Aplikasi Sistem Informasi Geografis Sig (2)

APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) DAN PENGINDERAAN JAUH UNTUK MODEL HIDROLOGI ANSWERS DALAM MEMPREDIKSI EROSI DAN SEDIMENTASI

(Studi Kasus: DTA Cipopokol Sub DAS Cisadane Hulu, Kabupaten Bogor)

DIAH IRAWATI DWI ARINI DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2005

RINGKASAN

DIAH IRAWATI DWI ARINI. Aplikasi Sistem Informasi Geografis (SIG) dan Penginderaan Jauh untuk Model Hidrologi ANSWERS dalam Memprediksi Erosi dan Sedimentasi. (Studi Kasus: DTA Cipopokol Sub DAS Cisadane Hulu, Kabupaten Bogor). Dibimbing oleh LILIK BUDI PRASETYO dan OMO RUSDIANA.

Perubahan penutupan lahan hutan di kawasan hulu suatu Daerah aliran Sungai dapat mengakibatkan terjadinya suatu dampak yang berupa tingginya nilai erosi, sedimen serta fluktuasi debit. Daerah Tangkapan Air Cipopokol merupakan salah satu daerah tangkapan air yang berada di Sub DAS Cisadane hulu yang telah mengalami banyak perubahan lahan. Pendugaan terhadap besarnya nilai erosi dan sedimen yang terjadi merupakan salah satu upaya untuk memberikan gambaran mengenai kondisi suatu DAS sehingga dapat ditentukan tindakan yang paling tepat untuk menanggulangi tingginya nilai erosi dan sedimen yang terjadi.

ANSWERS (Areal Nonpoint Source Wathersed Environment Response Simulation ) merupakan salah satu model hidrologi yang disebut model terdistribusi, yang didefinisikan sebagai model dimana setiap parameternya mampu mewakili variabel keruangan dan waktu. Kelebihan ANSWERS dibandingkan dengan model hidrologi lainnya adalah ANSWERS mampu mengevaluasi dan merumuskan letak tata guna lahan sesuai dengan aspek konservasi. Tujuan dari penelitian ini adalah mengkombinasikan antara SIG dan Inderaja untuk diaplikasikan ke dalam model hidrologi ANSWERS, memprediksi besarnya erosi dan sedimen dengan menggunakan model ANSWERS serta memetakan tingkat penyebaran erosi dan sedimentasi. Penelitian dilaksanakan di DTA Cipopokol Sub DAS Cisadane Hulu, Kabupaten Bogor dan Laboratorium Analisis Lingkungan dan Permodelan Spasial, Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata IPB, pada Bulan Juli sampai dengan Bulan Oktober 2005.

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah citra ASTER tahun 2004, peta batas DTA, peta topografi, peta sungai, peta jenis tanah, data curah hujan dan tinggi muka air Cipopokol. Data masukan atau input yang dibutuhkan di dalam model ANSWERS terdiri dari lima bagian yaitu data intensitas hutan, jenis dan parameter tanah, jenis dan parameter penutupan lahan, jumlah dan karakteristik saluran, serta data individu elemen. Data individu elemen (yang terdiri dari baris dan kolom, jenis tanah, jenis penutupan lahan, arah aliran, kemiringan lereng, ketinggian tempat dan nomor stasiun penakar hujan) diperoleh dari hasil pengolahan peta dengan menggunakan bantuan SIG dan Inderaja (dalam bentuk raster) untuk dirubah menjadi bentuk text file sehingga dapat terbaca dalam model ANSWERS. Setelah diperoleh hasil output/keluaran model ANSWERS, tahap selanjutnya adalah melakukan pengubahan kembali data menjadi bentuk raster untuk kemudian dipetakan kelas sedimen dan erosi yang terjadi. Tahap akhir dari penelitian ini adalah melakukan simulasi penggunaan lahan yang merupakan bentuk aplikasi model ANSWERS.

Hasil output dari model ANSWERS berupa nilai erosi dan sedimen yang telah dikelaskan menghasilkan penyebaran luas nilai erosi dan sedimen yang diperoleh yaitu sedimen 0-0,5 Ton/Ha seluas 19,84 Ha, sedimen 0,5-1 Ton/Ha seluas 2,24 Ha, sedimen >1 Ton/Ha seluas 0,80 Ha, erosi 0-0,5 Ton/Ha seluas 14,08 Ha, erosi 0,5-1 Ton/Ha seluas 46,08 Ha, erosi 1-5 Ton/Ha seluas 72,80 Ha, erosi 5-10 Ton/Ha seluas 3,04 Ha dan erosi > 10 Ton/Ha seluas 0,32 Ton/Ha. Hasil prediksi nilai erosi dan sedimen dari output berupa ringkasan menunjukan bahwa hasil prediksi nilai erosi dan sedimentasi DTA Cipopokol pada kejadian hujan pada tanggal 8 Januari 2005 dengan curah hujan sebesar 46,70 mm yang menjadi runoff adalah sebesar 2,428 mm/jam, rata-rata kehilangan tanah yang terjadi adalah sebesar 0,353 Ton/Ha dengan laju erosi maksimum sebesar 29,088 Ton/Ha dan laju pengendapan maksimum adalah sebesar 4,624 Ton/Ha.

Kesimpulan yang diperoleh adalah Aplikasi SIG dan Inderaja dapat dikombinasikan ke dalam model ANSWERS untuk mempermudah dalam kegiatan perolehan data. Hasil simulasi menunjukan bahwa diperlukannya kegiatan rehabilitasi lahan terutama lahan dengan kemiringan >40% yang idealnya sebagai kawasan lindung dan telah berubah fungsi menjadi peruntukan lahan lain serta diperlukannya kegiatan penyuluhan mengenai teknik konservasi tanah dan air yang tepat yang ditujukan kepada masyarakat di DTA Cipopokol dan sekitarnya mengingat sebagian besar masyarakat DTA Cipopokol dan sekitarnya merupakan penggarap lahan. Hal ini bertujuan untuk meminimalkan kerusakan lahan yang terjadi akibat penerapan teknik konservasi yang salah.

APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) DAN PENGINDERAAN JAUH UNTUK MODEL HIDROLOGI ANSWERS DALAM MEMPREDIKSI EROSI DAN SEDIMENTASI

(Studi Kasus: DTA Cipopokol Sub DAS Cisadane Hulu, Kabupaten Bogor)

DIAH IRAWATI DWI ARINI

Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2005

Judul Skripsi : Aplikasi Sistem Informasi Geografis (SIG) dan Penginderaan Jauh untuk Model Hidrologi ANSWERS dalam Memprediksi Erosi dan Sedimentasi (Studi Kasus: DTA Cipopokol Sub DAS Cisadane Hulu, Kabupaten Bogor)

Nama : Diah Irawati Dwi Arini NRP : E 34101044

Menyetujui, Komisi Pembimbing

Ketua Anggota

Dr. Ir. Lilik Budi Prasetyo, MSc. Ir. Omo Rusdiana, MSc.F 131 760 841 131 849 393

Mengetahui, Dekan Fakultas Kehutanan

Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS

Tanggal Lulus:

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan, yang telah memberikan berkat dan kasih karunia-Nya, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Konesrvasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Penelitian dengan judul “Aplikasi Sistem Informasi Geografis (SIG) dan

Penginderaan Jauh untuk Model Hidrologi ANSWERS dalam Memprediksi Nilai Erosi dan Sedimentasi (Studi Kasus: DTA Cipopokol, Sub DAS Cisadane Hulu,

Kabupaten Bogor)” yang disajikan dalam skripsi ini memuat mengenai metode baru yang belum pernah diaplikasikan pada model hidrologi ANSWERS oleh penelitian- penelitian sebelumnya. Model hidrologi ANSWERS banyak dipakai sebagai sebuah model simulasi yang digunakan untuk merumuskan letak tata guna lahan berdasarkan aspek konservasi. Penggunaan SIG dan Penginderaan Jauh dimaksudkan untuk mempermudah perolehan data terutama dalam bentuk data spasial yang merupakan input model ANSWERS. Pembahasan di dalam skripsi ini hanya diberikan batasan mengenai bagaimana cara mengkombinasikan antara model hidrologi ANSWERS, SIG dan Penginderaan Jauh, memprediksi besarnya nilai erosi dan sedimen, serta yang memetakan kembali hasil keluaran model menjadi bentuk peta/image.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena intu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan demi kesempurnaan penelitian selanjutnya.

Bogor, Desember 2005

Penulis

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis menyadari bahwa terlaksananya penelitian hingga penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari dukungan dan bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini ijinkanlah penulis menghaturkan rasa terima kasih yang tulus kepada:

1. Dr. Ir. Lilik Budi Prasetyo, MSc dan Ir. Omo Rusdiana, MSc.F sebagai pembimbing skripsi, atas bimbingan serta arahannya, mulai dari tahap penyusunan proposal sampai dengan terselesaikannya skripsi ini.

2. Ir. Andi Sukendro, MSi dan Ir. Sucahyo Sadiyo, MS sebagi dosen penguji dari Departemen Manajemen Hutan dan Departemen Hasil Hutan.

3. Pihak Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Citarum-Ciliwung Bogor atas data beserta fasilitas yang telah diberikan.

4. Dinas Cipta Karya, Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor.

5. Bapak, ibu, Albertus Fajar Irawan dan Stevani Diah Ardita Kusuma Dewi atas doa, kasih sayang dan kepercayaannya.

6. Keluarga besar KSH 38 atas keceriaannya dan kebersamaan

7. Anak-anak Wisma Pagar Bambu (Vety, Novi, Agnes, Efni, Ria) atas doa dan semangat yang telah diberikan.

8. Teman-teman SDAF 38 (Tiara, Vivi, Aji, Ambang) atas semua bantuan, semangat dan canda tawanya.

9. Pihak-pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Penulis berharap bahwa karya ini dapat memberikan inspirasi dan pemikiran yang berkaitan dengan pengelolaan khususnya di wilayah Daerah Tangkapan Air Cipopokol, Sub DAS Cisadane Hulu. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.

Bogor, Desember 2005

Penulis

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kota Semarang, Jawa Tengah pada tanggal 25 September 1982. Merupakan anak kedua dari tiga bersaudara pasangan Bernardus Soenarto dan Rr. Patricia Diah Kambali Retno SIP. Pendidikan formal penulis dimulai pada tahun 1987 di TK Melati Putih Semarang dan lulus pada tahun 1989, kemudian penulis melanjutkan ke SD St. Antonius II dan lulus pada tahun 1995, kemudian melanjutkan pendidikan ke SLTP Maria Mediatrix Semarang dan lulus pada tahun 1998. Pada tahun yang sama, penulis melanjutkan pendidikan ke SMU Negeri 4 Semarang, lulus pada tahun 2001. Pendidikan perguruan tinggi ditempuh penulis di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) tahun 2001, dengan mengambil Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan.

Selama mengikuti perkuliahan di Fakultas Kehutanan, penulis pernah melakukan praktek lapang yaitu Praktek Umum Kehutanan di Kawah Kamojang dan Cagar Alam Leuweung Sancang, Garut, Jawa Barat, Praktek Umum Pengenalan Hutan di BKPH Karangnunggal dan BKPH Cikatomas, KPH Tasikmalaya, Perum Perhutani Unit III Jawa Barat pada tahun 2004, dan terakhir penulis menyelesaikan Praktek Kerja Lapang (PKLP) di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan pada tahun 2005.

Selain kegiatan praktek lapang, penulis telah mengikuti berbagai kegiatan dan organisasi baik di dalam maupun diluar perguruan tinggi. Organisasi yang pernah diikuti penulis antara lain Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan (HIMAKOVA) dan Kelompok Pemerhati Burung (KPB) Prenjak. Selain itu, penulis aktif dalam kegiatan Keluarga Mahasiswa Katholik (KEMAKI) Fakultas Kehutanan IPB. Kegiatan yang pernah di lakukan di luar kegiatan kampus diantaranya adalah kegiatan magang di Kebun Raya Bogor dibagian Tumbuhan Obat (2002), Taman Nasional Halimun-Salak (2003) dan sebagai volunteer dalam acara Asia Europe Environment Forum (2005).

Sebagai salah satau syarat untuk meraih gelar Sarjana Kehutanan di Fakultas Kehutanan IPB, penulis melakukan penelitian dengan judul ”Aplikasi Sistem

Informasi Geografis (SIG) dan Penginderaan Jauh untuk Model Hidrologi ANSWERS dalam Memprediksi Erosi dan Sedimentasi. (Studi Kasus: DTA

Cipopokol Sub DAS Cisadane Hulu, Kabupaten Bogor) dibawah bimbingan Dr. Ir Lilik Budi Prasetyo MSc dan Ir. Omo Rusdiana, MSc. F.

DAFTAR LAMPIRAN

1. Nilai TP, FP dan P untuk berbagai tekstur tanah (parameter tanah)

2. Nilai Kekasaran Saluran untuk Sungai Alami

3. Penetapan nilai PIT dan PER untuk parameter penggunaan lahan

4. Nilai RC dan HU dan nilai kekasaran penggunaan lahan (N)

5. Input Data untuk Model Hidrologi ANSWERS

6. Hasil Output Model Hidrologi ANSWERS

7. Titik Lapangan Hasil Ground truth

8. Peta Titik Ground Truth

9. Peta Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Bogor

PENDAHULUAN Latar Belakang

Air merupakan salah satu komponen yang sangat vital bagi kehidupan makhluk hidup. Menurut keberadaannya, air dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu air permukaan dan air tanah. Ketersediaan air di bumi sangat terkait dengan adanya siklus hidrologi, dimana air yang naik ke awan melalui proses evapotranspirasi pada saat mencapai titik jenuh akan menjadi hujan yang jatuh ke permukaan bumi. Selanjutnya, melalui proses infiltrasi air akan meresap ke dalam tanah (membentuk air tanah (ground water flow) dan aliran bawah permukaan (sub surface flow)) atau langsung ke sungai, danau dan laut (membentuk air permukaan/surface flow).

Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan suatu wilayah daratan yang menerima air hujan dan mengalirkannya kembali melalui satu sungai utama

menuju ke hilir/muara yaitu berupa laut atau danau. Satu DAS dipisahkan dari wilayah lain di sekitarnya oleh pemisah alam berupa topografi (seperti punggung bukit), gunung dan lain sebagainya. Ekosistem suatu DAS biasanya terbagi ke dalam tiga bagian yaitu hulu, tengah dan hilir. Ekosistem DAS khususnya bagian hulu, merupakan bagian penting karena berfungsi sebagai daerah tangkapan air (water catchment area) yang diarahkan sebagai kawasan untuk perlindungan terhadap fungsi hidrologi. Supriadi (2000) menjelaskan bahwa kawasan hulu dari suatu DAS memiliki fungsi yang sangat penting, yaitu selain sebagai tempat penyedia air untuk dialirkan ke daerah hilir, (untuk kegiatan pertanian, industri dan pemukiman (water provision for regional economy)), juga berfungsi dalam memelihara keseimbangan ekologis yaitu sebagai sistem penunjang kehidupan.

Kemampuan daya dukung pemanfaatan lahan hulu bersifat terbatas, kegiatan pembangunan yang tidak terkendali di kawasan hulu dari suatu DAS seperti konversi lahan bervegetasi/berhutan serta aktifitas merubah lanskap tidak hanya akan memberikan dampak negatif di wilayah di mana kegiatan tersebut berlangsung, namun juga dapat menimbulkan dampak di daerah hilir berupa banjir dan kekeringan. Asdak (2002) menjelaskan bahwa DAS hulu seringkali menjadi fokus perencanaan pengelolaan DAS mengingat bahwa daerah hulu dan hilir mempunyai keterkaitan biofisik melalui daur hidrologi.

Daerah Aliran Sungai Cisadane merupakan salah satu DAS di Propinsi Jawa Barat yang berhulu di Gunung Gede-Pangrango dan Halimun-Salak serta Daerah Aliran Sungai Cisadane merupakan salah satu DAS di Propinsi Jawa Barat yang berhulu di Gunung Gede-Pangrango dan Halimun-Salak serta

Dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Propinsi Jawa Barat (2010) dijelaskan bahwa Wilayah Sungai Ciliwung-Cisadane memiliki potensi

sumberdaya air permukaan sebesar 5,5 miliyar m 3 /tahun (mencakup 4 DAS yaitu DAS Ciliwung, DAS Cisadane, DAS Kali Buaran dan DAS Kali Bekasi) yang

berdasarkan hasil kajian pada tahun 2001 mempunyai kondisi sangat kritis, dimana rasio aliran mantap atau perbandingan antara kebutuhan air dan ketersediaan air/kondisi debit aliran sungai yang diharapkan selalu ada sepanjang tahun, namun saat ini kondisi keempat DAS tersebut telah berbeda lebih dari 100%. Hal tersebut tentunya sangat kontras dengan kenyataan bahwa kawasan Bodebek-Punjur merupakan kawasan yang mempunyai potensi perkembangan yang sangat pesat baik dari aspek pertumbuhan penduduk maupun laju pertumbuhan ekonominya yang selalu di atas Jawa Barat (Bapeda Propinsi Jawa Barat, 2004).

Daerah Tangkapan Air (DTA) Cipopokol merupakan salah satu daerah tangkapan air dari Sub DAS Cisadane hulu yang saat ini telah banyak mengalami perubahan penutupan lahan. Penutupan lahan yang idealnya sebagai kawasan resapan air, telah berubah fungsi menjadi peruntukan lain seperti pemukiman, perkebunan, lahan pertanian dan lain sebagainya. Kondisi ini membawa pengaruh yang cukup nyata bagi kemampuan tanah untuk meresapkan air hujan ataupun memperkecil terjadinya erosi. Menurut www.jatam.org (2004), saat ini luas kawasan hutan yang ada di DAS Cisadane hanya sekitar 12% dan telah telah jauh dari kondisi ideal yang ditetapkan yaitu sebesar 30% dari luas DAS. Pengurangan luas kawasan hutan di DAS Cisadane lebih banyak disebabkan oleh adanya kegiatan penebangan di daerah hulu serta perubahan penggunaan lahan akibat meningkatnya kebutuhan masyarakat akan lahan untuk pertanian dan hunian.

Perubahan penutupan lahan di suatu daerah aliran sungai khususnya lahan hutan dapat menimbulkan berbagai macam dampak diantaranya yaitu tingginya nilai erosi dan fluktuasi debit, sehingga dalam hal ini pendugaan nilai erosi dan sedimen sangat diperlukan. Salah satu metode yang digunakan untuk menduga besarnya nilai erosi dan sedimen yaitu melalui pendekatan model hidrologi. Harto (1993) menyatakan bahwa model hidrologi merupakan sajian sederhana (simple representation) dari sebuah sistem hidrologi yang kompleks. Model hidrologi Areal Nonpoint Source Watershed Environment Response Simulation (ANSWERS) yang diperkenalkan oleh Beasley dan Huggins pada tahun 1991, merupakan salah satu model hidrologi yang disebut model terdistribusi artinya memiliki parameter yang dapat mewakili variabilitas keruangan dan waktu (space and time).

Keunggulan model hidrologi ANSWERS dibandingkan dengan model hidrologi lainnya adalah mampu melakukan evaluasi dan merumuskan letak tata guna lahan sesuai dengan aspek konservasi. Beberapa penelitian yang telah dilakukan dengan menggunakan model hidrologi ANSWERS masih menggunakan cara yang masih sangat sederhana terutama dalam kegiatan perolehan data, sehingga diperlukan suatu metode yang dapat diaplikasikan ke dalam model hidrologi ANSWERS, metode yang dimaksud adalah Sistem Informasi Geografis dan Penginderaan Jauh.

Penginderaan Jauh (remote sensing) merupakan suatu teknologi yang mampu melakukan pemantauan dan identifikasi segala macam hal yang ada di permukaan bumi melalui citra satelit maupun foto udara yang diolah dengan menggunakan fasilitas Sistem Informasi Geografis (SIG). Aplikasi Sistem Informasi Geografis dan Penginderaan Jauh semakin berkembang luas, mulai dari analisis dan modeling dari data-data spasial hingga inventarisasi dan pengolahan data yang sederhana. Aplikasi SIG dan penginderaan jauh diharapkan akan sangat bermanfaat untuk diterapkan dalam model hidrologi ANSWERS terutama untuk membantu dalam memperoleh masukan atau input data serta dapat memetakan penyebaran kelas erosi dan sedimentasi. Dengan kata lain teknologi penginderaan jauh dan SIG akan sangat efektif dan efisien dalam membantu memberikan gambaran mengenai kondisi DAS sehingga diharapkan dapat membantu dalam menentukan tindakan pengelolaan bagi kegiatan rehabilitasi lahan khususnya di DTA Cipopokol Sub DAS Cisadane hulu.

Tujuan Penelitian

1. Mengkombinasikan Sistem Informasi Geografis (SIG) dan Penginderaan Jauh dalam aplikasi model hidrologi ANSWERS.

2. Memprediksi besarnya erosi dan sedimentasi di Daerah Tangkapan Air Cipopokol dengan menggunakan model hidrologi ANSWERS.

3. Memetakan tingkat penyebaran Erosi dan sedimentasi di Daerah Tangkapan Air Cipopokol.

Manfaat Penelitian

Pendugaan erosi dan sedimentasi diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai kondisi Daerah Tangkapan Air Cipopokol yang merupakan bagian Hulu dari DAS Cisadane sehingga dapat menjadi dasar pertimbangan dalam menentukan tindakan pengelolaan selanjutnya, terutama bagi kegiatan rehabilitasi di Daerah Tangkapan Air Cipopokol Sub DAS Cisadane Hulu.

TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Umum Daerah Aliran Sungai (DAS)

Daerah Aliran Sungai (Watershed) didefinisikan sebagai suatu wilayah daratan yang menerima air hujan, menampung dan mengalirkannya melalui satu sungai utama ke laut dan atau ke danau. Satu DAS, biasanya dipisahkan dari wilayah lain di sekitarnya (DAS-DAS lain) oleh pemisah alam topografi (seperti punggung bukit dan gunung. Suatu DAS terbagi lagi ke dalam sub DAS yang merupakan bagian DAS yang menerima air hujan dan mengalirkannya melalui anak sungai ke sungai utamanya (Dirjen Reboisasi & Rehabilitasi Lahan, 1998).

Asdak (2002) menyatakan pengertian DAS sebagai suatu wilayah daratan yang secara topografik dibatasi oleh punggung-punggung gunung yang menampung dan menyimpan air hujan untuk kemudian menyalurkannya ke laut melalui sungai utama. Wilayah daratan tersebut dinamakan Daerah Tangkapan Air (DTA) atau Water Catchment Area yang merupakan suatu ekosistem dengan unsur utamanya terdiri atas sumberdaya alam (tanah, air, dan vegetasi) dan sumberdaya manusia sebagai pemanfaat sumberdaya alam.

DAS merupakan suatu wilayah tertentu yang bentuk dan sifat alamnya merupakan satu kesatuan ekosistem, termasuk didalamnya hidrologi dengan sungai dan anak-anak sungainya yang berfungsi sebagai penerima, penampung dan penyimpan air yang berasal dari hujan dan sumber lainnya. Sungai atau aliran sungai sebagai komponen utama DAS didefinisikan sebagai suatu jumlah air yang mengalir sepanjang lintasan di darat menuju ke laut sehingga sungai merupakan suatu lintasan dimana air yang berasal dari hulu bergabung menuju ke satu arah yaitu hilir (muara). Sungai merupakan bagian dari siklus hidrologi yang terdiri dari beberapa proses yaitu evaporasi atau penguapan air, kondensasi dan presipitasi (Haslam, 1992).

Dalam mempelajari ekosistem DAS, biasanya terbagi atas daerah hulu, tengah dan hilir. Secara biogeofisik, daerah hulu, tengah dan hilir dicirikan oleh hal-hal sebagai berikut (Asdak, 2002):

• Daerah hulu dicirikan sebagai daerah konservasi, memiliki kerapatan drainase tinggi, kemiringan lereng besar (> 15%), bukan merupakan daerah banjir, pemakaian air ditentukan oleh pola drainase dan jenis vegetasi umumnya merupakan tegakan hutan.

• Daerah hilir dicirikan sebagai daerah pemanfaatan, memiliki kerapatan drainase kecil, kemiringan lereng sangat kecil (< 8%), di beberapa tempat merupakan daerah banjir (genangan), pemakaian air ditentukan oleh bangunan irigasi, jenis vegetasi didominasi oleh tanaman pertanian kecuali daerah estuaria yang didominasi oleh hutan bakau atau gambut.

• Daerah tengah merupakan daerah transisi dari kedua karakteristik biogeofisik DAS yang berbeda antara hulu dan hilir. Mengacu pada pengertian DAS dalam uraian tersebut, maka di dalam suatu DAS, terdapat berbagai komponen sumberdaya, yaitu sumberdaya alam (natural capital) (terdiri dari udara/atmosphere, tanah dan batuan penyusunnya, vegetasi, satwa), sumberdaya manusia/human capital (beserta pranata institusi formal maupun informal masyarakat/social capital)) dan sumberdaya buatan/man made capital yang satu sama lainnya saling berinteraksi (interaction) (Putro et al., 2003)

Dalam pengelolaannya, suatu DAS memerlukan konsep pengelolaan yang tidak hanya terbatas pada batasan wilayah pembangunan atau administrasi, melainkan berdasarkan pada batasan wilayah ekologi. Namun dalam kenyataannya, kegiatan pengelolaan DAS seringkali dibatasi oleh batasan-batasan politis atau adminstrasi (negara, provinsi, kabupaten) dan kurang dimanfaatkannya batas-batas ekosistem alamiah. Asdak (2002) menyatakan bahwa beberapa aktivitas pengelolaan DAS yang diselenggarakan di daerah hulu seperti kegiatan pengelolaan lahan yang mendorong terjadinya erosi, pada gilirannya akan menimbulkan dampak di daerah hilir (dalam bentuk pendangkalan sungai atau saluran irigasi karena pengendapan sedimen yang berasal dari erosi di daerah hulu). Peristiwa degradasi lingkungan seperti di atas jelas akan mengabaikan penetapan batas-batas politis sebagai batas pengelolaan sumberdaya alam.

Konsep Dasar dan Model Hidrologi

Konsep Dasar Hidrologi

Hidrologi didefinisikan sebagai ilmu yang berkaitan dengan air bumi, terjadinya peredaran dan agihannya, sifat-sifat kimia dan fisikanya, dan reaksinya dengan lingkungannya termasuk hubungannya dengan makhluk hidup (International Glossary of Hydrology dalam Seyhan, 1990). Secara ringkas, Lee

(1990) menyatakan bahwa hidrologi adalah ilmu mengenai air dan fenomena yang berkaitan dengan air.

Konsep dasar mengenai ilmu hidrologi sangat berkaitan dengan siklus hidrologi. Daur atau siklus hidrologi diberikan batasan sebagai suksesi tahapan- tahapan yang dilalui air dari atmosfer ke bumi dan kembali lagi ke atmosfer. Presipitasi dalam segala bentuk (salju, hujan batu es, hujan dan lain-lain) jatuh ke atas vegetasi, batuan gundul, permukaan tanah, permukaan air dan saluran- saluran sungai (presipitasi saluran). Air yang jatuh pada vegetasi mungkin diintersepsi (yang kemudian berevaporasi dan/atau mencapai permukaan tanah dengan menetes saja maupun sebagai aliran batang) selama suatu waktu atau secara langsung jatuh pada tanah (through fall) khususnya pada kasus hujan dengan intensitas tinggi dan lama. Sebagian besar presipitasi berevaporasi selama perjalanannya dari atmosfer dan sebagian pada permukaan tanah. sebagian dari prsipitasi yang membasahi permukaan tanah akan berinfiltrasi ke dalam tanah dan bergerak menurun sebagai perkolasi ke dalam mintakat jenuh di bawah muka air tanah. air ini secara perlahan berpindah melalui akifer ke saluran-saluran sungai. Beberapa air yang berinfiltrasi bergerak menuju dasar sungai tanpa mencapai muka air tanah sebagai aliran bawah permukaan. Air yang berinfiltrasi juga memberikan kehidupan pada vegetasi sebagai lengas tanah. Beberapa dari lengas ini diambil oleh vegetasi dan transpirasi berlangsung dari stomata daun.

Setelah bagian presipitasi yang pertama yang membasahi permukaan tanah dan berinfiltrasi, suatu selaput air yang tipis dibentuk permukaan tanah yang disebut detensi permukaan/lapis air. Selanjutnya detensi permukaan menjadi lebih tebal (lebih dalam) dan aliran air mulai dalam bentuk laminer. Dengan bertambahnya kecepatan aliran, aliran air menjadi turbulen (deras). Air yang mengalir disebut sebagai limpasan permukaan. Selama perjalanannya menuju dasar sungai, bagian dari limpasan permukaan akan disimpan pada depresi permukaan yang disebut sebagai cadangan depresi. Akhirnya limpasan permukaan mencapai saluran sungai dan menambah debit sungai.

Air pada sungai mungkin berevaporasi secara langsung ke atmosfer atau mengalir kembali ke dalam laut dan selanjutnya berevaporasi. Kemudian, air ini nampak kembali pada permukaan bumi sebagai presipitasi (Seyhan, 1990)

Model Hidrologi

Rauf (1994) menjelaskan bahwa model hidrologi adalah sebuah gambaran sederhana dari suatu sistem hidrologi yang aktual. Dooge dalam Harto (1993) menyatakan pengertian sistem sebagai suatu struktur, alat, skema atau prosedur, baik riil maupun abstrak, yang dikaitkan dalam satu refrensi waktu tertentu sebuah masukan atau sebab, tenaga atau informasi dengan keluaran pengaruh atau tanggapan secara menyeluruh.

Tujuan penggunaan model dalam hidrologi diantaranya : (1) peramalan (forecasting), termasuk didalamnya untuk sistem peringatan dan manajemen. Peramalan memberikan maksud bahwa baik besaran ataupun waktu kejadian yang dianalisis berdasar cara probabilistik, (2) perkiraan (prediction), memberikan pengertian bahwa besaran kejadian dan waktu hipotetik (hypothetical future time), (3) sebagai alat deteksi dalam masalah pengendalian. Dengan sistem yang telah pasti dan keluaran yang diketahui maka masukan dapat dikontrol dan diatur, (4) sebagai alat pengenal (identification tool) dalam masalah perencanaan (planning), (5) eksplorasi data/informasi, (6) perkiraan lingkungan akibat perilaku manusia yang berubah/meningkat dan (7) penelitian dasar dalam proses hidrologi (Harto, 1993).

Pendekatan model hidrologi umumnya bertujuan untuk mempelajari fungsi dan respon suatu DAS dari berbagai masukan. Model hidrologi merupakan salah satu pendekatan yang disimulasikan dalam kegiatan pengelolaan DAS yang diformulasikan dari masing-masing perubahan tata guna lahan. Contoh beberapa model hidrologi yang berkembang saat ini diantaranya adalah Universal Soil Loss Equation (USLE) yang kemudian disempurnakan menjadi Revised Universal Soil Loss Equation (RUSLE).

Dalam permodelan hidrologi metode USLE dan RUSLE termasuk model empiris yang bersifat lumped dimana parameter dan variabel masukan, keluaran dan besaran yang mewakilinya tidak memiliki variabilitas keruangan atau spatial (Harto, 1993). Selanjutnya, Beasley dan Huggins (1991) memperkenalkan model Areal Nonpoint Source Watershed Environment Response Simulation (ANSWERS). ANSWERS merupakan suatu model hidrologi yang dapat digunakan untuk mengevaluasi dan merumuskan letak dari tata guna lahan yang sesuai dengan aspek konservasi dan telah memenuhi besaran parameter yang mewakili variabilitas keruangan dan waktu (space and time) atau disebut juga model terdistribusi yang selanjutnya dikembangkan oleh Environmental

Protection Agency (EPA) dibawah Purdue Agricultural Experiment Station. Jenis model hidrologi yang sejenis dengan model ANSWERS diantaranya Modified Universal Soil Loss Equation (MUSLE) dan Agricultural Nonpoint Source Pollution Model (AGNPS).

ANSWERS merupakan model simulasi karakteristik DAS, dimana biasanya digunakan untuk mengevaluasi kondisi DAS yang didominasi oleh lahan pertanian pada saat kejadian hujan tertentu. Aplikasi utama dari model ANSWERS adalah simulasi perencanaan dan evaluasi strategi untuk mengendalikan erosi. Satu dari karakteristik model hidrologi ini adalah pendekatan distribusi parameter yang menggunakan variabel spasial yaitu topografi, tanah, tataguna lahan dan parameter lainnya yang mempengaruhi distribusi parameter DAS dalam suatu logaritma komputasi.

Struktur model ANSWERS didasarkan pada hipotesis bahwa laju aliran di setiap titik di dalam DAS memiliki hubungan fungsional dengan parameter- parameter hidrologi yang mengendalikannya seperti intensitas hujan, topografi, jenis tanah dan penggunaan lahan. Oleh sebab itu didalam permodelan ANSWERS, suatu DAS diekspresikan sebagai kumpulan dari setiap elemen bujur sangkar yang disebut grid yang diasumsikan homogen yang memiliki parameter hidrologi dan erosi yang sama, sehingga variabilitas ruang di dalam DAS dapat diperhitungkan (Beasley dan Huggins, 1991).

Penggunaan model ANSWERS untuk menduga nilai erosi dan sedimentasi telah banyak diuji coba dan diuji akurasinya oleh pakar hidrologi seperti Beasley et al. (1982), Dilaha et al. (1982), Ginting dan Ilyas (1997) yang masing-masing dilakukan pada DAS pertanian (714 ha), DAS konstruksi (43 ha) dan DAS berhutan (77.242,8 ha) (Sukresno et al., 2002).

Kelebihan model ANSWERS dibandingkan dengan model hidrologi lainnya adalah mampu menganalisa parameter distribusi yang dipergunakan dan dapat memberikan hasil simulasi akurat tarhadap sifat daerah tangkapan, mampu memberikan keluaran berupa limpasan, sedimen dari suatu DAS. Berbagai asumsi yang digunakan dalam model ini diantaranya yaitu: erosi tidak terjadi di lapisan bawah permukaan, sedimen dari suatu elemen ke elemen yang lain akan meningkatkan lapisan permukaan elemen tempat pengendapan, pada segmen saluran atau sungai tidak terjadi erosi akibat hempasan butir hujan dan penghancuran tanah dalam saluran akibat hujan diasumsikan tidak ada. Namun demikian, model ANSWERS ini masih mempunyai keterbatasan untuk diterapkan Kelebihan model ANSWERS dibandingkan dengan model hidrologi lainnya adalah mampu menganalisa parameter distribusi yang dipergunakan dan dapat memberikan hasil simulasi akurat tarhadap sifat daerah tangkapan, mampu memberikan keluaran berupa limpasan, sedimen dari suatu DAS. Berbagai asumsi yang digunakan dalam model ini diantaranya yaitu: erosi tidak terjadi di lapisan bawah permukaan, sedimen dari suatu elemen ke elemen yang lain akan meningkatkan lapisan permukaan elemen tempat pengendapan, pada segmen saluran atau sungai tidak terjadi erosi akibat hempasan butir hujan dan penghancuran tanah dalam saluran akibat hujan diasumsikan tidak ada. Namun demikian, model ANSWERS ini masih mempunyai keterbatasan untuk diterapkan

de Roo dalam Kusumadewi (2002) menjelaskan bahwa di dalam ANSWERS, sejumlah hujan yang turun, sebagian diintersepsi oleh kanopi vegetasi (dengan penutupan PER) sampai potensial simpanan intersepsi (PIT) terjadi. Apabila laju curah hujan yang turun lebih besar dari laju intersepsi, infiltrasi ke dalam tanah dimulai. Laju infiltrasi dipengaruhi oleh kandungan air tanah mula-mula, porositas tanah total, kandungan air tanah pada kondisi kapasitas lapang, laju infiltrasi pada saat konstan, laju infiltasi awal dan kedalaman zona kontrol infiltrasi. Penurunan laju infiltrasi secara eksponensial dan meningkatnya kandungan air tanah menyebabkan tercapainya suatu titik ketika laju hujan yang turun lebih besar dari laju infiltrasi dan intersepsi. Jika kondisi ini terjadi, air mulai mengumpul di atas permukaan dalam depresi mikro (retention storage) yang dipengaruhi oleh peubah kekasaran permukaan RC dan HU. Jika retensi permukaan melebihi kapasitas depresi mikro maka akan terjadi limpasan permukaan (dipengaruhi oleh nilai n Manning, kelerengan dan arah aliran). Laju infiltrasi tetap akan dicapai bila lama dan intensitas kejadian hujan relatif besar. Pada saat hujan reda, proses infiltrasi berlangsung sampai air dalam simpanan depresi sudah tidak tersedia lebih lama lagi. Penghancuran dan pengangkutan partikel tanah disebabkan oleh dampak butiran hujan yang jatuh atau limpasan permukaan. Ada atau tidaknya partikel tanah yang dipindahkan tergantung besarnya sedimen dan kapasitas transpornya. Air dan sedimen yang dapat mencapai elemen yang memiliki saluran, selanjutnya akan diangkut menuju outlet DAS. Sedimentasi dalam saluran terjadi ketika besarnya kapasitas transpor telah dilewati.

Erosi dan Sedimentasi

Erosi merupakan proses terkikis dan terangkutnya tanah atau bagian- bagian tanah oleh media alami yang berupa air (air hujan). Sedangkan yang disebut sebagai sedimen adalah tanah dan bagian-bagian tanah yang terangkut dari suatu tempat yang tererosi. Faktor penentu erosi dan sedimentasi diantaranya adalah iklim, topografi dan sifat tanah serta kondisi vegetasi.

Erosi tanah merupakan suatu fenomena terpindahnya bagian tubuh tanah di suatu lokasi karena bekerjanya faktor-faktor erosi, baik erosi oleh air, angin, salju, serpihan, tumbuhan, binatang maupun manusia. Selanjutnya proses- Erosi tanah merupakan suatu fenomena terpindahnya bagian tubuh tanah di suatu lokasi karena bekerjanya faktor-faktor erosi, baik erosi oleh air, angin, salju, serpihan, tumbuhan, binatang maupun manusia. Selanjutnya proses-

1. Intensitas curah hujan, energi kinetik dan jumlah hujan.

2. Erodibilitas tanah yaitu mudah tidaknya pemecahan atau pengangkutan tanah oleh air hujan.

3. Topografi

4. Penutupan lahan yang meliputi jenis penggunaan lahan, persen penutupan lahan dan nilai kekeasaran permukaan.

5. Manusia sebagai pengendali dalam mengatur penggunaan lahan dan pengolahan tanah serta pengendali proses percepatan erosi. Secara deskriptif, Arsyad (1989) menjelaskan bahwa erosi merupakan

akibat interaksi dari faktor iklim, tanah, topografi, vegetasi dan aktifitas manusia terhadap sumberdaya alam. Definisi lain menjelaskan erosi sebagai peristiwa berpindahnya tanah dari suatu tempat ke tempat lain dengan media alam. Beberapa faktor yang dapat menyebabkan erosi tanah diantaranya yaitu karakteristik hujan, kemiringan lereng, tanaman penutup dan kemampuan tanah untuk menyerap dan melepas air ke dalam lapisan tanah dangkal. Erosi tanah memiliki kecenderungan kehilangan tanah lebih cepat dari proses erosi geologi.

Erosi yang dapat ditoleransikan memiliki arti bahwa erosi dapat diabaikan sepanjang area lahan produktif. Nilai toleransi erosi dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya iklim, kedalaman tanah, kondisi substrata, permeabilitas lapisan tanah dangkal dan karakteristik pertumbuhan tanaman. Dampak dari erosi tanah dapat diklasifikasikan dalam dua kategori yaitu menurunnya produktifitas lahan seiring dengan kehilangan lapisan tanah bagian atas yang subur serta terjadinya sedimentasi di sungai yang menyebabkan kerusakan saluran dan berkurangnya kapasitas tampungan

Arsyad (1989) menjelaskan bahwa sedimentasi merupakan proses terangkutnya atau terbawanya sedimen oleh suatu limpasan atau aliran air yang diendapkan pada suatu tempat yang kecepatan airnya melambat atau terhenti seperti pada saluran sungai, waduk, danau maupun kawasan tepi teluk/laut. Erosi berkaitan erat dengan sedimentasi, dimana sedimentasi merupakan hasil dari proses erosi yang mengendap di bagian bawah kaki bukit, di daerah Arsyad (1989) menjelaskan bahwa sedimentasi merupakan proses terangkutnya atau terbawanya sedimen oleh suatu limpasan atau aliran air yang diendapkan pada suatu tempat yang kecepatan airnya melambat atau terhenti seperti pada saluran sungai, waduk, danau maupun kawasan tepi teluk/laut. Erosi berkaitan erat dengan sedimentasi, dimana sedimentasi merupakan hasil dari proses erosi yang mengendap di bagian bawah kaki bukit, di daerah

Wischmeier and Smith dalam Suhartanto (2001) menyatakan bahwa berdasarkan mekanisme pergerakannya, sedimen dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu suspended load dimana partikel sedimen bergerak tersuspensi dalam aliran air dan bed load dimana partikel sedimen bergerak secara menggelinding dan melompat. Sedangkan menurut kondisi asalnya sedimen dapat dibagi menjadi dua macam yaitu bed materials transport, dimana material berasal dari saluran itu sendiri dan wash load dimana material tidak sama dengan sedimen bed load dan ditambah oleh material dari luar saluran.

Penutupan dan Penggunaan Lahan

Selama ini pengertian lahan sering diartikan sama dengan istilah tanah, dalam kenyataannya lahan memiliki pengertian yang jauh lebih luas dibandingkan dengan tanah. Tanah merupakan benda alami yang heterogen dan dinamis, merupakan interaksi hasil kerja antara iklim dan jasad hidup terhadap suatu bahan induk yang dipengaruhi oleh relief dan waktu (Arsyad, 1989).

Menurut Aldrich dalam Lo (1995) menyatakan lahan sebagai material dasar dari suatu lingkungan (situs) yang diartikan berkaitan dengan sejumlah karakteristik alami yaitu iklim, geologi, tanah, topografi, hidrologi dan biologi. Lebih lanjut dijelaskan, lahan adalah suatu lingkungan fisik yang meliputi tanah, iklim, relief, hidrologi dan vegetasi, dimana faktor-faktor tersebut mempengaruhi potensi penggunaannya, termasuk di dalamnya adalah akibat-akibat kegiatan manusia baik masa lalu maupun sekarang seperti reklamasi di daerah pantai, penebangan hutan, dan akibat-akibat lain yang merugikan seperti erosi dan akumulasi garam (Harjdjowigeno dalam Ismail, 2004).

Pengetahuan mengenai penggunaan dan penutupan lahan sangat dibutuhkan terutama dalam kegiatan perencanaan dan pengelolaan yang melibatkan sumberdaya alam. Istilah penutupan lahan (land cover) berkaitan erat dengan jenis kenampakan yang ada di permukaan bumi sedangkan penggunaan lahan (land use) lebih berkaitan erat dengan kegiatan manusia pada bidang lahan tertentu. Hal yang sama dikemukakan oleh Jamulya & Soenarto dalam Trenggono et al. (1999) bahwa penggunaan lahan sebagai setiap bentuk dan intervensi (campur tangan) manusia terhadap lahan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya baik material dan spiritual.

Burley dalam Lo (1995) menjelaskan penutupan lahan sebagai konstruksi vegetasi dan buatan yang menutup permukaan lahan. Konstruksi tersebut seluruhnya tampak secara langsung dari citra penginderaan jauh. Terdapat tiga kelas yang tercakup dalam penutupan lahan yaitu : (1) struktur fisik yang dibangun oleh manusia; (2) fenomena biotik seperti vegetasi alami, tanaman pertanian dan kehidupan binatang; (3) tipe pembangunan.

Lillesand & Kiefer (1990) menyatakan bahwa yang menjadi dasar dalam membedakan antara penutupan lahan dan penggunaan lahan adalah bahwa Informasi penutupan lahan dapat dikenal secara langsung dengan menggunakan penginderaan jauh yang tepat, informasi tentang kegiatan manusia pada lahan (penggunaan lahan) tidak selalu dapat ditafsir secara langsung dari penutupan lahannya. Ukuran minimum suatu daerah yang dapat dipetakan dalam kelas penggunaan lahan atau penutupan lahan tergantung pada solusi dan resolusi foto udara atau citra satelit. Data mengenai penutupan lahan dapat diperoleh dengan melakukan klasifikasi citra, dimana masing-masing kenampakan yang terdapat didalam citra dapat diklasifikasikan menjadi kelas-kelas penutupan lahan. Klasifikasi lahan merupakan penyusunan lahan ke dalam kelas-kelas yang dipengaruhi oleh faktor karakteristik lahan, kualitas lahan, pengaruh dari pengelolaan pertanian, penggunaan lahan, potensi penggunaan lahan, kelayakan penggunaan lahan. Contoh pengelompokan tipe penggunaan atau penutupan lahan adalah sebagai berikut:

a. Lahan kekotaan atau bangunan, terbentuk oleh daerah yang digunakan secara intensif dan banyak lahan yang tertutup oleh struktur. Apabila obyek mempunyai lebih dari satu kategori, maka harus diambil kategori yang utama.

b. Lahan pertanian, dapat diartikan sebagai lahan yang penggunaannya terutama untuk menghasilkan makanan dan serabut.

c. Lahan hutan, daerah yang kepadatan tajuk pohonnya (persentase penutup tajuk) 10% atau lebih, batang pohonnya dapat menghasilkan kayu atau produksi kayu lainnya dan mempengaruhi iklim atau tata air lokal.

d. Air, terdiri dari sungai, kanal, danau, waduk, teluk, muara.

e. Lahan basah, daerah yang permukaan air tanahnya padat, dekat atau di atas permukaan lahan hampir sepanjang tahun.

f. Lahan gundul, lahan yang kemampuannya terbatas untuk mendukung kehidupan dan vegetasi atau penutup lainnya kurang dari sepertiga luas daerahnya. Lo (1995) menjelaskan bahwa salah satu faktor penting dalam

menentukan kesuksesan pemetaan penggunaan lahan dan penutupan lahan terletak pada pemilihan skema klasifikasi yang tepat dirancang untuk suatu tujuan tertentu. Skema klasifikasi yang baik harus sederhana didalam menjelaskan setiap kategori penggunaan lahan dan penutupan lahan. Selanjutnya, pemetaan penutupan dan penggunaan lahan membutuhkan keputusan bijak yang harus dibuat dan peta hasil tidak dapat dihindari mengandung beberapa derajat informasi yang digeneralisasi menurut skala dan tujan aplikasinya.

Sistem Informasi Geografis (SIG)

Pengertian SIG

Sistem Informasi Geografis (SIG) merupakan suatu sistem yang mampu mengumpulkan, menyimpan, mentransformasikan (mengedit, memanipulasi, menyetarakan format, dan lain sebagainya) (Kartasasmita, 2001). Definisi lain yang dikemukakan oleh Jaya (2002) menjelaskan SIG sebagai sebuah sistem yang berbasis komputer, terdiri dari perangkat keras berupa komputer (hardware), perangkat lunak (software), data geografis dan sumber daya manusia (brainware), yang mampu merekam, menyimpan, memperbaharui, dan menganalisis dan menampilkan informasi yang berreferensi geografis. Widjoyo dalam Bagja (2000) menyatakan SIG sebagai suatu sistem yang mampu mendeskripsikan obyek-obyek di permukaan bumi dalam tiga hal yaitu: data spasial yang berkaitan dengan koordinat geografi (contoh: lintang, bujur, Sistem Informasi Geografis (SIG) merupakan suatu sistem yang mampu mengumpulkan, menyimpan, mentransformasikan (mengedit, memanipulasi, menyetarakan format, dan lain sebagainya) (Kartasasmita, 2001). Definisi lain yang dikemukakan oleh Jaya (2002) menjelaskan SIG sebagai sebuah sistem yang berbasis komputer, terdiri dari perangkat keras berupa komputer (hardware), perangkat lunak (software), data geografis dan sumber daya manusia (brainware), yang mampu merekam, menyimpan, memperbaharui, dan menganalisis dan menampilkan informasi yang berreferensi geografis. Widjoyo dalam Bagja (2000) menyatakan SIG sebagai suatu sistem yang mampu mendeskripsikan obyek-obyek di permukaan bumi dalam tiga hal yaitu: data spasial yang berkaitan dengan koordinat geografi (contoh: lintang, bujur,

Kemampuan SIG

Definisi-definisi diatas menjelaskan bahwa secara umum SIG memiliki kemampuan dalam menangani data yang berreferensi geografis yang dapat dijelaskan secara sederhana pada gambar di bawah ini:

Pemasukan

Data

Manipulasi dan

Keluaran

Data

Pengelompokan Data

Tabel

Laporan Peta Storage

Pengukuran

Tabel lapangan

Retrieval

Data digital

Output lain

Input:

- Digitasi - Scanning

Processing

- Pengetikan Peta (tematik, - Transformasi

topografi,dll) Laporan

- Import

Informasi digital Citra satelit

(Softcopy)

Foto udara

Data lainnya

Gambar 1. Bagan alir sistem kerja dalam SIG (Prahasta, 2002 dimodifikasi)

1. Pemasukan Data

Burrough dalam Bagja (2000) menjelaskan bahwa input data merupakan proses pemasukan data ke dalam sistem komputer dimana data geografis dikodekan dan diubah ke dalam format digital sehingga dapat disimpan dan dimanipulasi. Prahasta (2002) menyatakan bahwa data input memiliki fungsi dalam mengkonversi dan mentransformasikan ke dalam format yang dapat digunakan oleh SIG.

Secara umum, bentuk data dalam SIG dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu data raster dan data vektor. Data raster adalah data dimana semua obyek disajikan secara sekuensial pada kolom dan baris dalam bentuk sel-sel Secara umum, bentuk data dalam SIG dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu data raster dan data vektor. Data raster adalah data dimana semua obyek disajikan secara sekuensial pada kolom dan baris dalam bentuk sel-sel

2. Manajemen Data

Prahasta (2002) menjelaskan manajemen data sebagai suatu kegiatan mengorganisasikan baik data spasial maupun data atribut ke dalam sebuah basis data sedemikan rupa sehingga mudah dipanggil, diupdate dan diedit. Setelah data diinput ke dalam SIG, data tersebut di koreksi dan diperbaiki serta dibuat topologi, yaitu menghubungkan data spasial dan data atribut sebelum disimpan untuk dianalisis.

3. Manipulasi dan Pengelompokan Data

Manipulasi merupakan kegiatan menentukan informasi yang dapat dihasilkan oleh SIG serta melakukan manipulasi dan permodelan untuk menghasilkan informasi yang diharapkan. Widjoyo dalam Bagja (2000) menyatakan bahwa fungsi manipulasi dan analisa data adalah memungkinkan pengguna data melakukan berbagai jenis kegiatan seperti mengubah bentuk data, melakukan perbaikan data, melakukan penampalan (overlay) data dan perhitungan aritmetik atau generalisasi tentang informasi yang diperoleh. Pada dasarnya, manipulasi dan analisis data yang terdapat dalam SIG diantaranya yaitu klasifikasi dan pengumpulan kembali sifat data, perbaikan geometri, rotasi, pemberian skala, kombinasi dan konversi, penempatan dan pembagian garis, konversi struktur data, analisis ruang dan hubungan secara statistik, pengukuran jarak dan arah, analisis statistik

4. Keluaran Data

Output data adalah suatu kegiatan menampilkan atau menghasilkan keluaran seluruh atau sebagaian basis data dalam bentuk softcopy maupun Hardcopy (tabel, grafik, peta, dan lain sebagainya).

Aplikasi SIG

Aplikasi SIG diberbagai bidang sampai saat ini semakin jauh berkembang. Prahasta (2002) menjelaskan beberapa hal yang menjadi alasan bahwa konsep dan aplikasi SIG sangat menarik untuk digunakan dalam berbagai bidang ilmu yaitu SIG sangat efektif, dapat digunakan sebagai alat bantu, mampu menguraikan unsur-unsur yang terdapat di permukaan bumi ke dalam bentuk beberapa layer atau coverage data spasial, memiliki kemampuan yang sangat baik dalam memvisualisasikan data spasial dan bentuk atribut-atributnya serta dapat menurunkan data-data secara otomatis tanpa keharusan untuk melakukan interpretasi secara manual.

SIG dapat diterapkan dalam berbagai bidang ilmu diantaranya yaitu dalam bidang perencanaan (perencanaan pemukiman, transmigrasi, perencanaan tata ruang wilayah, perencanaan kota, perencanaan lokasi dan relokasi industri, pasar, pemukiman), bidang kependudukan atau demografi, bidang lingkungan dan pemantauannya (pencemaran sungai, danau, laut, evaluasi pengendapan lumpur atau sedimen baik di sekitar danau, sungai/ pantai, permodelan pencemaran udara, limbah berbahaya), bidang sumberdaya alam (inventarisasi manajemen dan kesesuaian lahan untuk pertanian, perkebunan, kehutanan, perencanaan, tata guna lahan, analisa daerah rawan bencana alam) dan lain sebaginya.

Penginderaan Jauh (Remote Sensing)

Pengertian Penginderaan Jauh

Penginderaan jauh adalah suatu cara pemantauan tentang sifat dan kondisi suatu obyek atau fenomena alam di permukaan bumi untuk mendapatkan informasi tentang obyek itu sendiri ataupun sekitarnya tanpa harus kontak langsung dengan obyek tersebut melalui suatu alat (sensor) (Kartasasmita, 2001).

Kemampuan Penginderaan Jauh

Penginderaan jauh memiliki kemampuan dalam melakukan pemantauan untuk mendapatkan informasi. Informasi yang diperoleh adalah merupakan kenampakan suatu obyek yang dapat dilihat melalui foto udara atau citra satelit. Informasi-informasi tersebut diantaranya bentuk topografi (mencakup pola bentuk Penginderaan jauh memiliki kemampuan dalam melakukan pemantauan untuk mendapatkan informasi. Informasi yang diperoleh adalah merupakan kenampakan suatu obyek yang dapat dilihat melalui foto udara atau citra satelit. Informasi-informasi tersebut diantaranya bentuk topografi (mencakup pola bentuk

Komponen dasar suatu sistem penginderaan jauh yang ideal ditunjukkan dengan adanya suatu sumber tenaga yang seragam, atmosfer yang tidak mengganggu, sensor yang sempurna, serangkaian interaksi yang unik antara tenaga dengan benda di muka bumi, sistem pengolahan data tepat waktu, dan berbagai penggunaan data, namun dalam kenyataannya hal tersebut jarang terpenuhi (Lillesand & Kiefer, 1990).

Dalam kegiatannya, penginderaan jauh harus mempunyai alat untuk memperoleh data, tenaga penghubung dari obyek ke sensor, ada obyek ada sensor serta keluaran. Alat yang digunakan untuk memperoleh data berupa alat pengindera atau platform (pesawat terbang, satelit, pesawat ulang alik atau wahana lainnya). Sedangkan tenaga penghubung yang membawa data tentang obyek ke sensor berupa tenaga radiasi elektromagnetik. Antara tenaga dan obyek terjadi suatu interaksi, sehingga obyek, daerah/gejala di permukaan bumi dapat dikenali pada hasil rekaman dalam bentuk data penginderaan jauh yang dikumpulkan dan direkam berdasarkan variasi tenaga elektromagnetik. Hasil rekaman tersebut pada akhirnya sampai kepada pengguna data sesuai dengan tujuan masing-masing. Secara keseluruhan, penginderaan jauh disebut sebagai suatu sistem karena terdiri dari serangkaian komponen yaitu tenaga, obyek, sensor, data dan pengguna.

Aplikasi Penginderaan Jauh

Penggunaan data penginderaan jauh semakin populer dalam berbagai aplikasinya. Ada enam alasan yang dikemukakan oleh Sutanto dalam Pratondo (2001) mengapa penginderaan jauh semakin populer yaitu: