan untuk menyambung pelat pada bagian-bagian built up, seperti profil T, Profil I, atau bagian-bagian yang berbentuk rangka (Gambar 7c). d. Sambungan sudut (cornerjoint)

Pada sambungan ini dapat terjadi penyusutan dalam arah tebal pelat yang dapat menyebabkan terjadinya retak lamel. Bila pengelasan dalam tidak dapat dilakukan karena sempitnya ruang maka pelaksanaannya dapat dilakukan dengan pengelasan tembus atau pengelasan dengan pelat pembantu. Sambungan sudut (corner joint) digunakan untuk membentuk penampang boks segi empat terangkai (built-up) seperti untuk balok baja yang membutuhkan ketahanan terhadap torsi yang tinggi (Gambar 7b).

e. Sambungan sisi (edge joint)

Sambungan sisi dibagi dalam sambungan las dengan alur dan sambungan las ujung. Untuk jenis yang pertama pada pelatnya harus dibuat alur sedangkan pada jenis kedua pengelasan dilakukan pada ujung pelat tanpa ada alur. Sambungan ini digunakan untuk menjaga dua atau lebih pelat agar tetap pada suatu bidang tertentu ataupun untuk mempertahankan kedudukan seperti semula (Gambar 7e)

Pemilihan jenis sambungan las terutama didasarkan pada ketebalan pelat yang akan dilas. Dalam pengelasan, ada yang disebut pelat tipis dan pelat tebal. Menurut AWS Code (American Welding Society) disebut pelat tipis apabila ketebalannya kurang dari 1 in (= 25,4 mm) dan disebut pelat tebal bila ketebalannya lebih dari 1 in. Mungkin saja dalam pemilihan sambungan ini terdapat lebih dari dua sambungan yang memenuhi persyaratan ketebalan pelat.


(26)

Jika hal itu terjadi maka harus dipilih kembali salah satu dari jenis sambungan yang ada [Sonawan 2003].

Ada tiga faktor yang menentukan dalam pemilihan jenis sambungan, yaitu: 1) luas penampang sambungan las,

2) persiapan kampuh atau pembuatan kampuh, dan

3) kemudahan proses pengelasan dikaitkan dengan proses pengelasan dan posisi pengelasan.

2. Bentuk Kampuh Las

Bentuk kampuh las sangat mempengaruhi efisiensi pengerjaan, efisiensi sambungan, dan jaminan sambungan. Karena itu pemilihan bentuk kampuh las sangat penting. Adapun jenis-jenis kampuh las pada sambungan tumpul dapat dilihat pada gambar 11.


(27)

D. Baja

Logam baja dihasilkan dari pengolahan lanjut besi kasar pada dapur konventer, Siemens Martin atau dapur listrik, dimana hasil pengolahan dari dapur menghasilkan baja karbon yang mempunyai kandungan karbon maksimum 1,7 %. Baja karbon sangat banyak jenisnya, dimana komposisi kimia, sifat mekanis, ukuran, bentuk dan sebagainya dispesifikasikan untuk masing-masing penggunaan pada Standar Industri Jepang (JIS) dan Standar ASTM.

Besi murni lunak, tidak kuat sehingga tidak dapat dipakai. Untuk menambah kekuatan, karbon (C) 2% atau kurang ditambahkan ke besi murni membentuk material struktur campuran besi karbon. Material ini disebut baja karbon. Disamping karbon, baja karbon terdiri dari sejumlah kecil mangan (Mn), dan silikon (Si), dan sedikit phospor (P) serta belerang (S) sebagai unsur-unsur pada pembuatan baja. Sifat baja karbon sangat bergantung pada kadar karbon yang terkandung di dalamnya, bila kadar karbon tinggi maka nilai kekuatan dan kekerasan juga akan bertambah tinggi tetapi perpanjangannya akan menurun. Karena itu, baja karbon dikelompokkan berdasarkan kadar karbonnya [Wiryosumarto, 1996].

Gambar 11 menunjukkan diagram keseimbangan fasa Fe-C untuk kandungan karbon hingga 6,7%. Baja merupakan paduan dari besi, karbon dan elemen-elemen lain, yang kandungan karbonnya kurang dari 2%. Wilayah pada diagram dengan kadar karbon di bawah 2% menjadi perhatian utama untuk proses heat treatmentpada baja. Diagram fasa hanya berlaku untuk perlakuan panas pada baja hingga mencair, dengan proses pendinginan perlahan-lahan, sedangkan pada


(28)

proses pendinginan cepat, menggunakan diagram CCT (Continuous Cooling Temperature).

Gambar 11. Diagram keseimbangan fasa Fe-C

Untuk mengetahui perubahan fasa pada baja karbon dapat dijelaskan menggunakan diagram keseimbangan fasa Fe-C yang ditunjukkan pada Gambar 11. Diagram tersebut didasarkan pada transformasi yang terjadi sebagai hasil pemanasan dan pendinginan yang lambat. Besar kecilnya penurunan temperatur sangat dipengaruhi oleh cepat atau lambatnya laju pendinginan. Fasa-fasa yang


(29)

terdapat pada diagram tersebut antara lainaustenit, ferit, perlit, sementit, dan lain-lain [Sonawan, 2003].

1. Baja Karbon

Baja karbon dapat diklasifikasikan berdasarkan jumlah kadar karbonnya. Baja karbon dibagi menjadi tiga kelompok. Adapun pembagian jenis – jenis baja karbon adalah:

a). Baja karbon rendah

Baja karbon rendah mengandung karbon antara 0,1% sampai dengan 0,3% dan dalam perdagangan karbon rendah berbentuk batang, pelat – pelat baja dan baja strip. Baja karbon rendah memiliki kekuatan sedang dengan keuletan yang baik dan sesuai dengan tujuan fabrikasi digunakan dalam kondisi anil atau normalisasi untuk tujuan konstruksi dan struktural, seperti jembatan, bangunan gedung, kendaraan bermotor, dan kapal laut.

b). Baja karbon sedang

Baja karbon sedang mempunyai kandungan karbon antara 0,3 % sampai dengan 0,6 %. Penemperan di daerah temperatur lebih tinggi (yaitu 350-550°C) menghasilkan karbida sferoidisasi yang meningkatkan keuletan baja, dan dalam perdagangan baja karbon sedang digunakan untuk bahan baut, mur, piston, poros engkol, material as roda, poros, roda gigi, dan rel. Proses ausforming dapat diterapkan pada baja dengan kadar karbon sedang tersebut sehingga dicapai kekuatan lebih tinggi tanpa mengurangi keuletan.


(30)

c). Baja karbon tinggi

Baja karbon tinggi mempunyai kandungan karbon antara 0,7 % sampai dengan 1,3 % dan setelah mengalami proses heat treatment, baja tersebut digunakan untuk pegas (per), alat – alat perkakas, gergaji, pisau, kikir dan pahat potong. Baja karbon tinggi umumnya dikeraskan dengan ditemper ringan pada temperatur 250°C untuk menghasilkan kekuatan dan keuletan yang memadai untuk per, die,

dan perkakas potong. Keterbatasan penggunaan terjadi karena kemampukerasan yang kurang baik dan pelunakan cepat yang terjadi pada penemperan temperatur sedang.

Tabel 4. Klasifikasi baja karbon

Jenis Kelas Kadar Karbon (%) Kekuatan Luluh (kg/mm2)

Kekuatan Tarik (kg/mm2)

Perpanjangan (%) Kekerasan Brinell Baja karbon rendah Baja lunak

khusus 0,08 18-28 32-36 40-30 95-100 Baja

sangat

lunak 0,08-0,12 20-29 36-42 40-30 80-120 Baja

lunak 0,12-0,20 22-30 38-48 36-24 100-130 Baja

setengah

lunak 0,20-0,30 24-36 44-55 32-22 112-145

Baja karbon sedang

Baja setengah

keras 0,30-0,40 30-40 50-60 30-17 140-170 Baja

keras 0,40-0,50 34-46 58-70 26-14 160-200

Baja karbon tinggi

Baja sangat

keras 0,50-0,80 36-47 65-100 20-11 180-235


(31)

2. Kandungan Karbon dan Sifat Mekanis

Sifat baja berubah sesuai dengan kondisi pembuatan baja dan metode perlakuan panas. Sifat mekanis dari baja besar perbedaannya sesuai dengan kandungan karbon. Umumnya dengan kandungan karbon yang lebih tinggi menaikkan tegangan tarik, titik mulur dan kekerasan tetapi menurunkan perpanjangan, sifat mampu pengerjaan dan sifat mampu las serta cenderung retak.

Gambar 12. Hubungan antara kandungan karbon dan sifat mekanis

3. Pengelasan Baja Karbon Sedang

Pada umumnya baja karbon dapat dilas dengan seluruh proses pengelasan baik pengelasan busur listrik, las gas, las titik, atau jenis pengelasan lainnya. Akan tetapi kualitas yang dihasilkan dari masing-masing proses pengelasan tidak sama. Karena kualitas berbeda, maka setiap proses pengelasan hanya cocok diterapkan untuk tujuan-tujuan tertentu. Parameter yang harus diperhatikan untuk


(32)

memperoleh hasil pengelasan yang maksimum dengan las SMAW diantaranya yaitu:

1) Elektroda

2) Arus listrik yang tepat 3) Tegangan listrik (voltage) 4) Polaritas listrik

E. Elektroda

Pengelasan dengan menggunakan las busur listrik memerlukan kawat las (elektroda) yang terdiri dari satu inti terbuat dari logam yang dilapisi lapisan dari campuran kimia. Fungsi dari elektroda sebagai pembangkit dan sebagai bahan tambah. Elektroda terdiri dari dua bagian yaitu bagian yang terbungkus (fluks) dan tidak terbungkus yang merupakan pangkal untuk menjepitkan tang las. Fungsi dari fluks adalah untuk melindungi logam cair dari lingkungan udara, menghasilkan gas pelindung, menstabilkan busur.

Elektroda terbungkus terdiri dari bagian inti dan zat pelindung atau fluks. Pelapisan fluks pada bagian inti dapat dilakukan dengan destrusi, semprot atau celup. Selaput yang ada pada elektroda berfungsi untuk melindungi cairan las, busur listrik, dan sebagian benda kerja dari udara luar. Udara luar mengandung gas oksigen, yang dapat mengakibatkan bahan las mengalami oksidasi, sehingga dapat mempengaruhi sifat mekanis dari logam yang dilas. Oleh karena itu, elektroda yang terbungkus digunakan untuk pengelasan benda-benda yang butuh kekuatan mekanis.


(33)

Bila ditinjau dari logam yang dilas kawat elektroda dibedakan menjadi lima bagian besar yaitu, baja lunak, baja karbon tinggi, baja paduan, besi tuang, dan logam non ferro. Karena filler metal harus mempunyai kesamaan sifat dengan logam induk, maka sekaligus ini berarti bahwa tidak ada elektroda yang dapat dipakai untuk semua jenis dari pengelasan. Pemilihan ukuran diameter tergantung dari perencanaan, ukuran las, posisi pengelasan, input panas, serta keahlian dalam pengelasan. Ini berarti bahwa tiap ukuran diameter elektroda mempunyai kaitan dengan besarnya kuat arus yang harus lewat pada elektroda tersebut. Di mana elektroda tersebut mempunyai selubung ataucoating.

Elektroda perlu disimpan di tempat yang kering dan hangat dan digunakan berurutan misalnya elektroda baru tidak ditumpuk di atas yang lama. Kadang-kadang elektroda yang sudah sangat lama mempunyai lapisan bulu berwarna putih yang disebabkan oleh kaca air pada elektroda. Elektroda harus ditumpuk dengan hati-hati dan jangan dijatuhkan yang akan menyebabkan retak dan terkelupasnya lapisan. Las yang berkualitas jelek biasanya sebagai akibat jika digunakan elektroda terkelupas, lembab, atau rusak. Jika elektroda kering digetarkan di tangan menghasilkan bunyi logam yang kuat, akan tetapi yang lembab mempunyai bunyi yang teredam [Kenyon, 1985]. Beberapa fungsi lapisan elektroda, antara lain:

a. Menyediakan suatu perisai yang melindungi gas sekeliling busur api dan logam cair dan dengan demikian mencegah oksigen dan nitrogen dari udara memasuki logam las.


(34)

c. Mengisi kembali setiap kekurangan yang disebabkan oleh oksidasi elemen-elemen tertentu dari genangan las selama pengelasan dan menjamin las mempunyai sifat-sifat mekanis yang memuaskan.

d. Menyediakan suatu terak pelindung yang juga menurunkan kecepatan pendinginan logam las dan dengan demikian menurunkan kerapuhan akibat pendinginan.

e. Mambantu mengontrol (bersama-sama dengan arus las) ukuran dan frekuensi tetesan logam cair.

f. Memungkinkan dipergunakannya posisi-posisi yang berbeda.

Dilihat dari fungsinya, maka untuk pemilihan jenis elektroda yang digunakan, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain:

1. Jenis logam yang akan dilas. 2. Tebal bahan yang akan dilas.

3. Kekuatan mekanis yang diharapkan dari hasil pengelasan. 4. Posisi pengelasan.

5. Bentuk kampuh benda kerja.

Dari kriteria di atas dapat dilihat kode elektroda yang sesuai untuk keperluan yang diinginkan. Kode elektroda yang berupa huruf dan angka mempunyai arti khusus yang berguna untuk pemilihan elektroda. Kode elektroda sudah distandarkan oleh badan standarisasi kode elektroda yaitu AWS (American Welding Society) dan ASTM (American Society For Testing Materials). Simbol atau kode yang diberikan yaitu satu huruf E yang diikuti oleh empat atau lima angka dibelakangnya, contoh E7016. Sedangkan simbol standarisasi JIS (Japan


(35)

Industrial Standard), kode yang diberikan yaitu satu huruf D yang diikuti oleh empat atau lima angka dibelakangnya, contoh D5016.

Elektroda dengan kode E 7016, untuk setiap huruf dan setiap angka mempunyai arti masing-masing, yaitu:

E : elektroda untuk las busur listrik.

70 : menyatakan nilai tegangan tarik minimum hasil pengelasan dikalikan dengan 1000 psi, jadi 70.000 psi atau 483 MPa.

1 : menyatakan posisi pengelasan, angka 1 berarti dapat digunakan untuk pengelasan semua posisi.


(36)

F. METODE PENGUJIAN

Pengujian untuk logam pada umumnya dapat dibagi menjadi dua yaitu: pengujian bersifat merusak dan pengujian tak merusak. Tujuan dari pengujian dan pemeriksaan ini adalah untuk menjamin mutu dan kepercayaan terhadap konstruksi las. Syarat yang diutamakan dalam konstruksi las adalah kekuatan.

Dalam penelitian ini pengujian yang hendak dilakukan adalah pengujian yang bersifat merusak pada konstruksi las, di mana pengujian tersebut dilakukan terhadap model dari konstruksi atau batang uji yang telah dilas dengan cara yang sama dengan proses pengelasan yang akan digunakan sampai terjadi kerusakan pada model konstruksi atau batang uji. Sampai saat ini hubungan antara hasil pengujian pada model dan batang uji terhadapa kekuatan konstruksi masih belum jelas. Oleh karena itu, pada pengujian merusak yang penting adalah pengujian untuk melihat kesamaan antara logam induk dan logam pada daerah lasan. Pengujian merusak pada daerah lasan dapat diklasifikasikan dalam beberapa jenis, antara lain: uji kekerasan, uji tarik, dan uji fatik. Jenis pengujian pada penelitian ini menggunakan metode uji kekerasan dan impak.

1. Pengujian Impak

Pengujian impak merupakan suatu pengujian yang mengukur ketahanan bahan terhadap beban kejut. Inilah yang membedakan pengujian impak dengan pengujian tarik dan kekerasan dimana pembebanan dilakukan secara perlahan-lahan. Pengujian impak merupakan suatu upaya untuk mensimulasikan kondisi


(37)

operasi material yang sering ditemui dalam perlengkapan transportasi atau konstruksi dimana beban tidak selamanya terjadi secara perlahan-lahan melainkan datang secara tiba-tiba. Dasar pengujian impak ini adalah penyerapan energi potensial dari pendulum beban yang berayun dari suatu ketinggian tertentu dan menumbuk benda uji sehingga benda uji mengalami deformasi. Gambar 13 di bawah ini memberikan ilustrasi suatu pengujian impak dengan metode Charpy.

Gambar 13. Ilustrasi skematis pengujian Charpy

Pada pengujian impak ini banyaknya energi yang diserap oleh bahan untuk terjadinya perpatahan merupakan ukuran ketahanan impak atau ketangguhan bahan tersebut. Pada Gambar 13 di atas dapat dilihat bahwa setelah benda uji patah akibat deformasi, bandul pendulum melanjutkan ayunannya hingga posisi h’. Bila bahan tersebut tangguh yaitu makin mampu menyerap energi lebih besar maka makin rendah posisi h’. Suatu material dikatakan tangguh bila memiliki kemampuan menyerap beban kejut yang besar tanpa terjadinya retak atau terdeformasi dengan mudah. Pada pengujian impak, energi yang diserap oleh


(38)

benda uji biasanya dinyatakan dalam satuan Joule dan dibaca langsung pada skala (dial) penunjuk yang telah dikalibrasi yang terdapat pada mesin penguji. Harga impak (HI) suatu bahan yang diuji dengan metode Charpy diberikan oleh :

………..(1)

dimana E adalah energi yang diserap dalam satuan Joule dan A luas penampang di bawah takik dalam satuan mm2. Secara umum benda uji impak dikelompokkan ke dalam dua golongan sampel standar yaitu : batang uji Charpy sebagaimana telah ditunjukkan pada Gambar 1, banyak digunakan di Amerika Serikat dan batang uji Izod yang lazim digunakan di Inggris dan Eropa. Benda uji Charpy memiliki luas penampang lintang bujur sangkar (10 x 10 mm) dan memiliki takik (notch) berbentuk V dengan sudut 45o, dengan jari-jari dasar 0,25 mm dan kedalaman 2 mm. Benda uji diletakkan pada tumpuan dalam posisi mendatar dan bagian yang bertakik diberi beban impak dari ayunan bandul. Benda uji Izod mempunyai penampang lintang bujur sangkar atau lingkaran dengan takik V di dekat ujung yang dijepit. Perbedaan cara pembebanan antara metode Charpy dan Izod ditunjukkan oleh Gambar di bawah ini :


(39)

Gambar 14.Ilustrasi skematik pembebanan uji Charpy dan Izod

Kerja yang dilakukan untuk mematahkan benda kerja adalah

W= G . L (cos β-cos α) …….….(2)

Dimana W = kerja patah dalam Joule

G = beban yang digunakan dalam kg L = panjang lengan ayun dalam m β = sudut jatuh dalam derajat α = sudut awal dalam derajat

Takik (notch) dalam benda uji standar ditujukan sebagai suatu konsentrasi tegangan sehingga perpatahan diharapkan akan terjadi di bagian tersebut. Selain berbentuk V dengan sudut 45o, takik dapat pula dibuat dengan bentuk lubang kunci (key hole). Pengukuran lain yang biasa dilakukan dalam pengujian impak Charpy adalah penelaahan permukaan perpatahan untuk menentukan jenis perpatahan (fracografi) yang terjadi.


(40)

Secara umum sebagaimana analisis perpatahan pada benda hasil uji tarik maka perpatahan impak digolongkan menjadi 3 jenis, yaitu:

1. Perpatahan berserat (fibrous fracture), yang melibatkan mekanisme pergeseran bidang-bidang kristal di dalam logam yang ulet (ductile). Ditandai dengan permukaan patahan berserat yang berbentuk dimpel yang menyerap cahaya dan berpenampilan buram.

2. Perpatahan granular/kristalin, yang dihasilkan oleh mekanisme pembelahan (cleavage) pada butir-butir dari logam yang rapuh (brittle). Ditandai dengan permukaan patahan yang datar yang mampu memberikan daya pantul cahaya yang tinggi (mengkilat).

3. Perpatahan campuran (berserat dan granular). Merupakan kombinasi dua jenis perpatahan di atas.


(41)

2. Pengujian Kekerasan

Kekerasan (Hardness) adalah salah satu sifat mekanik (Mechanical properties) dari suatu material. Kekerasan suatu material harus diketahui khususnya untuk material yang dalam penggunaanya akan mangalami pergesekan(frictional force), dalam hal ini bidang keilmuan yang berperan penting mempelajarinya adalah Ilmu Bahan Teknik (Metallurgy Engineering).

Kekerasan didefinisikan sebagai kemampuan suatu material untuk menahan beban identasi atau penetrasi (penekanan). Metode uji kekerasan dapat dibagi menjadi beberapa macam, yaitu: metodeBrinell,Rockwell,Vickers,KnoopdanShore. Alat uji kekerasan menggunakan bola kecil, piramida intan, atau kerucut ke permukaan spesimen dengan beban tertentu, dan nilai kekerasan (Brinellatau piramida intan Vickers) diperoleh dari diameter jejak. Kekerasan dapat dihubungan dengan kekuatan luluh atau kekuatan tarik logam, karena sewaktu indentasi, material di sekitar jejak mengalami deformasi plastis mencapai beberapa persen regangan tertentu. Nilai kekerasan Vickers didefinisikan sebagai piramida dan dinyatakan dalam satuan kg/mm2dan besarnya sekitar tiga kali tegangan luluh untuk material yang tidak mengalami pengerasan-kerja yang berarti. Untuk penelitian ini digunakan pengujian kekerasan dengan metode Vickers. Untuk penelitian ini digunakan pengujian kekerasan dengan metodeVickers.

Pemilihan masing-masing skala (metode pengujian) tergantung pada: a. Permukaan material


(42)

c. Jenis data yang diinginkan d. Ketersedian alat uji

Gambar 16. Uji kekerasan vickers [www.gordonengland.co.uk]

Pada pengujian kekerasan Vickers suatu benda penekan (intan), dengan bentuk piramida lurus dengan alas bujur sangkar dengan sudut 136º, ditekan ke dalam spesimen uji dengan gaya F tertentu selama waktu tertentu. Setelah piramida diangkat diagonal (d) bekas tekanan tepat diukur (Gambar 16). KekerasanVickers dapat diperoleh dengan membagi gaya pada luas bekas tekanan yang berbentuk piramida.

Approximatelly

3)

…4)


(43)

Hasil-hasil kekerasanVickerstidak tergantung pada gaya F. Dengan penggunaan bentuk piramida yang selalu sama, maka pada gaya F yang lebih besar akan diperoleh suatu luas yang lebih besar berbanding dengan gaya tersebut, sehingga HV = F/A tetap. Kekerasan Vickersyang diperoleh dengan berbagai gaya, dapat dibandingkan dengan yang lainnya. Gaya yang biasa digunakan adalah; 10, 25, 50, 100, 300, 500, 600 dan 1000 N, dengan waktu beban penuh sebagai berikut: untuk baja, tembaga, dan paduan tembaga 10-25 detik, sedangkan untuk aluminium, paduan aluminium, magnesium, dan paduan magnesium 28-32 detik.


(44)

A. Tempat Penelitian

Adapun tempat pengerjaan tugas akhir ini adalah sebagai berikut:

1. Proses pembuatan spesimen uji impak dan kekerasan yang dilakukan di laboratorium Teknologi Mekanik Jurusan Teknik Mesin Unila.

2. Proses pengelasan baja AISI 1045 dilakukan di Balai Latihan Kerja (BLK) Bandar Lampung.

3. Pengujian impak dan kekerasan spesimen dilakukan di BPPT - B2TKS Puspitek Serpong

B. Alat Dan Material Penelitian

1. Alat yang digunakan

Peralatan yang digunakan dalam penelitian tugas akhir ini adalah sebagai berikut: 1. Alat untuk pembuatan spesimen:

a. Mesin gergaji digunakan untuk memotong baja hingga dimensi yang diinginkan.

b. Mesin sekrap digunakan untuk membuat sambungan temu kampuh V (V-butt joint).


(45)

c. Mesin gerinda digunakan untuk meratakan dan menghaluskan permukaan spesimen.

d. Jangka sorong digunakan untuk mengukur dimensi spesimen yang akan dibuat.

2. Alat untuk proses pengelasan:

a. Mesin las SMAW digunakan untuk menyambung spesimen (pelat baja karbon sedang AISI 1045).

b. Palu, tang penjepit, sikat baja, dan alat pendukung lainnya.

2. Material yang digunakan

Adapun material yang digunakan dalam penelitian tugas akhir ini adalah sebagai berikut:

1. Material yang digunakan sebagai spesimen uji dalam penelitian ini adalah pelat baja karbon sedang AISI 1045.

2. Kampuh yang akan digunakan dalam pengelasan terhadap spesimen

Gambar 17. spesimen dengan kampuh single V


(46)

Gambar 18. Konstruksi Dari Elektroda Bersalut

C. Jumlah Spesimen

Jumlah spesimen uji yang digunakan pada tugas akhir ini ditampilkan pada tabel 9 dan tabel 10. Dengan jumlah spesimen keseluruhan adalah 25 spesimen. Di mana setiap perlakukan uji impak terdiri dari 4 spesimen dengan 4 jenis perlakuan variasi kuat arus las. Dalam pengujian kekerasan diambil 5 titik tiap spesimen.

Tabel 5. Jumlah spesimen uji impak

Jenis Elektroda Kuat Arus (Ampere) Jumlah Spesimen

E 7016LB-52

60 4

70 4

80 4

90 4

Raw Material 4

Total 20

Tabel 6. Jumlah spesimen uji kekerasan

Jenis Elektroda Kuat Arus (Ampere) Jumlah Spesimen

E 7016LB-52

60 1

70 1

80 1

90 1

Raw Material 1


(47)

D. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian pada tugas akhir ini adalah sebagai berikut:

1. Persiapan Spesimen

a. Bahan yang diperlukan dalam penelitian ini adalah baja karbon sedang AISI 1045 dengan ukuran panjang 550 mm, lebar 800 mm, tebal 10 mm. b. Pembuatan Kampuh V terbuka dengan menggunakan mesin frais.

2. Proses Pengelasan

Langkah-langkah yang dilakukan dalam proses pengelasan adalah: a. Mempersiapkan mesin las SMAW AC.

b. Mempersiapkan benda kerja yang akan dilas pada meja las.

c. Posisi pengelasan dengan menggunakan posisi pengelasan di bawah tangan.

d. Kampuh yang digunakan jenis kampuh V terbuka, dengan sudut 600 dengan lebar celah 1 mm.

e. Mempersiapkan elektroda sesuai dengan arus dan ketebalan pelat, dalam penelitian ini dipilih elektroda jenis E 7016 dengan diameter elektroda 2,6 mm.

g. Menyetel ampere meter yang digunakan untuk mengukur arus pada posisi jarum nol, kemudian salah satu penjepitnya dijepitkan pada kabel yang digunakan untuk menjepit elektroda. Mesin las dihidupkan dan elektroda digoreskan sampai menyala. Ampere meter diatur pada angka 60 A. Selanjutnya mulai dilakukan pengelasan untuk spesimen dengan arus 60 A.


(48)

h. Menyetel ampere meter yang digunakan untuk mengukur arus pada posisi jarum nol, kemudian salah satu penjepitnya dijepitkan pada kabel yang digunakan untuk menjepit elektroda. Mesin las dihidupkan dan elektroda digoreskan sampai menyala. Ampere meter diatur pada angka 70 A. Selanjutnya mulai dilakukan pengelasan untuk spesimen dengan arus 70 A.

i. Menyetel ampere meter yang digunakan untuk mengukur arus pada posisi jarum nol, kemudian salah satu penjepitnya dijepitkan pada kabel yang digunakan untuk menjepit elektroda. Mesin las dihidupkan dan elektroda digoreskan sampai menyala. Ampere meter diatur pada angka 80 A. Selanjutnya mulai dilakukan pengelasan untuk spesimen dengan arus 80 A.

j. Menyetel ampere meter yang digunakan untuk mengukur arus pada posisi jarum nol, kemudian salah satu penjepitnya dijepitkan pada kabel yang digunakan untuk menjepit elektroda. Mesin las dihidupkan dan elektroda digoreskan sampai menyala. Ampere meter diatur pada angka 90 A. Selanjutnya mulai dilakukan pengelasan untuk spesimen dengan arus 90 A.

3. Pembuatan Spesimen Pengujian

Setelah proses pengelasan selesai maka dilanjutan pembuatan spesimen sesuai JIS Z 2202 1980, yang nantinya akan diuji ketangguhan, langkah-langkahnya sebagai berikut:


(49)

b) Bahan dipotong dengan lebar 55 x 10 x 10 mm. Setelah itu difrais untuk mendapatkan ukuran sesuai standar JIS Z 2202 1980.

c) Setelah proses selesai kemudian benda kerja dirapikan dengan kikir dan dihaluskan menggunakan ampelas.

d) Setelah diampelas untuk mendapatkan permukaan yang lebih halus maka diberi autosol.

4. Pengujian Ketangguhan

Prosedur dan pembacaan hasil pada pengujian ketangguhan adalah sebagai berikut:

1. Menyiapkan peralatan mesin impak Charpy.

2. Menyiapkan benda uji yang akan dilakukan pengujian sesuai standar ukuran yang telah ditetapkan.

3. Meletakkan benda uji pada anvil dengan posisi takikan membelakangi arah ayunan palu Charpy.

4. Menaikkan palu Charpy pada kedudukan 1560

(sudut α) dengan menggunakan handle pengatur kemudian dikunci. 5. Putar jarum penunjuk sampai berimpit pada kedudukan 1560.

6. Lepaskan kunci sehingga palu Charpy berayun membentur benda uji. 7. Memperhatikan dengan mencatat sudut β dan nilai tenagapatah.


(50)

Gambar 19. Alat pengujian ketangguhan

Keterangan :

1. Piring busur derajat 6. Beban (pendulum)

2. Jarum penunjuk sudut 7. Tempat benda uji dipasang 3. Batang pembawa jarum 8. Badan mesin uji

4. Tuas perangkat 9. Lengan 5. Pengunci palu

5. Pengujian Kekerasan

Spesimen sebelumnya dipoles terlebih dahulu dengan menggunakan autosol, kemudian dietsa jenis HNO3.


(51)

1) Memasang indentor piramida intan. Penekanan piramida intan 1360dipasang pada tempat indentor mesin uji, kencangkan secukupnya agar penekan intan tidak jatuh.

2) Memberi garis warna pada daerah logam las, HAZ dan logam induk yang akan diuji.

3) Meletakkan benda uji di atas landasan. 4) Menentukan beban utama sebesar 5 kg. 5) Menentukan titik yang akan diuji. 6) Menekan tombol indentor.

Gambar 20. Alat pengujian kekerasan vickers Keterangan gambar :

1. Lensa

2. Indentor Vickers 3. Landasan spesimen

4. Tuas penggerak maju-mundur spesimen 5. Pengukur diagonal bekas injakan indentor 6. Tuas penggerak kiri-kanan spesimen 7. Tombol indentor


(52)

E. Diagram Alir Penelitian

Gambar 21. Diagram Alir Penelitian Pengolahan Data Hasil Pengujian dan Pembahasan

Mulai

Pembuatan Spesimen

Pengujian kekerasan dan Pengujian Impak

Kesimpulan

Selesai Persiapan Spesimen Uji

 Pemilihan material spesimen uji. Baja AISI 1045 (tebal 10 mm).

 Pembuatan kampuh las (sambungan tumpul) dengan alur V tunggal.

Pemilihan elektroda las

AWS E7016

Proses Pengelasan SMAW

 Pengaturan variasi kuat arus las

 Pengelasan SMAW dengan caramultipass welding.


(53)

A. DATA ALAT DAN MATERIAL PENELITIAN

1. Material Penelitian

Material yang digunakan adalah baja AISI 1045 berupa pelat yang memiliki komposisi kimia sebagai berikut :

Tabel 7. Komposisi kimia baja AISI 1045 Komposisi

Kimia C Si Mn P S Cr Ni Mo V Al Cu

Persentase

(%) 0,50 0,30 0,70 0,019 0,005 _ _ _ _ _ _

2. Data Proses Pengelasan

Proses pengelasan dalam penelitian ini menggunakan pengelasan SMAW, yang menggunakan elektroda las E7016 LB-52, dengan posisi pengelasan mendatar (downhand) dan menggunakan variasi kuat arus, yaitu : 60 A, 70 A, 80 A, dan 90 A.

B. DATA HASIL PENGUJIAN

1. Ketangguhan Material (Impact)

Pengujian dilakukan dengan menggunakan mesin uji SCHENCK TREBEL PSW 300 dengan skala kekuatan impak 300 J, sudut jatuh bandul 1500yang dilakukan pada suhu kamar.


(54)

Eksperimen ini dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan ketangguhan antara bahan yang mengalami perlakuan pengelasan dengan logam induk. Hasil dari pengujian ketangguhan impak berupa tenaga yang diserap (W) dalam satuan Joule dan nilai pukul takik (K) dalam satuan Joule/mm2. Hasil yang diperoleh dapat dilihat pada grafik dibawah ini.


(55)

Gambar 23. Patahan spesimen hasil pengujian impak

Dari gambar 23 diatas diketahui bahwa permukan patahan spesimen pada arus pengelasan 60 A terlihat lebih terang di bagian tengah daerah lasan dan terlihat buram di bagian bawah daerah lasan, hal ini akibat arus pengelasan yang rendah sehingga daya penembusannya kurang dalam. Nilai ketangguhan tertinggi yang diperoleh pada pengelasan arus 60 A sebesar 157,00 Joule/mm2dan nilai ketangguhan terendah yang diperoleh sebesar 57,50 Joule/mm2. Kelompok dengan arus 60 Ampere memiliki


(56)

nilai ketangguhan rata-rata 104,15 Joule/mm2 dan mengalami kenaikan sebesar 35,35% dari kelompokraw materials.Kenaikan ini terjadi karena penyebaran panas yang merata terjadi di permukaan las sehingga energi yang diserap dari bandul semakin besar dan ketangguhan yang dihasilkan semakin tinggi.

Dari gambar 23 diatas diketahui bahwa permukan patahan spesimen pada arus pengelasan 70 A terlihat lebih buram, hal ini akibat daya penembusan yang dalam dan penyebaran panas yang merata di logam lasan. Nilai ketangguhan terendah yang diperoleh pada pengelasan arus 70 A sebesar 171,50 Joule/mm2 dan nilai ketangguhan tertinggi yang diperoleh pada pengelasan arus 70 A sebesar 186,10 Joule/mm2, dimana nilai ini merupakan nilai tertinggi dari spesimen impak lainnya. Kelompok dengan arus 70 Ampere memiliki nilai ketangguhan rata-rata 178,53 Joule/mm2 dan mengalami kenaikan sebesar 62,28 % dari kelompok raw materials. Kenaikan ini terjadi karena arus listrik yang digunakan sesuai, penyebaran panas yang merata sehingga energi yang diserap dari bandul semakin besar dan ketangguhan yang dihasilkan semakin tinggi.

Permukan patahan spesimen pada arus pengelasan 80 A terlihat agak terang dan berserabut , hal ini akibat penyebaran panas yang tidak merata di logam lasan dan laju pendinginan yang cepat. Nilai ketangguhan tertinggi yang diperoleh pada pengelasan arus 80 sebesar 63,50 Joule/mm2 dan nilai ketangguhan terendah yang diperoleh sebesar 45,60 Joule/mm2.


(57)

Kelompok dengan arus 80 Ampere memiliki nilai ketangguhan rata-rata 51,13 Joule/mm2 dan mengalami penurunan sebesar 24,06 % dari kelompok raw materials. Penurunan ini terjadi karena arus listrik yang digunakan tinggi dan penyebaran panas yang tidak merata sehingga energi yang diserap dari bandul semakin kecil dan ketangguhan yang dihasilkan semakin rendah.

Permukan patahan spesimen pada arus pengelasan 90 A terlihat agak terang di bagian tengah daerah lasan dan terlihat agak buram di tepi daerah lasan, hal ini akibat panas yang tidak merata di logam lasan dan laju pendinginan yang cepat . Nilai ketangguhan tertinggi yang diperoleh pada pengelasan arus 90 Ampere sebesar 66,90 Joule/mm2 dan nilai ketangguhan terendah yang diperoleh sebesar 45,20 Joule/mm2. Kelompok dengan arus 90 Ampere memiliki nilai ketangguhan rata-rata 52,03 Joule/mm2 dan mengalami penurunan sebesar 22,72 % dari kelompok raw materials. Penurunan ini terjadi karena arus listrik yang digunakan tinggi dan penyebaran panas yang tidak merata sehingga energi yang diserap dari bandul semakin kecil dan ketangguhan yang dihasilkan semakin rendah.

Permukan patahan spesimen pada arus pengelasan 100 A terlihat lebih buram di bagian tengah daerah lasan terlihat agak terang , hal ini akibat daya penembusan yang dalam dan arus yang tinggi menghasilkan daerah lasan lebih lebar sehingga penyebaran panas lebih luas. Nilai ketangguhan


(58)

tertinggi yang diperoleh pada pengelasan arus 100 sebesar 157,00 Joule/mm2dan nilai ketangguhan terendah yang diperoleh sebesar 71,90 Joule/mm2. Kelompok dengan arus 100 Ampere memiliki nilai ketangguhan rata-rata 114,45 Joule/mm2dan mengalami kenaikan sebesar 41,17% dari kelompok raw materials. Kenaikan ini terjadi karena penyebaran panas yang merata terjadi di permukaan las sehingga energi yang diserap dari bandul semakin besar dan ketangguhan yang dihasilkan semakin tinggi.

Permukan patahan spesimen raw material terlihat sangat terang, hal ini akibat tidak adanya panas yang terjadi pada logam ini.

2. Kekerasan Material (Hardness)

Pengujian kekerasan dalam penelitian ini menggunakan metode pengujian kekerasan vickers dengan alat Frank Fino Test dengan waktu 15 detik, beban sebesar 5 kg dan permukaan spesimen uji dilakukan grinding polishing. Pada penelitian ini, pengujian kekerasan dilakukan 5 titik pada daerah sambungan las (HAZ) sebanyak 2 titik, kemudian 1 titik pada daerah logam las (weld metal) dan 2 titik pada daerah based metal. Eksperimen untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan kekerasan antara bahan yang mengalami perlakuan pengelasan dengan logam induk. Pengujian kekerasan menghasilkan data dari nilai kekerasan dari spesimen


(59)

kelompok raw materials dan kelompok variasi arus pengelasan. Posisi titik pengujian kekerasanvickers, dapat dilihat pada gambar dibawah ini

Gambar 24. Posisi titik pengujian Vickers

Dimana:

A = Logam Induk (based metal) 1

B = Daerah yang terkena pengaruh panas(Heat Affected Zone)1 C = Logam las (weld metal)

D = Daerah yang terkena pengaruh panas(Heat Affected Zone)2 E = Logam Induk (based metal) 2

X = Titik pengujian

A

55 mm

B

D

E

3

0

m

m


(60)

Gambar 25. Kurva Pengujian Kekerasan Vickers

Pada pengujian kekerasan yang dilakukan di daerah HAZ, diketahui kekerasan rata-rata terbesar yang didapat 242,16 HV terjadi pada pengelasan arus 70 Ampere, dan kekerasan rata-rata terkecil 196,90 HV terjadi pada pengelasan arus 90 Ampere. Daerah HAZ pada pengelasan dengan arus 90 Ampere memiliki nilai kekerasan rata-rata terkecil karena pendinginan yang terjadi lebih lambat dari pengelasan dengan arus 70 Ampere.

Pada pengujian kekerasan yang dilakukan di daerahweld metal, diketahui kekerasan rata-rata terbesar yang didapat 202,50 HV terjadi pada pengelasan dengan arus 60 Ampere, sedangkan kekerasan rata-rata terkecil 176 HV terjadi pada pengelasan dengan arus 80 Ampere, hal ini


(61)

disebabkan adanya panas pengelasan yang bertambah besar menghasilkan hasil lasan tidak merata dan kecepatan pengelasan yang terjadi untuk memenuhi kampuh las tidak kontinu.

Daerah HAZ umumnya memilki nilai kekerasan yang lebih besar dibandingkan weld metal karena pada deaerah logam ini terjadi pendinginan yang lebih cepat dibandingkan daerah weld metal setelah mengalami pemanasan akibat pengelasan.


(62)

A. SIMPULAN

Dari hasil pengujian impak dan kekerasan terhadap baja AISI 1045 maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1) Nilai rata-rata ketangguhan (kekuatan impak) pada kelompok 60 Ampere, dan 70 Ampere mengalami kenaikan berturut-turut sebesar 35,35% dan 62,28 % dari kelompok raw material. Kenaikan ini terjadi karena arus listrik yang digunakan sesuai, penyebaran panas yang merata sehingga energi yang diserap dari bandul semakin besar dan ketangguhan yang dihasilkan semakin tinggi.

2) Nilai ketangguhan rata-rata tertinggi didapat pada spesimen uji impak dengan kuat arus 70 Ampere yaitu sebesar 186,10 Joule/mm2 sedangkan nilai ketangguhan rata-rata terendah didapat pada spesimen uji tanpa perlakuan pengelasan (raw materials) yaitu sebesar 31,10 Joule/mm2. Hal ini diakibatkan permukaan patahan hasil pengujian yang terlihat bervariasi, dimana ada yang terlihat buram dan terlihat terang.

3) Pada daerah HAZ, nilai kekerasan rata-rata tertinggi yang didapat pada proses pengelasan menggunakan arus 70 Ampere yaitu sebesar 242,16 HV dan nilai kekerasan rata-rata terendah didapat pada proses pengelasan


(63)

menggunakan arus 90 Ampere yaitu sebesar 196,90 HV. Hal ini diakibatkan perbedaan perbedaan pendinginan yang terjadi pada spesimen.

B. SARAN

Untuk mendukung kesempurnaan penelitian selanjutnya, maka penulis memberikan saran sebagai berikut:

1) Pada penelitian berikutnya agar pengujian dilakukan terhadap spesimen yang mengalami proses pengelasan menggunakan elektroda las yang berbeda.

2) Penulis menyarankan pada penelitian setelah ini, agar data yang didapat lebih akurat melakukan metode pengujian lainnya seperti : pengujian bending, tarik, dan gesek.


(64)

MENGGUNAKAN ELEKTRODA LAS E 7016

Oleh

DANNY WIlMAN PURBA

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar SARJANA TEKNIK

Pada

Jurusan Teknik Mesin

Fakultas Teknik Universitas Lampung

JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2010


(65)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Daerah hasil pengelasan ... 8

2. Klasifikasi proses pengelasan ... 9

3. Las SMAW ... 11

4. Prinsip kerja perpindahan logam pada proses SMAW ... 12

5. Mesin las arus AC ... 16

6 Mesin las arus DC ... 17

7. Jenis–jenis sambungan las ... 18

8. Alur sambungan las tumpul ... 19

9. Kampuh sambungan tumpang... 20

10. Jenis–jenis kampuh las ... 22

11. Diagram keseimbangan fasa Fe-C ... 24

12. Hubungan antara kandungan karbon dan sifat mekanis ... 27

13. Ilustrasi skematis pengujian Charpy ... 33

14. Ilustrasi skematik pembebanan uji Charpy dan Izod ... 35

15. Bentuk dan dimensi benda uji berdasarkan ASTM E23-56T ... 36

16. Uji Kekerasan vickers ... 38

17. Spesimen dengan kampuh single V ... 41

18. Konstruksi dari elektroda bersalut ... 42

19. Alat pengujian ketangguhan ... 46

20. Alat pengujian kekerasan vickers ... 47

21. Diagram alir penelitian ... 48

22. Diagram batang nilai ketangguhan(impact)... 50

23. Patahan spesimen hasil pengujian impak ... 51

24. Posisi titik pengujian vickers ... 55


(66)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI... i

DAFTAR TABEL... iv

DAFTAR GAMBAR... v

I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Tujuan Penelitian... 4

C. Batasan Masalah... 4

D. Sistemetika Pembahasan... 5

II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengelasan ... 7

1. Klasifikasi Las ... 9

2. Las SMAW(Shielded Metal Arc Welding) ... 10

3. Pemilihan Parameter Pengelasan SMAW ... 12

B. Mesin Las... 15

1. Mesin Las Arus Bolak-balik ( Mesin AC) ... 15

2. Mesin Las Arus Searah ( Mesin DC) ... 16

C. Jenis Sambungan Las dan bentuk Kampuh (Alur) ... 18


(67)

2 Bentuk Kampuh Las... 22

D. Baja ... 23

1. Baja Karbon ... 25

2. Kandungan Karbon Dan Sifat Mekanis ... 27

3. Pengelasan Baja Karbon Sedang ... 27

E. Elektroda... 28

F. Metode Pengujian... 32

1. Pengujian Impak ... 32

2. Pengujian Kekerasan... 37

III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian... 40

B. Alat Dan Material Penelitian... 40

1. Alat Yang Digunakan... 40

2. Material Yang Digunakan ... 41

C. Jumlah Spesimen ... 42

D. Prosedur Penelitian ... 43

E. Diagram Alir Penelitian ... 48

IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Data Alat Dan Material Penelitian ... 49

1. Material Penelitian ... 49

2. Data Proses Pengelasan... 49

B. Data Hasil Pengujian ... 49

1. Ketangguhan Material (Impact)... 49


(68)

V SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan ... 58 B. Saran ... 59 DAFTAR PUSTAKA


(69)

Alip, M., 1989, Teori dan Praktik Las.Penerbit Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Arifin, S., 1997. Las Listrik dan Otogen, GhaliaIndonesia, Jakarta.

Anggono, J.,1999.Pengaruh Besar Input Panas Pengelasan SMAW Terhadap Distorsi Angular Sambungan T Baja Lunak SS400. Universitas Kristen Petra.

Bintoro, A. G., 2000. Dasar-dasar Pekerjaan Las. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Charles, S. G., 1992.Struktur Baja. Edisi ke-3. Jilid I. Penerbit Gramedia, Jakarta.

Cary, H.B, 1998. Modern Welding Technology. 4nd edition, Prentice Hall, New Jersey.

Dieter E. G., 1998.Mechanical Metallurgy. SI Metric Edition, United States of America.

Dowling E. Norman, 1999.Mechanical Behavior Of Materials. 2ndedition. Printed in the united states of America.

Kenyon, W., 1985.Dasar–Dasar Pengelasan. Penerbit Erlangga, Jakarta.

Salmon, Charles, G. 1990. Struktur Baja. Edisi ke-3. Jilid I. Penerbit Gramedia, Jakarta.


(70)

Santoso, Joko, 2006. Pengaruh Arus Pengelasan Terhadap Kekuatan Tarik Dan Ketangguhan LasSMAWDengan ElektrodaE7018. Universitas Negeri Semarang. Semarang.

Sibarani, Maradu, Kisworo, Djok, 2006.Pengaruh Arus Pengelasan Terhadap Kekuatan Tekan Dan Kekerasan Hasil Las zirkaloi-2 Dengan MFW (Magnetic Force Welding). ISSN 0854-5561.EBN.

Smallman, R.E., 1991.Metalurgi Fisik Modern. Edisi ke-4. Penerbit gramedia, Jakarta.

Surdia,T., 1984.Pengetahuan Bahan Teknik. Cetakan ke-4. PT. Pradnya paramita, Jakarta.

Suharto, 1991.Teknologi Pengelasan Logam. Penerbit Rineka Cipta, Jakarta.

Sonawan, H., 2003.Pengelasan Logam. Penerbit Alfabeta, Bandung.

Timings, R, L. 1992. Engineering Materials. Volume2. Penerbit Logman Group UK limited Malaysia.

Wiryosumarto, H., 1996.Teknologi pengelasan logam. Cetakan ke-7. PT. Pradnya Paramitha, Jakarta.

Wiryosumarto, H., 2000,Teknologi Pengelasan Logam, Erlangga, Jakarta.

____. 1995. http://www.depdiknas.go.id/. 20 mei 2010 ____. 1996. http://www.petra.ac.id. 22 Juli 2010


(71)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Seleksi Arus ... 14

2. Hubungan Diameter Elektroda Dengan Arus Pengelasan... 15

3. Kelebihan Meisn Las AC dan DC... 17

4. Klasifikasi Baja Karbon ... 26

5. Jumlah Spesimen Uji Impak ... 42

6 Jumlah Spesimen Uji Kekerasan... 42


(72)

sipanganon atap siinumon, sonai homa pasal

angkulanima pasari-sari parhiouon. Ai lang

harganan do hosah ase sipanganon, anjaha

harganan angkula ase parhiouon

(Mateus 6 : 25)

Tidak ada jaminan kesuksesan, namun tidak

mencobanya adalah jaminan kegagalan”

(

Bill Clinton)

“ Jangan Ada Kata Menyerah Ketika Ada

Niat Di Dalam Hati Untuk Mencoba.”


(73)

Pengelasan

SMAW

Baja

AISI

1045

Menggunakan Elektroda Las E7016

Nama Mahasiswa : ✁

nny Wilman Purba

Nomor Pokok Mahasiswa : 0415021043

Jurusan : Teknik Mesin Fakultas : Teknik

MENYETUJUI

1. Komisi Pembimbing

Tarkono, S.T., M.T. Zulhanif, S.T., M.T.

NIP197004151998021001 NIP.197304022000031002

2. Ketua Jur usan Teknik Mesin

Dr. Asnawi Lubis, M.Sc. NIP.197012041997031006


(74)

1. Tim Penguji

Ketua : Tarkono, S.T., M.T. ...

Sekr etar is : Zulhanif, S.T., M.T. ...

Penguji

Bukan Pembimbing : Harnowo Supriyadi, S.T., M.T. ...

2. Dekan Fakultas Teknik Univer sitas Lampung

Dr. Ir. Lusmelia Afriani, D. E. A.

NIP. 196505101993032008


(75)

Pengelasan

SMAW

Baja

AISI

1045

Menggunakan Elektroda Las E7016

Nama Mahasiswa :

Danny Wilman Purba

Nomor Pokok Mahasiswa : 0415021043

Jurusan : Teknik Mesin Fakultas : Teknik

MENYETUJUI

1. Komisi Pembimbing

Tarkono, S.T., M.T. Zulhanif, S.T., M.T.

NIP197004151998021001 NIP.197304022000031002

2. Ketua Jur usan Teknik Mesin

Dr. Asnawi Lubis, M.Sc. NIP.197012041997031006


(76)

1. Tim Penguji

Ketua : Tarkono, S.T., M.T. ...

Sekr etar is : Zulhanif, S.T., M.T. ...

Penguji

Bukan Pembimbing : Harnowo Supriyadi, S.T., M.T. ...

2. Dekan Fakultas Teknik Univer sitas Lampung

Dr. Ir. Lusmelia Afriani, D. E. A.

NIP. 196505101993032008


(77)

Skripsi ini dibuat sendiri oleh penulis dan bukan hasil plagiat sebagaimana diatur dalam Pasal 44 Peraturan Akademik Universitas Lampung dengan Surat Keputusan Rektor No. 159/H26/PP/2008.

Yang Membuat Pernyataan,

Danny Wilman Purba NPM. 0415021043


(78)

Karya kecil ini kupersembahkan kepada :

My Lord Jesus Christ

Yang Selalu Senantiasa Memberikan Berkat Dan

Kasihya”

Bapak dan Mamak Ku tersayang

Yang Selalu Berdoa, Memberikan Dukungan Moril,

Material Dan Kasih Sayang”

My Sisters

Fitri A. Purba Amkeb.

Briptu. Hotriani K. Purba

Yang Selalu Berdoa, Memberikan Semangat Dan

Kasih Sayang”


(79)

Penulis dilahirkan di Dolok Merangir pada tanggal 25 Mei 1986, sebagai anak ketiga dari tiga bersaudara, dari pasangan Bapak Nekman Purba dan Ibu Murni Rosita Saragih.

Pendidikan Taman Kanak-kanak di TK Budi Luhur Dolok Merangir, diselesaikan pada tahun 1992, Sekolah Dasar di SD Negeri No : 091614 Dolok Ulu, diselesaikan pada tahun 1998, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama di SLTP Negeri 2 Tapian Dolok, diselesaikan pada tahun 2001, dan Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 3 Pematang Siantar, diselesaikan pada tahun 2004. Sejak tahun 2004 penulis terdaftar sebagai Mahasiswa Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB).

Selama menjadi mahasiswa, penulis berperan aktif di Himpunan Mahasiswa Teknik Mesin (HIMATEM) untuk periode 2006-2007 sebagai Anggota Divisi Otomotif. Penulis juga aktif dalam Organisasi Kemahasiswaan Ekstra Kampus yaitu sebagai Departemen Usaha dan Dana GMKI Cab. Bandar Lampung (Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia Cabang Bandar Lampung). Penulis melaksanakan Kerja Praktek (KP) di PT. United Tractors Jakarta selama satu bulan pada bulan Januari 2009 dan di PTPN VII Pematang Kiwah Natar selama satu bulan pada bulan Januari 2010. Sejak bulan Agustus 2009 penulis mulai melakukan penelitian untuk merancang, membuat, dan kemudian menguji hasil pengelasan baja AISI 1045 dengan elektroda las E7016 dibawah bimbingan dari Bapak Tarkono, S.T., M.T. selaku pembimbing utama dan Bapak Zulhanif, S.T., M.T. sebagai pembimbing pendamping.


(80)

Puji Syukur penulis ucapkan kepada Allah Bapa, Putra dan Roh Kudus yang selalu senantiasa melindungi, menyertai dan membimbing penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Pengaruh Variasi Kuat Arus Terhadap Kekerasan Dan Ketangguhan Hasil Pengelasan SMAW Baja AISI 1045 Menggunakan Elektroda Las E 7016”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik pada Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Lampung.

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis telah mendapatkan banyak motivasi dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terimakasih kepada:

1. Tuhan Yesus Kristus sebagai Juruselamat pribadi atas semua berkat dan campur tanganNya sepanjang hidup penulis.

2. Bapak dan Mama terkasih yang selalu memberikan kasih sayang, sabar menunggu dan mendoakan akan kesuksesan penulis hingga dapat menyelesaikan studi, kedua kakakku terkasih: Fitri A. Purba, Amd. dan Briptu Hotriani K. Purba yang selalu memberikan dukungan dan motivasi bagi penulis (God bless you all).

3. Ibu Dr. Ir. Lusmeilia Afriani, D.E.A., selaku Dekan Fakultas Teknik Universitas Lampung.

4. Dr. Asnawi Lubis, M.Sc., selaku Ketua Jurusan Teknik Mesin Universitas Lampung.


(1)

PERSEMBAHAN

Karya kecil ini kupersembahkan kepada :

My Lord Jesus Christ

Yang Selalu Senantiasa Memberikan Berkat Dan

Kasihya”

Bapak dan Mamak Ku tersayang

Yang Selalu Berdoa, Memberikan Dukungan Moril,

Material Dan Kasih Sayang”

My Sisters

Fitri A. Purba Amkeb.

Briptu. Hotriani K. Purba

Yang Selalu Berdoa, Memberikan Semangat Dan

Kasih Sayang”


(2)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Dolok Merangir pada tanggal 25 Mei 1986, sebagai anak ketiga dari tiga bersaudara, dari pasangan Bapak Nekman Purba dan Ibu Murni Rosita Saragih.

Pendidikan Taman Kanak-kanak di TK Budi Luhur Dolok Merangir, diselesaikan pada tahun 1992, Sekolah Dasar di SD Negeri No : 091614 Dolok Ulu, diselesaikan pada tahun 1998, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama di SLTP Negeri 2 Tapian Dolok, diselesaikan pada tahun 2001, dan Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 3 Pematang Siantar, diselesaikan pada tahun 2004. Sejak tahun 2004 penulis terdaftar sebagai Mahasiswa Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB).

Selama menjadi mahasiswa, penulis berperan aktif di Himpunan Mahasiswa Teknik Mesin (HIMATEM) untuk periode 2006-2007 sebagai Anggota Divisi Otomotif. Penulis juga aktif dalam Organisasi Kemahasiswaan Ekstra Kampus yaitu sebagai Departemen Usaha dan Dana GMKI Cab. Bandar Lampung (Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia Cabang Bandar Lampung). Penulis melaksanakan Kerja Praktek (KP) di PT. United Tractors Jakarta selama satu bulan pada bulan Januari 2009 dan di PTPN VII Pematang Kiwah Natar selama satu bulan pada bulan Januari 2010. Sejak bulan Agustus 2009 penulis mulai melakukan penelitian untuk merancang, membuat, dan kemudian menguji hasil pengelasan baja AISI 1045 dengan elektroda las E7016 dibawah bimbingan dari Bapak Tarkono, S.T., M.T. selaku pembimbing utama dan Bapak Zulhanif, S.T., M.T. sebagai pembimbing pendamping.


(3)

SANWACANA

Puji Syukur penulis ucapkan kepada Allah Bapa, Putra dan Roh Kudus yang selalu senantiasa melindungi, menyertai dan membimbing penulis, sehingga

penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Pengaruh Variasi Kuat Arus Terhadap Kekerasan Dan Ketangguhan Hasil Pengelasan SMAW Baja AISI 1045 Menggunakan Elektroda Las E 7016”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu

syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik pada Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Lampung.

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis telah mendapatkan banyak motivasi dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terimakasih kepada:

1. Tuhan Yesus Kristus sebagai Juruselamat pribadi atas semua berkat dan campur tanganNya sepanjang hidup penulis.

2. Bapak dan Mama terkasih yang selalu memberikan kasih sayang, sabar menunggu dan mendoakan akan kesuksesan penulis hingga dapat menyelesaikan studi, kedua kakakku terkasih: Fitri A. Purba, Amd. dan Briptu Hotriani K. Purba yang selalu memberikan dukungan dan motivasi bagi penulis (God bless you all).

3. Ibu Dr. Ir. Lusmeilia Afriani, D.E.A., selaku Dekan Fakultas Teknik Universitas Lampung.

4. Dr. Asnawi Lubis, M.Sc., selaku Ketua Jurusan Teknik Mesin Universitas Lampung.


(4)

5. Bapak Tarkono, S.T., M.T., selaku dosen pembimbing utama tugas akhir, terima kasih atas semua arahan, bimbingan dan ilmu yang diberikan selama penyelesaian tugas akhir penulis.

6. Bapak Zulhanif, S.T., M.T., selaku dosen pembimbing pendamping tugas akhir, terima kasih atas semua arahan, bimbingan dan ilmu yang diberikan selama penyelesaian tugas akhir penulis.

7. Bapak Harnowo, S.T., M.T., selaku dosen pembahas dalam seminar tugas akhir dan penguji dalam sidang sarjana, terima kasih atas semua saran-saran, bimbingan, dan juga atas segala nasehat dan motivasinya terhadap penulis.

8. Bapak Martinus, S.T., M.T., selaku pembimbing akademik yang telah memberikan pengarahan kepada penulis selama masa studi penulis di Universitas Lampung.

9. Seluruh staf pengajar Jurusan Teknik Mesin yang telah banyak memberikan ilmunya kepada penulis dan staf administrasi yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan studi di Jurusan Teknik Mesin.

10. Keluarga K. Simatupang (+)/K. br Purba terimakasih atas motivasi, bimbingan, dan dukungan yang diberikan selama studi sampai dengan penyelesaian tugas akhir ini. (Tuhan lah yang bisa membalas kebaikan keluarga bou berlipat kali ganda,amin.), adik-adikku terkasih, Vincent Simatupang, Verede S. Simatupang, Catharine br Simatupang, Alfredo Simatupang, Erinsen C. Purba, yang memberi dorongan agar penulis cepat selesai masa studi (terima kasih terus cepat nyusul ya dek...wish you all the best...GBU)


(5)

11.NurAfni Uli Gultom, terimakasih atas dukungan doa dan motivasi yang

diberikan selama studi sampai dengan penyelesaian tugas akhir ini. 12. Pak Paulus, terima kasih atas bantuan, saran serta bimbingannya dalam

penyelesaian tugas akhir penulis.

13. Muksin Pasaribu, Fransisco Gultom S.T., Muda Simarsoit S.T., Gabe Partinanda Siahaan S.T., Andre Simon O. Sirait, Farel Marido Sibuea, Yan Parulian Tamba, S.T., Andriyanto, S.T., Bertoni C. S.T., Andreas, S.T., Iin (komti 2004), Fajar Perdana, Edi Purwanto, Ardi saputra, Arief, Agus Aopik, S.T., Laila Utari, S.T., Yuli Supriyanto, Cahyo, Chandra Hardiyuda, Gde Witastra, M. Masrur Ri’fai, S.T., Dasril, Hengki Inata, S.T., M. Intan Barlian, Puput Setiawan, Rendi Chandika, S.T., Aditia Herning S.T., Ricki S.T., Nohan Uka S.T., Ahmad Baihaki S.T., Rendi Alisati, Raden A Tohir S.T., Hardi Suarno, Lapri Aries Pukesa, Hanggoro S. S.T., Harun Arsyad, Rastra Avo kanigara, dan rekan–rekan Teknik Mesin 2004 lainnya yang telah memberikan dukungan, semoga persaudaraan kita tetap terjaga dimanapun kita berada dan selalu ingat slogan kita”Solidarity Forever”.

14. Rekan-rekan angkatan 1998-2003 dan 2005-2009 Teknik Mesin Unila dan semua pihak yang telah membantu penulis.

15. Rekan-rekan Badan Pengurus Cabang (BPC) GMKI Cabang Bandar Lampung periode 2006-2008 dan segenap anggota GMKI Cabang Bandar Lampung terima kasih atas kesempatannya dalam berbagai diskusi dan pelatihan. (UT OMNES UNUM SINT)

16. Rekan-rekanAlqudwah: khususnyaGeng Batu(Eri, Putu, Dewa, Marashi, S.H., mas Marcel, Simon Petrus Ginting, Okli, mas Didi, Farit (kadal),B’


(6)

Anton), moko, malhen, B’ Mahir, B’ jhon, ganda, ari, terima kasih atas dukungan, saran dan canda tawanya, semoga persahabatan kita selalu terjaga dimanapun kita berada nantinya...

17. Rekan-rekan Padepokan Judo : Andre Anta Tarigan, Suwarli, B’ Faisal,

Ari, Africo terima kasih atas dukungan, bantuan, saran serta motivasinya. 18. Rekan-rekan Angansaka Group: Paradiso Sitorus, S.T., Freddy Juniko

Tampubolon, S.T., Sinto Sitindaon, S.T., Veronica Sinaga, S.Pd., Ricardo Sitio, A.Md., Ruguntina Simanjuntak, Puja Sutresna, Metro, terima kasih atas dukungan dan canda tawanya, semoga persahabatan kita selalu terjaga dimanapun kita berada nantinya...

19. Rekan-rekan Baret Camp: B’jofri Marpaung, B’Ingot Silitonga, Josua Tambunan, S.Hut., Rido Liferson Simamora, S.si., Veking Y. Situmeang, A.Md., Iko Marth Nadeak, Hendra Simanullang, Markus Manik, Janri Simatupang Togatorop, emak dan ervan, alumnus baret, terima kasih atas dukungan, bantuan, saran serta motivasinya.

20. Semua pihak yang tidak mungkin penulis sebutkan namanya satu persatu yang telah ikut serta membantu dalam penyelesaian skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih ada kekurangan, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Amin

Bandar Lampung, November 2010 Penulis