Faktor-faktor yang Menyebabkan Perubahan Sosial budaya

Terjadinya gempa bumi, angin topan, banjir besar dan lain-lain mungkin menyebabkan bahwa masyarakat-masyarakat yang mendiami daerah tersebut terpaksa harus meninggalkan tempat tinggalnya. Apabila masyarakat tersebut mendiami tempat tinggalnya yang baru, maka mereka harus menyesuaikan diri dengan keadaan alam yang baru tersebut. Kemungkinan hal tersebut mengakibatkan terjadinya perubahan-perubahan pada lembaga- lembaga kemasyarakatannya. Suatu masyarakat yang mula-mula hidup dari berburu, kemudian meninggalkan tempat tinggalnya karena tempat tersebut dilanda banjir besar. Mereka kemudian menetap di suatu daerah yang memungkinkan mereka untuk bertani. Hal ini mengakibatkan perubahan- perubahan dalam diri masyarakat tadi, misalnya timbul lembaga kemasyarakatan baru yaitu pertanian dan selanjutnya. Kadang-kadang, sebab-sebab yang bersumber pada lingkungan alam fisik, disebabkan oleh tindakan-tindakan dari warga masyarakat itu sendiri. Misalnya karena penggunaan tanah secara besar-besaran tanpa memperhitungkan lapisan-lapisan humus tanah tersebut; penebangan hutan- hutan yang menyebabkan banjir; hal-hal tersebut dapat mengakibatkan bahwa masyarakat yang bersangkutan terpaksa meninggalkan tempat tinggalnya untuk menetap di wilayah yang lain. b. Peperangan Peperangan dengan negara lain dapat pula menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan, oleh karena biasanya negara yang menang akan memaksakan negara yang takluk, untuk menerima kebudayaannya yang dianggap sebagai kebudayaan yang lebih tinggi tarafnya. c. Pengaruh kebudayaan masyarakat lain Apabila sebab-sebab perubahan tersebut bersumber pada masyarakat lain, maka perubahan tersebut mungkin terjadi karena kebudayaan dari masyarakat yang lain, melancarkan pengaruhnya. Hubungan yang dilakukan sevara fisik antara dua masyarakat, mempunyai keccenderungan untuk menimbulkan pengaruh timbal-balik, artinya masing-masing masyarakat mempengaruhi masyarakat lainnya, tetapi juga menerima pengaruh dari masyarakat yang lain itu.

e. Budaya Pamrih

Secara harfiah menurut E. B. Taylor dalam Soerjono Soekanto 2006: 150 budaya pamrih memiliki pengertian berkenaan dengan sistem sosial, mengenai tindakan berpola dari manusia itu sendiri. Sistem sosial ini terdiri dari aktifitas-aktifitas manusia yang berinteraksi, berhubungan, serta bergaul satu dengan yang lain dari detik ke detik, dari hari ke hari, dan dari tahun ke tahun, selalu menurut pola-pola tertentu yang berdasarkan adat tata kelakuan. Sebagi rangkaian aktifitas manusia dalam suatu masyarakat, sistem sosial itu bersifat konkret, terjadi di sekeliling kita sehari-hari, dapat di observasi, di foto, dan di dokumentasi. Manusia memiliki keinginan, sesuatu yang ia harapkan dapat tercapai. Keinginan manusia itu kemudian dibagi menjadi dua kelompok, yang pertama adalah cita - cita, dan yang kedua adalah pamrih. Cita – cita adalah keinginan manusia yang ia harapkan dapat ia capai dari dirinya sendiri. Sementara pamrih adalah keinginan manusia yang ia capai dari orang lain. Begitu banyak orang yang selalu mengharap hasil yang akan diterima, sebelum bersedia melakukan suatu pekerjaan. Kebanyakan mereka tidak mau bertindak sebelum jelas hasilnya. Cara berpikir ini telah tertanam begitu dalam, hampir- hampir menjadi budaya yang kuat dan mengikat. Itulah Budaya Pamrih. Budaya itu terus diajarkan turun temurun oleh orang tua kepada anaknya. Sekarang ini, semakin banyak orang yang selalu mengharapkan hasilnya sebelum melakukan pekerjaannya. Dan kebiasaan untuk tidak mau melakukan sesuatu tanpa mengetahui dulu apa yang akan didapatkannya nanti sebagai imbalan. Itulah Budaya Pamrih. Sebuah budaya yang bisa menumbuhkan dan meningkatkan sifat materialistis dan kecenderungan menjadi hedonis. Manusia akan cenderung berfikir jangka pendek, memiliki orientasi yang pendek, tidak pernah melihat misi, dan cenderung memiliki visi yang pendek pula. Sebuah budaya yang menjadikan mata hati manusia menjadi buta, yang akibatnya, manusia tidak lagi mendahulukan sikap memberi tetapi lebih memfokuskan diri untuk selalu siap menerima. Tangan di atas tidak lagi menjadi lebih baik dibandingkan dengan tangan di bawah. Secara sosiologis oleh Soerjono Soekanto 2006 : 145 budaya pamrih dimaksudkan untuk memusatkan perhatian pada segi-segi kebiasaan masyarakat yang cenderung menginginkan imbalan dan berusaha untuk mendapatkan perlakuan istimewa di kehidupan masyarakat.

B. Kerangka Pikir

Persepsi Ibu-ibu terhadap budaya pamrih dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Salah satu faktor yang berhubungan dengan pengaruh dari luar eksternal adalah tujuan yang hendak dicapai serta objek dari persepsi itu sendiri. Sementara faktor yang berhubungan dengan pengaruh dari dalam internal antara lain adalah motivasi, minat dan perhatian. Oleh karena itu penelitian ini diadakan untuk melihat bagaimana persepsi Ibu-ibu terhadap budaya pamrih di Kelurahan Kemiling Permai. Untuk mengetahui jalannya alur pemikiran dalam penelitian ini dapat dilihat dalam bagan kerangka pikir beikut ini:

2.1 Gambar Paradigma Penelitian Variabel X

Persepsi Ibu-Ibu Tentang Budaya Pamrih Indikator: a. Pandangan b. Pendapat c. Interpretasi Variabel Y Budaya Pamrih Ukuran : a. Baik b. Kurang baik c. Tidak baik

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Metodologi Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif kualitatif, karena peneliti ingin menggambarkan keadaan yang terjadi dalam masyarakat Kelurahan Kemiling Permai khusunya dikalangan ibu-ibu. Ibu-Ibu di Kelurahan Kemiling Permai Kota Bandar Lampung rata-rata melakukan budaya pamrih ketika menghadiri acara resepsi pernikahan. “Metode deskriptif merupakan penyelidikan yang menuturkan, menganalisis dan mengklasifikasikan penyelidikan dengan metode survey yaitu dengan teknik interview, angket, observasi, tes, studi kasus, studi komparatif, studi gerak dan waktu, analisis kualitatif dan studi kooperatif atau operasional”. Winarno Surakhmad, 1984: 139. Penjelasan lain tentang m etode deskriptif adalah “prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkanmelukiskan keadaan suatu subjek dan objek penelitian seseorang, lembaga, masyarakat dan lain-lain pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak sebagaimana adanya”. Hadari Nawawi, 1991: 63. Pendapat lain juga mengemukakan bahwa metode deskriptif adalah “metode yang digunakan untuk memecahkan masalah yang sedang dihadapi pada situasi sekarang, yang dilakukan dengan menempuh langkah-langkah pengumpulan, klasifikasi dan analisis pengolahan data, membuat gambaran tentang suatu keadaan secara objektif dalam suatu deskriptif”. Moh. Ali, 1985: 131. Berdasarkan pendapat-pendapat ahli diatas, maka dapat disimpulkan metode deskriptif adalah suatu metode yang digunakan untuk melakukan penelitian ilmiah dengan tujuan untuk pemecahan masalah yang ada sekaran, melalui suatu cara penggambaran keadaan secara objektif berdasarkan fakta-fakta sebagaimana adanya dengan penafsiran data yang ada.

B. Populasi dan Sampel

1. Populasi Populasi adalah keseluruhan objek penelitian yang terdiri dari manusia, benda-benda, hewan dan tumbuhan, gejala-gejala, nilai-nilai tes, peristiwa-peristiwa sebagai sumber data yang memiliki karakteristik tertentu dudalam suatu penelitian Nawawi Hadari 1991: 141. Adapun tujuan dari penentuan menurut Husaini Usman 2009: 42 adalah,”Agar dapat menentukan besarnya anggota sampel yang diambil dari anggota populasi dan membatasi berlakunya daerah generalisasi”. Dari uraian diatas, maka yang menjadi populasi penelitian ini adalah seluruh Ibu-Ibu yang sudah berkeluarga di kelurahan kemiling Permai Kota Bandar Lampung yang berjumlah antara rentang umur produktif 25 - 54 tahun yaitu sebanyak 937 orang.