Profesionalisme Guru Pendidikan Agama Islam Dalam Upaya Meningkatkan Akhlak Peserta Didik (Penelitian Terhadap Guru Pendidikan Agama Islam di MTs An Nuur Kampung Baru

(1)

i

(PENELITIAN TERHADAP GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI MTs AN-NUUR KAMPUNG BARU)

TESIS

Diajukan Kepada Program Pascasarjana Institut Agama Islam Negeri Raden Intan Lampung Untuk Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Magister Pendidikan

Islam Pada Program Studi Pendidikan Agama Islam

Oleh: SUKAWATI NPM: 1422010115

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM JURUSAN TARBIYAH

FAKULTAS AGAMA ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG PROGRAM PASCASARJANA


(2)

ii

(PENELITIAN TERHADAP GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI MTs AN-NUUR KAMPUNG BARU)

TESIS

Diajukan Kepada Program Pascasarjana Institut Agama Islam Negeri Raden Intan Lampung Untuk Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Magister Pendidikan

Islam Pada Program Studi Pendidikan Agama Islam

Oleh: SUKAWATI NPM: 1422010115

Pembimbing I :Dr.H. Subandi,MM Pembimbing II :Dr.Nasir,M,Pd.I

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM JURUSAN TARBIYAH

FAKULTAS AGAMA ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG PROGRAM PASCASARJANA


(3)

iii Yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : SUKAWATI

NPM : 1422010115

Program Studi : Ilmu Tarbiyah

Konsentrasi : Pendidikan Agama Islam

Program pascasarjana Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Raden Intan Lampung

Menyatakan bahwa TESIS yang berjudul Profesionalisme Guru Pendidikan Agama Islam dalam Upaya Meningkatkan Akhlak Peserta Didik (Penelitian Terhadap Guru Pendidikan Agama Islam di MTs An-Nuur

Kampung Baru)ini secara keseluruhan adalah asli hasil penelitian saya

kecualipada bagian-bagian yang dirujuk sumbernya dan dirujuk pada daftar pustaka.

Pernyataan ini dibuat dengan sejujurnya dan dengan penuh kesungguhan hati, disertai kesiapan untuk menanggung segala resiko yang mungkin diberikan, sesuai dengan peraturan yang berlaku, apabila dikemudian hari ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan atau ada klaim keaslian karya saya ini.

Bandar Lampung, 24Maret 2016 Yang Membuat Pernyataan


(4)

iv

Kualitas akhlak peserta didik dapat dicapai melalui upaya-upaya pembinaan yang dilakukan sekolah. Dimana guru Pendidikan Agama Islam sebagai tenaga pendidik profesional memiliki tanggung jawab moral untuk membuat langkah-langkah pembinaan akhlak siswa yang terprogram dan terarah. Kenyataan dilapangan masih ditemukan adanya berbagai kenakalan yang dilakukan peserta didik baik di lingkungan sekolah maupun di luar sekolah. Fenomena ini menunjukan belum optimalnya pembinaan akhlak yang dilakukan oleh guru Pendidikan Agama Islam, khususnya di MTs An-Nuur Kampung Baru.

Masalah penelitian ini berkaitan dengan peningkatan profesionalisme guru Pendidikan Agama Islam dalam optimalisasi pembinaan akhlak peserta didik. Apakah profesionalisme guru Pendidikan Agama Islam mampu meningkatkan optimalisasi pembinaan akhlak peserta didik di MTs An-Nuur Kampung Baru.

Tujuan dalam penelitian ini adalah 1) Untuk mendeskripsikan Landasan profesionalisme guru Pendidikan Agama Islam; 2). Untuk menemukan upayaupaya guru Pendidikan Agama Islam dalam meningkatkan profesionalismenya; 3) untuk mendeskripsikan pembinaan akhlak peserta didik yang dilakukan Guru Pendidikan Agama Islam di MTs An-Nuur Kampung Baru.

Metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode analisis deskriptif kualitatif, yaitu menggambarkan keadaan suatu fenomena yang terjadi dan dapat diamati dari tulisan atau lisan dari subyek penelitian.Teknik pengumpulan dan perekaman data dengan cara observasi partisipan yang ditunjang dengan wawancara dan studi dokumentasi.

Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa : 1) Landasan Profesionalisme Guru Pendidikan Agama Islam MTs An-Nuur Kampung Baru yaitu undang-undang atau peraturan pemerintah (PP). UU Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, PP Nomor 19/2005 dimana seluruh guru pendidkan Agama Islam telah memiliki 4 kompetensi. yaitu: (1) kompetensi pedagogik, (2) kompetensi Kepribadian, (3) kompetensi profesional dan ke (4) kompetensi sosial serta kualifikasi pendidikan Guru Pendidikan Agama Islam. 2) Upaya-upaya meningkatkan Profesionalisme Guru Pendidikan Agama Islam di MTs melalui Sertifikasi guru, Peningkatan Kualifikasi Guru, dan mengikuti berbagai pendidikan dan pelatihan guru professional. 3) Adapun langkah-langkah pembinaan akhlak siswa yang dilakukan guru Pendidikan Agama Islam professional MTs adalah (1) melalui Sistem Manajemen Organisasi Sekolah, (2) Melalui Pengembangan Kurikulum Terpadu (Integral) dan; (3) Melalui Program Ekstrakurikuler dan Pengembangan Diri Pendidikan Agama Islam.


(5)

v

JUDUL TESIS : PROFESIONALISME GURU PENDIDIKAN

AGAMA ISLAM DALAM UPAYA

MENINGKATKAN AKHLAK PESERTA DIDIK

(PENELITIAN TERHADAP GURU

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI MTs AN-NUUR KAMPUNG BARU)

NAMA MAHASIAWA : SUKAWATI

NPM : 1422010115

PROGRAM STUDI : ILMU TARBIYAH

KONSENTRASI : PENDIDIAN AGAMA ISLAM (PAI)

Telah disetujui dalam ujian terbuka pada Program Pasca Sarjana Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Raden Intan Lampung

Bandar Lampung, 24 Maret 2016

MENYETUJUI

Pembimbing I Pembimbing II

Dr.H. Subandi,MM Dr.Nasir,M,Pd.I

NIP.196308081993121002 NIP. 196904052009011003

Mengetahui

Ketua program studi ilmu tarbiyah

Dr.H.Achmad Asrori, MA NIP. 195507101985031003


(6)

vi

Tesis yang berjudul :PROFESIONALISME GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM UPAYA MENINGKATKAN AKHLAK PESERTA DIDIK (PENELITIAN TERHADAP GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI MTs AN-NUUR KAMPUNG BARU) ditulis oleh Sukawati. NPM. 1422010115 telah diujikan dalam ujian terbuka pada Program Pasca Sarjana IAIN Raden Intan Lampung.

Tim penguji

Ketua : Prof, Dr. SultonSyahrir, M.A ………..

Sekretarais : Dr. Nasir, S.Pd, M.Pd ………..

PengujiI : Dr. H. AchmadAsrori. M.A ………..

PengujiII : Dr. H. Subandi, M.M ………...

Tanggal Lulus UjianTerbuka: 24 Maret 2016

Bandar Lampung, Maret 2016 Mengetahui,

Direktur Program Pascasarjana IAIN Raden Intan Lampung,

Prof. Dr. Idham Kholid, M.Ag NIP.196010201988031005


(7)

vii

Sukawati di lahirkan di Negararatu pada taanggal 24

Februari 1992, putri kedelapan dari sepuluh

bersaudara pasangan dari Bapak Misni dan Ibu

Wariyem.

Pendidikan yang ditempuh penulis diantaranya:

1. TK An-Nuur Kampung Baru Negararatu

Kabupaten Lampung Utara diselesaikan pada

tahun 1997.

2. Pendidian selanjutnya di Madrasah Ibtidaiyah Negeri Padang Ratu

Kabupaten Lampung Utara diselesaikan pada tahun 2003.

3. Pendidian selanjutnya di Madrasah Tsanawiyah An-Nuur Kampung Baru

Negararatu Kabupaten Lampung Utara diselesaikan pada tahun 2006.

4. Pendidikan selanjutnya di SMK Negeri 2 Kotabumi Kabupaten Lampung

Utara diselesaikan pada tahun 2009.

5. Pendidikan selanjutnya di Universitas Muhammadiyah Metro diselesaikan

pada tahun 2013.

6. Penulis terdaftar sebagai mahasiswa di IAIN Raden Intan Lampung


(8)

viii

Dengan mengucapkan puji syukur atas kehadirat Allah SWT. Atas rahmat dan karunia serta hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan penyusunan tesis yang berjudul Profesionalisme Guru Pendidikan Agama Islam dalam Upaya Meningkatkan Akhlak Peserta Didik (Penelitian Terhadap Guru Pendidikan Agama Islam di MTs An-Nuur Kampung Baru) Penysusunan tesis ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Pendidikan Islam (M.Pd.I) di Pascasarjana Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Raden Intan Lampung. Dalam menyusun tesis ini, penulis menyadari kemampuan dan pemikiran yang terbatas serta tidak sedikit kesulitan-kesulitan yang dihadapi. Namun berkat dorongan dari berbagai pihak akhirnya tesis ini dapat diselesaikan dengan dengan lancar. Dalam kesempatan ini, penulis juga menyampaikan rasa terimakasih yang sebesar-besarnya dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:

1. Prof. Dr. H. Maksum Muchtar, MA. selaku Rektor Institut Agma IslamNegeri (IAIN) Syekh Nurjati Cirebon

2. Prof. Dr. H. Jamali Sahrodi, M.Ag. Selaku Direktur Program PascasarjanaInstitut Agma Islam Negeri (IAIN) Syekh Nurjati Cirebon 3. Dr. Ar. Idham Kholid, MA. Selaku Ketua Program Studi

PendidikanAgama Islam IAIN Syekh Nurjati Cirebon. 4. Dr.H. Subandi,MM. selaku Dosen Pembimbing I. 5. Dr.Nasir,M,Pd.I. selaku Dosen Pembimbing II

6. Civitas akademika Pascasarjana IAIN Raden Intan Lampung 7. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan tesis ini.

Selanjutnya Ucapan terima kasih yang tak terhingga, penulis tunjukan kepada ayah dan ibu yang telah mengasuh, mendidik dan membesarkan penulis. Besar harapan penulis, tesis ini dapat bermanfaat bagi pembaca, khususnya bagi mereka yang sedang mencari tahu berkaitan dengan Profesionalisme Guru Pendidikan Agama Islam dalam Upaya Meningkatkan Akhlak Peserta Didik.


(9)

ix mata atas keteledoran penulis sendiri.

Akhirnya dengan bertawakal dan memohon ampunanNya, semoga secuil niat baik untuk memberikan kontribusi pemikiran dalam ilmu pendidikan Islam ini diterima disisi Allah SWT. Sebagai sebuah kebaikan. Amiin ya robbal a’lamin.

Bandar Lampung, 24 Maret 2016 Penulis,


(10)

x

Transliterasi adalah mengalih aksara kan suatu tulisan kedalam aksara lain; misalnya aksara arab ke aksara latin. Di dalam naskah tesis ini dijumpai nama dan istilah teknis (technical term) yang berasal dari bahasa Arab. Pedoman trasliterasi yang digunakan untuk penulisan tersebut adalah sebagai berikut:

1. Transliterasi Huruf

Arab Latin Arab Latin

a, i, u th

B zh

T „a,’i,u’

ts gh

J f

H q

Kh k

D l

Dz m

R n

Z w

S H

Sy „

Sh Y

Dl 2. Transliterasi Madd

Banyak suku kata dalam bahasa arab yang mesti dibaca madd (dipanjangkan). Pada kata-kata semacam itu, ttansliterasi berupa pembubuhan garis diatas huruf hidup yang dibbaca panjang. Tabel dibawah ini menghadirkan transliterasi madd :

HarakatdanHuruf Hurufdantanda a

i


(11)

xi

HALAMAN SAMPUL DEPAN ... i

HALAMAN JUDUL ... ii

PERNYATAAN KEASLIAN ... iii

ABSTRAK ... iv

HALAMAN PERSETUJUAN ... v

HALAMAN PENGESAHAN ... vi

PERSEMBAHAN ... vii

MOTTO ... viii

RIWAYAT HIDUP ... ix

KATA PENGANTAR ... x

PEDOMAN TRANSLITERASI ... xii

DAFTAR ISI ... xiii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah ... 9

C. Tujuan Penelitian ... 9

D. Kerangka Pikir Peneliti ... 10

E. Metodologi Penelitian ... 14

BAB II KERANGKA TEORI A. Teori tentang Profesionalisme... 16

1. Makna Profesionalisme Guru ... 18

2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Profesionalisme Guru ... 27

3. Indikator-Indikator Profesionalisme Guru ... 35

B. Teori tentang Guru Pendidikan Agama Islam ... 41

1. Makna Guru Pendidikan Agama Islam ... 43

2. Keriteria Guru Pendidikan Agama Islam ... 44

3. Tugas Pokok Dan Fungsi Guru Pendidikan Agama Islam... 47


(12)

xii

3. Ruang Lingkup Akhlak Peserta Didik ... 52

4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Akhlak Peserta Didik ... 57

5. Indikator-Indikator Prilaku Anak Didik Yang Berakhlak ... 61

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi Penelitian ... 65

B. Pendekatan Penelitian ... 65

C. Metode Penelitian... 67

D. Penentuan Informan/Sumber Data ... 67

E. Intrumen Penelitian ... 67

F. Teknik pengumpulan dan Perekaman Data... 69

G. Tehnik Analisa data... 69

BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN A. Temuan Penelitian ... 74

B. Pembahasan Temuan Penelitian ... 79

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 88

B. Saran-Saran ... 88

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(13)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Fenomena dekadensi moral di kalangan remaja termasuk kalangan para siswa, akhir-akhir ini telah meresahkan para guru dan orang tua. Fenomena tersebut dapat dilihat mulai dari tindakan kekerasan antar remaja atau siswa, minuman keras, narkoba, hingga hubungan sex di luar nikah. Sekolah yang semestinya menjadi lembaga yang mampu membina moral dan ahlak siswa, justru pada beberapa kasus menjadi ajang transit kejahatan remaja. Tentu saja, guru sering dijadikan kambing hitam sebagai pihak yang paling bertangung jawab atas munculnya wabah dekadensi dimaksud.

Banyaknya kenakalan remaja/siswa yang mengakibatkan dekadensi moral, sekolah sering dituntut untuk bertanggung jawab dengan keadaan itu. Sekolah sebagai sebuah lembaga pendidikan diharapkan tidak hanya sebagai tempat untuk memperoleh ilmu pengetahuan saja, tetapi juga diharapkan dapat memberi bekal yang cukup dalam membentuk kepribadian siswa yang tangguh dalam menghadapi era globalisasi.

Ajaran-ajaran moral dan tata nilai yang berlaku di masyarakat, juga menjadi prioritas yang tidak dapat diabaikan sekolah untuk ditanamkan kepada siswa. Hal ini tercantum dalam undang-undang sistem pendidikan nasional 2003, bab I, pasal I, ayat I dinyatakan bahwa: pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual, keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara (Asep Purnama Bahtiar, Kedaulatan Rakyat, 2005:12).

Berkaitan dengan hal tersebut, sekolah mempunyai peranan yang penting dalam mempersiapkan anak didik agar tidak hanya cerdas atau pandai saja, tetapi juga harus bertakwa, berprilaku baik, bertanggung jawab, dan mempunyai etika yang baik. Sekolah berperan untuk menumbuh


(14)

kembangkan, membentuk, dan memproduksi pendidikan berwawasan ranah kongnitif, afektif, dan psikomotorik, sehingga dapat membentuk karakter yang kuat dalam mengembangkan life skills dalam kehidupan sehari-hari.

Dekadensi moral yang berupa kenakalan remaja pada siswa terjadi pada tingkat SLTP dan SLTA. Pada usia tersebut, siswa mempunyai kecenderungan yang besar untuk mencoba sesuatu atau rasa ingin tahu dan kebutuhan aktualisasi diri. Hal tersebut biasanya disalurkan secara negative, seperti merokok, membolos, berkelahi, melanggar tata tertib sekolah, tidak sopan terhadap guru dan sesama teman, mencontek ketika ujian dan sebagainya.

Berdasarkan uraian di atas, diperlukan sebuah usaha yang sungguhsungguh dari pihak sekolah untuk mengantisipasi berbagai bentuk kenakalan siswa di sekolah. Salah satu cara yang dapat ditempuh adalah membangun akhlak siswa yang berbudi pekerti luhur, bertanggung jawab, berkepribadian kuat, dan jujur serta membentuk karakter yang kuat dalam pengembangan life skills dalam kehidupannya. Hal tersebut dapat dilakukan melalui pendidikan budi pekerti yang diintegrasikan pada setiap mata pelajaran maupun dalam kegiatan ekstrakurikuler.

Pendidikan merupakan faktor utama dalam pembentukan pribadi manusia. Pendidikan sangat berperan dalam membentuk baik atau buruknya pribadi manusia menurut ukuran normatif. Menyadari akan hal tersebut, pemerintah sangat serius menangani bidang pendidikan, sebab dengan sistem pendidikan yang baik diharapkan muncul generasi penerus bangsa yang berkualitas dan mampu menyesuaikan diri untuk hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Reformasi pendidikan merupakan respon terhadap perkembangan tuntutan global sebagai suatu upaya untuk mengadaptasikan sistem pendidikan yang mampu mengembangkan sumber daya manusia untuk memenuhi tuntutan jaman yang sedang berkembang. Melalui reformasi pendidikan, pendidikan harus berwawasan masa depan yang memberikan jaminan bagi perwujudan hak-hak azasi manusia untuk mengembangkan


(15)

seluruh potensi dan prestasinya secara optimal guna kesejahtraan hidup di masa depan.

Dalam era global kita tidak dapat lagi berpangku tangan sebagai penonton, tetapi harus menjadi pemain. Peran pemain menuntut kemampuan untuk menghadapi tantangan dalam era global. Hal ini perlu di sadari karena dalam era seperti ini tantangan untuk bersaing semakin kuat. Persaingan pada tingkat global berkembang seiring dengan pengaruh seluruh inovasi teknologi dan komunikasi yang dapat menebus dan mengubah sifat hidup dan pekerjaan.

Perkembangan secara global menunjukan semakin dibutuhkannya keahlian profesional. Meningkatnya tuntutan masyarakat atas kebutuhan keahlian profesional dan sikap profesional menimbulkan suatu reaksi yang berkembang cepat di masyarakat yang bertujuan dapat mengisi kebutuhan sesuai dengan perkembangan diberbagai bidang yang semakin kompleks dan membutuhkan penanganan dan pengamanan yang semakin sempurna. Dengan demikian maka diperlukan sumber daya manusia yang memiliki ketangguhan daya saing dan kualitas yang tinggi.

Sumber daya manusia seperti itu sangat dibutuhkan oleh bangsa dan negara, kesuksesan menghasilkan warga negara sebagai sumber daya manusia yang kompetitip dan berkualitas ini sangat tergantung pada kualitas

penyelenggara kegiatan pendidikan. Guru dan tenaga kependidikan yang terdiri dari guru kelas, guru bidang studi, guru bimbingan dan konseling mengemban peran profesional yang sangat penting dalam mempersiapkan sumber daya manusia yang bermoral dan berakhlak mulia, serta berkepribadian sebagai manusia Indonesia seutuhnya.

Guru adalah salah satu unsur manusia dalam proses pendidikan (Syaiful Bahri Djamarah. 2002:73). Dalam proses pendidikan di sekolah, guru memegang tugas ganda yaitu sebagai pengajar dan pendidik. Sebagai pengajar guru bertugas menuangkan sejumlah bahan pelajaran ke dalam otakanak didik, sedangkan sebagai pendidik guru bertugas membimbing dan membina anak didik agar menjadi manusia susila yang cakap, aktif, kreatif, dan mandiri. Djamarah berpendapat bahwa baik mengajar maupun mendidik


(16)

merupakan tugas dan tanggung jawab guru sebagai tenaga professional. Tugas yang berat dari seorang guru ini pada dasarnya hanya dapat dilaksanakan oleh guru yang memiliki kompetensi professional yang tinggi.

Dalam dunia pendidikan, guru merupakan unsur utama pada keseluruhan proses pendidikan, terutama di tingkat institusional dan instruksional. Posisi guru dalam pelaksanaan pendidikan berada pada garis terdepan. Keberadaan guru dan kesiapan menjalankan tugas sebagai pendidik sangat menentukan bagi keselenggaranya sesuatu proses pendidikan. Menurut Muhammaad surya, “tanpa guru pendidikan hanya akan menjadi slogan yang tiada arti. Baaginya, guru dianggap sebagai titik sentral dan awal dari semua pembangunan pendidikan.1

Guru memegang peranan yang sentral dalam proses belajar mengajar, untuk itu mutu pendidikan di sekolah sangat ditentukan oleh kemampuan yang dimiliki seorang guru dalam menjalankan tugasnya. Menurut Aqib guru adalah paktor penentu bagi keberhasilan pendidikan di sekolah, karena guru merupakan sentral serta sumber kegiatan belajar mengajar (Zainal Aqib, 2002:32). Lebih lanjut dinyatakan bahwa guru merupakan komponen yangberpengaruh dalam peningkatan mutu pendidikan di sekolah. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan atau kompetensi professional dari seorang guru sangat menentukan mutu pendidikan.

Pendidik (guru) dalam Islam, ialah siapa saja yang bertanggung jawab terhadap perkembangan anak didik. Di dalam Islam orang yang bertanggung jawab terhadap pendidikan adalah orang tua (ayah dan ibu) anak didik. Tanggung jawab itu sekurang-kurangnya oleh dua hal pertama karena kodrat, yaitu karena orang tua ditakdirkan menjadi orang tua anaknya, dan karena itu ia ditakdirkan menjadi orang tua anaknya; kedua karena kepentingan kedua orang tua, yaitu orang tua berkepentingan terhadap kemajuan perkembangan anaknya, sukses anaknya adalah sukses orang tua juga.

Pengaruh pendidikan di dalam rumah tangga terhadap perkembangan anak memang amat besar, mendasar, mendalam. Akan tetapi pada zaman modern ini pengaruh itu boleh dikatakan terbatas pada perkembangan aspek

1 Muhammad Surya, Percikan Perjuangan Guru (Cet. 1; Semarang: CV. Aneka Ilmu,


(17)

apektif, yaitu perkembangan sikap. Pengaruh pendidikan di sekolah juga besar dan luas tetapi hampir-hampir hanya pada segi perkembangan kognitif (pengetahuan) dan psikomotor (keterampilan).

Pengaruh yang diperoleh di sekolah hampir seluruhnya berasal dari guru yang mengajar di kelas. Jadi guru yang dimaksud disini ialah pendidik yang memberikan pelajaran pada murid; biasanya guru adalah pendidik yang memegang mata pelajaran di sekolah.

Guru adalah sebagai ujung tombak dalam upaya perubahan di masyarakat. Hal itu diasumsikan bahwasannya pendidikan dapat mempengaruhi kehidupan dalam masyarakat.Seorang guru agama adalah orang yang mempunyai peran sentral dalam hal tersebut. Karena itu guru agama seharusnya mampu untuk melatih mental peserta didik menjadi terpuji dan mulia. Seorang guru Pendidikan Agama Islam diharapkan mampu menanamkan serta menumbuhkan keimanan yang kuat dan betul dalam diri peserta didik. Karena dengan keimanan keislaman seseorang akan baik sehingga menjadi manusia yang ihsaan.

Jadi Guru adalah pendidik professional, karenanya secara implisit ia telah merelakan dirinya menerima dan memikul sebagian tanggung jawab pendidikan yang terpikul di pundak para orang tua. Karena mereka ini tatkala menyerahkan anaknya ke sekolah, sekaligus berarti pelimpahan sebagian tanggung jawab pendidikan anaknya kepada guru.

Menurut Mulyasa “Peranan guru memiliki sentral dalam proses pembelajaran. Ada tiga faktor yang mempengaruhi implementasi kurikulum, yaitu dukungan kepala sekolah, dukungan rekan sejawat guru, dan dukungan dari dalam guru itu sendiri.2 Sehingga dari tiga faktor tersebut guru merupakan faktor penentu disamping faktor-faaktor yang lain. Dengan kata lain keberhasilan implementasi kurikulum tingkat satuan pendidikan sangat ditentuaan oleh guru karna bagaimanapun baiknya suatu kurikulum ataupun sarana pendidikan jika gurunya tidak memahami dan melaksanakan tugas dan fungsi secara baaik, hasil implementasi kurikulum tidak memuaskan. Oleh

2Mulyasa, Implementasi KTSP, Kemandirian Guru dan Kepala Sekolah, Ed. I (Cet. I;


(18)

karena itu, pengeembangan profesionalisme guru merupakan keniscayaan dalam menyukseskan implementasi kurikulum tingkat satuan pendidikan.

Salah satu hal yang amat menarik pada ajaran Islam ialah penghargaan Islam yang sangat tinggi terhadap guru. Sehingga dengan begitu tingginya penghargaan terhadap guru, Islam menempatkan kedudukan guru setingkat dibawah kedudukan nabi dan rasul. Mengapa demikian? Karena guru selalu terkait dengan ilmu pengetahuan, sedangkan Islam amat menghargai ilmu pengetahuan. Penghargaan Islam terhadap ilmu tergambar sangat dalam antara lain hadits yang artinya sebagai berikut, yang dikutip dari buku Asama Hasan Fahmi (1979:165):

Tinta ulama lebih berharga dari pada darah syuhada. (2).Orang berpengetahuan melebihi orang yang senang beribadat, yang berpuasa dan menghabiskan waktu malamnya untuk mengerjakan salat, bahkan melebihi kebaikan orang yang berperang di jalan Allah, (3). Apabila meninggal seorang alim, maka terjadilah kekosongan dalam Islam yang tidak dapat diisi kecuali oleh orang alim yang lain.

Jadi kedudukan orang alim dalam Islam itu dihargai tinggi bila orang itu mengamalkan ilmunya,. Mengamalkan ilmu dengan cara mengajarkanilmu itu kepada orang lain adalah suatu pengalaman yang paling dihargai olehIslam. Asma Hasan Fahmi (1979:166) mengutip kitab Ihya’Al-Gozali yangmengatakan bahwa siapa yang memilih pekerjaan mengajar maka iasesungguhnya telah memilih pekerjaan besar dan penting.

Sebenarnya tingginya kedudukan guru dalam Islam merupakan realisasiajaran islam itu sendiri. Islam memulyakan ilmu pengetahuan; pengetahuanitu didapat dari belajar dan mengajar; yang belajar adalah calon guru danyang mengajar adalah guru. Maka, disitu letaknya Islam sangat memulyakanguru, Ahmad Tafsir (1994:76).

Sementara pendapat lain menyatakan “Guru adalah pendidikProfesional, kareananya secara implisit ia telah merelakan dirinya menerimadan memikul sebagian tanggung jawab pendidikan yang terpikul di pundakpara orang tua. Mereka ini ketika menyerahkan anaknya ke sekolah,


(19)

sekaligusberarti pelimpahan sebagian tanggung jawab pendidikan anaknya kepada guru. Hal itupun menunjukan pula bahwa orang tua tidak mungkin menyerahkan anaknya kepada sembarang guru sekolah karena tidak sembarang orang dapat menjabat guru, Muhtarom (1984:38).

Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi kedua 1991, guru diartikan sebagai orang yang pekerjaannya (mata pencahariannya) mengajar. Tapi sesederhana inikah arti guru? Kata guru yang dalam bahasa Arab disebut mu’allim dan dalam bahasa Inggris teacher itu memang memiliki arti sederhana, yakni A person whose occupation is teaching other (McLeod, 1989). Artinya, guru ialah seseorang yang pekerjaannya mengajar orang lain.

Guru sebagai pendidik ataupun pengajar merupakan faktor penentu kesuksesan setiap usaha pendidikan. Itulah sebabnya setiap perbincangan mengenai pembaruan kurikulum, pengadaan alat-alat belajar sampai pada kriteria sumber daya manusia yang dihasilkan oleh usaha pendidikan, selalu bermuara pada guru. Hal ini menunjukan betapa signifikan posisi guru dalam dunia pendidikan, Muhibin Syah (2000:223).

Di negara-negara Timur sejak dahulu guru itu sanagat dihormati oleh masyarakat. Orang India dahulu, menganggap guru itu sebagai orang suci dan sakti. Di Jepang, guru disebut sensei, artinya “ yang lebih dahulu lahir”,“yang lebih tua”. Di Inggris, guru itu dikatakan “teacher” dan di Jerman”der Lehrer, keduanya berarti “pengajar”. Akan tetapi kata guru sebenarnyabukan saja mengandung arti “pengajar”, melainkan juga “pendidik”, baikdidalam maupun diluar sekolah. Ia harus menjadi penyuluh masyarakat.

Agama Islam sangat menghargai orang-orang yang berilmu pengetahuan (guru/ulama), sehinggahanya mereka sajalah yang pantas mencapai tarap ketinggian dan keutuhan hidup, sebagaimana dijelaskan dalam (Q.S. Al_Mujadilah:11) yang artinya:

”Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantara kamu

yangdiberi ilmu pengetahuan beberapa derajat”.

Ungkapan tersebut diatas dipertegas oleh salah satu hadits yang artinya: “ Barang siapa saja ditanya tentang ilmu kemuadian menyimpan


(20)

ilmunya(tidak mau mengajarkan), maka Allah akan mengekang dia dengan kekanganapi neraka pada hari kiamat. (H.R. Bukhori Muslim).

Nurni Jamal, (1984:39) menyatakan bahwa apabila dilihat dari ilmu pendidikan Islam, maka secara umum bahwa untuk menjadi guru yang baik dan diperkirakan dapat memenuhi tanggung jawab yang dibebankan kepadanya hendaknya bertaqwa kepada Allah, berilmu, sehat jasmaniahnya,baik akhlaknya, bertanggung jawab dan berjiwa nasional.

Sementara ahklak yang harus dimiliki seorang guru dalam pandangannya antara lain: 1). Mencintai jabatannya sebagai guru 2). Bersikap adil terhadap semua muridnya 3). Berlaku sabar dan tenang 4). Guru harus berwibawa 5). Guru harus gembira 6). Guru harus bersifat manusiawi 7). Bekerja sama dengan guru-guru lain 8). Bekerja sama dengan masyarakat.

Syarat guru dalam pendidikan Islam, menurut Soejono yang dikutip Ahmad Tafsir (1994:80), 1) tentang umur, harus sudah dewasa, 2) tentang kesehatan, harus sehat jasmani dan rohani, 3) tentang kemampuan mengajar, ia harus ahli, 4) harus berkesusilaan dan berdedikasi tinggi.

Uraian di atas hampir sama seperti yang diungkapkan Munir Mursi (1977:97), tatkala membicarakan syarat guru kuttab (semacam sekolah dasar di Indonesia), menyatakan syarat terpenting bagi guru dalam Islam adalah syarat keagamaan. Syarat guru dalam Islam dalam pandangan beliau: (1) umur, harus sudah dewasa, (2) kesehatan, harus sehat jasmani dan rohani, (3) keahlian, harus menguasai bidang yang diajarkannya dan menguasai ilmu mendidik(termasuk ilmu mengajar), dan yang ke (4) harus berkepribadian muslim.

Guru adalah manusia yang memiliki kepribadian sebagai individu. Kepribadian guru, seperti halnya kepribadian pada umumnya terdiri atas aspek jasmaniah, intelektual, sosial, emosional, dan moral. Seluruh aspek kepribadian tersebut terintegrasi membentuk satu kesatuan yang utuh, yang memilki ciri-ciri yang khas. Integritas dan kekhasan ciri-ciri individu terbentuk sepanjang perkembangan hidupnya, yang merupakan hasil perpaduan dari ciri-ciri dan kemampuan bawaan dengan prolehan dari lingkungan dan pengalaman hidupnya. (Nana Syaodih S : 2004:252).


(21)

Keadaan inilah yang melatar belakangi tentang peningkatan pofesionalisme guru dalam upaya optimalisasi pembinaan akhlak peserta didik. Berdasarkan hal itu penulis merasa tertarik. Apakah setiap guru punya sikap profesionalisme untuk menjadi guru professional? Sejauh mana tingkat keprofesionalan guru PAI serta pengaruhnya terhadap upaya peningkatan kualitas ahklak peserta didik? Serta bagaimana upaya yang dilakukan profesionalisme guru PAI dalam peningkatan ahklak peserta didik? Berdasarkan dari latar belakang tersebut penulis merasa tertarik untuk lebih mendalami pendapat mengenai profesionalisme guru. Maka selanjutnya penulis akan mengadakan penelitian dengan mengambil judul: “Profesionalisme Guru Pendidikan Agama Islam dalam UpayaMeningkatkan Akhlak Peserta Didik” (Penelitian TerhadapGuru Pendidikan Agama Islam di MTs An-Nuur Kampung Baru)

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, dapat dirumuskan beberapa masalah yang menjadi pokok penelitian sebagai berikut:

1. Apa Landasan Guru Profesional dalam Bidang Pendidikan Agama Islam? 2. Bagaimana Upaya Meningkatkan Akhlak Peserta Didik yang dilakukan

Guru Pendidikan Agama Islam di MTs An-Nuur Kampung Baru?

C. Tujuan Penelitian

Sejalan dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui :

1. Landasan Profesionalisme Guru Pendidikan Agama Islam;

2. Upaya-upaya yang dilakukan oleh para Guru Agama Islam di MTs An-Nuur Kampung Baru untuk meningkatkan mutu profesionalismenya; 3. Upaya yang dilakukan oleh para Guru Pendidikan Agama Islam di MTs


(22)

D. Kerangka Pikir Peneliti

Akhlak berasal dari khulŭq yang berarti budi pekerti, perangai tingkah laku atau tabiat. Berakar dari kata Khalaqa yang berarti menciptakan, seakar dengan kata Khâliq (pencipta), mahluk (yang diciptakan).

Kajian kebahasaan tentang akhlak di atas mengisyaratkan bahwa dalam akhlak tercakup pengertian terciptanya keterpaduan antara kehendak khâlik (Tuhan) dengan perilaku (mahluk) manusia. Atau dengan kata lain tata perilaku seseorang terhadap orang lain dan lingkungannya yang mengandung nilai akhlak yang hakiki manakala tindakan atau perilaku tersebut didasarkan kepada kehendak Tuhan (Yunahar Ilyas, 2002:1). Menurut Ibnu Miskawaih, kata akhlak merupakan sinonim dari kata Al-Adab, yang artinya perilaku terpuji bagi manusia yakni perilaku yang baik. Dalam pengertian sehari-hari akhlak umunya disamakan artinya dengan budi pekerti, kesusilaan, sopan santun dalam bahasa Indonesia (Mansur, 1997: 28). Pengertian akhlak adalah kemauan yang kuat tentang sesuatu yang dilakukan secara berulang-ulang yang mengarah kepada kebaikan dan keburukan (Departemen Agama, 1986:1).

“Akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan perbuatan-perbuatan dengan gampang dan mudah,tanpa memerlukan

pemikiran dan pertimbangan (Ihya Ulumuddin, Jilid 3, tanpa tahun:52)” Dari pendapat para ahli akhlak di atas, penulis menarik kesimpulan, bahwa masih ada perbedaan definisi akhlak, yaitu pertama mengatakan, bahwa akhlak sama dengan tingkah laku, budi pekerti atau perbuatan. Sedangkan menurut tata bahasa indonesia kata tersebut teramsuk kata kerja, sementara menurut pendapat kedua, akhlak berarti sifat yang termasuk kata sifat. Berdasarkan kedua definisi yang berbeda sebagai acuan, Maka menurut penulis bahwa akhlak adalah kemauan jiwa yang diimplemantasikan pada perbuatan atau tingkah laku tanpa rekayasa atau paksaan, seperti misalnya seseorang yang dipaksa untuk berbuat sesuatu, maka perbuatan tersebut bukan akhlak dia yang sebenarya.

Pendidikan pada hakekatnya merupakan suatu upaya mewariskan nilai,m yang akan menjadi penolong dan penentu umat manusia dalam menjalani kehidupannya, dan sekaligus untuk memperbaiki nasib dan


(23)

peradaban umat manusia. Tanpa pendidikan, maka diyakini bahwa manusia sekarang tidak berbeda dengan generasi manusia masa lampau, yang dibandingkan dengan manusia sekarang, telah sangat tertinggal baik kualitas kehidupan maupun peroses pembedaannya. Secara ekstrim bahkan dapat dikatakan, bahwa maju mundurnya atau baik buruknya peradaban suatu masyarakat, suatu bangsa, akan ditentukan oleh bagaimana pendidikan yang dijalani oleh masyarakat bangsa tersebut.

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah membawa perubahan di hampir semua aspek kehidupan manusia dimana berbagai permasalahan hanya dapat dipecahkan kecuali dengan upaya penguasaan dan peningkatan ilmu pengetahuan dan teknologi. Perubahan tersebut juga telah membawa manusia kedalam era persaingan global yang semakin ketat. Oleh karena itu, peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan kenyataanyang harus dilakukan secara terencana, terarah, intensif, efektif dan efisien dalam proses pembangunan, kalau tidak ingin bangsa ini kalah bersaing dalam menjalani era globalisasi tersebut.

Berbicara mengenai kualitas sumber daya manusia, pendidikan memegang peranan yang sangat penting dalam proses peningkatan kualitas sumber daya manusia. Peningkatan kualitas pendidikan merupakan suatu proses yang terintegrasi dengan proses peningkatan kualitas sumber daya manusia itu sendiri. Menyadari pentingnya proses peningkatan kualitas sumber daya manusia, maka pemerintah bersama kalangan suwasta samasama telah dan terus berupaya mewujudkan amanat tersebut melalui berbagai usaha pembangunan pendidikan yang lebih berkualitas antara lain melalui pengembangan dan perbaikan kurikulum dan sistem evaluasi, perbaikan sarana pendidikan, pengembangan dan pengadaan materi ajar, serta pelatihan bagi guru dan tenaga kependidikan lainnya. Tetapi pada kenyataannya upaya pemerintah tersebut belum cukup berarti dalam meningkatkan kualitas pendidikan.

Pemerintah menerbitkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Sistem pendidikan nasional dimaksud untuk menjamin pemerataan kesempatan pendidikan,


(24)

meningkatkan mutu dan relevansi pendidikan, serta episiensi manajemen pendidikan untuk menghadapi tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global.

Dalam rangka peningkatan mutu pendidikan, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan menetapkan delapan standar nasional pendidikan yang harus menjadi acuan sekaligus kriteria dalam menetapkan keberhasilan penyelenggaraan pendidikan nasional. Delapan standar nasional pendidikan yang dimaksud meliputi standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan.

Maka guru merupakan komponen yang berpengaruh dalam meningkatkan mutu pendidikan di sekolah, ini menunjukan bahwa kemampuan dan profesionalisme dari seorang guru sangat menentukan mutu pendidikan (Zainal Aqib,2002:32).

Pada dasarnya tingkat kompetensi profesional guru dipengaruhi oleh faktor dari dalam guru itu sendiri yaitu bagaimana guru bersikap terhadap pekerjaan yang di embankan. Sedangkan factor luar yang diprediksiberpengaruh terhadap kompetensi professional seorang guru.

Kedudukan guru sebagai pendidik dan pembimbing tidak bisa dilepaskan dari guru sebagai pribadi. Kepribadian guru sangat mempengaruhi peranannya sebagai pendidik dan pembimbing. Dia mendidik dan membimbing para siswa tidak hanya dengan bahan yang ia sampaikan atau dengan metode-metode penyampaian yang digunakannya, tetapi dengan seluruh kepribadiannya. Mendidik dan membimbing tidak hanya terjadi dalam situasi formal, tetapi juga interaksi informal, tidak hanya diajarkantetapi juga ditularkan. Pribadi guru merupakan satu kesatuan antara sifat-sifat pribadinya, dan peranannya sebagai pendidik, pengajar dan pembimbing. (Nana Syaodih S. 2004: 251).

Di samping itu juga guru mempunyai peranan ganda sebagai pengajar dan pendidik. Kedua peran tersebut bisa dilihat perbedaannya, tetapi tidak


(25)

bisa dipisahkan. Tugas utama sebagai pendidik adalah membantu mendewasakan anak. Dewasa secara psikologis, sosial, dan moral. Dewasa secara psikologis berarti individu telah biasa berdiri sendiri, tidak tergantung pada orang lain, juga telah mampu bertanggung jawab atas segala perbuatannya, mampu bersikap objektif. Dewasa secara sosial berarti telah mampu menjalin hubungan sosial dan kerja sama dengan orang dewasa lainnya, telah mampu melaksanakan peran-peran sosial lainnya. Dewasa secara moral, yaitu telah memiliki seperangkat nilai yang ia akui kebenarannya, ia pegang teguh dan mampu berprilaku sesuai dengan nilainilai yang memjadi pegangannya. (Nana Syaodih S. 2004: 252).

Beberapa ungkapan tersebut diatas, adalah merupakan sebuah

kompetensi dan profesionalisme seorang guru. Adapun pengertian dasar kompetensi (competency) menurut Muhibin Syah (2000: 229) adalah kemampuan atau kecakapan. Dan yang lebih relevan dengan pembahasan ini adalah kata proficiency dan ability yang memiliki arti kurang lebih sama yaitu kemampuan. Hanya proficiency lebih sering digunakan orang untuk menyatakan kemampuan berperingkat tinggi.

Adapun kompetensi guru (teacher competency) menurut Barlow (1985) yang dikutip oleh Muhibin Syah, ialah The ability of a teacher to responsiblyperform his or her duties appropriately. Artinya, kompetensi guru merupakan kemampuan seorang guru dalam melaksanakan kewajibannya secarabertanggung jawab dan layak.

Jadi kompetensi profesionalisme guru dapat diartikan sebagai kemampuan dan kewenangan guru dalam menjalankan profesi keguruannya. Artinya guru yang piawai dalam melaksanakan profesinya dapat disebut sebagai guru yang kompeten dan professional.

Selanjutnya kata “profesionalisme” yang mengiringi kata kompetensi ini dapat dipahami sebagai kualitas dan tindak-tanduk khusus yang merupakan ciri orang professional. Istilah “professional” (professional) artinya adalah kata sifat dari kata profession (pekerjaan) yang berarti sangat mampu melakukan pekerjaan. Muhibin Syah (2000: 230).


(26)

Berdasarkan pertimbangan arti-arti di atas, maka pengertian guru

professional adalah guru yang melaksanakan tugas keguruan dengan kemampuan tinggi (profisiensi) sebagai sumber kehidupan.

Lebih lanjut dalam menjalankan kewenangan profesionalnya, guru dituntut memiliki keaneka ragaman kecakapan (competencies) yang bersifat psikologis, yang meliputi: (1) kompetensi kognitif yaitu kecakapan ranah cipta, (2) kompetensi afektif yaitu kecakapan ranah rasa, (3) kompetensi psikomotor yaitu kecakapan ranah karsa.

Dari uraian diatas, ternyata sifat pekerjaan guru sangat berbeda dengan pekerjaan-pekerjaan lainnya, ia tidak hanya melaksanakan tugas dengan tangan dan pikirannya, akan tetapi dengan seluruh kepribadiannya. Guru mendidik dan mengajar dengan sikap dan perasaannya, dengan minat dan motivasinya, dengan moral dan idealismenya, disamping dengan ilmu dan kecakapannya, bakat dan kecerdasannya serta berbagai keterampilan keguruannya. (Nana Syaodih S. 2004: 266).

Pokonya seluruh kepribadian individu guru ditampilkan dan dikomunikasikan dalam interaksinya dengan siswa. Guru adalah model atau contoh nyata dari pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai yang diajarkannya kepada siswa. Dia tidak hanya mendidik atau mengajarkan dengan kata-kata, tetapi dengan prilakunya. Kiranya tidak telalu salah apabila ada yang memandang guru itu adalah sebuah akronim dari kata digugu dan ditiru, digugu berarti diikuti, dilaksanakan petunjuknya dan ditiru adalah dicontoh.

E. Metodologi Penelitian

Penelitian ini pada dasarnya bersifat deskriftif analisis yaitu mencari uraian yang menyeluruh dan cermat tentang data-data yang berkaitan dengan topik yang telah ditentukan. Dalam langkah ini terdapat upaya penulis untuk mengumpulkan data, menginterpretasi suatu sistem pemikiran ataupun konsep-konsep yang telah ada. Metode ini mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:


(27)

1. Memusatkan pada pemecahan masalah yang ada kaitannya denga topikyang bersifat aktual.

2. Menyusun data-data yang diperoleh kemudian menganalisanya. (WinarnoSurakhman, 1990: 140).

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini lebih menekankan pada pendekatan analisis pemikiran, dengan menitik beratkan pada pencarian berbagai konsep. Untuk menganalisisnya penulis mengunakan cara berfikir deduktif.

Adapun langkah oprasionalnya dalam penelitian ini dilakukan melaluibeberapa tahap sebagai berikut:

1. Menetapkan objek atau pokok-pokok permasalahan yang dianggap cukupmenarik untuk diteliti dan membuat pokok-pokok pembahasan. 2. Memformulasikan masalah tersebut kedalam berbentuk judul

danselanjutnya membatasinya yang dimaksud agar secope penelitian tidakterlalu luas.

3. Mengumpulkan data-data atau informasi yakni dengan mengumpulkanbuku-buku literatur, yang berkaitan dengan masalah yang diteliti.

4. Menelaah dan mengelola data, yang dimaksud agar tidak terjadi keabsrudanatau ketidakteraturan dalam penyajiaannya.


(28)

BAB II

KERANGKA TEORI TENTANG

PROFESIONALISME GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM UPAYA MENINGKATKAN AKHLAK PESERTA DIDIK

A. Teori tentang Profesionalisme

Beberapa tahun terakhir ini kualitas atau mutu pendidikan di Indonesia menjadi sorotan publik, berbagai tanggapan dan pemikiran analisis kritis terhadap masalah ini mucul di berbagai media massa, baik cetak maupun elektronik. Fenomena ini mendapat tanggapan yang serius dari pemerintah yang bertanggung jawab sebagai penyelenggara pendidikan nasional, sehingga kemudian muncul berbagai kebijakan yang berorientasi pada peningkatan mutu pendidikan secara komprehensif.

Salah satu di antara kebijakan tersebut adalah kebijakan peningkatan kualitas dan profesionalisme guru. Hal ini karena guru dipandang sebagai instrumen penting dalam proses pendidikan. Beberapa kebijakan tersebut antara lain, pemerintah menetapkan jenjang pendidikan guru pada tingkat pendidikan dasar minimal berpendidikan S1, dan untuk melakukan penyesuaian bagi para guru yang belum mencapai pendidikan S1 pemerintah mendorong mereka untuk melanjutkan jenjang pendidikannya minimal S1. Dorongan yang positif tersebut dibuktikan dengan penyediaan program beasiswa dan bantuan pendidikan bagi para guru untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.

Program peningkatan dan profesionalisme guru memang diperlukan, hal ini dapat dilihat dari sejarah beberapa negara dalam rangka peningkatan kompetensi guru. Amerika Serikat, dimulai dengan munculnya reformasi pendidikan yang diinisiasi oleh keberadaan laporan federal yang berjudul

ANation at Risk pada tahun 1983. Laporan ini lantas melahirkan laporan penting berjudul A Nation Prepared Teachers for 21 st Century. Laporan tersebut, mrekomendasikan adanya pembentukan National Board forProfessional Teaching Standards, dewan nasional standar pengajaran profesional di Amerika Serikat pada tahun 1987. Di Jepang Undang-undang Guru ada sejak tahun 1974 dan Undang-undang Sertifiksi pada tahun 1949.


(29)

Sementara di Cina, Undang-undang guru lahir pada tahun 1993 dan PP Kualifikasi Guru pada tahun 20001.

Guru Profesional adalah guru yang mengenal tentang dirinya. Yaitu, dirinya adalah pribadi yang dipanggil untuk mendampingi peserta didik dalam belajar. Guru dituntut mencari tahu secara terus-menerus bagaimana seharusnya peserta didik itu belajar. Maka apabila ada kegagalan peserta didik guru terpanggil untuk menemukan penyebabnya dan mencari jalan keluar bersama peserta didik2

Perkembangan secara global menunjukan semakin dibutuhkannya keahlian profesional. Meningkatnya tuntutan masyarakat atas kebutuhan keahlian profesional dan sikap profesional menimbulkan suatu reaksi yang berkembang cepat di masyarakat yang bertujuan dapat mengisi kebutuhan sesuai dengan perkembangan di berbagai bidang yang semakin komplek yang membutuhkan penanganan dan pengamanan yang semakin sempurna. diperlukan sumber daya manusia yang memiliki ketangguhan daya saing dan kualitas yang tinggi.

Sumber daya manusia seperti itu sangat dibutuhkan oleh bangsa dan negara dalam abad globalisasi yang akan menghadapi persaingan yang semakin berat dan ketat dalam semua aspek kehidupan di sepanjang abad 21. Kesuksesan menghasilkan warga negara sebagai sumber daya manusia yang berkompetitif dan berkualitas ini sangat tegantung pada kualitas penyelenggara kegiatan atau proses belajar-mengajar di sekolah dan lembaga pendidikan sejenis yang dielenggarakan untuk seluruh lapisan rakyat Indonesia3.

Bab ini membahas secara teoritis mengenai apa konsep dan kriteriaprofesionalisme guru? Upaya-upaya apa yang harus dilakukan untukmeningkatkan profesionalisme guru, baik oleh pemerinah, lembagapndidikan, maupun oleh individu para guru sendiri? Apakah upayapeningkatan tersebut sudah menyentuh para guru PAI yang notabene dibawahbinaan Kementerian Agama RI, bukan dibawah binaan

1

Gunawan, Institute for Research and Development-YBI Banjarmasin, 2009. 2

Ibid 3


(30)

Kemendiknas? Lalubagaimana aplikasi dari peningkatan profesionalisme guru PAI tersebutdalam meningkatkan kualitas akhlak peserta didik di MTs An-Nuur Kampung Baru?

1. Makna Profesionalisme Guru

Perihal mengenai teori tentang guru professional telah banyak dikemukakan oleh para pakar menejmen pendidikan, seperti Rice dan Bishoprick (1971), dan Gickman (1981). Menurut Rice dan Bishoprick guru professional adalah guru yang mampu mengelola dirinya sendiri dalam melaksanakan tugas-tugasnya sehari-hari. Profesionalisasi guru oleh kedua pakar tesebut dipandang sebagai suatu proses yang bergerak dari ketidaktahuan (ignorance) menjadi tahu, dari ketidak matangan (immaturity) menjadi matang, dari diarahkan oleh orang lain (otherdirectedness) menjadi mengarahkan diri sendiri4.

Glickman (1981) menegaskan bahwa seseorang akan bekerja secara professional bilamana orang tersebut memilki kemampuan (ability) dan motivasi (motivation). Maksudnya adalah seseorang akan bekerja secara professional bilamana memiliki kemampuan kerja yang tinggi dan kesungguhan hati untuk mengerjakan dengan sebaik-baiknya. Sebaliknya seseorang tidak akan bekerja secara profesioanal bilamana hanya memenuhi salah satu diantara dua persyaratan di atas. Jadi, betapa pun tingginya kemampuan seseorang ia tidak akan bekerja secara profesional apabila tidak memiliki motivasi kerja yang tinggi. Sebaliknya, betapapun tingginya motivasi kerja seseorang ia tidak akan sempurna dalam menyelesaikan tugas-tugasnya bilamana tidak didukung oleh kemampuan.

Glickman, sesuai dengan pemikirannya di atas, seseorang guru dapat dikatakan profesional bilamana memiliki kemampuan tinggi (highlevel of abstract) dan motivasi kerja tinggi (high level of commitment). Komitmen lebih luas daripada concern sebab komitmen itu mencakup waktu dan usaha. Tingkat komitmen guru terbentang dalam garis kontinum, bergerak dari yang paling rendah menuju yang paling

4

Ibrahim Bafadal, Peningkatan Profesionalisme Guru Sekolah Dasar,(Jakarta: PT Bumi Aksara,2008) cet.ke-4.


(31)

tinggi. Guru yang memiliki komitmen yang rendah biasanya kurang memberikan perhatian kepada murid, demikian pula waktu dan tenaga yang dikeluarkannya untuk meningkatkan mutu pembelajaran pun sangat sedikit. Sebaliknya, seorang guru yang memilki komitmen yang tinggi biasanya tinggi sekali perhatiannya kepada murid, demikian pula waktu yang disediakan untuk peningkatan mutu pendidikan sangat banyak.

Tingkat abstraksi yang dimaksudkan disini adalah tingkat kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran, mengklarifikasi masalah-masalah pembelajaran, dan menentukan alternatif pemecahannya. Menurut Glickman (1981) guru yang memilki tingkat abstraksi yang tinggi adalah guru yang mampu mengelola tugas, menemukan berbagai permasalahan dalam tugas, dan mampu secara mandiri dalam memecahkannya5.

UU Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dan PP Nomor 19/2005 telah merumuskan parameter bagaimana seorang guru bisa dikategorikan sebagai pendidik yang professional. Merujuk pada UU dan PP tersebut, seorang pendidik dikatakan memiliki keprofesionalan jika mereka setidaknya memiliki 4 kompetensi. yaitu: (1) kompetensi pedagogik, (2) kompetensi Kepribadian, (3) kompetensi profesional dan ke (4) kompetensi sosial. Namun demikian untuk menjadi pendidik yang profesioanl diperlukan usaha-usaha yang sistemik dan konsisten serta berkesinambungan dari pendidik itu sendiri dan para pihak pengambil kebijakan6.

Secara leksikal, perkataan profesi itu ternyata mengandung berbagai makna dan pengertian. Pertama, Profesi itu menunjukan dan mengungkapkan suatu kepercayaan ( to profess means to trust), bahkan suatu keyakinan (to belief in) atas sesuatu kebenaran (ajaran agama) atau kredibilitas seseorang (Hornby, 1962). Kedua, profesi itu dapat pula menunjukan dan mengungkapkan suatu pekerjaan atau urusan tertentu (a particular business, Hornby, 1962). Webster’s New World

5 Ibid, h.5

6

Pusat Kurikulum Depdiknas, Standar Kompetensi Mata Pelajaran Agama Islam Sekolah Dasar dan Madrasah Ibtidaiyyah, (Jakarta: Depdiknas. 2004)


(32)

Dictionarymenunjukan lebih lanjut bahwa profesi merupakan suatu pekerjaan yang menuntut pendidikan tinggi (kepada pengembangan) dalam liberal arts atau science, dan biasanya meliputi pekerjaan mental dan bukan pekerjaan manual seperti mengajar, keinsinyuran, mengarang dan sebagainya: terutama kedokteran, hukum dan teknologi.

Good’s Dictionary Of Education lebih menegaskan lagi bahwa profesi itu merupakan suatu pekerjaan yang meminta persiapan spesialisasi yang relative lama di perguruan tinggi ( kepada pengembannya) dan diatur oleh suatu kode etika khusus. Berbagai penjelasan tersebut diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa profesi itu pada hakekatnya merupakan suatu pekerjaan tertentu yang menuntut persyaratan khusus dan istimewa sehingga meyakinkan dan memperoleh kepercayaan pihak yang memerlukannya.

Profesionalisme adalah suatu paham yang mencitakan dilakukannya kegiatan-kegiatan kerja tertentu dalam masyarakat, berbekalkan keahklian yang tinggi dan berdasarkan rasa keterpanggilan serta ikrar (fateri/profiteri) untuk menerima panggilan tersebut dengan semangat pengabdian selalu siap memberikan pertolongan kepada sesama yang tengah dirundung kesulitan ditengah gelapnya kehidupan (Wignjosoebroto, 1999).

Seorang profesionalis jelas harus memiliki profesi tertentu yang diperoleh melalui sebuah proses pendidikan maupun pelatihan yangkhusus, dan disamping itu pula ada unsur semangat pengabdian (panggilan profesi) di dalam melaksanakan suatu kegiatan kerja.

Sedangkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, Istilah profesionalisasi ditemukan sebagai berikut: Profesi adalah bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan dan keahlian, keterampilan, kejuruan dan sebagainya. Profesional adalah (1) bersangkutan dengan profesi, (2) memerlukan kepandaian khusus untuk menjalanknnya dan (3) mengharuskan adanya pembayaran untuk melakukannya. “Profesionalisasi adalah proses


(33)

membuat suatu badan organisasi agar menjadi professional” (Moeliono, 1988:702)7.

Ketiga pengertian tersebut tersirat bahwa dalam profesi digunakan teknik dan prosedur intelektual yang harus dipelajari secara sengaja, sehingga dapat diterapkan untuk kemaslahatan orang lain. Dalam kaitan ini seorang pekerja profesional dapat dibedakan dari seorang tukang karena disamping sama-sama menguasai sejumlah teknik dan prosedur kerja tertentu, seorang pekerja profesional juga memiliki informed responsiveness “ketanggapan yang berdasarkan kearifan” terhadap

implikasi kemasyarakatan atas objek kerjanya. Seorang pekerja professional memiliki filisofi yang menyikapi dan melaksanakan pekerejaannya (Syafruddin Nurdin, 2002:16)8.

Secara konsep profesional memiliki aturan-aturan dan teori, teori untuk dilaksanakan dalam praktik dan unjuk kerja, teori dan praktik merupakan perpaduan yand tidak dapat dipisahkan9.

Keterampilan dalam pekerjaan profesi sangat didukung oleh teori yang telah dipelajarinya. Jadi seorang profesional dituntut banyak belajar, membaca dan mendalami teori tentang profesi yang digelutinya. Suatu profesi bukanlah sesuatu yang permanent, ia akan mengalami perubahan dan mengikuti perkembangan kebutuhan manusia, oleh sebab itu penelitian terhadap suatu tugas profesi dianjurkan, di dalam keguruan dikenal dengan penelitian action research. Inilah letak perbedaan pekerjaan profesional dengan non-profesional. Profesional mengandalkan teori, praktek, dan pengalaman, sedangkan non-profesional hanya berdasarkan praktik dan pengalaman10.

Secara konseptual unjuk kerja guru menurut Depdikbud dan Johson (1980) (dalam Sanusi, 1991:36) mencakup tiga aspek, yaitu; (a) kemampuan professional, (b) kemampuan sosial, dan (c) kemampuan personal (pribadi). Kemudian ketiga aspek itu dijabarkan menjadi:

7

Ibid, h.15 8

Ibid, h. 16

9

Martinis Yamin, Sertifikasi Profesi Keguruan di Indonesia , (Gaung Persada Press Jakarta,2006) Cet,1, hal,21

10


(34)

a. Kemampuan profesional mencakup:

1) Penguasaan materi pelajaran yang terdiri atas penguasaan bahan yang harus diajarkan, dan konsep-konsep dasar keilmuan dari bahan yang diajarkannya itu.

2) Penguasaan dan penghayatan atas landasan dan wawasan kependidikan dan keguruan.

3) Penguasaan proses-proses kependidikan, keguruan dan pembelajaransiswa.

b. Kemampuan social mencakup kemampuan untuk menyesuaikan diri kepada tuntutan kerja dan lingkungan sekitar pada waktu membawa tugasnya sebagai guru.

c. Kemampuan personal (pribadi) mencakup:

1) Penampilan sikap yang positif terhadap keseluruhan tugasnyasebagai guru, dan terhadap keseluruhan situasi pendidikan besertaunsur-unsurnya.

2) Pemahaman, penghayatan, dan penampilan nilai-nilai yangseyogianya dianut oleh seseorang guru.

3) Penampilan upaya untuk menjadikan dirinya sebagai panutan danteladan bagi siswanya11.

Pasal I ayat 4 Bab I UU No. 14/2005, tentang Guru dan Dosen, bahwa pengertian profesi adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran atau kecakapan yang memenuhi

standarmutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi. Menurut Mukhtar Lufti, ada delapan kriteria yang harus dipenuhi oleh suatu pekerjaan agar dapat disebut sebagai profesi, yaitu:

1) Panggilan hidup yang sepenuh waktu.

Profesi adalah pekerjaan yang menjadi panggilan hidup seseorang yang dilakukan sepenuhnya serta berlangsung untuk jangka waktu yang lama, bahkan seumur hidup;

11


(35)

2) Pengetahuan dan kecakapan/keahlian.

Profesi adalah pekerjaan yang dilakukan atas dasar pengetahuan dan kecakapan/ keahlian yang khusus dipelajari;

3) Kebakuan yang universal

Profesi adalah pekerjaan yang dilakukan menurut teori, prinsip, prosedur dan anggapan dasar yang sudah baku secara umum (universal) sehingga dapat dijadikan pegangan atau pedoman dalam pemberian pelayanan

4) Pengabdian

Profesi adalah pekerjaan terutama sebagai pengabdian pada masyarakat bukan untuk mencari keuntungan secara material/pinansialbagi diri sendiri;Profesi adalah pekerjaan terutama sebagai pengabdian pada masyarakat bukan untuk mencari keuntungan secara material/pinansial bagi diri sendiri;

5) Kecakapan diagnostik dan kopetensi aplikatif.

Profesi adalah pekerjaan yang mengandung unsur-unsur kecakapan diagnostik dan kompetensi aplikatif terhadap orang atau lembaga yang dilayani.

6) Otonomi

Profesi adalah pekerjaan yang dilakukan secara otonomi atas dasar prinsip-prinsip atau norma-norma yang ketetapannya hanya dapat diuji atau dinilai oleh rekan-rekan seprofesi;

7) Kode etik

Profesi adalah pekerjaan yang mempunyai kode etik yaitu normanorma tertentu sebagai pegangan atau pedoman yang diakui serta dihargai oleh masyarakat dan;

8) Klien

Profesi adalah pekerjaan yang dilakukan untuk melayani mereka yangmembutuhkan pelayanan Klien yang pasti dan jelas subjeknya. (dalamMimbar Pendidikan IKIP Bandung, 9 September 1984:44)12.

12


(36)

Program peningkatan kualitas dan profesionalisme guru memang diperluklukan, apapun namanya. Hal ini dapat dilihat dari sejarah beberapa Negara dalam rangka peningkatan kompetensi guru.

Selanjutnya Rochman Natawidjajayang dikutip SyafruddinNurdin (2002:18) mengemukakan beberapa kriteria sebagai ciri suatu profesi;

1) Ada standar untuk kerja yang baku dan jelas,

2) Ada lembaga pendidikan khusus yang menghasilkan pelakunya dengan program dan jenjang pendidikan yang baku serta memiliki standar akademik yang memadai dan yang bertanggung jawabtentang pengembangan ilmu pengetahuan yang melandasi profesiitu,

3) Ada organisasi yang mewadahi para pelakunya untuk mempertahankankan dan memperjuangkan eksistensi dan kesejahtraannya,

4) Ada etika dan kode etik yang mengatur prilaku para pelakunya dalam memperlakukan kliennya,

5) Ada sistem imbalan terhadap jasa layanannya yang adil dan baku, 6) Ada pengakuan masyarakat (professional,penguasa dan

awam)terhadap pekerjaan itu sebagai suatu profesi.

Jadi dengan kriteria, telah disebutkan itulah menurut Rochman Natawijaja dapat diadakan penilaian apakah guru suatu profesi.

Kemudian secara panjang lebar menurut T. Raka Joni (1989:348- 349) yang dikutip Syafruddin Natawidjaja (2002:18-19), ada lima keprofesian yang lazim, yaitu serta penerapannya di dalam bidang pendidikan di tanah air.

Pertama, profesi itu diakui oleh masyarakat dan pemerintah dengan adanya bidang layanan tertentu yang hanya dapat dilakukan oleh kelompok pekerja yang dikategorikan sebagai suatu profesi. Ketentuan layanan bidang pendidikan di negara kita agaknya jauh lebih mudah disepakati. Akan tetapi tidak demikian halnya mengenai keunikan kualifikasi pemangku pemangku jabatannya mulai dari taman


(37)

kanak-kanak sampai perguruan tinggi dapat ditemukan guru-guru yang sebenarnya tidak menunjukan kualifikasi yang unik sebagai tenaga kependidikan.

Kedua, pemilikan sekumpulan ilmu yang menjadi landasan sejumlah teknik serta prosedur kerja unik itu. Profesi kedokteran misalnya dapat menyebutkan sejumlah bidang ilmu yang mendasari teknik dan prosedur kedokteran seperti anatomi, bakteriologi, biokimia, patologi, farmakologi dan sebagainya. Namun bagi profesi keguruan, keharusan penguasaan bidang-bidang ilmu penyangga tidaklah selugas itu. Bahkan ada sementara pihak yang berpendapat bahwa satu-satunya syarat bagi pemangku jabatan guru adalah penguasaan bidang ilmu sumber bahan ajar.

Penganut madhab tersebut, fungsi guru adalah meneruskan ilmu dengan memperagakan cara berpikir dan bertindak seorang ilmuwan. Dengan demikian masalah pokok yang secara tajam namun dengan pikiran jernih dan kepala dingin dalam hal ini adalah; apakah pelaksana tugas guru seperti itu merupakan layanan ahli yang perlu dipelajari dengan sengaja.

Ketiga, Diperlukan persiapan yang sengaja dan sistematis sebelum orang melaksanakan pekerjaan profesonal. Pekerjaan profesional mempersyaratkan pendidikan pra jabatan yang sistematis yang berlangsung relatif lama. Apabila diperhatikan sejarah persekolahan di negara ini dan di negara lain, akan termonitor perkembangan yang serupa; pada permulaannya, jajaran guru diisi oleh mereka yang dianggap menguasai apa yang perlu diajarkan. Akan tetapi, setelah lembaga pendidikan pra jabatan guru didirikan, karena satu dan lain alasan, masih cukup banyak juga jabatan guru diisi olah mereka yang tidak dipersiapkan secara sengaja untuk itu.

Keempat, adanya mekanisme untuk melakukan penyaringan secara efektif, sehingga hanya mereka yang dianggap kompeten yang dibolehkan bekerja memberikan layanan ahli yang dimaksud.


(38)

Sebagaimana yang dikemukakan di atas, bidang ini merupakan suatu kelemahan pokok profesi keguruan di Negara kita.

Kelima, diperlukan organisasi profesi di samping untuk melindungi kepentingan anggotanya dari saingan yang datang dari luar kelompok, juga berfungsi untuk meyakinkan supaya para anggotanya menyelenggarakan layanan ahli terbaik yang biasa diberikan demi kemaslahatan para pemakai layanan. Oleh karena itu kita berhak dan wajib bertanya, apakah organisasi profesi yang ada di Negara kita telah menunaikan fungsi ini secara memadai13.

Seorang guru dikatakan profesional jika dapat menjalankan tugasnya dengan baik (dengan professional). Kompetensi sosial diarahkan untuk memberikan bekal guru sebagai “warga sosial”, baik di lingkungan sekolah maupun masyarakat, sehingga harus memiliki kemampuan untuk berkomunikasi dan bekerja sama dengan baik, dengan peserta didik, rekan sejawat, maupun masyarakat lainnya.

Tentu tidak ada keraguan dengan pentingnya kompetensi sosial bagi guru, karena guru sebagai warga masyarakat, baik masyarakat sekolah maupun masyarakat umum di tempat tinggalnya.

Pemaknaan dari kompetensi tersebut di atas, seharusnya tidak dilakukan secara terpisah-pisah tetapi dalam satu kesatuan sebagai sosok kompetensi guru. Pemilahan menjadi empat kompetensi tersebut harus dipahami sebagai cara penyederhanaan dan bukan secara konseptual, karena pada hakikatnya guru merupakan sosok utuh walaupun memang ada bagian-bagian, tetapi saling terkait, sehingga secara konseptual keempatkompetensi tersebut terintegrasi kedalam satu kesatuan. Jika paradigma bahwa sosok kompetensi guru merupakan satu kesatuan maka integrasi ke-empat kompetensi tersebut dapat dilihat dengan sudut pandang sebagai berikut:

Ketika seseorang melaksanakan tugasnya sebagai profesional, tentulah tidak dijalankan secara rutin, tetapi berlandaskan konsep teori

13

Syafruddin Nurdin, Guru Profesional dan Implementasi Kurikulum (Jakarta: PT,Intermasa,2002)


(39)

yang kokoh. Tindakan guru profesional dilandasi oleh penguasaan akademik yang kokoh, sehingga ada pakar yang menyebutkan sebagi seni dengan berbasis sains. Artinya walaupun pendidik banyak unsur seni, tetapi dilandasi oleh penguasaan teori yang kokoh.

Pandangan tersebut diatas, berarti seorang guru profesional paling tidak harus menguasai akademik yang mencakup (a) filosofi dan tujuan pendidikan menjadi kompas setiap aktivitas pendidikan, (b) mengenal secara mendalam karakteristik peserta didik yang di layani, (c) menguasai bidang ilmu yang menjadi sumber bahan ajar, serta (d) menguasai berbagai model pendekatan pembelajaran yang dapat digunakan dalam memfasilitasi peserta didik yang sedang belajar.

Penguasaan ke-empat kemampuan tersebut menjadi modal pokok bagi guru profesional untuk menguasai kemampuan yaitu: melaksanakan dan merencanakan proses pembelajaran yang sesuai dengan filosofis pendidikan yang dianut, karakteristik siswa, materi ajar yang dikaji.

Perlu dicatat bahwa secara filosofis pendidikan bukanlah transfer pengetahuan, tetapi pengembangan potensi peserta didik. Bidang ilmu pada dasarnya merupakan wahana untuk mengembangkan potensi tersebut. Oleh karena itu materi ajar seharusnya difahami sebagi “alat” dan bukan “tujuan” pembelajaran. Sebagai seorang profesional, guru dituntut untuk memiliki kompetensi mengembangkan secara berkelanjutan. Guru juga harus memilki kemampuan profesionalnya, yang dapat ditempuh antara lain: Tindakan Kelas (PTK), aktip mengikuti perkembangan iptek, khususnya yang terkait dengan bidangnya.

2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Profesionalisme Guru

Era globalisasi yang ditandai dengan kemajuan yang pesat pada bidang ilmu dan teknologi membuat manusia hidup menjadi tanpa batas yang jelas. Kejadian di suatu belahan dunia dapat diketahuai dengan cepat dan akurat dalam hitungan detik di belahan dunia yang lain, kendatipun jarak sangat jauh. Jenis-jenis komunikasi seperti telepon, hand phone, internet, radio, televisi, dan media masa sebagai produk


(40)

teknologi canggih telah mengubah dunia dari tidak mungkin menjadi mungkin. Dengan kata lain, sekarang kita sedang memasuki era globalisasai informasi.

Di era-globalisasai ini pergeseran dan saling mempengaruhi antar nilai-nilai budaya tidak dapat dihindarkan lagi (Qodri Azizy, 2004:4). Gidden mendifinisikan globalisasi merupakan sebuah perkembangan yang cepat di bidang teknologi komunikasi, transformasi dan informasi yang dapat membawa bagian-bagian dunia yang paling jauh dan terpencil sekalipun dalam suatu jangkauan yang mudah tercapai (Zainal Arifin Toha, 2001).

Kemajuan ilmu dan teknologi tersebut seolah-olah telah mampu menciptakan kebudayaan global, sebab apa yang dapat diperbuat oleh suatu Negara dengan cepat dapat dilakukan di negara lain. Setiap bangsa dapat saling bertukar ilmu pengetahuan dan teknologi. Fenomena ini tentu saja dapat berakibat pada terbentuknya suatu peradaban yang sama di seluruh belahan dunia. Peradaban adalah suatu kebudayaan yang mempunyai sistem teknologi, seni rupa, sistem kenegaraan, ilmu pengetahuan yang maju dan kompleks (Koentjaraningrat, 1985: 5).

Peradaban setiap negara sulit dibedakan dengan negara lain karena terjadi persamaan pola hidup penduduknya. Setiap terjadi perubahan dalam bidang ilmu pengetahuan dan aplikasi teknologi cangih, dapat di pastikan menimbulkan dua kemungkinan, yaitu dampak positif dan negatif. Dampak positif biasanya berupa kemudahan yang didapat manusia dalam melaksanakan aktivitas setiap hari. Dampak negatif biasanya berupa penyalahgunaan teknologi yang dapat merugikan kepentingan individu maupun orang lain.

Globalisasi akan tergantung kepada siapa yang menggunakannya dan untuk keperluan apa saja serta tujuan kemana ia digunakan. Untuk dapat memanfaatkannya ilmu dan teknologi diperlukan kesiapan mental dan pemahaman tentang fungsi dan kegunaan suatu teknologi. Maka teknologi dapat dimanfaatkan sebagaimana mestinya.


(41)

Pada negara-negara berkembang seperti Indonesia, sering terjadi penyalahgunaan perkembangan ilmu dan teknologi. Sebagian masyarakat Indonesia kurang siap dalam menghadapi perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi. Sebagai indikator antara lain banyaknya kenakalan siswa. Sebagian remaja/siswa di Indonesia belum siap dalam menghadapi era globalisasi informasi. Mereka mengadopsi kebudayaan asing tanpa menfilter terlebih dahulu untuk disesuaikan dengan karakteristik dan budaya Indonesia.

Bentuk kenakalan remaja tersebut antara lain, perkelahian, seks dini, tidak menghormati orang tua dan guru, pemakaian narkoba (Narkotik dan obat berbahaya lainnya) yang sering juga disebut dengan Napza (Narkotik, Alkohol, Psikotropika dan zat adiktif lainnya) yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran dan menimbulkan ketergantungan.

Berdasarkan data tahun 1998, Pemaparan Sri K. Marhaeni, guru madya pusdik Binmas Polri mengungkapkan jumlah pengguna narkoba di Indonesia ini sekitar 2,4 juta jiwa dan 1,3 juta berada di Jakarta. Menurut ketua umum gerakan anti narkoba (Granat) Hendri Yosodiningrat, saat ini ada sekitar 2 juta jiwa menderita ketergantungan narkoba dan 80% adalah anak/remaja usia sekolah (www.lincah.com).

Berkaitan dengan banyaknya kenakalan remaja/siswa yang mengakibatkan dekadensi moral tersebut, sekolah sering dituntut untuk bertanggung jawab dengan keadaan itu. Sekolah sebagai sebuah lembaga pendidikan diharapkan tidak hanya sebagai tempat untuk memperoleh ilmu pengetahuan saja, tetapi juga diharapkan dapat memberi bekal yang cukup dalam membentuk kepribadian siswa yang tangguh dalam menghadapi era globalisasi.

Ajaran-ajaran moral dan tata nilai yang berlaku di masyarakat juga menjadi prioritas yang tidak dapat diabaikan sekolah untuk ditanamkan kepada siswa. Hal ini tercantum dalam undang-undang sistem pendidikan nasional 2003, bab I, pasal I, ayat I dinyatakan: pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana


(42)

belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual, keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara (Asep Purnama Bahtiar, Kedaulatan Rakyat, 2005:12).

Berkaitan dengan hal tersebut, sekolah mempunyai peranan yang penting dalam mempersiapkan anak didik agar tidak hanya cerdas atau pandai saja, tetapi juga harus bertakwa, berprilaku baik, bertanggung jawab, dan mempunyai etika yang baik. Sekolah berperan untuk menumbuh kembangkan, membentuk, dan memproduksi pendidikan berwawasan ranah kongnitif, afektif, dan psikomotorik, sehingga dapat membentuk karakter yang kuat dalam mengembangkan life skills dalam kehidupan sehari-hari.

Pemerintah Indonesia melakukan regulasi dan perubahan yang cukup signifikan di berbagai bidang pembangunan, termasuk dalam dunia pendidikan. Diundangkannya UU 22/1999 tentang Pemerintah Daerah juga sedikit banyak dapat menyentuh kebijakan pengelolaan pendidikan yang semula pendidikan dikelola secara terpusat dialihkan melalui program desentralisasi kepada pemerintah daerah.

Berkaitan dengan hal tersebut diatas, maka posisi guru adalah salah satu komponen manusiawi dalam proses belajar-mengajar, yang ikut berperan dalam usaha pembentukan sumber daya manusia yang potensial di bidang pembangunan. Guru yang merupakan unsur di bidang kependidikan harus berperan serta secara aktif dan menempatkan kedudukannya sebagai tenaga profesional, sesuai dengan tuntutan masyarakat yang semakin berkembang14.

Pemahaman mutu pencapaian kompetensi guru sebagai produk LPTK perlu adanya kesamaan persepsi, dimana sertifikat profesi adalah bukti formal sebagai pengakuan kewenangan bagi yang telah memiliki kualifikasi akadimik minimal. Karena guru sebagai ujung tombak

14

Sardiman, Interaksi Dan Motivasi Belajar Mengajar (PT Raja GrafindoPersada, Jakarta.Cet 11,2004).


(43)

pelaksana pendidikan yang cukup berperan menentukan kualitas lulusan, namun guru itu sendiri juga berada dalam satu dilemma permasalahan baik dari sudut kualitas maupun kesejahtraan.

Terdapat tiga tingkatan kualifikasi profesional guru, yaitu

capability, innovator, dan developer. Capability maksudnya adalah guru diharapkan memiliki pengetahuan, kecakapan dan keterampilan serta sikap yang lebih mantap dan memadai sehingga mampu mengelola pembelajaran secara epektif. Inovator maksudnya sebagai tenaga pendidik yang memilki komitmen terhadap upaya perubahan dan reformasi. Guru di harapkan memilki pengetahuan, kecakapan dan keterampilan serta sikap yang tepat terdapat pembaharuan yang efektif.

Developer maksudnya guru harus memiliki visi dan misi keguruan yang mantap dan luas persepektifnya. Guru harus mampu melihat jauh ke depan dalam mengantisipasi dan menjawab tantangan yang dihadapi oleh sektor pendidikan sebagai suatu sitem15.

Adapun tanggung jawab dalam mengembangkan profesi pada dasarnya ialah tututan dan panggilan untuk selalu mencintai, menghargai, menjaga dan meningkatkan tugas dan tanggung jawab profesinya. Guru harus sadar bahwa tugas dan tanggung jawabnya tidak bisa dilakukan oleh orang lain, kecuali oleh dirinya. Ia harus sadar bahwa dalam melaksanakan tugasnya selalu dituntut untuk bersungguh-sungguh dan bukan pekerjaan sambilan.

Guru harus sadar bahwa yang dianggap baik dan benar saat ini, belum tentu benar di masa yang akan datang. Guru dituntut agar selalu meningkatkan pengetahuan, kemampuan dalam rangka pelaksanaan tugas profesinya, ia harus peka terhadap perubahan-perubahan yang terjadi khususnya dalam bidang pendidikan dan pengajaran serta masyarakat pada umumnya. Di sinilah letak pengembangan profesi yang menjadi tugas dan tanggung jawabnya16.

15

Asep Yudi Permana, MDes ( Dosen Jurusan Pendidikan. Teknik Arsitektur FPTK UPI) Disampaikan Dalam Seminar Nasional PTK 2006.

16

Nana Sudjana, Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar (Penerbit Sinar Baru Algensindo Bandung,2005).


(44)

Tugas dan tanggung jawab guru tersebut di atas, sangat erat kaitannya dengan kemampuan yang disyaratkan untuk memangku profesi tersebut. Kemampuan dasar tersebut tidak lain adalah kompetensi guru. Cooper mengemukakan empat kompetensi guru, yaitu; (a) mempunyai pengetahuan tentang belajar dan tingkah laku manusia, (b) mempunyai pengetahuan dan menguasai bidang studi yang dibinanya, (c) mempunyai sikap yang tepat tentang diri sendiri, sekolah, teman sejawat dan bidang studi yang dibinanya, (d) mempunyai keterampilan teknik mengajar.

Pendapat yang hampir sama di kemukakan oleh Glasserr, menurut Glasser ada empat hal yang harus dikuasai guru yakni; (a) menguasai bahan pelajaran (b) kemampuan mendiagnosa tinggkah laku siswa, (c) kemampuan melaksanakan proses pengajaran, dan (d) kemampuan mengukur hasil belajar siswa.

Bertolak dari pendapat di atas, maka menurut hemat penulis bahwa kompetensi guru merupakan faktor yang dapat mempengaruhi profesionalisme guru, maka kompetensi guru dapat dibagi menjadi tiga bidang, yaitu:

Kompetensi bidang Kognitif. Artinya kemampuan bidang intelektual, seperti penguasaan bidang mata pelajaran, pengetahuan mengenai cara mengajar, pengetahuan mengenai belajar dan tingkah laku individu, pengetahuan tentang bimbingan penyuluhan, pengetahuan tentang administrasi kelas, pengetahuan tentang cara menilai hasil belajar siswa, pengetahuan tentang kemasyarakatan serta pengetahuan umum lainnya.

Kompetensi bidang sikap. Artinya kesiapan dan kesediaan guru terhadap berbagai hal yang berkenaan dengan tugas dan profesinya. Misalnya sikap menghargai pekerjaannya, mencintai dan memiliki perasaan senang terhadap mata pelajaran yang dibinannya, sikap toleransi terhadap sesama teman profesinya, memiliki kemauan keras untuk meningkatkan hasil pekerjaannya.

Kompetensi prilaku/performance. Artinya kemampuan guru dalam berbagai keterampilan/berprilaku, seperti keterampilan mengajar,


(1)

meningkatkan mutu pembelajaran. Dalam kenyataan di lapangan kebanyakan guru tidak mengunakan evaluasi dalam memberikan pendidikan akhlak.

Sekolah merupakan sebuah sistem yang terdiri dari berbagai komponen dan instrument yang tidak dapat dipisahkan (integratied). Sehingga untuk menjalankan misi program harus melalui pendekatan sistem organisasi, termasuk dalam strategi pembinaan akhlak siswa. Pada sekolah yang diteliti, ditemukan adanya berbagai program sekolah yang secara sistematis menjadi media pembinaan akhlak siswa di MTs An- Nuur Kampung Baru. Di MTs An- Nuur Kampung Baru sekolah mengadakan program kebijakan yang berkaitan dengan pembiasaan kedisiplinan dan akhlak alkarimah bagi para guru dan karyawan. Diantara program yang dilakukan adalah:

a. Seluruh guru dan karyawan MTs An- Nuur Kampung Baruwajib membiasakan berpakain rapi dan menutup aurat sesuai dengan ketentuan.

b. Seluruh guru dan karyawan wanita muslim MTs An- Nuur Kampung Barua wajib membiasakan menggunakan pakaian yang tidak ketat dan berjilbab.

c. Seluruh guru dan karyawan diharapkan membiasakan mengikuti sholat berjamaah bersama siswa pada waktu sholat tiba.

d. Diwajibkan untuk membiasakan memngucapkan salam ketika bertemu dengan rekan maupun dengan siswa di lingkungan sekolah maupun di luar sekolah.

Selain tatib dan pedoman kedisiplinan tersebut, peneliti juga menemukan adanya berbagai media dan sarana pendidikan dengan mencerminkan tulisan-tulisan yang mengandung nilai-nilai Islam.

Kebijakan tersebut menurut peneliti secara tidak langsung akan memberi pengaruh kepada sikap-sikap siswa yang


(2)

ada di lingkungan sekolah tersebut. Sehingga para siswa akan terbiasa dengan suasana lingkungan sekolah yang akhlaki.

Dalam proses pembelajaran, sekolah membuat kebikabkan bahwa setiap hari jam pertama diwajibkan membaca qura’an selama 10 menit. Program ini peneliti temukan di MTs An- Nuur Kampung Baru.

Program tersebut di MTs An- Nuur Kampung Baru sudah diikuti dengan Reward bagi yang taat dan Funishment bagi yang melanggar.

3. Melalui Pengembangan Kurikulum Secara Terpadu (Integral)

Mereka beranggapan bahwa pendidikan agama Islam memiliki ruang yang kurang untuk membentuk akhlak siswa yang baik, karena proses pendidikan agama Islam terbatas oelh sempitnya waktu yang diberikan. Berdasarkan hal tersebut, maka pemerintah dan lembaga pendidikan yang peduli dengan kepribadian dan akhalak siswa menerapkan program kurikulum terpadu. Dalam arti semua mata pelajaran diwajibkan mengandung nilai-nilai religi sesuai dengan kontek materi yang disampaikan. Dari hasil wawancara dengan bapak kepala sekolah MTs An- Nuur Kampung terungkap bahawa mereka memiliki kekhawatiran akan merosotnya moral generasi muda dengan derasnya arus global saat ini, sehingga MTs An- Nuur Kampung Baru mencoba mempersiapkan dan melaksanakan berbagai program untuk menguatkan dan mengisi kekurangan pendidikan akhlak siswa diantaranya adalah pengembangan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) melalui silabus dengan mewajibkan semua guru mata pelajaran untuk memasukan nilai-nilai religi dalam mata pelajaran yang disampaikan sesuai dengan konteknya. Sehingga siswa akan selalu mendapai pesan moral disetiap mata pelajaran yang didapatnya.

Selain itu, semua MTs An- Nuur Kampung Baru menjadikan Baca Tulis Quran (BTQ) sebagai mulok wajib. Walau BTQ tidak menyentuh langsung pembinaan akhlak, namun juga menajdi sarana untuk pembinaan akhlak siswa yang ada di MTs An- Nuur Kampung Baru.


(3)

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahAsan terhadap data yang diperoleh peneliti. Maka dapat diambil kesimpulan sebagi berikut:

1. Landasan Profesionalisme Guru Pendidikan Agama Islam MTs An- Nuur Kampung Baru meliputi landasan formal telah memenuhi segala kriteria dan indikator yang telah ditetapkan berdasarkan undangundang datau peraturan pemerintah (PP). UU Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dan PP Nomor 19/2005 dimana seluruh guru pendidkan Agama Islam telah memiliki 4 kompetensi. yaitu: (1) kompetensi pedagogik, (2) kompetensi Kepribadian, (3) kompetensi profesional dan ke (4) kompetensi sosial dan kualifikasi pendidikan Guru Pendidikan Agama Islam

2. Upaya-upaya penimgkatan akhlak siswa yang dilakukan guru Pendidikan Agama Islam MTs An- Nuur Kampung Baru dilakukan melalui Sistem Manajemen Organisasi Sekola, Pengembangan Kurikulum Secara Terpadu (Integral) dan Program Ekstrakurikuler serta Pengembangan Diri yang mengedepankan nilai-nilai akhlak Islami.

B. Saran-Saran

1. Diharapkan kepada MTs An- Nuur Kampung Baru mengintensipkan implementasi program-program untuk mencetak gruru pendidikan Agama Islam yang professional dengan intensitas fungsi pengawasan dari pejabat yang berwenang.

2. Guru Pendidikan Agama Islam yang ada di MTs An- Nuur Kampung Baru diharapkan melakukan langkah-langkan progrsif dalam peningkatan mutu guru Pendidikan Agama Islam.

3. Guru Pendidikan Agama Islam MTs An- Nuur Kampung Baruhendaknya meningkatkan akhlak peserta didik, terutama bagi pendidikan Agama Islam yang sudah termasuk kategori profesional.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Abdullah, Sosiologi Pendidikan dan Dakwah, Cirebon, Stain Press, 2007 ---, Metodologi Penelitian dan Penulisan, Cirebon, Stain Press, 2007 Amin, Ahmad, Etika (Ilmu Akhlak), diterjemahkan oleh K.H Farid Ma’ruf,

Jakarta, Bulan Bintang, 1988.

Al-Ghazali, Ihya Ulumuddin, Surabaya, Hidayah, 2006.

Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Jakarta. Rineka Cipta, 2006.

Asrohah, Hanun, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta, Kalimah, 1999

Alim, Muhamad, Pendidikan Agama Islam Upaya Pembentukan Pemikiran dan Kepribadian Muslim, Bandung, PT Remaja Rosdakarya, 2006.

Al-Abrasy, Muhamad Athiyyah, Dasar-dasar pokok Pendidikan Islam, Bandung, PT Remaja Rosdakarya, 2006.

Darajat, Zakiah, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta, Bumi Aksara, 1992.

Djumhur, Adang dkk, Pedoman Penulisan Karya Ilmiah, Cirebon, Stain Press,2006.

Ghani Abdul dan Bahy Djohar, Terjemahan Bustanil, Jakarta, PT. Bulan Bintang, 1987.

Hasbullah, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 2005

Hude, M. Darwis, Emosi, Jakarta, Erlangga, 2006

Hopkins D, A Teacher ’s Guide to Classroom Research, Philadelphia: Open University Press. Milton Keynes, 1993

Hurlock, Elisabeth B. Psikologi Perkembangan, Jakarta, Erlangga, 1990.

Ibnu Miskawaih, Tahzibul Akhlaq wa Thathirul-A’raq, Surabaya, Hidayah, 1989 Ilyas Yunahar, Kuliah Akhlak, Yogyakarta, LPPI, 2006

Jalal, Fasli, Sosialisasi Undang-undang Guru dan Dosen, Jakarta: Direktorat Jendral Peningkatan Mutu Pendidikan dan Tenaga Kependidikan Depdiknas, 2005.

Jamaludin, Pembelajaran yang Efektif, Jakarta, Depag RI, 2002

Langgulung, Hasan, Pendidikan Islam menghadapi Abad ke-21, Jakarta: Pustaka Al-Husna.1988.


(5)

Jamal Murni, 1984, Pemimpin Proyek Pembinaan Prasarana dan Sarana PT IAIN Ciputat Jakarta, 1988.

Mulkhan Munir Abdul, Setrategi Sufistik Semar, Penerbit, Kreasi Wacana. Yogyakarta. 2003.

Nasution S., 1995, Didaktik Asas-Asas Mangajar, Bandung: Bumi Aksara. Kunandar, Guru Profesional, Jakarta, Rajawali Pers, 2007

Majid, Abdul dan Dian, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi, Bandung, PT Remaja Rosdakarya, 2008.

Maleong J Lexy, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung, PT Remaja Rosdakarya, 1996.

Mastuhu, Memberdayakan Sistem Pendidikan Islam, Jakarta : Logos, 1999. Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam, Bandung : Remaja Rosdakarya, 2004. Mulyasa, E, Standar Kompetisi dan Sertifikasi Guru, Bandung : PT Remaja

Rosdakarya, 2007.

Muhaimin, Perkembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Madrasah, dan Perguruan Tinggi, Jakarta:PT RajaGrafindo Persada,2005.

Nurdin, Syafrudin, Guru Profesional & Implementasi Kurikulum, Jakarta, Ciputat Pers, 2002.

Nasution, S. Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif, Bandung, Tarsiti, 1992. Nasution, S. Buku Penuntun Tesis, Skripsi Disertasi dan Makalah, Jakarta, Bumi

Aksara, 1988.

Peraturan Mentri No 16 tahun 2007, Tentang Standar Kualifikasi dan Kompetensi Guru, 2007.

Purwanto, M. Ngalim, Psikologi Pendidikan, Bandung, PT Remaja Rosdakarya, 1996.

Qomar, Mujamil., Epistimologi Pendidikan Islam, Jakarta, Erlangga, 2005. Rahim, Husni., Arah Baru Pendidikan Islam, Jakarta, Logos, 2005.

Ramayulis, Metodologi Pendidikan Agama Islam, Jakarta, Kalam Mulia, 2005. Sanjaya, W. Strategi Pembelajaran : Berorientasi Standar Proses Pendidikan,


(6)

Suwarno, W. Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan, Yogyakarta, AR. RUZZZ Media, 2006.

Sardiman, Inteaksi & Motivasi Belajar Mengajar, Jakarta, PT RajaGrafindo Persada, 2004.

Sudjana, Nana, Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar, Bandung, PT Sinar Baru Algensindo, 2005.

Syah Muhibin, Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru, Diterbitkan Oleh PT Remaja Rosdakarya, 2000.

Syaodih Sukmadinata Nana, Landasan Psikologi Proses Pendidikan, Diterbitkan Oleh PT Rosdakarya, 2004.

Tafsir Ahmad, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, Bandung: Remaja Rosdakarya, 1992.

---., Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, Bandung, PT Rosdakarya, 2005.

---, Filsafat Pendidikan Islam, Bandung: PPS IAIN. 2005

Tim Depag RI, Standar Kompetensi Guru Pendidikan Agama Islam, Jakarta, Depag RI, 2004.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang System Pendidikan Nasional.2003

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen.2005

Usman, Ujer, Moh, Menjadi Guru Profesional, Bandung, PT Remaja Rosdakarya, 2002.

Yunus, Mahmud, Metode Khusus Pendidikan Agama, Jakarta, PT. Hidakarya Agung, 1983.

Yamin, Martinis, Sertifikasi Profesi Keguruan di Indonesia, Jakarta, Tim Gaung Persada Press, 2006.

Zuhairini dkk, Metodik Khusus Pendidikan Agama Islam, Surabaya, IAIN Sunan Ampel Malang, 1998.