STUDI PERLAKUAN HIDRASI-DEHIDRASI PADA DUA LOT BENIH KEDELAI (Glycine max [L.] Merr.) VARIETAS ANJASMORO YANG MENGALAMI DETERIORASI

(1)

STUDI PERLAKUAN HIDRASI-DEHIDRASI PADA VIABILITAS DUA LOT BENIH KEDELAI (Glycine max [L.] Merr.) VARIETAS

ANJASMORO YANG MENGALAMI DETERIORASI (Skripsi)

Oleh

MONA FARISTA PUTRI

UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG


(2)

ABSTRAK

STUDI PERLAKUAN HIDRASI-DEHIDRASI PADA DUA LOT BENIH KEDELAI (Glycine max [L.] Merr.) VARIETAS ANJASMORO

YANG MENGALAMI DETERIORASI

Oleh

Mona Farista Putri

Benih kedelai (Glycine max [L.] Merr.) merupakan salah satu palawija yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat karena nilai gizinya yang tinggi. Produksi perlu ditingkatkan dengan menggunakan benih bermutu. Benih mutu fisiologi tinggi yang disimpan pada kondisi optimum akan mengalami laju deteriorasi benih yang lebih lambat dibandingkan dengan penyimpanan yang tidak optimum. Deteriorasi benih yang lanjut menghasilkan gejala pertumbuhan yang rendah. Salah satu cara untuk memulihkan gejala pertumbuhan benih pada benih yang mengalami deteriorasi adalah perlakuan hidrasi-dehidrasi. Hidrasi-dehidrasi merupakan suatu metode perbaikan fisiologis dan biokemis dalam benih oleh media imbibisi berupa bahan pelarut organik dan anorganik. Metode ini bertujuan untuk mempercepat waktu dan menyerempakkan perkecambahan serta

meningkatkan persentase perkecambahan. Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengetahui status viabilitas dua lot benih kedelai varietas Anjasmoro yang mengalami deteriorasi selama penyimpanan 9 bulan, (2) mengetahui viabilitas dua


(3)

Mona Farista Putri lot benih kedelai varietas Anjasmoro yang diberi perlakuan hidrasi-dehidrasi dan tanpa perlakuan hidrasi-dehidrasi, dan (3) mengetahui perbaikan viabilitas dua lot benih kedelai varietas Anjasmoro yang mengalami deteriorasi selama

penyimpanan melalui metode pelembaban dan perendaman.

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Benih dan Pemuliaan tanaman Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada bulan Juni tahun 2009. Data

dianalisis, dijabarkan, dan disajikan menggunakan histrogram. Benih kedelai varietas Anjasmoro berasal dari dua lot benih yang telah mengalami penyimpanan dalam plastik kedap udara selama 9 bulan dan diproduksi dari perlakuan pupuk NPK susulan saat berbunga. Lot satu merupakan lot benih yang berasal dari benih yang mempunyai daya berkecambah sebesar 60% (NPK susulan 75 kg/ha) dan lot dua berasal dari lot benih yang mempunyai daya berkecambah 65% (NPK susulan 100 kg/ha). Sampel lot benih dibagi menjadi tiga bagian masing-masing untuk perlakuan pelembaban (D1), perendaman (D2), dan kontrol (tanpa hidrasi-dehidrasi).

Hasil penelitian menunjukkan bahwahidrasi-dehidrasi dapat memperbaiki

viabilitas benih yang berstatus viabilitas sedang (dua lot benih yang diuji). Hal ini dapat terlihat pada peningkatan daya berkecambah, kecepatan berkecambah, keserempakan berkecambah, panjang kecambah, bobot kering kecambah normal, dan penurunan daya hantar listrik. Perlakuan hidrasi-dehidrasi melalui metode pelembaban lebih efektif dari pada metode perendaman pada setiap lot benih.


(4)

STUDI PERLAKUAN HIDRASI-DEHIDRASI PADA VIABILITAS DUA LOT BENIH KEDELAI (Glycine max [L.] Merr.) VARIETAS ANJASMORO

YANG MENGALAMI DETERIORASI

Oleh

Mona Farista Putri

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar SARJANA PERTANIAN

Pada

Program Studi Agronomi Jurusan Budidaya Pertanian

UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG


(5)

Judul Skripsi : STUDI PERLAKUAN HIDRASI-DEHIDRASI PADA VIABILITAS DUA LOT BENIH

KEDELAI (Glycine max [L.] Merr.) VARIETAS ANJASMORO YANG MENGALAMI

DETERIORASI. Nama Mahasiswa : Mona Farista Putri Nomor Pokok Mahasiswa : 0514011036

Program Studi : Agronomi

Jurusan : Budidaya Pertanian

Fakultas : Pertanian

MENYETUJUI 1. Komisi Pembimbing

Ir. Yayuk Nurmiaty, M.S. Ir. Niar Nurmauli, M.S. NIP. 19610111 198703 2005 NIP. 19610204 198603 2002

2. Ketua Jurusan Budidaya Pertanian

Prof. Dr. Ir. Setyo Dwi Utomo, M.Sc. NIP 19611021 198503 1002


(6)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : Ir. Yayuk Nurmiaty, M.S. ...

Sekretaris : Ir. Niar Nurmauli, M.S.

Penguji

Bukan Pembimbing : Dr. Ir. Paul B. Timotiwu, M.S.

2. Dekan Fakultas Pertanian

Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S. NIP. 196108261987021001


(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 22 Juli 1987, merupakan anak ke-1 dari 2 bersaudara pasangan Jhoni Alfaris dan Ibu Rosita. Penulis menyelesaikan pendidikan formal di Taman Kanak-kanak Al-Hikmah pada tahun 1993. Pada tahun yang sama Penulis melanjutkan ke tingkat Sekolah Dasar Negeri 2 Bandar Lampung, diselesaikan pada tahun 1999. Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama diselesaikan pada tahun 2002 di SMP Al-Kautsar dan pada tahun 2005 Penulis menyelesaikan Sekolah Menengah Umum di SMA Yayasan Pembina Unila.

Pada tahun 2005, Penulis terdaftar sebagai mahasiswa Program Studi Agronomi, Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung melalui Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Pada tahun 2009, Penulis melakukan Praktik Umum di PT Sang Hyang Seri, Pekalongan, Lampung Timur dengan judul ”Proses Pengeringan Benih Padi (Oryza sativa L.) Di PT Sang Hyang Seri (PERSERO) Pekalongan Lampung Timur”. Selama masa perkuliahan Penulis pernah menjadi Anggota Bidang II (Bidang Pendidikan) Himpunan Mahasiswa Budidaya Pertanian (HIMADITA) tahun periode 2007 – 2008.


(8)

Puji syukur atas terselesainya studi-ku dan kupersembahkan karyaku ini untuk Ayah dan Bunda tercinta sebagai wujud rasa sayang dan cintaku atas pengorbanan, doa, dan kasih sayang yang tak ternilai harganya, yang telah

diberikan selama ini

Rudianto dan Adik tercinta yang selalu mendukung dan memberikan doa atas semua yang telah kucapai selama ini

Barang Siapa Merintis Jalan Menuntut Ilmu Maka Allah Akan Memudahkannya Jalan Ke Surga

(Hadis Riwayat Muslim)

Almamaterku Fakultas Pertanian Universitas Lampung


(9)

SANWACANA

Segala puji dan syukur ke hadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan skripsi yang berjudul ”Studi Perlakuan Hidrasi-dehidrasi Pada Viabilitas Dua Lot Benih Kedelai (Glycine max [L.] Merr.) Varietas Anjasmoro yang Mengalami Deteriorasi”.

Dengan selesainya skripsi ini, Penulis mengucapkan terima kasih yang kepada: 1. Ibu Ir. Yayuk Nurmiaty, M.S., selaku selaku Pembimbing I dan Pembimbing

Akademik yang telah memberikan arahan, bimbingan, masukan, dan pengertian selama penelitian dan penyusunan skripsi;

2. Ibu Ir. Niar Nurmauli, M.S., selaku Pembimbing II yang telah memberikan arahan, bimbingan, dan masukan selama penyusunan skripsi;

3. Bapak Dr. Paul B. Timotiwu, selaku dosen Penguji yang telah memberikan masukan dan pengarahan yang bermanfaat bagi penelitian dan penyusunan skripsi;

4. Bapak Prof. Dr. Ir. Setyo Dwi Utomo, M.Sc., selaku Ketua Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung;

5. Ibu Dr. Ir. Nyimas Sa’diyah, M.P., selaku Ketua Program Studi Agronomi atas saran dan nasehat yang diberikan kepada penulis;

6. Bapak Prof. Dr. Ir. Wan Abbas, M.Sc., selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Lampung;


(10)

ii 7. Bapak dan Ibu dosen Fakultas Pertanian Universitas Lampung yang telah

memberikan ilmu pengetahuan;

8. Ayahanda dan Ibunda Penulis yang selalu memberikan dorongan baik moral maupun material, serta Adik Penulis yang tercinta beserta keluarga besar Penulis yang lain;

9. Indonesia-managing higher education for relevance and efficiency (I-MHERE) project tahun 2009 yang telah mendanai penelitian ini;

10. Ambar Y. Ardani, SP atas bantuannya dalam penyelesaian penulisan skripsi; 11. Magdalena Christianingrum, Agus Candra, Habib Juni Rahmanto, Prarindra

Afwan, Ikhwan Nurmanda, Vita Wulan Purnamasari, Rio Wicaksono dan Teddy Aditia atas dukungannya selama Penulis melaksanakan penelitian; 12. Rudianto, S.P. atas bantuan, semangat, doa, nasehat, dan dukungan kepada

Penulis.

Semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya, dan Penulis berharap semoga Allah SWT membalas kebaikan semua pihak yang telah membantu Penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Bandar Lampung, 21 Juli 2010


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL. ... v

DAFTAR GAMBAR. ... vii

I. PENDAHULUAN. ... 1

1.1 Latar Belakang. ... 1

1.2 Tujuan Penelitian. ... 3

1.3 Landasan Teori. ... 4

1.4 Kerangka Pemikiran. ... 7

1.5 Hipotesis. ... 9

II. TINJAUAN PUSTAKA. ... 10

2.1 Karakteristik dan Komposisi Kimia Benih Kedelai. ... 10

2.2 Penyimpanan Benih Kedelai. ... 12

2.3 Kemunduran Benih. ... 2.4 Perlakuan Hidrasi-dehidrasi Terhadap Viabilitas Benih. ... 13 15 III. METODOLOGI PENELITIAN. ... 19

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian. ... 19

3.2 Bahan dan Alat. ... 19

3.3 Metode Penelitian. ... 19

3.4 Pelaksanaan Penelitian. ... 3.5 Pengamatan. ... 20 21 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. ... 25

4.1 Hasil Penelitian. ... 24

4.1.1 Daya Berkecambah Benih. ... 25

4.1.2 Kecepatan Berkecambah Benih. ... 26 4.1.3 Keserempakan Berkecambah Benih. ...

4.1.4 Panjang Kecambah Benih. . ... 4.1.5 Bobot Kering Kecambah Normal. ... 4.1.6 Daya Hantar Listrik. ... 4.2 Pembahasan. ...

27 28 29 30 31


(12)

iv

V. KESIMPULAN DAN SARAN. ... 35 5.1 Kesimpulan... 35 5.2 Saran. ... 35 DAFTAR PUSTAKA. ... 36 LAMPIRAN. ...

Tabel 3 – 4. ... 38 38


(13)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Komposisi kimia benih kedelai (setiap 100 gram ). ... 10 2. Kandungan asam amino dalam benih kacang kedelai. ... 11

3. Persentase daya berkecambah benih kedelai setelah perlakuan

hidrasi-dehidrasi pada dua lot benih. ... 38 4. Standar eror daya berkecambah benih kedelai setelah perlakuan

hidrasi-dehidrasi pada dua lot benih. ... 38 5. Persentase kecepatan berkecambah benih kedelai setelah perlakuan

hidrasi-dehidrasi pada dua lot benih. ... 38

6. Standar eror kecepatan berkecambah benih kedelai setelah perlakuan

hidrasi-dehidrasi pada dua lot benih. ... 39 7. Persentase keserempakan berkecambah benih kedelai setelah

perlakuan hidrasi-dehidrasi pada dua lot benih. ... 39 8. Standar eror keserempakan berkecambah benih kedelai setelah

perlakuan hidrasi-dehidrasi pada dua lot benih. ... 39 9. Panjang kecambah benih kedelai setelah perlakuan

hidrasi-dehidrasi pada dua lot benih. ... 40

10. Standar eror panjang kecambah benih kedelai setelah perlakuan

hidrasi-dehidrasi pada dua lot benih. ... 40 11. Bobot kering kecambah normal benih kedelai setelah perlakuan

hidrasi-dehidrasi pada dua lot benih. ... 40

12. Standar eror bobot kering kecambah normal benih kedelai setelah

Perlakuan hidrasi-dehidrasi pada dua lot benih. ... 41

13. Daya hantar listrik benih kedelai setelah perlakuan


(14)

vi 13. Daya hantar listrik benih kedelai setelah perlakuan


(15)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Hubungan kemunduran benih dengan viabilitas benih. ... 15 2. Pola penyerapan air oleh benih pada kondisi yang optimum terdiri

dari 3 fase pada perkecambahan benih. ... 17 3. Persentase daya berkecambah benih kedelai setelah perlakuan

hidrasi-dehidrasi pada dua lot benih. ... 25 4. Persentase kecepatan berkecambah benih kedelai setelah perlakuan

hidrasi-dehidrasi pada dua lot benih. ... 26

5. Persentase keserempakan berkecambah benih kedelai setelah

perlakuan hidrasi-dehidrasi pada dua lot benih. ... 27 6. Panjang kecambah benih kedelai setelah perlakuan

hidrasi-dehidrasi pada dua lot benih. ... 28

7. Bobot kering kecambah normal benih kedelai setelah perlakuan

hidrasi-dehidrasi pada dua lot benih. ... 29

8. Daya hantar listrik benih kedelai setelah perlakuan


(16)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Kedelai merupakan salah satu palawija yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat karena nilai gizinya yang tinggi. Untuk memenuhi konsumsi dalam negeri, produksi perlu ditingkatkan antara lain dengan menggunakan benih bermutu. Mutu benih yang mencakup mutu fisik, fisiologis, dan genetik dipengaruhi oleh proses penanganannya dari produksi sampai akhir periode simpan (Sadjad, 1984).

Salah satu masalah yang dihadapi dalam penyediaan benih bermutu adalah penyimpanan. Penyimpanan benih kacang-kacangan di daerah tropis seperti di Indonesia dihadapkan kepada masalah daya simpan yang rendah. Menurut Sadjad (1993), waktu 3 bulan pada suhu kamar 30oC, benih kacang-kacangan tidak dapat mempertahankan viabilitasnya pada kadar air 14%. Benih kedelai cepat

mengalami kemunduran selama penyimpanan, hal ini disebabkan oleh kandungan lemak dan protein di dalam benih relatif tinggi sehingga perlu ditangani secara serius sebelum disimpan. Kadar air benih akan meningkat jika suhu dan kelembaban ruang simpan cukup tinggi. Pencegahan peningkatan kadar air selama penyimpanan benih diperlukan kemasan yang kedap udara dan uap air (Justice dan Bass, 2002).


(17)

2 Kemunduran benih merupakan proses penurunan mutu secara berangsur-angsur dan kumulatif serta tidak dapat balik (irreversible) akibat perubahan fisiologis yang disebabkan oleh faktor dalam. Faktor yang mempengaruhi kemunduran benih pada saat penyimpanan yaitu genetika, struktur benih, komposisi kimia, fisiologis awal benih, dormansi, kelembaban, dan suhu. Kondisi biokimia pada benih yang mengalami kemunduran dapat ditunjukkan melalui penurunan aktivitas enzim, penurunan cadangan makanan, dan meningkatkan nilai konduktivitas. Penurunan aktivitas enzim merupakan indikasi biokimia yang penting karena akan mengakibatkan benih memiliki viabilitas yang rendah (Copeland dan Mc Donald, 2001).

Penurunan aktivitas enzim akan mempengaruhi kerja metabolisme dalam

perkecambahan benih. Proses perkecambahan benih diawali oleh proses imbibisi. Proses imbibisi yaitu proses penyusupan atau penyerapan air ke dalam ruangan antardinding sel sehingga dinding selnya akan mengembang. Kemunduran benih akan menyebabkan proses imbibisi berjalan dengan lambat. Hubungan laju proses imbibisi dan kegiatan enzim akan berpengaruh pada laju pertumbuhan kecambah. Kadar air benih yang rendah akan memperendah kecepatan aktivasi enzim di dalam sel saat perkecambahan yang akan terlihat pada daya tumbuh benih yang rendah (Halloin, 1983).

Benih disimpan dalam jangka waktu yang lama khususnya benih kedelai memiliki daya berkecambah yang rendah dibandingkan dengan benih yang baru dipanen. Salah satu cara untuk mengatasi daya berkecambah benih yang rendah yaitu dengan memberikan perlakuan hidrasi-dehidrasi pada benih. Perlakuan ini dapat


(18)

3 dilakukan dengan cara perendaman, pembasahan, dan pengeringan. Hidrasi-dehidrasi merupakan suatu metode perbaikan fisiologis dan biokemis dalam benih oleh media imbibisi berupa bahan pelarut organik dan anorganik. Keberhasilan perlakuan hidrasi-dehidrasi ini tergantung dari status viabilitas benih, metode hidrasi, suhu, waktu yang dibutuhkan untuk hidrasi. Dua lot benih yang diuji adalah benih kedelai yang diproduksi dari pemupukan NPK susulan saat berbunga (dosis 75 kg/ha dan 100 kg/ha) yang disimpan 9 bulan dan mempunyai status viabilitas sedang. Tujuan metode ini adalah mempercepat waktu perkecambahan, menyerempakkan perkecambahan, dan meningkatkan persentase perkecambahan (Basu dan Rudrapal (1982), yang dikutip oleh Wijayanti, 2004).

Berdasarkan latar belakang dan masalah yang telah dikemukakan, penelitian ini dilakukan untuk menjawab masalah-masalah yang akan dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimana status viabilitas dua lot benih kedelai varietas Anjasmoro yang mengalami deteriorasi selama penyimpanan 9 bulan?

2. Bagaimana viabilitas dua lot benih kedelai varietas Anjasmoro yang diberi perlakuan hidrasi-dehidrasi dan tanpa perlakuan hidrasi-dehidrasi ?

3. Bagaimana perbaikan viabilitas dua lot benih kedelai varietas Anjasmoro yang mengalami deteriorasi selama penyimpanan melalui metode pelembaban dan perendaman?

1.2 Tujuan penelitian

Berdasarkan identifikasi masalah, pembatasan masalah dan perumusan masalah, tujuan penelitian dirumuskan sebagai berikut:


(19)

4 1. Mengetahui status viabilitas dua lot benih kedelai varietas Anjasmoro yang

mengalami deteriorasi selama penyimpanan 9 bulan.

2. Mengetahui viabilitas dua lot benih kedelai varietas Anjasmoro yang diberi perlakuan hidrasi-dehidrasi dan tanpa perlakuan hidrasi-dehidrasi.

3. Mengetahui perbaikan viabilitas dua lot benih kedelai varietas Anjasmoro yang mengalami deteriorasi selama penyimpanan melalui metode pelembaban dan perendaman.

1.3 Landasan teori

Dalam rangka menyusun penjelasan teoretis terhadap pertanyaan yang telah dikemukakan, penulis menggunakan landasan teori sebagai berikut:

Benih yang berkualitas adalah benih yang telah masak fisiologis. Benih yang masak fisiologis memiliki bobot kering benih maksimum, daya berkecambah dan vigornya tinggi. Perlakuan penyimpanan yang kurang baik pada benih cenderung akan menurunkan daya berkecambah dan vigor benih akibat dari proses

deteriorasi benih (Pitojo, 2003).

Deteriorasi benih merupakan proses penurunan mutu yang secara berangsur-angsur dan tidak dapat balik (irreversible) akibat perubahan fisiologis yang disebabkan oleh faktor dalam benih. Deteriorasi benih dapat diketahui secara biokemis dan fisiologis. Indikasi biokimia kemunduran benih dapat dicirikan dengan penurunan aktivitas enzim, penurunan cadangan makanan, dan


(20)

5 daya berkecambah, peningkatan jumlah kecambah abnormal, dan terhambatnya pertumbuhan kecambah (Bewley and Black, 1985).

Faktor utama yang menyebabkan viabilitas benih menurun akibat proses deteriorasi benih dapat diidentifikasikan melalui penurunan aktivasi enzim. Aktivasi enzim yang menurun antara lain dehidrogenase, glutamat dekarboksilase, katalase, peroksidase, fenolase, amilase, dan sitokromoksidase. Proses deteriorasi menyebabkan terjadinya degradasi enzim yaitu perubahan komposisi enzim. Umumnya penurunan aktivitas enzim menyebabkan berkurangnya ATP dan suplai makanan di dalam benih sehingga daya berkecambah benih menurun. Penurunan aktivitas enzim disebabkan oleh kadar air dalam benih yang rendah. Kadar air dapat diberikan melalui perlakuan hidrasi-dehidrasi (Salisbury dan Ross,1995).

Perlakuan hidrasi-dehidrasi dapat menambahkan kadar air yang tersedia di dalam benih. Pengambilan air oleh benih yang bertujuan untuk meningkatkan kadar air benih disebut imbibisi. Faktor yang mempengaruhi imbibisi adalah (1) komposisi benih, (2) permeabilitas kulit benih, dan (3) ketersediaan air (Copeland dan Mc Donald, 2001).

Menurut Bewley dan Black (1985), penyerapan air oleh benih terbagi dalam tiga fase pada kondisi suplai air optimal. Pada fase I nilai potensial matrik tinggi sehingga potensial air benih jauh lebih rendah dibandingkan dengan substrat sekitarnya. Imbibisi berlangsung cukup besar baik pada benih dorman maupun tidak dorman. Fase II adalah lag phase penyerapan air. Metabolisme terjadi sebagai persiapan pemunculan radikula pada benih yang tidak dorman. Benih yang tidak dorman memasuki fase III yang ditandai dengan pemanjangan radikula


(21)

6 sedangkan benih dorman tidak terjadi pemanjangan radikula meskipun

bermetabolisme pada fase II. Peningkatan penyerapan air berhubungan dengan perubahan sel-sel radikula menandai kelengkapan perkecambahan.

Proses imbibisi yang dapat meningkatkan kadar air akan merangsang pembentukan molekul-molekul yang penting di dalam benih, meningkatkan aktivitas enzim, dan reaksi metabolik yang dapat meningkatkan daya

berkecambah pada benih yang mengalami deteriorasi. Pada kadar air benih yang rendah, asam lemak akan mengalami reaksi auto-oksidasi yang mengahasilkan radikal bebas dan akan bereaksi dengan hidrogen peroksida sehingga dihasilkan radikal hidrosil yang dapat merusak membran dan protein. Pada kadar air benih yang tinggi, enzim aktif dan terdapat antioksidan sehingga radikal bebas tidak akan bereaksi dengan hidrogen peroksida (McCormack, 2004).

Perlakuan hidrasi-dehidrasi menggunakan dua metode yaitu metode pelembaban dan perendaman. Metode pelembaban memberikan jumlah air secara terkontrol dan perlahan-lahan sehingga dapat mengurangi terjadinya kerusakan benih akibat kontak langsung antara benih dan air. Metode perendaman memberikan jumlah air secara terus-menerus tanpa terkontrol yang akan mengakibatkan dinding sel pecah. Diharapkan metode pelembaban dapat memperbaiki viabilitas benih pada benih yang mengalami deteriorasi (Erawan, 1996).


(22)

7 1.4 Kerangka pemikiran

Berdasarkan landasan teori yang telah dikemukakan, berikut ini disusun kerangka pemikiran untuk memberikan penjelasan teoritis terhadap perumusan masalah. Penyimpanan benih diharapkan dapat mempertahankan kualitas benih dalam kurun waktu tertentu sesuai dengan lamanya penyimpanan. Pengemasan benih bertujuan untuk melindungi benih dari faktor-faktor biotik dan abiotik.

Penggunaan bahan kemasan yang tepat dapat melindungi benih dari perubahan kondisi lingkungan simpan yaitu kelembaban nisbi dan suhu sehingga benih dapat disimpan lebih lama. Penyimpanan yang kurang baik pada benih cenderung akan menurunkan viabilitas dan vigor benih akibat dari proses deteriorasi benih selama penyimpanan berlangsung. Status viabilitas benih dapat diketahui dari gejala pertumbuhan benih yang terlihat pada daya berkecambah, kecepatan

berkecambah, keserempakan berkecambah, panjang kecambah dan bobot kering kecambah normal.

Deteriorasi benih merupakan proses penurunan mutu yang secara berangsur-angsur dan kumulatif serta tidak dapat balik (irreversible) akibat perubahan fisiologis yang disebabkan oleh faktor dalam benih. Deteriorasi benih dapat diketahui secara biokemis dan fisiologis. Indikasi biokemis kemunduran benih dapat dicirikan oleh penurunan aktivitas enzim, penurunan cadangan makanan, dan meningkatnya nilai konduktivitas. Indikasi fisiologis ditandai dengan penurunan daya berkecambah, peningkatan jumlah kecambah abnormal,

terhambatnya pertumbuhan kecambah. Penyebab deteriorasi benih yang paling mendominasi yaitu penurunan aktivitas enzim di dalam sel. Enzim yang


(23)

8 mengalami penurunan aktivitas di antaranya enzim-enzim katalase,

dehidrogenase, dan dekarboksilase asam glutamat. Penurunan aktivitas enzim tersebut akan menurunkan potensi respirasi sehingga dapat menurunkan tingkat energi (ATP) dan bahan makanan untuk proses perkecambahan. Perubahan aktivitas enzim ditunjukkan oleh perubahan komposisi dengan menambah atau menghilangkan gugus fungsional tertentu. Aktivitas enzim yang menurun disebabkan oleh kadar air dalam benih yang rendah. Kadar air dapat diberikan melalui perlakuan hidrasi-dehidrasi.

Perlakuan hidrasi-dehidrasi diawali dengan proses imbibisi pada sel yaitu penyerapan air dari potensial air tinggi ke potensial rendah. Proses imbibisi meningkatkan kadar air di dalam sel. Proses penyerapan air oleh benih (imbibisi) disebabkan oleh potensial air di dalam benih jauh lebih rendah dibandingkan dengan substrat sekitarnya sehingga terjadi penyerapan air yang menyebabkan terjadinya metabolisme pemunculan radikula dan kelengkapan perkecambahan ditandai oleh pemanjangan radikula.

Proses imbibisi menyebabkan kadar air dalam benih meningkat; peningkatan kadar air mendorong pembentukan enzim-enzim hidrolisis yang akan

mengkatalisis cadangan makanan kemudian diubah menjadi energi untuk

perkembangan selama perkecambahan. Jumlah antioksidan yang dihasilkan dari peningkatan aktivasi enzim katabolik dapat memperbaiki bagian-bagian selular yang rusak selama penyimpanan. Perlakuan hidrasi-dehidrasi pada benih yang mengalami deteriorasi dapat menunjukkan perbaikan viabilitas benih setelah penyimpanan. Status viabilitas benih yang diuji adalah viabilitas sedang


(24)

9 (daya berkecambah 60% dan 65%). Kedua lot berasal dari produksi benih yang pertanamannya diberi perlakuan pupuk NPK susulan (75 dan 100 kg/ha) dan telah disimpan 9 bulan.

Metode yang digunakan dalam perlakuan hidrasi-dehidrasi yaitu metode pelembaban dan perendaman. Metode pelembaban memberikan air secara

terkontrol sehingga benih tidak stres akibat dari kontak langsung antara benih dan air. Pemberian air secara tidak terkontrol merupakan aplikasi metode perendaman yang berakibat turgiditas dan volume benih bertambah sehingga menyebabkan pecahnya dinding sel. Diharapkan metode pelembaban lebih baik dalam memperbaiki viabilitas benih yang mengalami deteriorasi terutama pada benih yang mempunyai status viabilitas sedang.

1.5 Hipotesis

Dari landasan teori yang telah dikemukakan dapat disimpulkan hipotesis sebagai berikut:

1. Dua lot benih kedelai varietas Anjasmoro yang mengalami deteriorasi selama penyimpanan 9 bulan memiliki status viabilitas tertentu.

2. Perlakuan hidrasi-dehidrasi diduga dapat memperbaiki viabilitas dua lot benih kedelai varietas Anjasmoro yang mengalami deteriorasi selama penyimpanan dibandingkan dengan tanpa perlakuan hidrasi-dehidrasi.

3. Perbaikan viabilitas dua lot kedelai dengan metode pelembaban diduga lebih efektif dibandingkan dengan metode perendaman dalam memberikan suplai air ke dalam benih kedelai varietas Anjasmoro yang mengalami deteriorasi selama penyimpanan.


(25)

II. TINJAUAN PUSTAK A

2.1 Karakteristik dan Komposisi Kimia Benih Kedelai

Ukuran benih kacang kedelai berbeda-beda antarvarietas, ada yang kecil, sedang, dan besar. Warna bijinya kebanyakan kuning kecoklatan dan warna hitam. Komposisi kimia benih dan kandungan asam amino dapat dilihat pada Tabel 1 dan 2.

Tabel 1. Komposisi kimia benih kedelai (setiap 100 gram).

Komposisi Kimia Kadar

Kalori (Kal) Protein (g) Lemak (g) Karbohidrat (g) Kalsium (mg) Fospor (mg) Zat besi (mg) Vitamin A(SI) Vitamin B1 (mg) Air (g)

331,0 34,9 18,1 48,8 227,0 585,0 8,0 110,0 1,1 7,5 Sumber: Pitojo, 2003


(26)

11 Tabel 2. Kandungan asam amino dalam benih kacang kedelai.

Jenis asam amino Kandungan (%)

Isoleusin Leusin Lisin Fenilalanin Tirosin Methionin Sistin Treonin Triptofan Valin 3,4 4,8 4,0 3,1 2,0 0,8 1,1 2,5 0,9 3,3

Sumber: Pitojo, 2003

Benih legum pada dasarnya terdiri dari dua bagian, yaitu embrio dan kulit benih atau testa. Embrio terdiri dari dua kotiledon, dua helai daun kecil sekitar titik tumbuh atau plumula, hipokotil, dan radikel. Kedua kotiledon berukuran relatif besar dan lunak berisi cadangan makanan. Benih legum mempunyai dua lapis kulit benih. Lapisan sebelah dalam biasanya tipis dan lunak sedangkan kulit sebelah luar tebal dan keras yang berguna sebagai lapisan pelindung terhadap suhu, penyakit, dan sentuhan mekanis (Saleh, 2004).

Lapisan kulit benih legum terdapat struktur spesifik. Ciri yang jelas adalah hilum yang merupakan tempat pelekatan funiculus pada ovulum. Hilum biasanya memanjang dan terdiri dari dua lapisan sel palisade, yaitu palisade dalam dan palisade luar. Di dekat hilum terdapat mikrofil; mikrofil ini tertutup oleh sklereid pada benih-benih impermeabel. Struktur lain pada kulit benih adalah strophiola


(27)

12 yang merupakan jaringan yang menonjol, terletak dekat hilum tapi berlawanan tempat dengan mikrofil (Devlin danWitham, 1992).

2.2Penyimpanan Benih Kedelai

Pada hakikatnya, penyimpanan adalah periode menunggu bagi benih hingga saatnya ditanam oleh petani. Penyimpanan benih terdiri atas beberapa periode, yaitu periode penyimpanan di lapangan, periode penyimpanan setelah panen hingga saat pengolahan, periode penyimpanan sejak dikeringkan hingga menjadi benih bersertifikat, periode penyimpanan selama penyaluran dan penyimpanan oleh produsen, pengecer, sampai konsumen, dan periode benih oleh petani sebelum ditanam di lapangan (Pitojo, 2003).

Penyimpanan benih kacang-kacangan di daerah tropis lembab seperti di Indonesia dihadapkan kepada masalah daya simpan yang rendah. Pada waktu 3 bulan pada suhu kamar 30OC, benih kacang-kacangan tidak dapat mempertahankan

viabilitasnya pada kadar air 14%. Benih kedelai cepat mengalami kemunduran di dalam penyimpanan, disebabkan oleh kandungan lemak dan proteinnya relatif tinggi sehingga perlu ditangani secara serius sebelum disimpan karena kadar air benih akan meningkat jika suhu dan kelembaban ruang simpan cukup tinggi. Mencegah peningkatan kadar air benih selama penyimpanan, diperlukan kemasan yang kedap udara dengan lingkungan simpan yang terkendali. Umur simpan benih dipengaruhi oleh sifat benih, kondisi lingkungan, dan perlakuan manusia. Sedangkan daya simpan individu benih dipengaruhi oleh pengaruh genetik, pengaruh kodisi sebelum panen, pengaruh struktur dan komposisi benih, benih


(28)

13 keras, kemasakan benih, ukuran benih, dormansi benih, kadar air benih, kerusakan mekanis, dan vigor (Justice dan Bass, 2002).

Benih kedelai memiliki daya simpan lebih rendah daripada benih padi dan jagung. Benih kedelai yang keras, berukuran kecil, atau berkulit hitam lebih tahan

disimpan daripada benih kedelai yang tidak keras, berukuran besar, atau berwarna kuning karena sifat genetis antara kedua jenis kedelai tersebut berbeda. Kualitas fisiologis benih pada awal penyimpanan sangat berpengaruh terhadap daya simpan benih. Selama penyimpanan, daya kecambah benih akan mengalami penurunan jika ruang simpan tidak terkontrol (Pitojo, 2003).

Selama penyimpanan, benih mengalami proses enzimatik, antara lain respirasi dan katabolisme lemak. Jika temperatur di dalam gudang penyimpanan tinggi, proses enzimatis semakin meningkat sehingga memperpendek daya simpan benih. Benih kedelai bersifat higroskopis, yakni menyerap lengas udara di sekitarnya untuk meningkatkan kadar air benih sehingga terjadi keseimbangan antara kadar air benih dengan kelembapan udara. Oleh karena itu, jika benih dibiarkan terbuka dalam waktu yang cukup lama, laju penurunan mutu benih akan semakin cepat. Penyimpanan benih yang tidak baik akan mempercepat proses kemunduran benih. (Justice and Bass, 2002).

2.3 Kemunduran Benih

Kemunduran benih merupakan penurunan sebagian kualitas, sifat, atau viabilitas benih yang mengakibatkan vigor menjadi rendah. Benih mencapai kualitas maksimum pada saat masak fisiologis dan pada saat penyimpanan benih mengalami kemunduran. Laju kemunduran benih tergantung dari besarnya


(29)

14 derajat penyimpanan terhadap keadaan optimum untuk mencapai kualitas

optimum (Titipata, 2004).

Kemunduran benih tidak dapat dihentikan, tetapi hanya dapat diperlambat, yaitu dengan mengendalikan faktor lingkungan pada penyimpanan agar kemunduran benih dapat ditekan semaksimal mungkin. Benih yang mengalami deteriorasi selama penyimpanan melalui tahap-tahap kerusakan benih. Kerusakan benih diawali dengan kerusakan membran yang merubah kondisi membran dari selektif menjadi tidak selektif. Hal ini akan mempengaruhi kerja enzim dalam

menghasilkan energi yang dibutuhkan benih untuk berespirasi. Rendahnya laju respirasi dalam benih akan memperlambat pertumbuhan dan perkecambahan benih sehingga benih tidak memiliki daya simpan yang kuat untuk bertahan hidup. Kehilangannya daya tahan benih selama disimpan akan mempengasruhi laju perkecambahan benih menjadi lambat sehingga pertumbuhan kecambah yang dihasilkan menjadi abnormal dan keseragaman pertumbuhan benih rendah (Copeland dan Mc Donald, 2001).

Kemunduran benih digolongkan menjadi dua yaitu kemunduran fisiologis yaitu kemunduran yang berhubungan dengan faktor lingkungan benih dan kemunduran biokemis yaitu kemunduran yang berkaitan dengan bahan-bahan yang terkandung di dalam benih. Benih yang mengalami kemunduran dapat dilihat dari gejala fisiologis antara lain perubahan warna benih, menurunnya daya berkecambah, menurunnya toleransi terhadap kondisi simpan yang kurang baik, peka terhadap radiasi, dan meningkatnya kecambah abnormal (Halloin, 1983).


(30)

15 Gejala biokimia benih dapat dilihat dari perubahan aktivasi enzim, perubahan respirasi, dan permeabilitas membran, serta berkurangnya cadangan makanan. Kemunduran benih dapat dicirikan dengan mundurnya daya berkecambah benih. Berdasarkan pinsip-prinsip genetik dan fisiologis, proses kemunduran benih dapat disebabkan oleh banyak hal seperti perubahan pada struktur senyawa protein, berkurangnya cadangan makanan, pembentukkan asam lemak, aktivitas enzim, perubahan kromosom, kerusakan membran, dan proses respirasi. Faktor utama penyebab kemunduran benih ialah penurunan aktivitas enzim yang akan berakibat pada keserempakan perkecambahan (Bunyamin, 2001).

Kemunduran benih selalu berbanding terbalik dengan viabilitas benih. Benih yang mengalami kemunduran memiliki kerusakan pada bagian-bagian di dalam sel benih yang dapat terlihat dengan penurunan viabilitas benih (Gambar 1).

Gambar 1. Hubungan kemunduran benih dan viabilitas benih.

2.4 Perlakuan Hidrasi-dehidrasi terhadap Viabilitas Benih

Perlakuan hidrasi-dehidrasi merupakan salah satu bentuk perbaikkan viabilitas benih dan memberikan harapan dalam memperbaiki kualitas benih. Perlakuan

Nilai mutu benih

Kemunduran


(31)

16 hidrasi memberikan sejumlah air ke dalam benih untuk mengaktifkan kerja enzim yang dibutuhkan dalam proses perkecambahan sedangkan dehidrasi merupakan perlakuan pengeringan agar bobot benih kembali menjadi bobot semula. Proses hidrasi-dehidrasi melalui berbagai proses yaitu imbibisi air, pengaktifan enzim dan hormon, proses perombakan cadangan makanan, pertumbuhan awal embrio, pecahnya kulit benih dan munculnya akar, dan pertumbuhan kecambah. Proses imbibisi terjadi penyerapan air secara cepat oleh lapisan bikoloid benih yang kering, reaktivasi makro molekul dan organel, dan respirasi yang menghasilkan ATP untuk suplai energi (Bewley and Black, 1985).

Menurut Marwanto (2007), proses imbibisi terjadi karena terdapat perbedaan antara potensial air benih dan lingkungan. Air selalu mengalir dari potensial tinggi ke potensial rendah. Benih-benih yang memiliki kadar air yang rendah dari hasil proses penyimpanan yang cukup lama dapat disuplai air dari lingkungan ke dalam benih. Kecepatan proses imbibisi dipengaruhi beberapa faktor antara lain: jenis benih, kemasakan benih, permeabilitas kulit benih, dan jumlah air yang tersedia di sekitar benih. Masuknya air ke dalam benih merupakan awal

terjadinya peningkatan aktivitas metabolisme. Meningkatnya metabolisme juga dapat meningkatkan laju respirasi. Aktifnya respirasi pada awal perkecambahan tidak hanya menyediakan substrat respirasi glukosa di dalam embrio tetapi juga aktivitas enzim yang merupakan katalisator biologi. Enzim-enzim itu adalah protein dan aktivitasnya distimulir oleh adanya air yang membasahi embrio.

Peranan air dalam perkecambahan adalah melunakkan kulit benih sehingga


(32)

17 masuknya oksigen ke dalam benih, dan mengencerkan protoplasma sehingga dapat berfungsi (Marwanto, 2007).

Gambar 2. Pola penyerapan air oleh benih pada kondisi yang optimum terdiri dari 3 fase pada perkecambahan benih.

Fase I secara umum disebut sebagai proses imbibisi. Pada fase ini penyerapan air berlangsung pada laju yang tinggi dan semata-mata adalah proses fisik yang terjadi sebagai akibat dari potensial matriks dinding dan isi sel. Fase ini tetap berlangsung tanpa bergantung pada kondisi benih dorman atau nondorman, hidup, dan mati. Fase II adalah fase penyerapan lambat dan dikenal sebagai periode

lambat (”lag period”), yaitu potensial matriks sel benih bernilai sama dengan potensial osmotik larutan atau air di sekitarnya. Benih mati atau dorman akan tetap berada pada Fase II, tanpa pernah memasuki fase III. Fase III adalah fase penyerapan air secara aktif. Laju penyerapan air meningkat kembali diiringi dengan mulai nampaknya tanda-tanda perkecambahan benih (Bewley and Black, 1985).

Menurut Basu dan Rudrapal (1982 yang dikutip oleh Susilawati, 1996), hidrasi-dehidrasi dapat dilakukan dengan cara pelembaban dan perendaman dalam suatu


(33)

18 periode waktu tertentu yang diikuti dengan pengeringan benih sampai kembali pada berat semula.

Perlakuan ini terdiri dari empat macam cara sebagai berikut: (1) Perendaman-pengeringan

Benih direndam dalam air yang mempunyai volume dua kali volume air selama 2 – 6 jam (tergantung dari jenis benih) dan sekali-kali diaduk. Kemudian benih dikeringkan sampai kadar air dengan cahaya matahari langsung atau oven suhu 300C.

(2) Pencelupan-pengeringan

Benih dicelupkan ke dalam air selama 2—5 menit, kemudian dilembabkan pada media basah selama 2—6 jam. Setelah dicelup dan dilembabkan, benih dikeringkan seperti cara (1). Cara ini efektif untuk benih bervigor tinggi. (3) Penyemprotan-pengeringan

Benih dihamparkan dalam satu lapisan, kemudian disemprotkan dengan air hingga kadar air 20% (berat basah). Penyemprotan menggunakan 200 ml air untuk 1 kg benih. Setelah disemprot benih dikeringkan seperti cara (1). Cara ini kurang efektif dibandingkan dengan cara perendaman-pengeringan. (4) Pelembaban tinggi-pengeringan

Pelembaban tinggi dilakukan dengan cara meletakkan benih dalam hamparan tipis pada udara jenuh uap air (kelembaban nisbi 100% dan suhu 300C) selama 24—72 jam, kemudian dikeringkan seperti cara (1). Cara ini dapat

mengurangi kerusakan akibat kontak langsung antara benih dan air. Pada benih kacang-kacangan cara ini cukup efektif khususnya pada benih yang bervigor rendah.


(34)

III. BAHAN DAN METODE

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Benih dan Pemuliaan Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada bulan Juni tahun 2009.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan adalah dua lot benih kedelai varietas Anjasmoro yang berasal dari dua mutu benih yang berbeda yaitu 60% dan 65% (benih yang berviabilitas sedang) dan telah disimpan dalam kemasan palstik selama sembilan bulan, aquabides, kertas merang, dan kertas label,

Alat-alat yang digunakan adalah oven, karet gelang, alat tulis, kamera digital, penggaris, plastik, moisture tester, konduktivitimeter, botol kaca, dan timbangan.

3.3 Metode Penelitian

Untuk mejawab pertanyaan dalam perumusan masalah dan untuk menguji hipotesis yang telah dikemukakan, serta mengetahui pengaruh perlakuan yang telah diberikan maka data dianalisis, dijabarkan, dan disajikan menggunakan histrogram.


(35)

20

3.4 Pelaksanaan Penelitian

Benih kedelai varietas Anjasmoro berasal dari dua lot benih yang telah mengalami penyimpanan dalam plastik kedap udara selama 9 bulan. Lot satu merupakan lot benih yang berasal dari benih yang mempunyai daya berkecambah sebesar 60% yang diproduksi dari perlakuan NPK susulan saat berbunga dengan dosis 75 kg/ha dan lot dua berasal dari lot benih yang mempunyai daya berkecambah 65% yang diproduksi dari perlakuan NPK susulan saat berbunga dengan dosis 100 kg/ha. Masing-masing lot benih diambil 1.350 butir, diambil secara acak menggunakan alat pembagi tepat benih sampai diperoleh sampel pengujian. Sampel lot benih dibagi menjadi tiga bagian dengan cara dilembabkan (D1), direndam (D2), dan kontrol (tanpa hidrasi-dehidrasi). Perlakuan hidrasi-dehidrasi dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan aquabides pada saat direndam dan menggunakan kertas merang pada saat pelembaban. Perlakuan dengan metode perendaman yaitu dengan cara merendam benih dalam aquabides yang mempunyai volume dua kali volume benih selama empat jam kemudian dikeringkan. Perlakuan dengan metode pelembaban dilakukan dengan cara melembabkan benih pada kertas merang selama 18 jam kemudian benih dikeringkan. Pengujian ditanam di atas tiga lembar kertas merang dan ditutup dengan dua lembar kertas merang, kemudian digulung hingga membentuk gulungan yang rapih. Gulungan yang telah rapih diberi label yang tertuliskan tanggal pengujian, jenis pengujian, dan nama penguji. Benih yang telah ditanam dikecambahkan dalam germinator atau alat pengecambah benih dalam keadaan berdiri. Pada umur tiga hingga tujuh hari dilakukan pengamatan sesuai dengan variabel yang diamati.


(36)

21 3.5 Pengamatan

Untuk menguji kesahihan kerangka pemikiran dan hipotesis dilakukan pengamatan sebagai berikut:

1. Daya berkecambah

Persentase kecambah normal dari 50 butir benih yang ditanam dihitung berdasarkan nisbah jumlah kecambah normal yang dihasilkan pada periode pengujian 5 dan 7 hari setelah tanam. Satuan yang digunakan ialah persen (%). Persentase kecambah yang tumbuh dihitung dengan rumus:

jumlah bibit normal

--- X 100% 50 butir benih

(Sadjad, 1999) 2. Kecepatan berkecambah

Kecepatan berkecambah benih adalah kemampuan benih untuk berkecambah normal per satuan waktu. Evaluasi kecambah normal benih dapat dilihat per hari pengamatan selama periode pengujian 3, 4, 5, 6, dan 7 hari setelah tanam. Satuan yang digunakan ialah persen per hari (%/hari).

Kecepatan berkecambah benih dapat dihitung menggunakan rumus: % KN1 +...+KNn

KCt = --- --- t1 tn Keterangan :

KCt : Kecepatan berkecambah KN : Kecambah normal t : Waktu (etmal)


(37)

22 3. Keserempakan berkecambah

Pengamatan keserempakan berdasarkan jumlah kecambah normal kuat pada hari pengamatan ke-6 dengan memisahkan kecambah normal kuat, normal lemah, abnormal, dan mati. Satuan yang digunakan ialah persen (%).

4. Panjang kecambah

Tinggi kecambah diukur dari ujung akar sampai titik tumbuh pada batang utama kecambah kedelai yang dianggap normal pada umur 6 hari. Satuan yang

digunakan centimeter (cm).

5. Bobot kering kecambah

Bobot kering kecambah di timbang berdasarkan kecambah normal kuat yang telah dipisahkan dari kotiledon yang diukur dalam satuan gram. Kecambah dioven pada suhu 70 0C selama 3 x 24 jam atau sampai bobotnya konstan. Setelah

bobotnya konstan, kecambah ditimbang dengan timbangan digital dalam ketelitian 4 desimal. Satuan yang digunakan ialah gram (g).

6. Daya Hantar Listirk (DHL)

Daya hantar listrik (DHL) merupakan salah satu tolak ukur daya simpan benih dengan menghitung DHL larutan anorganik dari bahan rembesan benih. Cara pengukuran DHL yaitu benih dipisahkan menjadi 50 butir untuk kontrol, 50 butir untuk metode pelembaban, dan 50 butir untuk metode perendaman. Setiap tiga ulangan diulang dua kali. Perlakuan kontrol, benih langsung direndam dengan aquabides. Pada metode pelembaban, benih dilembabkan terlebih dahulu pada media kertas merang selama 18 jam dan pada metode perendaman benih direndam terlebih dahulu selama 4 jam. Benih yang telah diberi perlakuan pelembaban dan


(38)

23 perendaman dikeringkan kemudian direndam dalam aquabides sebanyak 250 ml air dengan 50 butir benih kedelai setiap perlakuan.

Daya hantar listrik diukur setelah benih direndam selama 24 jam pada suhu kamar 250C. Setiap hasil daya hantar listrik dikurangkan dengan hasil blangko yaitu air aquabides yang tidak terisi benih. Satuan yang digunakan ialah µMhos/cm g. Benih diukur konduktivitimeter model DA-LR-1928 (La Motte Chemical, USA) dan menggunakan rumus:

DHL terukur – DHL blanko

DHL =


(39)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari penelitian yang telah dilakukan, maka diperoleh simpulan sebagai berikut:

1. Viabilitas dua lot benih kedelai varietas Anjasmoro yang mengalami

deteriorasi selama penyimpanan 9 bulan berada pada status viabilitas sedang. 2. Perlakuan hidrasi-dehidrasi dapat memperbaiki viabilitas dua lot benih kedelai

yang mengalami deteriorasi, diawali dengan pengaktifan enzim yang terlihat pada variabel daya berkecambah, kecepatan berkecambah, keserempakan berkecambah, panjang kecambah, dan bobot kering kecambah normal.

3. Perbaikan viabilitas dua lot benih kedelai varietas Anjasmoro yang mengalami deteriorasi melalui metode pelembaban lebih efektif dibandingkan dengan metode perendaman terlihat pada variabel daya berkecambah, kecepatan berkecambah, keserempakan berkecambah, panjang kecambah, dan bobot kering kecambah normal.

5.2 Saran

Dari hasil penelitian disarankan agar penelitian mengenai pengaruh hidrasi-dehidrasi efektif digunakan pada benih-benih yang memiliki viabilitas sedang yaitu berkisar 60 – 90%.


(40)

DAFTAR PUSTAKA

Bunyamin, L. 2001. Dasar - Dasar Fisiologi Tumbuhan. Grafindo Persada. Jakarta. 201 hlm.

Bewley, J. D. and M. Black. 1985. Seed Physiology of Development and Germination. Plenum Press. New York. 367 p.

Copeland, L. O dan Miller B. Mc Donald. 2001. Principles of Seed Science and Technology Fourth Edition. Norwell. Massachusetts USA. 467 p.

Devlin, R. M and F. H. Witham. 1992. Plant Physiology. Wardsworth Publishing Company. California. 105 p.

Erawan, D. 1996. Pengaruh hidrasi-dehidrasi terhadap daya dan

kekuatan tumbuh benih jagung (Zea mays L.) varietas Arjuna pada tiga tingkat viabilitas. (Skripsi). Universitas Lampung. Bandar Lampung. 64hlm.

Halloin, J.M. 1983. Deterioration resistance mechanisms in seed. Plant Physiologist 73: 335 – 339.

Justice, O.L. dan L.N. Bass. 2002. Prinsip dan Praktek Penyimpanan Benih. Diterjemahkan oleh Rennie Roesli. Rajawali Press. Jakarta. 446 hlm. Konsta, A. 1995. Dielectric and conductivity studies of the hydration mechanisms in plant seeds. Biophysical Journal 70: 1485 – 1493.

Marwanto. 2007. Hubungan antara kandungan lignin kulit benih dengan sifat- sifat khusus kulit benih kacang hijau. Ilmu-ilmu Pertanian Indonesia 9: 6 – 11.

McCormack, J. 2004. Seed Processing and Strorage. Norwell. Massachusetts USA. Page 1 – 110.

Pitojo, S. 2003. Benih Kedelai. Kanisius. Yogyakarta. 83 hlm.

Sadjad, S. 1984. Kuantifikasi Metabolisme Benih. PT Gramedia Widiasarana Indonesia. Jakarta. 145 hlm.


(41)

_______. 1993. Dari Benih Kepada Benih. PT. Gramedia Widiasarana Indonesia. Jakarta. 103 hlm.

Sadjad, S. dan S. Ilyas. 1999. Parameter Pengujian Vigor Benih dari Komparatif ke Simulatif. Grasindo. Jakarta. 185 hlm.

Salisbury, F.B. dan C.W. Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 3.

Diterjemahkan dari Plant Physiology oleh D.R. Lukman, dan Sumaryono. Disunting oleh Niksolihin, S. Penerbit ITB. Bandung. 343 hlm.

Saleh, M. S. 2004. Pematahan dormansi benih aren secara fisik pada berbagai lama ekstraksi buah. Agrosains 6 (2): 79 – 83.

Susilawati, Pepi Nur. 1996. Pengaruh metode hidrasi-dehidrasi terhadap daya dan kekuatan tumbuh benih bunga matahari (Helianthus annuus L) pada tiga tingkat viabilitas. (Skripsi). Universitas Lampung. Bandar Lampung. 66 hlm.

Tatipata, A. 2004. Kajian aspek fisiologi dan biokimia deteriorasi benih kedelai dalam penyimpanan. Ilmu Pertanian 2: 76 – 87.

Wijayanti, A. 2004. Pengaruh hidrasi-dehidrasi pada viabilitas dua lot benih kacang hijau (Vigna radiata L). (Skripsi). Universitas Lampung. Bandar Lampung. 71 hlm.


(42)

(1)

22 3. Keserempakan berkecambah

Pengamatan keserempakan berdasarkan jumlah kecambah normal kuat pada hari pengamatan ke-6 dengan memisahkan kecambah normal kuat, normal lemah, abnormal, dan mati. Satuan yang digunakan ialah persen (%).

4. Panjang kecambah

Tinggi kecambah diukur dari ujung akar sampai titik tumbuh pada batang utama kecambah kedelai yang dianggap normal pada umur 6 hari. Satuan yang

digunakan centimeter (cm).

5. Bobot kering kecambah

Bobot kering kecambah di timbang berdasarkan kecambah normal kuat yang telah dipisahkan dari kotiledon yang diukur dalam satuan gram. Kecambah dioven pada suhu 70 0C selama 3 x 24 jam atau sampai bobotnya konstan. Setelah

bobotnya konstan, kecambah ditimbang dengan timbangan digital dalam ketelitian 4 desimal. Satuan yang digunakan ialah gram (g).

6. Daya Hantar Listirk (DHL)

Daya hantar listrik (DHL) merupakan salah satu tolak ukur daya simpan benih dengan menghitung DHL larutan anorganik dari bahan rembesan benih. Cara pengukuran DHL yaitu benih dipisahkan menjadi 50 butir untuk kontrol, 50 butir untuk metode pelembaban, dan 50 butir untuk metode perendaman. Setiap tiga ulangan diulang dua kali. Perlakuan kontrol, benih langsung direndam dengan aquabides. Pada metode pelembaban, benih dilembabkan terlebih dahulu pada media kertas merang selama 18 jam dan pada metode perendaman benih direndam terlebih dahulu selama 4 jam. Benih yang telah diberi perlakuan pelembaban dan


(2)

23 perendaman dikeringkan kemudian direndam dalam aquabides sebanyak 250 ml air dengan 50 butir benih kedelai setiap perlakuan.

Daya hantar listrik diukur setelah benih direndam selama 24 jam pada suhu kamar 250C. Setiap hasil daya hantar listrik dikurangkan dengan hasil blangko yaitu air aquabides yang tidak terisi benih. Satuan yang digunakan ialah µMhos/cm g. Benih diukur konduktivitimeter model DA-LR-1928 (La Motte Chemical, USA) dan menggunakan rumus:

DHL terukur – DHL blanko

DHL =


(3)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari penelitian yang telah dilakukan, maka diperoleh simpulan sebagai berikut:

1. Viabilitas dua lot benih kedelai varietas Anjasmoro yang mengalami

deteriorasi selama penyimpanan 9 bulan berada pada status viabilitas sedang. 2. Perlakuan hidrasi-dehidrasi dapat memperbaiki viabilitas dua lot benih kedelai

yang mengalami deteriorasi, diawali dengan pengaktifan enzim yang terlihat pada variabel daya berkecambah, kecepatan berkecambah, keserempakan berkecambah, panjang kecambah, dan bobot kering kecambah normal.

3. Perbaikan viabilitas dua lot benih kedelai varietas Anjasmoro yang mengalami deteriorasi melalui metode pelembaban lebih efektif dibandingkan dengan metode perendaman terlihat pada variabel daya berkecambah, kecepatan berkecambah, keserempakan berkecambah, panjang kecambah, dan bobot kering kecambah normal.

5.2 Saran

Dari hasil penelitian disarankan agar penelitian mengenai pengaruh hidrasi-dehidrasi efektif digunakan pada benih-benih yang memiliki viabilitas sedang yaitu berkisar 60 – 90%.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Bunyamin, L. 2001. Dasar - Dasar Fisiologi Tumbuhan. Grafindo Persada. Jakarta. 201 hlm.

Bewley, J. D. and M. Black. 1985. Seed Physiology of Development and Germination. Plenum Press. New York. 367 p.

Copeland, L. O dan Miller B. Mc Donald. 2001. Principles of Seed Science and Technology Fourth Edition. Norwell. Massachusetts USA. 467 p.

Devlin, R. M and F. H. Witham. 1992. Plant Physiology. Wardsworth Publishing Company. California. 105 p.

Erawan, D. 1996. Pengaruh hidrasi-dehidrasi terhadap daya dan

kekuatan tumbuh benih jagung (Zea mays L.) varietas Arjuna pada tiga tingkat viabilitas. (Skripsi). Universitas Lampung. Bandar Lampung. 64hlm.

Halloin, J.M. 1983. Deterioration resistance mechanisms in seed. Plant Physiologist 73: 335 – 339.

Justice, O.L. dan L.N. Bass. 2002. Prinsip dan Praktek Penyimpanan Benih. Diterjemahkan oleh Rennie Roesli. Rajawali Press. Jakarta. 446 hlm. Konsta, A. 1995. Dielectric and conductivity studies of the hydration mechanisms in plant seeds. Biophysical Journal 70: 1485 – 1493.

Marwanto. 2007. Hubungan antara kandungan lignin kulit benih dengan sifat- sifat khusus kulit benih kacang hijau. Ilmu-ilmu Pertanian Indonesia 9: 6 – 11.

McCormack, J. 2004. Seed Processing and Strorage. Norwell. Massachusetts USA. Page 1 – 110.

Pitojo, S. 2003. Benih Kedelai. Kanisius. Yogyakarta. 83 hlm.

Sadjad, S. 1984. Kuantifikasi Metabolisme Benih. PT Gramedia Widiasarana Indonesia. Jakarta. 145 hlm.


(5)

_______. 1993. Dari Benih Kepada Benih. PT. Gramedia Widiasarana Indonesia. Jakarta. 103 hlm.

Sadjad, S. dan S. Ilyas. 1999. Parameter Pengujian Vigor Benih dari Komparatif ke Simulatif. Grasindo. Jakarta. 185 hlm.

Salisbury, F.B. dan C.W. Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 3.

Diterjemahkan dari Plant Physiology oleh D.R. Lukman, dan Sumaryono. Disunting oleh Niksolihin, S. Penerbit ITB. Bandung. 343 hlm.

Saleh, M. S. 2004. Pematahan dormansi benih aren secara fisik pada berbagai lama ekstraksi buah. Agrosains 6 (2): 79 – 83.

Susilawati, Pepi Nur. 1996. Pengaruh metode hidrasi-dehidrasi terhadap daya dan kekuatan tumbuh benih bunga matahari (Helianthus annuus L) pada tiga tingkat viabilitas. (Skripsi). Universitas Lampung. Bandar Lampung. 66 hlm.

Tatipata, A. 2004. Kajian aspek fisiologi dan biokimia deteriorasi benih kedelai dalam penyimpanan. Ilmu Pertanian 2: 76 – 87.

Wijayanti, A. 2004. Pengaruh hidrasi-dehidrasi pada viabilitas dua lot benih kacang hijau (Vigna radiata L). (Skripsi). Universitas Lampung. Bandar Lampung. 71 hlm.


(6)