Analisis Kesalahan Kata Berimbuhan dalam Teks Negosiasi Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Kota Tangerang Selatan Semester Genap Tahun Pelajaran 2015/2016

ANALISIS KESALAHAN KATA BERIMBUHAN
DALAM TEKS NEGOSIASI SISWA KELAS X
SMA NEGERI 1 KOTA TANGERANG SELATAN
SEMESTER GENAP TAHUN PELAJARAN 2015/2016
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta sebagai Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S. Pd.)

Oleh:
Putri Anggraeni Ruminto
NIM 1112013000042

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2016

i

ii


iii

ABSTRAK
Putri Anggraeni Ruminto. (NIM: 1112013000042) “Analisis Kesalahan
Kata Berimbuhan dalam Teks Negosiasi Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Kota
Tangerang Selatan Semester Genap Tahun Pelajaran 2015/2016”. Jurusan
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan. Dosen Pembimbing: Dr. Hindun, M. Pd. 2016.
Tujuan penelitian skripsi ini mendeskripsikan kesalahan kata berimbuhan
dalam teks negosiasi siswa kelas X semester genap di SMA Negeri 1 Kota
Tangerang Selatan tahun pelajaran 2015/2016. Target dari penelitian ini
berjumlah 30 siswa.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian
deskriptif kualitatif dengan prosedur kerja melihat, mengamati,
mengklasifikasikan, membedakan, dan mendeskripsikan kesalahan yang terjadi
dalam penulisan kata berimbuhan. Model analisis deskriptif kualitatif inilah
yang menjadi pilihan dalam menyajikan data, kemudian menganalisisnya dan
mendeskripsikan kesalahannya.
Hasil analisis data ditemukan kesalahan dan pembentukan kata yang keliru

pada: 1) kesalahan pemakaian awalan (Prefiks) di- sebanyak 52 kesalahan
dengan persentase 50%. 2) kesalahan pemakaian awalan (Prefiks) ke- sebanyak
28 kesalahan dengan persentase 26,92%. 3) kesalahan pemakaian awalan
(Prefiks) me- sebanyak 2 kesalahan dengan persentase 1,92%. 4) kesalahan
pemakaian akhiran (Sufiks) –i sebanyak 2 kesalahan dengan persentase 1,92%.
5) kesalahan pemakaian akhiran (Sufiks) –kan sebanyak 8 kesalahan dengan
persentase 7,69%. 6) kesalahan pemakaian imbuhan gabung (Konfiks)
sebanyak 12 kesalahan dengan persentase 11,53%.

Kata Kunci: analisis kesalahan, kata berimbuhan, dan teks negosiasi.

iv

ABSTRACT
Putri Anggraeni Ruminto. (NIM: 1112013000042) “Mistake Analysis of
Affix Words in Negotiating Text Tenth Grade of SMA Negeri 1 Kota
Tangerang Selatan Second Semester Academic Year 2015/2016”. The
Department of Indonesian Language and Literature. Faculty of Tarbiyah and
Teachers‘ Training. Advisor: Dr. Hindun, M. Pd. 2016.
This research was intended to describe mistake of affix word in the

negotiating text of the tenth grade students in the second semester of SMA
Negeri 1 Kota Tangerang Selatan in 2015/2016 academic year. The sample
consisted of 30 students.
Descriptive qualitative analysis was used in the investigation, data
presentation, data analysis, and data description. Method used in this research
is descriptive qualitative analysis, the researcher used the procedure of
observing, perceiving, classifying, differentiating, and describing mistake that
happened in students‘ writing of affix words.
This study revealed that the mistake of forming wrong word is: 1) Mistake
of usage of prefix di- as much as 52 errors with percentage 50%. 2) Mistake of
usage of prefix ke- as much as 28 errors with percentage 26,92%. 3) Mistake of
usage of prefix me- as much as 2 errors with percentage 1,92%. 4) Mistake
usage of suffix -i as much as 2 errors with percentage 1, 92%. 5) Mistake of
usage of suffix –kan as much as 8 errors with percentage 7,69%. 6) Mistake of
usage of confix as much as 12 errors with percentage 11,53%.

Keywords: mistake analysis, the affix words, and the negotiating text

v


KATA PENGANTAR

Alhamdulillahhirabbil ‘alamin, puji dan syukur penulis haturkan ke
hadirat Allah Swt yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahnya, sehingga
penulis bisa menyelesaikan skripsi ini, selawat serta salam senantiasa tercurah
kepada Rasulullah Muhammad Saw, yang telah menuntun kita dari zaman
kegelapan ke zaman yang terang benderang ini.
Skripsi yang berjudul “Analisis Kesalahan Kata Berimbuhan dalam Teks
Negosiasi Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Kota Tangerang Selatan Semester
Genap Tahun Pelajaran 2015/2016” disusun untuk memenuhi syarat meraih
gelar sarjana strata satu (S1) Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas
Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta. Penyusunan skripsi ini tidak pernah terlepas dari dukungan berbagai
pihak kepada penulis, baik moral maupun materi. Oleh karena itu,
perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, M. A. sebagai Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah
dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. Makyun Subuki, M. Hum. sebagai Ketua Jurusan PBSI yang telah
memberikan nasihat yang bermanfaat untuk penulis.
3. Dr. Hindun, M. Pd. sebagai dosen pembimbing yang telah bersedia

meluangkan waktu, sabar dalam membimbing, memberikan tenaga, pikiran,
dan motivasinya kepada penulis sehingga penulis bisa menyusun skripsi ini.
4. Seluruh dosen Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang telah
memberikan motivasi dan ilmunya kepada penulis selama proses
perkuliahan.
5. Drs. H. Sujana, M. Pd. sebagai kepala SMA Negeri 1 Kota Tangerang
Selatan dan pihak sekolah yang telah memberikan izin serta membimbing
penulis selama melakukan penelitian di sekolah.

vi

6. Keluarga penulis, Bapak Ito dan Ibu Siti Romlah yang telah memberikan
doa, motivasi, moril, dan materil semoga Allah senantiasa memberikan
rahamat-Nya tidak lupa juga untuk adik-adik.
7. Adik-adik yaitu Ilhammulloh Dwi Ruminto dan Ismawati Rizqia Ruminto
yang senantiasa memberikan motivasi dan dukungannya kepada penulis.
8. Teman-teman yaitu Ulfah Sundusiah, Povi Maspupah, dan Yayah Nur
Asyani yang selalu memberikan motivasi dan dukungannya kepada penulis
selama proses menuntut ilmu.
Penulis berharap semoga semua pihak yang telah membantu penulis dalam

proses penyusunan skripsi ini bisa menerima balasan amal dan kebaikan dari
Allah Swt. Tidak dapat dipungkiri masih ada kekurangan dan kesalahan
penulis mengharapkan saran dan kritiknya. Semoga skripsi ini bisa bermanfaat
bagi peneliti yang memerlukannya.

Jakarta, 24 Agustus 2016
Penulis

Putri Anggraeni Ruminto
1112013000042

vii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING .................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI ............................................................. ii
LEMBAR PERNYATAAN .............................................................................. iii
ABSTRAK ......................................................................................................... iv

ABSTRACT ........................................................................................................ v
KATA PENGANTAR ....................................................................................... vi
DAFTAR ISI .................................................................................................... viii
DAFTAR TABEL .............................................................................................. x
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ..................................................................... 1
B. Identifikasi Masalah ........................................................................... 5
C. Pembatasan Masalah .......................................................................... 5
D. Rumusan Masalah .............................................................................. 5
E. Tujuan Penelitian ............................................................................... 6
F. Manfaat Penenelitian .......................................................................... 6
BAB II LANDASAN TEORETIS
A. Landasan Teori ................................................................................. 7
1. Analisis Kesalahan ..................................................................... 7
2. Hakikat Kata ............................................................................. 10

viii

3. Hakikat Kata Berimbuhan (Afiksasi) ....................................... 13

4. Hakikat Teks ............................................................................. 41
5. Hakikat Teks Negosiasi ............................................................ 44
B. Penelitian yang Relevan ................................................................... 50

BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian .................................................... 53
B. Metode Penelitian....................................................................... 53
C. Sumber Data ............................................................................... 54
D. Teknik Pengumpulan Data ......................................................... 55
E. Teknik Analisis Data .................................................................. 57
F. Instrumen Penelitian................................................................... 59
G. Instrumen

Analisis

Data

Kesalahan

Pembentukan


Kata

Berimbuhan ................................................................................ 61
BAB IV HASIL PENELITIAN
A. Profil Sekolah ................................................................................ 64
B. Pengumpulan Data ........................................................................ 65
C. Deskripsi dan Analisis Data .......................................................... 67
D. Interpretasi Data ............................................................................ 90
BAB V PENUTUP
A. Simpulan ........................................................................................ 104
B. Saran ............................................................................................... 104
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 105
LAMPIRAN-LAMPIRAN

ix

DAFTAR TABEL
1. Tabel pada Bab II
Tabel 2.1

Tabel 2.2
Tabel 2.3
Tabel 2.4
Tabel 2.5
Tabel 2.6
Tabel 2.7
Tabel 2.8
Tabel 2.9
Tabel 2.10
Tabel 2.11
Tabel 2.12
Tabel 2.13
Tabel 2.14
Tabel 2.15
Tabel 2.16
Tabel 2.17
Tabel 2.18

2. Tabel pada Bab III
Tabel 3.1 Nilai Soal Kata Berimbuhan dan Teks Negosiasi

Tabel 3.2 Format Frekuensi Kesalahan Pembentukan Kata Berimbuhan
Awalan (Prefiks)
Tabel 3.3 Format Frekuensi Kesalahan Pembentukan Kata Berimbuhan
Akhir (Sufiks)
Tabel 3.4 Format Frekuensi Kesalahan Pembentukan Kata Berimbuhan
Gabung (Konfiks)
Tabel

3.5

Frekuensi

Kesalahan

(Afiksasi)/KPKB

x

Pembentukan

Kata

Berimbuhan

Tabel

3.6

Persentase

Kesalahan

Pembentukan

Kata

Berimbuhan

(Afiksasi)/KPKB

3. Tabel pada Bab IV
Tabel 3.1 Nilai Soal Kata Berimbuhan dan Teks Negosiasi
Tabel 3.2 Format Frekuensi Kesalahan Pembentukan Kata Berimbuhan
Awalan (Prefiks)
Tabel 3.3 Format Frekuensi Kesalahan Pembentukan Kata Berimbuhan
Akhir (Sufiks)
Tabel 3.4 Format Frekuensi Kesalahan Pembentukan Kata Berimbuhan
Gabung (Konfiks)
Tabel

3.5

Frekuensi

Kesalahan

Pembentukan

Kata

Berimbuhan

Kesalahan

Pembentukan

Kata

Berimbuhan

(Afiksasi)/KPKB
Tabel

3.6

Persentase

(Afiksasi)/KPKB

xi

DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1: Daftar Uji Referensi
Lampiran 2: Soal dan Jawaban
Lampiran 3: Daftar Pertanyaan Wawancara Guru
Lampiran 4: Transkrip Hasil Wawancara
Lampiran 5: Data Analisis Kesalahan Kata Berimbuhan dalam Teks Negosiasi
Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Kota Tangerang Selatan Semester
Genap Tahun Pelajaran 2015/2016
Lampiran 6: Surat Pengajuan Judul Skripsi
Lampiran 7: Surat Bimbingan Skripsi
Lampiran 8: Surat Permohonan Izin Penelitian
Lampiran 9: Surat Keterangan Penelitian
Lampiran 10: Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
Lampiran 11: Foto Penelitian

xii

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Penggunaan kata yang tepat akan memudahkan siswa untuk bisa
memahami maksud dan tujuan penulisan sebuah teks. Siswa yang memiliki
pengetahuan yang baik mengenai kata, maka ia akan mudah untuk
mengungkapkan ide dan pikirannya dalam sebuah tulisan. Kemampuan
siswa dalam menggunakan kata-kata memudahkan mereka dalam ragam
bahasa tulis, salah satunya berupa teks. Teks yang mempunyai kekayaan
diksi akan membawa pembaca untuk bisa berimajinasi dengan lebih luas
lagi. Diksi yang berupa kata harus ditulis dengan tepat, baik dalam
pemilihan kata dasar maupun kata yang sudah diberi imbuhan.
Kata merupakan bagian yang penting dalam penggunaan bahasa
Indonesia. Kata berimbuhan hadir untuk bisa mewakili pikiran dan perasaan
manusia yang tidak bisa diwakili oleh kata dasar saja. Kata berimbuhan
penting diajarkan dalam pembelajaran di sekolah karena kata berimbuhan
digunakan oleh siswa ketika membuat tugas tertulis. Namun, ditemukan
kesalahan-kesalahan yang dilakukan siswa dalam menggunakan kata
berimbuhan.
“Kesalahan umum berbahasa Indonesia timbul dalam masyarakat,
antara lain karena bahasa Indonesia sedang berkembang.”1 Kesalahan
berbahasa merupakan hal yang wajar terjadi karena bahasa terus
berkembang. Pemakai bahasa seperti siswa juga mengalami penyesuaian
dengan perkembangan zaman. Oleh karena itu, tidak heran jika siswa
melakukan kesalahan dalam penggunaan bahasanya. Kesalahan yang terjadi
harus segera diperbaiki karena akan menghambat proses pembelajaran siswa
dan bisa berdampak pada hasil belajarnya.

1

Junaiyah H. Matanggui dan E. Zaenal Arifin, Analisis Kesalahan Berbahasa Indonesia,
(Tangerang: Pustaka Mandiri, 2014), Cet. I, h. 19

1

2

Siswa diajarkan materi bahasa Indonesia di sekolah. Siswa di sekolah
diajarkan bagaimana menggunakan bahasa dengan baik dan benar.
Kesalahan penggunaan bahasa seperti kata berimbuhan masih saja terjadi
dalam tugas tertulis yang dibuat siswa. Siswa yang belum memahami
dengan benar kaidah bahasa tertulis, maka akan mengalami kesulitan ketika
ia mengerjakan tugas-tugas tertulis di sekolahnya.
Penggunaan bahasa yang baik dan benar biasa digunakan dalam
pembelajaran di sekolah. Selain itu, bahasa juga digunakan dalam ragam
bahasa tulis seperti koran, karangan, dan teks. Begitu pun dengan
penggunaan bahasa di buku-buku pelajaran. Apabila siswa belum bisa
memahami bahasa yang baik dan benar maka siswa akan kesulitan dalam
memahami materi yang ditulis pada buku pelajaran atau mengerjakan tugastugasnya, hal ini akan menghambat proses pembelajaran.
Kesalahan yang sering dilakukan oleh siswa dalam membuat tugas
tertulis di antaranya kesalahan penggunaan tanda baca, penggunaan huruf
kapital, pemakaian kata berimbuhan, dan pemakaian kata baku. Kesalahan
pemakaian kata berimbuhan sering terjadi karena siswa cenderung sulit
membedakan penggunaan prefiks dengan preposisi atau pembubuhan kata
dengan imbuhan yang tidak sesuai. Teks yang ditulis siswa bisa digunakan
untuk mengetahui kemampuan bahasa siswa dalam ragam tulis. Selain itu,
siswa juga sering membubuhkan imbuhan yang tidak tepat, misalnya
dipasangin seharusnya kata itu ditulis dipasangkan. Berdasarkan contoh
kesalahan tersebut, penulis bisa mengetahui bahwa siswa sudah mengetahui
perbedaan prefiks di- dengan preposisi di, tetapi ia belum memahami
imbuhan gabung (Konfiks) di-kan. Kesalahan-kesalahan tersebut bisa
dianalisis salah satunya dari tugas tertulis siswa seperti menulis teks,
menjawab soal esai, dan membuat karangan. Tugas tertulis itu bisa
digunakan oleh guru untuk menilai siapa saja siswanya yang melakukan
kekeliruan dan kesalahan, sehingga ia bisa memperbaikinya dengan cara
yang tepat.

3

Kesalahan pembentukan kata berimbuhan yang banyak terjadi salah
satunya terletak pada penggabungan afiks dengan kata yang tidak tepat,
terkadang katanya sudah tepat, tetapi proses peluluhannya tidak tepat. Kata
berimbuhan akan memudahkan manusia untuk bisa mengungkapkan ide dan
pikirannya dengan lebih jelas daripada hanya menggunakan kata dasar.
Contoh beberapa kesalahan yang sering terjadi pada teks yang ditulis oleh
siswa sebagai berikut:
1. Penulisan kata di jual itu salah, seharusnya ditulis dijual tidak diberi
jarak karena di yang diberi jarak adalah preposisi bukan untuk awalan
(prefiks) di-, sedangkan di- pada kata dijual merupakan awalan.
2. Penulisan kata di sepakati itu salah, seharusnya ditulis disepakati karena
di bukan preposisi, tetapi imbuhan gabung (konfiks) di-i maka penulisan
kata itu harus ditulis disepakati.
Beberapa kesalahan yang telah dipaparkan di atas harus segera
diperbaiki karena siswa tersebut akan terus melakukan kesalahan dalam
penulisan tugas tertulis di sekolahnya. Setiap kata mempunyai aturan dalam
pembentukannya. Siswa yang belum memahami aturannya, maka ia akan
melakukan kesalahan terus menerus karena menerapkan aturan yang salah
pada setiap proses morfologis. Kesalahan yang terus menerus dilakukan
bukanlah kekeliruan, tetapi kesalahan yang murni dilakukan karena siswa
belum memahami kaidah yang mengatur pembentukan kata berimbuhan
dalam bahasa Indonesia. Siswa akan menggunakan kata berimbuhan ini
dalam menulis tugas-tugas sekolah seperti karya ilmiah, menulis teks, atau
karangan. Oleh karena itu, pemahaman siswa terhadap kaidah kata
berimbuhan ini harus ditingkatkan lagi.
Afiks atau imbuhan terdapat dalam bidang morfologi. Imbuhan dalam
bahasa Indonesia ada empat yaitu awalan (Prefiks), akhiran (Sufiks),
imbuhan gabung (Konfiks), dan sisipan (Infiks). Penulis ingin membahas
mengenai kesalahan pada penggunaan empat jenis imbuhan dalam proses
afiksasi. Kesalahan pembentukan kata berimbuhan menyebabkan beberapa
hal yang akan menghambat proses pembelajaran di sekolah, di antaranya

4

ketika siswa kesulitan memahami beberapa kata baku dan menggunakan
kata berimbuhan dalam mengerjakan tugas tertulisnya.
Penggunaan kata berimbuhan terdapat dalam teks-teks yang dipelajari
siswa dalam Kurikulum 2013. Salah satu teksnya yaitu teks negosiasi.
Negosiasi digunakan untuk menyelesaikan permasalahan dan jual beli.
Siswa belajar untuk membuat teks negosiasi dengan memerhatikan struktur
dan kaidah bahasa dalam teks negosiasi. Ragam tulis terikat pada kaidah
penulisan yang sesuai dengan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Teks
negosiasi yang merupakan jenis ragam tulis juga terikat dengan kaidah
penulisan. Teks negosiasi yang dipelajari siswa akan membantu siswa
dalam bernegosiasi, salah satunya dengan memerhatikan penggunaan kata
berimbuhan, agar tidak menimbulkan kesalahpahaman dalam bernegosiasi.
Siswa kelas X memliki materi pelajaran teks negosiasi yang diajarkan
pada kurikulum 2013 untuk semester genap. Siswa tidak hanya diajarkan
untuk membuat teks negosiasi, tetapi diajarkan juga struktur dan kaidah teks
negosiasi. Struktur teks bisa berupa bagian-bagian yang harus ada dalam
teks negosiasi. Selain struktur teks negosiasi yang diajarkan, kaidah bahasa
yang digunakan, seperti penggunaan tanda baca, kalimat deklaratif, kalimat
interogatif, penggunaan huruf kapital, kata berimbuhan, bahasa yang sopan,
dan hal yang berhubungan dengan ejaan.
Penulis lebih memfokuskan penelitian ini pada kesalahan yang
berhubungan dengan ejaan yaitu kata berimbuhan. Kata berimbuhan dalam
sebuah teks negosiasi menjadi bagian yang penting di mana kata itu menjadi
acuan untuk menentukan kalimat deklaratif dan interogatif yang menjadi
bagian dari teks negosiasi.
Berdasarkan latar belakang tersebut penulis merasa bahwa penelitian ini
penting dilakukan untuk membantu para siswa agar bisa mengetahui kaidah
yang benar mengenai proses pembentukan kata berimbuhan. Penulis
berharap hasil penelitian ini bisa memberikan gambaran mengenai
kesalahan kata berimbuhan yang terjadi pada teks negosiasi siswa, sehingga
guru bisa menentukan langkah yang tepat untuk bisa memperbaiki

5

kesalahan tersebut. Oleh karena itu, penulis ingin meneliti mengenai analisis
kesalahan kata berimbuhan dalam teks negosiasi siswa kelas X semester
genap SMA Negeri 1 Kota Tangerang Selatan tahun pelajaran 2015/2016.
Penulis ingin mengetahui seberapa besar kesalahan penggunaan kata
berimbuhan yang dilakukan siswa sekolah tersebut dalam menulis teks
negosiasi.

B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka
penulis akan mengidentifkasikan masalah sebagai berikut:
1. kurangnya pemahaman siswa terhadap kaidah pemakaian kata
berimbuhan dalam teks negosiasi,
2. kurangnya pengetahuan siswa tentang kesalahan dan kekeliruan dalam
pembentukan kata berimbuhan dalam teks negosiasi,
3. terdapat beberapa kesalahan dan kekeliruan dalam pemakaian kata
berimbuhan teks negosiasi, dan
4. kurangnya

pengetahuan

siswa

tentang

teks

negosiasi

yang

menggambarkan proses penyelesaian masalah dengan cara berdialog
untuk mendapatkan kesepakatan yang tidak merugikan kedua belah
pihak.

C. Pembatasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah yang telah dijabarkan, maka batasan
masalahnya kesalahan kata berimbuhan dalam teks negosiasi siswa kelas X
semester genap SMA Negeri 1 Kota Tangerang Selatan tahun pelajaran
2015/2016.

D. Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka masalah yang akan
diteliti adalah bagaimana kesalahan kata berimbuhan dalam teks negosiasi

6

siswa kelas X semester genap SMA Negeri 1 Kota Tangerang Selatan tahun
pelajaran 2015/2016?

E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan di atas, tujuan yang ingin dicapai dalam
penelitian ini adalah mendeskripsikan kesalahan kata berimbuhan dalam
teks negosiasi siswa kelas X semester genap di SMA Negeri 1 Kota
Tangerang Selatan tahun pelajaran 2015/2016.

F. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memiliki manfaat yang mencakup
aspek teoretis maupun praktis, seperti:
1. Manfaat Teoretis
Penelitian ini diharapkan dapat memperluas khasanah ilmu pengetahuan
terutama dalam penggunaan kata berimbuhan.
2. Manfaat Praktis
Hasil penelitian secara praktis diharapkan bermanfaat, yakni sebagai
berikut:
a. Manfaat bagi Peneliti Lain
Adanya penelitian ini bisa menjadi acuan untuk peneliti lain tentang
kesalahan kata berimbuhan dalam teks negosiasinya agar bisa dikaji
kebenarannya tentang teori yang disusun.
b. Manfaat bagi Guru
Guru mendapatkan pengetahuan yang lebih konkret mengenai kata
berimbuhan dalam menulis teks negosiasi serta mengetahui kesalahan yang
dilakukan oleh siswanya.

BAB II
LANDASAN TEORETIS

A. Landasan Teori
1. Analisis Kesalahan
Pembelajaran bahasa di sekolah tidak pernah terlepas dari kesalahan
penggunaan bahasa. Kesalahan ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor.
Faktor-faktor itu biasanya ikut memengaruhi kesalahan berbahasa yang
dilakukan oleh siswa dalam proses pembelajaran. Kesalahan bisa berasal
dari ketidaktahuan siswa, kurangnya pemahaman siswa, lingkungan
sekitarnya, dan media yang dilihatnya. Kesalahan ini bagi siswa bisa
menjadi kendala dalam mengikuti proses pembelajaran di sekolah. Oleh
karena itu, guru harus lebih teliti dalam menganalisis kemampuan bahasa
siswanya agar guru bisa mengatasi kesalahan berbahasa siswanya dengan
metode yang tepat.
Bahasa Indonesia menjadi bahasa yang umum digunakan oleh
masyarakat Indonesia sebagai alat berkomunikasi serta sarana untuk
menyampaikan ilmu pengetahuan di sekolah. Tidak mengherankan jika
bahasa Indonesia digunakan sebagai sarana utama untuk menyampaikan
ilmu di semua jenjang pendidikan. Oleh karena itu, bahasa Indonesia sangat
berperan penting bagi pendidikan di Indonesia. Guru berperan sebagai
seseorang yang mengajarkan siswa mengenai aturan dalam pemakaian
bahasa. Ketika seorang siswa telah memahami aturan pemakaian bahasa,
maka ia tidak akan melakukan kesalahan dalam memakai bahasa. Walaupun
sudah diajarkan tidak jarang siswa masih melakukan kesalahan dalam
memakai bahasa. Oleh karena itu, guru harus mampu menganalisis
kesalahan itu dan memperbaikinya. Hal ini terkait dengan pengertian
analisis kesalahan berbahasa sebagai berikut:

7

8

Analisis Kesalahan Berbahasa adalah suatu prosedur yang digunakan
oleh para peneliti dan para guru, yang mencakup pengumpulan sampel
bahasa pelajar, pengenalan kesalahan-kesalahan yang terdapat dalam
sampel
tersebut,
pendeskripsian
kesalahan-kesalahan
itu,
pengklasifikasiannya berdasarkan sebab-sebabnya yang telah
dihipotesiskan, serta pengevaluasian keseriusannya.1
Analisis kesalahan membutuhkan prosedur yang dilakukan dengan
tertib, sehingga bisa memperoleh hasil yang diinginkan oleh guru. Hasil
tersebut akan dideskripsikan untuk menyimpulkan kesalahan yang
dilakukan oleh siswa. Guru harus melakukan prosedur dengan cara
mengumpulkan

sampel

kesalahan,

mengklasifikasikannya,

mencari

penyebabnya, dan mengevaluasi kesalahannya. Prosedur tersebut akan
membantu guru menemukan kesalahan dan penyebab kesalahan itu, dari
hasil itu kemudian guru bisa melanjutkan dengan memberikan pemecahan
masalahnya agar siswa tidak melakukan kesalahan lagi. Parera menjelaskan
bahwa analisis kesalahan berbahasa sama dengan kebenaran berbahasa
sebagai berikut:
Masalah kesalahan berbahasa sama dengan kebenaran berbahasa.
Analisis kesalahan berbahasa sama dengan analisis kebenaran berbahasa.
Penentuan “salah berbahasa” atau “benar berbahasa” harus merujuk
kepada suatu peraturan atau kaidah yang menjadi panutan bersama
berdasarkan kesepakatan bersama.2
Analisis kesalahan dalam ragam bahasa tulis menekankan pada
penggunaan ejaan. Ejaan merupakan bagian penting dalam sebuah teks atau
ragam bahasa tulis lain. Ejaan membantu untuk bisa memberikan makna
yang jelas dalam penggunaan kata, frasa, klausa, dan kalimat. Beberapa
kesalahan ejaan dalam analisis kesalahan berbahasa disampaikan oleh
Matanggui sebagai berikut:
1) kesalahan pemakaian huruf, terutama huruf kapital;
2) kesalahan penulisan kata (penulisan kata depan di dan ke, penulisan
partikel pun, penulisan gabungan kata yang mendapat awalan,
akhiran, atau awalan-akhiran sekaligus);
1

Ellis dalam Henry Guntur Tarigan dan Djago Tarigan, Pengajaran Analisis Kesalahan
Berbahasa, (Bandung: Angkasa, 1988), Cet. I, h. 170
2
Jos Daniel Parera, Linguistik Edukasional: Metodologi Pembelajaran Bahasa, Analisis
Konstratif antarbahasa, Analisis Kesalahan Berbahasa, (Jakarta: Erlangga, 1997), Ed. 2, Cet. I,
h. 95

9

3) kesalahan penulisan unsur serapan;
4) kesalahan pemakaian tanda baca, terutama tanda koma, titik koma,
dan titik dua, misalnya pemakaian tanda baca di dalam perincian
yang disusun ke bawah.3
Analisis kesalahan berbahasa dibutuhkan untuk menemukan kesalahan
berbahasa yang dilakukan oleh siswa dalam penelitian ini, sehingga guru
bisa mengetahui pemahaman berbahasa siswanya. Analisis kesalahan
berbahasa memiliki prosedur ketika peneliti atau guru ingin melakukannya.
Analisis kesalahan berbahasa dalam ragam tulis terkait dengan analisis
kesalahan pada penggunaan ejaan.
“Hubungan antara pengajaran bahasa dan kesalahan berbahasa dapat kita
ibaratkan sebagai hubungan antara air dan ikan. Sebagaimana ikan hanya
dapat hidup dan ada di dalam air, maka begitu juga kesalahan berbahasa
sering terjadi dan terdapat dalam pengajaran bahasa.”4 Pengajaran bahasa
dan kesalahan berbahasa saling berkaitan karena kesalahan berbahasa selalu
mengiringi pengajaran bahasa.
“…kesalahan disebabkan oleh faktor kompetensi. Artinya, siswa
memang belum memahami sistem linguistik bahasa yang digunakannya.
Kesalahan biasanya terjadi secara konsisten, jadi secara sistematis.
Kesalahan itu dapat berlangsung lama apabila tidak diperbaiki.”5 Kesalahan
ditandai dengan kemunculan yang berulang-ulang. Kesalahan berbahasa
bisa terjadi karena seseorang belum memahami aturan tentang bahasa yang
dipelajari, sehingga ia terus melakukan kesalahan. Kesalahan ini tidak akan
berubah jika tidak diperbaiki.
Analisis kesalahan diperlukan guru untuk mengetahui kemampuan
bahasa siswanya. Selain itu, guru juga bisa menjadikan hasil analisis
tersebut untuk memperbaiki kemampuan bahasa siswanya. Analisis
kesalahan bisa dilihat salah satunya melalui ragam bahasa tulis seperti

3

Junaiyah H. Matanggui dan E. Zainal Arifin, Analisis Kesalahan Berbahasa Indonesia,
(Tangerang: Pustaka Mandiri, 2014), h. 21-22
4
Tarigan, Op. Cit., h. 67
5
Ibid., h. 75-76

10

penulisan cerpen, teks, dan karangan. Selanjutnya, guru bisa menganalisis
EYD dalam tulisan siswanya.

2. Hakikat Kata
Setiap orang yang menggunakan bahasa pasti tidak asing dengan kata
karena kata merupakan salah satu unsur penyusun kalimat dalam sebuah
ujaran. Beberapa pakar telah mengemukakan konsep kata. Kata merupakan
unsur yang begitu penting dalam sebuah ujaran. Tidak hanya dalam ragam
lisan, kata juga penting dalam ragam tulis. Ragam tulis bisa memberikan
gambaran yang lebih jelas mengenai pengetahuan seseorang terhadap
bidang bahasa seperti kata. Materi pelajaran bahasa Indonesia di sekolah
berupa ragam lisan dan ragam tulis. Proses pembelajaran di sekolah sering
menggunakan ragam tulis dalam tugas-tugas seperti membuat karya tulis,
menulis cerpen, menulis teks, dan menulis karangan.
Kata-kata dalam sesuatu penuturan berhubungan satu dengan jang lain.
Semuanja bekerdja sama untuk membentuk isjarat menjampaikan berita
batin. Demikian djuga bunji kata dapat diikutsertakan untuk
memperbesar efek penuturan. Sedangkan asosiasinja banjak membantu
dalam pembentukan arti dan makna.6
Poerwadarminta mengatakan bahwa kata merupakan salah satu hal yang
penting dalam sebuah pertuturan. Semua kata yang disampaikan oleh
pembicara akan memberikan maksud atau informasi kepada pendengarnya.
Beberapa kata yang disampaikan oleh pembicara akan membentuk satu
kesatuan yang menyampaikan arti dan makna dari pertuturannya. Lebih
jelas lagi di bawah ini akan dijelaskan mengenai konsep kata dari beberapa
pakar. Pernyataan pertama dikemukakan oleh Ahmad HP dan Alek
Abdullah berikut ini:
Para ahli bahasa struktural, terutama penganut aliran Bloomfield,
berpendapat bahwa kata adalah satuan bebas terkecil (minimal free form).
Aliran Generatif Transformasi, yang dicetuskan dan dikembangkan oleh
Chomsky, menyatakan bahwa kata adalah dasar analisis kalimat, yang

6

W. J. S. Poerwadarminta, Bahasa Indonesia untuk Karang-Mengarang, (Yogyakarta:
Kanisius, 1967), Cet. I, h. 22

11

diperlihatkan dengan simbol-simbol V (verba), N (nomina), A
(adjektiva), dan sebagainya.7
Berdasarkan pemaparan dari penganut aliran Bloomfiled kata
merupakan satuan bebas terkecil, maksudnya kata merupakan unsur terkecil
yang bisa berdiri sendiri sebagai ujaran. Sebuah kata bisa dipahami
walaupun berdiri sendiri tanpa diikuti kata lain. Dalam aliran Generatif
Transformasi yang dikembangkan oleh Chomsky kata dinyatakan ke dalam
beberapa simbol seperti V untuk verba, N untuk nomina, dan A untuk
Adjektiva. Ketiga simbol yang disebutkan itu menunjukkan bahwa kata
memiliki fungsi tertentu dalam sebuah kalimat. Lain lagi yang dikemukakan
oleh Murphy dalam buku Morfologi Bahasa Indonesia

karya Suparno

mengenai konsep kata sebagai berikut:
“Kata merujuk kepada satuan bahasa yang dapat berdiri sendiri, satuan
bahasa itu dapat berupa morfem bebas atau morfem terikat.”8 Kata
berdasarkan pemaparan itu merupakan satuan bahasa yang bisa berupa
morfem bebas artinya bisa berdiri sendiri sebagai ujaran seperti kata kursi
atau berupa morfem terikat misalnya seperti imbuhan yang tidak bisa berdiri
sendiri dalam sebuah ujaran. Morfem terikat harus bersanding dengan
morfem lain agar bisa dipahami dalam sebuah ujaran.
“… kata merupakan satuan bahasa yang mempertemukan tiga tataran
dalam linguistik, yakni morfologi, sintaksis, dan semantik.”9 Kata dalam
bidang Morfologi bisa dipandang sebagai satuan terbesar dalam unit
analisis. Hal ini berbeda dengan bidang sintaksis yang memandang kata
sebagai satuan terkecil dalam analisis, sedangkan semantik mempelajari
makna dari suatu kata. Berdasarkan penjelasan di atas, kata merupakan
satuan bahasa yang menghubungkan tiga tataran dalam linguistik, tiga
tataran itu antara lain morfologi, sintaksis, dan semantik. Tiga tataran
tersebut mempunyai unsur kata walaupun dalam tingkatan yang berbeda.

7

Ahmad HP dan Alek Abdullah, Linguistik Umum, (Jakarta: Erlangga, 2013), Cet. I, h. 61
Darsita Suparno, Morfologi Bahasa Indoensia, (Jakarta: UIN Press, 2015), Cet. I, h. 34
9
Ibid.

8

12

Pernyataan itu berbeda dengan konsep kata berdasarkan KBBI edisi ke-4
yang mengungkapkan pernyataan sebagai berikut:
“Kata menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah unsur bahasa
yang diucapkan atau dituliskan yang merupakan perwujudan kesatuan
perasaan dan pikiran yang dapat digunakan dalam berbahasa.”10 Dalam
KBBI kata dipandang sebagai unsur bahasa yang diucapkan dan dituliskan
sebagai bentuk dari gambaran konsep pikiran dan perasaan yang digunakan
dalam berbahasa. Kata bisa mengungkapkan apa yang dirasakan dan
dipikirkan oleh manusia, sehingga orang lain bisa memahami maksud dan
keinginan orang tersebut. Sebuah konsep yang ada di dalam pikiran dan
perasaan seseorang tidak mungkin diketahui oleh orang lain, kecuali jika
orang tersebut membicarakannya atau mengungkapkannya kepada orang
lain. Manusia membutuhkan kata sebagai realisasi dari konsep yang ada di
pikiran dan perasaannya, sehingga orang lain bisa memahaminya. Terkait
dengan kata yang dibutuhkan untuk mengungkapkan pikiran maka
pernyataan berikut sangat relevan:
“All languages have words, and words are probably the most
accessible linguistic units to the layman. ”11 (Semua bahasa mempunyai
kata-kata, dan kata-kata mungkin unit ilmu bahasa yang paling dapat
diakses kepada orang awam). Penjelasan mengenai konsep kata di atas
merupakan pernyataan bahwa semua bahasa pasti memiliki unsur kata.
Kata-kata itu bisa dipakai oleh orang awam yang tidak memahami ilmu
bahasa. Orang awam itu bisa memakai kata dalam berkomunikasi dengan
orang lain, meskipun dia tidak tahu bagaimana proses pembentukan kata
dan kaidah yang mengaturnya dia masih bisa menggunakan kata dalam
berkomunikasi. Tentu saja dengan menggunakan pengetahuan bahasa yang

10

Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, (Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama, 2008), Ed. 4, Cet. I, h. 633
11
Andrew Raford, dkk, Linguistics: an Introduction, (Cambridge: Cambridge University
Press, 2009), Ed. 2, Cet. IV, h. 127

13

diperoleh manusia tanpa disadari sejak dia lahir. Pengetahuan bahasa itu
diperoleh dari lingkungan tempat tinggalnya.
Semua konsep kata yang telah dipaparkan oleh beberapa ahli dapat
disimpulkan bahwa kata dipandang sebagai satuan bebas terkecil dan unsur
terkecil dalam tataran sintaksis, tetapi unsur terbesar dalam tataran
morfologi. Kata juga memiliki makna yang bisa dipelajari dalam tataran
semantik. Kata menghubungkan tiga tataran linguistik. Kata bisa digunakan
untuk mengekspresikan perasaan dan pikiran seseorang meskipun dia
seorang yang awam terhadap ilmu bahasa, tetapi dia masih bisa
menggunakan kata dalam berkomunikasi dengan orang lain. Pengetahuan
bahasa yang diperoleh sejak manusia itu lahir, membuat ia menggunakan
kaidah bahasa yang ada di tempat tinggalnya.

3. Hakikat Kata Berimbuhan (Afiksasi)
Proses pembentukan kata berimbuhan merupakan proses-proses yang
dilakukan untuk bisa membentuk kata berimbuhan. Pembentukan kata
berimbuhan ini sering mengalami kesalahan, sehingga maksud dan tujuan si
pembicara tidak dapat dimengerti dengan baik oleh pendengarnya atau
lawan bicaranya. Proses pembentukan kata berimbuhan dibahas secara
lengkap dalam sebuah ilmu yang disebut morfologi. Kata dalam tataran
morfologi dikemukakan oleh Abdul Chaer sebagai berikut:
“Kalau dikatakan morfologi membicarakan masalah bentuk-bentuk dan
pembentukan kata, maka semua satuan bentuk sebelum menjadi kata, yakni
morfem dengan segala bentuk dan jenisnya, perlu dibicarakan.”12 Dapat
dipahami bahwa morfologi merupakan ilmu mengenai bentuk. Artinya
segala hal mengenai bentuk akan dibahas dalam morfologi. Morfologi
secara harfiah bisa dipahami sebagai ilmu yang membahas tentang bentukbentuk dan pembentukan kata yang sebelum dan sesudah mengalami proses
pembentukan kata. Bentuk-bentuk itu sering disebut sebagai morfem.
12

Abdul Chaer, Morfologi Bahasa Indonesia (Pendekatan Proses), (Jakarta: Rineka Cipta,
2008), Cet. IV, h. 3

14

Dalam morfologi morfem dipandang sebagai salah satu satuan yang dapat
membentuk kata, seperti dalam penyataan berikut:
“… morfologi ini akan dibicarakan seluk beluk morfem itu, bagaimana
cara menentukan sebuah bentuk adalah morfem atau bukan, bagaimana
morfem-morfem itu berproses menjadi kata, yaitu satuan terkecil di dalam
sintaksis.”13 Morfologi membahas bagaimana sebuah bentuk itu bisa disebut
sebagai morfem atau bukan morfem. Bentuk-bentuk itu akan berproses
menjadi kata yang merupakan satuan terkecil di dalam sintaksis. Segala
seluk beluk mengenai bentuk morfem dan proses pembentukannya menjadi
kata akan dibahas di dalam morfologi. Morfologi bisa menjadi sarana untuk
bisa memahami morfem lebih banyak lagi. Dalam morfologi morfem dapat
mengalami perubahan yang dapat menyebabkan dua hal yang mengalami
penggantian seperti pernyataan yang dikemukakan oleh Suparno sebagai
berikut:
… setiap satuan bahasa berupa morfem dapat mengalami
pe[sic!]ubahan. Pe[sic!]ubahan itu berarti menyebabkan satuan bahasa
berupa morfem itu mengalami pe[sic!]ubahan. Pe[sic!]ubahan itu
menyebabkan satuan bahasa berupa morfem itu mengalami
pe[sic!]gantian dalam dua hal, yaitu: 1) kelas kata; dan 2) makna kata.
Misalnya golongan kelas kata telepon berbeda dengan golongan kelas
kata bertelepon-teleponan. Kata telepon dikategorikan sebagai golongan
kata nominal, tetapi bertelepon-teleponan termasuk kelas kata verba.14
Morfologi merupakan suatu ilmu untuk mempelajari morfem.
Morfologi juga mempelajari bagaimana sebuah morfem mengalami
pengubahan. Pengubahan morfem menyebabkan penggantian kelas kata dan
makna kata. Suatu morfem juga dapat bergabung dengan morfem lain,
sehingga bisa menghasilkan kata dengan makna baru yang biasanya disebut
sebagai proses pembentukan kata. Beberapa bentuk tidak mungkin dipecah
menjadi bagian yang lebih kecil lagi karena ketika bentuk itu dipecah ia
tidak akan memiliki makna. Bentuk yang tidak bermakna itu bukanlah
morfem. Morfem dalam proses pembentukan kata berimbuhan merupakan
unsur terpenting untuk menghasilkan kata berimbuhan. Proses pembentukan
13
14

Abdul Chaer, Linguistik Umum, (Jakarta: Rineka Cipta, 2012), Ed. Revisi, Cet. IV, h. 146
Suparno, Op. Cit., h. 9

15

kata dapat juga disebut proses morfologis seperti yang diungkapkan oleh
Masnur Muslich berikut ini:
“Proses morfologis adalah peristiwa penggabungan morfem satu
dengan morfem yang lain menjadi kata.”15 Suatu proses pembentukan kata
bisa juga disebut proses morfologis. Proses ini bisa menggabungkan dua
morfem menjadi sebuah kata. Morfem yang digabungkan bisa berupa
morfem terikat dan morfem bebas.
“Morfem yang sebagai tempat penggabungan biasanya disebut bentuk
dasar. Ciri sebuah kata mengalami proses morfologis adalah penggabungan
atau perpaduan morfem-morfem itu mengalami perubahan arti.”16 Proses
morfologis akan membahas dengan jelas bagaimana satu morfem bisa
bergabung dengan morfem lain dan menghasilkan arti yang baru. Selain itu,
proses morfologis juga membahas mengenai aturan morfem-morfem yang
bisa bergabung. Setiap morfem yang akan bergabung dengan morfem lain
memiliki aturan yang harus dipatuhi dalam proses morfologis. Tidak ada
morfem yang bisa langsung bergabung dengan morfem lain tanpa
menggunakan aturan yang telah ada di dalam proses morfologis. Pertuturan
membutuhkan kata berimbuhan untuk dapat mewakili konsep pemikiran
manusia seperti yang diungkapkan oleh Abdul Chaer berikut ini:
“Acapkali sebuah kata dasar atau bentuk dasar perlu diberi imbuhan dulu
untuk dapat digunakan di dalam pertuturan. Imbuhan ini dapat mengubah
makna, jenis, dan fungsi sebuah kata dasar atau bentuk dasar menjadi kata
lain, yang fungsinya berbeda dengan kata dasar atau bentuk dasarnya.”17
Pembubuhan imbuhan pada sebuah kata dasar atau bentuk dasar tidak hanya
dapat mewakili konsep pemikiran manusia dalam pertuturan aja, tetapi
dapat mengubah makna, jenis, dan fungsinya. Imbuhan yang dibubuhi juga
tergantung dalam tujuan seseorang misalnya ingin memberikan makna

15

Masnur Muslich, Tata Bentuk Bahasa Indonesia, Kajian ke Arah Tata Bahasa Deskriptif,
(Jakarta: Bumi Aksara, 2013), Cet. IV, h. 32
16
Ibid, h. 33
17
Abdul Chaer, Tata Bahasa Praktis Bahasa Indonesia, (Jakarta: Rineka Cipta, 2011), Ed.
Revisi, Cet. IV, h. 197

16

‗sebabkan jadi‘ maka imbuhan yang digunakan adalah –kan. Imbuhan akan
memengaruhi makna kata berimbuhan tersebut. Proses pembubuhan afiks
atau imbuhan ini juga dikemukakan oleh Masnur Muslich sebagai berikut:
… proses pembubuhan afiks (afiksasi) ialah peristiwa pembentukan kata
dengan jalan membubuhkan afiks pada bentuk dasar. Misalnya
pembubuhan afiks meN- pada bentuk dasar tatar menjadi mentatar,
bentuk dasar gigit menjadi menggigit, pada bentuk dasar daki menjadi
mendaki, ... Di samping dapat menempel pada bentuk dasar yang
bermorfem tunggal (monomorfemis) sebagaimana yang dicontohkan di
atas, afiks juga dapat membubuhkan diri pada bentuk dasar yang
bermorfem lebih dari satu (polimorfemis).18
Afiks dapat dibubuhkan pada bentuk dasar di dalam peristiwa
pembentukan kata. Afiks mememiliki aturan dalam proses pembubuhan itu.
Setiap afiks tidak bisa begitu saja dibubuhkan pada bentuk dasar, tetapi
harus mengikuti aturan. Misalnya afiks meN- berubah menjadi men- pada
mentatar, meng- pada menggigit, dan lain-lain. Afiksasi yang disampaikan
oleh Harimurti hampir sama dengan Masnur, tetapi diberi poin tambahan,
seperti pada kutipan berikut:
“Afiksasi adalah proses yang mengubah leksem menjadi kata
kompleks. Dalam proses ini, leksem (1) berubah bentuknya, (2) menjadi
kategori tertentu, sehingga berstatus kata (atau apabila telah berstatus kata
berganti kategori), dan (3) sedikit banyak berubah maknanya.”19 Proses
afiksasi mengubah bentuk leksem menjadi kategori tertentu sehingga
mengubah maknanya. Jadi afiksasi tidak hanya mengubah bentuknya,
tetapi mengubah kategori dan maknanya. Afiksasi dipahami sebagai proses
dari sebuah leksem menjadi sebuah kata, itulah yang dapat dipahami dari
pemaparan Harimurti. Sebuah leksem bisa dilihat sebagai sebuah kata jika
ia telah mengalami proses afiksasi. Sudarno juga mengemukakan
pendapatnya mengenai proses afiksasi yang menggabungkan morfem bebas
dan morfem terikat seperti berikut ini:

18

Muslich, Op. Cit., h. 38
Harimurti Kridalaksana, Pembentukan Kata dalam Bahasa Indonesia, (Jakarta: Gramedia,
2009), Cet. V, h. 28
19

17

Afiksasi ialah penggabungan morfem bebas dengan morfem terikat.
Akibat penggabungan itu fonem yang langsung berurutan ada kalanya
mengalami pe[sic!]ubahan. Pe[sic!]ubahan itu terjadi di daerah
perbatasan kedua morfem yang bergabung. Dalam hal ini fonem
pembuka dan penutup morfem memegang peranan penting karena ia
dapat menentukan wujud pe[sic!]ubahan tersebut. 20
Proses afiksasi berarti suatu proses menggabungkan morfem bebas
dengan morfem terikat. Dalam proses penggabungan itu membuat morfem
berubah baik bentuk fonemnya atau urutan fonemnya. Bentuk berafiks
disusun berdasarkan empat cara yang sesuai dengan kaidah pembentukan
kata. Bentuk berafiks memiliki empat jenis afiks seperti yang terdapat
dalam kutipan dari buku Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang
Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah yang disusun
oleh Pusat Bahasa berikut:
“Istilah bentuk berafiks disusun dari bentuk dasar dengan penambahan
prefiks, infiks, sufiks, dan konfiks sesuai kaidah pem[sic!]entukan kata
bahasa Indonesia; misalnya dari bentuk pirsa menjadi pemirsa, bukan
pirsawan; dari hantar menjadi keterhantaran, bukan kehantaran.”21 Konsep
yang dikemukakan oleh Pusat Bahasa menerangkan bahwa bentuk dasar
ditambahkan dengan bentuk berafiks terlebih dulu yang sesuai dengan
kaidah pembentukan kata, sehingga bisa membentuk kata berimbuhan. Kata
berimbuhan bisa dibentuk dari suatu bentuk dasar dan afiks. Konsep afiksasi
lainnya yang dikemukakan oleh Parera dalam bukunya yang berjudul
Morfologi memaparkan konsep seperti berikut ini:
Proses afiksasi terjadi apabila sebuah morfem terikat dibubuhkan atau
dilekatkan pada sebuah morfem bebas secara urutan lurus. Berdasarkan
posisi morfem terikat terhadap morfem bebas tersebut, proses afiksasi
dapat dibedakan atas (1) pembubuhan depan, (2) pembubuhan tengah, (3)
pembubuhan akhir, dan (4) pembubuhan terbagi.22

20

Sudarno, Morfofonemik Bahasa Indonesia, (Jakarta: Arikha Media Cipta, 1990), Cet. I, h.

87
21

Pusat Bahasa, Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan dan
Pedoman Umum Pembentukan Istilah, (Bandung: Pustaka Setia, 2012), Cet. I, h. 95
22
Jos Daniel Parera, Morfologi, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2007), Cet. IV, h. 18

18

Parera menjelaskan afiksasi sebagai proses pembubuhan morfem terikat
pada morfem bebas secara urutan lurus. Morfem terikat merupakan morfem
yang tidak bisa berdiri sendiri dalam sebuah ujaran karena tidak bisa
dipahami maknanya, tetapi morfem bebas bisa berdiri sendiri sebagai kata
dalam sebuah ujaran. Parera membagi proses afiksasi itu dalam empat cara
yaitu pembubuhan depan, tengah, akhir, dan tegrbagi sedangkan La Ode
Sidu mengemukakan konsep kata dasar dan kata jadian, sebagai berikut:
“Bentuk kata dasar adalah bentuk yang belum mendapatkan afiks.
Misalnya: rajin, jujur, batu, adil, dan saudara. Kata jadian ialah kata yang
sudah mendapatkan afiks, seperti prefiks, sufiks, infiks, atau konfiks.”23
Bentuk yang belum dibubuhi afiks atau belum mengalami proses morfologis
disebut bentuk kata dasar. Kata yang telah dibubuhi atau mengalami proses
morfologis maka kata tersebut biasa disebut kata jadian. Kata jadian
merupakan kata yang telah dibubuhi satu dari empat jenis afiks yang telah
disebutkan. Perbedaan terjadi pada penyebutan empat jenis afiks oleh Parera
dengan La Ode Sidu. Pernyataan yang hampir sama dikemukakan oleh
Hasan Alwi yang menggunakan penyebutan yang berbeda untuk empat jenis
afiks yaitu afiks, prefiks, sufiks, infiks, dan konfiks tanpa menggunakan
istilah kata jadian yaitu berikut:
Bentuk (atau morfem) terikat yang dipakai untuk menurunkan kata
dinamakan afiks atau imbuhan. Afiks yang ditempatkan di bagian muka
suatu kata dasar disebut prefiks atau awalan. Morfem terikat yang
digunakan di bagian belakang kata, maka namanya adalah sufiks atau
akhiran. Infiks atau sisipan adalah afiks yang diselipkan di tengah kata
dasar. Sedangkan gabungan prefiks dan sufiks yang membentuk suatu
kesatuan dinamakan konfiks.24
Proses pembubuhan afiks atau afiksasi tidak terjadi begitu saja karena
ada aturan serta tata cara untuk melakukan pembubuhan tersebut. Setiap
kata dasar memiliki perbedaan dalam setiap pembubuhan yang dilakukan
pada kata tersebut. Aturan itulah yang dipakai untuk menggabungkan

23

La Ode Sidu, Sintaksis Bahasa Indonesia, (Kendari: Universitas Haluoleo, 2013), Cet. I, h.

18
24

Hasan Alwi, dkk., Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia, (Jakarta: Pusat Bahasa dan Balai
Pustaka, 2003), Ed. 3, Cet. V, h. 31-32

19

prefiks, sufiks, infiks, dan konfiks. Oleh karena itu, terbentuklah kata
berimbuhan yang diawali oleh kehadiran salah satu imbuhan yang dibubuhi
pada

kata

dasar

untuk

membentuk

kata

baru.

Moh

Tadjuddin

mengemukakan kehadiran imbuhan dalam bahasa Indonesia untuk
membentuk kata baru sebagai berikut:
Kehadiran imbuhan-imbuhan itu di dalam bahasa Indonesia merupakan
upaya bahasa itu dalam proses pembentukan kata baru dengan makna
yang baru, baik makna leksikal maupun makna gramatikal. Proses
pembentukan kata baru itu terjadi mengingat bahwa pengertian atau
konsep yang ada dalam benak manusia tidak terbatas jumlahnya,
sementara kosakata (perbendaharaan kata) yang tersedia untuk
mengungkapkan pengertian atau konsep itu sebaliknya, sangat terbatas.25
Kehadiran imbuhan itu bermaksud untuk memperkaya kosa kata untuk
bisa mengungkapkan konsep yang ada dalam pikiran dan perasaan manusia.
Kata dasar tidak bisa mewakili semua konsep yang ada di dalam benak
manusia. Oleh karena itu, dibutuhkan imbuhan untuk bisa menambah kata
dengan makna baru agar bisa mewakili konsep yang lebih banyak lagi.
Pemaparan kata berimbuhan dari beberapa pakar di atas dapat ditarik
kesimpulan bahwa para pakar sebenarnya merujuk pada makna yang sama
untuk kata berimbuhan dan prosesnya, tetapi mereka menggunakan
beberapa istilah yang berbeda-beda seperti istilah pembubuhan, morfem
terikat, morfem bebas, afiks, proses morfologis, dan afiksasi. Kata
berimbuhan pada dasarnya merupakan kata dasar atau bentuk dasar yang
diberi imbuhan baik di awal, di akhir, disisipkan, serta di awal dan akhir
kata dasar atau bentuk dasar tersebut. Proses pembubuhan imbuhan ini juga
bisa disebut proses morfologis atau afiksasi. Imbuhan juga bisa disebut
dengan afiks, yang terdiri dari prefiks, sufiks, infiks, dan konfiks, atau
istilah lainnya yaitu awalan, akhiran, sisipan, dan imbuhan gabung.

a. Jenis-Jenis Imbuhan (Afiks)
Proses pembentukan kata berimbuhan akan selalu terkait dengan
imbuhan-imbuhan yang membentuk kata tersebut. Kata yang dibubuhi

25

Moh Tadjuddin, Bahasa Indonesia Bentuk dan Makna, (Bandung: Alumni, 2013), Cet. I,
h. 137

20

imbuhan dapat disebut kata berimbuhan yang mana akan menjadi kata
baru dengan makna yang baru pula. Berbagai buku mengenai kata
berimbuhan juga sudah menjelaskan bahwa kata berimbuhan merupakan
kata yang dibentuk dari salah satu jenis imbuhan yang dibubuhkan pada
kata dasar. Kata berimbuhan dapat juga disebut kata bentukan karena
kata ini merupakan kata yang dibentuk dari bentuk dasar dan imbuhan
seperti pernyataan Sugihastusti berikut ini:
“Kata bentukan ini sering pula disebut sebagai kata jadian, kata
turunan, atau kata berimbuhan. Kata yang dibentuk dari kata lain pada
umumnya mengalami tambahan bentuk pada kata dasarnya.”26
Perubahan kata yang telah diberi imbuhan itu banyak istilahnya, di
antaranya yaitu kata bentukan, kata jadian, kata turunan, atau kata
berimbuhan. Istilah-istilah tersebut digunakan untuk menyebut kata
yang telah mengalami proses afiksasi. Bahasa Indonesia memproduksi
kata-kata baru, khususnya kata benda yang banyak diserap dari

Dokumen yang terkait

Kemampuan Presentasi dalam Kegiatan Diskusi Siswa Kelas XI Madrasah Aliyah Nur As Sholihat Serpong Tangerang Selatan Tahun Pelajaran 2015/2016

1 16 98

Pengaruh Penggunaan Media Audio terhadap Pembelajaran Menyimak Puisi di Kelas X SMA Negeri 6 Tangerang Selatan Tahun Pelajaran 2013/2014

0 4 175

Analisis Kesalahan Penggunaan Kosakata Pada Karangan Narasi Siswa Yang Berlatar Belakang Bahasa Betawi Kelas Vii Mts Negeri Parung Semester Genap Tahun Pelajaran 2012/2013

0 8 114

Analisis Kesalahan Penentuan Ide Pokok dalam Karangan Eksposisi Siswa Kelas X Semester I di MA Annajah Jakarta Tahun Pelajaran 2013/2014

0 6 180

Analisis Kesalahan Penerapan Tanda Baca dalam Cerpen Siswa Kelas VIII SMP Dua Mei Tangerang Selatan Tahun Pelajaran 2014/2015

4 15 103

PENGARUH PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH OPEN-ENDED TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH OLEH SISWA (Kuasi Eksperimental pada Siswa Kelas X Semester Genap SMA Negeri 1 Sumberejo Kabupaten Tanggamus Tahun Pelajaran 2011/2012)

3 20 62

Kemampuan Menulis Karangan Eksposisi pada Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Natar Lampung Selatan Tahun Pelajaran 2011/2012

6 38 60

Analisis Kesalahan Siswa dalam Menyelesaikan Soal Uraian Berbentuk Soal Cerita pada Pembelajaran Matematika (Studi pada Siswa Kelas VII B SMP Negeri 28 Bandar Lampung Semester Genap Tahun Pelajaran 2013/2014)

1 18 52

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TPS TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA (Studi pada Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Gedongtataan Kabupaten Pesawaran Semester Genap Tahun Pelajaran 2013/2014)

0 5 63

PENGARUH PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN QUANTUM LEARNING TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI POKOK LIMBAH (Studi Eksperimen pada Siswa Kelas X IPA Semester Genap SMA Negeri 1 Sidomulyo Kab. Lampung Selatan Tahun Pelajaran 2012/2013)

1 6 52