PENGARUH HIDRASI-DEHIDRASI DAN PUPUK NPK SUSULAN PADA VIABILITAS BENIH KEDELAI (Glycine max [L.] Merr.) VARIETAS ANJASMORO

(1)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... viii

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan Penelitian ... 6

1.3 Landasan Teori ... 7

1.4 Kerangka Pemikiran ... 14

1.5 Hipotesis ... 18

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 19

2.1 Morfologi Benih Kedelai ... 19

2.2 Invigorasi Benih ... 22

2.3 Pengujian Viabilitas Benih Kedelai ... 23

2.4 Peranan Pemupukan NPK Tambahan Terhadap Viabilitas Benih 25

III. BAHAN DAN METODE ... 30

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 30

3.2 Bahan dan Alat Penelitian ... 30

3.3 Rancangan Penelitian dan Teknik Analisis Data ... 31

3.4 Pelaksanaan Penelitian ... 31

3.4.1 Penyiapan Benih ... 31

3.4.2 Penyediaan Media Tumbuh Benih ... 32

3.4.3 Uji Viabilitas Benih ... 32


(2)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 35

4.1 Hasil Pengamatan ... 35

4.1.1 Daya Berkecambah ... 35

4.1.2 Kecambah Normal Kuat ... 37

4.1.3 Kecepata Kecambah Benih perhari ... 38

4.1.4 Bobot Kering Kecambah Normal ... 40

4.1.5 Panjang Kecambah Normal ... 41

4.2 Pembahasan ... 43

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 47

5.1 Kesimpulan ... 47

5.2 Saran ... 47

DAFTAR PUSTAKA ... 48

LAMPIRAN Tabel (7 – 22) ... 49


(3)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman 1. Rekapitulasi pengaruh PEG-6000 dan pupuk NPK susulan pada

viabilitas benih kedelai ... 26 2. Pengaruh dosis pupuk NPK susulan dan konsentrasi PEG-6000 pada

daya berkecambah benih ... 27 3. Pengaruh dosis pupuk dan konsentrasi PEG-6000 pada keserempakan

berkecambah benih ... 28 4. Pengaruh dosis pupuk NPK susulan dan konsentrasi PEG-6000 pada

kecepatan berkecambah benih ... 29 5. Pengaruh dosis pupuk dan konsentrasi PEG-6000 pada bobot kering

kecambah normal ... 30 6. Pengaruh dosis pupuk NPK susulan dan konsentrasi PEG-6000 pada

panjang kecambah ... 31 7. Hasil pengamatan pengaruh dosis pupuk NPK susulan dan konsentrasi

PEG-6000 pada daya berkecambah benih ... 39 8. Uji homogenitas ragam untuk pengaruh dosis pupuk NPK tambahan dan

konsentrasi PEG-6000 pada daya berkecambah ... 39 9. Analisis ragam untuk pengaruh dosis pupuk NPK susulan dan

konsentrasi PEG-6000 pada daya berkecambah benih ... 40 10. Hasil pengamatan pengaruh dosis pupuk NPK susulan dan konsentrasi

PEG-6000 pada keserempakan berkecambah benih ... 40 11. Uji homogenitas ragam untuk pengaruh dosis pupuk NPK tambahan dan

konsentrasi PEG-6000 pada kerempakan berkecambah ... 41 12. Analisis ragam untuk pengaruh dosis pupuk NPK susulan dan konsentrasi

PEG-6000 pada keserempakan berkecambah benih ... 42 13. Hasil pengamatan pengaruh dosis pupuk NPK susulan dan konsentrasi


(4)

14. Uji homogenitas ragam untuk pengaruh dosis pupuk NPK tambahan dan konsentrasi PEG-6000 pada kecepatan berkecambah benih ... 43 15. Analisis ragam untuk pengaruh dosis pupuk NPK susulan dan konsentrasi

PEG-6000 pada kecepatan berkecambah benih ... 44 16. Hasil pengamatan pengaruh dosis pupuk NPK susulan dan konsentrasi

PEG-6000 pada bobot kering kecambah normal ... 44 17. Uji homogenitas ragam untuk pengaruh dosis pupuk NPK tambahan dan

konsentrasi PEG-6000 pada bobot kering kecambah normal ... 45 18. Analisis ragam untuk pengaruh dosis pupuk NPK susulan dan konsentrasi

PEG-6000 pada bobot kering kecambah normal ... 46 19. Hasil pengamatan pengaruh dosis pupuk NPK susulan dan konsentrasi

PEG-6000 pada panjang kecambah normal ... 46 20. Uji homogenitas ragam untuk pengaruh dosis pupuk NPK tambahan dan

konsentrasi PEG-6000 pada panjang kecambah normal ... 47 21. Analisis ragam untuk pengaruh dosis pupuk NPK susulan dan konsentrasi

PEG-6000 pada panjang kecambah normal ... 48 22. Deskripsi Kedelai Varietas Anjasmoro ... 49 Halaman


(5)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman 1. Konsep periodisasi viabilitas benih Steinbauer-Sadjad ... 15 2. Tata letak perlakuan ... 25


(6)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Pengaruh hidrasi-dehidrasi dan pemupukan NPK susulan pada daya

berkecambah) ... 36

2. Pengaruh hidrasi-dehidrasi dan pemupukan NPK susulan pada kecambah normal kuat. ... 37

3. Pengaruh hidrasi-dehidrasi dan pemupukan NPK susulan pada kecepatan berkecambah ... 39

4. Pengaruh hidrasi-dehidrasi dan pemupukan NPK susulan pada bobot kering kecambah normal ... 40

5. Pengaruh hidrasi-dehidrasi dan pemupukan NPK susulan pada panjang kecambah normal. ... 42

6. Hasil pengamatan untuk daya berkecambah benih kedelai ... 49

7. Uji homogenitas ragam untuk daya berkecambah benih kedelai ... 50

8. Analisis ragam untuk daya berkecambah benih kedelai ... 51

9. Analisis ortogonal untuk daya berkecambah benih kedelai ... 52

10. Hasil pengamatan untuk keserempakan berkecambah benih kedelai .. 53

11. Uji homogenitas ragam untuk keserempakan berkecambah benih ... 54

12. Analisis ragam untuk keserempakan berkecambah benih kedelai ... 55

13. Analisis ortogonal untuk keserempakan berkecambah benih kedelai ... 55

14. Hasil pengamatan untuk kecepatan berkecambah benih kedelai ... 56

15. Uji homogenitas untuk kecepatan berkecambah benih kedelai ... 57


(7)

17. Analisis ortogonal untuk kecepatan berkecambah benih kedelai ... 59

18. Hasil pengamatan untuk bobot kering kecambah normal benih kedelai .. 60

19. Uji homogenitas untuk bobot kering kecambah normal benih kedelai .... 61

20. Analisis ragam untuk bobot kering kecambah normal benih kedelai ... 62

21. Analisis ortogonal bobot kering kecambah normal benih kedelai ... 63

22. Hasil pengamatan untuk panjang kecambah normal benih kedelai ... 64

23. Uji homogenitas untuk panjang kecambah normal benih kedelai ... 65

24. Analisis ragam untuk panjang kecambah normal benih kedelai ... 66

25. Analisis ortogonal untuk panjang kecambah normal benih kedelai ….... 67


(8)

THE EFFECT OF HYDRATION-DEHYDRATION AND NPK FERTILIZER SUPPLEMENTARY ON VIABILITY OF SEED SOYBEAN (Glycine max [L.] Merr.)

ANJASMORO By

Teddy Adhitia(1), Yayuk Nurmiaty (2), Niar Nurmauli (2) ABSTRACT

Hydration dehydration is one of the seed treatments to improve seed viability which has suffered setbacks. Supplementary fertilization during flowering is one of the agronomic efforts in seed production for viability (germination and early vigor high).

This research aims to determine: 1) Determine the effect invigorasi by means of hydration-dehydration on seed sources that have been saved 8 months in influencing the viability of soybean seed varieties Ajasmoro. 2) Determine the effect of increasing doses of NPK fertilizer Supplementary during flowering are given on the plants from seed sources in invigorize by means of hydration-dehydration on seed viability of soybean varieties produce Anjasmoro. 3) To Know the plantsthat seed source response to hydration-dehydration in invigorize to increasing doses of NPK Supplementary at the time of flowering in soybean varieties anjasmoro produce seed viability. This research was conducted in the Laboratory of Plant Breeding and Seed Technology Faculty of Agriculture, Lampung University in August to October 2009. The design of treatment trials in the field follow the pattern of the factorial (3 X 3); each treatment combination was replicated 3 times. The first factor is how the hydration-dehydration of control (H0), sticking (H1), and immersion (H2). The second factor is a supplementary dose of NPK fertilizer at the time of flowering of dosages of 0 kg / ha (P0), 75 kg / ha (P1), 100kg/ha (P2). The similarities range between treatments were tested with Bartlett test and subsequent tests used Tukey test model. Results obtained data were analyzed by F test planned and continued separation of the median value of the ratio of orthogonal level 0.05 and 0.01. The results showed that (1) hydration-dehydration treatment did not affect seed viability based on the simultaneity variable germinate and seedling dry weight of normal, (2) Provision of supplementary doses of NPK fertilizer did not affect seed viability response on simultaneity variable germinate and seedling dry weight of normal, (3 ) Without supplementary fertilizer, hydration-dehydration (sticking) is better in producing germination, germination speed, and length of germination than soaking while supplementary NPK fertilizer when given at doses 75-100 kg / ha in the way of hydration-dehydration (immersion) is better in producing germination, speed of germination, and seedling length than is moistened.

1. Alumni Department Crop Scince of Agriculture Faculty, University of Lampung 2. Lecture Department Crop Scince of Agriculture Faculty, University of Lampung


(9)

PENGARUH HIDRASI-DEHIDRASI DAN PUPUK NPK SUSULAN PADA VIABILITAS BENIH KEDELAI (Glycine max [L.] Merr.)

VARIETAS ANJASMORO Oleh

Teddy Adhitia(1), Yayuk Nurmiaty (2), Niar Nurmauli (2) ABSTRAK

Hidrasi dehidrasi adalah salah satu perlakuan benih untuk memperbaiki viabilitas benih yang telah mengalami kemunduran. Pemupukan susulan pada saat berbunga merupakan salah satu upaya agronomik dalam produksi benih untuk mendapatkan viabilitas (daya berkecambah dan vigor awal yang tinggi).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: 1) Mengetahui pengaruh invigorasi dengancara hidrasi-dehidrasi pada benih sumber yang telah disimpan 8 bulan dalam mempengaruhi viabilitas benih kedelai varietas Ajasmoro yang dihasilkan. 2) Mengetahui pengaruh peningkatan dosis pupuk NPK susulan saat berbunga yang diberikan pada tanaman dari benih sumber yang diinvigorasi dengan cara hidrasi-dehidrasi dalam menghasilkan viabilitas benih kedelai varietas Anjasmoro. 3) Mengetahui respons tanaman yang benih sumbernya diinvigorasi dengan hidrasi-dehidrasi terhadap peningkatan dosis NPK susulan pada saat berbunga dalam menghasilkan viabilitas benih kedelai varietas Anjasmoro.

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Benih dan Pemuliaan Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada bulan Agustus sampai dengan Oktober 2009. Rancangan perlakuan mengikuti percobaan di lapang yaitu pola faktorial (3 X 3); setiap kombinasi perlakuan diulang 3 kali. Faktor pertama adalah cara hidrasi-dehidrasi yaitu kontrol (H0), pelembaban (H1), dan perendaman (H2). Faktor kedua adalah dosis pemupukan NPK susulan pada saat berbunga yaitu dosis pupuk 0 kg/ha (P0), 75 kg/ha (P1), 100kg/ha (P2). Kesamaan ragam antarperlakuan diuji dengan uji Bartlett dan kemenambahan model diuji dengan uji Tukey. Hasil data yang didapat akan dianalisis dengan uji F terencana dan dilanjutkan pemisahan nilai tengah dengan perbandingan ortogonal pada taraf 0,05 dan 0,01.

Hasil penelitan menunjukkan bahwa (1) Perlakuan hidrasi-dehidrasi tidak mempengaruhi viabilitas benih berdasarkan variabel keserempakan berkecambah dan bobot kering kecambah normal; (2) Pemberian dosis pupuk NPK susulan tidak mempengaruhi tanggapan viabilitas benih pada variabel keserempakan berkecambah dan bobot kering kecambah normal; (3) Tanpa pupuk susulan, hidrasi-dehidrasi (pelembaban) lebih baik dalam menghasilkan daya berkecambah, kecepatan berkecambah, dan panjang berkecambah daripada perendaman sedangkan bila diberi pupuk NPK susulan pada dosis 75-100 kg/ha cara hidrasi-dehidrasi pada (perendaman) lebih baik dalam menghasilkan daya berkecambah, kecepatan berkecambah, dan panjang kecambah daripada yang dilembabkan.

1. Alumi Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung 2. Dosen Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung


(10)

48


(11)

Tabel 6. Hasil pengamatan untuk daya berkecambah benih kedelai

Perlakuan Kelompok Jumlah Rata-rata

I II III

H0P0 94 92 94 280,00 93,33

H0P1 84 92 98 274,00 91,33

H0P2 96 94 94 284,00 94,67

H1P0 94 98 98 290,00 96,67

H1P1 92 100 92 284,00 94,67

H1P2 94 98 92 284,00 94,67

H2P0 80 100 76 256,00 85,33

H2P1 88 100 98 286,00 95,33

H2P2 92 90 86 268,00 89,33

Jumlah 814,00 864,00 828,00 2506,00

Rata-rata 90,44 96,00 92,00 92,81

Keterangan: H0 = Kontrol H1 = Pelembaban H2 = Perendaman

P0 = Dosis NPK susulan 0 Kg/ha P1 = Dosis NPK susulan 75 Kg/ha P2 = Dosis NPK susulan 100 Kg/ha


(12)

50 Tabel 7. Uji homogenitas ragam untuk daya berkecambah benih kedelai

Perlakuan dk 1/dk JK Si2 log Si2 dk * log Si2

H0P0 2 0,5 2,67 1333,33 3,12 6,25

H0P1 2 0,5 98,67 49333,33 4,69 9,39

H0P2 2 0,5 2,67 1333,33 3,12 6,25

H1P0 2 0,5 10,67 5333,33 3,73 7,45

H1P1 2 0,5 42,67 21333,33 4,33 8,66

H1P2 2 0,5 18,67 9333,33 3,97 7,94

H2P0 2 0,5 330,67 165333,33 5,22 10,44

H2P1 2 0,5 82,67 41333,33 4,62 9,23

H2P2 2 0,5 18,67 9333,33 3,97 7,94

Jumlah 18 4,5 1330,67 304000,00 36,77 73,55

Gabungan 25860,20 33777,78 4,53 81,52

Keterangan:

Faktor koreksi = 18,35 X2 hitung = 1,13

X2 terkoreksi = 16,17 (homogen)

X2 0,05 = 19,68

X2 0,01 = 24,72 H0 = Kontrol

H1 = Pelembaban H2 = Perendaman

P0 = Dosis NPK susulan 0 Kg/ha P1 = Dosis NPK susulan 75 Kg/ha P2 = Dosis NPK susulan 100 Kg/ha


(13)

Tabel 8. Analisis ragam untuk daya berkecambah benih kedelai

SK dk JK KNT F-hitung F-tabel Ket

F 0,05 F 0,01

Kelompok 2 147,85 73,93 2,57 3,63 6,23 tn

Perlakuan 8 306,07 38,26 1,33 2,59 3,89 tn

Hidrasi (H) 2 18,07 9,04 0,31 3,63 6,23 tn

NPK (P) 2 129,19 64,59 2,25 3,63 6,23 tn

P x H 4 158,81 39,70 1,38 3,01 4,77 tn

Galat 16 460,15 28,76

Non aditiv 1 70,07 70,07 2,69 4,54 8,68 tn

Sisa 15 390,08 26,01

Total 26 914,07 35,16 KK= 5,78 FK= 232593,9 Keterangan:


(14)

52 Tabel 9. Analisis ortogonal untuk daya berkecambah benih kedelai

Perbandingan r. Σki2 Q Q2 JK F-hit Ket

Pengaruh Hidrasi (H)

C1 : H0 Vs H1, H2 54 -8,00 64,00 1,19 0,04 tn

C2 : H1 Vs H2 18 -48,00 2304,00 128,00 4,45 *

Dosisi pupuk NPK (P)

C3 : P0 Vs P1, P2 54 28,00 784,00 14,52 0,50 tn

C4 : P1 Vs P2 18 -8,00 64,00 3,56 0,12 tn

Interaksi (H x P)

C5 : C1 x C2 108 34,00 1156,00 10,70 0,37 tn

C6 : C1 x C4 36 -38,00 1444,00 40,11 1,39 tn

C7 : C2 x C3 36 54,00 2916,00 81,00 2,82 *

C8 : C2 x C4 12 -18,00 324,00 27,00 0,94 tn

Pengaruh hidrasi pada dosis pupuk NPK

P0: H0 vs H1,H2 18 -14,00 196,00 10,89 0,38 tn

P0: H1 vs H2 6 -34,00 1156,00 192,67 6,70 **

P1 : H0 vs H1,H2 18 22,00 484,00 26,89 0,93 tn

P1: H1 vs H2 6 2,00 4,00 0,67 0,02 tn

P2 :H0 vs H1,H2 18 -16,00 256,00 14,22 0,49 tn

P2: H1 vs H2

6 -16,00 256,00 42,67 1,48 tn

Pengaruh dosis pupuk NPK susulan pada perlakuan Hidrasi

H0: P0 vs P1,P2 18 -2,00 4,00 0,222 0,008 tn

H0:P1 vs P2 6 10,00 100,00 16,667 0,580 tn

H1:P0 vs P1,P2 18 -12,00 144,00 8,000 0,278 tn

H1:P1 vs P2 6 0 0 0 0 tn

H2:P0 vs P1,P2 18 42,00 1764,00 98,000 3,408 *

H2:P1 vs P2 6 -18,00 324,00 54,000 1,878 tn

Keterangan: F 0,05 = 19,68 F 0,01 = 24,72

* = Nyata pada taraf α = 0,05

** = Nyata pada taraf α = 0,01 tn = Tidak nyata


(15)

Tabel 10. Hasil pengamatan untuk keserempakan berkecambah benih kedelai

Perlakuan Kelompok Jumlah Rata-rata

I II III

H0P0 47 39 57 142,89 47,63

H0P1 39 43 57 138,19 46,06

H0P2 41 47 53 141,75 47,25

H1P0 41 39 58 138,71 46,24

H1P1 41 51 56 147,53 49,18

H1P2 45 52 52 148,69 49,56

H2P0 35 55 47 137,26 45,75

H2P1 37 62 55 153,61 51,20

H2P2 39 47 45 131,72 43,91

Jumlah 366,11 436,06 478,18 1280,35

Rata-rata 40,68 48,45 53,13 47,42

Keterangan: H0 = Kontrol H1 = Pelembaban H2 = Perendaman

P0 = Dosis NPK susulan 0 Kg/ha P1 = Dosis NPK susulan 75 Kg/ha P2 = Dosis NPK susulan 100 Kg/ha


(16)

54 Tabel 11. Uji homogenitas ragam untuk keserempakan berkecambah benih

Perlakuan dk 1/dk JK Si2 Si2*100 log Si2

H0P0 2 0,5 159,17 79585,89 4,90 9,80

H0P1 2 0,5 175,22 87612,33 4,94 9,89

H0P2 2 0,5 64,20 32099,22 4,51 9,01

H1P0 2 0,5 201,74 100869,94 5,00 10,01

H1P1 2 0,5 114,83 57417,46 4,76 9,52

H1P2 2 0,5 34,43 17217,40 4,24 8,47

H2P0 2 0,5 192,62 96307,94 4,98 9,97

H2P1 2 0,5 346,85 173422,98 5,24 10,48

H2P2 2 0,5 33,30 16648,91 4,22 8,44

Jumlah 18 4,5 6409,38 661182,08 42,79 85,59

Gabungan 6825,21 73464,68 4,87 87.59

Keterangan:

Faktor koreksi = 4,61 X2 hitung = 1,13

X2 terkoreksi = 4,07 (homogen)

X2 0,05 = 19,68

X2 0,01 = 24,72 H0 = Kontrol

H1 = Pelembaban H2 = Perendaman

P0 = Dosis NPK susulan 0 Kg/ha P1 = Dosis NPK susulan 75 Kg/ha P2 = Dosis NPK susulan 100 Kg/ha


(17)

Tabel 12. Analisis ragam untuk keserempakan berkecambah benih kedelai

SK dk JK KNT F-hitung F-tabel Ket

F 0,05 F 0,01

Kelompok 2 712,15 356,08 9,34 3,63 6,23 **

Perlakuan 8 121,27 15,16 0,40 2,59 3,89 tn

Hidrasi (H) 2 26,85 13,43 0,35 3,63 6,23 tn

NPK (P) 2 11,07 5,53 0,15 3,63 6,23 tn

P x H 4 83,35 20,84 0,55 3,01 4,77 tn

Galat 16 610,21 38,14

Nonaditif 1 14,74 14,74 0,37 4,54 8,68 tn

Sisa 15 595,47 39,70

Total 26 1443,63 55,52 KK= 13,02 FK= 60714,76

Keterangan:

** = Nyata pada taraf α = 0,01 tn = Tidak nyata

Tabel 13. Analisis ortogonal untuk keserempakan berkecambah benih kedelai

Perbandingan r. Σki2 Q Q2 JK F hitung Ket

Koefisien Hidrasi (H)

C1 : H0 Vs H1, H2 54 11,86 140,76 2,61 0,07 tn

C2 : H1 Vs H2 18 -12,34 152,29 8,46 0,22 tn

Dosisi pupuk NPK (P)

C3 : P0 Vs P1, P2 54 23,78 565,39 10,47 0,27 tn

C4 : P1 Vs P2 18 -17,17 294,85 16,38 0,43 tn

Interaksi (H x P)

C5 : C1 x C2 108 41,28 1704,36 15,78 0,41 tn

C6 : C1 x C4 36 -27,84 774,84 21,52 0,56 tn

C7 : C2 x C3 36 -8,00 64,03 1,78 0,05 tn

C8 : C2 x C4 12 -23,05 531,23 44,27 1,16 tn

Keterangan: F 0,05 = 19,68 F 0,01 = 24,72 tn = Tidak nyata


(18)

56 Tabel 14. Hasil pengamatan untuk kecepatan berkecambah benih kedelai

Perlakuan Kelompok Jumlah Rata-rata

I II III

H0P0 25,20 24,73 24,43 74,37 24,79

H0P1 23,37 25,19 25,80 74,35 24,78

H0P2 27,89 25,47 24,15 77,51 25,84

H1P0 28,32 24,59 23,80 76,70 25,57

H1P1 24,47 24,63 24,00 73,10 24,37

H1P2 28,63 24,52 23,03 76,19 25,40

H2P0 21,00 24,90 18,63 64,54 21,51

H2P1 21,80 29,05 25,57 76,42 25,47

H2P2 26,35 22,38 23,13 71,86 23,95

Jumlah 227,02 225,47 212,55 665,04

Rata-rata 25,22 25,05 23,62 24,63

Keterangan: H0 = Kontrol H1 = Pelembaban H2 = Perendaman

P0 = Dosis NPK susulan 0 Kg/ha P1 = Dosis NPK susulan 75 Kg/ha P2 = Dosis NPK susulan 100 Kg/ha


(19)

Tabel 15. Uji homogenitas untuk kecepatan berkecambah benih kedelai

Perlakuan db 1/db JK Si^2 log Si^2 db * log Si^2

H0P0 2 0,5 0,30 1,49 0,17 0,35

H0P1 2 0,5 3,20 16,01 1,20 2,41

H0P2 2 0,5 7,17 35,84 1,55 3,11

H1P0 2 0,5 11,66 58,29 1,77 3,53

H1P1 2 0,5 0,22 1,08 0,03 0,07

H1P2 2 0,5 16,82 84,12 1,92 3,85

H2P0 2 0,5 20,06 100,30 2,00 4,00

H2P1 2 0,5 26,31 131,56 2,12 4,24

H2P2 2 0,5 8,92 44,58 1,65 3,30

Jumlah 18 4,5 126,21 473,27 12,43 24,85

Gabungan 1821,65 52,59 1,72 30,98

Keterangan:

Faktor koreksi = 14,10 X2 hitung = 1,13

X2 terkoreksi = 12,43 (homogen)

X2 0,05 = 19,68

X2 0,01 = 24,72 H0 = Kontrol

H1 = Pelembaban H2 = Perendaman

P0 = Dosis NPK susulan 0 Kg/ha P1 = Dosis NPK susulan 75 Kg/ha P2 = Dosis NPK susulan 100 Kg/ha


(20)

58 Tabel 16. Analisis ragam untuk kecepatan berkecambah benih kedelai

SK dk JK KNT F-hitung F-tabel Ket

F 0,05 F 0,01

Kelompok 2 14,02 7,01 1,39 3,63 6,23 tn

Perlakuan 8 41,78 5,22 1,04 2,59 3,89 tn

Hidrasi (H) 2 13,09 6,55 1,30 3,63 6,23 tn

NPK (P) 2 6,30 3,15 0,63 3,63 6,23 tn

P x H 4 22,39 5,60 1,11 3,01 4,77 tn

Galat 16 80,63 5,04

Nonaditif 1 1,37 1,37 0,26 4,54 8,68 tn

Sisa 15 79,26 5,28

Total 26 136,44 5,25 KK= 9,11 FK= 16380,81

Keterangan:


(21)

Tabel 17. Analisis ortogonal untuk kecepatan berkecambah benih kedelai

Perbandingan r. Σki2 Q Q2 JK F-hit Ket

Pengaruh Hidrasi (H)

C1 : H0 Vs H1, H2 54 -13,64 186,13 3,45 0,68 tn

C2 : H1 Vs H2 18 -13,18 173,61 9,65 1,91 tn

Dosisi pupuk NPK (P)

C3 : P0 Vs P1, P2 54 18,21 331,76 6,14 1,22 tn

C4 : P1 Vs P2 18 1,69 2,86 0,16 0,03 tn

Interaksi (H x P)

C5 : C1 x C2 108 8,83 77,94 0,72 0,14 tn

C6 : C1 x C4 36 -7,78 60,54 1,68 0,33 tn

C7 : C2 x C3 36 23,32 544,00 15,11 3,00 *

C8 : C2 x C4 12 -7,65 58,49 4,87 0,97 tn

Pengaruh hidrasi pada dosis pupuk NPK

P0: H0 vs H1,H2 18 -7,49 56,11 3,12 0,62 tn

P0: H1 vs H2 6 -12,17 148,03 24,67 4,90 **

P1 : H0 vs H1,H2 18 0,81 0,66 0,04 0,01 tn

P1: H1 vs H2 6 3,32 11,02 1,84 0,36 tn

P2 :H0 vs H1,H2 18 -6,97 48,53 2,70 0,54 tn

P2: H1 vs H2 6 -4,33 18,74 3,12 0,62 tn

Pengaruh dosis pupuk NPK susulan pada perlakuan Hidrasi

H0: P0 vs P1,P2 18 3,13 9,79 0,54 0,11 tn

H0:P1 vs P2 6 3,16 9,97 1,66 0,33 tn

H1:P0 vs P1,P2 18 -4,12 16,97 0,94 0,19 tn

H1:P1 vs P2 6 3,09 9,55 1,59 0,32 tn

H2:P0 vs P1,P2 18 19,20 368,82 20,49 4,07 **

H2:P1 vs P2 6 -4,56 20,77 3,46 0,69 tn

Keterangan: F 0,05 = 19,68 F 0,01 = 24,72

* = Nyata pada taraf α = 0,05

** = Nyata pada taraf α = 0,01 t


(22)

60 Tabel 18. Hasil pengamatan untuk bobot kering kecambah normal benih kedelai.

Perlakuan Kelompok Jumlah Rata-rata

I II III

H0P0 0,08 0,09 0,08 0,24 0,08

H0P1 0,09 0,09 0,08 0,26 0,09

H0P2 0,07 0,09 0,08 0,24 0,08

H1P0 0,06 0,08 0,07 0,22 0,07

H1P1 0,08 0,10 0,08 0,26 0,09

H1P2 0,08 0,10 0,07 0,25 0,08

H2P0 0,05 0,10 0,10 0,25 0,08

H2P1 0,07 0,10 0,08 0,24 0,08

H2P2 0,07 0,10 0,08 0,25 0,08

Jumlah 0,65 0,84 0,72 2,21

Rata-rata 0,07 0,09 0,08 0,08

Keterangan: H0 = Kontrol H1 = Pelembaban H2 = Perendaman

P0 = Dosis NPK susulan 0 Kg/ha P1 = Dosis NPK susulan 75 Kg/ha P2 = Dosis NPK susulan 100 Kg/ha


(23)

Tabel 19. Uji homogenitas untuk bobot kering kecambah normal benih kedelai

Perlakuan dk 1/dk JK Si2 Si2*105 log Si2

H0P0 2 0,5 45.10-6 2,25 0,35 0,71

H0P1 2 0,5 148.10-5 7,38 0,87 1,74

H0P2 2 0,5 91.10-6 4,56 0,66 1,32

H1P0 2 0,5 171.10-5 8,57 0,93 1,87

H1P1 2 0,5 212.10-5 10,60 1,03 2,05

H1P2 2 0,5 227.10-5 11,35 1,05 2,11

H2P0 2 0,5 159.10-4 79,55 1,90 3,80

H2P1 2 0,5 535.10-5 26,77 1,43 2,86

H2P2 2 0,5 473.10-5

23,66 1,37 2,75

Jumlah 18 4,5 186.10-3 174,70 9,60 19,19

Gabungan 202.10-3 19,41 1,29 23,18

Keterangan:

Faktor koreksi = 9,19 X2 hitung = 1,13

X2 terkoreksi = 8,10 (homogen)

X2 0,05 = 19,68

X2 0,01 = 24,72 H0 = Kontrol

H1 = Pelembaban H2 = Perendaman

P0 = Dosis NPK susulan 0 Kg/ha P1 = Dosis NPK susulan 75 Kg/ha P2 = Dosis NPK susulan 100 Kg/ha


(24)

62 Tabel 20. Analisis ragam untuk bobot kering kecambah normal benih kedelai

SK dk JK KNT F-hitung F-tabel Ket

F 0,05 F 0,01

Kelompok 2 20.10-4 10.10-4 11,67 3,63 6,23 ** Perlakuan 8 38.10-5 48.10-6 0,54 2,59 3,89 tn Hidrasi (H) 2 17.10-5 86.10-6 0,96 3,63 6,23 tn NPK (P) 2 13.10-6 7.10-7 0,08 3,63 6,23 tn

P x H 4 20.10-5 49.10-6 0,55 3,01 4,77 tn

Galat 16 142.10-4 89.10-6

Nonaditif 1 3.10-8 3.10-8 0,003 4,54 8,68 tn Sisa 15 142.10-4 95.10-6

Total 26 387.10-4 149.10-5 KK= 11,53 FK= 0,18 Keterangan:

** = Nyata pada taraf α = 0,01 tn = Tidak nyata


(25)

Tabel 21. Analisis ortogonal bobot kering kecambah normal benih kedelai

Perbandingan r. Σki2 Q Q2 JK F-hit Ket

Koefisien Hidrasi (H)

C1 : H0 Vs H1, H2 54 -0,02 0,00033 0,0000062 0,070 tn

C2 : H1 Vs H2 18 0,01 0,00013 0,0000071 0,080 tn

Dosisi pupuk NPK (P)

C3 : P0 Vs P1, P2 54 0,09 0,00838 0,000155 1,748 tn

C4 : P1 Vs P2 18 -0,02 0,00029 0,000016 0,179 tn

Interaksi (H x P)

C5 : C1 x C2 108 0,01 0,00020 0,0000018 0,020 tn

C6 : C1 x C4 36 0,03 0,00096 0,000027 0,302 tn

C7 : C2 x C3 36 -0,07 0,00539 0,000150 1,686 tn

C8 : C2 x C4 12 0,01 0,00022 0,000018 0,203 tn

Keterangan: F 0,05 = 19,68 F 0,01 = 24,72 tn = Tidak nyata


(26)

64 Tabel 22. Hasil pengamatan untuk panjang kecambah normal benih kedelai

Perlakuan Kelompok Jumlah Rata-rata

I II III

H0P0 25,14 26,78 25,98 77,89 25,96

H0P1 29,70 25,48 22,99 78,17 26,06

H0P2 27,77 26,93 21,64 76,35 25,45

H1P0 28,02 27,81 25,18 81,01 27,00

H1P1 29,07 26,61 24,13 79,80 26,60

H1P2 26,98 28,31 24,69 79,98 26,66

H2P0 20,05 26,06 20,86 66,97 22,32

H2P1 28,24 26,44 25,94 80,61 26,87

H2P2 27,50 26,27 19,64 73,41 24,47

Jumlah 242,47 240,68 211,05 694,20


(27)

Tabel 23. Uji homogenitas untuk panjang kecambah normal benih kedelai

Perlakuan dk 1/dk JK Si2 Si2*100 log Si2

H0P0 2 0,5 1,34 671,42 2,83 5,65

H0P1 2 0,5 23,02 11510,83 4,06 8,12

H0P2 2 0,5 22,07 11035,44 4,04 8,09

H1P0 2 0,5 5,02 2510,88 3,40 6,80

H1P1 2 0,5 12,20 6101,60 3,79 7,57

H1P2 2 0,5 6,69 3345,44 3,52 7,05

H2P0 2 0,5 21,26 10628,94 4,03 8,05

H2P1 2 0,5 2,92 1457,55 3,16 6,33

H2P2 2 0,5 35,78 17889,81 4,25 8,51

jumlah 18 4,5 622,79 65151,90 33,08 66,17

Gabungan 1990,86 7239,10 3,86 69,47

Keterangan:

Faktor koreksi = 7,62 X2 hitung = 1,13

X2 terkoreksi = 6,71 (homogen)

X2 0,05 = 19,68

X2 0,01 = 24,72 H0 = Kontrol

H1 = Pelembaban H2 = Perendaman

P0 = Dosis NPK susulan 0 Kg/ha P1 = Dosis NPK susulan 75 Kg/ha P2 = Dosis NPK susulan 100 Kg/ha


(28)

66 Tabel 24. Analisis ragam untuk panjang kecambah normal benih kedelai.

SK dk JK KNT F-hitung F-tabel Ket

F 0,05 F 0,01

Kelompok 2 69,20 34,60 9,06 3,63 6,23 **

Perlakuan 8 53,91 6,74 1,76 2,59 3,89 tn

Hidrasi (H) 2 9,44 4,72 1,24 3,63 6,23 tn

NPK (P) 2 21,94 10,97 2,87 3,63 6,23 tn

P x H 4 22,53 5,63 1,47 3,01 4,77 tn

Galat 16 61,10 3,82

Nonaditif 1 0,61 0,61 0,15 4,54 8,68 tn

Sisa 15 60,50 4,03

Total 26 184,21 7,08 KK= 7,60 FK= 17848,55

Keterangan:

** = Nyata pada taraf α = 0,05 tn = Tidak nyata


(29)

Tabel 25. Analisis ortogonal untuk panjang kecambah normal benih kedelai

Perbandingan r. Σki2 Q Q2 JK F-hit Ket

Pengaruh Hidrasi (H)

C1 : H0 Vs H1, H2 54 -3,02 9,134 0,17 0,04 tn

C2 : H1 Vs H2 18 -19,80 391,923 21,77 5,70 *

Dosisi pupuk NPK (P)

C3 : P0 Vs P1, P2 54 16,59 275,088 5,09 1,33 tn

C4 : P1 Vs P2 18 -8,84 78,141 4,34 1,14 tn

Interaksi (H x P)

C5 : C1 x C2 108 20,35 414,263 3,84 1,00 tn

C6 : C1 x C4 36 -3,38 11,453 0,32 0,08 tn

C7 : C2 x C3 36 22,31 497,895 13,83 3,62 *

C8 : C2 x C4 12 -7,38 54,524 4,54 1,19 tn

Pengaruh hidrasi pada dosis pupuk NPK

P0: H0 vs H1,H2 18 -7,792 60,714 3,373 0,88 tn

P0: H1 vs H2 6 -14,037 197,034 32,839 8,60 **

P1 : H0 vs H1,H2 18 4,077 16,621 0,923 0,24 tn

P1: H1 vs H2 6 0,812 0,659 0,110 0,03 tn

P2 :H0 vs H1,H2 18 0,693 0,480 0,027 0,01 tn

P2 : H1 vs H2 6 -6,572 43,193 7,199 1,88 tn

Pengaruh dosis pupuk NPK susulan pada perlakuan Hidrasi

H0: P0 vs P1,P2 18 -1,256 1,577 0,088 0,02 tn

H0:P1 vs P2 6 -1,819 3,307 0,551 0,14 tn

H1:P0 vs P1,P2 18 -2,236 4,999 0,278 0,07 tn

H1:P1 vs P2 6 0,181 0,033 0,005 0,00 tn

H2:P0 vs P1,P2 18 20,078 403,110 22,395 5,86 **

H2:P1 vs P2 6 -7,203 51,878 8,646 2,26 tn

Keterangan: F 0,05 = 19,68 F 0,01 = 24,72

* = Nyata pada taraf α = 0,05

** = Nyata pada taraf α = 0,01 tn = Tidak nyata


(30)

(31)

Perlakuan Kelompok Jumlah Rata-rata

I II III

H0P0 94 92 94 280,00 93,33

H0P1 84 92 98 274,00 91,33

H0P2 96 94 94 284,00 94,67

H1P0 94 98 98 290,00 96,67

H1P1 92 100 92 284,00 94,67

H1P2 94 98 92 284,00 94,67

H2P0 80 100 76 256,00 85,33

H2P1 88 100 98 286,00 95,33

H2P2 92 90 86 268,00 89,33

Jumlah 814,00 864,00 828,00 2506,00

Rata-rata 90,44 96,00 92,00 92,81

Keterangan: H0 = Kontrol H1 = Pelembaban H2 = Perendaman

P0 = Dosis NPK susulan 0 Kg/ha P1 = Dosis NPK susulan 75 Kg/ha P2 = Dosis NPK susulan 100 Kg/ha


(32)

Tabel 7. Uji homogenitas ragam untuk daya berkecambah benih kedelai

Perlakuan dk 1/dk JK Si2 log Si2 dk * log Si2

H0P0 2 0,5 2,67 1333,33 3,12 6,25

H0P1 2 0,5 98,67 49333,33 4,69 9,39

H0P2 2 0,5 2,67 1333,33 3,12 6,25

H1P0 2 0,5 10,67 5333,33 3,73 7,45

H1P1 2 0,5 42,67 21333,33 4,33 8,66

H1P2 2 0,5 18,67 9333,33 3,97 7,94

H2P0 2 0,5 330,67 165333,33 5,22 10,44

H2P1 2 0,5 82,67 41333,33 4,62 9,23

H2P2 2 0,5 18,67 9333,33 3,97 7,94

Jumlah 18 4,5 1330,67 304000,00 36,77 73,55

Gabungan 25860,20 33777,78 4,53 81,52

Keterangan:

Faktor koreksi = 18,35 X2 hitung = 1,13

X2 terkoreksi = 16,17 (homogen)

X2 0,05 = 19,68

X2 0,01 = 24,72 H0 = Kontrol

H1 = Pelembaban H2 = Perendaman

P0 = Dosis NPK susulan 0 Kg/ha P1 = Dosis NPK susulan 75 Kg/ha P2 = Dosis NPK susulan 100 Kg/ha


(33)

SK dk JK KNT F-hitung F-tabel Ket F 0,05 F 0,01

Kelompok 2 147,85 73,93 2,57 3,63 6,23 tn

Perlakuan 8 306,07 38,26 1,33 2,59 3,89 tn

Hidrasi (H) 2 18,07 9,04 0,31 3,63 6,23 tn

NPK (P) 2 129,19 64,59 2,25 3,63 6,23 tn

P x H 4 158,81 39,70 1,38 3,01 4,77 tn

Galat 16 460,15 28,76

Non aditiv 1 70,07 70,07 2,69 4,54 8,68 tn

Sisa 15 390,08 26,01

Total 26 914,07 35,16 KK= 5,78 FK= 232593,9 Keterangan:


(34)

Tabel 9. Analisis ortogonal untuk daya berkecambah benih kedelai

Perbandingan r. Σki2 Q Q2 JK F-hit Ket

Pengaruh Hidrasi (H)

C1 : H0 Vs H1, H2 54 -8,00 64,00 1,19 0,04 tn

C2 : H1 Vs H2 18 -48,00 2304,00 128,00 4,45 *

Dosisi pupuk NPK (P)

C3 : P0 Vs P1, P2 54 28,00 784,00 14,52 0,50 tn

C4 : P1 Vs P2 18 -8,00 64,00 3,56 0,12 tn

Interaksi (H x P)

C5 : C1 x C2 108 34,00 1156,00 10,70 0,37 tn

C6 : C1 x C4 36 -38,00 1444,00 40,11 1,39 tn

C7 : C2 x C3 36 54,00 2916,00 81,00 2,82 *

C8 : C2 x C4 12 -18,00 324,00 27,00 0,94 tn

Pengaruh hidrasi pada dosis pupuk NPK

P0: H0 vs H1,H2 18 -14,00 196,00 10,89 0,38 tn

P0: H1 vs H2 6 -34,00 1156,00 192,67 6,70 **

P1 : H0 vs H1,H2 18 22,00 484,00 26,89 0,93 tn

P1: H1 vs H2 6 2,00 4,00 0,67 0,02 tn

P2 :H0 vs H1,H2 18 -16,00 256,00 14,22 0,49 tn

P2: H1 vs H2

6 -16,00 256,00 42,67 1,48 tn

Pengaruh dosis pupuk NPK susulan pada perlakuan Hidrasi

H0: P0 vs P1,P2 18 -2,00 4,00 0,222 0,008 tn

H0:P1 vs P2 6 10,00 100,00 16,667 0,580 tn

H1:P0 vs P1,P2 18 -12,00 144,00 8,000 0,278 tn

H1:P1 vs P2 6 0 0 0 0 tn

H2:P0 vs P1,P2 18 42,00 1764,00 98,000 3,408 *

H2:P1 vs P2 6 -18,00 324,00 54,000 1,878 tn

Keterangan: F 0,05 = 19,68 F 0,01 = 24,72

* = Nyata pada taraf α = 0,05

** = Nyata pada taraf α = 0,01 tn = Tidak nyata


(35)

Perlakuan Kelompok Jumlah Rata-rata

I II III

H0P0 47 39 57 142,89 47,63

H0P1 39 43 57 138,19 46,06

H0P2 41 47 53 141,75 47,25

H1P0 41 39 58 138,71 46,24

H1P1 41 51 56 147,53 49,18

H1P2 45 52 52 148,69 49,56

H2P0 35 55 47 137,26 45,75

H2P1 37 62 55 153,61 51,20

H2P2 39 47 45 131,72 43,91

Jumlah 366,11 436,06 478,18 1280,35

Rata-rata 40,68 48,45 53,13 47,42

Keterangan: H0 = Kontrol H1 = Pelembaban H2 = Perendaman

P0 = Dosis NPK susulan 0 Kg/ha P1 = Dosis NPK susulan 75 Kg/ha P2 = Dosis NPK susulan 100 Kg/ha


(36)

Tabel 11. Uji homogenitas ragam untuk keserempakan berkecambah benih

Perlakuan dk 1/dk JK Si2 Si2*100 log Si2

H0P0 2 0,5 159,17 79585,89 4,90 9,80

H0P1 2 0,5 175,22 87612,33 4,94 9,89

H0P2 2 0,5 64,20 32099,22 4,51 9,01

H1P0 2 0,5 201,74 100869,94 5,00 10,01

H1P1 2 0,5 114,83 57417,46 4,76 9,52

H1P2 2 0,5 34,43 17217,40 4,24 8,47

H2P0 2 0,5 192,62 96307,94 4,98 9,97

H2P1 2 0,5 346,85 173422,98 5,24 10,48

H2P2 2 0,5 33,30 16648,91 4,22 8,44

Jumlah 18 4,5 6409,38 661182,08 42,79 85,59

Gabungan 6825,21 73464,68 4,87 87.59

Keterangan:

Faktor koreksi = 4,61 X2 hitung = 1,13

X2 terkoreksi = 4,07 (homogen)

X2 0,05 = 19,68

X2 0,01 = 24,72 H0 = Kontrol

H1 = Pelembaban H2 = Perendaman

P0 = Dosis NPK susulan 0 Kg/ha P1 = Dosis NPK susulan 75 Kg/ha P2 = Dosis NPK susulan 100 Kg/ha


(37)

SK dk JK KNT F-hitung F-tabel Ket F 0,05 F 0,01

Kelompok 2 712,15 356,08 9,34 3,63 6,23 **

Perlakuan 8 121,27 15,16 0,40 2,59 3,89 tn

Hidrasi (H) 2 26,85 13,43 0,35 3,63 6,23 tn

NPK (P) 2 11,07 5,53 0,15 3,63 6,23 tn

P x H 4 83,35 20,84 0,55 3,01 4,77 tn

Galat 16 610,21 38,14

Nonaditif 1 14,74 14,74 0,37 4,54 8,68 tn

Sisa 15 595,47 39,70

Total 26 1443,63 55,52 KK= 13,02 FK= 60714,76

Keterangan:

** = Nyata pada taraf α = 0,01 tn = Tidak nyata

Tabel 13. Analisis ortogonal untuk keserempakan berkecambah benih kedelai

Perbandingan r. Σki2 Q Q2 JK F hitung Ket

Koefisien Hidrasi (H)

C1 : H0 Vs H1, H2 54 11,86 140,76 2,61 0,07 tn

C2 : H1 Vs H2 18 -12,34 152,29 8,46 0,22 tn

Dosisi pupuk NPK (P)

C3 : P0 Vs P1, P2 54 23,78 565,39 10,47 0,27 tn

C4 : P1 Vs P2 18 -17,17 294,85 16,38 0,43 tn

Interaksi (H x P)

C5 : C1 x C2 108 41,28 1704,36 15,78 0,41 tn

C6 : C1 x C4 36 -27,84 774,84 21,52 0,56 tn

C7 : C2 x C3 36 -8,00 64,03 1,78 0,05 tn

C8 : C2 x C4 12 -23,05 531,23 44,27 1,16 tn

Keterangan: F 0,05 = 19,68 F 0,01 = 24,72 tn = Tidak nyata


(38)

Tabel 14. Hasil pengamatan untuk kecepatan berkecambah benih kedelai

Perlakuan Kelompok Jumlah Rata-rata

I II III

H0P0 25,20 24,73 24,43 74,37 24,79

H0P1 23,37 25,19 25,80 74,35 24,78

H0P2 27,89 25,47 24,15 77,51 25,84

H1P0 28,32 24,59 23,80 76,70 25,57

H1P1 24,47 24,63 24,00 73,10 24,37

H1P2 28,63 24,52 23,03 76,19 25,40

H2P0 21,00 24,90 18,63 64,54 21,51

H2P1 21,80 29,05 25,57 76,42 25,47

H2P2 26,35 22,38 23,13 71,86 23,95

Jumlah 227,02 225,47 212,55 665,04

Rata-rata 25,22 25,05 23,62 24,63

Keterangan: H0 = Kontrol H1 = Pelembaban H2 = Perendaman

P0 = Dosis NPK susulan 0 Kg/ha P1 = Dosis NPK susulan 75 Kg/ha P2 = Dosis NPK susulan 100 Kg/ha


(39)

Perlakuan db 1/db JK Si^2 log Si^2 db * log Si^2

H0P0 2 0,5 0,30 1,49 0,17 0,35

H0P1 2 0,5 3,20 16,01 1,20 2,41

H0P2 2 0,5 7,17 35,84 1,55 3,11

H1P0 2 0,5 11,66 58,29 1,77 3,53

H1P1 2 0,5 0,22 1,08 0,03 0,07

H1P2 2 0,5 16,82 84,12 1,92 3,85

H2P0 2 0,5 20,06 100,30 2,00 4,00

H2P1 2 0,5 26,31 131,56 2,12 4,24

H2P2 2 0,5 8,92 44,58 1,65 3,30

Jumlah 18 4,5 126,21 473,27 12,43 24,85

Gabungan 1821,65 52,59 1,72 30,98

Keterangan:

Faktor koreksi = 14,10 X2 hitung = 1,13

X2 terkoreksi = 12,43 (homogen)

X2 0,05 = 19,68

X2 0,01 = 24,72 H0 = Kontrol

H1 = Pelembaban H2 = Perendaman

P0 = Dosis NPK susulan 0 Kg/ha P1 = Dosis NPK susulan 75 Kg/ha P2 = Dosis NPK susulan 100 Kg/ha


(40)

Tabel 16. Analisis ragam untuk kecepatan berkecambah benih kedelai

SK dk JK KNT F-hitung F-tabel Ket

F 0,05 F 0,01

Kelompok 2 14,02 7,01 1,39 3,63 6,23 tn

Perlakuan 8 41,78 5,22 1,04 2,59 3,89 tn

Hidrasi (H) 2 13,09 6,55 1,30 3,63 6,23 tn

NPK (P) 2 6,30 3,15 0,63 3,63 6,23 tn

P x H 4 22,39 5,60 1,11 3,01 4,77 tn

Galat 16 80,63 5,04

Nonaditif 1 1,37 1,37 0,26 4,54 8,68 tn

Sisa 15 79,26 5,28

Total 26 136,44 5,25 KK= 9,11 FK= 16380,81

Keterangan:


(41)

Perbandingan r. Σki2 Q Q2 JK F-hit Ket

Pengaruh Hidrasi (H)

C1 : H0 Vs H1, H2 54 -13,64 186,13 3,45 0,68 tn

C2 : H1 Vs H2 18 -13,18 173,61 9,65 1,91 tn

Dosisi pupuk NPK (P)

C3 : P0 Vs P1, P2 54 18,21 331,76 6,14 1,22 tn

C4 : P1 Vs P2 18 1,69 2,86 0,16 0,03 tn

Interaksi (H x P)

C5 : C1 x C2 108 8,83 77,94 0,72 0,14 tn

C6 : C1 x C4 36 -7,78 60,54 1,68 0,33 tn

C7 : C2 x C3 36 23,32 544,00 15,11 3,00 *

C8 : C2 x C4 12 -7,65 58,49 4,87 0,97 tn

Pengaruh hidrasi pada dosis pupuk NPK

P0: H0 vs H1,H2 18 -7,49 56,11 3,12 0,62 tn

P0: H1 vs H2 6 -12,17 148,03 24,67 4,90 **

P1 : H0 vs H1,H2 18 0,81 0,66 0,04 0,01 tn

P1: H1 vs H2 6 3,32 11,02 1,84 0,36 tn

P2 :H0 vs H1,H2 18 -6,97 48,53 2,70 0,54 tn

P2: H1 vs H2 6 -4,33 18,74 3,12 0,62 tn

Pengaruh dosis pupuk NPK susulan pada perlakuan Hidrasi

H0: P0 vs P1,P2 18 3,13 9,79 0,54 0,11 tn

H0:P1 vs P2 6 3,16 9,97 1,66 0,33 tn

H1:P0 vs P1,P2 18 -4,12 16,97 0,94 0,19 tn

H1:P1 vs P2 6 3,09 9,55 1,59 0,32 tn

H2:P0 vs P1,P2 18 19,20 368,82 20,49 4,07 **

H2:P1 vs P2 6 -4,56 20,77 3,46 0,69 tn

Keterangan: F 0,05 = 19,68 F 0,01 = 24,72

* = Nyata pada taraf α = 0,05

** = Nyata pada taraf α = 0,01 t


(42)

Tabel 18. Hasil pengamatan untuk bobot kering kecambah normal benih kedelai.

Perlakuan Kelompok Jumlah Rata-rata

I II III

H0P0 0,08 0,09 0,08 0,24 0,08

H0P1 0,09 0,09 0,08 0,26 0,09

H0P2 0,07 0,09 0,08 0,24 0,08

H1P0 0,06 0,08 0,07 0,22 0,07

H1P1 0,08 0,10 0,08 0,26 0,09

H1P2 0,08 0,10 0,07 0,25 0,08

H2P0 0,05 0,10 0,10 0,25 0,08

H2P1 0,07 0,10 0,08 0,24 0,08

H2P2 0,07 0,10 0,08 0,25 0,08

Jumlah 0,65 0,84 0,72 2,21

Rata-rata 0,07 0,09 0,08 0,08

Keterangan: H0 = Kontrol H1 = Pelembaban H2 = Perendaman

P0 = Dosis NPK susulan 0 Kg/ha P1 = Dosis NPK susulan 75 Kg/ha P2 = Dosis NPK susulan 100 Kg/ha


(43)

Perlakuan dk 1/dk JK Si2 Si2*105 log Si2

H0P0 2 0,5 45.10-6 2,25 0,35 0,71

H0P1 2 0,5 148.10-5 7,38 0,87 1,74

H0P2 2 0,5 91.10-6 4,56 0,66 1,32

H1P0 2 0,5 171.10-5 8,57 0,93 1,87

H1P1 2 0,5 212.10-5 10,60 1,03 2,05

H1P2 2 0,5 227.10-5 11,35 1,05 2,11

H2P0 2 0,5 159.10-4 79,55 1,90 3,80

H2P1 2 0,5 535.10-5 26,77 1,43 2,86

H2P2 2 0,5 473.10-5

23,66 1,37 2,75

Jumlah 18 4,5 186.10-3 174,70 9,60 19,19

Gabungan 202.10-3 19,41 1,29 23,18

Keterangan:

Faktor koreksi = 9,19 X2 hitung = 1,13

X2 terkoreksi = 8,10 (homogen)

X2 0,05 = 19,68

X2 0,01 = 24,72 H0 = Kontrol

H1 = Pelembaban H2 = Perendaman

P0 = Dosis NPK susulan 0 Kg/ha P1 = Dosis NPK susulan 75 Kg/ha P2 = Dosis NPK susulan 100 Kg/ha


(44)

Tabel 20. Analisis ragam untuk bobot kering kecambah normal benih kedelai

SK dk JK KNT F-hitung F-tabel Ket

F 0,05 F 0,01

Kelompok 2 20.10-4 10.10-4 11,67 3,63 6,23 ** Perlakuan 8 38.10-5 48.10-6 0,54 2,59 3,89 tn Hidrasi (H) 2 17.10-5 86.10-6 0,96 3,63 6,23 tn NPK (P) 2 13.10-6 7.10-7 0,08 3,63 6,23 tn

P x H 4 20.10-5 49.10-6 0,55 3,01 4,77 tn

Galat 16 142.10-4 89.10-6

Nonaditif 1 3.10-8 3.10-8 0,003 4,54 8,68 tn Sisa 15 142.10-4 95.10-6

Total 26 387.10-4 149.10-5 KK= 11,53 FK= 0,18 Keterangan:

** = Nyata pada taraf α = 0,01 tn = Tidak nyata


(45)

Perbandingan r. Σki2 Q Q2 JK F-hit Ket

Koefisien Hidrasi (H)

C1 : H0 Vs H1, H2 54 -0,02 0,00033 0,0000062 0,070 tn

C2 : H1 Vs H2 18 0,01 0,00013 0,0000071 0,080 tn

Dosisi pupuk NPK (P)

C3 : P0 Vs P1, P2 54 0,09 0,00838 0,000155 1,748 tn

C4 : P1 Vs P2 18 -0,02 0,00029 0,000016 0,179 tn

Interaksi (H x P)

C5 : C1 x C2 108 0,01 0,00020 0,0000018 0,020 tn

C6 : C1 x C4 36 0,03 0,00096 0,000027 0,302 tn

C7 : C2 x C3 36 -0,07 0,00539 0,000150 1,686 tn

C8 : C2 x C4 12 0,01 0,00022 0,000018 0,203 tn

Keterangan: F 0,05 = 19,68 F 0,01 = 24,72 tn = Tidak nyata


(46)

Tabel 22. Hasil pengamatan untuk panjang kecambah normal benih kedelai

Perlakuan Kelompok Jumlah Rata-rata

I II III

H0P0 25,14 26,78 25,98 77,89 25,96

H0P1 29,70 25,48 22,99 78,17 26,06

H0P2 27,77 26,93 21,64 76,35 25,45

H1P0 28,02 27,81 25,18 81,01 27,00

H1P1 29,07 26,61 24,13 79,80 26,60

H1P2 26,98 28,31 24,69 79,98 26,66

H2P0 20,05 26,06 20,86 66,97 22,32

H2P1 28,24 26,44 25,94 80,61 26,87

H2P2 27,50 26,27 19,64 73,41 24,47

Jumlah 242,47 240,68 211,05 694,20


(47)

Perlakuan dk 1/dk JK Si2 Si2*100 log Si2

H0P0 2 0,5 1,34 671,42 2,83 5,65

H0P1 2 0,5 23,02 11510,83 4,06 8,12

H0P2 2 0,5 22,07 11035,44 4,04 8,09

H1P0 2 0,5 5,02 2510,88 3,40 6,80

H1P1 2 0,5 12,20 6101,60 3,79 7,57

H1P2 2 0,5 6,69 3345,44 3,52 7,05

H2P0 2 0,5 21,26 10628,94 4,03 8,05

H2P1 2 0,5 2,92 1457,55 3,16 6,33

H2P2 2 0,5 35,78 17889,81 4,25 8,51

jumlah 18 4,5 622,79 65151,90 33,08 66,17

Gabungan 1990,86 7239,10 3,86 69,47

Keterangan:

Faktor koreksi = 7,62 X2 hitung = 1,13

X2 terkoreksi = 6,71 (homogen)

X2 0,05 = 19,68

X2 0,01 = 24,72 H0 = Kontrol

H1 = Pelembaban H2 = Perendaman

P0 = Dosis NPK susulan 0 Kg/ha P1 = Dosis NPK susulan 75 Kg/ha P2 = Dosis NPK susulan 100 Kg/ha


(48)

Tabel 24. Analisis ragam untuk panjang kecambah normal benih kedelai.

SK dk JK KNT F-hitung F-tabel Ket

F 0,05 F 0,01

Kelompok 2 69,20 34,60 9,06 3,63 6,23 **

Perlakuan 8 53,91 6,74 1,76 2,59 3,89 tn

Hidrasi (H) 2 9,44 4,72 1,24 3,63 6,23 tn

NPK (P) 2 21,94 10,97 2,87 3,63 6,23 tn

P x H 4 22,53 5,63 1,47 3,01 4,77 tn

Galat 16 61,10 3,82

Nonaditif 1 0,61 0,61 0,15 4,54 8,68 tn

Sisa 15 60,50 4,03

Total 26 184,21 7,08 KK= 7,60 FK= 17848,55

Keterangan:

** = Nyata pada taraf α = 0,05 tn = Tidak nyata


(49)

Perbandingan r. Σki2 Q Q2 JK F-hit Ket Pengaruh Hidrasi (H)

C1 : H0 Vs H1, H2 54 -3,02 9,134 0,17 0,04 tn

C2 : H1 Vs H2 18 -19,80 391,923 21,77 5,70 *

Dosisi pupuk NPK (P)

C3 : P0 Vs P1, P2 54 16,59 275,088 5,09 1,33 tn

C4 : P1 Vs P2 18 -8,84 78,141 4,34 1,14 tn

Interaksi (H x P)

C5 : C1 x C2 108 20,35 414,263 3,84 1,00 tn

C6 : C1 x C4 36 -3,38 11,453 0,32 0,08 tn

C7 : C2 x C3 36 22,31 497,895 13,83 3,62 *

C8 : C2 x C4 12 -7,38 54,524 4,54 1,19 tn

Pengaruh hidrasi pada dosis pupuk NPK

P0: H0 vs H1,H2 18 -7,792 60,714 3,373 0,88 tn

P0: H1 vs H2 6 -14,037 197,034 32,839 8,60 **

P1 : H0 vs H1,H2 18 4,077 16,621 0,923 0,24 tn

P1: H1 vs H2 6 0,812 0,659 0,110 0,03 tn

P2 :H0 vs H1,H2 18 0,693 0,480 0,027 0,01 tn

P2 : H1 vs H2 6 -6,572 43,193 7,199 1,88 tn

Pengaruh dosis pupuk NPK susulan pada perlakuan Hidrasi

H0: P0 vs P1,P2 18 -1,256 1,577 0,088 0,02 tn

H0:P1 vs P2 6 -1,819 3,307 0,551 0,14 tn

H1:P0 vs P1,P2 18 -2,236 4,999 0,278 0,07 tn

H1:P1 vs P2 6 0,181 0,033 0,005 0,00 tn

H2:P0 vs P1,P2 18 20,078 403,110 22,395 5,86 **

H2:P1 vs P2 6 -7,203 51,878 8,646 2,26 tn

Keterangan: F 0,05 = 19,68 F 0,01 = 24,72

* = Nyata pada taraf α = 0,05

** = Nyata pada taraf α = 0,01 tn = Tidak nyata


(50)

(51)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang dan Masalah

Tanaman kedelai (Glycine max [L.] Merr.) memiliki nilai ekonomi yang cukup tinggi sebagai sumber protein pada berbagai bahan makanan yang berbahan baku kedelai, seperti tempe, tahu, kecap, tauco, dan toge. Untuk bahan industri, dari biji kedelai dapat dibuat menjadi tepung kedelai maupun diambil minyaknya. Tepung kedelai dapat langsung digunakan untuk bahan makanan seperti: susu, vetsin, dan kue-kue. Minyak kedelai diolah untuk dijadikan margarin dan minyak goreng. Peranan kedelai dalam industri bukan makanan antara lain diolah

menjadi kertas, tinta cetak, bahan plastik, dan kosmetik (Suprapto,1999).

Produksi kedelai di Indonesia pada tahun 2009 dengan luas areal tanam 600 ribu hektar naik 31% dari tahun 2008. Namun demikian kenaikan itu belum

separuhnya memenuhi kebutuhan dalam negeri sehingga saat ini Indonesia masih mengimpor sekitar 1 juta ton kedelai dari Amerika maupun Brazil

(Murkan, 2008).

Untuk menambah kebutuhan itu, pemerintah Indonesia menargetkan sasaran produksi kedelai di Indonesia pada tahun 2009 ditetapkan sebesar 1,5 juta ton


(52)

2

dengan luas tanam sekitar 1.050.000 hektar, luas panen 997.500 hektar dan produktivitas rata-rata 15,04 ku/ha.

Rendahnya produksi kedelai nasional beberapa tahun terakhir ini antara lain disebabkan oleh belum optimalnya budidaya kedelai sehingga produksi di tingkat petani hanya mencapai sekitar 1,3 ton/ha, sedangkan potensi produksi dari

varietas unggul yang dimiliki Indonesia saat ini dapat mencapai 2,0—2,5 ton/ha (Murkan, 2008).

Salah satu faktor pembatas produksi kedelai di daerah tropis adalah kemunduran benih yang cepat selama penyimpanan hingga mengurangi penyediaan benih berkualitas tinggi. Pengadaan benih kedelai dalam jumlah yang memadai dan tepat pada waktunya sering menjadi kendala karena daya simpan yang rendah. Sementara itu, pengadaan benih bermutu tinggi merupakan unsur penting dalam upaya peningkatan produksi tanaman. Pengadaan benih sering dilakukan beberapa waktu sebelum musim tanam sehingga benih harus disimpan dengan baik agar mempunyai daya tumbuh yang tinggi saat ditanam kembali. Kemunduran benih kedelai selama penyimpanan lebih cepat berlangsung dibandingkan dengan benih tanaman lain dengan kehilangan vigor benih yang cepat yang ditunjukkan penurunan perkecambahan benih. Benih yang

mempunyai vigor rendah menyebabkan pemunculan bibit di lapangan rendah, terutama dalam kondisi tanah yang kurang ideal. Penurunan vigor benih dapat disebabkan oleh faktor genetik dan lingkungan (Egli dan Tekrony, 1996 dalam Viera et. al., 2001).


(53)

Faktor-faktor yang mempengaruhi viabilitas benih selama penyimpanan dibagi menjadi faktor internal dan eksternal. Faktor internal mencakup sifat genetik, daya tumbuh dan vigor, kondisi kulit dan kadar air benih awal. Faktor eksternal antara lain kemasan benih, komposisi gas, suhu dan kelembaban ruang simpan (Copeland dan Donald, 2001).

Salah satu cara untuk memperbaiki kondisi benih yang telah mundur (deteorated) adalah dengan metode invigorasi yang dapat memperbaiki kondisi benih yang telah menurun viabilitasnya. Invigorasi yaitu perlakuan fisik, fisiologis, dan biokimia untuk mengoptimalkan viabilitas benih sehingga benih mampu tumbuh cepat dan serempak pada kondisi yang seragam (Basu dan Rudrapal, 1982). Invigorasi didefinisikan sebagai suatu perlakuan pendahuluan pada benih melalui pengontrolan imbibisi air oleh potensial air yang rendah dari media imbibisi. Selama invigorasi terjadi perbaikan fisiologi dan biokimia yang berhubungan dengan peningkatan kecepatan tumbuh, peningkatan keserempakan

perkecambahan, dan peningkatan potensial perkecambahan (Khan, 1992). Prinsip dasar perlakuan invigorasi adalah mempertahankan benih dalam keadaan hidrasi sebagian selama periode tertentu sehingga perkecambahan seluruhnya tertunda. Selama proses invigorasi proses imbibisi air diatur oleh potensial osmotik larutan, sehingga mencegah munculnya radikula. Invigorasi diharapkan dapat

memperbaiki perkecambahan dan pertumbuhan kecambah saat tanam.

Murray dan Wilson (1987) melaporkan kemunduran benih dapat dikendalikan dengan cara "invigorasi" melalui proses hidrasi-dehidrasi. Menurut Khan (1992) perlakuan pada benih adalah untuk memobilisasi sumber-sumber energi yang ada


(54)

4

dalam benih untuk bekerja sama dengan sumber-sumber energi yang ada di luar atau di lingkungan tumbuh untuk menghasilkan pertanaman dan hasil yang maksimal. Perlakuan benih yang telah dikenal antara lain presoaking dan

conditioning. Menurut Khan (1992) presoaking adalah perendaman benih dalam sejumlah air pada suhu rendah sampai sedang, sedangkan conditioning adalah peningkatan mutu fisiologi dan biokimia (berhubungan dengan kecepatan dan perkecambahan, perbaikan serta peningkatan potensial perkecambahan) dalam benih oleh media imbibisi potensial air yang rendah (larutan atau media padatan lembab) dengan mengatur hidrasi dan penghentian perkecambahan.

Kemunduran benih (deteriorated) dapat dicirikan sebgai berikut:

1. Gejala Fisiologis: perubahan warna benih, mundurnnya perkecambahan, mundurnya toleransi terhadap penyimpanan, sangat peka terhadap radiasi, mundurnya pertumbuhan kecambah, mundurnya daya kevigoran (kekuatan tumbuh), meningkatnya jumlah kecambah abnormal

2. Gejala Biokhemis: perubahan dalam respirasi, perubahan enzim, perubahan pada membrane sel/ dinding sel, perubahan laju sintesis, perubahan persediaan makanan, kerusakan kromosom.

Benih yang telah mengalami kemunduran, perkecambahan dapat diperbaiki melalui invigorasi. Penelitian-penelitian tentang invigorasi masih terbatas pada pengujian tahap perkecambahan di lapang dan pengaruhnya terhadap produksi belum pada viabilitas yang dihasilkan dari benih tanaman yang telah mengalami invigorasi. Dalam penelitian ini dilaksanakan untuk mengetahui pengaruh


(55)

invigorasi menggunakan cara hidrasi-dehidrasi yang diterapkan pada benih sumber yang telah mengalami penyimpanan selama 8 bulan pada viabilitas benih kedelai varietas Anjasmoro.

Berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan hidrasi-dehidrasi dapat meningkatkan viabilitas benih. Hasil penelitian Nuryanti (1996) memperlihatkan perlakuan hidrasi-dehidrasi pada benih padi menghasilkan peningkatan daya berkecambah sebesar 5% dan kecepatan berkecambah sebesar 7,789% per hari pada status daya berkecambah 90,7%, 81,3%, dan 50,7%. Selain itu juga menurut penelitian Erawan (1996) bahwa pada benih jagung dengan tingkat viabilitas tinggi (DB = 98,7%) dan rendah (DB = 36,0%), perlakuan hidrasi-dehidrasi tidak berpengaruh; perlakuan hidrasi-dehidrasi hanya berpengaruh pada tingkat

viabilitas sedang (DB = 58,7%).

Hasil penelitian Basu et al. (1978) menunjukkan bahwa perlakuan

hidrasi-dehidrasi pada benih yute dapat meningkatkan penampilan di lapang, di samping itu produksi serat per tanaman lebih tinggi pada benih yang diperlakukan dengan cara direndam-dikeringkan. Hadiana (1996) menyatakan bahwa perlakuan presoaking atau conditioning secara nyata efektif meningkatkan viabilitas dan vigor benih kenaf sebelum penyimpanan, dapat meningkatkan daya berkecambah potensi tumbuh, keserempakan tumbuh, dan bobot kering kecambah normal.


(56)

6

Berdasarkan latar belakang yang ada penelitian ini dilaksanakan untuk menjawab masalah yang dirumuskan dalam pertanyaan sebagai berikut:

1. Bagaimana pengaruh invigorasi dengan cara hidrasi-dehidrasi pada benih sumber yang telah disimpan 8 bulan dalam meningkatkan viabilitas benih kedelai varietas Ajasmoro.

2. Bagaimana pengaruh peningkatan dosis pupuk NPK susulan saat berbunga yang diberikan pada tanaman dari benih sumber yang diinvigorasi dengan cara hidrasi-dehidrasi dalam menghasilkan viabilitas benih kedelai varietas

Anjasmoro.

3. Bagaimana respons tanaman yang benih sumbernya diinvigorasi dengan hidrasi-dehidrasi terhadap peningkatan dari NPK susulan pada saat berbunga dalam viabilitas benih kedelai varietas Anjasmoro.

1.2 Tujuan Penelitian

Berdasarkan identifikasi dan perumusan masalah, maka tujuan penelitian dirumuskan sebagai berikut:

1) Mengetahui pengaruh invigorasi dengan cara hidrasi-dehidrasi pada benih sumber yang telah disimpan 8 bulan dalam meningkatkan viabilitas benih kedelai varietas Ajasmoro.

2) Mengetahui pengaruh peningkatan dosis pupuk NPK susulan saat berbunga yang diberikan pada tanaman dari benih sumber yang diinvigorasi dengan cara hidrasi-dehidrasi dalam menghasilkan viabilitas benih kedelai varietas


(57)

3). Mengetahui respons tanaman yang benih sumbernya diinvigorasi dengan hidrasi-dehidrasi terhadap peningkatan dari NPK susulan pada saat berbunga dalam viabilitas benih kedelai varietas Anjasmoro.

1.3 Landasan Teori

Dalam rangka menyusun penjelasan teoretis terhadap pertanyaan yang telah dikemukakan, penulis menggunakan landasan teori sebagai berikut:

Secara fisiologis, perkecambahan benih adalah dimulainya lagi proses metabolisme yang tertunda serta berlangsungnya transkripsi genom.

Secara biokimia, perkecambahan merupakan diferensiasi lanjutan dari lintasan oksidatif dan lintasan sintetik serta perbaikan lintasan biokimia khusus dari pertumbuhan dan perkembangan vegetatif (Khan, 1992). Proses perkecambahan benih dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan. Faktor genetik yang berpengaruh adalah susunan kimiawi benih yang berhubungan dengan daya hidup benih. Perlakuan benih secara fisiologis untuk memperbaiki

perkecambahan benih melalui imbibisi air secara terkontrol telah menjadi dasar dalam invigorasi benih. Saat ini perlakuan invigorasi merupakan salah satu alternatif yang dapat digunakan untuk mengatasi mutu benih yang rendah yaitu dengan cara memperlakukan benih sebelum tanam untuk mengaktifkan kegiatan metabolisme benih sehingga benih siap memasuki fase perkecambahan.

Selama proses invigorasi, terjadi peningkatan kecepatan dan keserempakan perkecambahan serta mengurangi tekanan lingkungan yang kurang


(58)

8

menguntungkan. Invigorasi dimulai saat benih berhidrasi pada medium imbibisi yang berpotensial air rendah. Biasanya dilakukan pada suhu 15-20oC.

Setelah keseimbangan air tercapai selanjutnya kandungan air dalam benih dipertahankan (Khan, 1992)

Air masuk ke dalam benih melalui proses imbibisi yang merupakan proses fisik dan imbibisi air oleh benih sangat dipengaruhi oleh komposisi kimia benih, permeabilitas kulit benih dan jumlah air yang tersedia, baik air dalam bentuk cairan maupun uap air disekitar benih (Sadjad, 1975).

Fungsi air pada perkecambahan benih menurut Sumarno dan Widiyati (1985): 1. Air yang diserap oleh benih berguna untuk melunakkan kulit benih dan

menyebabkan pengembangan embrio dan endosperm, sehingga menyebabkan kulit benih menjadi pecah.

2 . Air memberi fasilitas untuk masuknya oksigen ke dalam benih .

Dinding sel yang berimbibisi bersifat permeabe1 sehingga gas dapat masuk ke dalam sel secara difusi. Pasokan oksigen meningkat apabila kulit benih menyerap air sehingga mengaktifkan pernafasan .

3. Air berguna untuk mengencerkan protoplasma sehingga dapat mengaktifkan fungsinya. Bila protoplasma mengandung air maka sel-sel hidup akan melaksanakan proses-proses kehidupan termasuk pencernaan, asimilasi dan tumbuh.

4. Air berguna sebagai alat transportasi larutan makanan dari endosperm atau kotiledon ke titik tumbuh pada poros embrio untuk membentuk protoplasma baru.


(59)

Akibat penyerapan air selama proses imbibisi terjadi pertambahan volume dan bobot basah benih. Pertambahan volume benih tersebut sangat cepat pada awal proses imbibisi dan semakin lama pertambahannya semakin lambat

(Leopold, 1983).

Pertambahan bobot basah benih selama imbibisi sangat cepat pada awalnya, kemudian konstan dan selanjutnya cepat kembali. Bewley dan Black (1985) membagi proses imbibisi menjadi tiga fase, yaitu fase pertama yang ditunjukkan dengan pengambilan air yang cepat, fase kedua ditunjukkan dengan

pembengkakkan setelah air mencapai bagian yang lebih dalam sampai radikel muncul, dan fase ketiga ditunjukkan dengan pengambilan air di bagian-bagian kulit benih yang lembab. Pada fase kedua boleh dikatakan pengambilan air hampir tidak ada.

Larson (1968), pada awal perkecambahan baik benih berkulit atau tanpa kulit akan menyeraip air, tetapi yang tanpa kulit menyerap air lebih banyak dengan kecepatan yang lebih tinggi, terutama pada empat jam pertama setelah imbibisi. Namun setelah berimbibisi selama 12 jam, kedua benih tersebut akan menyerap air dalam jumlah yang sama.

Kecepatan laju imbibisi juga akan meningkat jika kulit benih mengalami

keretakan atau terdapat goresan. Peningkatannya tidak tergantung dari jumlah dan panjang keretakan kulit; sedikit keretakan sudah cukup untuk meningkatkan laju imbibisi (Powell dan Matthews, 1979 ).


(60)

10

Peningkatan laju imbibisi akan menurunkan daya tumbuh benih tergantung dari tingkat kerusakan kulit benihnya. Pada benih dengan kerusakan kulit ringan penurunan daya tumbuhnya lebih kecil dari pada benih dengan kerusakan kulit benih yang hebih berat. Penurunan kemampuan tumbuh ini disebabkan karena terjadi kerusakan membran sel akibat masuknya air terlalu cepat ke dalam benih. Membran sel dapat menjadi rusak karena terjadi gangguan terhadap intergritasnya, yaitu pada proses imbibisi normal membran yang terdiri dari protein dan fosfolipid yang membentuk pores heksagonal pada benih kering berubah menjadi dua lapis lamelar pada benih yang telah berimbibisi

(Sadjad, 1975).

Lapisan membran tersebut berupa gel yang terbentuk akibat hidrasi koloid-koloid hidrofil dan memiliki suatu tegangan tertentu karena hubungan timbal balik antara air dan polimer kulit.(Sadjad, 1975).

Integritas membran yang terganggu akan mengakibatkan kebocoran larutan bahan-bahan yang ada dari dalam benih secara difusi ke air perendaman atau media tumbuhnya (Larson, 1968; Powell dan Matthews, 1981; Bewley dan

Black, 1985). Dengan mengukur jumlah dan jenis bahan-bahan terlarut dari benih yang berkulitt dan tanpa kulit, Larson (1968) menemukan bahwa jumlah bobot kering bahan yang larut dari dalam benih tanpa kulit dua kali lebih banyak dari pada bobot kering bahan terlarut dari dalam benih berkulit. Ini disebabkan pada benih tanpa kulit tidak ada kulit benih sebagai penghambat fisik selama


(61)

mengimbibisi air, sedangkan pada benih berkulit proses imbibisinya terhambat oleh kulit benih. Bahan-bahan yang terlarut ke dalam air perendaman adalah karbohidrat dan protein. Karbohidrat yang ditemukan adalah glukosa, fruktosa, raffinosa, sukrosa dan maltosa, dan protein yang terlarut mencakup 12 macam asam amino; alanin, arginin, asparagin, asam aspartat , sistein, glutamin, asam glutamat, glisin, histidin, dan isoleusin (Larson, 1968) .

Kebocoran larutan dari dalam benih menyebabkan berkurangnya proses

anabolisme yang akhirnya mengakibatkan pengurangan penyaluran makanan dari kotiledon ke poros embrio (Powell dan Mathews, 1979) dan sel-sel dibagian permukaan kotiledon menjadi mati (Oliveira at al., 1984). Semakin cepat masuknya air ke dalam benih sel-sel kotiledon yang mati semakin meluas ke bagian yang lebih dalam, dalam ha1 ini kondisi kulit benih sangat menentukan laju masuknya air (Tully, Musgrave dan Leopold, 1981).

Selain dapat menurunkan daya tumbuh, kebocoran larutan dari dalam benih juga akan menyebabkan benih mudah terinfeksi cendawan, karena pada bagian tersebut tersedia bahan makanan bagi inokulum cendawan untuk hidup dan berkembang. Kemampuan hidup cendawan semakin meningkat karena pada bagian yang mengalami kebocoran larutan, sel-sel jaringannya menjadi mati, yang akhirnya menyebabkan benih tidak mampu tumbuh dan akhirnya mati (Powell dan Mathews , 1980).

Delouche dan Baskin (1973) menggambarkan proses terjadinya deteriorasi dalam benih sebagai berikut : berkurangnya laju respirasi, peningkatan kandungan asam


(62)

12

lemak dalam benih (increase in fatty acid), laju perkecambahan rendah (slower germination rate), laju pertumbuhan kecambah lambat (slower rate of growth development), berkurangnya daya tahan menghadapi tekanan lingkungan,

kecambah tidak mampu muncul di lahan, banyak kecambah abnormal.

Benih yang telah mengalami kebocoran akan mengalami penurunan jumlah benih yang tumbuh. Jumlah benih yang tumbuh disebabkan oleh rendahnya daya berkecambah benih. Menurut toruan (1985) menyatakan bahwa benih dengan tingkat kebocoran tinggi akan menghalami kehilangan zat metabolit yang

menyebabkan rendahnya daya berkecambah. Dengan begitu produksi benih akan berkurang.

Untuk menghasilkan benih yang bervigor prima salah satu upayanya dilakukan dengan pemupukan NPK susulan. Benih bermutu dengan vigor prima dapat dihasilkan melalui produksi dengan perlakuan-perlakuan agronomis tertentu (dalam hal ini pemupukan susulan) agar pada masa pembangunan benih (periode 1), tanaman dapat berproduksi optimal dan kandungan cadangan makanan yang juga maksimal.

Tujuan diberikannya pupuk NPK susulan yaitu untuk memenuhi kebutuhan unsur hara selama masa pembungaan karena pada saat pembungaan tanaman kedelai membutuhkan banyak unsur hara untuk menjamin tersedianya asimilat pada saat pengisian polong. Pada masa pembungaan akar tanaman akan tumbuh secara


(63)

cepat dan mencapai pertumbuhan maksimal untuk mendapatkan unsur hara di tanah (Kaspar, 1987).

Menurut Suprapto (2001) menyatakan bahwa 1) Nitrogen berguna untuk

pembentukan biji atau benih kedelai; 2) Penggunaan fosfat terbesar dimulai pada masa pembentukan polong yang berfungsi untuk mempercepat masa panen dan menambah kandungan nutrisi biji atau benih kedelai, dan; 3) Kalium berfungsi untuk merangsang pembentukan protein dan merangsang pembentukan biji kedelai.

Kemunduran benih (deteriorasi) adalah turunnya kualitas, sifat atau viabilitas benih yang mengakibatkan rendahnya vigor atau jeleknya pertanaman dan hasil; kejadian ini merupakan proses degenerasi yang tidak dapat balik dari kualitas suatu benih setelah mencapai kualitas yang maksimum (Suseno, 1975). Proses deteriorasi tidak dapat dicegah atau dihindarkan, melainkan yang dapat dilakukan hanyalah mengurangi kecepatannya. Selain itu, protein dalam benih memiliki sifat paling higroskopis dibandingkan dengan kandungan bahan organik yang lain sehingga hal ini menjadi penyebab rendahnya daya simpan benih kedelai.

Kandungan protein dalam kedelai sangat tinggi (Mugnisjah, 1995), kedelai

memiliki kandungan minyak 20,5%, protein 37,9%, pati 34,5%). Faktor luar yang mempengaruhi laju kemunduran benih yaitu kelembaban nisbi dan suhu dalam ruang simpan benih (Byrd, 1983)


(64)

14

Berbagai cara dapat dilakukan sehubungan dengan perlakuan invigorasi benih sebelum tanam yaitu osmoconditioning, priming, moisturizing, hardening, humidification, solid matrix priming, matriconditioning dan hydropriming. Namun demikian cara yang umum digunakan adalah osmoconditioning

(conditioning yang menggunakan larutan osmotik seperti PEG, KNO3, KH2PO4,

NaCl, dan manitol) dan matriconditioning (conditioning dengan menggunakan media padat lembab, seperti Micro-Cel E, Vermikulit, juga telah dipelajari beberapa media alternatif antara lain abu gosok dan serbuk gergaji). Perlakuan invigorasi benih telah banyak diteliti dan telah umum diketahui memberikan pengaruh positif pada berbagai perubahan fisiologis dan biokimia di dalam benih. Beberapa hasil penelitian antara lain: menunjukkan bahwa perlakuan invigorasi dapat mengurangi luka imbibisi pada benih buncis yang menua sebagai akibat dari peningkatan integritas membran

(Ptasznik dan Khan, 1993); meningkatkan viabilitas dan vigor benih cabai (Yunitasari dan Ilyas, 1994); kacang panjang (Shalahuddin dan Ilyas, 1994; Ilyas dan Suartini, 1997); mempercepat perkecambahan dan keserempakan tumbuh benih cabai dan meningkatkan vigor benih yang bermutu rendah (Ilyas, 1996; Ilyas et al., 2002)).

1.4 Kerangka Pemikiran

Berdasarkan landasan teori yang telah dikemukakan, berikut ini disusun kerangka pemikiran untuk memberikan penjelasan teoritis terhadap perumusan masalah.


(65)

Perlakuan invigorasi umumnya dilakukan pada benih-benih yang telah mengalami kemunduran viabilitas oleh gejala. Biasanya kemunduran benih terjadi karena telah melalui masa penyimpanan, sehingga terjadi penurunan viabilitas dan vigor benih. Invigorasi salah satu perlakuan fisik, fisiologis, dan biokimia untuk mengoptimalkan viabilitas benih yang dapat diukur dari kecepatan tumbuh pada lingkungan sub-optimal, atau keserempakan tumbuhnya.

Proses invigorasi dapat dilakukan dengan cara perendaman, pelembaban, dan meletakkan benih pada tempat yang jenuh dengan uap air. Proses invigorasi menyebabkan benih berimbibisi yang akan mengaktifkan enzimatik pada metabolisme di dalam benih sehingga viabilitas benih akan menjadi optimal kembali.

Perlakuan hidrasi-dehidrasi dapat memperbaiki kerusakan mambran pada benih yang telah melalui periode penyimpanan. Kerusakan tersebut disebabkan oleh terjadinya denaturasi protein dan faktor lingkungan simpan seperti suhu, dan kelembaban nisbi. Denaturasi protein terjadi pada protein histon pada kromosom yang dapat menghambat aktivitas DNA, enzim yang dapat menghambat reaksi-reaksi biokimia di dalam benih, dan protein membran yang menyebabkan menurunnya integritas membran. Kerusakan tersebut dapat dikurangi dengan merendam benih pada larutan osmotik yang bertujuan untuk mengurangi laju penyerapan air. Penyerapan air secara terkontrol memungkinkan membran dapat kembali ke bentuk normal atau mendekati normal dengan cara yang teratur.


(66)

16

Benih yang telah diinvigorasi menggunakan larutan osmotik dapat memperbaiki proses fisiologi dan biokimia sehingga benih akan tumbuh lebih cepat dan seragam.

Benih hasil invigorasi akan tumbuh normal atau bertambahnya daya tumbuh benih. Hal ini sesuai dengan penelitian Sutariati (2002) menyatakan bahwa pada tanaman cabai dengan perlakuan invigorasi pada tingkat vigor benih yang berbeda mampu meningkatkan vigor, daya berkecambah dan kecepatan perkecambahan. Pengaruh perlakuan invigorasi secara nyata nampak lebih efektif pada benih yang memiliki tingkat vigor sedang, sementara pada vigor tinggi, pengaruh perlakuan invigorasi secara statistik tidak berbeda nyata dengan kontrol.

Perlakuan invigorasi pada benih yang berviabilitas sedang atau yang telah terdeteriorasi diharapkan dapat meningkatkan sintesis RNA dan protein, pembentukan poliribosom, meningkatkan jumlah total RNA dan protein, serta meningkatkan beberapa enzim seperti asam fosfatase dan esterase.

Apabila invigorasi dilakukan pada benih yang berviabilitas rendah diharapkan dapat mengembalikan nilai viabilitas awal benih sehingga benih mampu tumbuh pada kondisi stres atau mempunyai daya simpan lebih lama.

Penggunaan pupuk NPK susulan pada dosis yang sesuai pada periode membangun benih (periode I) dapat menghasilkan viabilitas maksimal. Unsur hara yang terkandung dalam pupuk NPK susulan akan diharapkan dapat memenuhi kebutuhan unsur hara selama masa pembungaan karena pada saat pembungaan


(67)

tanaman kedelai membutuhkan banyak unsur hara untuk menjamin tersedianya asimilat pada saat pengisian polong. Pada masa pembungaan akar tanaman akan tumbuh secara cepat dan mencapai pertumbuhan maksimal untuk mendapatkan unsur hara di tanah.

Pada masa pembungaan akar tanaman akan tumbuh secara cepat dan mencapai pertumbuhan maksimal untuk mendapatkan unsur hara di tanah. Semakin meningkatnya pupuk NPK yang diberikan pada tanaman kedelai, maka laju serapan unsur hara akan meningkat sehingga mencukupi kebutuhan hara bagi tanaman. Hasil sintesis antara lain dalam bentuk pati, protein, dan lipid. Pada periode ini dibutuhkan banyak unsur hara untuk pengisian benih.

Dengan penambahan pupuk pada saat tanaman berbunga maka unsur hara yang tersedia bagi tanaman lebih banyak sehingga tanaman dapat menyerap unsur hara yang dibutuhkan lebih banyak. Pemupukan susulan dalam jumlah yang

mencukupi dapat memaksimalkan pengisian biji bagi tanaman.

Untuk pengisian dan pembentukan benih, unsur nitrogen, fosfat, dan kalium dibutuhkan oleh tanaman kedelai dalam jumlah yang berimbang dan cukup agar produksi dan mutu benih meningkat. Nitrogen merupakan sumber protein bagi benih, protrein merupakan senyawa penyusun fitin dalam benih yang berperan sebagai cadangan makanan. Kalium berfungsi meningkatkan sintesis dan translokasi karbohidrat unutk pengisian benih. Jika Unsur hara yang diserap dalam jumlah yang cukup maka dalam metabolisme tanaman asimilat yang


(68)

18

dihasilkan akan lebih banyak. Asmilat tersebut digunakan untuk mensintesis molekul organik seperti asam amino, asam nukleat, pati dan lipid.

Hasil sintesis yang ditranslokasikan ke dalam benih akan menigkatkan ukuran benih sehingga ukuran benih semakin besar dan cadangan makanan benih semakin banyak. Bobot kering hipokotil benih akan meningkat dan kecambah normal kuat akan lebih banyak seiring dengan cadangan makanan benih yang meningkat dan cukup tersedia bagi benih untuk berkecambah. Dengan cadangan makanan yang banyak maka benih akan memiliki cukup energi untuk

berkecambah sehingga viabilitas benih akan meningkat ditandai dengan persentase daya kecambah tinggi yang mempengaruhi persen keserempakan kecambah benih yang juga tinggi. Produk asimilat ini dimanfaatkan oleh tanaman dalam proses pembelahan sel di seluruh jaringan tanaman, penambahan ukuran sel, jumlah sel, dan penggantian sel-sel yang rusak.

1.5 Hipotesis

Dari kerangka pemikiran yang telah dikemukakan dapat disimpulkan hipotesis sebagai berikut:

1. Invigorasi dengan cara hidrasi-dehidrasi dapat meningkatkan viabilitas kedelai Varietas Anjasmoro

2. Pemberian pupuk NPK susulan dapat meningkatkan viabilitas benih kedelai varietas Anjasmoro

3. Terdapat interaksi antara hidrasi-dehidrasi dengan pupuk NPK susulan pada viabilitas benih kedelai varietas Anjasmoro.


(69)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Morfologi Benih Kedelai

Kedelai merupakan terna dikotil semusim dengan percabangan sedikit, sistem perakaran akar tunggang, dan batang berkambium. Kedelai dapat berubah penampilan menjadi tumbuhan setengah merambat dalam keadaan pencahayaan rendah. Kedelai, khususnya kedelai putih dari daerah subtropik, juga merupakan tanaman hari pendek dengan waktu kritis rata-rata 13 jam. Kedelai akan segera berbunga apabila pada masa siap berbunga panjang hari kurang dari 13 jam.

Biji kedelai berkeping dua, terbungkus kulit biji dan tidak mengandung jaringan endosperma. Embrio terletak diantara keping biji. Warna kulit biji kuning, hitam, hijau, coklat. Pusar biji (hilum) adalah jaringan bekas biji melekat pada dinding buah. Bentuk biji kedelai umunya bulat lonjong tetapi ada pula yang bundar atau bulat agak pipih.

Biji kedelai yang kering akan berkecambah bila memperoleh air yang cukup. Kecambah kedelai tergolong epigeous, yaitu keping biji muncul diatas tanah. Warna hipokotil, yaitu bagian batang kecambah dibawah keping berwarna ungu atau hijau yang berhubungan dengan warna bunga. Kedelai yang berhipokotil


(70)

20

ungu berbunga ungu, sedang yang berhipokotil hijau berbunga putih. Kecambah kedelai dapat digunakan sebagai sayuran (tauge).

Tanaman kedelai mempunyai akar tunggang yang membentuk akar-akar cabang yang tumbuh menyamping (horizontal) tidak jauh dari permukaan tanah. Jika kelembaban tanah turun, akar akan berkembang lebih ke dalam agar dapat menyerap unsur hara dan air. Pertumbuhan ke samping dapat mencapai jarak 40 cm, dengan kedalaman hingga 120cm. Selain berfungsi sebagai tempat

bertumpunya tanaman dan alat pengangkut air maupun unsur hara, akar tanaman kedelai juga merupakan tempat terbentuknya bintil-bintil akar. Bintil akar tersebut berupa koloni dari bakteri pengikat nitrogen Bradyrhizobium japonicum yang bersimbiosis secara mutualis dengan kedelai. Pada tanah yang telah

mengandung bakteri ini, bintil akar mulai terbentuk sekitar 15—20 hari setelah tanam. Bakteri bintil akar dapat mengikat nitrogen langsung dari udara dalam bentuk gas N2 yang kemudian dapat digunakan oleh kedelai setelah dioksidasi

menjadi nitrat (NO3).

Kedelai berbatang dengan tinggi 30–100cm. Batang dapat membentuk 3–6 cabang, tetapi bila jarak antar tanaman rapat, cabang menjadi berkurang, atau tidak bercabang sama sekali. Tipe pertumbuhan batang dapat dibedakan menjadi terbatas (determinate), tidak terbatas (indeterminate), dan setengah terbatas (semi-indeterminate). Tipe terbatas memiliki ciri khas berbunga serentak dan

mengakhiri pertumbuhan meninggi. Tanaman pendek sampai sedang, ujung batang hampir sama besar dengan batang bagian tengah, daun teratas sama besar dengan daun batang tengah. Tipe tidak terbatas memiliki ciri berbunga secara


(1)

Dalam bidang keorganisasian, penulis aktif sebagai anggota Himpunan

Mahasiswa Budidaya Pertanian (Himadita) pada periode kepengurusan 2005/2006 dan Badan Eksekutif Mahasiswa pada periode kepengurusan 2007/2008. Selain itu penulis pernah mengikuti Training Organisasi Profesi Budidaya Pertanian (TOP BDP) di Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada tanggal 25, 26 Februari, dan 4 Maret 2006, serta pernah mengikuti kegiatan Bakti Sosial di Desa sumbaringin, kecamatan Natar Lampung Selatan pada tanggal 17 – 19 Mei 2007.


(2)

“Dengan nama Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang”

I dedicated this for

Allah SWT

My Parents and my brother

For all my friends

She

And you


(3)

Catch your dream

like there’

s no

tomorrow

No matter if you

fall or slammed

Just keep on running

Keep on struggling

Keep on your thing

And never be weak


(4)

PERSEMBAHAN

Puji Syukur kepada Allah SWT, atas limpahan berkat dan rahmat-Nya jualah sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

Karya sederhana yang penuh perjuangan dan kesabaran ini Ku persembahkan kepada:

Almamater yang kucintai, Universitas Lampung

Ayah dan Ibu yang terhormat yang selalu mencurahkan cinta dan kasih sayang nya tanpa henti, yang selalu mendidik anak-anak nya agar selalu

berusaha menjadi menusia yang sempurna, serta selalu berusaha menjadi yang terbaik diantara yang paling baik.

Adik- adik ku tersayang dan keluarga besarku atas rasa sayang, doa, perhatian, pengertian, pengorbanan, dan dorongan semangat yang tulus,

serta persaudaraan yang tak tergantikan.

Temen-teman seperjuangan yang selalu mendukung ku dalam hal apapun, para sahabat yang selalu ada disisiku dalam keadaan apapun, dan Fera Novita sari atas cinta dan kasih sayang yang tidak terbatas kepada penulis


(5)

SANWACANA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan menyusun skripsi ini.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Ir. Yayuk Nurmiaty, M.S., selaku Ketua Tim Penguji dan Pembimbing Pertama atas saran, pengarahan, semangat, motivasi, dan kesabaran dalam membimbing penulis selama penelitian hingga penyelesaian skripsi.

2. Ibu Ir. Niar Nurmauli, M.S., selaku Sekretaris Tim Penguji dan Pembimbing Kedua atas saran, bimbingan, pikiran, semangat, motivasi, waktu, dan bantuan selama penulis menyelesaikan skripsi.

3. Bapak Ir. Eko Pramono, M.S., selaku Penguji bukan Pembimbing yang telah memberikan saran, pengarahan, semangat, motivasi dan kesabaran yang sangat berharga untuk perbaikan penulisan skripsi.

4. Prof. Dr. Ir. Setyo Dwi Utomo, M.Sc., selaku Pembimbing Akademik yang telah membimbing dan memberikan saran, serta nasihat demi kebaikan penulis selama menjadi mahasiswa Fakultas Pertanian, Universitas Lampung.

5. Bapak Prof. Dr. Ir. Setyo Dwi Utomo, M.Sc., selaku Ketua Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung atas saran, koreksi, dan persetujuan pencetakan skripsi ini.


(6)

6. Ibu Dr. Ir. Nyimas Sa’diyah, M.P., selaku Ketua Program studi Agronomi Jurusan Budidaya Pertanian, Universitas Lampung atas saran, koreksi, dan persetujuan pencetakan skripsi ini.

7. Bapak Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S. selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Lampung yang telah mensahkan skripsi ini.

8. Ayahanda Anton Asmono Hadi dan Ibunda Praptiwi Gati serta adik penulis; Kartika Okatavia dan Aldi Al’Azhar atas kasih sayang, support, kritikan, dan saran yang diberikan.

9. Teman-teman seperjuangan, Rubi Heryanto, S.P., Youpan Hadi, S.P., Agus Chandra, Ichwan Nurmanda, Habib J Rahmanto, Magdalena Christianingrum, Mona Farista Putri, Prarindra Afwan, Rio Wicaksono, Vita Wulan P.S, dan teman-teman BDP jurusan Agronomi atas segala doa, perhatian, koreksi, diskusi, semangat, motivasi, kesabaran, persahabatan, kebersamaan, dan kerendahan hati membimbing hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 10. Teman-teman Brother Inn, Aditya Kirana, Dhimas Harry Setiawan, Doni

Dwiandika, Indra Gozali, Bripda. Joko S., Bripda. Arief S., Trio Yuda S, Yudho A.W, serta teman-teman Threesixty; Argo Prayogo, Cipta Arief, Lucky Maulida.

Semoga Allah SWT membalas segala kebaikan yang telah diberikan kepada penulis dan semoga skripsi ini bermanfaat.

Bandar Lampung,