Valuasi Ekonomi Jasa Lingkungan Hutan Mangrove Di Pesisir Kecamatan Medan Belawan

(1)

VALUASI EKONOMI JASA LINGKUNGAN HUTAN

MANGROVE DI PESISIR KECAMATAN MEDAN BELAWAN

HASIL PENELITIAN

Oleh:

MARIA KRISTINA SIHOMBING

051201032/MANAJEMEN HUTAN

DEPARTEMEN KEHUTANAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

ABSTRAK

MARIA KRISTINA SIHOMBING: Valuasi Ekonomi Jasa Lingkungan Hutan Mangrove di Pesisir Kecamatan Medan Belawan. Dibimbing oleh AGUS

PURWOKO dan MARIFATIN ZAHRA

Mangrove sangat penting artinya dalam pengelolaan sumber daya pesisir di sebagian besar wilayah Indonesia. Jika mangrove tidak ada maka produksi laut dan pantai akan berkurang secara nyata. Perhitungan nilai ekonomi sumberdaya mangrove adalah suatu upaya melihat manfaat dan biaya dari sumberdaya dalam bentuk moneter yang mempertimbangkan lingkungan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui valuasi ekonomi manfaat mangrove sebagai nursery

ground, valuasi ekonomi manfaat mangrove sebagai pelindung abrasi, valuasi

ekonomi manfaat mangrove sebagai pencegah intrusi air laut. Penelitian dilakukan di tiga (3) kelurahan yaitu Kelurahan Belawan Sicanang, Kelurahan Bagan Deli, Kelurahan Belawan Bahagia di Kecamatan Medan Belawan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai hutan mangrove sebagai

nursery ground sebesar Rp. 3.685.000,00/Ha/thn, valuasi ekonomi manfaat

mangrove sebagai pelindung abrasi Rp 58.968.000.000/thn dan valuasi ekonomi manfaat mangrove sebagai pencegah intrusi air laut Rp. 113.734.400,00/thn. Kata Kunci : Mangrove, Valuasi Ekonomi, Nursery Ground , Abrasi, Intrusi Air Laut.


(3)

ABSTRACK

MARIA KRISTINA SIHOMBING: Economic valuation of mangrove forest environmental services in coastal districts Belawan field. AGUS PURWOKO and guided by MARIFATIN ZAHRA.

Mangrove is very important in the management of coastal resources in most areas of Indonesia. If there are no mangroves and coastal ocean, the production will be reduced significantly. calculating the economic value of mangrove resources is an effort to see the benefits and costs of monetary resources in the form of environmental consideration. purpose of this study is to determine the benefits of economic valuation of mangroves as a nursery ground, economic valuation of mangroves as a protective abrasion benefits, economic valuation of mangroves as a deterrent benefits of sea water intrusion. The study was conducted in three villages namely village Sicanang Belawan, village Bagan Deli, villages Belawan Bahagia in the district Medan Belawan.

Results showed that the value of mangrove forest as nursery ground Rp. 3.685.000,00/ha/yr, the benefits of economic valuation of mangroves as a protective abrasion Rp. 58.968.000,00 /ha /yr and economic valuation of mangrove benefits for the prevention of seawater intrusion Rp.113.734.400,00/yr. Key words: Mangrove, Economic Valuation, Nursery ground, Abrasion, Sea


(4)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kisaran pada tanggal 2 Desember 1987 dari ayah K. Sihombing dan ibu M. Marpaung. Penulis merupakan anak kelima dari lima

bersaudara.

Tahun 2005 penulis lulus dari SMA Negeri 3 Kisaran dan pada tahun yang sama masuk ke Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru. Penulis memilih program studi Manajemen Hutan, Departemen Kehutanan.

Pada tahun 2007, penulis mengikuti PraktIk Pengenalan dan Pengelolaan Hutan (P3H) di hutan mangrove Kabupaten Asahan dan hutan pegunungan Lau Kawar-Berastagi. Penulis melaksanakan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di PT. Wanasokan Hasilndo, Pontianak-Kalimatan Barat dari tanggal 13 Juni sampai 08 Agustus 2009.


(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas kasih dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan hasil penelitian yang berjudul “Valuasi Ekonomi Jasa Lingkungan Hutan Mangrove di Pesisir

Kecamatan Medan Belawan”.

Pada kesempatan ini penulis menghaturkan pernyataan terima kasih sebesar-besarnya kepada Bapak Agus Purwoko, S.Hut, M.Si dan Ibu Ir Marifatin

Zahra, M.Si selaku dosen pembimbing dan kepada kedua orang tua penulis K. Sihombing dan M. Marpaung yang telah membesarkan, memelihara dan

mendidik penulis selama ini dan juga kepada abang penulis yang selalu memberi semangat kepada penulis. telah banyak memberikan masukan dan bimbingan sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan ini.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua staf pengajar dan pegawai Departemen Kehutanan serta semua rekan mahasiswa khususnya kepada sahabat-sahabat penulis dan teman-teman stambuk 2005 yang tak dapat disebutkan satu per satu disini yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan laporan ini. Semoga skripsi ini bermanfaat.


(6)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR LAMPIRAN ... vi

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Perumusan Masalah. ... 3

Tujuan Penelitian ... 4

Manfaat Penelitian ... 5

TINJAUAN PUSTAKA Hutan ... 6

Ekosistem Mangrove ... 6

Manfaat Mangrove ... 7

Jasa Lingkungan. ... 10

Manfaat Mangrove Sebagai Nursery Ground ... 11

Manfaat Mangrove Sebagai Perlindungan Pantai dari Abrasi ... 11

Manfaat Mangrove Sebagai Menghambat Intrusi Air Laut ... 13

Valuasi Mangrove ... 14

Valuasi Jasa Lingkungan... 15

METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian ... 17

Alat dan Bahan ... 17

Populasi dan Sampel Penelitian. ... 17

Metoda Valuasi Ekonomi. ... 18

Nilai Ekonomi Hutan Mangrove Nilai Ekonomi Sebagai Nursery Ground.. ... 19

Nilai Ekonomi Mangrove Sebagai Mencegah Terjadinya Abrasi. ... 19

Nilai Ekonomi Mangrove Sebagai Mencegah Intrusi Air Laut. ... 20

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum. ... 21

Nilai Ekonomi Nursery Ground. ... 22

Karakteristik Responden. ... 22

Karakteristik Responden Nursery ground. ... 22


(7)

Jumlah anggota rumah tangga petani tambak

di Kelurahan Sicanang. ... 23

Mata pencaharian rumah tangga di Kelurahan Sicanang ... 23

Tingkat pendidikan memilki tambak di Kelurahan Sicanang. ... 24

Luas Lahan Tambak di Kelurahan Sicanang. ... 25

Karakteristik konsumen air ... 26

Pendapatan konsumen air rumah tangga di Belawan Bahagia ... 26

Jumlah anggota rumah tangga konsumen air di Belawan Bahagia. ... 27

Mata pencaharian konsumen air di Belawan Bahagia. ... 28

Tingkat pendidikan konsumen air di Belawan Bahagia. ... 28

Nilai Ekonomi Mangrove Sebagai Nursery ground.. ... 29

Nilai Ekonomi Mangrove Sebagai Mencegah Terjadinya Abrasi. ... 40

Nilai Ekonomi Mangrove Sebagai Mencegah Intrusi Air Laut.. ... 44

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 49

Saran ... 50

DAFTAR PUSTAKA ... 51


(8)

DAFTAR TABEL

No. Halaman.

1. Tingkat pendapatan responden petani tambak... 22

2. Jumlah anggota rumah tangga masyarakat petani tambak ... 23

3. Persentase mata pencaharian untuk rumah tangga... 24

4. Tingkat pendidikan kepala rumah tangga yang memilki tambak untuk rumah tangga. ... 24

5. Luas lahan tambak yang di miliki oleh petani tambak ... 25

6. Tingkat pendapatan konsumen air rumah tangga. ... 26

7. Jumlah anggota rumah tangga konsumen air untuk rumah tangga. ... 27

8. Persentase mata pencaharian konsumen air untuk rumah tangga. ... 28

9. Tingkat pendidikan kepala rumah tangga konsumen air untuk rumah tangga. ... 28

10. Valuasi ekonomi pembuatan tambak. ... 29

11. Valuasi ekonomi pembuatan tanggul. ... 42


(9)

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman. 1. Grafik produktifsi udang pada hutan mangrove ... 27 2. Sketsa pemukiman di daerah intrusi air laut... 38


(10)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman.

1. Data manfaat mangrove sebagai nursery ground ... 53

2. Data manfaat mangrove sebagai pencegah intrusi air laut ... 55

3. Perhitungan valuasi ekonomi manfaat mangrove. ... 57

4. Peta Kecamatan Medan Belawan ... 58

5. Peta Kelurahan Belawan Bahagia ... 59

6. Dokumentasi penelitian ... 60


(11)

ABSTRAK

MARIA KRISTINA SIHOMBING: Valuasi Ekonomi Jasa Lingkungan Hutan Mangrove di Pesisir Kecamatan Medan Belawan. Dibimbing oleh AGUS

PURWOKO dan MARIFATIN ZAHRA

Mangrove sangat penting artinya dalam pengelolaan sumber daya pesisir di sebagian besar wilayah Indonesia. Jika mangrove tidak ada maka produksi laut dan pantai akan berkurang secara nyata. Perhitungan nilai ekonomi sumberdaya mangrove adalah suatu upaya melihat manfaat dan biaya dari sumberdaya dalam bentuk moneter yang mempertimbangkan lingkungan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui valuasi ekonomi manfaat mangrove sebagai nursery

ground, valuasi ekonomi manfaat mangrove sebagai pelindung abrasi, valuasi

ekonomi manfaat mangrove sebagai pencegah intrusi air laut. Penelitian dilakukan di tiga (3) kelurahan yaitu Kelurahan Belawan Sicanang, Kelurahan Bagan Deli, Kelurahan Belawan Bahagia di Kecamatan Medan Belawan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai hutan mangrove sebagai

nursery ground sebesar Rp. 3.685.000,00/Ha/thn, valuasi ekonomi manfaat

mangrove sebagai pelindung abrasi Rp 58.968.000.000/thn dan valuasi ekonomi manfaat mangrove sebagai pencegah intrusi air laut Rp. 113.734.400,00/thn. Kata Kunci : Mangrove, Valuasi Ekonomi, Nursery Ground , Abrasi, Intrusi Air Laut.


(12)

ABSTRACK

MARIA KRISTINA SIHOMBING: Economic valuation of mangrove forest environmental services in coastal districts Belawan field. AGUS PURWOKO and guided by MARIFATIN ZAHRA.

Mangrove is very important in the management of coastal resources in most areas of Indonesia. If there are no mangroves and coastal ocean, the production will be reduced significantly. calculating the economic value of mangrove resources is an effort to see the benefits and costs of monetary resources in the form of environmental consideration. purpose of this study is to determine the benefits of economic valuation of mangroves as a nursery ground, economic valuation of mangroves as a protective abrasion benefits, economic valuation of mangroves as a deterrent benefits of sea water intrusion. The study was conducted in three villages namely village Sicanang Belawan, village Bagan Deli, villages Belawan Bahagia in the district Medan Belawan.

Results showed that the value of mangrove forest as nursery ground Rp. 3.685.000,00/ha/yr, the benefits of economic valuation of mangroves as a protective abrasion Rp. 58.968.000,00 /ha /yr and economic valuation of mangrove benefits for the prevention of seawater intrusion Rp.113.734.400,00/yr. Key words: Mangrove, Economic Valuation, Nursery ground, Abrasion, Sea


(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Hutan mangrove merupakan salah satu bentuk ekosistem hutan yang unik dan khas, terdapat di daerah pasang surut di wilayah pesisir atau pulau-pulau kecil, dan merupakan sumber daya alam yang sangat potensial. Hutan mangrove memiliki nilai ekonomis dan ekologis yang tinggi, tetapi sangat rentan terhadap

kerusakan apabila kurang bijaksana dalam pengelolaannya (Waryono dan Didit. 2002).

Formasi mangrove merupakan perpaduan antara daratan dan lautan. Mangrove tergantung pada air laut (pasang) dan air tawar sebagai sumber makanannya serta endapan debu (sedimentasi) dari erosi daerah hulu sebagai bahan pendukung substratnya. Air pasang memberi makanan bagi hutan dan air sungai yang kaya mineral memperkaya sedimen dan rawa tempat mangrove tumbuh. Dengan demikian bentuk hutan mangrove dan keberadaannya dirawat oleh kedua pengaruh darat dan laut (Mangrove Information Centre, 2003).

Luas ekosistem mangrove di Indonesia mencapai 75% dari total mangrove di Asia Tenggara, atau sekitar 27% dari luas mangrove di dunia. Kekhasan ekosistem mangrove Indonesia adalah memiliki keragaman jenis yang tertinggi di dunia. Sebaran mangrove di Indonesia terutama di wilayah pesisir Sumatera, Kalimantan dan Papua. Luas penyebaran mangrove terus mengalami penurunan dari 4,25 juta hektar pada tahun 1982 menjadi sekitar 3,24 juta hektar pada tahun 1987, dan tersisa seluas 2,50 juta hektar pada tahun 1993. Kecenderungan penurunan tersebut mengindikasikan bahwa terjadi degradasi hutan mangrove


(14)

yang cukup nyata, yaitu sekitar 200 ribu hektar/tahun. Hal tersebut disebabkan oleh kegiatan konversi menjadi lahan tambak, penebangan liar dan sebagainya (Dahuri, 2002).

Mangrove sangat penting artinya dalam pengelolaan sumber daya pesisir di sebagian besar walaupun tidak semua wilayah Indonesia. Fungsi mangrove yang terpenting bagi daerah pantai adalah menjadi penghubung antara daratan dan lautan, tumbuhan, hewan, benda-benda lainnya, dan nutrisi tumbuhan ditransfer ke arah daratan atau ke arah laut melalui mangrove. Mangrove berperan sebagai filter untuk mengurangi efek yang merugikan dari perubahan lingkungan utama dan sebagai sumber makanan bagi biota laut (pantai) dan biota darat. Jika mangrove tidak ada maka produksi laut dan pantai akan berkurang secara nyata. Habitat mangrove sendiri memiliki keanekaragaman hayati yang rendah dibandingkan dengan ekosistem lainnya, karena hambatan bio-kimiawi yang ada di wilayah yang sempit diantara darat laut. Namun hubungan kedua wilayah tersebut mempunyai arti bahwa keanekaragaman hayati yang berada di sekitar mangrove juga harus dipertimbangkan, sehingga total keanekaragaman hayati ekosistem tersebut menjadi lebih tinggi. Dapat diambil suatu aksioma bahwa pengelolaan mangrove selalu merupakan bagian dari pengelolaan habitat-habitat

di sekitarnya agar mangrove dapat tumbuh dengan baik (Mangrove Information Centre, 2003).

Pengelolaan hutan mangrove berkelanjutan disesuaikan dengan perencanaan yang terpadu dan juga memperhatikan kebutuhan ekosistem mangrove. Pemanfaatan hutan mangrove selain digunakan secara ekonomi, juga dilihat arti penting fungsi ekologisnya sehingga dampak dari pemanfaatan dapat


(15)

dikurangi. Kegiatan-kegiatan yang menyebabkan eksploitasi berlebihan sehingga rusaknya hutan mangrove juga berkontribusi besar dalam pengrusakan ekosistem mangrove. Apabila hal ini terjadi maka habitat dasar dan fungsinya menjadi

hilang dan nilai dari kehilangan ini lebih besar dari nilai penggantinya (Dahuri dkk, 1996).

Mangrove memiliki manfaat yang sangat banyak mulai dari manfaat ekonomi dan manfaat ekologi. Pada umumnya masyarakat Kecamatan Medan Belawan memanfaatkan jenis-jenis magrove secara lokal untuk kayu bakar dan bahan bangunan lokal, Selain manfaat itu mangrove juga memiliki manfaat dari jasa lingkungan seperti nursery ground, pelindung abrasi, pencegah intrusi air laut. Mangrove yang ada di Kecamatan Medan Belawan telah digunakan secara berlebihan sehingga mangrovenya rusak dan nilai dari kehilangan/rusaknya mangrove ini lebih besar dari nilai penggantinya. Dari penjabaran diatas penulis ingin meneliti manfaat nursery ground, pelindung abrasi, pencegah intrusi air laut bagi masyarakat Kecamtan Medan Belawan, dengan pendekataan nilai barang pengganti.

Perumusanan Masalah

Pertumbuhan penduduk di Kecamatan Medan Belawan semakin meningkat, sehingga kebutuhan hidup masyarakat meningkat pula. Peningkatan kebutuhan ini akan mendorong eksploitasi sumberdaya terutama hutan mangrove melalui berbagai kegiatan yang berlangsung di ekosistem mangrove maupun di sekitarnya, yang pada akhirnya menekan keberadaan ekosistem mangrove. Kondisi sosial ekonomi masyarakat yang tinggal di sekitar hutan mangrove merupakan masalah prinsip dalam usaha menyelamatkan hutan mangrove.


(16)

Kondisi sosial ekonomi masyarakat yang buruk akan mendorong peningkatan frekuensi dan intensitas penebangan liar pohon-pohon mangrove.

Oleh karenanya kondisi ekologi mangrove perlu diketahui serta dinilai secara ekonomi dengan berbagai teknik valuasi, untuk menentukan efisiensi pemanfaatannya, berdasarkan pendekatan nilai ekonomi (nilai manfaat langsung) dengan nilai pengganti. Untuk itu rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Berapa valuasi ekonomi manfaat mangrove sebagai nursery ground di pesisir Kecamatan Medan Belawan?

2. Berapa valuasi ekonomi manfaat mangrove sebagai pelindung abrasi di pesisir Kecamatan Medan Belawan?

3. Berapa valuasi ekonomi manfaat mangrove sebagai pencegah intrusi air laut di pesisir Kecamatan Medan Belawan?

Tujuan Penelitian

1. Menghitung valuasi ekonomi manfaat mangrove sebagai nursery ground di pesisir Kecamatan Medan Belawan

2. Menghitung valuasi ekonomi manfaat mangrove sebagai pelindung abrasi di pesisir Kecamatan Medan Belawan

3. Menghitung valuasi ekonomi manfaat mangrove sebagai pencegah intrusi air laut di pesisir Kecamatan Medan Belawan.


(17)

Manfaat Penelitian

1. Untuk memberikan data nilai ekonomi jasa lingkungan atas kawasan mangrove pesisir Kecamatan Medan Belawan.

2. Menjadi masukan kepada industri besar di Kecamatan Medan Belawan dalam upaya mengelola lingkungan dan mengembangkan kesejateraan masyarakat (community development) yang menjadi lingkungan strategisnya.


(18)

TINJAUAN PUSTAKA

Hutan Mangrove

Ekosistem Mangrove

Ekosistem mangrove adalah suatu sistem di alam tempat berlangsungnya kehidupan yang mencerminkan hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya dan diantara makhluk hidup itu sendiri, terdapat pada wilayah pesisir, terpengaruh pasang surut air laut, dan didominasi oleh spesies pohon atau semak yang khas dan mampu tumbuh dalam perairan asin/payau (Santoso, 2000).

Mangrove tumbuh di pantai-pantai yang terlindungi atau pantai-pantai yang datar, biasanya disepanjang sisi pulau yang terlindung dari angin atau di belakang terumbu karang di lepas pantai yang terlindung. Ekosistem mangrove yang merupakan ekosistem peralihan antara darat dan laut, sudah sejak lama diketahui mempunyai peranan penting dalam kehidupan dan merupakan mata rantai yang sangat penting dalam memelihara keseimbangan siklus biologi di suatu perairan (Nontji, 1987).

Ekosistem mangrove dicirikan sebagai daerah yang mempunyai siklus nutrisi yang cepat dan produktifitas yang tinggi, sehingga ekosistem mangrove dianggap sebagai penyedia nutrisi bagi kontinuitas sebagian besar energi yang diperlukan oleh berbagai biota aquatik di ekosistem pantai (Yusnani, 2007).

Ekosistem mangrove merupakan sumber plasma nutfah yang cukup tinggi. Mangrove di Indonesia terdiri atas 157 jenis tumbuhan tingkat tinggi dan rendah, 118 jenis fauna laut dan berbagai jenis fauna darat. Ekosistem mangrove juga


(19)

merupakan pelindung pantai secara alami untuk mengurangi resiko terhadap bahaya tsunami (Departemen Kehutanan, 2002).

Ekosistem mangrove merupakan penghasil detritus, sumber nutrien dan bahan organik yang dibawa ke ekosistem padang lamun oleh arus laut. Sedangkan ekosistem lamun berfungsi sebagai penghasil bahan organik dan nutrien yang akan dibawa ke ekosistem terumbu karang. Selain itu, ekosistem lamun juga berfungsi sebagai penjebak sedimen (sedimen trap) sehingga sedimen tersebut tidak mengganggu kehidupan terumbu karang. Selanjutnya ekosistem terumbu karang dapat berfungsi sebagai pelindung pantai dari hempasan ombak (gelombang) dan arus laut. Ekosistem mangrove juga berperan sebagai habitat (tempat tinggal), tempat mencari makan (feeding ground), tempat asuhan dan pembesaran (nursery ground), tempat pemijahan (spawning ground) bagi organisme yang hidup di padang lamun ataupun terumbu karang. Sebagian manusia dalam memenuhi keperluan hidupnya dengan mengintervensi ekosistem mangrove. Hal ini dapat dilihat dari adanya alih fungsi lahan (mangrove) menjadi tambak, pemukiman, industri, dan sebagainya maupun penebangan oleh masyarakat untuk berbagai keperluan (Rochana, 2002).

Manfaat Mangrove

Hutan mangrove mempunyai manfaat ganda dan merupakan mata rantai yang sangat penting dalam memelihara keseimbangan biologi di suatu perairan. Selain itu hutan mangrove merupakan suatu kawasan yang mempunyai tingkat produktivitas tinggi. Tingginya produktivitas ini karena memperoleh bantuan energi berupa zat-zat makanan yang diangkut melalui gerakan pasang surut. Keadaan ini menjadikan hutan mangrove memegang peranan penting bagi


(20)

kehidupan biota seperti ikan, udang, moluska dan lainya. Selain itu hutan mangrove juga berperan sebagai pendaur zat hara, penyedia makanan, tempat memijah, berlindung dan tempat tumbuh. Hutan mangrove sebagai pendaur zat hara, karena dapat memproduksi sejumlah besar bahan organik yang semula terdiri dari daun, ranting dan lainnya. Kemudian jatuh dan perlahan-lahan menjadi serasah dan akhirnya menjadi detritus. Proses ini berjalan lambat namun pasti dan terus menerus sehingga hasil proses pembusukan ini merupakan bahan suplai makanan biota air (FAO, 1982).

Menurut Arief (2003) Mangrove merupakan SDA yang dapat dipulihkan (renewable resources atau flow resources) yang mempunyai manfaat ganda, manfaat ekonomis dan ekologis. Berdasarkan sejarah, sudah sejak dulu hutan mangrove merupakan penyedia berbagai keperluan hidup bagi masyarakat lokal. Selain itu sesuai dengan perkembangan IPTEK, hutan mangrove menyediakan berbagai jenis sumber daya sebagai bahan baku industri dan berbagai komoditas perdagangan yang bernilai ekonomis tinggi yang dapat menambah devisa negara. Secara garis besar, manfaat ekonomis dan ekologis mangrove adalah :

a. Manfaat ekonomis, terdiri atas :

1. Hasil berupa kayu (kayu konstruksi, tiang/pancang, kayu bakar, arang, serpihan kayu (chips) untuk bubur kayu)

2. Hasil bukan kayu

3. Hasil hutan ikutan (tannin, madu, alkohol, makanan, obat-obatan, dll) 4. Jasa lingkungan (ekowisata)


(21)

b. Manfaat ekologis, yang terdiri atas berbagai fungsi lindung lingkungan, baik bagi lingkungan ekosistem daratan dan lautan maupun habitat berbagai jenis fauna, diantaranya :

1. Sebagai proteksi dari abrasi/erosi, gelombang atau angin kencang 2. Pengendali intrusi air laut

3. Habitat berbagai jenis fauna

4. Sebagai tempat mencari makan, memijah dan berkembang biak berbagai jenis ikan, udang dan biota laut lainnya.

5. Pembangunan lahan melalui proses sedimentasi

6. Memelihara kualitas air (mereduksi polutan, pencemar air) 7. Penyerap CO2 dan penghasil O2 yang relatif tinggi.

Pada umumnya jenis-jenis magrove dimanfaatkan secara lokal untuk kayu bakar dan bahan bangunan lokal. Komoditas utama kayu mangrove untuk diperdagangkan secara internasional adalah arang yang berasal dari Rhizophora spp., yang mempunyai nilai kalori sangat tinggi. Barangkali ancaman yang paling serius bagi mangrove adalah persepsi di kalangan masyarakat umum dan sebagian besar pegawai pemerintah yang menganggap mangrove merupakan sumber daya yang kurang berguna yang hanya cocok untuk pembuangan sampah atau dikonversi untuk keperluan lain. Sebagian besar pendapat untuk mengkonversi mangrove berasal dari pemikiran bahwa lahan mangrove jauh lebih berguna bagi individu, perusahaan dan pemerintah daripada sebagai lahan yang berfungsi secara ekologi. Apabila persepsi keliru tersebut tidak dikoreksi, maka masa depan mangrove Indonesia dan juga mangrove dunia akan menjadi sangat suram (Mangrove Information Centre, 2003).


(22)

Jasa Lingkungan

Jenis produk hutan yang lain adalah jasa lingkungan yang diberikan oleh hutan yang berupa kemampuan menahan air, menahan banjir, menahan erosi, sebagai tempat hidup keanekaragaman hayati, maupun sebagai penyerap karbon (carbon sink); yang semuanya itu tidak ada transaksi pasar dalam penggunaan atas produk jasa lingkungan tersebut. Pemanfaatan jasa lingkungan adalah produk sumber daya alam hayati dan ekosistemnya (SDAHE) yang berupa manfaat langsung (tangible) dan/atau manfaat tidak langsung (intangible), yang meliputi antara lain jasa wisata alam,/rekreasi, jasa perlindungan tata air/hidrologi, kesuburan tanah, pengendalian erosi dan banjir, keindahan, keunikan, penyerapan dan penyimpanan karbon (carbon offset). Letak geografis, luas dan karakteristik bio-fisik hutan Indonesia yang sangat beragam merupakan keunggulan komparatif (Comparative advantage) tersendiri dalam hal potensi jasa lingkungan, sehingga apabila jasa lingkungan ini dikelola secara baik akan memberikan nilai ekonomi kuantitatif maupun manfaat atau kepuasan kepada konsumen jasa lingkungan.

Menurut Badan Konservasi Sumber Daya Alam (2005) Berikut beberapa peluang pengembangan jasa lingkungan:

1. Carbon offset; merupakan jasa lingkungan yang memberikan kontribusi dalam upaya mencegah dampak negatif perubahan iklim, dimana pemanfaatan jasa lingkungan ini nantinya diatur melalui Mekanisme Pembangunan Bersih (Clean Development Mechanism, CDM) di bawah Protocol Kyoto. Dan berdasarkan kajian sementara bahwa Indonesia mempunyai potensi yang sangat besar untuk dapat bersaing dalam pasar dunia untuk pengurangan karbon.


(23)

2. Pemanfaatan air; dengan adanya indikasi menyusutnya suplay air di bumi, maka air merupakan jasa lingkungan yang berpeluang untuk dikembangkan. 3. Eco-tourism; potensi fenomena /keindahan/keunikan alam, keanekaragaman

hayati dan budaya memberikan peluang usaha di bidang wisata alam.

Manfaat Mangrove Sebagai Nursery Ground

Serarah daun mangrove yang subur diubah oleh mikroorganisme (terutama kepiting) dan mikroorganisme pengurai menjadi detritus berubah menjadi bioplankton yang dimakan oleh binatang laut. Dengan demikian di laut kaya akan makanan ikan (Hadipurnomo, 1995).

Ekosistem mangrove memiliki produkifitas tinggi sehingga ekosistem ini mampu menopang keanekaragaman jenis yang tinggi. Daun mangrove yang jatuh oleh fungi, bakteri dan protozoa akan diuraikan menjadi bahan organik lebih sederhana (detritus) sehingga dapat menjadi sumber makanan bagi berbagai jenis biota perairaan seperti udang, kepiting dan sebagainya (Mulya, 2003).

Manfaat Mangrove Sebagai Perlindungan Pantai dari Abrasi

Abrasi merupakan suatu proses alam yang sering terjadi pada ekosistem pesisir. Akhir-akhir ini abrasi telah dianggap sebagai suatu bentuk bencana, hal ini dikarenakan abrasi dapat mengakibatkan mundurnya garis pantai dari kedudukan semula yang dapat berdampak pada kerusakan ekosistem daratan. Abrasi diartikan sebagai pengikisan bibir pantai oleh air laut. Laut menggerogoti kawasan pantai, kuala, lalu menelannya dan lenyaplah bibir pantai atau bahkan pulau tersebut. Lama kelamaan, suatu kawasan yang dulunya tampak asri berubah menjadi lautan (Admin, 2008).


(24)

Tingkat abrasi pada sebagian wilayah pesisir pantai Indonesia sangat tinggi sekitar 30.000 km garis pantai atau sekitar 40% dari 80.000 km bibir pantai rusak akibat abrasi (Opini Publik, 2003). Menurut Tim Penyusun Inventarisasi Data Dasar Survei Sumber Daya Alam Pesisir dan Laut (2003) tingginya tingkat abrasi dapat mengancam keberadaan lokasi pemukiman wilayah pesisir, sarana dan prasarana jalan serta hilangnya sebagian lahan pertania dan perikanan termasuk segala kegiatan ekonomi yang berlangsung di dalamnya. Adanya dugaan bahwa sekitar 60% dari populasi penduduk Indonesia bermukim di pesisir dan 80% dari lokasi industri di Indonesia mengambil tempat di wilayah pesisir.

Abrasi pantai tergantung pada kondisi angkutan sedimen pada lokasi tersebut, yang dipengaruhi oleh angin, gelombang, arus, pasang-surut, sedimen dan kejadian lainnya, serta adanya gangguan yang diakibatkan oleh ulah manusia yang mungkin berupa konstruksi bangunan pada pantai, dan penambangan pasir pada pantai tersebut. Pengambilan material pantai untuk bahan bangunan (karang, batu dan pasir) akan mengurangi “cadangan” sedimen bagi pembentukan pantai dalam siklus dinamiknya (Diposaptono, 2001). Peristiwa terjadinya abrasi pada daerah pesisir pantai bersifat imperceptibility (tidak terasa), namun pada beberapa lokasi tertentu dapat pula diketahui dengan mengamati perubahan secara dramatis, yakni melalui hasil dari proses fisik, seperti pasang-surut dan angin, pemindahan partikel kecil dari pasir.

Penggunaan tanaman bakau sebagai pencegah abrasi juga akan memberi manfaat lain, seperti menambah populasi ikan, udang dan kepiting di perairan sekitarnya, karena hutan bakau menjadi tempat berkembang biaknya jenis biota laut tersebut. Beberapa kegiatan yang merusak dan dapat menimbulkan abrasi


(25)

semakin parah antara lain adalah pengambilan pasir di sepanjang pantai, pembangunan pemukiman dan tempat wisata tanpa mengindahkan keberadaan eksosistem yang ada (Admin, 2007). Mangrove bukan hanya penting sebagai pencegah abrasi dan akresi, tetapi juga merupakan ekosistem yang sangat penting bagi sumber daya hayati perairan estuari dan perairan laut. Organisme pesisir dan laut menggunakan mangrove sebagai tempat penetasan.

Manfaat Mangrove Sebagai Menghambat Intrusi Air Laut

Kehadiran mangrove di pantai menjadi wilayah penyaga terhadap rembesan air laut (intrusi) ke daratan jika tidak ada mengrove maka air laut akan meresap kedalam aliran air tanah sehingga menyebabkan air tanah menjadi asin seseuai dengan pernyataan Salin (1986). Adapun intrusi diartikan sebagai perembesan air laut ke daratan, bahkan sungai. Suatu kawasan yang awalnya air tanahnya tawar kemudian berubah menjadi lagang dan asin seperti air laut. Intrusi dapat berakibat rusaknya air tanah yang tawar dan berganti menjadi asin. Penyebabnya, antara lain penebangan pohon bakau, penggalian karang laut untuk dijadikan bahan bangunan dan kerikil jalan. Pembuatan tambak udang dan ikan

yang memberikan peluang besar masuknya air laut jauh ke daratan (Admin, 2008).

Mangrove melindungi garis pantai dari erosi yang disebabkan oleh gelombang dan air kencang dan merupakan sumber kayu bakar terbaru. Mangrove memiliki kemampuan mencegah intrusi garam kekawasan darat, dan membersihkan perairan pantai dan pencemaran, khususnya bahan pencemar dan unsur hara (Monk.et al, 2000).


(26)

Valuasi Mangrove

Teknik ekonomi sebenarnya sudah lama digunakan untuk mengevaluasi nilai ekonomi daratan berikut sumberdayanya, namun teknik ini gagal dalam menilai sumberdaya alam serta jasanya. Penilaian ekonomi berfokus hanya pada nilai perhitungan financial pasar yang dinyatakan dalam jumlah uang yang diterima, sedangkan pertimbangan keuntungan sosial-ekonomi yang berkaitan dengan barang dan jasa lingkungan banyak dihapus, karena barang dan jasa tersebut tidak memiliki pasar formal, harga atau nilai yang dapat dinyatakan dalam bentuk uang, sehingga nilai total sesungguhnya mendapat penilaian yang terlalu rendah. Konsep penilaian ekonomi total mulai diperkenalkan tahun 1970-an d1970-an diaplikasik1970-an di akhir tahun 1980. Dalam konsep ini. Penilai1970-an ekonomi tidak saja ditujukan pada nilai yang langsung dapat dihitung, tetapi termasuk juga yang tidak memiliki nilai pasar (non-market value), nilai fungsi ekologis serta keuntungan yang tidak langsung lainnya (ANON, 2002)

Memasuki abad ke 21, pembangunan pesisir dan kelautan Indonesia dihadapkan pada beberapa realitas dan kecenderungan ke masa depan. Beberapa realitas dan kecenderungan ke depan tersebut adalah daya dukung sumber daya di darat dari waktu ke waktu semakin berkurang, sementara jumlah penduduk serta pendapatan masyarakat semakin meningkat. Oleh karena itu, permintaan barang dan jasa di masa mendatang akan terus meningkat yang semakin tidak dapat dipenuhi lagi dari hasil-hasil pendayagunaan sumberdaya daratan. Sebagai konsekuensinya, tuntutan untuk memanfaatkan sumberdaya laut di masa mendatang akan meningkat. Beberapa kenyataan yang terjadi dalam lingkungan sistem pesisir adalah peningkatan jumlah penduduk, kegiatan industri,


(27)

pencemaran, sedimentasi, ketersediaan air bersih, pengelolaan secara berlebihan dan faktor penting lainnya. Semua faktor-faktor ini merupakan komponen yang saling terkait dalam sistem pesisir. Untuk mencapai optimalisasi pemanfaatan sumberdaya pesisir diperlukan adanya neraca sumberdaya pesisir dan lautan yang memerlukan penilaian ekonomi (valuasi ekonomi) terhadap cadangan pemanfaatan sumberdaya alam (Munir dkk, 2008).

Perhitungan nilai ekonomi sumberdaya mangrove adalah suatu upaya melihat manfaat dan biaya dari sumberdaya dalam bentuk moneter yang mempertimbangkan lingkungan. Valuasi ekonomi sumberdaya alam tersebut bertujuan untuk menemukan alokasi kebijakan pengelolaan sumberdaya mangrove yang efisien dan berkelanjutan. Nilai ekonomi total merupakan instrumen yang dianggap tepat untuk menghitung keuntungan dan kerugian bagi kesejahteraan rumah tangga sebagai akibat dari pengalokasian sumberdaya alam. Penilaian sumberdaya mangrove secara total dilakukan melalui penilaian semua fungsi dan manfaat hutan baik yang marketable mapun non marketable, yang merupakan upaya peningkatan informasi yang dapat memberikan kontribusi terhadap pengelolaan sumberdaya mangrove yang lestari (LPPM, 2004).

Valuasi Jasa Lingkungan

Hutan menghasilkan bukan hanya produk yang kasat mata seperti kayu dan non kayu, tetapi juga menghasilkan intangible produk yang manfaat dan keberadaannya semakin dibutuhkan baik oleh masyarakat yang berdekatan dan jauh dengan hutan, yaitu jasa lingkungan. Jasa lingkungan yang dihasilkan hutan mencapai lebih dari 25 jasa, akan tetapi yang sudah mulai dapat dikuantifikasi dan dihitung nilainya masih terbatas. Paling tidak terdapat empat jasa lingkungan


(28)

hutan yang dapat dikuantifikasikan dan dinilai, yaitu sebagai pengatur tata air, pemandangan bentang alam, sumber biodiversity dan penyerap karbon. Jenis produk hutan yang lain adalah jasa lingkungan yang diberikan oleh hutan yang berupa kemampuan menahan air, menahan banjir, menahan erosi, sebagai tempat hidup keanekaragaman hayati, maupun sebagai penyerap karbon (carbon sink); yang semuanya itu tidak ada transaksi pasar dalam penggunaan atas produk jasa lingkungan tersebut.

Penilaian (valuasi) adalah kegiatan yang berkaitan dengan pembangunan konsep dan metodologi untuk menduga nilai barang dan jasa. Sebagai bagian dari kegiatan sektor perekonomian nasional, kontribusi sector kehutanan terhadap PDB nasional juga dihitung dengan menggunakan pendekatan nilai tambah. Nilai tambah yang diciptakan sektor kehutanan merupakan perbedaan nilai suatu barang/jasa yang timbul sebagai akibat suatu kegiatan produksi dan/atau distribusi hasil hutan. Produksi sektor kehutanan dapat bersifat ekstraktif berupa kayu hutan, rotan, daun, buah dan lain-lain; dan dapat pula berupa produk non-ekstraktif seperti rekreasi dan wisata hutan lainnya. Kedua jenis produk itu walaupun berbeda sifatnya namun memiliki ciri yang sama dalam hal produknya dapat dipasarkan (Suryatmojo, 2004).


(29)

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Medan Belawan, Sumatera Utara. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2009. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan secara purposive samling (sampel bertujuan), dengan pertimbangan letak geografis dan sejarah Kecamatan Medan Belawan tersebut.

Alat dan Bahan

Adapun alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat tulis menulis, kalkulator dan kamera untuk dokumentasi. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner, peta wilayah Kecamatan, data sekunder yang diperoleh dari Kecamatan Medan Belawan dan dokumen lain yang berkaitan dengan lokasi studi.

Populasi dan Sampel Penelitian

Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah seluruh rumah tangga di tiga (3) kelurahan yaitu Kelurahan Belawan Sicanang, Kelurahan Bagan Deli, Kelurahan Belawan Bahagia di Kecamatan Medan Belawan yang memiliki hutan mangrove. Jumlah kepala keluarga di Kelurahan Sicanang sebesar 114 KK, Kelurahan Bagan Deli 173 KK dan di Kelurahan Belawan Bahagia 104 KK maka menurut Soekartawi (1995) jumlah sampel yang digunakan adalah 30 KK untuk setiap kelurahan kecuali Kelurahan Bagan Deli karena sampel yang digunakan adalah nara sumber seperti camat, lurah, kepala desa dan tukang yang berpengalaman membuat tanggul dipesisir.


(30)

Metode pengambilan sampel pada penelitian ini dilakukan dengan cara

purposive sampling (sampel bertujuan), Menurut Soekartawi (1995) dalam purposive sampling pemilihan sekelompok subjek didasarkan atas ciri atau sifat

tertentu yang dipandang mempunyai sangkut paut yang erat dengan ciri atau sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya.

Pemilihan objek penelitian dilakukan secara sengaja (purposive sampling) dengan pertimbangan lokasi sesuai dengan daerah yang akan dituju, seperti

nursery ground dipilih pada daerah yang masyarakatnya adalah petani tambak

karena nusery ground dihitung dengan perdekatan biaya pembuatan tambak. Untuk perhitungan pencegah abrasi dipilih daerah terletak pada pinggir pantai dan terkena langsung air laut. Untuk perhitungan mangrove sebagai pencegah intrusi air laut adalah daerah yang masyarakatnya menggunakan air payau atau terasa asin akibat adanya perembesan air laut dengan air tawar, dan daerah yang pencegah intrusi air laut daerah yang dipilih adalah daerah yang memiliki tingkat ekonomi rendah, sedang dan atas menghitung rata-rata penggunaan alatnya.

Metode Valuasi Ekonomi

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini didapat dari data primer dan data sekunder. Data sekunder diperlukan adalah data umum yang ada pada instansi pemerintahan desa, kecamatan, BPS yang meliputi letak dan luas desa, jumlah penduduk, dan data dari sumber lain. Data primer dikumpulkan melalui pengamatan/analisis langsung di lapangan dan wawancara langsung dengan penduduk.

Berikut ini dijelaskan metoda yang digunakan untuk melakukan valuasi dari jasa lingkungan yang terdapat pada hutan mangrove tersebut.


(31)

Nilai Ekonomi Hutan Mangrove 1. Nilai Ekonomi Nursery Ground

Potensi jasa lingkungan hutan mangrove dapat diihitung dengan pendekatan analisis nursery ground. Dimana fungsi nursery ground sebagai habitat makluk hidup seperti ikan, kepiting dan udang. Pendekatan nursery ground dapat dilakukan dengan menbandingkan nursery ground tersebut dengan pembuatan tambak pada daerah setempat.

Menurut Munir dkk (2008) hutan mangrove sebagai nursery ground mempunyai nilai ekonomi yang dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut: Vng = L x Bt

Vng = nilai nursery ground L = luas (ha) dan

Bt = Biaya tambak.

2. Nilai Ekonomi Mangrove Sebagai Pencegah Terjadinya Abrasi

Salah satu fungsi hutan mangrove adalah pencegah terjadinya abrasi, oleh karena itu perlu dihitung nilai ekonomi mangrove dengan pendekatan hutan mangrove sebagai pelindung abrasi. Dalam menghitung nilai ekonomi tersebut maka diadakan perbandingkan dibuatnya tanggul jika Kecamatan Medan Belawan tersebut tidak memiliki hutan mangrove lagi.

Munir dkk (2008) nilai ekonomi hutan mangrove sebagai pelindung abrasi dapat dihitung dengan persamaan berikut:

Vpa = L KH

x Tt x Bt


(32)

L = luas hutan manrove (ha) KH = ketebalan hutan mangrove, Tt = tinggi tanggul pelindung abrasi,

Bt = biaya pembuatan tanggul pelindung abrasi (Rp/m2).

Nilai hutan mangrove sebagai pelindung abrasi dapat diasumsikan sama dengan biaya pembangunan pematang tanggul dengan tinggi 2 m.

3. Nilai Ekonomi Mangrove Sebagai Pencegah Intrusi Air Laut.

Salah satu manfaat mangrove adalah sebagai pencegah intrusi air laut, Oleh karena itu perlu dihitung nilai ekonomi hutan mangrove dengan pendekatan hutan mangrove sebagai pencegah air laut. Dalam menghitung nilai ekonomi tersebut maka diadakan perhitungan terhadap air yang digunakan oleh masyarakat Kecamatan Medan Belawan, dilihat dari air yang digunakan oleh masyarakat apakah terasa payau akibat intrusi air laut dan dilakukannya pengadaan terhadap pembuatan alat.

Nilai ekonomi hutan mangrove sebagai pencegah intrusi air laut dapat dihitung dengan menggunakan metode biaya pengadaan.

Metode biaya pengadaan, apabila barang dan jasa hasil hutan tersebut tidak

dikenal pasarnya dan tidak termasuk sistem pertukaran, penilaiannya dilakukan dengan menggunakan metode biaya pengadaan.

N = BP

N = Nilai kerugian terjadinya intrusi (Rp/unit vol)

BP = Biaya pengadaan alat yang digunakan untuk menggantikan mangrove (Rp/pembuatan)


(33)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum

Penelitian ini sudah dilaksanakan di Kecamatan Medan Belawan yang terletak pada posisi 98037’48”-98043’12”BT dan 03044’24”-03048’00”. Luas wilayahnya 21,82km2, dengan letak geografisnya dari kecamatan Medan Belawan yaitu:

Sebelah utara : Selat Malaka

Sebelah selatan : Kecamatan Medan Labuhan Sebelah timur : Kecamatan Hamparan Perak Sebelah barat : Kecamatan Percut Sei Tuan

Kecamatan Medan Belawan terdiri dari 6 kelurahan yaitu Belawan I, Belawan II, Belawan Bahari, Belawan Bahagia, Belawan Sicanang dan Bagan Deli. Dengan jumlah penduduknya Kecamatan Medan Belawan 118.121 jiwa 60.750 laki-laki dan 57.371 perempuan.

Dari liputan Lahan Citra Landsat +7 ETM Liputan tahun 2005 Kecamatan Medan Belawan terdiri dari:

1. Pemukiman : 984.08 Ha 2. Perkebunan : - Ha

3. Tambak : 382.86 Ha

4. Sawah : - Ha 5. Hutan Belukar : 1.051.26 Ha 6. Hutan mangrove sekunder : 201.80 Ha 7. Lain-lain : 5.00 Ha


(34)

Valuasi Ekonomi Mangrove Karakteristik Responden

Karakteristik Responden Nursery ground

Karakteristik responden disajikan dalam bentuk tabel. Persentase pendapatan per bulan, jumlah anggota rumah tangga, mata pencaharian, tingkat pendidikan kepala rumah tangga disajikan dalam tabel-tabel di bawah ini.

Pendapatan

Tingkat pendapatan per bulan dikelompokkan menjadi 5 kelompok yaitu pendapatan ≤ Rp. 1.000.000, Rp. 1.000.000 - Rp. 2.000.000, Rp. 2.000.000 - Rp. 3.000.000, Rp. 3.000.000 – Rp.4.000.000 dan pendapatan > Rp. 4.000.000 Tabel 1. Tingkat pendapatan responden petani tambak di Kelurahan Sicanang

No. Pendapatan per bulan (Rp.) Jumlah rumah tangga (KK) Persentase (%) 1 2 3 4 5 ≤1.000.000

1.000.000 - 2.000.000 2.000.000 - 3.000.000

3.000.000 - 4.000.000 >4.000.000 1 8 3 15 3 3,33 26,67 10,00 50,00 10,00 Total 30 100,00

Pendapatan rata-rata masyarakat adalah sebesar Rp. 3.333.333/bulan atau sekitar Rp. 39.999.996/tahun. Pendapatan terendah sebesar Rp. 1.000.000 per bulan dan pendapatan tertinggi sebesar Rp.6.000.000 per bulan.

Tingkat pendapatn tambak di kelurahan Belawan Sicanang sebagaimana terlihat pada tabel 1 yang di atas menunjukan bahwa tingkat pendapatan tambak rata-rata perbulan, 3,33% pendapatan antara ≤ Rp. 1.000.000, 26,67% pendapatan antara Rp. 1.000.000-2.000.000, 10,00% pendapatan antara Rp. 2.000.000-3.000.000, 50,00% pendapatan antara Rp. 3.000.000-4.000.000 dan 10,00%


(35)

Pendapatan ini merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi luas tambak yang dimiliki oleh rumah tangga dimana semakin banyak pendapatan maka semakin luas juga tambak yang dimiliki. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 50,00% responden memiliki pendapatan Rp. 3.000.000-4.000.000,-

Jumlah anggota rumah tangga

Jumlah anggota rumah tangga masyarakat yang memiliki tambak untuk rumah tangga dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu jumlah anggota rumah tangga < 5 orang dan > 5 orang.

Tabel 2. Jumlah anggota rumah tangga masyarakat petani tambak udang di Kelurahan Sicanang

No. Jumlah anggota rumah tangga (orang) Jumlah KK Persentase (%) 1

2

< 5 > 5

17 13

56,67 43,33

Total 30 100,00

Jumlah anggota rumah tangga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi luas tambak yang dimiliki rumah tangga dimana semakin banyak jumlah anggota rumah tangga maka luas tambak udang yang miliki akan berkurang karena didaerah tersebut tambak udang pun dijadikan warisan, jadi semakin banyak anaknya maka tambaknya yang dimilikinya akan berkurang.

Mata pencaharian

Mata pencaharian dibagi menjadi dua kelompok yaitu tambak udang dan non tambak udang, dimana yang termasuk dalam kelompok non tambak yaitu PNS dan wiraswasta. Persentase hasil pengelompokan disajikan pada Tabel 3.


(36)

Tabel 3. Persentase mata pencaharian untuk rumah tangga di Kelurahan Sicanang

No. Mata pencaharian Jumlah KK Persentase (%) 1 2 Tambak Non Tambak 25 5 83,33% 16,67%

Total 30 100,00

Hasil penelitian menunjukkan 83,33% responden bermata pencaharian sebagai tambak udang. Responden yang bermata pencaharian non tambak sebesar 16,67% merupakan responden yang bekerja sebagai wiraswasta, PNS.

Tingkat pendidikan

Tingkat pendidikan yang dimaksud adalah pendidikan terakhir dari kepala keluarga yang dibagi menjadi tiga kelompok yaitu tamatan SD, SMP sederajat, SMA sederajat dan Perguruan Tinggi. Persentase tingkat pendidikan ini disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Tingkat pendidikan kepala rumah tangga yang memilki tambak untuk rumah tangga di Kelurahan Sicanang

No. Pendidikan kepala rumah tangga Jumlah KK Persentase (%) 1 2 4 5 SD SMP SMA Perguruan Tinggi 12 7 8 3 40,00 23,33 26,67 10,00

Total 30 100,00

Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden rata-rata dengan tingkat pendidikan SD yaitu sebesar 40%, sedangkan tingkat pendidikan yang mencapai perguruan tinggi hanya 10,00%. Responden yang hanya tingkat pendidikan SD inilah yang umumnya bermata pencaharian sebagai tambak, dan wiraswasta sedangkan yang tingkat pendidikan sampai tingkat perguruan tinggi pada umumnya bekerja sebagai pegawai.


(37)

Luas Lahan Tambak Udang (Ha)

Tingkat luas lahan tambak udang yang di miliki oleh masyarakat Kelurahan Belawan Sicanang dikelompokkan menjadi 5 kelompok yaitu pendapatan ≤ 1 Ha, 1-2 Ha, ≥ 3Ha. Tambak yang dihasilkan oleh masyarakat adalah tambak udang.

Tabel 5. Luas lahan tambak yang di miliki oleh rumah tangga di Kelurahan Sicanang

No. Luas Lahan Tambak (Ha) Jumlah rumah tangga (KK) Persentase (%) 1 2 3 ≤1

1 – 2

≥3 14 14 2 46,67 46,67 6,66 Total 30 100,00

Luas lahan (Ha) yang digunakan oleh masyarakat tambak di Kelurahan Belawan Sicanang dari tabel di atas yang menunjukkan bahwa 46,67% luas lahan

≤1 Ha, 46,67 % luas lahan antara 1-2 Ha, dan 6,67% luas lahan diatas 3 Ha. Rata-rata luas lahan yang digunakan masyarakat tambak adalah 2 Ha.

Luasan hutan mangrove di Kelurahan Belawan Sicanang semakin berkurang, disebabkan oleh adanya alih fungsi lahan menjadi tambak disamping eksploitasi kayu mangrove untuk berbagai peruntukan. Kekayaan alam yang terkandung di wilayah pesisir telah dimanfaatkan secara intensif memberikan kontribusi terhadap kesejahteraan dan kemakmuran rakyat. Karena pada dasarnya tujuan pengelolaan sumberdaya pesisir adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat serta memelihara dan meningkatkan kondisi sumberdaya alam yang menjadi pendukung kehidupan bagi masyarakat. Tetapi karena sifat sumberdaya ini yang open access, maka eksploitasi sumberdaya lebih banyak memberikan keuntungan kepada individu yang memiliki modal.


(38)

Karakteristik Responden Konsumen Air

Karakteristik konsumen air untuk kebutuhan rumah tangga yang diperoleh dari responden disajikan dalam bentuk tabel. Persentase pendapatan per bulan, jumlah anggota rumah tangga, mata pencaharian, tingkat pendidikan kepala rumah tangga disajikan dalam tabel-tabel di bawah ini.

Pendapatan

Tingkat pendapatan per bulan dikelompokkan menjadi 5 kelompok yaitu pendapatan < Rp. 500.000, Rp. 500.000 - Rp. 1.000.000, Rp. 1.000.000 - Rp. 2.000.000, Rp. 2.000.000 – Rp.3.000.000 dan pendapatan ≥ Rp. 3.000.000

Tabel 6. Tingkat pendapatan konsumen air rumah tangga di Belawan Bahagia

No. Pendapatan per bulan (Rp.) Jumlah rumah tangga (KK) Persentase (%) 1 2 3 4 5 ≤500.000

500.000 – 1.000.000 1.000.000 – 2.000.000 2.000.000 – 3.000.000

≥3.000.000 4 6 7 7 6 13,33 20,00 23,33 23,33 20,00 Total 30 100,00

Pendapatan rata-rata masyarakat adalah sebesar Rp. 1.723.333/bulan atau sekitar Rp. 20.679.996/tahun. Pendapatan terendah sebesar Rp. 350.000/bulan dan pendapatan tertinggi sebesar Rp.4.000.000/bulan. Responden yang berpendapatan rendah pada umumnya dari golongan nelayan. Responden yang memiliki pendapatan di atas Rp. 4.000.000 pada umumnya bermata pencaharian sebagai wiraswasta atau pegawai. Responden yang berpendapatan rendah pada umumnya dari golongan nelayan.

Pendapatan ini tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap konsumsi air karena seberapa pun pendapatan seseorang ia tetap membutuhkan air, hanya


(39)

untuk mempermudah memperoleh air. Kemudahan memperoleh air oleh tersedianya sarana yang memadai tidak berarti menunjukkan kemudahan memperoleh air karena biaya untuk pembuatan sarana tersebut besar.

Jumlah anggota rumah tangga

Jumlah anggota rumah tangga konsumen air untuk rumah tangga dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu jumlah anggota rumah tangga < 5 orang dan > 5 orang.

Tabel 7. Jumlah anggota rumah tangga konsumen air untuk rumah tangga di Belawan Bahagia

No. Jumlah anggota rumah tangga (orang) Jumlah KK Persentase (%) 1

2

< 5 > 5

13 17

43,33 56,67

Total 30 100,00

Jumlah anggota rumah tangga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi konsumsi air oleh rumah tangga dimana semakin banyak jumlah anggota rumah tangga maka kebutuhan akan air juga akan meningkat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 56,67% responden memiliki jumlah anggota rumah tangga >5 orang.

Mata pencaharian

Mata pencaharian dibagi menjadi dua kelompok yaitu nelayan dan non petani, dimana yang termasuk dalam kelompok non nelayan yaitu PNS dan wiraswasta. Persentase hasil pengelompokan disajikan pada Tabel 8.


(40)

Tabel 8. Persentase mata pencaharian konsumen air untuk rumah tangga di Belawan Bahagia

No. Mata pencaharian Jumlah KK Persentase (%) 1 2 Nelayan Non Nelayan 7 23 23,33 43,33

Total 30 100,00

Hasil penelitian menunjukkan 23,33% responden bermata pencaharian sebagai nelayan. Responden yang bermata pencaharian non nelayan sebesar 43,33% merupakan responden yang bekerja sebagai wiraswasta, PNS.

Tingkat pendidikan

Tingkat pendidikan yang dimaksud adalah pendidikan terakhir dari kepala keluarga yang dibagi menjadi tiga kelompok yaitu tamatan SD, SMP sederajat, SMA sederajat dan Perguruan Tinggi. Persentase tingkat pendidikan ini disajikan pada Tabel 9.

Tabel 9. Tingkat pendidikan kepala rumah tangga konsumen air untuk rumah tangga di Belawan Bahagia

No. Pendidikan kepala rumah tangga Jumlah KK Persentase (%) 1 2 4 5 SD SMP SMA Perguruan Tinggi 11 7 8 4 36,67 23,33 26,67 13,33

Total 30 100,00

Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden rata-rata dengan tingkat pendidikan SD yaitu sebesar 36,67%, sedangkan tingkat pendidikan yang mencapai perguruan tinggi hanya 13,33%. Responden yang hanya tingkat pendidikan SD inilah yang umumnya bermata pencaharian sebagai nelayan, dan wiraswasta sedangkan yang tingkat pendidikan sampai tingkat perguruan tinggi pada umumnya bekerja sebagai pegawai.


(41)

Valuasi Ekonomi Mangrove Sebagai Nursery ground

Masyarakat tambak di Kecamatan Medan Belawan terdapat pada kelurahan Belawan Sicanang Lingkungan XX yang juga menjadi objek dalam penelitian ini. Kelurahan Belawan Sicanang mempunyai luas lahan 1510 Ha, jumlah penduduk 445 jiwa, memiliki jumlah 114 KK dan 90% dari jumlah KK tersebut merupakan masyarakat yang memiliki tambak. Perhitungan valuasi hutan mangrove sebagai nursery ground dengan perhitungan menggunakan masukan biaya pembuatan tambak udang di Kecamatan Medan Belawan setara dengan nilai rata-rata biaya tambak, dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10.Valuasi ekonomi pembuatan tambak

Biaya/Harga Nilai

Rata-rata modal

Rata-rata biaya pemeliharaan Rata-rata biaya pembuatan tambak

Rp. 5.340.000/ha/thn Rp. 1.900.000/ha/thn Rp. 7.500.000/ha/thn Rata-rata biaya tambak Rp. 14.740.000/ha/thn

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh hasil nilai tambak adalah Rp. 14.740.000,00/Ha/thn. Nilai rupiah tersebut diperoleh dari hasil kali jumlah sampel terhadap nilai rata-rata dari total pembuatan tambak dari setiap orang. Biaya tambak sebesar 1 Ha produk tambak setara dengan biaya produk mangrove, maka biaya valuasi hutan mangrove sebagai nursery ground adalah Rp. 3.685.000,00/Ha/thn, karena hasil produtif 1 Ha tambak adalah 0,6 ton/thn sedangkan 1 Ha mangrove dapat menghasilkan 0,15 ton, perhitungan persamaan regresi seperti pada grafik dibawah ini.


(42)

Luas hutan mangrove (Ha) Y =

0.06 + 0.

15 X

H a s il T a n g k a p a n U d a n g (to n /th )

Gambar 1. Produktifitas udang pada hutan mangrove

Dari gambar 1. menujukkan dengan bertambahan 1 Ha luas mangrove maka terjadi penambahan produksi udang sebesar 0,15 ton/thn. Garis luas hutan mangrove pada gambar di atas adalah luas hutan mangrove yang diperlukan peneliti untuk membandingkan produktifitas hutan mangrove yang berfungsi sebagai nursery ground dengan tambak udang (budidaya) yang dikelola oleh masyarakat tanpa adanya hutan mangrove.

Dari data yang diperoleh diketahui bahwa jumlah dana yang akan dikeluarkan untuk tambak udang budidaya lebih besar pengeluaran pembuatan tambak udangnya dari pada tambak udang tersebut berasal dari mangrove yang masih dapat berfungsi dengan baik. Penambah luasan mangrove dengan penanaman kembali lahan terbuka dan pengurangan sebagian tambak budidaya serta penurunan tingkat pengambilan kayu mangrove dapat menurunkan harga pembuatan tambak udang secara budidaya. Sesuai dengan pernyataan Dahuri (1996) pemanfaatan hutan mangrove selain bernilai ekonomi, juga harus dilihat arti penting fungsi ekologisnya sehingga dampak negative yang mungkin terjadi dapat dikurangi. Kegiatan eksploitasi berlebihan sehingga rusaknya hutan


(43)

mangrove juga berkontribusi besar dalam pengrusakan ekosistem mangrove. Apabila hal ini terjadi maka habitat dasar serta fungsi ekoliginya menjadi hilang dan nilai dari kehilangan ini lebih besar dari nilai penggantinya.

Dalam penelitian ini tambak yang diteliti adalah tambak udang, udang merupakan jenis biota laut, badan beruas berjumlah 13 (5 ruas kepala dan 8 ruas dada) dan seluruh tubuh ditutupi oleh kerangka luar yang disebut eksosketelon. Umumnya udang yang terdapat di pasaran sebagian besar terdiri dari udang laut. Hanya sebagian kecil saja yang terdiri dari udang air tawar, terutama di daerah sekitar sungai besar dan rawa dekat pantai. Udang merupakan salah satu bahan makanan sumber protein hewani yang bermutu tinggi. Bagi Indonesia udang merupakan primadona ekspor non migas. Permintaan konsumen dunia terhadap udang rata-rata naik 11,5% per tahun (Warintek, 2001).

Modal yang dikeluarkan oleh masyarakat bukan hanya untuk bibit udang sebanyak 5.000-10.000 bibit untuk 1 Ha saja tetapi dikeluarkan untuk membeli pakan, racun (teodan yang berukuran besar), pupuk (pupuk urea) yang digunakan untuk menimbulkan atau menghidupkan cacing-cacing yang berfungsi sebagai makanan alam untuk udang tersebut. Kebutuhan lain yang diperlukan untuk budidaya udang adalah kapur yang berfungsi untuk menghilangkan zat asam yang ada didalam tambak sehingga dapat memperbaiki salinitas tambak tersebut, ursal (sejenis tanaman) yang berfungsi untuk menutupi air dari terik matahari. Lahan yang digunakan untuk tambak tersebut memiliki frekwensi investasi selama 5 tahun, karena pada 5 tahun kedepan lahan tidak dapat berproduksi lagi sehubungan dengan adanya pengendapan racun yang membuat planon atau


(44)

makanan alam tidak dapat tumbuh lagi atau berproduksi lagi. Maka lahan tersebut dibiarkan saja (diberakan) supaya racun yang ada dapat hilang.

Persyaratan Lokasi

Berdasarkan kebiasaan hidup, tingkah laku dan sifat udang atau ikan maka dalam memilih lokasi tambak baik dalam rangka membuat tambak baru maupun dalam perbaikan tambak yang sudah ada, sebaiknya memenuhi persyaratan sebagai berikut :

* Memiliki sumber air yang cukup, baik air laut maupun air tawar dan tersedia sepanjang tahun, tetapi bukan daerah banjir.

* Memiliki saluran saluran air yang lancar, baik untuk pengisian waktu pasang maupun membuang air waktu surut dan sumber air serta lingkungan bebas dari pencemaran.

* Tanah dasar tambak terdiri dari Lumpur berpasir dengan ketentuan kandungan pasirnya tidak lebih dari 20%

Produksi udang cenderung meningkat bila benih yang ditebarkan berkisar anatara 500-1000 ekor/Ha. Terlalu padat tebaran dalam tambak, laju pertumbuhan udang semakin lambat. Selain itu kedalaman air juga berpengaruh terhadap produksi udang, kedalaman air yang layak adalah 1, 20 m. Wyban et. al 1978

dalam Mangampa 1993 mengemukakan bahwa kecepatan tumbuh dipengaruhi

oleh kepadatan. Semakin tinggi kepadatan semakin tinggi pula kompetisi ruang gerak, dengan demikian pertumbuhan yang diukur melalui berat perekor akan semakin rendah dengan semakin tingginya padat penebaran. Sedangkan produksi yang lebih tinggi (50 ekor/m2). Faktor lain yang sangat menentukan pertumbuhan udang adalah pemberian pakan, semakin tinggi padat tebaran dalam suatu kolam


(45)

pertambakan semakin tergantung kepada jumlah pakan yang diberikan. Akan tetapi kontribusi pakan alami tetap memegang peran yang sangat penting dalam mencapai keseimbangan energi yang diperlukan oleh biomasa yang dipelihara dalam tambak.

Waktu dan frekuensi pemberian pakan juga dapat mengaktifkan penggunaan pakan, factor umur dan ukuran udang juga menentukan pemberian pakan sesuai dengan pernyataan Zaftan et.al 1990 dalam Mangampa 1993. Mereka juga mengemukakan 5 hari dengan frekuensi 2 kali/hari. Setelah mencapai umur 100 hari, frekuensi pemberian pakan ditingkatkan hingga 5-6 kali/hari. Dalam pemberian pakan dan pengaturan sirkulasi air tambak, perlu dilakukan oleh petani dengan dibantu tenaga kerja tambahan. Tambak rakyat tradisional menggunakan tenaga kerja hanya saat pemeliharaan lahan dan pemanenan hasil tambak, karena pemberian pakan dan sirkulasi air tidak terlalu diperhatikan. Namun tambak yang telah dikelola secara lebih baik atau secara intensif memerlukan tenaga kerja yang bertugas mengawasi sirkulasi, memberikan pakan, mengukur pertumbuhan udang dan beberapa pekerjaan lainnya, semakin besar skala usaha tambak tersebut maka semakin besar jumlah tenaga kerja.

Pemeliharaan dilakukan secara manual yaitu dengan tenaga manusia, dimana dalam 1 hari dikerjakan oleh minimal 2 orang tenaga kerja dengan harga Rp. 40.000,00/hari/org, untuk 1 Ha dapat disiapkan selama 10-15 hari. Tahap-tahap teknik pemeliharaan budidaya tambak udang yang dilakukan adalah sebagai berikut:


(46)

1. Persiapan Tambak

Pengeringan Dasar Tambak

Pengeringan ini dimaksudkan untuk mengurangi senyawa–senyawa asam sulfide dan senyawa beracun yang terjadi selama tambak terendam air, memungkinkan terjadinya pertukaran udara dalam tambak sehingga proses mineralisasi bahan organik yang diperlukan untuk pertumbuhan kelekap dapat berlangsung, serta untuk membasmi hama penyakit dan benih-benih ikan liar yang bersifat predator ataupun kompetitor.

Agar lebih mempermudah pelaksanaan pengeringan tambak dapat dilakukan pada saat air laut surut. Pengeringan tambak berlangsung selama 1-2 minggu, sampai keadaan tanah retak-retak, namun tidak terlalu kering atau berdebu. Jadi yang dimaksud dengan tidak terlalu kering adalah bila tanah dasar tambak diinjak, kaki masih melesak sedalam 10-20 cm. Untuk mengetahui tingkat pengeringan tersebut yaitu dengan cara mengukur ketinggian lekukan yang terjadi dalam tanah dasar yang retak- retak tersebut, apabila lapisan telah mencapai 1-2 cm, maka pengeringan sudah dianggap cukup.

Pengangkatan Lumpur

Pengangkatan Lumpur dasar sebaiknya dilakukan pada saat lumpur dasar dapat diangkat. Kebanyakan petambak melakukan pengangkatan lumpur pada saat tergenang sehingga partikel-partikel lumpur yang halus bercampur dengan air, sehingga kadar NH3 –N dan H2S tetap tinggi.

Pengolahan tanah dasar tambak

Pengolahan tanah dasar dilakukan menggunakan cangkul, dengan kedalaman tidak lebih dari 30 cm. hal ini dilakukan sehubungan dengan pengaruh


(47)

unsur hara terhadap pertumbuhan plankton pada kedalaman tertentu, dan kemampuan unsur toksis berpengaruh terhadap kehidupan udang didasar tambak. Pengolahan tanah dasar dilakukan hanya pada tambak yang sudah lama beroperasi.

2. Pengapuran

Pengapuran adalah upaya peningkatan produktivitas tambak, utamanya tambak masam yang bertujuan :

Pengeringan tanah

Memperbaiki struktur tanah yaitu meningkatkan daya sanggah (buffer) tanah dan air sehingga tidak terjadi perubahan kemasaman (pH) yang ekstrim.

• Menetralisasi unsur toksis yang disebabkan oleh aluminium dan zat besi dengan ketersediaan kalsium dalam jumlah yang cukup, sehingga ketersediaan unsur hara seperti posfat akan bertambah.

• Menstimulir aktivitas organisme tanah sehingga dapat menghambat organisme yang membahayakan kehidupan udang (desinfectan)

• Dapat merangsang kegiatan jasad renik dalam tanah sehingga dapat meningkatkan penguraian bahan organic dan nitrogen dalam tanah.

Pada tanah masam dengan pH 7 tidak dilakukan pengapuran atau pengapuran dalam jumlah yang sedikit sebgai desinfektan saja Poernomo (1992). Pengapuran dilakukan pada saat tanah dasar tambak dalam keadaan lembab dan juga dilakukan pada saat pengolahan atau pembalikan tanah dasar tambak, setelah tanah dasar tambak dikapur dengan kaptan selanjutnya dibiarkan kering dan terjemur.


(48)

3. Pemberantasan Hama

Pemberantasan hama (terutama trisipan, kepiting dan ikan liar) yang paling efektif adalah melalui pengeringan tambak secara sempurna. Pemberantasan hama ikan dapat dilakukan dengan menggunakan saponin, dimana keampuhannya sangat dipengaruhi oleh kondisi suhu dan salinitas air tambak. Pada salinitas rendah yaitu salinitas 30 ppm, saponin diaplikasikan dengan dosis 10-15 kg/ha.

4. Pemupukan

Pemupukan dilakukan sesudah pemberantasan hama, jenis dan dosis pupuk ditentukan oleh tingkat kesuburan dari masing- masing tanah dasar tambak. Kesuburan suatu perairan tergantung pada produktivitas tanaman berklorofil, dan ini merupakan interaksi dari berbagai faktor diantaranya tersedianya zat hara dalam perairan sesuai dengan pernyataan Andarias (1991). Kesuburan perairan juga ditandai dengan kelimpahan dan jenis nabati air baik berupa fitoplankton maupun yang berupa fitobentos, dimana kedua kelompok ini merupakan primer utama dalam budidaya udang dan ikan ditambak.

Pemupukan tambak dimaksudkan unutk merangsang pertumbuhan makanan alami yang diperlukan oleh udang dan ikan selama pemeliharaan. Didalam pemupukan tambak sebaiknya dalam satu kali masa panen dilakukan dua kali pemupukan, yaitu :

* Pemupukan Dasar

Pada pemupukan dasar yang ditumbuhkan terutama adalah kelekap (lumut dasar). Jenis dan dosis pupuk yang diperlukan dalam setiap hektar adalah : pupuk


(49)

kandang dicampur dengan dedak halus, kemudian disebar merata ke dasar tambak. Selanjutnya campuran pupuk urea dan SP36, juga disebar merata keseluruh permukaan tambak. Masukkan air kedalam tambak sampai mencapai ketinggian 10-20 cm dengan menggunakan saringan dan biarkan menguap selama 2 minggu. Bila keadaan air dipermukaan telah menjadi jernih sedang dasar tambak telah tampak hijau ditumbuhi kelekap, maka air didalam tambak ditambah secara bertahap sampai mencapai kedalaman 60-100 cm. Jika keadaan air sudah cukup stabil, maka petakan siap untuk ditebari.

* Pemupukan Susulan

Jika diperkirakan makanan alami ditambak hamper habis (masa pemeliharaan +1 bulan), maka perlu dilakukan pemupukan susulan dengan menggunakan pupuk urea dan SP36 dengan dosis urea. Pada pemupukan susulan ini yang ditumbuhkan adalah plankton, dan dilakukan setiap 10-14 hari sekali. Pupuk susulan ditebarkan pada pelataran tambak. Pemupukan tidak dianjurkan pada tambak-tambak yang mempunyai tanah dasar bersifat masam pH 70 %.

7. Pemeliharaan

Keberhasilan usaha budidaya tambak tidak hanya ditentukan oleh konstruksi tambak, desai dan tata letak tambak, pengolahan tanah dan pengadan benih saja, tetapi juga ditentukan oleh proses pemeliharaan sejak penebaran sampai pemungutan hasil (panen). Kegiatan–kegiatan yang diperlu dilaksanakan selm periode pemelihran berlangsung adalah :


(50)

* Pemberian Makanan Tambahan

Meskipun makanan alami yang berupa plankton, klekap dan lumut tersedia cukup, namun dalam usaha budidaya ini masih membutuhkan makanan tambahan berupa pellet terutama pada petak pembesaran. Pemberian makanan tambahan ini diberikan setelah satu bulan sesudah penebaran sampai menjelang panen. Budidaya udang tradisional dengan kepadatan 1-2 ekor/m2 memerlukan pertumbuhan pakan alami yang baik, tanpa pemberian pakan komersil, namun pada budidaya udang tradisional plus (3-5 ekor/m2) disamping pakan alami juga memerlukan pakan komersil pada pemelihraan 2 bulan terakhir.

* Pengelolaan Air Tambak

Pemberian makanan tambahan dalam jumlah yang cukup banyak, kemungkinan akan meninggalkan sisa-sisa yang apabila membusuk akan berpengaruh terhadap kualitas air. Pergantian air ditambak dilakukan secara rutin, yaitu setiap 2 minggu sekali sebanyak 25 %. Setelah pergantian air maka langsung diberi kapur kaptan dan pupuk kalau perlu yaitu maksimum urea dan SP36, dengan kecerahan air tetap terjaga yaitu 25-40 cm. Apabila kondisi air tambak banyak kotoran/buih atau air jernih tidak ada plankton, maka air tambak wajib diganti. Dan apabila udang lumutan/air tambak menyala, maka segera diganti air tambak.

Budidaya tambak berbeda dengan mangrove yang memiliki tambak (sylvofishery). Pembuatan sylvofishery yaitu pengukuran lokasi meliputi luas areal, bentuk tambak, penentuan saluran, letak dan ukuran pintu air, tanggul, lebar dan alam caren serta luas pelantaran tambak. Pembuatan tambak sylvofishery dilaksanakan dengan merubah tambak konvensional yang telah ada tanpa


(51)

membuka lahan baru pada kawasan ekosistem mangrove. Tahapan selanjutnya adalah melakukan pengukuran, pembersihan lapangan, pembuatan saluran, pembuatan/perbaikan tanggul, pembuatan pintu air (daka) dan pembuatan caren.

Dalam sistem sylvofishery ada hal-hal yang tidak dilakukan sebagai mana dengan budidaya tambak seperti pengeringan dasar tambak, pengangkatan lumpur, pengapuran, pemupukan. Hal tersebut dapat disimpulkan bahwa perlakukan sylvofishery lebih murah daripada pembuatan budidaya tambak.

Pada tahun 1999 adanya survey yang dilakukan oleh LSM untuk memberikan bantuan berupa penyuluhan dan bantuan dana untuk perkembangan tambak dan pada tahun 2001 berbagai LSM telah melaksankan bantuan tersebut, berupa sistem intensif. Tetapi sistem intensif tersebut tidak lama bertahan dikarenakan biaya cukup mahal, bantuan yang didapat tidak mencukupi sehingga dilakukan tambak secara manual.

Pada aspek perekonomian yaitu sarana perekonomian di Kelurahan Belawan Sicanang tampak bahwa sarana yang mereka miliki selain tambak juga terdapat kios/kedai. Ini berarti selain mencari nafkah atau pendapatan dari tambak mereka mempunyai pekerjaan sampingan dengan berdagang membuka kios/kedai untuk menambah pendapatan keluarga. Selain itu ada juga yang berternak kambing.


(52)

Valuasi Ekonomi Mangrove Sebagai Mencegah Terjadinya Abrasi

Masyarakat pesisir di Kecamatan Medan Belawan pada Kelurahan Bagan Deli yang juga menjadi objek dalam penelitian ini. Kelurahan Bagan Deli mempunyai luas lahan 2300 Ha, jumlah kepala keluarga 173 KK dengan mata pencarian adalah nelayan. Masyarakat tinggal di sebuah rumah panggung yang relatif tinggi, sehingga pada saat air pasang datang mereka tidak kebanjiran.

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan oleh masyarakat setempat maka hasil yang diperoleh keadaan pantai yang berada di Kecamatn Medan Belawan sebagian besar telah mengalami kerusakan yang sangat parah. Penyebab kerusakan pantai lebih banyak karena ulah manusia seperti perusakah pantai, penebangan bakau, penambangan pasir, serta bangunan yang melewati garis pantai. Kegiatan pembangunan, industri dan aktivitas manusia serta pengaruh faktor alam pada umumnya telah memberikan pengaruh negatif pada kestabilan kawasan pantai. Faktor alam yang berpengaruh tehadap kondisi pantai antara lain timbulnya gelombang dan arus, terjadinya pasang surut, terjadinya sedimentasi dan abrasi yang berpengaruh pada berubahnya garis pantai serta kondisi sungai yang bermuara di perairan tersebut.

Aktivitas manusia yang berpengaruh terhadap kondisi pantai antara lain adalah pembangunan, reklamasi dan pengerukan dasar perairan untuk tujuan komersial yang berlebihan. Berkembangnya wisata bahari di beberapa daerah pantai juga mendorong terjadinya perubahan kondisi alam menjadi lingkungan buatan dengan dibangunnya beberapa fasilitas penunjang yang diperlukan. Tingkat kerusakan akan relatif rendah apabila perlindungan alam/pantai tetap


(53)

terjaga. Banyaknya kawasan pantai yang dihuni maka apabila terjadi kerusakan akan memberikan kerugian yang cukup besar.

Keadaan umum mangrove di Kelurahan Bagan Deli hampir dikatakan sedikit sekali tumbuhan yang tersisa. Habisnya mangrove di daerah ini menurut keterangan beberapa penduduk setempat karena adanya penebangan secara liar. Terlihat pada skesa gambar 1 di bawah ini.

Mangrove Pemukiman

Perencanaan penetapan Tanggul pencegah abrasi

Gambar 2. Sketsa Daerah

Dilihat pada sketsa daerah tersebut bahwa daerah Kelurahan Bagan Deli sangat rentan terhadap abrasi yang datang dan dapat mengakibatkan rumah mereka hancur, bukan saja rumah bahkan ternak mereka pun akan habis, dari hasil penelitian yang dilakukan pada daerah tersebut dapat dilihat adanya lahan tambak yang tidak berproduksi lagi, tidak berproduksinya tambak tersebut diakibatkan terjadinya abrasi. Dengan adanya mangrove dapat mencegah terjadinya abrasi, sehingga masyarakat tidak perlu membuat tanggul atau barang pengganti untuk pencegah abrasi, karena tanggul hanya dapat digunakan dalam jangka pendek sedangakan mangrove dapat digunakan dalam jangka panjang dan harga pembuatan tanggul akan lebih besar dari pada mangrove.

Hutan mangrove mempunyai fungsi pengamanan pantai yang sangat penting yaitu sebagai pelindung dari pengikisan pantai (abrasi). Hasil perhitungan valuasi ekonomi hutan mangrove sebagai pelindung abrasi dilihat pada Tabel 11.


(54)

Tabel 11. Valuasi ekonomi pembuatan tanggul.

Biaya/Harga Nilai

Biaya Pembangunan Tanggul Tinggi 2 m Ketebalan Tanggul

Panjang Pantai

Luas Hutan Mangrove Ketebalan Hutan Mangrove Periode

Rp. 600.000/m2 30 cm

2340 M 56.700 M 270 M 10 thn

Total valuasi ekonomi pembuatan tanggul Rp. 58.968.000.000/thn

Perhitungan pada Tabel 11 menggunakan pendekatan biaya pembangunan tambak setinggi 2 m yang berlaku di Kelurahan Bagan Deli sebesar Rp 600.000,00/m2. Dari pendekatan tersebut diperoleh valuasi ekonomi hutan mangrove sebagai pelindung abrasi di Kelurahan Bagan Deli setara dengan total nilai ekonomi pembuatan tanggul sebesar Rp 58.968.000.000,00/thn. Bahan yang digunakan adalah semen, pasir, krikil, tripek, kayu.

Untuk melindungi daerah pantai dari serangan gelombang, suatu pantai memerlukan bangunan peredam gelombang. Peredam gelombang adalah suatu bangunan yang bertujuan untuk mereduksi atau menghancurkan energi gelombang. Gelombang yang menjalar mengenai suatu bangunan peredam gelombang sebagian energinya akan dipantulkan, sebagian diteruskan dan sebagian dihancurkan melalui pecahnya gelombang, gesekan dasar dan lain-lainnya. Pembagian besarnya energi gelombang yang dipantulkan, dihancurkan dan diteruskan tergantung karakteristik gelombang datang (periode, tinggi, kedalaman air), tipe bangunan peredam gelombang (permukaan halus dan kasar).

Cara pemasangan tanggul yang harus diperhatikan adalah arah datangnya gelombang, tinggi gelombang dan contour tanah sebagai fondasi untuk pemasangan tanggul. Setelah mengetahui sifat dan gelombang maka dapat


(55)

ditentukan dimensi tanggul, demikian juga setelah mengetahui contour tanah maka diketahui bagaimana cara membuat leveling sebagai fondasi kubus.

Pada tahap pemasangan yang harus diperhitungkan adalah jadwal pasang surut laut, hal ini akan mempengaruhi kerja pemasangan tanggul yang memerlukan ketelitian agar tanggul dapat terpasang saling mengait dan dapat duduk tepat pada posisinya. Apabila pemasangan selesai maka akan tertihat keindahan dan kerapihan, bahkan apabila telah terjadi sedimen yang cukup maka tanggul tersebut dapat dipindahkan ketempat lain yang memerlukan.

Hutan mangrove mempunyai fungsi pengamanan pantai yang sangat penting yaitu sebagai pelindung dari pengikisan pantai (abrasi). Pada saat sekarang kita ketahui bahwa hutan mangrove yang ada di Kecamatan Medan Belawan banyak berkurang, dimana lahan yang dulu dipenuhi oleh manrove sekarang telah dipenuhi oleh pemukiman dan perindustrian. Terlihat pada gambar 1 di atas bahwa pemukiman berada dipesisir pantai dan tidak adanya perlindungan, sehingga dapat mengakibatkan abrasi, maka dibentuklah tanggul yang berfungsi untuk pencegah abrasi, tetapi tanggul memiliki kekurangan yaitu tanggul hanya dapat digunakan beberapa tahun saja, berbeda dengan adanya hutan mangrove yang dapat mencegah abrasi seumur adanya hutan mangrove tersebut.

Ekosistem mangrove merupakan buffer zone yang baik untuk mengurangi laju abrasi. Kerusakan ekosistem mangrove berarti hilangnya buffer zone yang berfungsi untuk menjaga kestabilan ekosistem pesisir, pantai dan daratan. Sistem perakaran mangrove yang rapat seperti jangkar dapat berfungsi meredam gempuran gelombang laut. Cengkraman akar yang menancap pada tanah dapat


(56)

pula menahan lepasnya partikel-partikel tanah, sehingga abrasi yang disebabkan oleh gelombang laut dapat dicegah.

Valuasi Ekonomi Mangrove Sebagai Pencegah Intrusi Air Laut.

Nilai ekonomi mangrove sebagai pencegah intrusi air laut dapat dihitung dengan perhitungan terhadap air yang dikonsumsi oleh masyarakat Kelurahan Belawan Bahagia yang memiliki jumlah kepala keluarga 104 KK, dimana dilakukannya pengadaan terhadap pembuatan PDAM dan adanya alat pompa. Maka untuk mendapatkan nilai ekonomi di dapat nilai mangrove yang berfungsi sebagai intrusi air laut, perhitungan ini dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12.Valuasi ekonomi air

Jumlah KK Biaya/Harga Nilai

30 KK Pembuatan alat Harga air/thn Mesin pompa air

Rp. 4.500.000,00 Rp. 14.508.000,00 Rp. 13.800.000,00

Total biaya pengadaan Rp. 1.093.600,00

Total biaya pengaadaan dikalikan dengan populasi dari Kelurahan Belawan Bahagia Lingkungan XV, diperoleh biaya keseluruhan adalah Rp.1.093.600,00 x 104 = Rp. 113.734.400,00/thn. Maka diperoleh biaya keseluruhan pemenuhan kebutuhan untuk air setara dengan valuasi ekonomi hutan mangrove sebagai pencegah intrusi air laut di Kelurahan Belawan Bahagia sebesar Rp. Rp. 113.734.400,00/thn. Dari data yang diperoleh maka nilai mangrove untuk manfaat intrusi air laut sangat besar, Maka nilai kerugian yang dikeluarkan oleh masyarakat sangat besar apabila mangrove tidak ada, jadi pemanfaatan hutan mangrove digunakan secara ekonomi, juga dilihat arti penting fungsi ekologisnya


(57)

sehingga dampak dari pemanfaatan dapat dikurangi dan berakibat air yang dikonsumsi terasa asin.

Harga air per meter kubik didekati dengan metode biaya pengadaan. Metode biaya pengadaan ini merupakan suatu metode yang didasarkan pada semua biaya yang dikeluarkan oleh suatu rumah tangga selama satu tahun untuk mendapatkan air pada volume tertentu sesuai dengan kebutuhannya untuk mandi, mencuci, masak (Sulistiyono dan Slamet, 2007). Biaya ini meliputi biaya pengadaan sarana untuk memperoleh air, sarana penyaluran air, pompa air. Sehingga dapat dikatakan bahwa biaya pengadaan ini adalah semua biaya yang dikeluarkan dalam usaha untuk memperoleh air termasuk biaya operasi, biaya perawatan dan biaya penjernihan air. Semua biaya ini semata-mata untuk memperoleh kemudahan untuk mendapatkan air sebagai kebutuhan primer. Hal ini juga dinyatakan oleh Dumairy (1992) yaitu guna memenuhi kebutuhan akan air berbagai cara dan upaya yang dilakukan manusia untuk mengatasi masalah-masalah keairan yang dihadapinya. Menemukan sumber-sumber air baru, seperti membangun dam, memurnikan air kotor, mendesalinasikan air laut dan menciptakan hujan buatan.

Masyarakat di Kelurahan Belawan Bahagia seluruhnya telah menggunakan air bersih dalam kehidupan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan mereka. Masyarakat Kelurahan Belawan Bahagia memperoleh air bersih dari PDAM, adanya bantuan dari pemerintah berupa pemasangan PDAM secara gratis untuk daerah yang belum memasang PDAM sebelumnya. Air bersih yang mereka peroleh dipergunakan untuk berbagai keperluan seperti memasak, mandi, minum, mencuci dan juga untuk keperluan-keperluan lainnya. Akan tetapi ada kalanya


(58)

masyarakat pengguna air bersih tersebut mengalami kesulitan didalam memperoleh air besih.

Masyarakat sering kali merasa tidak puas dengan air yang disalurkan karena air tersebut tidak bersih, berwarna merah kecoklatan dan berbau kaporit yang berlebihan. Belum lagi jika persediaan air yang ada pada PDAM terbatas sehingga masyarakat tidak mendapatkan air dengan cukup karena debit yang kecil, oleh karena itu hampir semua masyarakat menggunakan alat bantu untuk menyedot air PDAM yang berupa alat pompa.

Data yang diperoleh Kecamatan Medan Belawan menunjukkan manfaat mangrove sebagai jasa lingkungan memiliki nilai ekonomi yang cukup besar dan saat ini sangat diperlukan untuk kelangsungan hidup masyarakat. Berbeda dengan Desa Jaring Halus memiliki hutan desa yang ditumbuhi mangrove seluas 57,8 ha (Simanjutak, 2008). Hutan desa tersebut menjadi satu daratan dan melingkupi areal pemukiman Desa Jaring Halus dari sisi utara, timur dan selatan. Hutan mangrove yang ada di Desa jaring Halus termasuk terlindungi, formasi lingkungan yang terlindungi ini menciptakan kondisi air tenang yang cocok untuk kehidupan hutan mangrove dan kondisi seperti ini terdapat pada lingkungan hutan mangrove berupa delta dataran lumpur dan dataran pulau.

Vegetasi mangrove tersebut tumbuh dalam berbagai strata mulai dari fase semai, anakan/pancang, tiang, dan pohon dengan laju regenerasi berlangsung secara alamiah karena kondisi ekologisnya yang masih cukup baik dan ketersediaan vegetasi yang produktif yang menjamin pemenuhan kebutuhan benih untuk keberlangsungan proses regenerasi. Fauna yang terdapat di hutan mangrove desa ini diantaranya adalah burung, reptil, dan ikan.


(59)

Menurut Simanjutak (2008) masyarakat Desa Jaring Halus sudah memahami arti pentingnya ekosistem mangrove bagi kelangsungan hidup masyarakat baik secara fisik, ekologi, maupun ekonomi. Secara fisik dan ekologi, hutan mangrove berfungsi sebagai benteng yang dapat melindungi permukiman dari badai, ombak, dan abrasi. Secara ekonomis, hutan mangrove sebagai tempat mencari ikan dan tempat pemijahan berberapa jenis ikan, kepiting bakau, udang, dan berbagai jenis kerang.

Pengetahuan dan pemahaman masyarakat terhadap pentingnya hutan mangrove tersebut disebabkan karena tingkat ketergantungan masyarakat terhadap hutan mangrove cukup tinggi terkait dengan mata pencaharian sebagai nelayan (fungsi ekonomi) dan fungsi hutan mangrove untuk melindungi pemukiman (fungsi fisik dan ekologi). Dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat Desa Jaring Halus biasa memanfaatkan kayu-kayu dari hutan mangrove desa untuk berbagai keperluan seperti galah ambai, tiang tambatan perahu, kayu bakar untuk pesta perkawinan dan kematian, serta kayu untuk pembuatan balai dan pentas jika ada pesta perkawinan. Meski demikian, masyarakat menyadari bahwa pemanfaatan hutan mangrove desa tersebut harus diimbangi dengan upaya pelestarian. Terkait dengan hal ini, Desa Jaring Halus sudah mempunyai peraturan tidak tertulis yang sudah melembaga di masyarakat yang mengatur pemanfaatan/pengelolaan hutan mangrove desa. Berdasarkan hasil wawancara dengan pawang (tokoh masyarakat terkait dengan adat istiadat) dan masyarakt diketahui beberapa aturan dalam pemanfaatan/pengelolaan yang ada di Desa Jaring Halus diantaranya:

1. Batang dan ranting kayu yang sudah mati boleh dimanfaatkan untuk kayu bakar atau keperluan lainnya;


(60)

2. Pengambilan/penebangan kayu untuk perlengkapan nelayan, pacak tiang rumah, pembuatan balai, pentas, dan kayu bakar jika ada pesta perkawinan atau kematian harus mendapat ijin dari pemerintah desa dan pawang desa;

3. Penebangan/pengambilan kayu mangrove untuk tujuan komersial/dijual tidak diperbolehkan dan akan dikenakan sanksi/denda mulai peringatan keras sampai denda yang nilainya mencapai jutaan rupiah jika melakukannya. Berdasarkan pengalaman responden, sampai saat ini belum pernah ada masyarakat yang kena denda berupa uang tersebut.

Adanya peraturan tidak tertulis (telah ada sejak desa ini berdiri sekitar tahun 1917-an) yang masih ditaati oleh masyarakat tersebut membuat semua optimis terhadap kelestarian hutan mangrove desanya


(61)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Nilai Hutan Mangrove Sebagai Nursery Ground disetara dengan dengan perhitungan menggunakan masukan biaya pembuatan tambak di Kecamatan Medan Belawan sebesar Rp. 3.685.000,00/Ha/thn.

2. Hutan mangrove mempunyai fungsi pengamanan pantai yang sangat penting yaitu sebagai pelindung dari pengikisan pantai (abrasi). Hasil perhitungan valuasi ekonomi hutan mangrove disetarakan dengan nilai pendekatan biaya pembangunan tambak setinggi 2 m yang berlaku di Kelurahan Bagan Deli sebesar Rp 58.968.000.000/thn.

3. Nilai ekonomi mangrove sebagai pencegah intrusi air laut disetarakan dengan perhitungan terhadap air yang dikonsumsi oleh masyarakat Kelurahan Belawan Bahagia, dilakukannya pengadaan terhadap

pembuatan PDAM dan adanya alat pompa sebesar Rp. 113.734.400,00/thn.


(62)

Saran

Melihat nilai ekonomi mangrove ini cukup besar maka:

1. Diharapkan kepada pemerintah untuk memfasilitasi tersusunnya tata ruang wilayah pesisir, karena di sisi lain ada peluang upaya peningkatan produksi melalui budidaya tambak udang, yang secara sesaat akan lebih cepat mendatangkan keuntungan dan dapat menyebabkan penurunkan luas hutan mangrove yang berfungsi menjaga kestabilan lingkungan,

2. Salah satu fungsi hutan adalah sebagai pengamanan pantai yang sangat penting, diharapkan kepada masyarakat, dinas kehutanan dan dinas-dinas yang terkait di Kelurahan Bagan Deli untuk menanam mangrove sepanjang pinggiran pemukiman atau membuat buffer zone.

3. Diharapkan agar pemerintah bersama-sama masyarakat memiliki tindakan kesadaran untuk melestarikan mangrove dan perlunya penanaman disekitar Keluharan Belawan Bahagia agar pasokan air tetap terjaga.


(1)

Lampiran 6. Dokemen Penelitian

1. a 1. b

1. Dokumen nursery ground (a) budidaya tambak udang, (b) wawancara dengan masyarakat petani tambak.

2. a 2. b

2. Dokumen abrasi (a) Kondisi pemukiman di Kelurahan Bagan Deli, (b) Contoh tanggul untuk pencegah abrasi.

a b c

3. Dokumen intrusi air laut (a) lokasi penelitian dengan tingkat menengah kebawah, (b) tingkat menengah, (c) tingkat menengah ke atas.


(2)

4. Alat pompa air


(3)

KUISIONER

RESPONSEN/KELUAR DISEKITAR HUTAN MANGROVE

VALUASI EKONOMI JASA LINGKUNGAN HUTAN MANGROVE DI PESISIR KECAMATAN MEDAN BELAWAN1

PENGENALAN TEMPAT Dusun

Desa Kecamatan Kabupaten Provinsi

No urut sampel

PETUGAS Enumerator


(4)

MEDAN 2009 I. Identitas Responen

1. Nama :

2. Usia :

3. Jenis Kelamin :

4. Suku :

5. Pendidikan :

6. Pekerjaan Utama : 7. Pekerjaan Sampingan : 8. Penghasilan / bulan :

9. Lama Menetap :

10. Jumlah Anggota Keluarga :

II. Informasi Tentang Biaya Pengadaan dan Pengganti Air

1. Apakah saudara mengetahui tentang keberadaan hutan mangrove di sekitar tempat tinggal saudara?

a. Tidak b. Ya,

2. Apakah saudara mengetahui fungsi dari hutan mangrove? a. Tidak

b. Ya,

1. Berfungsi sebagai nursery ground (sebagai tempat mencari makan ikan dan berkembang biak),

2. Berfungsi sebagai pengendali intrusi air laut, 3. Berfungsi sebagai pelindung pantai dari abrasi. 4. Berfungsi sebagai penyedia kayu bakar

3. Apakah saudara mengetahui adanya kerusakan hutan mangrove tersebut? a. Tidak

b. Ya,

4. Apakah saudara mengetahui penyebab terjadi kerusakan tersebut? a. Tidak

b. Ya,

1. Terjadinya penebangan liar,

2. Adanya pembangunan pabrik-pabrik dan rumah, 3. Adanya konversi mangrove menjadi tambak.

5. Apakah saudara mengetahui adanya pencemaran air akibat rusaknya hutan mangrove?

a. Tidak b. Ya,

1. Air menjadi asin 2. Air menjadi bau,

3. Air menjadi kuning atau kotor


(5)

6. Apakah ada perubahan rasa atau warna pada air yang saudara gunakan sebelum dan sesudah terjadinya kerusakan hutan mangrove?

a. Tidak b. Ya,

7. Adakah saudara menggunakan alat seperti saringan yang berfungsi untuk membersihkan air yang tercemar tersebut?

a. Tidak b. Ya,

8. Air apa yang saudara gunakan? a. PDAM

b. Sumur

9. Adakah biaya yang diperlukan untuk pembuatan alat tersebut? a. Tidak

b. Ya,

1. Rp. 100.000-200.000 2. Rp. 200.000-300.000 3. Rp. 400.000-500.000

10. Adakah alat lain yang anda gunakan seperti pompa air? a. Tidak

b. Ya,

1. Rp. 100.000-300.000 2. Rp. 300.000-500.000 3. Rp. 500.000-800.000

11. Berapa besar air yang saudara gunakan untuk kebutuhan sehari-hari dalam 1 (satu) bulan?

a. 50-100 lt b. 100-200 lt c. 200-500 lt


(6)

1. Apakah saudara memiliki tambak? a. Tidak

b. Ya,

2. Berapa luas tambak yang saudara miliki? a. ≤ 1 Ha

b. 1-2 Ha c. ≥ 3 Ha

3. Berapa besar modal yang anda gunaka untuk tambak? a. ≤ Rp. 1.000.000

b. Rp 5.000.000- 10.000.000,- c. ≥ Rp 10.000.000,-

4. Berapa besar biaya yang diperlukan untuk pembuatan tambak per meter kubiknya?

a. ≤ Rp. 1.000.000

b. Rp 5.000.000- 10.000.000,- c. ≥ Rp 10.000.000,-

5. Berapa besar biaya yang diperlukan untuk pemeliharaan tambak per meter kubiknya per bulannya?

a. ≤ Rp. 1.000.000

b. Rp 5.000.000- 10.000.000,- c. ≥ Rp 10.000.000,-

6. Berapa kapasitas ikan/udang yang ada dalam tambak dalam 1 (satu) meter kubinya?

a. 100-500 b. 500-1.000 c. ≥ 1.000

7. Berapa biaya yang diperoleh dalam pemanenan per bulannya? a. ≤ Rp. 100.000,-

b. Rp. 100.000-500.000,- c. ≥ Rp. 1.000.000,-