Tujuan Penelitian Landasan Teori

Berdasarkan latar belakang yang ada penelitian ini dilaksanakan untuk menjawab masalah yang dirumuskan dalam pertanyaan sebagai berikut: 1. Bagaimana pengaruh invigorasi dengan cara hidrasi-dehidrasi pada benih sumber yang telah disimpan 8 bulan dalam meningkatkan viabilitas benih kedelai varietas Ajasmoro. 2. Bagaimana pengaruh peningkatan dosis pupuk NPK susulan saat berbunga yang diberikan pada tanaman dari benih sumber yang diinvigorasi dengan cara hidrasi-dehidrasi dalam menghasilkan viabilitas benih kedelai varietas Anjasmoro. 3. Bagaimana respons tanaman yang benih sumbernya diinvigorasi dengan hidrasi-dehidrasi terhadap peningkatan dari NPK susulan pada saat berbunga dalam viabilitas benih kedelai varietas Anjasmoro.

1.2 Tujuan Penelitian

Berdasarkan identifikasi dan perumusan masalah, maka tujuan penelitian dirumuskan sebagai berikut: 1 Mengetahui pengaruh invigorasi dengan cara hidrasi-dehidrasi pada benih sumber yang telah disimpan 8 bulan dalam meningkatkan viabilitas benih kedelai varietas Ajasmoro. 2 Mengetahui pengaruh peningkatan dosis pupuk NPK susulan saat berbunga yang diberikan pada tanaman dari benih sumber yang diinvigorasi dengan cara hidrasi-dehidrasi dalam menghasilkan viabilitas benih kedelai varietas Anjasmoro. 3. Mengetahui respons tanaman yang benih sumbernya diinvigorasi dengan hidrasi-dehidrasi terhadap peningkatan dari NPK susulan pada saat berbunga dalam viabilitas benih kedelai varietas Anjasmoro.

1.3 Landasan Teori

Dalam rangka menyusun penjelasan teoretis terhadap pertanyaan yang telah dikemukakan, penulis menggunakan landasan teori sebagai berikut: Secara fisiologis, perkecambahan benih adalah dimulainya lagi proses metabolisme yang tertunda serta berlangsungnya transkripsi genom. Secara biokimia, perkecambahan merupakan diferensiasi lanjutan dari lintasan oksidatif dan lintasan sintetik serta perbaikan lintasan biokimia khusus dari pertumbuhan dan perkembangan vegetatif Khan, 1992. Proses perkecambahan benih dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan. Faktor genetik yang berpengaruh adalah susunan kimiawi benih yang berhubungan dengan daya hidup benih. Perlakuan benih secara fisiologis untuk memperbaiki perkecambahan benih melalui imbibisi air secara terkontrol telah menjadi dasar dalam invigorasi benih. Saat ini perlakuan invigorasi merupakan salah satu alternatif yang dapat digunakan untuk mengatasi mutu benih yang rendah yaitu dengan cara memperlakukan benih sebelum tanam untuk mengaktifkan kegiatan metabolisme benih sehingga benih siap memasuki fase perkecambahan. Selama proses invigorasi, terjadi peningkatan kecepatan dan keserempakan perkecambahan serta mengurangi tekanan lingkungan yang kurang menguntungkan. Invigorasi dimulai saat benih berhidrasi pada medium imbibisi yang berpotensial air rendah. Biasanya dilakukan pada suhu 15-20 o C. Setelah keseimbangan air tercapai selanjutnya kandungan air dalam benih dipertahankan Khan, 1992 Air masuk ke dalam benih melalui proses imbibisi yang merupakan proses fisik dan imbibisi air oleh benih sangat dipengaruhi oleh komposisi kimia benih, permeabilitas kulit benih dan jumlah air yang tersedia, baik air dalam bentuk cairan maupun uap air disekitar benih Sadjad, 1975. Fungsi air pada perkecambahan benih menurut Sumarno dan Widiyati 1985: 1. Air yang diserap oleh benih berguna untuk melunakkan kulit benih dan menyebabkan pengembangan embrio dan endosperm, sehingga menyebabkan kulit benih menjadi pecah. 2 . Air memberi fasilitas untuk masuknya oksigen ke dalam benih . Dinding sel yang berimbibisi bersifat permeabe1 sehingga gas dapat masuk ke dalam sel secara difusi. Pasokan oksigen meningkat apabila kulit benih menyerap air sehingga mengaktifkan pernafasan . 3. Air berguna untuk mengencerkan protoplasma sehingga dapat mengaktifkan fungsinya. Bila protoplasma mengandung air maka sel-sel hidup akan melaksanakan proses-proses kehidupan termasuk pencernaan, asimilasi dan tumbuh. 4. Air berguna sebagai alat transportasi larutan makanan dari endosperm atau kotiledon ke titik tumbuh pada poros embrio untuk membentuk protoplasma baru. Akibat penyerapan air selama proses imbibisi terjadi pertambahan volume dan bobot basah benih. Pertambahan volume benih tersebut sangat cepat pada awal proses imbibisi dan semakin lama pertambahannya semakin lambat Leopold, 1983. Pertambahan bobot basah benih selama imbibisi sangat cepat pada awalnya, kemudian konstan dan selanjutnya cepat kembali. Bewley dan Black 1985 membagi proses imbibisi menjadi tiga fase, yaitu fase pertama yang ditunjukkan dengan pengambilan air yang cepat, fase kedua ditunjukkan dengan pembengkakkan setelah air mencapai bagian yang lebih dalam sampai radikel muncul, dan fase ketiga ditunjukkan dengan pengambilan air di bagian-bagian kulit benih yang lembab. Pada fase kedua boleh dikatakan pengambilan air hampir tidak ada. Larson 1968, pada awal perkecambahan baik benih berkulit atau tanpa kulit akan menyeraip air, tetapi yang tanpa kulit menyerap air lebih banyak dengan kecepatan yang lebih tinggi, terutama pada empat jam pertama setelah imbibisi. Namun setelah berimbibisi selama 12 jam, kedua benih tersebut akan menyerap air dalam jumlah yang sama. Kecepatan laju imbibisi juga akan meningkat jika kulit benih mengalami keretakan atau terdapat goresan. Peningkatannya tidak tergantung dari jumlah dan panjang keretakan kulit; sedikit keretakan sudah cukup untuk meningkatkan laju imbibisi Powell dan Matthews, 1979 . Peningkatan laju imbibisi akan menurunkan daya tumbuh benih tergantung dari tingkat kerusakan kulit benihnya. Pada benih dengan kerusakan kulit ringan penurunan daya tumbuhnya lebih kecil dari pada benih dengan kerusakan kulit benih yang hebih berat. Penurunan kemampuan tumbuh ini disebabkan karena terjadi kerusakan membran sel akibat masuknya air terlalu cepat ke dalam benih. Membran sel dapat menjadi rusak karena terjadi gangguan terhadap intergritasnya, yaitu pada proses imbibisi normal membran yang terdiri dari protein dan fosfolipid yang membentuk pores heksagonal pada benih kering berubah menjadi dua lapis lamelar pada benih yang telah berimbibisi Sadjad, 1975. Lapisan membran tersebut berupa gel yang terbentuk akibat hidrasi koloid-koloid hidrofil dan memiliki suatu tegangan tertentu karena hubungan timbal balik antara air dan polimer kulit.Sadjad, 1975. Integritas membran yang terganggu akan mengakibatkan kebocoran larutan bahan-bahan yang ada dari dalam benih secara difusi ke air perendaman atau media tumbuhnya Larson, 1968; Powell dan Matthews, 1981; Bewley dan Black, 1985. Dengan mengukur jumlah dan jenis bahan-bahan terlarut dari benih yang berkulitt dan tanpa kulit, Larson 1968 menemukan bahwa jumlah bobot kering bahan yang larut dari dalam benih tanpa kulit dua kali lebih banyak dari pada bobot kering bahan terlarut dari dalam benih berkulit. Ini disebabkan pada benih tanpa kulit tidak ada kulit benih sebagai penghambat fisik selama mengimbibisi air, sedangkan pada benih berkulit proses imbibisinya terhambat oleh kulit benih. Bahan-bahan yang terlarut ke dalam air perendaman adalah karbohidrat dan protein. Karbohidrat yang ditemukan adalah glukosa, fruktosa, raffinosa, sukrosa dan maltosa, dan protein yang terlarut mencakup 12 macam asam amino; alanin, arginin, asparagin, asam aspartat , sistein, glutamin, asam glutamat, glisin, histidin, dan isoleusin Larson, 1968 . Kebocoran larutan dari dalam benih menyebabkan berkurangnya proses anabolisme yang akhirnya mengakibatkan pengurangan penyaluran makanan dari kotiledon ke poros embrio Powell dan Mathews, 1979 dan sel-sel dibagian permukaan kotiledon menjadi mati Oliveira at al., 1984. Semakin cepat masuknya air ke dalam benih sel-sel kotiledon yang mati semakin meluas ke bagian yang lebih dalam, dalam ha1 ini kondisi kulit benih sangat menentukan laju masuknya air Tully, Musgrave dan Leopold, 1981. Selain dapat menurunkan daya tumbuh, kebocoran larutan dari dalam benih juga akan menyebabkan benih mudah terinfeksi cendawan, karena pada bagian tersebut tersedia bahan makanan bagi inokulum cendawan untuk hidup dan berkembang. Kemampuan hidup cendawan semakin meningkat karena pada bagian yang mengalami kebocoran larutan, sel-sel jaringannya menjadi mati, yang akhirnya menyebabkan benih tidak mampu tumbuh dan akhirnya mati Powell dan Mathews , 1980. Delouche dan Baskin 1973 menggambarkan proses terjadinya deteriorasi dalam benih sebagai berikut : berkurangnya laju respirasi , peningkatan kandungan asam lemak dalam benih increase in fatty acid, laju perkecambahan rendah slower germination rate, laju pertumbuhan kecambah lambat slower rate of growth development , berkurangnya daya tahan menghadapi tekanan lingkungan, kecambah tidak mampu muncul di lahan, banyak kecambah abnormal. Benih yang telah mengalami kebocoran akan mengalami penurunan jumlah benih yang tumbuh. Jumlah benih yang tumbuh disebabkan oleh rendahnya daya berkecambah benih. Menurut toruan 1985 menyatakan bahwa benih dengan tingkat kebocoran tinggi akan menghalami kehilangan zat metabolit yang menyebabkan rendahnya daya berkecambah. Dengan begitu produksi benih akan berkurang. Untuk menghasilkan benih yang bervigor prima salah satu upayanya dilakukan dengan pemupukan NPK susulan. Benih bermutu dengan vigor prima dapat dihasilkan melalui produksi dengan perlakuan-perlakuan agronomis tertentu dalam hal ini pemupukan susulan agar pada masa pembangunan benih periode 1, tanaman dapat berproduksi optimal dan kandungan cadangan makanan yang juga maksimal. Tujuan diberikannya pupuk NPK susulan yaitu untuk memenuhi kebutuhan unsur hara selama masa pembungaan karena pada saat pembungaan tanaman kedelai membutuhkan banyak unsur hara untuk menjamin tersedianya asimilat pada saat pengisian polong. Pada masa pembungaan akar tanaman akan tumbuh secara cepat dan mencapai pertumbuhan maksimal untuk mendapatkan unsur hara di tanah Kaspar, 1987. Menurut Suprapto 2001 menyatakan bahwa 1 Nitrogen berguna untuk pembentukan biji atau benih kedelai; 2 Penggunaan fosfat terbesar dimulai pada masa pembentukan polong yang berfungsi untuk mempercepat masa panen dan menambah kandungan nutrisi biji atau benih kedelai, dan; 3 Kalium berfungsi untuk merangsang pembentukan protein dan merangsang pembentukan biji kedelai. Kemunduran benih deteriorasi adalah turunnya kualitas, sifat atau viabilitas benih yang mengakibatkan rendahnya vigor atau jeleknya pertanaman dan hasil; kejadian ini merupakan proses degenerasi yang tidak dapat balik dari kualitas suatu benih setelah mencapai kualitas yang maksimum Suseno, 1975. Proses deteriorasi tidak dapat dicegah atau dihindarkan, melainkan yang dapat dilakukan hanyalah mengurangi kecepatannya. Selain itu, protein dalam benih memiliki sifat paling higroskopis dibandingkan dengan kandungan bahan organik yang lain sehingga hal ini menjadi penyebab rendahnya daya simpan benih kedelai. Kandungan protein dalam kedelai sangat tinggi Mugnisjah, 1995, kedelai memiliki kandungan minyak 20,5, protein 37,9, pati 34,5. Faktor luar yang mempengaruhi laju kemunduran benih yaitu kelembaban nisbi dan suhu dalam ruang simpan benih Byrd, 1983 Berbagai cara dapat dilakukan sehubungan dengan perlakuan invigorasi benih sebelum tanam yaitu osmoconditioning, priming, moisturizing, hardening, humidification, solid matrix priming, matriconditioning dan hydropriming. Namun demikian cara yang umum digunakan adalah osmoconditioning conditioning yang menggunakan larutan osmotik seperti PEG, KNO 3 , KH 2 PO 4 , NaCl, dan manitol dan matriconditioning conditioning dengan menggunakan media padat lembab, seperti Micro-Cel E, Vermikulit, juga telah dipelajari beberapa media alternatif antara lain abu gosok dan serbuk gergaji. Perlakuan invigorasi benih telah banyak diteliti dan telah umum diketahui memberikan pengaruh positif pada berbagai perubahan fisiologis dan biokimia di dalam benih. Beberapa hasil penelitian antara lain: menunjukkan bahwa perlakuan invigorasi dapat mengurangi luka imbibisi pada benih buncis yang menua sebagai akibat dari peningkatan integritas membran Ptasznik dan Khan, 1993; meningkatkan viabilitas dan vigor benih cabai Yunitasari dan Ilyas, 1994; kacang panjang Shalahuddin dan Ilyas, 1994; Ilyas dan Suartini, 1997; mempercepat perkecambahan dan keserempakan tumbuh benih cabai dan meningkatkan vigor benih yang bermutu rendah Ilyas, 1996; Ilyas et al., 2002.

1.4 Kerangka Pemikiran