PERSEPSI IBU-IBU TERHADAP BUDAYA PAMRIH DI KELURAHAN KEMILING PERMAI KOTA BANDAR LAMPUNG TAHUN 2014

(1)

ABSTRAK

PERSEPSI IBU-IBU TERHADAP BUDAYA PAMRIH DI KELURAHAN KEMILING PERMAI KOTA BANDAR LAMPUNG

TAHUN 2014

Oleh

ADITHYA DEFRIANSYAH

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menjelaskan persepsi ibu-ibu terhadap budaya pamrih di Kelurahan Kemiling Permai Kota Bandar Lampung tahun 2014.

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu-ibu yang di Kelurahan Kemiling Permai. Instrumen pengumpul data menggunakan angket dan analisis data menggunakan interval dan presentase.

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa indikator pandangan ibu-ibu terhadap budaya pamrih sebesar 60% masuk dalam kategori kurang baik. Indikator pendapat ibu-ibu terhadap budaya pamrih sebesar 71,1% masuk dalam kategori kurang baik. Indikator interpretasi ibu-ibu terhadap budaya pamrih sebesar 60% masuk dalam kategori kurang baik. Indikator budaya pamrih sebesar 42,2% masuk dalam kategori kurang baik. Dengan demikian bahwa budaya pamrih tidak perlu dianggap sebagai ancaman namun dapat dimanfaatkan sebagai pemersatu kehidupan sosial bermasyakarat.


(2)

(3)

PERSEPSI IBU – IBU TERHADAP BUDAYA PAMRIH DI KELURAHAN KEMILING PERMAI

KOTA BANDAR LAMPUNG TAHUN 2014

(Skripsi)

Oleh :

ADITHYA DEFRIANSYAH

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2014


(4)

(5)

(6)

(7)

RIWAYAT HIDUP

Peneliti dilahirkan di Palembang pada tanggal 30 Juli 1991. Peneliti merupakan anak pertama dari empat bersaudara pasangan Ferri Utama dan Sri Dewi. Penulis dibesarkan dengan rasa kasih sayang oleh kedua orangtua.

Pendidikan formal yang pernah ditempuh, TK Dharma Wanita Palembang, SD Negeri 1 Kedaton, Bandar Lampung yang diselesaikan pada tahun 2003, SMP Negeri 28 Bandar Lampung yang diselesaikan pada tahun 2006, SMA Negeri 7 Bandar Lampung yang diselesaikan pada tahun 2009.

Pada tahun 2010 peneliti diterima di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung pada Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, Program Studi Pendidikan Kewarganegaraan melalui jalur Saringan Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN), dan dengan skripsi ini peneliti akan segera menamatkan pendidikannya pada jenjang S1.


(8)

MOTO

“Manusia yalng paling lemah ialah orang yang tidak mampu mencari teman.

Namun yang lebih lemah dari itu ialah orang yang mendapatkan banyak

teman tetapi menyia

nyiakannya.

(Ali Bin Abi Thalib)

Jangan pernah berharap kebaikan yang kau berikan akan dibalas oleh orang

yang pernah kau tolong.

(Adithya Defriansyah)


(9)

PERSEMBAHAN

Dengan rasa syukur yang mendalam atas rahmat Allah SWT,

Tuhan Yang Maha Esa, ku selesaikan karya ini sebagai tanda bakti

dan cinta ku kepada:

Kedua orangtuaku Ferri Utama dan Sri Dewi Sapta Kurniati

yang telah bersabar atas pengorbanannya dalam mendidik,

membesarkan, dan selalu mendo’akanku disetiap sujudnya untuk

keberhasilanku.

Adik - adikku Dinda Defitta, Ananda Adhyaksa dan Arya Tegar

Bangsawan, terimakasih karena telah memberikan warna di setiap

hari-hariku.


(10)

SANWACANA

Bismillaahirrahmaanirrahim,

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan hidayahnya-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Persepsi Ibu-Ibu Terhadap Budaya Pamrih Di Kelurahan Kemiling Permai Kota Bandar Lampung Tahun 204. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

Terselesaikannya penulisan skripsi ini tidak terlepas dari hambatan yang datang baik dari luar dan dari dalam diri penulis. Penulisan skripsi ini juga tidak lepas dari bimbingan dan bantuan serta petunjuk dari berbagai pihak, oleh karena itu Penulis mengucapkan terimakasih kepada :

1. Bapak Dr. Hi. Bujang Rahman, M.Si. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

2. Bapak Dr. M.Thoha B.S Jaya,M.S, selaku Pembantu Dekan I Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

3. Bapak Drs. Arwin Ahmad, M.Si. selaku Pembantu Dekan II Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.


(11)

4. Bapak Drs. Iskandar Syah, M.H. selaku Pembantu Dekan III Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

5. Bapak Drs. Hi. Buchori Asyik, M.Si. selaku Ketua Jurusan Pendidikan IPS Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

6. Bapak Drs. Holilulloh, M.Si. selaku Ketua Program Studi PPKn Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung. Sekaligus selaku pembimbing 1, terima kasih atas saran, kritik dan masukan dalam skripsi ini. 7. Bapak Hermi Yanzi, S.Pd., M.Pd., Pembimbing Akademik (PA) dan Selaku

pembimbing II yang telah memberikan kritik dan sarannya dalam penulisan skripsi ini.

8. Bapak Mohammad Mona Adha, S.Pd., M.Pd., selaku selaku pembahas I atas saran dan kritiknya dalam penulisan skripsi ini.

9. Ibu Yunisca Nurmalisa, S.Pd., M.Pd., selaku selaku pembahas II atas saran dan kritiknya dalam penulisan skripsi ini.

10.Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

11.Bapak Lurah, bapak dan ibu Staf Pemerintahan Kelurahan Kemiling Permai, terimakasih atas bantuan kepada penulis dalam menyelesaikan penelitian skripsi ini.

12.Terimakasih untuk Ibu-Ibu di lingkungan Kemiling Permai yang telah bersedia menjadi responden dan membantu penulis dalam mengadakan penelitian.


(12)

13.Teristimewa untuk orang tuaku tercinta, Ferri Utama dan Sri Dewi Sapta Kurniati. Terimakasih atas keikhlasan, cinta dan kasih sayang, do’a, motivasi, moral serta finansial yang tidak akan pernah terbayarkan.

14.Untuk adekku tersayang Dinda Defitta, Ananda Adhyaksa dan Arya Tegar Bangsawan terima kasih atas do’a dan dukungannya.

15.Seluruh keluarga besarku terima kasih untuk cinta kasih dan sayangnya, selalu mendukung dan mendoakan keberhasilanku.

16.Terima kasih untuk sahabat teristimewaku Rizki Faradila, S.Pd. yang telah menemani dan memberikan kasih sayang semangat tanpa henti yang tulus. 17.Teman-temanku seangkatan di Program Studi PPKn 2010 Ade, Riyo, Haris,

fendi, Adam, Nissa, Yunita, Yudi yang selalu memberikan keceriaan dan nasehat yang berguna dan semua teman-teman PPKn tanpa terkecuali yang tidak dapat disebutkan satu persatu serta kakak dan adik tingkat 2007-2013 terimakasih penulis ucapkan atas motivasi dan doanya.

18.Teman-teman seperjuangan KKN Giham Sukamaju dan PPL SMA Negeri 1 Sekincau Yudi, Rizki, Iis, Ditha, Rosi, Erma, Rani, Frida, Novi terimakasih atas pengalaman hidup dan pengalaman tak terlupakan yang kalian berikan. 19.Teman-teman mainku di komplek Dendy, Kiki, A’Iyan, Ardi, Yohanes

terimakasih sudah memberikan keceriaan yang tulus selama ini semoga kita bisa mewujudkan cita-cita masing-masing.

20.Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu yang telah banyak membantu sehingga penulisan skripsi ini dapat selesai.


(13)

Semoga amal baik yang telah Bapak/Ibu/Saudara/I serta teman-teman berikan akan selalu mendapatkan pahala dan balasan dari Allah SWT. Peneliti menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan dan masih banyak kekurangan baik dari penyampaian maupun kelengkapannya. Segala kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan sebagai tolak ukur penulis dimasa yang akan datang. Penulis juga berharap semoga karya sederhana ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Bandar Lampung, April 2014 Penulis,

Adithya defriansyah NPM 1013032023


(14)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

SURAT PERNYATAAN ... v

RIWAYAT HIDUP ... vi

PERSEMBAHAN ... vii

MOTTO ... viii

SANWACANA ... ix

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 6

C. Pembatasan Masalah ... 6

D. Rumusan Masalah ... 7

E. Tujuan Penelitian ... 7

F. Kegunaan Penelitian ... 7

a. Kegunaan Teoritis ... 7

b. Kegunaan Praktis ... 7

G. Ruang Lingkup Penelitian ... 8

a. Ruang Lingkup Ilmu ... 8

b. Ruang Lingkup Subjek ... 8

c. Ruang Lingkup Objek ... 8

d. Ruang Lingkup Tempat ... 8

e. Ruang Lingkup Waktu ... 8

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Deskripsi Teori ... 9

1. Pengertian Persepsi ... 9

a. Faktor-Faktor Yang Beperan Dalam Persepsi ... 11


(15)

2. Pengertian Ibu (Wanita) ... 13

3. Tinjauan tentang Budaya Pamrih ... 14

a. Pengertian Kebudayaan ... 14

b. Unsur-unsur Kebudayaan ... 19

c. Dinamika Kelompok-Kelompok Sosial ... 23

d. Faktor-faktor yang Menyebabkan Perubahan Sosial Budaya... . 26

e. Budaya Pamrih... . 31

B. Kerangka Pikir ... 33

III. METODOLOGI PENELITIAN A. Metodologi Penelitian ... 34

B. Populasi dan Sampel ... 35

1. Populasi ... 35

2. Sampel ... 36

C. Variabel Penelitian ... 36

D. Definisi Operasional Variabel ... 37

E. Rencana Pengukuran vriabel... . 38

F. Teknik Pengumpulan Data ... 38

1. Teknik Pokok ... 38

1.1Angket ... 38

2. Teknik Penunjang ... 39

1.1Teknik Dokumentasi ... 39

1.2Teknik Wawancara ... 39

G. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 39

1. Uji Validitas ... 39

2. Uji Reliabilitas ... 40

H. Teknik Analisis Data ... 41

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Langkah-Langkah Penelitian ... 44

1. Persiapan Pengajuan Judul ... 44

2. Penelitian Pendahuluan ... 45

3. Pengajuan Rencana Penelitian ... 45

4. Penyusunan Alat Pengumpulan Data ... 46

5. Pelaksanaan Uji Coba Angket ... 46

a. Analisis Validitas Soal Angket ... 46

b. Analisis Uji Realibilitas Angket ... 47

B. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 53

1. Sejarah Singkat Kelurahan Kemiling Permai Bandar Lampung ... 53

C. Deskripsi Data ... 56

1. Pengumpulan Data ... 56

2. Penyajian Data ... 56

3. Persepsi Ibu-Ibu ... 57

3.1.Pandangan... ... 57

3.2.Pendapat... ... 61


(16)

4. Budaya Pamrih ... 69 D. Pembahasan ... 73 V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 77 B. Saran ... 78 DAFTAR PUSTAKA


(17)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1.1 Hasil observasi melalui wawancara tentang budaya pamrih dengan

Ibu-Ibu di kelurahan Kemiling Permai Kota Bandar Lampung ... 5

2.1. Perincian penduduk Kelurahan Kemiling Permai menurut tingkat usia... ... 36

3.1 Distribusi Skor Hasil Uji Coba Angket Dari Sepuluh Orang Responden diluar Sampel Untuk Item Ganjil (X)... . 48

4.1 Distribusi Skor Hasil Uji Coba Angket Dari Sepuluh Orang Responden diluar Sampel Untuk Item Genap (Y)... 49

5.1 Distribusi Antara Item Soal Kelompok Soal ganjil (X) Dengan Item Genap (Y)... . 50

6.1 Distribusi Skor Hasil Angket Indikator Pandangan... 58

7.1 Distribusi Frekuensi Mengenai Pandangan... . 60

8.1 Distirbusi Skor Hasil Angket Indikator Pendapat... . 62

9.1 Distribusi Frekuensi Mengenai Pendapat... 64

10.1 Distribusi Skor Hasil Angket Indikator Interpretasi... 66

11.1 Distribusi Frekuensi Mengenai Interpretasi... . 68

12.1 Distribusi Skor Hasil Angket Indikator Budaya Pamrih... . 70


(18)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 Bagan Kerangka Pikir ... 33 4.1 Strukur Tata Kerja Pemerintahan Kelurahan Kemiling Permai Kota


(19)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Surat Rencana Judul Kaji Tindak 2. Surat Keterangan Pembantu Dekan I 3. Surat Izin Penelitian Pendahuluan 4. Lembar Pengesahan Seminar Proposal

5. Surat Keterangan Telah Melaksanakan Seminar Proposal 6. Kartu Perbaikan Seminar Proposal Pembahas 1

7. Kartu Perbaikan Seminar proposal Pembahas 2 8. Surat Izin Penelitian

9. Surat Balasan dari Kelurahan Kemiling Permai Kota Bandar Lampung 10. Lembar Persetujuan Seminar Hasil

11. Lembar Perbaikan Seminar Hasil Pembahasan 12. Surat Keterangan telah Melakukan Seminar Hasil 13. Kisi-Kisi Angket

14. Angket Penelitian

15. Distribusi Skor Angket Indikator Pandangan 16. Distribusi Skor Angket Indikator Pendapat 17. Distribusi Skor Angket Indikator Interpretasi 18. Distribusi Skor Angket Indikator Budaya Pamrih 19. Kartu Konsultasi Pembimbing I


(20)

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Negara Indonesia merupakan negara yang kaya akan kebudayaan dan keanekaragaman adat-istiadat di kalangan masyarakatnya yang terhampar dari Sabang sampai Merauke. Kemajemukan di setiap daerah yang ada di Indonesia ini merupakan nilai warisan budaya yang tinggi yang diturunkan oleh nenek moyang dari generasi ke generasi, salah satu dari kebudayaan nenek moyang yang sangat terpatri di dalam hati setiap keturunannya adalah budaya gotong royong dan kebersamaan.

Gotong royong sebagai cerminan kepribadian bangsa merupakan kebudayaan yang sangat sulit dilupakan eksistensinya karena pada zaman dahulu nenek moyang kita selalu mengedepankan asas kebersamaan di setiap kegiatannya, misal membangun rumah atau mengadakan pernikahan tidak luput dari kebersamaan mereka yang memang terkenal sangat kental, seperti bunyi pada Pancasila sila ketiga yang mengedepankan rasa persatuan dan kebersamaan yang tinggi sangatlah jelas negara Indonesia mempunyai fondasi yang sangat kuat saat berbicara tentang kemanusiaan dan kebersamaan.


(21)

2

Manusia merupakan makhluk sosial yang berarti bahwa manusia saling membutuhkan satu sama lainnya dalam berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya sehingga apa yang direncanakan manusia ataupun keinginannya dapat tercapai, dalam hidup bermasyarakat setiap individu cenderung ingin dihargai, dihormati, serta dianggap sebagai pribadi yang baik dan layak bagi sesamanya, untuk itu tidaklah heran bila sering dijumpai adanya sikap-sikap kedermawanan dari seseorang kepada yang lainnya itu hanyalah sebagai wujud nyata untuk memberi gambaran supaya individu yang lain dapat mengetahui dan menilai sikap baik yang ditunjukan oleh individu tersebut.

Sudah menjadi rahasia umum apabila individu memberikan sesuatu hal baik berupa kebaikan ataupun yang bersifat materiil itu sebenarnya tidak bisa lepas dari rasa ingin diperlakukan sama dengan apa yang dilakukannya atau juga biasa disebut dengan istilah timbal balik, dengan diperlakukan seperti ini sudah barang tentu bagi individu yang dirinya pernah menerima suatu kebaikan dari individu yang lain secara nurani akan membalasnya dengan kebaikan pula, secara tidak langsung dari fenomena ini sudah terjadi adanya sifat pamrih bagi individu tersebut.

Begitu juga pada sifat naluri manusia yang membutuhkan pasangan hidup untuk saling melengkapi kekurangan ataupun kelebihan masing-masing dari individu, meneruskan keturunannya serta melestarikan kebudayaan peradaban manusia. Untuk mencapai hajat itu semua maka diadakanlah suatu acara yang sakral dan resmi baik dari agama maupun secara hukum yaitu sebuah pernikahan.


(22)

3

Pernikahan sendiri merupakan sebuah tanda dimana kedua manusia sudah mengikat janji untuk hidup bersama dan didalamnya sudah terkandung nilai-nilai adat kebudayaan yang religius tersendiri terutama di Indonesia yang terkenal akan adat istiadatnya yang berkiblat ke arah budaya timur. Dengan keanekaragaman yang majemuk tadi dan disertai dengan kearifan lokal para penduduknya, terjadilah kebiasaan-kebiasaan dikalangan masyarakat khususnya ibu-ibu ketika akan menghadiri acara resepsi pernikahan yaitu dengan memberikan berbagai macam kado atau hadiah sebagai pemanis dalam rangka ikut memeriahkan acara resepsi pernikahan itu sendiri.

Pada zaman sekarang memang tidaklah heran apabila ada suatu acara khususnya resepsi pernikahan sudah menjadi rahasia umum selain untuk merayakan hari bahagia bagi pasangan pengantin dengan memberikan hiburan bagi masyarakat seperti pertunjukan organ tunggal dan menyuguhkan berbagai macam makanan bagi para tamu undangan, sering kita dapati kotak amplop yang ditempatkan diberbagai titik-titik tertentu dalam acara resepsi pernikahan, secara tidak langsung hal ini menunjukan bahwa si penyelenggara menginginkan adanya sikap timbal balik dari masyarakat yang hadir dalam acara resepsi pernikahan tersebut.

Memang kebiasaan yang khas ketika akan menghadiri acara pernikahan yaitu umumnya dengan memberikan berupa bingkisan kado dan uang yang dimasukkan didalam amplop atau juga sering kita dengar dengan sebutan “ngamplop”. Memang kata-kata “ngamplop” ini sudah tidak asing lagi di telinga masyarakat bahkan dikalangan ibu-ibu dan bahkan sudah dianggap menjadi suatu keharusan bagi seseorang yang ingin menghadiri acara resepsi pernikahan sehingga tidaklah


(23)

4

lengkap apabila tidak memberikan sebuah bingkisan ataupun materi ketika hendak menghadiri resepsi pernikahan.

Sangatlah jelas terdapat adanya sikap pamrih didalam kehidupan sosial pada zaman sekarang ini dan bahkan sudah membudaya, meskipun begitu namun masyarakat juga dengan lapang dada dapat menerimanya karena berbagai macam tuntutan yang berakar dari rasa kebersamaan untuk terus menjaga kearifan lokal.

Terdapat sisi positif yang bisa kita ambil dari budaya pamrih ini yaitu dapat menambah kepercayaan diri kita secara pribadi dan bahkan menjadi suatu ajang yang prestisius bagi penduduk setempat dengan semakin besar dia memberikan bingkisan ataupun uang didalam amplop maka dirasa semakin tinggi jugalah citra dirinya dimata penduduk sekitar dan orang-orang pun akan menilainya sebagai pribadi yang ramah dan dermawan.

Hal ini mungkin tidak terasa berat bagi orang-orang yang mempunyai kemampuan finansial yang lebih, namun akan terasa berat bagi sejumlah orang yang memiliki kemampuan finansialnya kurang beruntung. Memang terkadang ketika seseorang mendapatkan undangan untuk menghadiri resepsi pernikahan ada yang merasa senang ada juga yang merasa seperti enggan menerimanya dikarenakan didalamnya terdapat suatu kebiasaan yang sudah menjadi budaya dikehidupan sehari-hari yaitu budaya pamrih


(24)

5

Berdasarkan hasil wawancara awal dari ibu-ibu yang bertempat tinggal di kelurahan kemiling permai, maka dapat ditarik sebuah kesimpulan awal melalui tabel berikut ini :

Tabel 1.1 Hasil Wawancara Ibu-ibu Di Kelurahan Kemiling Permai

No Aspek yang diamati

Ukuran Mendukung Kurang Mendukung Tidak Mendukung 1. 2. 3.

Sikap terhadap kebiasaan memberi bingkisan (kado, amplop)

Sikap gotong royong dalam hajat keluarga

Sikap keselarasan dalam bertetangga

Sumber: Data Hasil Observasi

Dari tabel diatas hasil wawancara awal terhadap ibu-ibu yang bertempat tinggal di kelurahan kemiling permai, maka bisa dilihat terdapat perbedaan sudut pandang pola pikir dari budaya pamrih, terdapatnya keberagaman latar belakang individu masing-masing juga mempengaruhi sikapnya dalam bersosialisasi dilingkungan, ada yang mempermasalahkan karena dia merasa malu kalau tidak memberi dan ada juga yang merasa tidak mempermasalahkan tentang budaya ini karena yang terpenting adalah bagaimana seseorang itu bisa menghadiri disetiap acara resepsi pernikahan di tempat tinggalnya masing- masing dan dapat besilaturahmi seperti biasanya agar tetap terjaga ikatan yang baik diantara masyarakat setempat.


(25)

6

Berbagai macam persepsi pun muncul dikalangan masyarakat terutama dikalangan Ibu-ibu yang sering sekali berpendapat serta mempermasalahkan budaya pamrih ini ada yang merasa sangat dianjurkan demi sebuah pencitraan diri, dan ada juga yang menganggap budaya ini sebagai penghambat seseorang untuk hadir dalam acara resepsi pernikahan.

Berdasarkan latar belakang diatas penulis mencoba memaparkan data suatu penelitian yang berjudul “Persepsi Ibu-Ibu Terhadap Budaya Pamrih Di Kelurahan Kemiling Permai Kota Bandar Lampung Tahun 2014”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan masalah latar belakang diatas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Tingkat ekonomi masyarakat yang beragam mempengaruhi untuk memberikan suatu bingkisan materi pada acara resepsi pernikahan.

2. Terdapat indikasi adanya rasa ingin mengharapkan sesuatu hal timbal balik dari penyelenggara resepsi pernikahan kepada para tamu undangan.

3. Sikap ibu-ibu dalam mengaitkan budaya pamrih dari penyelenggara resepsi pernikahan sebagai sarana untuk menjaga tali silaturahmi

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas peneliti membatasi permasalahan pada persepsi ibu-ibu terhadap budaya pamrih di Kelurahan Kemiling Permai Bandar Lampung Tahun 2014.


(26)

7

D. Rumusan Masalah

Perumusan masalah pada penelitian ini adalah Bagaimana persepsi ibu-ibu terhadap budaya pamrih di Kelurahan Kemiling Permai ?

E. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian yaitu Menjelaskan Persepsi Ibu-Ibu Terhadap Budaya Pamrih Di Kelurahan Kemiling Permai Bandar lampung Tahun 2014.

F. Kegunaan Penelitian

1. Secara teoritis

Penelitian tentang Persepsi ibu-ibu terhadap budaya pamrih di Kelurahan Kemiling Permai Kota Bandar Lampung. Akan memperkaya konsep ilmu pendidikan khususnya Pendidikan Kewarganegaraan secara teoritik

2. Secara praktis

Secara praktis kegunaan penelitian ini untuk

1) lebih memahami arti dalam kehidupan fenomena sosial bermasyarakat di Indonesia yang majemuk agar tercapai kehidupan bermasyarakat yang rukun, tentram, dan damai sehingga dapat terciptanya rasa bangga memiliki budaya yang khas dari bangsa Indonesia.

2) Sebagai bahan suplemen pokok bahasan dalam pelajaran pendidikan kewarganegaran yang mencakup rasa kebersamaan di Indonesia.


(27)

8

G. Ruang Lingkup Penelitian

1. Ilmu

Penelitian ini termasuk ruang lingkup ilmu pendidikan kewarganegaraan, yang mengkaji tentang rasa persatuan dan kesetiakawanan sosial dalam bermasyarakat yang majemuk di Indonesia.

2. Subjek

Subjek dalam penelitian ini adalah ibu-ibu yang bertempat tinggal di Kelurahan Kemiling Permai, Bandar Lampung Tahun 2013.

3. Objek

Objek dalam penelitian ini adalah persepsi ibu-ibu di Kelurahan Kemiling Permai, Bandar lampung.

4. Tempat

Lokasi penelitian adalah Kelurahan Kemiling Permai, Bandar Lampung.

5. Waktu

Pelaksanaan penelitian ini dilakukan sesuai dengan surat izin penelitian oleh Dekan fakultas Keguruan dan Ilmu pendidikan Universitas lampung.


(28)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Deskripsi Teori

1. Pengertian persepsi

Manusia merupakan makhluk sosial yang sekaligus juga makhluk individual, maka terdapat perbedaan antara individu yang satu dengan yang lainnya. Adanya perbedaan inilah yang antara lain menyebabkan mengapa seseorang menyukai suatu objek, seadangkan orang lain tidak menyukai bahkan membenci objek tersebut. Hal ini sangat tergantung bagaimana individu menanggapi objek tersebut dengan persepsinya. Pada kenyataannya sebagian besar sikap, tingkah laku dan penyesuaian ditentukan oleh persepsinya.

Di dalam proses persepsi individu dituntut untuk mengamati dan memberikan penilaian terhadap suatu objek yang dapat bersifat positif atau negatif, suka atau tidak suka dan lain sebagainya. Dengan adanya persepsi maka akan terbentuk sikap, hal inilah yang akan mendorong individu dalam melakukan ketersinambungan sikapnya ketika sudah mempunyai persepsi pada dirinya yang mempengaruhi supaya meneruskan atau tidak meneruskan terhadap suatu objek yang ia hadapi.


(29)

10

Menurut Ahmad Slameto (2003:102) menambahkan bahwa “persepsi adalah proses yang menyangkut masuknya pesan atau informasi kedalam otak manusia untuk

mengolah lebih lanjut yang kemudian mempengaruhi seseorang dalam berperilaku”.

Dari definisi di atas dapat diambil kesimpulan bahwa persepsi adalah tanggapan atau pendapat seseorang tentang suatu objek yang sangat menentukan perilakunya terhadap objek tersebut. Persepsi seseorang terhadap rangsangan atau stimulus yang diterimanya akan berbeda satu sama lainnya.

Menurut pendapat Alex Sobur (2006:445) “persepsi dalam arti sempit merupakan pengelihatan, bagaimana seseorang melihat sesuatu, sedangkan dalam arti luas ialah pandangan atau pengertian bagaimana seseorang memandang atau mengartikan

sesuatu”.

Berdasarkan pendapat di atas bahwa, persepsi baru dapat dihasilkan melalui suatu pengalaman inderawi, yang juga dipengaruhi baik dalam faktor dalam diri maupun luar diri individu.

Menurut Kartono Kartini (2001:67) menyatakan bahwa “persepsi adalah pandangan

dan interprestasi seseorang atau individu terhadap suatu kesan objek yang diinformasikan kepada dirinya dan lingkungan tempat ia berada sehingga dapat


(30)

11

Dari definisi di atas dapat diambil kesimpulan bahwa persepsi terjadi ketika indera kita terhadap suatu objek, peristiwa-peristiwa yang kemudian diproses oleh individu sehingga menghasilkan nsebuah tanggapan atau tafsiran baik secara lisan maupun tulisan.

a. Faktor-Faktor Yang Berperan Dalam Persepsi 1. Objek atau stimulus yang dipersepsi

Objek menimbulkan stimulus nyang mengenai alat indra atau reseptor. Stimulus dapat datang dari luar individu yang mempersepsi, tetapi juga dapat datang dari dalam individu yang bersangkutan yang langsung mengenai syarat penerima yang bekerja secara reseptor. Namun sebagian tersebar stimulus datang dari luar individu.

2. Alat indera, syaraf, dan pusat susunan syaraf

Alat indera atau reseptor merupakan alat untuk menerima stimulus. Di samping itu juga harus ada syaraf sensoris sebagai alat untuk meneruskan stimulus yang diterima reseptor kepusat susunan syaraf, yaitu otak sebagai pusat kesadaran. Sebagai alat untuk mengadakan responden diperlukan saraf motorik.

3. Perhatian, yang merupakan syarat psikologis

Untuk menyadari atau untuk mengadakan persepsi diperlukan adanya perhatian, yaitu merupakan langkah pertama sebagai suatu persiapan dalam


(31)

12

rangka mengadakan persepsi. Perhatian merupakan pemusatan atau konsentrasi dari seluruh aktifitas individu yang bertujuan kepada sesuatu atau sekumpulan objek.

Dari hal tersebut dikemukakan bahwa untuk mengadakan persepsi adanya beberapa faktor yang berperan, yaitu merupakan syarat agar terjadi persepsi, yaitu:

1. Objek atau stimulus yang dipersepsi

2. Alat indera, syaraf, dan pusat susunan syaraf 3. Perhatian, yang merupakan syarat psikologis.

b. Prinsip-Prinsip Persepsi

1. Persepsi itu relatif bukannya absolut.

Manusia bukanlah instrumen ilmiah yang menyerap segala sesuatu persis seperti keadaan sebenarnya tetapi dengan penerimaan dari inderanya dia dapat menerka dan memberikan tanggapan mengenai rangsangan (stimulus) yang diterimanya.

2. Persepsi itu selektif.

Ada keterbatasan seseorang dalam menerima rangsang (stimulus), oleh karenanya ada kemungkinan seseorang hanya akan memberikan perhatian ke arah mana persepsi itu memiliki kecenderungan.


(32)

13

Seseorang tidak menerima rangsangan secara sembarangan, oleh karena itu apabila rangsangan yang diterima kurang lengkap maka orang tersebut akan melengkapi sendiri sehingga menjadi cukup jelas untuknya.

4. Persepsi dipengaruhih oleh harapan dan kesiapan (penerima rangsangan). Harapan dan kesiapan penerima akan sangat menentukan pesan mana yang dia pilih untuk kemudian diinterprestasikan.

5. Persepsi seseorang atau kelompok dapat jauh berbeda dengan persepsi orang atau kelompok lain sekalipun situasinya sama.

Perbedaan persepsi antara satu individu dengan individu yang lain sangat dipengaruhi oleh perbedaan kepribadian, sikap dan motivasi dari masing-masing individu.

2. Pengertian Ibu (Wanita)

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Ibu adalah orang perempuan yang telah melahirkan seseorang; sebutan untuk wanita yang sudah bersuami; panggilan yang takzim kepada wanita baik yang sudah bersuami maupun yang belum.

Sosok ibu adalah pusat hidup rumah tangga, pemimpin dan pencipta kebahagiaan anggota keluarga. Sosok ibu bertanggung jawab menjaga dan memperhatikan kebutuhan anak, mengelola kehidupan rumah tangga, memikirkan keadaan ekonomi dan makanan anak-anaknya, memberi teladan akhlak, serta mencurahkan kasih sayang bagi kebahagiaan sang anak. (Tarbiyah, 2009).


(33)

14

3. Tinjauan tentang Budaya Pamrih

a. Pengertian Kebudayaan

Kata “Kebudayaan” dan “Culture”. Kata “kebudayaan” berasal dari kata Sansekerta buddhayah, yaitu bentuk jamak dari buddhi yang berarti “budi” atau

“akal”. Dengan demikian ke-budaya-an dapat diartikan : “hal-hal yang

bersangkutan dengan akal”. Ada sarjana lain yang mengupas kata budaya sebagai

suatu perkembangan dari majemuk budi-daya, yang berarti ”daya dari budi” yang

berupa cipta, karsa dan rasa, sedangkan “kebudayaan” adalah hasil dari cipta, karsa

dan rasa itu. Dalam istilah “antropologi-budaya” perbedaan itu ditiadakan. Kata

“budaya” disini hanya dipakai sebagai suatu singkatan saja dari „kebudayaan”

dengan arti yang sama.

Adapun kata culture, yang merupakan kata asing yang sama artinya dengan

“kebudayaan‟ berasal dari kata Latin colere yang berarti “mengolah, mengerjakan,” terutama mengolah tanah atau bertani. Dari arti ini berkembang arti culture sebagai

“segala daya upaya serta tindakan manusia untuk mengolah tanah dan merubah

alam.”

Beda kebudayaan dan Peradaban. Di samping istilah “kebudayaan” ada pula

istilah “peradaban”. Hal yang terakhir adalah sama dengan istilah bahasa Inggris civilization, yang biasanya dipakai untuk menyebut bagian-bagian dan unsur-unsur dari kesenian, ilmu pengetahuan, adat sopan-santun pergaulan, kepandaian menulis,


(34)

15

organisasi kenegaraan, dan sebagainya. Istilah “peradaban” sering juga dipakai

untuk menyebut suatu kebudayaan yang mempunyai sistem teknologi, ilmu pengetahuan, seni bangunan, seni rupa, dan sistem kenegaraan dan masyarakat kota yang maju dan kompleks.

Sistem Nilai Budaya, Pandangan Hidup, dan Ideologi. Sistem nilai budaya merupakan tingkat yang paling tinggi dan paling abstrak dari adat-istiadat. Hal itu disebabkan karena nilai-nilai budaya itu merupakan konsep-konsep mengenai apa yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar dari warga sesuatu masyarakat mengenai apa yang mereka anggap bernilai, berharga, dan penting dalam hidup, sehingga dapat berfungsi sebagai suatu pedoman yang memberi arah dan orientasi kepada kehidupan para warga masyarakat tadi.

Walaupun nilai-nilai budaya berfungsi sebagai pedoman hidup manusia dalam masyarakat, tetapi sebagi konsep, suatu nilai budaya itu bersifat sangat umum, mempunyai ruang lingkup yang sangat luas, dan biasanya sulit diterangkan secara rasional dan nyata. Namun, justru karena sifatnya yang umum, luas dan tak konkret itu, maka nilai-nilai budaya dalam suatu kebudayaan berada dalam daerah emosional dari alam jiwa para individu yang menjadi warga dari kebudayaan bersangkutan. Kecuali itu, para individu itu sejak kecil telah diresapi dengan nilai-nilai budaya yang hidup dalam masyarakatnya, sehingga konsep-konsep itu sejak lama telah berakar dalam alam jiwa mereka. Itulah sebabnya nilai-nilai budaya dalam suatu kebudayaan tak dapat diganti dengan nilai-nilai budaya yang lain dalam waktu yang singkat, dengan cara mendiskusikannya secara rasional.


(35)

16

Dalam tiap masyarakat, baik yang kompleks maupun yang sederhana, ada sejumlah nilai budaya yang satu dengan lain berkaitan hingga merupakan suatu sistem, dan sistem itu sebagai pedoman dari konsep-konsep ideal dalam kebudayaan memberi pendorong yang kuat terhadap arah kehidupan warga masyarakatnya.

Adapun kebudaaan menurut Koentjaraningrat (1990 : 234) memiliki tiga wujud, yaitu :

1. Wujud Kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan dan sebagainya.

Sifatnya abstrak, tak dapat diraba atau difoto. Lokasinya ada didalam kepala-kepala, atau dengan perkataan lain, dalam alam pikiran warga masyarakat di mana kebudayaan bersangkutan itu hidup. Kalau warga masyarakat tadi menyatakan gagasan mereka tadi dalam tulisan, maka lokasi dari kebudayaan ideal sering berada dalam karangan dan buku-buku hasil karya para penulis warga masyarakat bersangkutan.

2. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktifitas serta tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat.

Yaitu disebut sistem sosial, mengenai tindakan berpola dari manusia itu sendiri. Sistem sosial ini terdiri dari aktifitas-aktifitas manusia yang berinteraksi, berhubungan, serta bergaul satu dengan yang lain dari detik ke detik, dari hari ke hari, dan dari tahun ke tahun, selalu menurut pola-pola tertentu yang berdasarkan adat tata kelakuan. Sebagi rangkaian aktifitas manusia dalam suatu


(36)

17

masyarakat, sistem sosial itu bersifat konkret, terjadi di sekeliling kita sehari-hari, bisa di observasi, di foto, dan di dokumentasi.

3. Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia.

Yaitu kebudayaan fisik, dan tak memerlukan banyak penjelasan. Karena berupa sekuruh total dari hasil fisik dari aktivitas, perbuatan, dan karya semua manusia dalam masyarakat, maka sifatnya paling konkret, dan berupa benda-benda atau hal-hal yang dapat diraba, dilihat, dan di foto.

Tiap kebudayaan yang hidup dalam suatu masyarakat yang berwujud sebagai komunitas desa, kota , atau sebagai kelompok adat yang lain,bisa menampilkan

suatu corak yang khas. “kata Kebudayaan berasal dari (bahasa Sanserketa)

buddhayah yang merupakan bentuk jamak dari kata buddhi yang berarti budi atau akal, berdasarkan hal tersebut kebudayaan diartikan sebagai hal-hal yang

bersangkutan dengan budi atau akal”.(Soerjono Soekanto, 2006: 150).

Seorang antropolog, yaitu E. B. Taylor dalam Soerjono Soekanto (2006: 150), memberikan definisi mengenai kebudayaan sebagai berikut: “Kebudayaan adalah kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat dan kemampuan-kemampuan serta kebiasaan-kebiasaan yang didapatkan oleh manusia sebagai anggota masyarakat”. Berdasarkan definisi diatas, kebudayaan mencakup semuanya yang didapatkan atau dipelajari oleh manusia sebagai anggota masyarakat.


(37)

18

Koentjaraningrat dalam Rusmin Tumanggor (2010: 19), bahwa “Kebudayaan memiliki unsur-unsur yang terperinci, yaitu terdiri dari sistem religi dan upacara keagamaan, sistem dan organisasi kemasyarakatan, sistem pengetahuan, bahasa,

kesenian, sistem pencaharian serta sistem teknologi peralatan”.

Kebudayaan terdiri dari segala sesuatu yang dipelajari dari pola-pola perilaku yang normatif. Artinya, mencakup segala cara-cara atau pola-pola berpikir, merasakan dan bertindak. Seseorang yang meneliti Kebudayaan tertentu akan sangat tertarik dengan objek-objek kebudayaan seperti rumah, sandang, jembatan, alat-alat komunikasi dan sebagainya.

Parsudi Suparlan dalam Rusmin Tumanggor (2010: 21), kebudayaan nmenurutnya

adalah “keseluruhan pengetahuan yang dimiliki oleh manusia sebagai makhluk

sosial, yang isinya adalah perangkat model-model pengetahuan pedoman hidup yang secara selektif dapat digunakan untuk memahami dan menginterpretasi lingkungan yang dihadapi, serta untuk mendorong dan menciptakan

tindakan-tindakan yang diperlukan”. Pendapat ini menjelaskan mengenai kebudayaan yang

dijadikan sebagai pedoman hidup oleh manusia di dalam kehidupan bermasyarakat.

Berdasarkan pendapat-pendapat para ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa kebudayaan adalah pelopor berupa bentuk-bentuk pengetahuan yang dijadikan sebagai fondasi atau acuan oleh seseorang sebagai bagian dari masyarakat melakukan aktifitas sosial, membuat materi kebudayaan dalam unsur budaya universal: agama, ilmu pengetahuan, teknologi, ekonomi, organisasi sosial, bahaasa dan komunikasi serta kesenian.


(38)

19

Budaya merupakan suatu kebiasaan yang mengandung nilai-nilai penting dan fundamental yang diwariskan dari generasi ke generasi. Warisan tersebut harus dijaga dan dipelihara agar tidak luntur serta hilang sehingga dapat dilestarikan dan dipelajari oleh generasi berikutnya.

b. Unsur-unsur Kebudayaan

Keseluruhan dari tindakan manusia yang berpola itu berkisar sekitar pranata-pranata tertentu yang amat banyak jumlahnya; dengan demikian sebenarnya suatu masyarakat yang luas selalu dapat kita perinci ke dalam pranata-pranata yang khusus. Sejajar dengan itu suatu kebudayaan yang luas itu selalu dapat pula kita perinci ke dalam unsur-unsurnya yang khusus.

Para sarjana antropologi yang biasa menanggapi suatu kebudayaan (misalnya kebudayaan minangkabau, Bali, atau Jepang) sebagai suatu keseluruhan yang terintergrasi, pada waktu analisa membagi keseluruhan itu ke dalam unsur-unsur

besar yang disebut “unsur-unsur kebudayaan universal” atau cultural universals. Istilah universal itu menunjukkan bahwa unsur-unsur tadi bersifat universal, jadi unsur-unsur tadi ada dan bisa didapatkan di dalam semua kebudayaan dari semua bangsa di manapun di dunia. Mengenai apa yang disebut cultural universals itu, ada beberapa pandangan yang berbeda di antara para sarjana antropologi. Berbagai pandangan yang berbeda itu serta alasan perbedaannya diuraikan oleh C. Kluckhohn dalam sebuah karangan berjudul Universal Categories of Cultures (1953). Dengan mengambil sari dari berbagai kerangka tentang unsur-unsur kebudayaan universal yang disusun oleh beberapa sarjana antropologi itu, maka


(39)

20

saya berpendapat bahwa ada tujuh unsur kebudayaan yang dapat ditemukan pada semua bangsa di dunia. Ketujuh unsur yang dapat kita sebut sebagai isi pokok dari tiap kebudayaan di dunia itu adalah :

1. Bahasa

2. Sistem Pengetahuan 3. Organisasi Sosial

4. Sistem Peralatan hidup dan teknologi 5. Sistem mata pencaharian hidup 6. Sistem religi

7. Kesenian

Fokus Kebudayaan. Banyak kebudayaan mempunyai suatu unsur kebudayaan atau beberapa pranata tertentu yang merupakan suatu unsur pusat dalam kebudayaan, sehingga digemari oleh sebagian besar dari warga masyarakat, dan dengan demikian mendominasi banyak aktivitas atau pranata lain dalam kehidupan masyarakat. Contoh dari unsur-unsur kebudayaan yang dominan seperti itu adalah misalnya kesenian dalam masyarakat orang Bali, gerakan kebatinan dan mistik dalam kebudayaan golongan pegawai negeri, atau priyayi di Jawa Tengah.

Etos kebudayaan. Suatu kebudayaan sering memancarkan keluar suatu watak khas tertentu yang tampak dari luar artinya yang kelihatan orang asing. Watak khas itu, yang dalam ilmu antropologi disebut ethos, sering tampak pada gaya tingkah laku warga masyarakatnya, kegemaran-kegemaran mereka, dan berbagai benda budaya hasil karya mereka. Berdasarkan konsep itu, maka seorang Batak misalnya, yang mengamati kebudayaan Jawa, sebagai orang asing yang tidak mengenal


(40)

21

kebudayaan Jawa dari dalam, dapat mengatakan bahwa watak khas kebudayaan jawa memancarkan keselarasan, kesuraman, ketenangan berlebih-lebihan, sehingga sering menjadi kelamban-an; kegemaran akan tingkah laku yang mendetail ke dalam, atau njelimet, dan kegemaran akan karya dan gagasan-gagasan yang berbelit-belit.

Kemudian gambaran orang batak mengenai watak kebudayaan jawa tadi biasanya akan diilustrasikan dengan bahasa jawa yang terpecah ke dalam tingkat-tingkat bahasa yang sangat rumit dan mendetail, dengan sopan santun dan gaya tingkah laku yang menganggap pantang berbicara dan tertawa keras-keras, gerak-gerik yang ribut dan agresif, tetapi menilai tinggi tingkah laku yang tenang tak-tergoyahkan, dengan kegemaran orang Jawa akan warna-warna yang gelap dan tua, akan seni suara gamelan yang tidak keras, akan benda-benda kesenian dan kerajinan dengan hiasan-hiasan yang sangat mendetail dengan bentuk-bentuk berliku-liku yang makin kedalam menjadi kecil, dan sebagainya.

Pikiran Kolektif. Sudah sejak akhir abad ke-19 ada seorang ahli sosiologi dan antropologi Perancis, bernama E.Durkheim, yang mengembangkan konsep representations collectives atau pikiran-pikiran kolektif dalam sebuah karangan berjudul : Representations individuelles et Representations Collectives. (1898) Cara Durkheim menguraikan konsep itu pada dasarnya tidak berbeda dengan cara ilmu psikologi menguraikan konsep berpikir. Ia juga beranggapan bahwa aktivitas-aktivitas dan proses-proses rohaniah seperti : penangkapan pengalaman, rasa, sensasi, kemauan, keinginan, dan lain-lain itu, terjadi dalam organisme fisik dari


(41)

22

manusia dan khususnya berpangkal di otak sistem syarafnya. Akal manusia mempunyai kemampuan untuk menghubungkan proses-proses sekunder, menjadi bayangan-bayangan dan jumlah dari semua bayangan mengenai suatu hal yang khas, menjadi gagasan. Suatu gagasan serupa itu oleh Durkheim disebut representation, dan oleh karena gagasan berada dalam alam pikiran seorang individu, maka disebutnya representation individuelle.

Gagasan-gagasan seperti itu bisa juga dimiliki oleh lebih dari suatu individu, malahan kemudian oleh sebagian besar dari warga suatu masyarakat. Dalam hal itu

kita sering bicara tentang “gagasan umum” atau “gagasan masyarakat”, sedangkan Durkheim bicara tentang “gagasan kolektif” atau representation collective. Kecuali itu Durkheim berpendapat bahwa suatu gagasan yang sudah dimiliki oleh sebagian besar warga masyarakat bukan lagi berupa satu gagasan tunggal mengenai suatu hal yang khas, melainkan biasanya sudah berkaitan dengan gagasan lain yang sejenis menjadi suatu kompleks gagasan-gagasan, sehingga ia selalu mempergunakan istilah representations collectives dalam bentuk jamak. Untuk membedakan antara adanya satu gagasan tunggal dengan adanya satu kompleks dari berbagai gagasan yang dimiliki oleh sebagian besar dari warga masyarakat, agar jelas sebaiknya kita pakai istilah khusus untuk menerjemahkan isitlah

durkheim yang bentuk jamak, yaitu isitlah “pikiran kolektif”, sebab isitilah “pikiran” memang lebih luas sifatnya dari istilah „gagasan”.


(42)

23

c. Dinamika Kelompok-Kelompok Sosial

Kelompok-kelompok sosial bukan merupakan kelompok-kelompok yang statis; setiap kelompok-kelompok sosial pasti mengalami perkembangan serta perubahan. Untuk meneliti gejala tersebut, perlu ditelaah lebih lanjut perihal dinamika kelompok-kelompok sosial tersebut. Beberapa kelompok sosial sifatnya lebih stabil daripada kelompok-kelompok sosial lainnya, atau dengan lain perkataan, strukturnya tidak mengalami perubahan-perubahan yang menyolok. Ada pula kelompok-kelompok sosial yang mengalami perubahan-perubahan yang cepat, walaupun tidak ada pengaruh-pengaruh dari luar. Akan tetapi pada umumnya, kelompok-kelompok sosial mengalami perubahan-perubahan sebagai akibat proses formasi ataupun reformasi dari pola-pola di dalam kelompok tersebut, karena pengaruh dari luar.

Keadaan yang tidak stabil dalam dalam kelompok sosial terjadi karena konflik antara individu-individu dalam kelompok tersebut atau karena adanya konflik antara bagian-bagian kelompok tersebut sebagai akibat tidak adanya keseimbangan antara kekuatan-kekuatan di dalam kelompok itu sendiri. Ada bagian atau segolongan dalam kelompok itu yang ingin merebut kekuasaan dengan mengorbankan golongan lainnya; ada kepentingan yang tidak seimbang, sehingga timbul ketidak-adilan; ada pula perbedaan faham tentang cara-cara memenuhi tujuan kelompok tersebut dan lain sebagainya; kesemuanya itu mengakibatkan perpecahan di dalam kelompok tadi, sehingga timbulah perubahan dalam strukturnya. Timbulnya struktur yang baru tadi, pada akhirnya juga bertujuan untuk


(43)

24

mencapai keadaan yang stabil (di kemudian hari). Tercapainya keadaan stabil tersebut sedikit banyaknya juga tergantung pada faktor kepemimpinan dan ideologi yang dengan berubahnya struktur, mungkin juga mengalami perubahan-perubahan. Kadang-kadang konflik dalam kelompok sosial tersebut dapat dikurangi atau

bahkan dihapuskan, misalnya dengan mengadakan “kambing-hitam” (scapegoating) atau apabila, umpamanya, kelompok tersebut menghadapi musuh bersama dari luar.

Berubahnya struktur kelompok sosial, dapat terjadi karena sebab-sebab dari luar. Pertama-tama perlu diuraikan mengenai perubahan yang disebabkan karena perubahan-perubahan situasi. Situasi yang dimaksudkan di sini adalah keadaan di mana kelompok tadi hidup. Perubahan-perubahan pada situasi yang bersangkutan dapat pula merubah struktur kelompok sosial tadi. Ancaman-ancaman dari luar, misalnya, seringkali merupakan faktor yang mendorong terjadinya perubahan struktur kelompok sosial. Situasi yang membahayakan yang berasal dari luar memperkuat rasa persatuan dan mengurangi keinginan-keinginan untuk mementingkan diri sendiri dari anggota-anggota kelompok sosial yang bersangkutan.

Sebab yang kedua adalah karena pergantian anggota-anggota kelompok-kelompok. Pergantian anggota-anggota sesuatu kelompok sosial tidak perlu membawa perubahan struktur kelompok tersebut. Umpamanya personalia suatu pasukan. Angkatan bersenjata ada yang sering mengalami pergantian, yang tidak selalu mengakibatkan perubahan strukturnya secara keseluruhan. Akan tetapi ada pula kelompok-kelompok sosial yang mengalami kegoncangan-kegoncangan apabila


(44)

25

ditinggalkan salah seorang anggotanya, apalagi kalau anggota yang bersangkutan mempunyai kedudukan penting, misalnya, dalam suatu keluarga.

Lain sebab, yaitu sebab yang ketiga, adalah perubahan-perubahan yang terjadi dalam situasi sosial dan ekonomi. Dalam keadaan depresi misalnya, suatu keluarga akan bersatu untuk menghadapinya, walupun anggota-anggota keluarga tersebut mempunyai agama ataupun pandangan politik yang berbeda satu dengan lainnya. Di dalam dinamika kelompok, mungkin terjadi antagonisme antar kelompok. Apabila terjadi peristiwa tersebut, maka secara hipotesis prosesnya adalah, sebagai berikut :

1. Bila dua kelompok bersaing, maka akan timbul stereotip,

2. Kontak antara kedua kelompok yang bermusuhan, tidak akan mengurangi sikap tindak bermusuhan tersebut,

3. Tujuan yang harus dicapai dengan kerjasama, akan dapat menetralisirkan sikap tindak bermusuhan,

4. Di dalam kerjasama mencapai tujuan, stereotip yang semula negatif menjadi positif.

Suatu konflik antar kelompok mungkin terjadi karena persaingan untuk mendapatkan mata pencaharian hidup yang sama, atau terjadi pemaksaan unsur-unsur kebudayaan tertentu. Disamping itu mungkin ada pemaksaan agama, dominasi politik atau adanya konflik tradisionil yang terpendam. Suatu contoh adalah


(45)

26

hubungan antara mayoritas dan minoritas, dimana reaksi golongan minoritas adalah mungkin dalam bentuk sikap tindak menerima, agresif, menghindari atau asimilasi. Masalah dinamika kelompok, juga menyangkut gerak atau perilaku kolektif. Gejala tersebut merupakan suatu cara berpikir, merasa dan beraksi dari suatu kolektiva yang serta merta dan tidak terstruktur. Sebab-sebab suatu kolektiva menjadi agresif adalah, antara lain :

1. Frustasi selama jangka waktu yang lama, 2. Tersinggung,

3. Dirugikan,

4. Ada ancaman dari luar, 5. Diperlakukan tidak adil,

6. Terkena pada bidang-bidang kehidupan yang sangat sensitif. (soerjono soekanto (2012 : 157 – 15)

d. Faktor-faktor yang Menyebabkan Perubahan Sosial budaya

Adapun sebabnya masyarakat merasa tidak puas lagi pada suatu faktor mungkin karena ada faktor baru yang lebih memuaskan masyarakat sebagai pengganti dari faktor yang lama itu. Mungkin juga masyarakat mengadakan perubahan itu karena terpaksa untuk menyesuaikan suatu faktor dengan faktor-faktor lain yang sudah mengalami perubahan terlebih dahulu.

Pada umumnya dapat dikatakan bahwa sebab-sebab tersebut sumbernya mungkin ada yang terletak di dalam masyarakat itu sendiri dan ada yang letaknya di luar masyarakat itu, yaitu yang datangnya sebagai pengaruh dari masyarakat lain, atau


(46)

27

dari alam sekitarnya. Sebab-sebab yang bersumber dalam masyarakat itu sendiri adalah antara lain :

1. Bertambah atau berkurangnya penduduk. Bertambahnya penduduk yang sangat cepat di pulau Jawa, menyebabkan trjadinya perubahan dalam struktur masyarakat, terutama yang menyangkut lembaga-lembaga kemasyarakatan. Lembaga sistem hak milik atas tanah mengalami perubahan-perubahan; orang mengenal hak milik individual atas tanah, sewa tanah, gadai tanah, bagi hasil dan selanjutnya, yang sebelumnya tidak dikenal.

Berkurangnya penduduk mungkin disebabkan karena berpindahnya penduduk dari desa ke kota atau dari daerah ke daerah lain (misalnya transmigrasi). Perpindahan penduduk tersebut mungkin mengakibatkan kekosongan, misalnya dalam bidang pembagian kerja, stratifikasi sosial dan selanjutnya, yang mempengaruhi lembaga-lembaga kemasyarakatan. Perpindahan penduduk atau migrasi telah berlangsung beratus-ratus ribu tahun lamanya di dunia ini. Hal itu adalah sejajar dengan bertambah banyaknya manusia penduduk bumi ini. Pada masyarakat yang mata pencahariannya yang utama adalah berburu, perpindahan sering dilakukan, hal mana tergantung dari persediaan hewan-hewan barunya. Apabila hewan-hewan tersebut habis, maka akan berpindah ke tempat-tempat lainnya.

2. Penemuan-penemuan baru. Suatu proses sosial dan kebudayaan yang besar, tetapi yang terjadi dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama, adalah inovasi. Proses tersebut meliputi suatu penemuan baru, jalannya unsur kebudayaan baru yang tersebar ke lain-lain bagian dari masyarakat, dan cara-cara unsur


(47)

28

kebudayaan baru tadi diterima, dipelajari dan akhirnya dipakai dalam masyarakat yang bersangkutan. Penemuan-penemuan baru sebagai sebab terjadinya perubahan-perubahan dapat dibedakan dalam pengertian-pengertian discovery atau invention.

Dicovery adalah penemuan dari suatu unsur kebudayaan yang baru, baik yang berupa suatu alat baru, ataupun yang berupa suatu ide yang baru, yang diciptakan oleh seorang individu atau suatu ramgkaian ciptaan-ciptaan dari individu-individu dalam masyarakat yang bersangkutan. Adapun discovery tadi baru menjadi invention kalau masyarakat sudah mengakui, menerima serta menerapkan penemuan baru itu. Seringkali proses dari discovery sampai ke invention membutuhkan tidak hanya satu indvidu, yaitu si pencipta saja, akan tetapi suatu rangkaian dari pencipta-pencipta.

3. Pertentangan ( conflict ) dalam masyarakat mungkin pula menjadi sebab daripada terjadinya perubahan-perubahan sosial dan kebudayaan. Pertentangan-pertentangan tersebut mungkin terjadi antara orang perorangan dengan kelompoknya atau pertentangan antar kelompok-kelompok.

Masyarakat-masyarakat tradisionil di indonesia, pada umumnya bersifat kolektif. Segala kegiatan didasarkan pada kepentingan masyarakat: kepentingan individu walaupun diakui, mempunyai fungsi sosial. Tidak jarang timbul pertentangan antara kepentingan individu dengan kepentingan kelompoknya tersebut,yang dalam hal-hal tertentu dapat menimbulkan perubahan-perubahan. Misalnya di kalangan orang-orang batak yang sistem kekeluargaannya adalah patrilineal murni. Terdapat adat-istiadat bahwa apabila suami meninggal, maka


(48)

29

keturunannya berada dibawah kekuasaan keluarga almarhum. Dengan terjadinya proses individualisasi terutama pada orang-orang batak yang pergi merantau, kemudian terjadi penyimpangan, yaitu bhawa anak-anak tetap tinggal pada ibunya, walaupun hubungan antara si ibu dengan keluarga almarhum suaminya telah putus, karena meninggalnya suami. Keadaan tersebut membawa perubahan besar pada peranan keluarga batih dan juga pada kedudukan wanita, yang selama dianggap tidak mempunyai hak apa-apa apabila dibandingkan dengan lelaki.

Pertentangan antar kelompok mungkin terjadi antara generasi tua dengan generasi muda. Pertentangan-pertentangan demikian itu seringkali terjadi, apalagi pada masyarakat-masyarakat yang sedang berkembang dari tahap tradisionil ke tahap modern. Generasi muda yang belum terbentuk kepribadiannya, lebih mudah untuk menerima unsur-unnsur kebudayaan asing yang dalam beberapa hal mempunyai yang lebih tinggi. Keadaan tersebut dapat menimbulkan perubahan-perubahan tertentu dalam masyarakat, misalnya pergaulan yang lebih bebas antara wanita dengan laki-laki, kedudukan wanita yang sederajat dengan laki-laki di dalam masyarakat dan lain-lainnya.

4. Terjadinya pemberontakan atau revolusi di dalam tubuh masyarakat itu sendiri Suatu perubahan sosial dan kebudayaan dapat pula bersumber pada sebab-sebab yang berasal dari luar masyarakat itu sendiri. Sebab-sebab yang berasal dari luar masyarakat tersebut antara lain adalah :

a. Sebab-sebab yang berasal dari lingkungan alam fisik yang ada disekitar manusia.


(49)

30

Terjadinya gempa bumi, angin topan, banjir besar dan lain-lain mungkin menyebabkan bahwa masyarakat-masyarakat yang mendiami daerah tersebut terpaksa harus meninggalkan tempat tinggalnya. Apabila masyarakat tersebut mendiami tempat tinggalnya yang baru, maka mereka harus menyesuaikan diri dengan keadaan alam yang baru tersebut. Kemungkinan hal tersebut mengakibatkan terjadinya perubahan-perubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatannya. Suatu masyarakat yang mula-mula hidup dari berburu, kemudian meninggalkan tempat tinggalnya karena tempat tersebut dilanda banjir besar. Mereka kemudian menetap di suatu daerah yang memungkinkan mereka untuk bertani. Hal ini mengakibatkan perubahan-perubahan dalam diri masyarakat tadi, misalnya timbul lembaga kemasyarakatan baru yaitu pertanian dan selanjutnya.

Kadang-kadang, sebab-sebab yang bersumber pada lingkungan alam fisik, disebabkan oleh tindakan-tindakan dari warga masyarakat itu sendiri. Misalnya karena penggunaan tanah secara besar-besaran tanpa memperhitungkan lapisan-lapisan humus tanah tersebut; penebangan hutan-hutan yang menyebabkan banjir; hal-hal tersebut dapat mengakibatkan bahwa masyarakat yang bersangkutan terpaksa meninggalkan tempat tinggalnya untuk menetap di wilayah yang lain.

b. Peperangan

Peperangan dengan negara lain dapat pula menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan, oleh karena biasanya negara yang menang akan


(50)

31

memaksakan negara yang takluk, untuk menerima kebudayaannya yang dianggap sebagai kebudayaan yang lebih tinggi tarafnya.

c. Pengaruh kebudayaan masyarakat lain

Apabila sebab-sebab perubahan tersebut bersumber pada masyarakat lain, maka perubahan tersebut mungkin terjadi karena kebudayaan dari masyarakat yang lain, melancarkan pengaruhnya. Hubungan yang dilakukan sevara fisik antara dua masyarakat, mempunyai keccenderungan untuk menimbulkan pengaruh timbal-balik, artinya masing-masing masyarakat mempengaruhi masyarakat lainnya, tetapi juga menerima pengaruh dari masyarakat yang lain itu.

e. Budaya Pamrih

Secara harfiah menurut E. B. Taylor dalam Soerjono Soekanto (2006: 150) budaya pamrih memiliki pengertian berkenaan dengan sistem sosial, mengenai tindakan berpola dari manusia itu sendiri. Sistem sosial ini terdiri dari aktifitas-aktifitas manusia yang berinteraksi, berhubungan, serta bergaul satu dengan yang lain dari detik ke detik, dari hari ke hari, dan dari tahun ke tahun, selalu menurut pola-pola tertentu yang berdasarkan adat tata kelakuan. Sebagi rangkaian aktifitas manusia dalam suatu masyarakat, sistem sosial itu bersifat konkret, terjadi di sekeliling kita sehari-hari, dapat di observasi, di foto, dan di dokumentasi.

Manusia memiliki keinginan, sesuatu yang ia harapkan dapat tercapai. Keinginan manusia itu kemudian dibagi menjadi dua kelompok, yang pertama adalah cita - cita, dan yang kedua adalah pamrih. Cita – cita adalah keinginan manusia yang ia


(51)

32

harapkan dapat ia capai dari dirinya sendiri. Sementara pamrih adalah keinginan manusia yang ia capai dari orang lain.

Begitu banyak orang yang selalu mengharap hasil yang akan diterima, sebelum bersedia melakukan suatu pekerjaan. Kebanyakan mereka tidak mau bertindak sebelum jelas hasilnya. Cara berpikir ini telah tertanam begitu dalam, hampir-hampir menjadi budaya yang kuat dan mengikat. Itulah Budaya Pamrih. Budaya itu terus diajarkan turun temurun oleh orang tua kepada anaknya.

Sekarang ini, semakin banyak orang yang selalu mengharapkan hasilnya sebelum melakukan pekerjaannya. Dan kebiasaan untuk tidak mau melakukan sesuatu tanpa mengetahui dulu apa yang akan didapatkannya nanti sebagai imbalan. Itulah Budaya Pamrih. Sebuah budaya yang bisa menumbuhkan dan meningkatkan sifat materialistis dan kecenderungan menjadi hedonis. Manusia akan cenderung berfikir jangka pendek, memiliki orientasi yang pendek, tidak pernah melihat misi, dan cenderung memiliki visi yang pendek pula. Sebuah budaya yang menjadikan mata hati manusia menjadi buta, yang akibatnya, manusia tidak lagi mendahulukan sikap memberi tetapi lebih memfokuskan diri untuk selalu siap menerima. Tangan di atas tidak lagi menjadi lebih baik dibandingkan dengan tangan di bawah.

Secara sosiologis oleh Soerjono Soekanto (2006 : 145) budaya pamrih dimaksudkan untuk memusatkan perhatian pada segi-segi kebiasaan masyarakat yang cenderung menginginkan imbalan dan berusaha untuk mendapatkan perlakuan istimewa di kehidupan masyarakat.


(52)

33

B. Kerangka Pikir

Persepsi Ibu-ibu terhadap budaya pamrih dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Salah satu faktor yang berhubungan dengan pengaruh dari luar (eksternal) adalah tujuan yang hendak dicapai serta objek dari persepsi itu sendiri. Sementara faktor yang berhubungan dengan pengaruh dari dalam (internal) antara lain adalah motivasi, minat dan perhatian. Oleh karena itu penelitian ini diadakan untuk melihat bagaimana persepsi Ibu-ibu terhadap budaya pamrih di Kelurahan Kemiling Permai. Untuk mengetahui jalannya alur pemikiran dalam penelitian ini dapat dilihat dalam bagan kerangka pikir beikut ini:

2.1 Gambar Paradigma Penelitian Variabel X

Persepsi Ibu-Ibu Tentang Budaya Pamrih

Indikator:

a. Pandangan b. Pendapat c. Interpretasi

Variabel Y Budaya Pamrih Ukuran :

a. Baik

b. Kurang baik c. Tidak baik


(53)

34

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Metodologi Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif kualitatif, karena peneliti ingin menggambarkan keadaan yang terjadi dalam masyarakat Kelurahan Kemiling Permai khusunya dikalangan ibu-ibu. Ibu-Ibu di Kelurahan Kemiling Permai Kota Bandar Lampung rata-rata melakukan budaya pamrih ketika

menghadiri acara resepsi pernikahan. “Metode deskriptif merupakan penyelidikan yang

menuturkan, menganalisis dan mengklasifikasikan penyelidikan dengan metode survey yaitu dengan teknik interview, angket, observasi, tes, studi kasus, studi komparatif, studi

gerak dan waktu, analisis kualitatif dan studi kooperatif atau operasional”. (Winarno

Surakhmad, 1984: 139).

Penjelasan lain tentang metode deskriptif adalah “prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan/melukiskan keadaan suatu subjek dan objek penelitian (seseorang, lembaga, masyarakat dan lain-lain) pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak sebagaimana adanya”. (Hadari Nawawi, 1991: 63). Pendapat lain juga mengemukakan bahwa metode deskriptif adalah “metode yang digunakan untuk memecahkan masalah yang sedang dihadapi pada situasi sekarang, yang dilakukan dengan menempuh langkah-langkah pengumpulan, klasifikasi dan


(54)

35

analisis pengolahan data, membuat gambaran tentang suatu keadaan secara objektif

dalam suatu deskriptif”. (Moh. Ali, 1985: 131).

Berdasarkan pendapat-pendapat ahli diatas, maka dapat disimpulkan metode deskriptif adalah suatu metode yang digunakan untuk melakukan penelitian ilmiah dengan tujuan untuk pemecahan masalah yang ada sekaran, melalui suatu cara penggambaran keadaan secara objektif berdasarkan fakta-fakta sebagaimana adanya dengan penafsiran data yang ada.

B. Populasi dan Sampel 1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan objek penelitian yang terdiri dari manusia, benda-benda, hewan dan tumbuhan, gejala-gejala, nilai-nilai tes, peristiwa-peristiwa sebagai sumber data yang memiliki karakteristik tertentu dudalam suatu penelitian (Nawawi Hadari 1991: 141).

Adapun tujuan dari penentuan menurut Husaini Usman (2009: 42) adalah,”Agar

dapat menentukan besarnya anggota sampel yang diambil dari anggota populasi dan

membatasi berlakunya daerah generalisasi”.

Dari uraian diatas, maka yang menjadi populasi penelitian ini adalah seluruh Ibu-Ibu yang sudah berkeluarga di kelurahan kemiling Permai Kota Bandar Lampung yang berjumlah antara rentang umur produktif 25 - 54 tahun yaitu sebanyak 937 orang.


(55)

36

Tabel 2. Perincian Penduduk Kelurahan Kemiling Permai Menurut Tingkat Usia

Golongan Umur Laki-Laki Perempuan Jumlah

0 - 4 539 530 1.069

5 - 4 569 948 1.517

7 - 13 799 963 1.762

14 - 16 896 872 1.768

17 - 24 714 865 1.579

25 - 54 1.262 937 2.199

55 > 603 343 946

Total 5.182 5.458 10.640

Sumber: Kelurahan Kemiling Permai Kota Bandar Lampung

2. Sampel

Sampel penelitian merupakan bagian dari data penelitian yang diambil dari populasi. Penelitian ini adalah penelitian sampel, di karenakan populasi lebih dari 100 dan peneliti menggunakan rentang umur Ibu-Ibu yang produktif antara 25 – 54 tahun seperti yang tertera pada tabel 2 maka sampel diambil 10% menjadi 90 orang Ibu-Ibu yang akan diteliti nanti.

C. Variabel Penelitian

1. Variabel Penelitian 1.1 Variabel Bebas (X)

Variabel bebas yang digunakan dalam penelitian ini adalah Persepsi Ibu-Ibu terhadap budaya pamrih di Kelurahan Kemiling Permai Kota Bandar Lampung.


(56)

37

1.2 Variabel Terikat (Y)

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah budaya pamrih.

D. Definisi Operasional Variabel

Persepsi Ibu-Ibu tentang budaya pamrih memiliki pengertian berkenaan dengan sistem sosial terdiri dari aktifitas-aktifitas manusia yang berinteraksi, berhubungan, serta bergaul satu dengan yang lain dari detik ke detik, dari hari ke hari, dan dari tahun ke tahun menurut pola-pola tertentu yang berdasarkan adat tata kelakuan. Sebagai rangkaian aktifitas manusia dalam suatu masyarakat, sistem sosial itu bersifat konkret, terjadi di sekeliling kita sehari-hari, dapat di observasi, di foto, dan di dokumentasi. Indikator dari variabel ini meliputi pandangan, pendapat, dan interpretasi.

1. Berdasarkan pandangan yaitu suatu acara resepsi pernikahan merupakan suatu acara yang penting dan sakral, lebih bagus lagi jika melaksanakan budaya pamrih sebagai sarana bermasyarakat untuk menjaga silaturahmi.

2. Berdasarkan pendapat yaitu Ibu-Ibu menganggap bahwa melaksanakan budaya pamrih merupakan sebuah budaya yang prestisius yang bisa menimbulkan citra baik dalam diri.

3. Berdasarkan interpretasi yaitu Ibu-Ibu sebagian besar pada umumnya sering melaksanakan budaya pamrih di setiap akan menghadiri acara resepsi pernikahan.


(57)

38

E. Rencana Pengukuran Variabel

Pengukuran variabel digunakan dalam penelitian ini adalah dengan mengukur besaran indikator variabel meliputi skala nominal : baik, kurang baik, tidak baik.

F. Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan beberapa teknik dalam mengumpulkan data. Hal ini dimaksudkan untuk mendapatkan hasil yang maksimal, maka pengumpulan data dilakukan dengan cara sebagai berikut:

1. Teknik Pokok 1.1Angket

Dalam penulisan ini peneliti menggunakan metode pokok. Dan penulisan menggunakan teknik ini karena mendapatkan data primer tentang persepsi ibu-ibu terhadap budaya pamrih pada acara resepsi pernikahan dalam menjaga tali silaturahmi di Kelurahan Kemiling Permai Tahun 2014.

Angket tersebut ditujukan kepada responden yang menjadi subjek sedangkan yang menjadi responden adalah Ibu-Ibu yang secara umum sudah pernah melaksanakan budaya pamrih pada acara resepsi pernikahan. Dimana responden tinggal memilih salah satu jawaban yang sudah disediakan oleh peneliti.

Angket yang dibuat dalam bentuk soal pilihan ganda yang bersifat tertutup memiliki alternatif kemungkinan jawaban a, b, dan c yang masing-masing diberi:


(58)

39

a. Skor 3 untuk jawaban yang sesuai harapan.

b. Skor 2 untuk jawaban yang kurang sesuai dengan harapan. c. Skor 1 untuk jawaban yang tidak sesuai dengan harapan.

2. Teknik Penunjang

1.1 Teknik Dokumentasi

Peneliti menggunakan ini untuk mengumpulkan data yang mendukung penelitian ini, dalam pelaksanaannya penulis akan mencari sumber-sumber dari Kantor Kelurahan Kemiling Permai Kota Bandar Lampung.

1.2 Teknik Wawancara

Peneliti menggunakan teknik ini dengan tujuan untuk mendapatkan data secara lengkap yang akan dijadikan bahan pendukung metode kuisioner, dalam pelaksanaan ini penulis lakukan dengan responden Ibu-Ibu yang secara umum sudah berkeluarga dan sudah melakukan budaya pamrih.

G. Validitas dan Uji Reliabilitas

1.1 Uji Validitas

Menurut Arikunto Suharsimi (2006:168) Uji validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kevaliditas dalam suatu instrumen dengan demikian untuk menentukan item soal dilakukan kontrol langsung terhadap teori-teori yang melahirkan indikator yang dipakai.


(59)

40

Untuk menentukan validitas item soal dilakukan kontrol langsung terhadap teori-teori yang melahirkan indikator-indikator yang dipakai validitas yaitu logical validity dengan cara mengkonsultasikan kepada dosen pembimbing skripsi yang dianggap penulis sebagai ahli penelitian dan menyatakan angket ini valid.

1.2 Reliabilitas

Uji reliabilitas merupakan instrumen yang cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data, karena instrument tersebut sudah cukup baik sehingga mampu mengungkapkan data yang dapat dipercaya (Arikunto Suharsimi, 2006:170).

Maka sebelum diuji coba, langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut; 1. Menyebarkan angket untuk uji coba kepada responden

2. Untuk menguji soal angket digunakan teknik belah dua atau ganjil dan genap 3. Kemudian mengkorelasikan kelompok ganjil dan genap dengan korelasi

product moment yaitu:

� = −

( )( )

²− ² ²− ²

Dimana:

rxy = Koefisien antara variabel X dan Y X = Variabel bebas

Y = Variabel terikat N = Jumlah responden


(60)

41

a. Kemudian untuk mengetahui reliabilitas angket digunakan rumus Spearman Brown. (Manase Malo, 1985:139), yaitu :

� = 2 �gg

1 +�gg

rxy = Koefisien reliabilitas seluruh item rgg = Koefisien antara item genap dan ganjil

b. Hasil analisis kemudian dibandingkan engan tingkat reliabilitas, dengan kriteria sebagai berikut:

0,90 – 1,00 = Reliabilitas tinggi 0,50 – 0,89 = Reliabilitas sedang 0,00 – 0,49 = Reliabiltas rendah

H. Teknik Analisis Data

Analisis data adalah proses penyederhanaan data kedalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan diinterpretasikan. Dalam penelitian ini analisis data yang digunakan adalah teknik analisis kuantitatif yang diperoleh dari analisis tabel dan persentase, yang selanjutnya diuraikan beberapa keterangan atau kalimat.

Untuk mengelola dan menganalisis data, akan digunakan rumus :

I =�� − ��

� Keterangan : I = Interval

NT = Nilai Tertinggi NR = Nilai Terendah K = Kategori


(61)

42

Penentuan tingkat persentase digunakan rumus yang dikemukakan oleh Ali Mohammad (1984:184), sebagai berikut:

�= �

� X 100 %

Keterangan :

P = Besarnya persentase

F = Jumlah skor yang diperoleh item N = Jumlah responden

Untuk menafsirkan banyaknya persentase (Suharsimi Arikunto 2002: 196) yang diperoleh digunakan kriteria sebagai berikut :

76 % - 100 % = Baik 56 % - 75 % = Cukup 40 % - 55 % = Tidak baik

Alasan digunakannya teknik analisis data dengan menggunakan uji persentase ini karena diharapkan dapat mendeskripsikan persepsi Ibu-ibu terhadap budaya pamrih di Kelurahan Kemiling Permai Kota Bandar Lampung.


(62)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A.Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Indikator pandangan memperoleh presentase sebesar 60% dengan kategori kurang baik.

2. Indikator pendapat memperoleh presentase sebesar 71,1% dengan kategori kurang baik.

3. Indikator interpretasi memperoleh presentase sebesar 60% dengan kategori kurang baik.

Dari hasil diatas dapat kita pahami bahwa persepsi ibu-ibu terhadap budaya pamrih di Kelurahan Kemiling Permai Kota Bandar Lampung adalah kurang baik, dalam artian semua aspek yang menjadi indikator persepsi meliputi pandangan, pendapat, dan interpretasi dari ibu-ibu terhadap budaya pamrih memiliki kecenderungan yang kurang baik, dalam artian untuk tetap menjaga keberlangsungan hidup di masyarakat, acara resepsi pernikahan sebaiknya tidak dipandang sebagai ancaman untuk pembeda taraf hidup masyarakat, tetapi harus dipandang sebagai wadah pemersatu yang diharapkan mampu berperan sebagai pondasi yang kuat untuk menjaga keutuhan hidup bermasyarakat dan identitas-kepribadian bangsa Indonesia.


(63)

78

4. Saran

Kepada masyarakat khusunya Ibu-Ibu diharapkan agar tidak terlalu berlebihan dalam menyikapi adanya budaya pamrih ini. Terlebih lagi ketika akan menghadiri acara resepsi pernikahan, agar tidak berlebihan dalam bertindak sehingga tidak menimbulkan kesan yang tidak wajar dalam rangka menjadi tamu undangan maupun menjadi penyelenggaranya.


(64)

DAFTAR PUSTAKA

Alex, Sobur.Pengertian Apa Arti Persepsi. http//persepsi/pengertianpersepsi. Diakses pada 6 januari 2014.

Ali Muhamad. 1985. Metodologi Research. Yogyakarta: UGM.

Anotherorion. Pamrih. http://anotherorion.com/pamrih. Diakses pada 13 Februari 2014.

Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Penelitian Praktis. Jakarta:Bina Aksara.

Husaini, Usman.2009. Metodologi Penelitian Sosial. Jakarta: Bumi Aksara. Kartono, Kartini. 2001. Bimbingan Belajar. Jakarta: Rajawali.

Koentjaranignrat. 1990. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta. Malo, Manase. 1985. Pengantar Ilmu Dasar Metode. Jakarta: Eresco. Nawawi Hadari. 1991. Metode Penelitian Sosial. Yogyakarta: Gajah Mada

University Press.

Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1997. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Soekanto, soerjono. 2006. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Surakhmad, Winarno. 1984. Metodologi Penelitian. Bandung: Angkasa. Tarbiyah.(2009).Hubungan Tingkat Pendidikan Ibu Rumah Tangga Dengan

Metode Mendidik Anak Dalam Keluarga Di Desa Kedai Sianam Asahan. Diakses pada 8 januari 2014 dari http://one.indoskripsi.com.


(65)

Tumanggor, Rusmin. 2010. Ilmu Sosial dan Budaya Dasar. Jakarta: Prenada Media.


(1)

a. Kemudian untuk mengetahui reliabilitas angket digunakan rumus Spearman Brown. (Manase Malo, 1985:139), yaitu :

� = 2 �gg 1 +�gg

rxy = Koefisien reliabilitas seluruh item rgg = Koefisien antara item genap dan ganjil

b. Hasil analisis kemudian dibandingkan engan tingkat reliabilitas, dengan kriteria sebagai berikut:

0,90 – 1,00 = Reliabilitas tinggi 0,50 – 0,89 = Reliabilitas sedang 0,00 – 0,49 = Reliabiltas rendah

H. Teknik Analisis Data

Analisis data adalah proses penyederhanaan data kedalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan diinterpretasikan. Dalam penelitian ini analisis data yang digunakan adalah teknik analisis kuantitatif yang diperoleh dari analisis tabel dan persentase, yang selanjutnya diuraikan beberapa keterangan atau kalimat.

Untuk mengelola dan menganalisis data, akan digunakan rumus :

I =�� − �� � Keterangan : I = Interval

NT = Nilai Tertinggi NR = Nilai Terendah K = Kategori


(2)

42

Penentuan tingkat persentase digunakan rumus yang dikemukakan oleh Ali Mohammad (1984:184), sebagai berikut:

�= �

� X 100 % Keterangan :

P = Besarnya persentase

F = Jumlah skor yang diperoleh item N = Jumlah responden

Untuk menafsirkan banyaknya persentase (Suharsimi Arikunto 2002: 196) yang diperoleh digunakan kriteria sebagai berikut :

76 % - 100 % = Baik 56 % - 75 % = Cukup 40 % - 55 % = Tidak baik

Alasan digunakannya teknik analisis data dengan menggunakan uji persentase ini karena diharapkan dapat mendeskripsikan persepsi Ibu-ibu terhadap budaya pamrih di Kelurahan Kemiling Permai Kota Bandar Lampung.


(3)

A.Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Indikator pandangan memperoleh presentase sebesar 60% dengan kategori kurang baik.

2. Indikator pendapat memperoleh presentase sebesar 71,1% dengan kategori kurang baik.

3. Indikator interpretasi memperoleh presentase sebesar 60% dengan kategori kurang baik.

Dari hasil diatas dapat kita pahami bahwa persepsi ibu-ibu terhadap budaya pamrih di Kelurahan Kemiling Permai Kota Bandar Lampung adalah kurang baik, dalam artian semua aspek yang menjadi indikator persepsi meliputi pandangan, pendapat, dan interpretasi dari ibu-ibu terhadap budaya pamrih memiliki kecenderungan yang kurang baik, dalam artian untuk tetap menjaga keberlangsungan hidup di masyarakat, acara resepsi pernikahan sebaiknya tidak dipandang sebagai ancaman untuk pembeda taraf hidup masyarakat, tetapi harus dipandang sebagai wadah pemersatu yang diharapkan mampu berperan sebagai pondasi yang kuat untuk menjaga keutuhan hidup bermasyarakat dan identitas-kepribadian bangsa Indonesia.


(4)

78

4. Saran

Kepada masyarakat khusunya Ibu-Ibu diharapkan agar tidak terlalu berlebihan dalam menyikapi adanya budaya pamrih ini. Terlebih lagi ketika akan menghadiri acara resepsi pernikahan, agar tidak berlebihan dalam bertindak sehingga tidak menimbulkan kesan yang tidak wajar dalam rangka menjadi tamu undangan maupun menjadi penyelenggaranya.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Alex, Sobur.Pengertian Apa Arti Persepsi. http//persepsi/pengertianpersepsi. Diakses pada 6 januari 2014.

Ali Muhamad. 1985. Metodologi Research. Yogyakarta: UGM.

Anotherorion. Pamrih. http://anotherorion.com/pamrih. Diakses pada 13 Februari 2014.

Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Penelitian Praktis. Jakarta:Bina Aksara.

Husaini, Usman.2009. Metodologi Penelitian Sosial. Jakarta: Bumi Aksara. Kartono, Kartini. 2001. Bimbingan Belajar. Jakarta: Rajawali.

Koentjaranignrat. 1990. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta. Malo, Manase. 1985. Pengantar Ilmu Dasar Metode. Jakarta: Eresco. Nawawi Hadari. 1991. Metode Penelitian Sosial. Yogyakarta: Gajah Mada

University Press.

Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1997. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Soekanto, soerjono. 2006. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Surakhmad, Winarno. 1984. Metodologi Penelitian. Bandung: Angkasa. Tarbiyah.(2009).Hubungan Tingkat Pendidikan Ibu Rumah Tangga Dengan

Metode Mendidik Anak Dalam Keluarga Di Desa Kedai Sianam Asahan. Diakses pada 8 januari 2014 dari http://one.indoskripsi.com.


(6)

Tumanggor, Rusmin. 2010. Ilmu Sosial dan Budaya Dasar. Jakarta: Prenada Media.