1. Jika nilai R
2
mendekati 0 atau dibawah 0,5, maka pengaruh penanaman modal dalam negeri, penanaman modal asing, tenaga kerja, dan luas lahan terhadap
pertumbuhan ekonomi di Jawa Timur sangat kecil; 2. Jika nilai R
2
0,5 – 0,7, maka pengaruh penanaman modal dalam negeri,
penanaman modal asing, tenaga kerja, dan luas lahan terhadap pertumbuhan ekonomi di Jawa Timur sangat sedang;
3. Jika nilai R
2
mendekati 1 atau di atas 0,7, maka pengaruh penanaman modal dalam negeri, penanaman modal asing, tenaga kerja, dan luas lahan terhadap
pertumbuhan ekonomi di Jawa Timur sangat besar;
3.6 Uji Asumsi Klasik
Setelah melakukan pengujian dengan metode OLS, selajutnya perlu dilakukan penujian asumsi klasik.
Uji asumsi klasik bertujuan untuk menghasilkan estimasi yang BLUE Best Linier Unbiased Estimator yaitu
penaksiran yang linier, tidak bias dan mempunyai varian yang minimum. Uji ini meliputi uji multikolinieritas, uji lineritas, uji heteroskedastisitas, uji autokorelasi
dan uji normalitas.
3.6.1 Multikolinearitas
Multikolinearitas adalah pengujian yang dilakukan untuk melihat apakah ada hubungan linier antara variabel bebas. Jika tidak ada korelasi antara kedua
variabel, maka koefisien pada regersi majemuk akan sama dengan koefisien pada regresi sederhana. Nachrowi dan Usman, 2006. Maka dari itu, dalam membuat
regresi berganda, variabel bebas yang baik adalah variabel yang tidak memiliki hubungan dengan variabel bebas yang lain tetapi mempunyai hubungan dengan
variabel terikat. Dengan adanya multikolinearitas maka akan memberikan dampak terhadap
model, diantaranya: Nachrowi dan Usman, 2006 a. Varian koefisien regresi menjadi lebih besar
b. Varian yang lebih besar menimbulkan lebarnya interval kepercayaan, dan standar error yang terlalu besar sehingga mengakibatkan nilai duga suatu
koefisien menjadi tidak signifikan. c. Meskipun multikolinearitas dapat mengakibatkan banyak variabel tidak
signifikan, tetapi koefisien determinasi tetap tinggi dan uji F signifikan. d. Angka estimasi koefisien regresi yang didapat akan mempunyai nilai yang
tidak sesuai dengan substansi sehingga mengakibatkan kesalahan atau penganggu dalam penginterpretasian.
e. Korelasi terbilang sangat kuat sehingga patut diduga bahwa antar variabel bebas terjadi multikolinieritas, dan korelasi tersebut menyebutkan jika
besarnya 0,8 atau lebih.
3.6.2 Autokorelasi
Autokorelasi terjadi jika observasi yang berturut-turut sepanjang waktu mempunyai korelasi antara satu dengan yang lainnya. Nachrowi dan
Usman,2006. Uji yang digunakan dalam mendeteksi adanya autokorelasi adalah dengan menggunakan uji Durbin Watson Statistic D-W. Jika nilai statistik D-W
berada pada kisaran angka dua, menunjukkan bahwa tidak terdapatnya autokorelasi, dan begitu juga sebaliknya. Jika semakin jauh dari angka dua, maka
akan terjadi peluang autokorelasi yang besar baik itu autokorelasi positif maupun negatif. Karena uji D-W memiliki beberapa kelemahan, maka untuk menguji
autokorelasi dapat juga dengan menggunakan uji yang dikembangkan oleh Breusch-Godfrey. Uji ini dikenal dengan uji Lagrange Multiplier Test. Kriteria uji
yang digunakan untuk mendeteksi autokorelasi dengan uji Lagrange Multiplier, yaitu:
a. Jika nilai probabilitas pada ObsR-Square taraf nyata α yang digunakan,
maka model persamaan yang digunakan tidak mengandung autokorelasi. b. Jika nilai probabilitas pada ObsR-Square
taraf nyata α yang digunakan, maka model persamaan yang digunakan mengandung autokorelasi.
3.6.3 Heteroskedastisitas