34
D. Profesionalisme Guru Pendidikan Agama Islam
Profesionalitas seseorang sangat urgen dalam semua segi kehidupan, termasuk dalam jabatan guru, karena akan dapat meningkatkan martabat dan
harkat guru di satu sisi, dan pada sisi yang lain akan dapat meningkatkan mutu pendidikan nasional. Pengkajian terhadap pembinaan dan pengembangan
kemampuan profesional guru, sepertinya sudah klise, dalam makna selalu didiskusikan.
Sesungguhnya hal itu tidaklah klise karena dari waktu ke waktu persyaratan guru ideal senantiasa berubah sehingga pertumbuhan profesionalnya
harus terus-menerus dirangsang. Lebih lagi pada era globalisasi yang makin masif dan ekstensif ini tanpa didukung oleh sumber daya manusia SDM yang
berkualitas baik dalam bidang pendidikan, kemajuan teknologi ataupun ekonomi suatu negara akan tertinggal jauh. Negara manapun di dunia ini memerlukan
SDM yang menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi dan seni serta beriman dan bertaqwa yang dipersiapkan melalui proses pendidikan yang dikembangkan
secara luas terutama ketaqwaan yang dikembangkan melalui proses pendidikan agama Islam untuk bekal hidup keduniaan terutama keakhiratan.
Keberadaan guru PAI sebagai pendidik utama dalam pelaksanaan pendidikan agama Islam adalah berperan sebagai perancang, pelaksana,
pemimpin, komunikator dan evaluator terhadap proses pendidikan agama Islam dalam kerangka mencapai tujuan terbentuknya kepribadian anak didik yang
luhur. Secara filosofis, manusiaanak adalah makhluk theomorfic, manusia berasal dari Tuhan dan kembali kepada Tuhan yang diberi amanah sebagai
khalifah pemimpinwakil, penguasa, dan abdun hamba, dalam kerangka misi menemukan dan mengamalkan sunnatullah untuk keselamatan dan kemakmuran.
Profesionalitas guru PAI adalah suatu sebutan terhadap kualitas sikap para guru PAI terhadap profesinya serta derajat pengetahuan dan keahlian yang
mereka miliki untuk dapat melakukan tugas-tugasnya. Dengan demikian, sebutan profesionalitas guru PAI lebih
menggambarkan suatu ―keadaan‖ derajat keprofesian setiap guru PAI untuk bangkit menggapai sikap, pengetahuan, dan
keahlian yang diperlukan untuk melaksanakan tugasnya dalam pembelajaran
35 bidang studi PAI. Dalam hal ini, guru PAI diharapkan memiliki profesionalisme
keguruan yang memadai sehingga mampu melaksanakan tugasnya secara efektif.
Sejak diterbitkannya Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Undang-Undang Guru dan Dosen UUGD, profesionalisme guru sering
dibicarakan di dalam berbagai forum. Profesionalisme guru dikaitkan dengan tiga faktor yang cukup penting, yaitu kompetensi guru, sertifikasi guru, dan
tunjangan profesi guru. Ketiga faktor tersebut merupakan latar yang disinyalir berkaitan erat dengan kualitas pendidikan. Guru profesional yang dibuktikan
dengan kompetensi yang dimilikinya akan mendorong terwujudnya proses dan produk kinerja yang dapat menunjang peningkatan mutu pendidikan. Dengan
demikian untuk menjalankan peran strategis guru PAI maka diperlukan ketersediaan guru PAI yang professional. Untuk mengajarkan mata pelajaran
agama, tentu saja harus diserahkan kepada orang-orang yang ahli dalam bidang pendidikan agama Islam. Inilah praktik pendidikan agama Islam professional,
yang dilaksanakan oleh guru yang ahli merencanakan, melaksanakan dengan strategi, memimpin siswa dengan keteladanan, dan mengevaluasi.
Semiawan dalam Danim Sudarwan mengemukakan hierarki profesi tenaga kependidikan, yaitu tenaga profesional, tenaga semiprofesional dan
tenaga para-profesional. 1. Tenaga profesional merupakan tenaga kependidikan yang berkualifikasi
pendidikan sekurang-kurangnya S1atau yang setara, dan memiliki wewenang penuh dalam perencanaan, pelaksanaan, penilaian, dan
pengendalian pendidikan pengajaran. Tenaga kependidikan yang termasuk dalam kategori ini juga berwenang untuk membina tenaga kependidikan yang
lebih rendah jenjang profesionalnya, misalnya guru senior membina guru yang lebih yunior.
2. Tenaga semiprofesional merupakan tenaga kependidikan yang berkualifikasi pendidikan tenaga kependidikan D3 atau yang setara yang telah berwenang
mengajar secara mandiri, tetapi masih harus melakukan konsultasi dengan
36 tenaga kependidikan yang lebih tinggi jenjang profesionalnya, baik dalam hal
perencanan, pelaksanaan, penilaian maupun pengendalian pengajaran. 3. Tenaga paraprofesional merupakan tenaga kependidikan yang berkualifikasi
pendidikan tenaga kependidikan D3 ke bawah, yang memerlukan pembinaan dalam perencanaan, pelaksanaan, penilaian dan pengendalian pendidikan
pengajaran.
37
Saat ini tenaga kependidikan minimal berkualifikasi S1. Sejalan dengan pendapat di atas, Windam dalam Danim Sudarwan
mengklasifikasikan derajat mutu tenaga kependidikan menjadi tiga kategori, yaitu berkualifikasi penuh, berkualifikasi sebagian, dan tidak memenuhi
kualifikasi.
38
Profesionalisme berasal dari kata profession artinya ahli atau terampil dalam bidangnya. Kata profesional berasal dari kata sifat yang berarti
pencaharian dan sebagai kata benda yang berarti orang yang mempunyai keahlian seperti guru, dokter, hakim dan sebagainya. Dengan kata lain pekerjaan
yang bersifat profesional adalah pekerjaan yang hanya dapat dilakukan oleh mereka yang khusus dipersiapkan untuk itu dan bukan pekerjaan yang dilakukan
oleh mereka yang karena tidak mendapat pekerjaan lain.
39
Profesi adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian,
kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi.
37
Danim Sudarwan, Inovasi Pendidikan dalam Upaya Peningkatan Profesionalisme Tenaga Kependidikan, Bandung: Pustaka Setia, 2002 h. 31
38
Danim Sudarwan, Inovasi Pendidikan dalam Upaya Peningkatan Profesionalisme Tenaga Kependidikan, Bandung: Pustaka Setia, 2002 h. 31
39
Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2003, h. 14.
37 Guru merupakan pekerjaan profesi dalam Oemar Hamalik dirumuskan
bahwa , ―Profesi itu pada hakekatnya adalah suatu pernyataan dan suatu janji
terbuka, bahwa seorang akan mengabdikan dirinya kepada suatu jabatan dalam arti biasa, karena orang tersebut terpanggil untuk menjabat pekerjaan itu.
40
Profesi adalah suatu pekerjaan atau jabatan yang menuntut keahlian tertentu. Artinya suatu pekerjaan atau jabatan yang disebut profesi tidak dapat dipegang
oleh sembarang orang, tetapi memerlukan persiapan melalui pendidikan dan pelatihan secara khusus. Professional adalah pekerjaan atau kegiatan yang
dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu
atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi.
41
Itu artinya profesi adalah kedudukan atau jabatan yang memerlukan ilmu pengetahuan dan keterampilan khusus yang diperoleh melalui pendidikan atau
perkuliahan yang bersifat teoretis dan disertai praktek, diuji dengan berbagai bentuk ujian di universitas atau lembaga yang diberi hak untuk dan diberikan
kepada orang-orang yang memilikinya sertifikat, lisensi, brafet suatu kewenangan tertentu dalam hubungannya dengan kliennya yang dipelihara
dengan hati-hati dan selalu ditingkatkan melalui organisasinya. Ada tiga pilar pokok yang ditunjukkan untuk suatu profesi, yaitu
pengetahuan, keahlian, dan persiapan akademik.
42
Pengetahuan bermakna aspek kognitif yang dimiliki oleh seseorang melalui proses belajar, keahlian bermakna
terhadap penguasaan dari keilmuan yang dapat dijadikan acuan dalam bertindak atau bisa juga disebut pakar dalam cabang ilmu tertentu, dan persiapan
akademik mengandung makna bahwa untuk mencapai derajat profesional atau memasuki jenis profesi tertentu diperlukan persyaratan pendidikan khusus,
berupa pendidikan yang dilaksanakan pada lembaga pendidikan formal, khususnya jenjang perguruan tinggi.
40
Oemar Hamalik, Pendidikan Guru berdasarkan Pendekatan Kompetensi Jakarta: Bumi Aksara, 2002, h.1.
41
Kusnandar, Guru Profesional, Jakarta: Rajawali Press, 2011, h. 45.
42
Sudarwan Danim, Inovasi Pendidikan dalam Upaya Peningkatan Profesionalisme Tenaga Kependidikan, Bandung: Pustaka Setia Bandung, 2002, h.22.
38 Secara terminologi, profesi dapat diartikan sebagai suatu pekerjaan yang
mempersyaratkan pendidikan tinggi bagi pelakunya yang ditekankan pada pekerjaan mental, bukan pekerjaan manual. Kemampuan mental yang
dimaksudkan di sini adalah adanya persyaratan pengetahuan teoritis sebagai instrumen untuk melakukan perbuatan praktis.
43
Dari uraian di atas bahwa profesi adalah suatu pekerjaan yang didasarkan kepada pendidikan dan pelatihan khusus dengan tujuan memberikan layanan
dengan keahliannya kepada orang lain dengan imbalan dan gaji tertentu. Pekerjaan atau jabatan itu dilaksanakan seseorang apabila dia telah mendapatkan
ijazah tertentu sehingga tidak sembarangan orang dapat melakukan pekerjaan tersebut. Demikian hanya pekerjaan yang dikategorikan profesi seperti dokter,
pengacara, akuntan, bidan, guru dan lain sebagainya. Nurdin, mengartikan profesi
―Sebagai suatu pekerjaan yang memerlukan pendidikan lanjut di dalam science dan teknologi yang digunakan sebagai
prangkat dasar untuk diimplementasikan dalam berbagai kegiatan yang bermanfaat
‖.
44
Dari pengertian di atas, bahwa profesi adalah suatu pekerjaan yang memerlukan pendidikan lanjut, profesi juga memerlukan keterampilan
melalui ilmu pengetahuan yang mendalam, ada jenjang pendidikan khusus yang mesti dilalui sebagai sebuah persyaratan.
Jika disandangkan kata professional kepada guru, maka menurut Danim, ―Guru profesional adalah guru yang memiliki kompetensi tertentu sesuai dengan
persyaratan yang dituntut oleh profe si keguruan‖
45
Kalau begitu guru profesional adalah guru yang senantiasa menguasai bahan atau materi pelajaran yang akan diajarkan dalam interaksi belajar
mengajar, serta
senantiasa mengembangkan
kemampuannya secara
berkelanjutan, baik dalam segi ilmu yang dimilikinya maupun pengalamannya.
43
Sudarwan Danim, Inovasi Pendidikan dalam Upaya Peningkatan Profesionalisme Tenaga Kependidikan, Bandung: Pustaka Setia Bandung, 2002, h.21.
44
Syafruddin Nurdin, Guru Profesinal dan Implementasi Kurikulum, Jakarta : Ciputat Pers, 2002, h. 16.
45
Sudarman Danim, Media Komunikasi Pendidikan, Jakarta : Bumi Aksara, 1994, h..53.
39 Sedang persyaratannya menurut Usman adalah sebagai berikut.
1. Menuntut adanya keterampilan yang berdasarkan konsep dan teori ilmu
pengetahuan yang mendalam. 2.
Menemukan pada suatu keahlian dalam bidang tertentu sesuai dengan bidang profesinya.
3. Menuntut adanya tingkat pendidikan keguruan yang memadai.
4. Adanya kepekaan terhadap dampak kemasyarakatan.
5. Memungkinkan perkembangan sejalan dengan dinamika kehidupan.
6. Memiliki kode etik sebagai acuan dalam melaksanakan tugas dan fungsinya.
7. Memiliki klienobjek layanan yang tetap, seperti guru dengan muridnya.
8. Diakui oleh masyarakat, karena memang jasanya perlu dimasyarakatkan.
9. Belajar memahami dan berfikir seperti orang-orang yang mereka layani
sehingga bisa mewakili mereka ketika orang-orang itu tidak ada di tempat; 10.
Mereka adalah pemain tim; 11.
Bisa dipercaya memegang rahasia; 12.
Jujur bisa dipercaya dan setia 13.
Terbuka terhadap
kritik-kritik yang
membangun mengenai
cara meningkatkan diri.
46
Dari indikator yang disebutkan di atas dapat disimpulkan bahwa professional itu adalah seseorang yang dipercaya memiliki kemampuan khusus
untuk melakukan satu bidang kerja dengan hasil kualitas yang tinggi berdasarkan pengalaman dan pengetahuannya tentang objek pekerjaannya
tersebut. Kata profesional merujuk pada dua hal. hal pertama orang yang
menyandang suatu profesi. Kedua, kinerja atau performance seseorang dalam melakukan pekerjaan yang sesuai dengan profesinya.
47
Guru sebagai profesi berarti guru sebagai pekerjaan yang mensyaratkan kompetensi keahlian dan wewenang dalam pendidikan dan pelajaran agar
dapat melaksanakan pekerjaan tersebut secara efektif serta berhasil guna.
48
Dengan cara demikian Guru harus memperkaya diri dengan berbagai ilmu pengetahuan untuk melaksanakan tugasnya sebagai pengajar dalam interaksi
belajar mengajar sehingga dengan kemampuannya baik dalam hal metode mengajar, gaya mengajar ataupun penyampaian materi pelajaran.
46
Muhammad Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, Bandung : Remaja Rosda Karya, 2002, h..15.
47
Sudarwan Danim, Inovasi Pendidikan dalam Upaya Peningkatan Profesionalisme Tenaga Kependidikan, Bandung: Pustaka Setia Bandung, 2002,, h.22-23.
48
Kusnandar, Guru Profesional, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007 h. 46.
40 Tugas guru tidak hanya memerankan fungsi sebagai subjek yang
mentransfer pengetahuan kepada anak didik, melainkan juga melakukan tugas- tugas sebagai fasilitator, motivator, dan dinamisator dalam PBM, baik di dalam
maupun di luar kelas. Untuk menjalankan tugas-tugas itu secara efektif dan efisien para guru harus memiliki kompetensi tertentu. Merujuk pada konsep
yang dianut di lingkungan Depdiknas, sebagai instructional leader guru harus memiliki 10 kompetensi sebagai berikut.
1. Mengembangkan kepribadian. 2. Menguasai landasan kependidikan.
3. Menguasai bahan pengajaran. 4. Menyusun program pengajaran.
5. Melaksanakan program pengajaran. 6. Menilai hasil dan proses belajar-mengajar.
7. Menyelenggarakan program bimbingan. 8. Menyelenggarakan administrasi sekolah.
9. Kerjasama dengan sejawat dan masyarakat. 10. Menyelenggarakan penelitian sederhana untuk keperluan pengajaran.
49
Berdasarkan uraian di atas setiap Guru PAI harus merasa bahwa pekerjaannya adalah sebuah profesi. Bahkan lebih dari itu seorang Guru PAI
harus menyadari sepenuhnya bahwa aktivitasnya sebagai seorang pendidik merupakan aktivitas mulia untuk mengangkat derajat manusia lain. Aktivitas
mengajar sebagai profesi harus dijalanknan secara sungguh-sungguh dan Profesional. Apalagi dari aktivitas ini seseorang mendapatkan nafkah hidup
karenanya dia harus menjaga agar berjalan pada posisi yang seharusnya. Profesi adalah suatu jabatan atau pekerjaan yang menuntut keahlian dari
para petugasnya. Artinya pekerjaan yang disebut profesi itu tidak bisa dilakukan oleh orang yang tidak terlatih dan tidak dsiapkan secara khusus terlebih dahulu
untuk melakukan pekerjaan itu.
50
49
Sudarwan Danim, Inovasi Pendidikan dalam Upaya Peningkatan Profesionalisme Tenaga Kependidikan, Bandung: Pustaka Setia Bandung, 2002, h.21.
50
Mungin Eddy Wibowo, Paradigma Bimbingan dan Konseling, Semarang; DEPDIKNAS, 2001,
41 Menurut Friedman dalam Sudarwan Danim pengakuan atas suatu
pekerjaan agar menjadi suatu profesi sungguhan dapat ditempuh melalui tahap, yaitu registrasi registration, sertifikasi certification, dan lisensi licensing.
51
1. Registrasi adalah suatu aktivitas yang jika seseorang ingin melakukan pekerjaan profesional, terlebih dahulu rencananya diregistrasikan pada kantor
registrasi milik negara dengan melengkapi persyaratan yang harus dipenuhi. 2. Sertifikasi mengandung makna jika hasil penelitian atas persyaratan
pendaftaran yang diajukan memenuhi persyaratan akan diberikan pengakuan oleh negara atas kemampuan dan keterampilan yang dimilikinya berupa
pemberian sertifikat yang memuat penjelasan tentang kemampuan dan keterampilan yang dimiliki oleh pemegangnya berikut kewenangannya.
3. Lisensi mengandung makna bahwa atas dasar sertifikat yang dimiliki oleh seseorang, barulah orang tersebut memperoleh izin atau lisensi dari negara
untuk mempraktikkan pengetahuan dan keterapilan yang dimilikinya. Ada beberapa alasan rasional menurut penulis, tugas mengajar disebut
sebagai profesi, pertama bidang tugas guru memerlukan perencanaan yang matang, pelaksanaan mantap dan pengendalian yang baik.
Tugas mengajar dilaksanakan atas dasar sistem, kedua bidang pekerjaan mengajar memerlukan dukungan ilmu teoritis pendidikan dan mengajar, ketiga
bidang pendidikan ini memerlukan waktu lama dalam masa pendidikan dan latihan, sejak pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi untuk pendidik dan
tenaga kependidikan. Profesionalitas guru PAI adalah gambaran atau keadaan derajat keprofesian setiap guru PAI dalam menggapai sikap mental,
pengetahuan, dan keterampilan yang dimiliki untuk melaksanakan tugasnya dalam pembelajaran bidang studi PAI secara optimal efektif dan efisien.
Karena itu, sejak tahun ini sudah dimulai seterusnya ke depan, seorang sarjana. Pendidikan sebagai calon guru wajib mengikuti pendidikan profesi guru
PPG satu tahun supaya mendapat sertifikat pendidik professional sebagai syarat profesi melakukan tugas dan jabatan mengajar.
51
Sudarwan Danim, Inovasi Pendidikan dalam Upaya Peningkatan Profesionalisme Tenaga Kependidikan, Bandung: Pustaka Setia Bandung, 2002, h.30.
42 Menurut Arifin Profesionalisme dalam bidang pendidikan merupakan
seperangkat tugas dan fungsi dalam lapangan pendidikan berdasarkan keahlian. Para guru yang profesional memiliki kompetensi keguruan berkat pendidikan
atau latihan di lembaga pendidikan guru dalam jangka waktu tertentu. Misi profesional disimpulkan dalam tiga dimensi utama, yaitu: pengetahuan,
keterampilan dan komitmen. Pelaksanaan tugas guru yang mengacu kepada tiga dimensi tadi mencakup kriteria dasar yaitu: kepribadian guru, penguasaan ilmu
yang diajarkan dan keterampilan mengajar.
52
Orang yang profesional memiliki sikap-sikap yang berbeda dengan orang yang tidak profesional meskipun dalam pekerjaan yang sama. Menurut
Abbuddin Nata ciri-ciri profesionalisme untuk guru secara garis besarnya ada tiga, yakni: pertama, seorang guru yang profesional harus menguasai bidang
ilmu pengetahuan yang akan diajarkannya dengan baik. Ia benar-benar seorang ahli dalam bidang ilmu yang diajarkannya. Selanjutnya karena bidang
pengetahuan apapun selalu mengalami perkembangan, maka seorang guru juga harus terus menerus meningkatkan dan mengembangkan ilmu yang diajarkannya
itu, seoraang guru harus secara terus menerus melakukan penelitian dengan menggunakan berbagai macam metode. Kedua, seorang guru yang profesional
harus memiliki kemampuan menyampaikan atau mengajarkan ilmu yang dimilikinya transfer of knowledge kepada murid-muridnya secara efektif dan
efisien. Untuk itu seorang guru harus memiliki ilmu keguruan. Sehingga dapat menjalankan metode dan strategi dalam pembelajaran. Ketiga, seorang yang
proefsional harus berpegang teguh kepada kode etik profesional. Kode etik disini lebih ditekankan pada perlunya memiliki akhlak yang mulia. Dengan kode
etik tersebut maka seorang guru harus dijadikan panutan contoh dan teladan, dengan demikian ilmu yang diajarkan nasehat yang diberikannya kepada para
siswa akan didengarkan dan dilaksanakannya dengan baik.
53
52
M. Arifin, Kapita Selekta Pendidikan Agama dan Umum,Jakarta: Bina Aksara, 1991, h.113.
53
Abdul Rachman Saleh, Pendidikan Agama Pembangunan Watak Bangsa, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005, h. 293.
43 Profesionalisme berasal dari kata bahasa Inggris professionalism yang
secara leksikal berarti sifat profesional. Profesionalisme dapat diartikan sebagai komitmen para anggota suatu profesi untuk meningkatkan kemampuan
profesionalnya dan terus menerus mengembangkan strategi-strategi yang digunakannya dalam melakukan pekerjaan sesuai dengan profesinya.
54
Kusnandar mengatakan bahwa profesionalisme adalah suatu kondisi, arah, nilai, tujuan, dan kualitas suatu keahlian dan kewenangan yang berkaitan
dengan mata pencaharian seseorang.
55
Hamalik mengemukakan yang dimaksud dengan Profesionalisme guru sebagai berikut.
Profesionalisme guru adalah guru yang memiliki keahlian atau keterampilan khusus dalam bidangnya sebagai pendidik dan pengajar, sehingga ia mampu
melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai guru dengan kemampuan maksimal. Atau dengan kata lain, guru profesional adalah orang yang terdidik dan terlatih
bukan hanya mendapat pendidikan formal tetapi juga harus menguasai landasan- landasan kependidikan.
56
Adapun maksud dari terdidik dan terlatih tidak hanya mendapat pendidikan formal tetapi juga harus menguasai landasan-landasan kependidikan.
Dengan demikian secara singkat guru yang profesional adalah guru yang selain kreatif juga inovatif, memiliki ilmu pengetahuan yang memadai tentang
keterampilan yang diajarkan kepada siswanya. Guru profesional akan tercermin dalam penampilan pelaksanaan tugas-
tugas yang ditandai dengan keahlian baik dalam materi maupun metode. Dengan keahlian itu, seorang guru mampu menunjukkan otonominya, baik
pribadi maupun sebagai pemangku profesinya. Guru profesional mempunyai tanggung jawab sosial, intelektual, moral dan spiritual. Tanggung jawab pribadi
yang mandiri yang mampu memahami dirinya, mengelola dirinya, mengendalikan dirinya menghargai serta mengembangkan dirinya.
54
Sudarwan Danim, Inovasi Pendidikan dalam Upaya Peningkatan Profesionalisme Tenaga Kependidikan, Bandung: Pustaka Setia Bandung, 2002, h.23.
55
Kusnandar, Guru Profesional Implementasi Kurikulum Satuan Pendidikan KTSP dan Sukses dalam Serifikasi Guru Ed. I Jakarta: Rajawali Press, 2009, h. 54.
56
Oemar Hamalik, Pendidikan Guru Berdasarkan Pendekatan Kompetensi Jakarta: Bumi Aksara, 2002 h.1
44 Secara tegas Undang-undang Nomor 14 tentang Undang-Undang Guru
dan Dosen pasal 1 butir 4 mengatakan: ‖profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan
kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan
profesi.
57
Atas dasar pernyataan ini, ternyata pekerjaan profesional berbeda dengan pekerjaan lainnya karena suatu profesi memerlukan kemampuan dan
keahlian dalam melaksanakan profesinya, dimana kemampuan dan keahian tersebut dapat diperoleh melalui pendidikan yang memang sesuai dengan profesi
yang akan ditekuninya. Profesional menunjuk pada dua hal, pertama orang yang menyandang
suatu profesi, kedua penampilan seseorang dalam melakukan pekerjaan yang sesuai dengan profesinya.
58
Guru sebagai profesi berarti guru sebagai perkerjaan yang mensyaratkan kompetensi keahlian dan kewenangan dalam pendidikan
dan pembelajaran agar dapat melaksanakan pekerjaan tersebut secara efektif dan efisien serta berhasil guna.
59
Sedangkan menurut UU No.14 Tahun 2005 Profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan
menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta
memerlukan pendidikan profesi. Ciri-ciri profesionalisme untuk guru mengacu kedua pendapat di atas
yaitu seorang guru berasal dari sekolah yang memang memiliki kompetensi yang ditunjukkan ilmu keguruan sehingga guru tersebut menguasai bidang ilmu
pengetahuan yang akan diajarkannya dengan selalu meningkatkan dirinya serta mengembangkan ilmu yang diajarkannya sehingga guru dapat membimbing,
mengajar dan melatih anak didik dengan berpegang teguh kepada kode etik profesional.
57
Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen Bandung: Citra Umbara, 2006, h. 3.
58
Mungin Eddy Wibowo, Konseling Kelompok Perkembangan, Semarang: UNNES Press, 2005 h.2.
59
Kusnandar, Guru Profesional, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007 h. 46.
45 Selanjutnya profesionalisme guru sebagai berikut.
1. Kepribadian guru yang unik dapat mempengaruhi murid yang dikembangkan terus menerus sehingga ia benar-benar terampil a memahami dan
menghargai setiap potensi murid b Membina situasi sosial yang meliputi interaksi belajar mengajar mendorong murid dalam meningkatkan
kemampuan memahami pentingnya kebersamaan dan kesepahaman arah pemikiran dan perbuatan di kalangan murid c Membina perasaan saling
mengerti, saling menghormati dan saling bertanggung jawab dan percaya mempercayai antara guru dan murid.
2. Penguasaan ilmu pengetahuan yang mengarah pada spesialisasi ilmu yang diajarkan kepada murid.
3. Keterampilan dalam mengajarkan bahan pelajaran terutama menyangkut perencanaan program, satuan pelajaran dan menyusun seluruh kegiatan untuk
satu mata pelajaran menurut waktu catur wulan, semester, tahun pelajaran. Dia terampil menggunakan alat-alat, bentuk dan mengembangkannya bagi
murid di dalam proses belajar mengajar yang diperlukan. Adapun ciri-ciri guru profesional menurut Abdul Rachman Shaleh
berikut. 1. Jabatan guru adalah tugas membimbing, mengajar dan melatih dan lebih dari
sekedar mencari nafkah. 2. Guru harus memiliki kompetensi yang ditunjukkan oleh ijazah dan LPTK
yang bersangkutan. 3. Mengajar mempersyaratkan dirinya setiap saat agar tumbuh dan berkembang
dalam jabatan. 4. Guru perlu meningkatkan dirinya setiap saat agar tumbuh dan berkembang
dalam jabatan. 5. Guru memiliki kode etik yang disepakati.
60
60
Abdul Rachman Saleh, Pendidikan Agama Pembangunan Watak Bangsa, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005, h. 293.
46 Untuk melihat apakah seorang guru dikatakan profesional atau tidak
dapat dilihat dari dua perspektif. Pertama, dilihat dari tingkat pendidikan minimal dari latar belakang pendidikan untuk jenjang sekolah tempat ia menjadi
guru. Kedua penguasaan guru terhadap materi bahan ajar, mengelola proses pembelajaran, mengelola siswa, melakukan tugas-tugas bimbingan, dan lain-
lain. Pembelajaran
merupakan proses
menyiapkan lingkungan
yang memungkinkan anak untuk melakukan pembelajaran dalam rangka mencapai
perubahan perilaku. Untuk mengaplikasikan tugas-tugas pembelajaran lebih kreatif, sehingga tercapai tujuan atau sasaran yang diharapkan dalam proses
pembelajaran maka setiap guru sangat dituntut untuk memiliki kompetensi dalam proses pembelajaran.
Kompetensi merupakan salah satu kualifikasi guru yang terpenting. Bila kompetensi itu tidak ada pada diri seorang guru, maka ia tidak memiliki
kompetensi dalam melaksanakan tugas guru di lembaga pendidikan formal. Sebab guru harus dapat memenuhi kompetensi yang diharapkan oleh
masyarakat dan anak didik dalam melaksanakan pendidikan dan pembelajaran. Spencer dan Spencer dalam Hamzah B. Uno 2007: 63, kompetensi
merupakan karakteristik yang menonjol bagi seseorang dan menjadi cara-cara berperilaku dan berfikir dalam segala situasi, dan berlangsung dalam periode
waktu yang lama.
61
Dari pendapat tersebut dapat dipahami bahwa kompetensi menunjuk pada kinerja seseorang dalam suatu pekerjaan yang bisa dilihat dari
pikiran, sikap, dan perilaku. Lebih lanjut Spencer dan Spencer dalam Hamzah B. Uno 2007: 63, membagi lima karakteristik kompetensi yaitu sebagai berikut.
1. Motif, yaitu sesuatu yang orang pikirkan dan inginkan yang menyebabkan sesuatu.
2. Sifat, yaitu karakteritik fisik tanggapan konsisten terhadap situasi. 3. Konsep diri, yaitu sikap, nilai, dan image dari sesorang.
4. Pengetahuan, yaitu informasi yang dimiliki seseorang dalam bidang tertentu. 5. Ketrampilan, yaitu kemampuan untuk melakukan tugas-tugas yang berkaitan
dengan fisik dan mental.
62
61
B.Uno, Hamzah. Model Pembelajaran. Gorontalo: Bumi Aksara, 2007 h. 63
62
B.Uno, Hamzah. Model Pembelajaran. Gorontalo: Bumi Aksara, 2007 h. 63
47 Kompetensi tersebut, guru dapat mengembangkan karirnya sebagai guru
yang baik, sehingga ia dapat mengatasi berbagai kesulitan dalam proses pembelajaran. Di samping itu ia akan mengerti dan sadar akan tugas dan
kewajibannya sebagai pendidik yang baik dan didambakan oleh masyarakat. Guru kompeten setidaknya dapat dibuktikan dengan perolehan sertifikasi
guru berikut tunjangan profesi yang memadai menurut ukuran Indonesia. Kompetensi profesional adalah kemampuan guru dalam menguasai materi
materi pelajaran secara luas dan mendalam. Menurut Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen,
kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, ketrampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam melaksanakan
tugas keprofesionalan. Kompetensi menurut Uzer adalah
―Gambaran hakekat kualitatif dari perilaku guru
yang tanpak sangat berati‖
63
Sekarang ini, terdapat sejumlah guru yang telah tersertifikasi, akan tersertifikasi, telah memperoleh tunjangan profesi,
dan akan memperoleh tunjangan profesi. Dari beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa kompetensi
merupakan seperangkat penguasaan kemampuan, ketrampilan, nilai, dan sikap yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai guru yang bersumber dari
pendidikan, pelatihan, dan pengalamannya sehingga dapat menjalankan tugas mengajarnya secara profesional.
Fakta bahwa guru telah tersertifikasi merupakan dasar asumsi yang kuat, bahwa guru telah memiliki kompetensi. Undang-Undang nomor 14 tahun 2005
tentang Guru dan Dosen pada pasal 10 ayat 1 menjelaskan bahwa dari pasal 8 tentang kompetensi meliputi 1 kompetensi pedagogik 2 kompetensi
kepribadian, 3 kompetensi sosial, dan 4 kompetensi profesional.
64
63
Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1997 h. 14.
64
Undang-undang Guru dan Dosen Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003, h.212.
48 Dalam rangka memiliki dan menjaga komitmen untuk meningkatkan
mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia, seorang guru mau tidak mau harus berupaya mengembangkan profesionalisme yang ia miliki.
Secara moral Guru PAI memiliki tanggung jawab besar dalam hal ini karena selain peningkatan mutu pendidikan ia juga dituntut untuk meningkatkan
keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia peserta didik. Selanjutnya profesionalisme guru sebagai berikut.
4. Kepribadian guru yang unik dapat mempengaruhi murid yang dikembangkan terus menerus sehingga ia benar-benar terampil a memahami dan
menghargai setiap potensi murid b Membina situasi sosial yang meliputi interaksi belajar mengajar mendorong murid dalam meningkatkan
kemampuan memahami pentingnya kebersamaan dan kesepahaman arah pemikiran dan perbuatan di kalangan murid c Membina perasaan saling
mengerti, saling menghormati dan saling bertanggung jawab dan percaya mempercayai antara guru dan murid.
5. Penguasaan ilmu pengetahuan yang mengarah pada spesialisasi ilmu yang diajarkan kepada murid.
6. Keterampilan dalam mengajarkan bahan pelajaran terutama menyangkut perencanaan program, satuan pelajaran dan menyusun seluruh kegiatan untuk
satu mata pelajaran menurut waktu catur wulan, semester, tahun pelajaran. Dia terampil menggunakan alat-alat, bentuk dan mengembangkannya bagi
murid di dalam proses belajar mengajar yang diperlukan. Tanggung jawab sosial diwujudkan melalui kompetensi guru dalam
memahami dirinya sebagai bagian yang tak terpisahkan dari lingkungan sosial serta memiliki kemampuan interaksi yang efektif. Tanggung jawab intelektual
diwujudkan melalui penguasaan berbagai perangkat pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk menunjang tugas-tugasnya. Tanggung
jawab spiritual dan moral diwujudkan melalui penampilan guru sebagai makhluk yang beragama yang perilakunya senantiasa tidak menyimpang dari norma-
norma agama dan moral.
49 Perubahan yang cepat berimplikasi terhadap nilai-nilai yang diyakini
masyarakat. Ini merupakan tantangan para guru pendidikan agama Islam. Dalam menentukan nasib bangsa di masa depan maka peranan guru pendidikan agama
Islam tidak bisa diabaikan, sebab para guru merupakan ujung tombak bagi keberhasilan pendidikan dan pengajaran di setiap sekolah. Konsekuensinya
adalah bahwa untuk keberhasilan program pendidikan agama Islam mutlak diperlukan ketersediaan guru pendidikan agama Islam yang profesional. Peranan
guru-guru yang profesional ini penting sekali dalam menuntun proses pendidikan agama Islam sehingga nilai-nilai ajaran agama Islam benar-benar
mantap sejak dari pendidikan dasar sebagai bekal hidup anak menghadapi perubahan zaman yang cepat. Sebab nilai-nilai universal sajalah yang dapat
membimbing anak dalam cepatnya perubahan zaman. Di sini diperlukan peningkatan mutu profesionalisme guru Pendidikan Agama Islam yang sangat
berperan strategis membina anak didik. Menurut Alam, guru dalam sistem pendidikan Islam adalah
:‖ diharapkan menjadi orang yang kompromi terhadap sesuatu yang berasal pada pengetahuan
secara langsung diperoleh melalui sumber utama
‖
.
65
Karena itu, umat Islam dilarang agar tidak berpegang terhadap suatu pendapat yang tidak ada padanya ilmu.
Itu artinya, guru dalam Islam harus memiliki kemampuan berpikir original, dan harus diperoleh dan tersusun dalam
sumber yang terpercaya. Prinsip ini adalah kualitas utama yang secara langsung menyelidiki lebih
dahulu sebelum menyampaikan segala sesuatu kepada siswanya. Itu artinya, guru dalam Islam selain sebagai tugas pengabdian dalam profesinya juga
sekaligus ilmuan. Dalam konteks ini guru dalam pendidikan Islam dalam peranannya
―Pribadi yang memiliki komitmen. Semua loyalitasnya tertumpah kepada ideologi Islam dalam kehidupannya. Pengajaran bagi guru tidak hanya
profesi untuk kehidupannya ‖.
66
65
Zafar Alam, Islamic Education Theory Practice,New Delhi: Adam Publishers Distributors, 2003, h.78-79.
66
Syafaruddin, Dkk, Ilmu Pendidikan Islam: Melejitkan Potensi Budaya Umat, Jakarta: Hijri Pustaka Utama, 2012, h.18.
50 Guru memiliki komitmen untuk menghasilkan generasi muda untuk
meningkatkan masyarakat Islam. Prinsip ini membuat guru adalah pribadi kunci dalam menata pendidikan Islam, meningkatkan kualitas masyarakat Islam
dengan memperkuat tujuan moral Islam. Alam mengemukakan ―Sesungguhnya
pekerjaan guru tidak hanya mengajar dan melatih pelajar, dalam menata pelajaran yang dipelajari tetapi lebih dari itu guru bertindak sebagai teladan
untuk menanamkan nilai Islam dalam hati dan jiwa pelajar ‖.
Berkenaan dengan penegasan
tersebut ―Seorang guru dalam Islam dianggap tidak baik atau gagal untuk memindahkan teori ke dalam pengamalan anak. Sebagai seorang guru
Pendidikan Agama Islam diharapkan mengaktualisasikan semua yang diucapkannya
‖.
67
Peran strategis para guru Pendidikan Agama Islam dalam proses pembelajaran adalah dalam kerangka mengembangkan potensi anak didik
sehingga mutu Pendidikan Agama Islam ditentukan oleh profesionalitas guru. Melalui guru-guru professional, maka transformasi nilai dan ilmu pengetahuan
berlangsung sebagaimana diharapkan dapat diwujudkan dengan baik. Begitu pula, jika kualitas guru rendah maka hasil belajar anak didik juga cenderung
kurang memuaskan atau tidak maksimal pencapaiannya.
68
Peningkatan mutu kualitas berarti penambahan pengetahuan, pembinaan skil, dan pengembangan
keterampilan tentang pelaksanaan tugas mengajar sebagai guru. Dalam konteks zaman yang terus berubah, maka peningkatan kualitas
menjadi suatu keniscayaan. Untuk itu sebenarnya diperlukan pengembangan tingkat profesionalitas sehingga profesionalisme yang dimiliki guru-guru
pendidikan agama Islam menjadi matang dalam menjawab tantangan pergeseran nilai dan kemajuan teknologi di bidang pendidikan. Karena itu, pengembangan
kemampuan profesional guru tidak hanya bagi guru-guru baru dalam tugasnya, akan tetapi dipentingkan pula sekaligus untuk mengembangkan pola karir guru
yang menjanjikan antusiasme, pengharapan dan komitmen mereka dalam bertugas sebagai guru.
67
Zafar Alam, Islamic Education Theory Practice,New Delhi: Adam Publishers Distributors, 2003, h.79-80
68
Iskandar Agung, Menghasilkan Guru Kompeten Profesional, Jakarta: Bee Media Indonesia, 2012, h.1.
51 Profesionalisme guru menuntut dipersyaratkannya kualifikasi akademik
minimum dan bersertifikat pendidik. Guru Pendidikan Agama Islam semakin berat apalagi mengingat fungsi dan tujuan pendidikan nasional adalah
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, dengan tujuan
mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi
warga negara yang demokratis dan bertanggungjawab.
69
Guru mempunyai kedudukan sebagai tenaga profesional pada jenjang pendidikan dasar, menengah, dan pendidikan anak usia dini pada jalur
pendidikan formal. Kedudukan guru sebagai tenaga profesional dimaksudkan berfungsi untuk meningkatkan martabat dan peran guru sebagai agen
pembelajaran sehingga diharapkan meningkatkan mutu pendidikan nasional secara umum.
70
Profesionalisme guru perlu dipupuk, dibina, dan dikembangkan sehingga merasa memiliki tanggung jawab dalam menentukan arah pendidikan serta
mewujudkan cita-cita dan tugas luhur ini, yang pada gilirannya akan tercipta bangsa yang sejahtera dan bermartabat.
Islam sangat memperhatikan peran penting guru dalam mengelola pendidikan Islam. Tidak diragukan lagi, peran strategis mereka dalam upaya
menciptakan generasi Q ur‘ani pandangan dan perilaku berbasis nilai Qur‘an,
berkarakter, dan berkualitas. Ketersedian guru profesional sangat menentukan generasi yang diharapkan tampil dengan kekuatan iman dan taqwa, memiliki
keterampilan, menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, menuju pembumian nilai Islam secara kaffah, Cita ideal ini perlu diwujudkan sebagai upaya
memenuhi tugas risalah, menyemai suburnya iman, menginternalisasi akhlak mulia, menguasai IPTEK, serta membangun kekuatan budaya Islami dengan
mengamalkan Islam sebagai rah matan lil ‟alamain.
69
Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Jakarta: BP. Panca Usaha, 2003, h. 7.
70
Sudarwan Danim dan Khairil, Profesi Kependidikan Bandung: Alfabeta, 2011, h. 6.
52 Visi keunggulan dan daya saing umat, sebagai umat terbaik, umat
tengahadil sebagai saksi sejarah yang mendapat petunjuk hanya mungkin dicapai dengan mengutamakan pencapaian pendidikan berkualitas termasuk
guru Pendidikan Agama Islam yang profesional. Dalam perspektif global ada beberapa faktor yang disoroti oleh Djamali,
sebagai fenomena kemunduran umat, yaitu: kemunduran bidang agama, akhlak, keterbelakangan ilmu pengetahuan, dan teknologi, keterbelakangan ekonomi,
sosial, keseh atan, politik, manajemen, dan bidang pendidikan‖.
93
Secara global di dunia Islam, faktor-faktor tersebut yang memperlemah peran umat Islam
dalam daya saing dalam percaturan dunia global. Umat Islam nampaknya masih kurang memiliki daya saing global karena keterbelakangan sistemik yang belum
bisa dieliminir melalui upaya melejitkan potensi dan kemampuan umat untuk melakukan tindakan kompetitif serta kooperatif umat Islam dalam pergaulan
antar bangsa. Sebagai
seorang guru
Pendidikan Agama
Islam diharapkan
mengaktualisasikan semua yang diucapkannya. Rasulullah contoh teladan bagi umatnya, termasuk bagi para guru. Seluruh perkataan, perbuatan dan perilaku
Rasulullah Muhammad SAW menjadi contoh keutamaan kepribadian bagi semua peran yang ada di muka bumi ini, sesuai kepemimpinan Rasul, sebagai
pemimpin, kepala negara dan pemerintahan, sebagai suami, sebagai ayah, ulama, dan panglima perang. Dalam proses pendidikan Islam, Rasulullah
menggunakan seluruh strategi pengembangan kepribadian muslim dalam tugas risalahnya. Prinsip dan strategi tilawah membacakan ayat-ayat Tuhan yang
tertulisQ ur‘aniyah dan ayat tidak tertulis yang ada di alam ini, tazkiyah,
pensucian jiwa dan ta‟lim pembelajaran, dalam melaksanakan tugas risalah
harus menjadi misi utama dan kualitas prima yang dituntut ada pada diri guru dalam Islam.
53
E. Kriteria Guru Pendidikan Agama Islam Profesional