TERAPI LASER LOW-LEVEL TERHADAP ORAL MUKOSITIS,

BAB 4 TERAPI LASER LOW-LEVEL TERHADAP ORAL MUKOSITIS,

XEROSTOMIA DAN PAIN Dalam melakukan perawatan radioterapi, efek samping perawatan tidak dapat dihindari baik selama atau setelah perawatan berakhir. Efek perawatan ini akan sangat mengganggu keberhasilan perawatan dan kualitas hidup pasien. Untuk itu, para ahli telah memperkenalkan terapi Laser Low Level sebagai perawatan untuk kanker kepala dan leher termasuk radioterapi karsinoma tiroid yang dapat meminimalkan efek yang ditimbulkan. 4.1 Laser Low Level Laser merupakan singkatan dari Light Amplification by Stimulated Emission of Radiation. Pemakaian laser dalam bidang medis dimulai setelah laser untuk pertama kali ditemukan sekitar tahun 1960an. Zweng dan Goldman telah berhasil menggunakan laser ruby dan argon untuk penyakit pada mata dan kulit. 20,24 Penggunaan laser di kedokteran gigi sendiri sudah tidak termasuk baru lagi karena penggunaannya sendiri sudah lebih dari 20 tahun. 21 Sementara itu, penggunaan Laser Low Level pertama kali berkembang pada tahun 1967. 5 Dalam waktu 10 tahun terakhir ini, pemakaian LLLT ini telah berkembang pesat di Jepang dan Eropa. 21 Penggunaan kata “High Level Laser” memang sudah lama dikenal, tapi belakangan ini sebutan “ laser low level ” sudah mulai dikenal juga. Dimana laser ini umumnya dalam bentuk energi yang lebih kecil, Universitas Sumatera Utara lebih murah dan menggunakan power dalam satuan milliwatt, sekitar 1 – 500 mW. Terapi dengan menggunakan laser ini biasa disebut “ Low Level Laser Therapy ” atau hanya “ Therapy Laser ” atau “ Therapeutic Laser ”. Beberapa nama lain yang biasa digunakan adalah “soft laser” dan “low intensity level laser” mengingat terapi ini juga menunjukkan “biostimulation” dan “biomodulation”. 5,22 4.1.1 Klasifikasi Laser Laser diklasifikasikan berdasarkan 2 yaitu, berdasarkan medium perantara dan berdasarkan keamanannya. Berdasarkan medium perantaranya, laser dibagi atas : 23 Klasifikasi Laser Tipe Laser Medium Perantara Panjang Gelombang nm Klasifikasi Keamanannya Gas HeNe 633 I – IV Gas CO 2 10.600 IIIb – IV Gas Argon 488 – 514 IV Diode or Semiconductor AlGaAs 600 – 1000 IIIb Dye Tunable dye 577 IV Solid State Ruby 694 IV Solid State NdYag 1060 IV Excimer Dimer 351 IV Tabel 1. Klasifikasi Laser berdasarkan medium perantaranya 23 Sementara itu berdasarkan keamanannya, Laser dibagi atas : 23 Klasifikasi Keamanan Laser Golongan Dayamw Jenis Cahaya Keterangan I 0,5 Cahaya tak tampak Aman II 1 Cahaya tampak Aman, tetapi bersifat sementara IIIa 5 Cahaya tak tampak Menimbulkan Efek Photochemical IIIb 500 Cahaya tak tampak Photobiomodulation, tidak ada efek photothermal dan tidak ada kerusakan pada kulit, tapi berpotensi menimbulkan kerusakan pada mata Universitas Sumatera Utara IV 500 Cahaya tak tampak Timbulnya efek photothermal, dapat menyebabkan kerusakan pada kulit, mata, serta penggunaannya harus betul – betul diperhatikan Tabel 2. Klasifikasi laser berdasarkan keamanannya 23 4.1.2 Penggunaan Laser Low Level Laser low level biasanya digunakan untuk mengurangi pain, inflamasi dan edema, meningkatkan proses penyembuhan luka dan syaraf serta mencegah kerusakan jaringan. 24 Laser low level biasanya menggunakan Visible Light dengan panjang gelombang antara 600 – 830 nm sekitar Red dan Near Infrared Spektrum yang biasanya aman dan tidak berbahaya bagi organ, sel atau kulit. 22 Diantara jenis – jenis laser diatas, tipe terapi laser yang biasa digunakan adalah tipe Gas Laser yaitu HeNe, CO 2 dan Argon laser. 5,11,24 Semakin berkembangnya ilmu pengetahuan, laser low level pun sekarang sudah banyak digunakan di bidang Kedokteran Gigi diantaranya untuk perawatan hipersensitif, herpes simplex, TMD, trigeminal neuralgia, perawatan periodontal, serta digunakan untuk mengurangi insiden oral mukositis, xerostomia serta pain yang merupakan efek dari terapi radiasi pada kanker kepala dan leher. 5,20 Pada sub bab dibwah ini akan dijelaskan penggunaan laser low level yang dapat mengurangi insiden oral mukositis, xerostomia dan pain yang diakibatkan oleh efek dari radioterapi karsinoma tiroid. Universitas Sumatera Utara 4.2 Terapi Laser Low Level Untuk Oral Mukositis Sejak dikenalnya terapi laser low level di bidang kedokteran gigi, telah banyak ilmuwan – ilmuwan yang melakukan penelitian mengenai penggunaan laser low level dan efek yang ditimbulkannya. Diantaranya adalah penelitian yang telah dilakukan oleh Ciais et all di Prancis 1994 – 1998, dan Carlos de Oliveira Lopes et all di Brazil 2002. Mereka melakukan penelitiannya dengan menggunakan laser low level jenis He-Ne dan InGaAIP laser. Didapati hasil yang signifikan dalam pengurangan insiden oral mukositis, xerostomia dan pain. Berikut akan dibahas metode dan hasil yang diperoleh dari penelitian – penelitian tersebut. 6,8,9 4.2.1 Penelitian dengan Menggunakan He-Ne laser low level Antara bulan September 1994 sampai Maret 1998 Ciais et all melakukan penelitian mengenai efek penggunaan laser low level terhadap pasien yang mengalami karsinoma kepala dan leher. Tujuannya adalah untuk menentukan apakah penggunaan He-Ne laser low level dapat mengurangi atau mencegah oral mucositis yang disebabkan oleh radioterapi. Dalam penelitian tersebut diambil 30 pasien yang terdiri dari 26 orang laki – laki dan 4 orang perempuan dengan rata – rata berumur 60,4 tahun range 36 – 78 tahun secara random. 8,9 Selanjutnya pasien ini dibagi atas 2 kelompok secara random masing – masing 15 orang, dimana salah satu kelompok tersebut dilakukan perawatan dengan menggunakan laser sedangkan kelompok lainnya tanpa penggunaan laser. Kelompok dengan menerima laser diberikan perawatan laser sebanyak 5 hari setiap minggu selama 7 minggu radioterapi. He-Ne laser low level ini menggunakan panjang Universitas Sumatera Utara gelombang 632,8 nm dengan power 60 mW dan rata – rata energi yang diterima 2 Jcm 2 . 8,9 Sementara itu, pada kelompok tanpa pemberian laser, tetap diberikan perawatan radioterapi sebesar 65 Gy dengan 2 Gyfraksi serta 5 fraksi selama seminggu. Namun, operator tetap menunjukkan sikap seolah – olah mereka juga menerima laser agar pasien tidak tahu jika mereka sedang di teliti. Dimana hal ini akan mempengaruhi hasil penelitiannya. Baik pada kelompok dengan atau tanpa laser, sebelum dilakukan perawatan tersebut sudah terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan oral dan perawatan pencegahan dental. Selama menjalani perawatan pasien juga disarankan untuk tetap melakukan pemeliharaan oral hygiene. Kemudian operator melakukan observasi tiap minggu untuk melihat perubahan – perubahan yang terjadi pada pasien tersebut. 8,9 Dari hasil penelitian dan observasinya diketahui bahwa pada kelompok pasien tanpa menggunakan laser oral mukositis terlihat pada minggu ke 2 dan puncaknya terjadi pada minggu ke 5. Dari 15 orang pasien pada kelompok tersebut diperoleh 13 pasien menderita mukositis grade 3 dan 2 pasien menderita mukositis grade 2. Pada kelompok pasien dengan menggunakan laser juga mulai terlihat mukositis pada minggu ke 2 dengan puncaknya pada minggu ke 5, akan tetapi dari 15 pasien yang menderita mukositis grade 3 hanya 5 pasien, sedangkan yang lainnya 9 pasien menderita grade 2 dan 1 pasien mukositis grade 1. Hasil ini membuktikan adanya penurunan insiden mukositis yang signifikan dengan menggunakan laser low level. 8,9 Berikut ini ada gambaran distribusi perkembangan mukositis dari minggu awal sampai minggu 7 perawatan. Universitas Sumatera Utara Gambar 8 : Distribusi perkembangan Mukositis 9 4.2.2 Penelitian dengan Menggunakan InGaAIP laser Penelitian dengan menggunakan InGaAIP laser memiliki metode yang mirip dengan menggunakan He-Ne laser, dimana Carlos et all mengumpulkan 60 pasien dengan rata – rata umur 21 tahun secara random. Kemudian pasien ini dibagi atas 2 kelompok, 29 pasien dalam kelompok “control” yaitu tanpa pemberian laser, dan 31 pasien dalam kelompok dengan penggunaan laser. Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret sampai September 2002. 6 Pada kelompok pasien dengan laser, laser yang digunakan adalah laser tipe InGaAIP yang memiliki panjang gelombang 685 nm dengan power 50 mW dan rata – rata energi yang diterima 2 Jcm 2 . Kelompok yang tanpa pemberian laser menggunakan dosis total radiasi sekitar 45 – 72 Gy selama 25 – 40 hari dengan rata – rata dosis per hari 1,8 – 2 Gy. Perawatan ini dilakukan selama 4 minggu dan tetap dilakukan observasi selama perawatan berlangsung. 6 Universitas Sumatera Utara Selama 4 minggu menjalani perawatan, didapati perbedaan yang signifikan pada hasil observasi kedua kelompok terhadap insiden mukositis. Pada kelompok tanpa pemberian laser, awal minggu pertama perawatan dicatat rata – rata skore mukositisnya 0,4, setelah 4 minggu meningkat menjadi 1,8 dan pada akhir perawatan tetap dengan skore 1,8. Sementara itu, pada kelompok dengan menggunakan laser diperoleh rata – rata skore mukositis pada minggu awal 0,3, setelah 4 minggu meningkat menjadi 0,7 dan pada akhir perawatan menjadi 0,8. Nilai ini jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan perawatan tanpa menggunakan laser, karena semakin tinggi skore mukositisnya maka semakin tinggi tingkat keparahannya. 6 4.3 Terapi Laser Low Level Untuk Xerostomia Penggunaan laser low level untuk mengurangi insiden xerostomia yang merupakan efek radioterapi juga dilakukan dengan menggunakan laser InGaAIP yang dilakukan oleh Carlos et all. Metode yang digunakan juga sama dengan metode yang digunakan pada oral mukositis dengan menggunakan 60 pasien yang dibagi atas 2 kelompok, yaitu satu kelompok dengan menggunakan laser InGaAIP dan satu kelompok lagi tanpa menggunakan laser. 6 Evaluasi terhadap penurunan xerostomia dilihat dari kemampuan kelenjar saliva dalam menstimulasi salivanya. Evaluasi xerostomia dilakukan dengan menggunakan alat sialometry. Sebelumnya dilakukan evaluasi dini terhadap tingkat produksi saliva pada hari pertama dimulainya perawatan yang nantinya digunakan sebagai indikatornya. Selanjutnya pengukurannya dilakukan pada hari ke 15 dan pada saat terakhir perawatan. 6 Universitas Sumatera Utara Dari evaluasi tersebut diperoleh data, pada kelompok tanpa pemberian laser kemampuan kelenjar saliva dalam menstimulasi salivanya pada awal perawatan dengan skore 4,2 pada akhir perawatan menjadi 1,5 dan setelah beberapa lama berakhirnya perawatan meningkat menjadi 1,7. Sementara itu, pada kelompok dengan pemberian laser diperoleh data awal perawatan skore kemampuan kelenjar saliva menstimulasi salivanya 4,5, menurun pada akhir perawatan 4,1 dan mengalami peningkatan beberapa lama setelah perawatan menjadi 4,6. Dari sini terlihat bahwa kemampuan kelenjar saliva dalam menstimulasi saliva pada kelompok pasien dengan laser jauh lebih tinggi dibandingkan dengan pasien tanpa laser. Hal ini bisa dilihat dari data dimana skore kemampuan stimulasi saliva pada terapi dengan laser lebih tinggi dibandingkan dengan tanpa laser. 6 4.4 Terapi Laser Low Level Untuk Pain Penurunan insiden pain yang disebabkan oleh terapi radiasi juga ditunjukkan baik dengan menggunakan He-Ne Laser maupun dengan menggunakan InGaAIP laser. Pain selain ditimbulkan karena karsinomanya bisa juga ditimbulkan oleh karena adanya oral mukositis dan xerostomia sebagai efek dari terapi radiasi. Jadi, jika dengan menggunakan laser low level oral mukositis dan xerostomia dapat dikurangi, maka secara otomatis insiden pain pun akan berkurang. 5,6,8,9 Pada penelitian dengan menggunakan He-Ne laser penurunan skore pain dapat digambarkan dari diagram berikut ini : Universitas Sumatera Utara Gambar 9 : Perbandingan penurunan score pain pada kedua kelompok 9 Pada penggunaan InGaAIP laser juga dicatat adanya penurunan skore pain pada kelompok dengan laser jika dibandingkan dengan kelompok tanpa laser. Dimana pada kelompok tanpa laser skore pain yang dievaluasi setelah 4 minggu perawatan 2,2, sedangkan pada kelompok dengan laser skore pain hanya mencapai 0,9. 6 Universitas Sumatera Utara

BAB 5 KESIMPULAN