EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TPS TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA (Studi pada Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Gedongtataan Kabupaten Pesawaran Semester Genap Tahun Pelajaran 2013/2014)

(1)

ABSTRAK

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK PAIR SHARETERHADAP PEMAHAMAN KONSEP

MATEMATIS SISWA

(Studi pada Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Gedongtataan Kabupaten Pesawaran Semester Genap Tahun Pelajaran 2013/2014)

Oleh

RESTU FRISTADY

Penelitian eksperimen semu ini bertujuan untuk mengetahui keefektifan model pembelajaran kooperatif tipe TPS dalam meningkatkan pemahaman konsep matematis siswa. Desain penelitian ini adalah posttest only control group design.

Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X SMAN 1 Gedongtataan tahun pelajaran 2013/2014. Sampel penelitian ini adalah siswa kelas X1 dan X2 yang diambil menggunakan teknik purposive sampling. Data penelitian diperoleh melalui tes pemahaman konsep matematis. Berdasarkan pengujian hipotesis, diperoleh kesimpulan bahwa penerapan model pembelajaran TPS efektif diterapkan untuk meningkatkan pemahaman konsep matematis siswa.


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa Barat pada tanggal 23 Maret 1991. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Barunta. S.Pd. dan Ibu Titin Kartini, S.Pd.

Penulis menyelesaikan pendidikan Taman Kanak-Kanak Nurul Iman pada tahun 1997 dan pendidikan dasar di SD Negeri 1 Sukaraja Kecamatan Gedongtataan Kabupaten Pesawaran pada tahun 2003. Pada tahun 2006, penulis menyelesaikan pendidikan menengah pertama di SMP Negeri 1 Gedongtataan Kabupaten Pesawaran. Penulis menyelesaikan pendidikan menengah atas di SMA Negeri 3 Bandar Lampung pada tahun 2009.

Pada tahun 2009, penulis diterima sebagai mahasiswa Program Studi Pendidikan Matematika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri. Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah mengikuti organisasi yaitu sebagai anggota organisasi Forum Pembinaan dan Pengkajian Islam (FPPI). Pada tahun 2012, penulis melaksanakan Program Pengalaman Lapangan (PPL) di SMP Negeri 2 Way Jepara Lampung Timur dan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di desa Sriwangi kecamatan Way Jepara Kabupaten Lampung Timur.


(7)

P

ersembahan

Alhamdulillahirobbil Alamin

Terucap syukur kehadirat Allah SWT, kupersembahkan karya ini sebagai tanda

cinta, kasih sayang dan baktiku kepada :

Ibuku Tercinta (Titin Kartini, S. Pd.)

yang telah membesarkanku dengan penuh kesabaran, kasih sayang, dan tak pernah bosan

menyemangatiku, serta tak pernah lelah menengadahkan tangan

dalam tiap sujud malamnya untuk mendoakanku.

Bapakku Tersayang (Barunta, S.Pd.)

yang telah menjadi sosok bapak yang sangat aku kagumi, menjadi contoh setiap

langkahku dalam hidup bermasyarakat, dan selalu mendukungku

dalam menggapai cita-cita..

Adikku (Pandu Galih Prakoso dan Puspita Diah Palupi)

yang telah menjadi sumber semangatku untuk membahagiakan keluarga.

dan selalu menemaniku saat senang atau pun sedih, pemberi semangat dalam mencapai cita

dan harapan.

Teman-teman seperjuangan

Sahabat-sahabatku yang selalu menjadi penyemangat bagiku

Para pengajar dan pembimbing yang ku hormati


(8)

MOTO

Hidup adalah Proses, penuh pelajaran

Tak mengenal batas Umur, Usia ataupun Tua

Walau jatuh, kalah ataupun gagal, tiada kata menyerah

Tetap bangkit, Berdiri dan Coba lagi

Sebelum Limitnya Usia

Terus Berlari, Menerjang dan Terbang

Sampai Tuhan berkata

WAKTUNYA PULANG


(9)

ii

SANWACANA

Puji syukur kehadirat Allah SWT Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Efektivitas Model Pembelajaran Kooperatif

TipeThink Pair ShareTerhadap Pemahaman Konsep Matematis Siswa”.

Penulis menyadari terselesaikannya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Untuk itu dengan kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Dr. Sri Hastuti Noer, M.Pd., selaku pembimbing I yang telah membimbing dengan penuh kesabaran, memberi nasihat, motivasi dan sumbangan pemikiran kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.

2. Ibu Dra. Arnelis Djalil, M.Pd., selaku Pembimbing Akademik sekaligus pembimbing II yang selama ini telah sabar membimbing, memberi nasihat dan masukan ide dalam penyusunan skripsi ini.

3. Bapak Drs. Pentatito Gunowibowo, M.Pd., yang telah bersedia menjadi pembahas, memberi nasihat, sumbangan pemikiran dan sabar menghadapi kekurangan penulis dalam penyusunan skripsi ini.

4. Bapak Dr. Bujang Rahman, M.Si., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.


(10)

iii

5. Bapak Dr. Caswita, M.Si., selaku Ketua Jurusan Pendidikan MIPA Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

6. Bapak Dr. Haninda Bharata M.Pd.,selaku Ketua Program Studi Pendidikan Matematika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung 7. Seluruh dosen yang telah mendidik dan membimbing penulis selama

menyelesaikan studi.

8. Bapak Dr. Bujang Rahman, M.Si., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

9. Ibu Titin Kartini dan bapak Barunta tercinta, atas perhatian dan kasih sayang yang telah diberikan selama ini, yang tidak pernah lelah untuk selalu mendoakan yang terbaik buat anak-anaknya.

10. Adik-adikku tersayang Pandu Galih Prakoso dan Puspita Diah Palupi yang telah memberikan doa, semangat, dan motivasi kepadaku.

11. Kepada Vera Hidaya, yang selalu setia menemani penulis, selalu menyemangati dan memberi perhatian.

12. Bapak Zaenal, M.Pd., selaku Kepala SMA N 1 Gedongtataan Kabupaten Pesawaran yang telah memberikan izin dan bantuan selama penelitian.

13. Ibu Dra. Siti Rohani A.R, selaku guru matematika kelas X SMA N 1 Gedongtataan Kabupaten Pesawaran yang telah membantu penulis selama melakukan penelitian.

14. Siswa/siswi kelas XI IPA 1, X IPA 1, dan X IPA 2, SMA N 1 Gedongtataan Kabupaten Pesawaran tahun pelajaran 2013/2014 atas kerjasamanya.

15. Teman-teman seperjuangan seluruh angkatan 2009 B Pendidikan Matematika: Bobi , Eka, Ifa, Masni, Umpu, Resty, Siti, Adi, Noeg, Albertus, Ikim, Astia,


(11)

iv

Desi, Novi, Evi, Febri, Hendra, Jennie, Jeniver, Martin, Mesimo, Nike, Nyoman, Rini, Selvi, Yosse, Ana, Ageng, Udin, Astri, Ayu, El, Ziah, Linda, Pretty, Pitri H, Riandra, Yuni, Pitri O. Terimakasih atas persahabatan, persaudaraan, kekeluargaan, kebersamaan dan semua kenangan selama ini. 16. Sahabat-sahabat seperjuanganku Pendidikan Matematika 2009 A yang

memberikan persaudaraan dan kebersamaannya selama ini.

17. Kakak tingkat Pendidikan Matematika 2008 ( Reguler dan Mandiri ), 2007, 2006, 2005, 2004 ( Reguler dan NR )

18. Adik tingkat 2010 ( Nando, Sofian, Heru, Andri, Engla, Anggi, Hesti, Intan,

Desy, Ardi, Tuke’, Aniya, Chita, Ria dll ) atas bantuan dan kebersamaanya selama ini, serta kepada adik tingkat 2011, 2012 dan 2013 atas kebersamaannya.

19. Rekan-rekan KKN Tematik Unila dan PPL SMP Negeri 2 Way Jepara Kabupaten Lampung Timur tahun 2012 : Ceci, Christian, Moses, Widi, Rita, Evi, Dwi, Dea, Lailda, Gita atas persaudaraannya selama ini, dan semoga tali persaudaraan ini tetap terjaga selamanya.

20. Guru SMP Negeri 2 Way Jepara dan warga desa Sriwangi khususnya ibu dan bapak Khaerudin atas bantuannya selama ini.

21. Kawan-kawan sepermainanku, Gito, Akmal, Deny bule, Singgih, Deris, Nitra, Ridho, Opik, Amrin, Ginanjar, Deni se, Deni su, Fiqri, Ucup, Sayu, Manda, Mala, Citra, Ulan, Amel, Sari, Riski dll atas dukungannya selama ini.

22. Almamater yang telah mendewasakanku.


(12)

v

Penulis berharap semoga bantuan dan dukungan yang diberikan mendapat balasan pahala dari Allah SWT dan semoga skripsi ini bermanfaat dan berguna bagi kita semua. Aamiin.

Bandarlampung, September 2014 Penulis


(13)

vi DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

DAFTAR TABEL ... x

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 9

C. Tujuan Penelitian ... 9

D. Manfaat Penelitian ... 9

E. Ruang Lingkup Penelitian ... 10

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori ... 12

1. Pemahaman Konsep Matematis ... 12

2. Efektivitas Pembelajaran... 15

3. Model Pembelajaran Kooperatif ... 17

a. Model Pembelajaran ... 17

b. Pembelajaran Kooperatif ... 18

c. Pembelajaran Kooperatif TipeThink Pair Share ... 20

4. Pembelajaran Konvensional... 23

B. Kerangka Pikir ... 24

C. Hipotesis Penelitian ... 26

1. Hipotesis Umum ... 26


(14)

vii III. METODE PENELITIAN

A. Populasi dan Sampel ... 27

B. Desain Penelitian... 28

C. Prosedur Penelitian ... 28

D. Teknik Pengumpulan Data ... 30

1. Data Penelitian ... 30

2. Teknik Pengumpulan Data... 30

3. Instrumen Penelitian ... 30

4. Uji Validitas Instrumen... 32

5. Analisis Reliabilitas ... 32

6. Tingkat Kesukaran ... 33

7. Analisis Daya Pembeda ... 34

E. Teknik Analisis Data dan Pengujian Hipotesis ... 36

1. Uji Normalitas ... 36

2. Uji Homogenitas... 38

3. Uji Hipotesis ... 39

4. Uji Satu Pihak... 39

5. Uji Proporsi ... 40

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 42

1. Data Pemahaman Konsep Matematika Siswa ... 42

1. Uji Hipotesis ... 43

2. Uji Proporsi ... 44

2. Pencapaian Indikator Pemahaman Konsep ... 45

B. Pembahasan ... 46

V. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 52

B. Saran ... 53 DAFTAR PUSTAKA


(15)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1 Langkah-langkah PembelajaranThink Pair Share... 22

3.1 Distribusi siswa kelas X IPA SMA Negeri 1 Gedongtataan... 27

3.2 Desain Penelitian ... 28

3.3 Pedoman Penyekoran Tes Kemampuan Pemahaman Konsep ... 31

3.4 Interprestasi Tingkat Kesukaran Butir Tes ... 34

3.5 Interpretasi Nilai Daya Pembeda ... 35

3.6 Data Uji Tes Kemampuan Pemahaman Konsep Matematis ... 35

3.7 Hasil Uji Normalitas Data Pemahaman Konsep Matematis Siswa... 37

3.8 Hasil Uji Homogenitas Data Pemahaman Konsep Matematis Siswa . 39 4.1 Data Pemahaman Konsep Matematika Siswa ... 42

4.2 Rekapitulasi Uji Kesamaan Dua Rata-Rata Data Pemahaman Konsep Matematika ... 43


(16)

viii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

A. Perangkat Pembelajaran

A.1 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)Kelas Eksperimen ... 57

A.2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Kelas Kontrol ... 81

A.3 Lembar Kerja Kegiatan... 108

B. Perangkat Tes B.1 Kisi-Kisi Soal Posttest ... 146

B.2 Soal-Soal Posttest... 147

B.3 Kunci Jawaban ... 148

C. Analisis Data C.1 Data Kemampuan Awal Siswa Kelas Eksperimen Dan Kontrol ... 156

C.2 Analisis Item Hasil Tes Uji CobaPosttest... 157

C.3 Tabel HasilPosttestKelas Eksperimen ... 159

C.4 Tabel HasilPosttestKelas Kontrol... 160

C.5 Uji Normalitas Data Pemahaman Konsep Kelas Eksperimen... 161

C.6 Uji Normalitas Data Pemahaman Konsep Kelas Kontrol... 164

C.7 Uji Kesamaan Varians Data Pemahaman Konsep... 168


(17)

ix

C.9 Uji Proporsi Kelas Eksperimen... 172 C.10 Tabel Analisis Pemahaman Konsep Matematika Kelas Eksperimen 174 C.11 Tabel Analisis Pemahaman Konsep Matematika Kelas Kontrol ... 176 C.12 Rekapitulasi Pencapaian Indikator Pemahaman Konsep Matematika

Siswa Kelas Eksperimen... 178 C.13 Rekapitulasi Pencapaian Indikator Pemahaman Konsep Matematika

Siswa Kelas Kontrol ... 179 D. Lain–Lain


(18)

1

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Kemajuan suatu bangsa ditandai dengan meningkatnya kesejahteraan masyarakatnya, namun faktanya,berdasarkan catatan surat kabar Republika dan Pikiran Rakyat, pada tahun 2009 - 2013 peningkatan justru pesat pada angka kriminalitas yaitu rata-rata meningkat 6% setiap tahunnya. Sementara peningkatan kesejahteraan hanya 0,59% pertahunnya. Banyak faktor penyebab peningkatan ini, seperti minimnya pendapatan, kebutuhan ekonomi yang meningkat, harga bahan pokok yang melambung, serta sulitnya memperoleh pekerjaan, mendesak seseorang melakukan tindak kriminalitas. Namun, akar permasalahan yang sebenarnya ialah rendahnya kualitas pendidikan masyarakat itu sendiri. Banyak kalangan masyarakat yang masih menganggap remeh pentingnya pendidikan. Padahal pendidikan merupakan kunci utama dalam kehidupan suatu bangsa, karena melalui pendidikan akan terlahir generasi-generasi yang berkualitas yang mampu membangun bangsa ke arah yang lebih baik.

Pendidikan juga memegang peranan penting dalam mempersiapkan sumber daya manusia bagi kehidupan dimasa yang akan datang, karena dengan pendidikan manusia dapat menggali setiap potensi yang ada dalam dirinya untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya.Peran pendidikan tersebut sesuai dengan


(19)

2 Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003, mengenai pengertian pendidikan:

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.

Dari pengertian tersebut, dapat diketahui bahwa pendidikan itu perlu diusahakan secara sadar agar para generasi bangsa dapat mengembangkan potensi yang dimilikinya.

Dalam upaya pengembangan potensi generasi bangsa, diperlukan suatu rancangan pendidikan yang memenuhi standar nasional pendidikan yakni standar isi, proses, kompentensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian pendidikan yang harus ditingkatkan secara berencana dan berkala. Standar nasional pendidikan tersebut diperlukan sebagai acuan dalam pengembangan kurikulum, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, dan pembiayaan. Jika terpenuhinya standar nasional, maka pendidikan bisa dikatakan berhasil, dengan demikiansalah satu tujuan nasional Republik Indonesia,yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa, dapat terealisasikan. Untuk mewujudkan tujuan itu, diperlukan peran serta semua pihak yang terlibat di dalamnya, baik pemerintah, sekolah, guru, siswa, orang tua siswa dan masyarakat.

Dari semua pihak yang terlibat, guru merupakan tokoh utama pemegang peran penting dalam sistemnya, karena guru secara langsung membimbing siswa dalam proses pembelajaran dan penentu dalam implementasi suatu strategi pembelajaran.


(20)

3 Tanpa guru, strategi sebagus apapun tidak mungkin dapat diaplikasikan. Keberhasilan pelaksanaan pembelajaran sangat bergantung pada kepiawaian guru dalam menggunakan metode, tehnik, dan taktik pembelajaran.

Peran guru dalam pembelajaran tidak hanya sebagai model atau teladan bagi siswa, tetapi juga berperan sebagai pengelola pembelajaran (manager of learning). Dari peran ini efektivitas suatu proses pembelajaran sangat bergantung pada seorang guru. Dunkin (Sanjaya, 2008) menyatakan ada beberapa aspek yang mempengaruhi kualitas proses pembelajaran dilihat dari faktor guru diantaranya : (i) teacher formative experience, mencakup jenis kelamin serta semua pengalaman hidup guru yang menjadi latar belakang sosial mereka. Aspek ini mencakup tempat asal kelahiran guru termasuk suku, latar belakang budaya, adat istiadat, keadaan keluarga tempat guru berasal; (ii) teacher training experiences, mencakup pengalaman-pengalaman yang berhubungan dengan aktivitas dan latar belakang pendidikan guru. Seperti, pengalaman latihan profesional, tingkatan pendidikan, pengalaman jabatan, dan sebagainya; (iii) teacher properties, yaitu segala sesuatu yang berhubungan dengan sifat yang dimiliki guru, seperti sikap guru terhadap profesinya, sikapnya terhadap siswa, kemampuan intelegensi guru, motivasi, kemampuan dalam pengelolaan pembelajaran, maupun kemampuan penguasaan materi.

Masing-masing guru memiliki pengetahuan, pengalaman, dan kemampuan yang berbeda-beda. Hal ini tentu berpengaruh, baik dalam penyusunan strategi atau implementasi pembelajaran. Pandangan guru terhadap mata pelajaran yang diajarkan juga dapat mempengaruhi proses pembelajaran. Berdasar pengalaman


(21)

4 penulis, guru yang menganggap suatu mata pelajaran sebagai mata pelajaran hafalan, akan berbeda dibandingkan dengan guru yang menganggapnya sebagai mata pelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir. Guru yang menganggap suatu mata pelajaran sulit untuk dipelajari, akan mempengaruhi dalam cara penyajian mata pelajaran tersebut, misalnyadalam pelajaran matematika.

Pentingnya peran matematika dan erat kaitannya dalam kehidupan sehari-hari, menyebabkan matematika diberikan pada semua jenjang pendidikandan diperbanyaknya jumlah jam matematika disekolah. Peran matematika yang penting dalam kehidupan ini, mewajibkan seorang guru matematika memahami bahwa matematika bukan ilmu hafalan, melainkan ilmu yang membutuhkan penguasaan dan pemahaman terhadap konsep dalam tiap jenjang pendidikan.Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi kesalahan pemahaman konsep awal, karena sifat hierarki matematika,yang berarti bahwa pemahaman konsep awal akan berpengaruh untuk dapat memahami konsep selanjutnya pada jenjang yang lebih tinggi. Pemahaman konsep awal yang salah, akan menyebabkan kesalahan pada pemahaman konsep selanjutnya,sehingga untuk meningkatkan keberhasilan belajar matematika penguasaan konsep harus diperhatikan

Memahami konsep matematika merupakan salah satu syarat untuk dapat menguasai matematika. Pada setiap pembahasan materi baru, selalu diawali dengan pengenalan konsep, baik pengenalan konsep secara induktif maupun secara deduktif. Pengenalan konsep secara induktif yaitu berupa konsep-konsep


(22)

5 yang menyangkut kehidupan sehari-hari, sedangkan pengenalan konsep secara deduktif yaitu berupa pemaparan konsep, definisi, dan istilah-istilah.

Menurut Skemp (1987), pemahaman konsep matematika didefinisikan sebagai kemampuan mengaitkan notalasi dan simbol matematika yang relevan dengan ide-ide matematika dan mengkombinasikannya ke dalam rangkaian penalaran logis. Maka dari itu, dalam pembelajaran matematika akan lebih baik jika mengkaitkan konteks kehidupan nyata dalam pembelajaran, karena dengan begitu siswa akan lebih mudah memahami pelajaran tersebut.

Pelajaran Matematika di sekolah bertujuan untuk mempersiapkan peserta didik menghadapi perubahan dunia yang dinamis dengan menekankan pada penalaran logis, rasional dan kritis, serta memberikan keterampilan kepada mereka untuk mampu menggunakan konsep matematika dan penalaran matematika dalam memecahkan berbagai masalah dalam kehidupan sehari-hari.

Ruseffendi (1991 : 208) mengemukakan bahwa salah satu peran penting dalam mempelajari matematika adalah memahami objek langsung matematika yang bersifat abstrak seperti: fakta, konsep, prinsip, dan skil. Untuk mencapainya diperlukan sajian masalah – masalah yang bersifat konkrit untuk membantu memahami ide-ide matematika yang bersifat abstrak tersebut. Oleh sebab itu, dalam proses pembelajaran diperlukan kemampuan representasi konsep yang baik.

Menurut McCoy, Baker dan Little (Hutagaol,2007:3), salah satu cara terbaik membantu siswa memahami matematika adalah dengan melalui representasi matematis, yaitu dengan cara mendorong mereka untuk menemukan atau


(23)

6 membuat representasi sebagai alat berfikir dalam mengkomunikasikan gagasan matematika.

Terlepas dari kedua pendapat ahli tersebut, faktanya masih banyak sekolah-sekolah yang masih menerapkan metode konvensional dalam pembelajaran matematika.SMA Negeri 1 Gedongtataan misalnya, disini guru aktif menjelaskan materi pelajaran matematika, sedangkan siswa hanya menerima penjelasan yang disampaikan oleh guru bahkan banyak siswa melakukan aktivitas yang tidak berkaitan dengan pelajaran dan mengganggu siswa lain. Pembelajaran yang didominasi oleh kegiatan guru tersebut menyebabkan kurang menarik keinginan siswa untuk mengikuti proses pembelajaran sehingga siswa malas untuk mengikuti proses pembelajaran dan akhirnya berimbas pada kurangnya kemampuan siswa dalam memahami konsep. Meskipun sesekali dalam proses pembelajaran diadakan pengelompokan belajar dalam jumlah 6-8 siswa, hal tersebut tidak menyebabkan proses pembelajaran lebih efektif karena kebanyakan siswa dalam kelompok tersebut hanya mengandalkan temannya dalam mengerjakan soal yang di berikan oleh guru. Disamping itu, ketika menyelesaikan sebuah permasalahan matematika, sebagian besar siswa cenderung menghafal langkah penyelesaian yang diberikan guru dan tidak memahami konsep dari permasalahan tersebut.

Sehubungan dengan hal tersebut, perlu adanya suatu model pembelajaran matematika yang menuntut siswa aktif, lebih bebas mengemukakan pendapat, saling membantu dan berbagi pendapat dengan teman, serta bersama-sama menyelesaikan masalah untuk memperoleh pengetahuan baru. Kondisiyang


(24)

7 memungkinkan munculnyahal tersebut yaitu pembelajaran kooperatif, dimana siswa belajar dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif.

Dalam pembelajaran kooperatif diajarkan keterampilan-keterampilan khusus agar siswa dapat bekerjasama di dalam kelompoknya, seperti menjadi pendengar yang baik dan memberikan penjelasan kepada teman sekelompok dengan baik, dengan siswa diberi lembar kegiatan yang berisi pertanyaan atau tugas yang direncanakan untuk diajarkan. Selama kerja kelompok, tugas anggota kelompok adalah mencapai ketuntasan.

Pembelajaraan kooperatif dapat digunakan untuk meningkatkan penguasaan konsep matematis siswa karena tidak membuat seorang guru mendominasi proses pembelajaran. Pembelajaran kooperatif menuntut siswa berfikir secara kreatif, aktif, lebih bebas mengemukakan pendapat, saling membantu dan berbagi pendapat dengan teman, serta bersama-sama menyelesaikan masalah untuk memperoleh pengetahuan baru, sehingga pemahaman konsep matematis siswa dapat ditingkatkan.

Eggen dan Kauchack (Trianto, 2009: 42) mengemukakan pembelajaran kooperatif merupakan sebuah kelompok strategi pengajaran yang melibatkan siswa bekerja secara kolaborasi untuk mencapai tujuan bersama. Pembelajaran kooperatif disusun sebagai sebuah usaha untuk meningkatkan partisipasi siswa, memfasilitasi siswa dengan pengalaman kepemimpinan dan membuat keputusan dalam kelompok, serta memberikan kesempatan kepada siswa untuk berinteraksi dan belajar bersama-sama siswa yang berbeda latar belakangnya. Penerapan pembelajaran kooperatif diharapkan mampu memberipeluang yang sama bagi


(25)

8 siswa dalam memperoleh hasil belajar yang maksimal serta tercipta suasana yang menyenangkan.

Salah satu model pembelajaran kooperatif yang dapat meningkatkan partisipasi dan interaksi siswa adalahThink Pair Share (TPS). Dalam proses pembelajarannya, metode pembelajaran kooperatif tipe TPS berfokus pada kemampuan berpikir siswa.Model pembelajaran kooperatif tipe TPS, diawali dengan memberikan pertanyaan atau permasalahan dalam keseharian yang berhubungan dengan materi pelajaran. Pertanyaan atau permasalahan tersebut, dipikirkan penyelesaiannya secara mandiri oleh siswa, sehingga siswa sudah memiliki persiapan dalam memahami konsep secara mandiri.Langkah berikutnya, secara berpasangan siswa mendiskusikan permasalahan tersebut dan mengungkapkan pendapatnya sehingga didapat kesimpulan dari pemecahan masalah tersebut.Setelah itu, kesimpulan dari beberapa pasangan dipresentasikan di depan kelas dan pasangan lain diminta untuk menangapi kesimpulan tersebut. Dari keseluruhan aktivitas tersebut, siswa dituntun untuk berfikir secara kreatif, aktif, berani mengemukakan pendapat, menjadi pendengar yang baik, saling membantu dan berbagi pendapat dengan teman, sehingga permasalahan dapat terpecahkan dan pengetahuan siswa meningkat.

Dalam tahapan-tahapannya, tampak bahwa model pembelajaran kooperatif tipe TPSakan mendorong siswa untuk aktif dalam pembelajaran dan mengarahkan siswa untuk belajar menemukan konsep matematika dalam pembelajaran di kelompok yang heterogen serta akan meningkatkan pemahaman konsep matematis siswa. Oleh karena itu penulis merasa perlu diadakan penelitian dengan


(26)

9 menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TPS pada siswa kelas X SMA Negeri 1 Gedongtataan semester genap tahun ajaran 2013/2014.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini: “Apakah penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TPS lebih efektif dalam meningkatkan pemahaman konsep matematis siswa kelas X SMA Negeri 1 Gedongtataan semester genap tahun ajaran 2013/2014 dibanding model pembelajaran konvensional?”.

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang ada, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui keefektifan model pembelajaran kooperatif tipe TPS dalam meningkatkan pemahaman konsep matematis siswa kelas X SMA Negeri 1 Gedongtataan semester genap tahun ajaran 2013/2014.

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah : 1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini secara teoritis diharapkan mampu memberikan sumbangan terhadap perkembangan pembelajaran matematika, terutama terkait pemahaman konsep matematis siswa dan model pembelajaran kooperatif tipe TPS.


(27)

10 2. Manfaat Praktis

Dilihat dari segi praktis, penelitian ini memberikan manfaat antara lain :

a. Bagi sekolah, sebagai sumbangan pemikiran dalam upaya mengadakan perbaikan mutu pembelajaran matematika.

b. Bagi guru, memperoleh wawasan dalam penerapan model pembelajaran yang efektif dilihat dari penguasaan konsep matematis siswa.

E. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini antara lain:

1. Efektivitas pembelajaran adalah ketepatgunaan pembelajaran untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Efektivitas pembelajaran dalam penelitian ini ditinjau dari beberapa aspek, yaitu:

a. Rata-rata skor pemahaman konsep siswa.

b. Persentase ketuntasan belajar siswa kelas eksperimen minimal 65%.

2. Pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran yang aktivitasnya terpusat pada siswa dalam bentuk kelompok, berdiskusi, dan bekerja sama dalam memecahkan masalah.

3. Model pembelajaran kooperatif tipe TPS,merupakan suatu model diskusi kooperatif dengan cara memproses informasi dengan mengembangkan cara berfikir dan komunikasi.Siswa diberi kesempatan untuk berpikir (Thinking) atas informasi yang diberikan guru, berpasangan (Pairing) dengan teman sebangku untuk berdiskusi, dan berbagi (Sharing) dengan seluruh kelas atas hasil diskusinya.


(28)

11 4. Model pembelajaran langsung (konvensional) yaitu model pembelajaran yang didominasi oleh guru, dimana guru berperan untuk menjelaskan dan mempresentasikan materi, memberikan latihan, dan memberikan tugas. Model pembelajaran ini dipilih karena model pembelajaran ini umumnya digunakan guru dalam pembelajaran.

5 Pemahaman konsep matematis adalah kemampuan untuk memahamiobjek abstrak seperti notasi dan simbol dalam matematika yang relevan dan mengkombinasikannya ke dalam rangkaian penalaran yang logis. Indikator pemahaman konsep yang digunakan dalam penelitian ini yaitu :

1. Menyatakan ulang sebuah konsep.

2. Mengklasifikasi obyek-obyek menurut sifat-sifat tertentu (sesuaikonsepnya). 3. Memberi contoh dan non-contoh dari konsep.

4. Menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematis. 5. Menggunakan syarat perlu atau syarat cukup suatu konsep.

6. Menggunakan, memanfaatkan, dan memilih prosedur atau operasi tertentu. 7. Mengaplikasikan konsep atau algoritma pemecahan masalah.


(29)

12

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori

1. Pemahaman Konsep Matematis

Matematika merupakan pelajaran yang terdiri dari berbagai konsep yang tersusun secara hierarkis, yang berarti bahwa pemahaman konsep harus dilakukan secara terurut karena konsep awal berpengaruh pada konsep berikutnya. Kesalahan dalam memahami konsep terdahulu akan mempersulit dalam memahami konsep selanjutnya. Oleh sebab itu, pemahaman konsep matematis secara mendalam menjadi sangat penting.

Belajar konsep merupakan hal yang paling mendasar dalam proses belajar matematika, oleh karena itu seorang guru dalam mengajarkan sebuah konsep harus beracuan pada sebuah tujuan yang harus dicapai. Konsep matematika yang sangat kompleks, cukup sulit bahkan tidak bisa dipahami jika pemahaman konsep yang lebih sederhana belum memadai. Hiebert dan Carpenter (Hasan, 2012) menyatakan bahwa salah satu ide yang diterima secara luas dalam pendidikan matematika adalah bahwa siswa harus memahami matematika. Marpaung (Hasan, 2012) juga berpendapat bahwa matematika tidak akan ada artinya kalau hanya dihafalkan. Oleh sebab itu, pemahaman konsep matematis menjadi salah satu tujuan pembelajaran matematika.


(30)

13 Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, paham berarti mengerti dengan tepat, sedangkan konsep diartikan sebagai ide atau pengertian yang di-abstrakkan dari peristiwa konkret. Berdasarkan prinsip-prinsip belajar Gestalt (Field Theory),

anak belajar dengan menggunakan pemahaman atau insight. Pemahaman adalah kemampuan melihat hubungan-hubungan antara berbagai faktor atau unsur dalam situasi yang problematis (Hamalik, 2009: 48). Sedangkan arti memahami ialah mengetahui tentang sesuatu dan dapat melihatnya dari berbagai segi. Seorang siswa dapat memahami sesuatu apabila ia dapat memberikan penjelasan atau memberi uraian yang lebih rinci tentang hal itu dengan menggunakan kata-katanya sendiri.

Pemahaman konsep merupakan salah satu aspek dalam prinsip-prinsip belajar teori kognitif (Hamalik, 2009: 46). Berdasarkan prinsip belajar teori kognitif, belajar dengan pemahaman (understanding) akan lebih permanen (menetap) dan lebih memungkinkan untuk ditransferkan, dibandingkan denganrote learningatau belajar dengan formula.

Kemampuan pemahaman dapat dijabarkan menjadi tiga, yaitu: a. Menerjemahkan

Pengertian menerjemahkan disini bukan saja pengalihan (translation) arti dari bahasa yang satu ke dalam bahasa yang lain. Namun dapat diartikan dari konsepsi abstrak menjadi suatu model, yaitu model simbolik yang mempermudah orang untuk mempelajarinya.

b. Menginterpretasi


(31)

14 c. Mengektrapolasi

Menuntut kemampuan intelektual yang lebih tinggi (Daryanto, 1999: 106-107).

Konsep menunjuk pada pemahaman dasar (Abdurrahman, 1999: 254). Namun lebih spesifik lagi, matematika merupakan ilmu yang mempunyai objek-objek dasar, objek-objek itu merupakan pikiran (Soedjadi, 2000: 13). Salah satu objek dasar itu adalah konsep. Konsep adalah ide abstrak yang dapat digunakan untuk menggolongkan atau mengklasifikasikan sekumpulan objek. Konsep berhubungan dengan definisi. Jadi ini berarti bahwa belajar konsep matematika pada tingkat lebih tinggi tidak akan mungkin, bila prasyarat yang mendahului konsep belum dipelajari, sehingga ada urutan-urutan tertentu dalam mempelajari matematika. Untuk memahami matematika, seseorang terlebih dahulu harus memahami konsep-konsep dasar pada matematika. Pemahaman konsep matematika didefinisikan sebagai kemampuan mengaitkan notasi dan simbol matematika yang relevan dengan ide-ide matematika dan mengombinasikannya ke dalam rangkaian penalaran logis.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat diambil pengertian bahwa pemahaman konsep matematis adalah kemampuan untuk dapat mengerti ide abstrak dan objek dasar yang dipelajari siswa serta mengaitkan notasi dan simbol matematika yang relevan dengan ide-ide matematika dan mengkombinasikannya ke dalam rangkaian penalaran logis.

Depdiknas menjelaskan hal-hal sebagai berikut:

Penilaian perkembangan anak didik dicantumkan dalam indikator dari kemampuan pemahaman konsep sebagai hasil belajar matematika. Indikator tersebut adalah a) Menyatakan ulang sebuah konsep. b) Mengklasifikasikan


(32)

15 objek-objek menurut sifat tertentu (sesuai dengan konsepnya). c) Memberi contoh dan non contoh dari konsep. d) Menyajikan konsep dalam bentuk representasi matematika. e) Mengembangkan syarat perlu atau syarat cukup suatu konsep. f) Menggunakan, memanfaatkan, dan memilih prosedur atau operasi tertentu. g) Mengaplikasikan konsep pemecahan masalah.

Pemahaman konsep yang dimaksud dalam penelitian ini adalah siswa dapat memahami dan mengerti teori-teori tentang materi yang diajarkan menggunakan suatu model pembelajaran tertentu.

2. Efektivitas Pembelajaran

Efektivitas pembelajaran mempunyai dua suku kata, yaitu efektivitas dan pembelajaran. Efektivitas merupakan derivasi dari kata efektif yang dalam bahasa Inggris effectivedidefinisikan “producing a desired or intend-ed result” (Concise Oxford Dictionary, 2001) atau “producing the result that is wanted or intended” dan definisi sederhananya “coming into use” (Oxford Learner’s Pocket

Dictionary, 2003: 138). Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002: 584)

mendefinisikan efektif dengan “ada efeknya (akibatnya, pengaruhnya,

kesan-nya)” atau “dapat membawa hasil, berhasil guna (usaha, tindakan)” dan efektivitas diartikan “keadaan berpengaruh, hal berkesan” atau ” keberhasilan (usaha, tindakan)”.

The Liang Gie (Sudiyono, 2004) mendefinisikan efektivitas sebagai berikut.

“Suatu keadaan yang mengandung pengertian mengenai terjadinya efek atau akibat yang dikehendaki. Jika seseorang melakukan suatu perbuatan dengan maksud tertentu yang memang dikehendaki, maka orang itu dikatakan efektif kalau memang menimbulkan akibat dari yang dikehendakinya itu”.


(33)

16 Efektivitas merujuk pada kemampuan untuk memiliki tujuan yang tepat atau mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Efektivitas juga berhubungan dengan masalah bagaimana pencapaian tujuan atau hasil yang diperoleh, kegunaan atau manfaat dari hasil yang diperoleh, serta tingkat daya fungsi unsur atau komponen.

Menurut Driscoll (Slavin, 2008: 179), pembelajaran didefinisikan sebagai perubahan dalam diri se-seorang yang disebabkan oleh pengalaman. Pembelajaran ber-dasarkan makna leksikal berarti proses, cara, perbuatan mempelajari (Suprijono, 2009: 15). Pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling mempengaruhi mencapai tujuan pembelajaran (Hamalik, 2009: 57). Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, disimpulkan bahwa pembelajaran adalah proses yang tersusun dari unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling mempengaruhi sehingga terjadi perubahan untuk mencapai tujuan pembelajaran.

Smith dan Ragan (Yamin, 2011: 70) menyatakan bahwa pembelajaran adalah desain dan pengembangan penyajian informasi dan aktivitas-aktivitas yang diarahkan pada hasil belajar tertentu. Pembelajaran dapat dikatakan efektif apabila dalam proses pembelajaran setiap elemen berfungsi secara keseluruhan, siswa merasa senang dengan kegiatan pembelajaran, fasilitas, materi dan metode yang digunakan. Tujuan utama efektivitas pembelajaran adalah outputnya, yaitu kompetensi siswa.


(34)

17 Tahap berikutnya dalam pengukuran efektivitas pembelajaran, menurut Lesli Rae, dapat diukur dengan mengadaptasi pengukuran efektivitas pelatihan yaitu melalui validasi dan evaluasi.

Jadi, yang dimaksud dengan efektivitas pembelajaran ialah ketepatgunaan memilih suatu starategi dalam desain, penyajian informasi, aktivitas, yang diarahkan untuk terjadi perubahan yang lebih baik. Intinya, efektivitas pembelajaran ialah ketepatgunaan memilih strategi dalam pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran.

3. Model Pembelajaran Kooperatif a. Model Pembelajaran

Model pembelajaran adalah bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru di kelas. Model pembelajaran dimaksudkan sebagai pola interaksi siswa dengan guru di dalam kelas yang menyangkut strategi, pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran yang diterapkan dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar di kelas (Tim MPKBM, 2001: 6).

Menurut pemikiran Joyce (Suprijono, 2011: 46), fungsi model adalah ”each model guides us as we design instruction to help students achieve various

objectives”. Melalui model pembelajaran guru dapat membantu siswa mendapat informasi, ide, keterampilan, cara berpikir, dan mengekspresikan ide. Model pembelajaran berfungsi pula sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para guru dalam merencanakan aktivitas belajar mengajar.


(35)

18 b. Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif merupakan konsep yang lebih luas meliputi semua jenis kerja kelompok termasuk bentuk-bentuk yang lebih diarahkan oleh guru (Suprijono, 2011: 54). Menurut Anita Lie (Suprijono, 2011: 56), model pembelajaran kooperatif didasarkan pada falsafah homo homini socius. Tanpa interaksi sosial tidak akan ada pengetahuan.

Pembelajaran kooperatif atau cooperative learning merupakan model pem-belajaran dimana siswa bekerja sama dalam kelompok kecil dan saling membantu dalam belajar. Dalam pembelajaran kooperatif siswa ditempatkan dalam satu kelompok dalam beberapa minggu atau bulan. Siswa dilatih dapat bekerja sama dengan baik, berani mengajukan pertanyaan, dapat bertukar pengetahuan dengan baik dan membangun kepercayaan diri.

Menurut Irnawati (2011: 27-28) pembelajaran kooperatif dikategorikan menjadi enam karakteristik, yaitu:

1) Tujuan kelompok

Tujuan kelompok dalam pembelajaran koperatif ini adalah pembelajaran tim siswa, dimana tim harus mampu memenuhi kriteria yang telah ditentukan sebelumnya agar mencapai keberhasilan.

2) Tanggung jawab individual

Tanggung jawab individual adalah segala sesuatu yang harus dimiliki setiap anggota dalam kelompok. Terwujudnya keberhasilan sangat ditentukan oleh anggota.


(36)

19 3) Kesempatan sukses yang sama

Karateristik dari metode pembelajaran tim siswa adalah penggunaan metode skor yang memastikan semua siswa mendapat kesempatan yang sama untuk kemajuan dalam timnya.

4) Kompetisi tim

Kompetisi tim kooperatif bukan merupakan persaingan dalam hal negatif melainkan kompetisi sebagai sarana untuk memotivasi siswa untuk bekerja sama dengan anggota timnya.

5) Spesialisasi tugas

Spesialisasi tugas adalah untuk melaksanakan dan bertanggung jawab terhadap subtugas yang telah menjadi bagiannya.

6) Adaptasi terhadap kebutuhan kelompok

Merupakan metode yang mempercepat langkah kelompok, tetapi ada juga yang mengadaptasi terhadap kebutuhan individual.

Keuntungan menggunakan pembelajaran kooperatif menurut Irnawati (2011: 28) yaitu :

1) Mengurangi kecemasan, seperti:

a) Menghilangkan perasaan tertekan dan panik.

b) Menggantikan bentuk persaingan dengan saling kerjasama. c) Melibatkan siswa untuk aktif dalam proses belajar.

d) Menciptakan suasana kelas yang lebih rileks dan tidak terlalu resmi.

e) Tidak adanya hambatan seperti rasa malu dan kurang percaya diri, karena bekerja di dalam kelompok.


(37)

20 2) Belajar melalui komunikasi

a. Siswa dapat belajar dengan berbicara dan mendengarkan antara satu dengan yang lainya.

b. Siswa dapat berdiskusi, berdebat, adu gagasan, konsep dan keahlian sampai benar-benar memahaminya.

c. Mereka memiliki rasa peduli, rasa tanggung jawab terhadap teman lainnya dalam proses belajarnya.

d. Mereka dapat menghargai perbedaan etnik, perbedaan tingkat kemampuan dan cacat fisik.

Diterapkannya pembelajaran kooperatif, siswa dapat belajar bersama, saling membantu, berani mengeluarkan ide, dapat memecahkan masalah melalui diskusi, dapat menjelaskan dan mengajukan pertanyaan dalam kelompoknya.

Pembelajaran kooperatif mempunyai berbagai tipe, diantaranya ialah STAD, NHT, TGT, JIGSAW, TPS dan masih banyak yang lainnya. Salah satu model pembelajaran kooperatif yang dapat digunakan untuk meningkatkan pemahaman konsep matematis siswa ialah metode pembelajaran kooperatif tipe TPS.

c. Pembelajaran Kooperatif TipeThink Pair Share (TPS)

Model pembelajaran kooperatif mempunyai banyak variasi. Salah satu tipe pem-belajaran kooperatif adalah Think Pair Share (TPS). Think, berpikir – pair,

berpasangan – share, berbagi, merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang

dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa. Metode pembelajaran kooperatif tipe TPS pertama kali dikembangkan oleh Frang Lyman dan koleganya


(38)

21 di Universitas Maryland, yang menyatakan bahwa metode pembelajaran kooperatif tipe TPS merupakan suatu cara yang efektif untuk membuat variasi suasana pola diskusi kelas. Diasumsikan bahwa semua diskusi membutuhkan pengaturan untuk mengendalikan kelas secara keseluruhan dan prosedur yang digunakan dalam metode pembelajaran kooperatif tipe TPS dapat memberi siswa lebih banyak waktu berpikir untuk merespon dan saling membantu

Menurut Nurhadi (2004: 23), metode pembelajaran kooperatif tipe TPS merupakan struktur pembelajaran yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa agar tercipta suatu pembelajaran kooperatif yang dapat meningkatkan penguasaan akademik dan keterampilan siswa. Metode pembelajaran kooperatif tipe TPS memiliki prosedur yang ditetapkan untuk memberi waktu yang lebih banyak kepada siswa dalam berpikir, menjawab, dan saling membantu satu sama lain.

Trianto (2009: 82) mengungkapkan guru memilih menggunakan metode pembelajaran kooperatif tipe TPS untuk membandingkan tanya jawab kelompok keseluruhan. Menurutnya, pembelajaran kooperatif tipe TPS memiliki tiga langkah utama, seperti pada Tabel 2.1.

Setiap tahapan-tahapan metode pembelajaran kooperatif tipe TPS merupakan struktur tahapan yang dapat membantu siswa berinteraksi dalam proses pembelajaran sehingga dapat meningkatkan kemampuan siswa untuk memecahkan masalah yang dialami siswa.


(39)

22 Tabel 2.1 Langkah-langkah pembelajaranThink Pair Share

Menurut Lie (2008: 56), teknik belajar mengajar berpikir-berpasangan-berbagi, merupakan struktur kegiatan pembelajaran gotong royong. Teknik ini memberi siswa kesempatan untuk bekerja sendiri serta bekerjasama dengan orang lain dalam pasangan. Lie (2008: 45) menyatakan bahwa kelompok secara berpasangan ini memiliki beberapa keunggulan, diantaranya memberikan lebih banyak kesempatan untuk kontribusi masing-masing anggota kelompok, interaksi lebih mudah, lebih mudah dan cepat membentuknya, dan cocok untuk tugas sederhana. Lie (2008: 45) juga menyatakan bahwa terdapat kelemahan dalam kelompok berpasangan, antara lain lebih sedikit ide yang muncul, jika terjadi perselisihan tidak ada penengah, banyaknya kelompok yang melapor dan perlu dimonitor. Namun disinilah peran guru agar optimal dalam menjalankan perannya sebagai fasilitator.

Langkah Uraian

1. Thinking(berpikir)

Guru mengajukan suatu pertanyaan atau masalah yang berkaitan dengan pelajaran dan meminta siswa menggunakan waktu beberapa menit untuk berpikir sendiri jawaban atau masalah

2. Pairing

(berpasangan)

Guru meminta siswa untuk berpasangan dan mendiskusikan apa yang telah mereka peroleh. Interaksi pada langkah ini diharapkan dapat berbagi jawaban jika telah diajukan suatu pertanyaan atau berbagi ide jika suatu persoalan khusus telah

diidentifikasi. Secara normal guru memberi waktu 4-5 menit untuk berpikir berpasangan.

3. Sharing(berbagi)

Pada langkah akhir, guru meminta kepada pasangan untuk berbagi dengan seluruh kelas tentang apa yang telah mereka bicarakan. Hal ini efektif untuk

berkeliling ruangan dari pasangan ke pasangan dan melanjutkan sampai sekitar sebagian pasangan mendapat kesempatan untuk melaporkan.


(40)

23 Prosedur pelaksanaan metode pembelajaran kooperatif tipe TPS tersebut dapat membatasi aktivitas siswa yang tidak relevan dengan pembelajaran, serta dapat memunculkan kemampuan atau keterampilan siswa yang positif. Metode pembelajaran kooperatif tipe TPS digunakan dalam pembelajaran matematika dengan tujuan dapat membantu siswa dalam mengatasi masalah-masalah matematika. Pada akhirnya metode pembelajaran kooperatif tipe TPS akan mengembangkan kemampuan siswa untuk berpikir secara terstruktur dalam diskusi mereka dan memberikan kesempatan untuk bekerja sendiri ataupun dengan orang lain melalui keterampilan berkomunikasi. Oleh sebab itu, dengan digunakan metode pembelajaran kooperatif tipe TPS, diharapkan siswa dapat meningkatkan pemahaman konsep matematisnya.

4. Pembelajaran Konvesional

Djamarah (2006) mengatakan bahwa metode pembelajaran konvensional adalah metode pembelajaran tradisional atau disebut juga dengan metode ceramah karena sejak dulu metode ini telah dipergunakan sebagai alat komunikasi lisan antara guru dengan anak didik dalam proses belajar dan pembelajaran. Dalam pembelajaran konvensional, ditandai dengan ceramah yang diiringi dengan penjelasan, serta pembagian tugas dan latihan.

Roestiyah (2000:136) menyatakan bahwa metode ceramah merupakan suatu cara mengajar yang digunakan untuk menyampaikan keterangan atau informasi, atau uraian tentang suatu pokok persoalan serta masalah secara lisan. Selama berlangsungnya ceramah, guru bisa menggunakan alat-alat bantu seperti gambar-gambar bagan agar uraiannya menjadi lebih jelas. Menurut Ibrahim (2000),


(41)

24 pembelajaran konvensional adalah kegiatan belajar yang bersifat menerima, guru berperan lebih aktif dan siswa berperan lebih pasif tanpa banyak melakukan kegiatan pengolahan bahan, karena hanya menerima bahan ajar yang disampaikan oleh guru saja.

Jadi, model pembelajaran konvensional adalah model pembelajaran yang digunakan guru dalam meyampaikan materi atau konsep secara lisan kepada siswa dengan ceramah. Konsep materi yang diterima siswa sepenuhnya berasal dari apa kata pendidik, dalam hal ini proses pembelajaran lebih cenderung hanya mengantarkan siswa untuk mencapai target kurikulum seperti konsep-konsep penting, latihan soal, dan tes tanpa melibatkan siswa secara aktif.

B. Kerangka Pikir

Model pembelajaran kooperatif memberikan kesempatan kepada siswa untuk be-kerja dalam sebuah kelompok sehingga siswa berperan aktif dalam pembelajaran. Peran aktif siswa dalam pembelajaran, akan mempermudah dalam memahami konsep dibandingkan bila siswa hanya mendengarkan ceramah dari guru.

Model pembelajaran kooperatif tipe TPS terdiri dari tiga tahapan, yaitu thinking, pairing, dan sharing. Pada tahap Thinking (berpikir), siswa secara mandiri mencoba untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi, hal ini membuat siswa lebih terbiasa dalam menemukan sendiri suatu konsep terkait dengan masalah tersebut, sehingga siswa dapat mengembangkan kemampuan pemahaman konsep matematisnya dan sebagai bekal diskusi pada tahap selanjutnya. Selain itu aktivitas belajar siswa lebih terarah karena siswa mempunyai tanggung jawab


(42)

25 secara individu atas permasalahan yang dihadapinya. Pada tahap Pairing

(berpasangan), siswa secara berpasangan mendiskusikan hasil pemikiran atau gagasan yang telah mereka kembangkan pada tahap thinking, sehingga kemampuan pemahaman konsep matematis mereka semakin matang. Selain itu tahap ini dapat meminimalisir kesempatan untuk mengandalkan siswa lain sehingga aktivitas belajar siswa yang tidak relevan dalam pembelajaran semakin kecil. Pada tahap Sharing (berbagi), siswa mempresentasikan hasil diskusinya di depan kelas sehingga pemahaman konsep matematis siswa menjadi lebih matang dan aktivitas belajar siswa menjadi lebih relevan saat pembelajaran berlangsung.

Pada pembelajaran konvensional, pembelajaran di mulai dengan pemberian materi oleh guru melalui ceramah, diskusi kelompok, dan pemberian tugas. Pada pembelajaran ini, guru berperan aktif sebagai pemberi informasi di kelas, sehingga siswa lebih terbiasa mendapat informasi tentang konsep yang disampaikan oleh guru dan menyebabkan siswa malas untuk berpikir. Hal ini menyebabkan kemampuan pemahaman konsep mereka kurang baik. Selain itu dampak dari aktifnya guru sebagai pemberi informasi di dalam kelas adalah terkait dengan aktivitas belajar siswa. Aktivitas yang dilakukan siswa hanya sekedar mendengar penjelasan guru dan mencatat apa yang dicatat guru di papan tulis. Keadaan ini membuat siswa merasa jenuh sehingga siswa kurang berminat terhadap pelajaran matematika, sehingga siswa banyak melakukan aktivitas yang kurang relevan dalam pembelajaran. Pada saat diskusi kelompok, banyak siswa yang cenderung mengandalkan siswa lain dalam kelompoknya, sehingga membuat kemampuan pemahaman konsep mereka kurang berkembang. Pada saat


(43)

26 presentasi hasil diskusi, sebagian siswa tertentu saja yang dilibatkan, sehingga sebagian besar siswa masih kurang berperan aktif saat pembelajaran berlangsung.

Berdasarkan uraian di atas, disimpulkan bahwa melalui metode pembelajaran kooperatif tipe TPS diharapkan mampu menciptakan suasana belajar aktif, sehingga setiap siswa lebih aktif, interaktif serta mengalami sendiri aktivitasnya. Dan diharapkan keaktifan siswa dapat meningkat dalam rangka mewujudkan pembelajaran yang efektif serta dapat membangun pengetahuan dari dalam diri siswa sendiri. Peningkatan aktifitas siswa diharapkan mampu meningkatkan pemahaman konsep matematisnya, sehingga diperoleh hasil yang lebih baik.

C. Hipotesis Penelitian 1. Hipotesis Umum

Hipotesis dalam penelitian ini adalah model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share lebih efektif dalam meningkatkan pemahaman konsep matematis siswa daripada pembelajaran konvensional.

2. Hipotesis Kerja

1. Rata-rata pemahaman konsep matematis siswa yang mengikuti pembelajaran kooperatif tipe TPS lebih baik daripada rata-rata pemahaman konsep matematis siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional.

2. Persentase ketuntasan belajar siswa pada pembelajaran dengan metode pembelajaran kooperatif tipe TPS minimal 65% dari jumlah siswa.


(44)

27

III. METODE PENELITIAN

A. Populasi dan Sampel

Penelitian ini dilakukan pada semester genap tahun ajaran 2013/2014 di SMA Negeri 1 Gedongtataan. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X IPA yang terdiri dari delapan kelas dengan jumlah siswa 167. Pengambilan sampel menggunakan teknik purposive sampling dengan mengambil dua kelas yang rata kemampuan matematikanya relatif sama, ditunjukkan dengan rata-rata nilai hasil belajar semester ganjil yang terdistribusi sebagai berikut:

Tabel 3.1 Distribusi siswa kelas X IPA SMA Negeri 1 Gedongtataan.

No Kelas Jumlah Siswa Rata-Rata Nilai Ujian Akhir Semester Ganjil

1 X 1 33 46,5

2 X 2 33 46,9

3 X 3 34 44,3

4 X 4 33 43,8

5 X 5 34 41,6

Rata-rata 44,6

Penentuan kelas eksperimen dan kelas kontrol menggunakan teknik Random Sampling. Dalam penelitian ini, diambil dua kelas sebagai sampel. Sampel penelitian terpilih X.1 yang terdiri dari 33 siswa sebagai kelas eksperimen, yaitu kelas yang menggunakan metode pembelajaran kooperatif tipe TPS dan kelas X.2 yang terdiri dari 33 siswa sebagai kelas kontrol, yaitu kelas yang menggunakan pembelajaran konvensional.


(45)

28 B. Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah post-test only control group design.Sesuai dengan yang dikemukakan oleh Furchan (1982: 368) desain pelaksanaan penelitian sebagai berikut.

Tabel 3.2. Desain Penelitian

Kelompok Perlakuan

Eksperimen XE OE

Kontrol XK OK

Keterangan:

XE = Perlakuan (model pembelajaran TPS)

XK = Perlakuan (model pembelajaran konvensional) OE = Posttest kelas eksperimen

Ok = Posttest kelas kontrol

Pada kelas eksperimen diterapkan model pembelajaran Think Pair Share,

sedangkan pada kelas kontrol diterapkan pembelajaran konvensional. Setelah pokok bahasan selesai, dilakukan tes akhir. Tes akhir adalah tes kemampuan pemahaman konsep matematis siswa yang dilakukan pada kedua kelas sampel dengan soal tes yang sama.

C. Prosedur Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian kuasi eksperimental dengan langkah-langkah penelitian adalah sebagai berikut:

1. Observasi Pendahuluan

Tujuan observasi pendahuluan adalah untuk mengetahui kondisi lapangan atau tempat penelitian seperti jumlah kelas, jumlah siswa, cara guru mengajar, dan karakteristik siswa yang ada pada populasi.


(46)

29 2. Tahap Perencanaan

a. Penentuan sampel penelitian yang dilakukan dengan teknik purposive sampling.

b. Penyusunan perangkat pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe TPS dan pembelajaran dengan model konvensional. Perangkat pembelajaran ini terdiri dari Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), Lembar Kerja Siswa (LKS), kisi-kisi soal, soal tes, dan kunci jawaban soal tes pemahaman konsep yang merujuk pada pedoman penskoran.

3. Tahap Pelaksanaan

Pelaksanaan pembelajaran sesuai dengan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang telah disusun, yaitu RPP dengan model pembelajaran Think Pair and Sharedan RPP dengan model pembelajaran konvensional.

4. Uji coba soal tes 5. Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan melakukan tes kemampuan pemahaman konsep siswa setelah diberi perlakuan dan mengolah hasil tes tersebut.

6. Mengadakanposttestpada kelas eksperimen dan kelas kontrol. 7. Analisis Data

8. Menyusun Laporan

D. Teknik dan Alat Pengumpulan Data 1. Data Penelitian

Data dalam penelitian ini adalah data kuantitatif. Data berupa nilai kemampuan pemahaman konsep matematis siswa yang diperoleh melalui tes pemahaman


(47)

30 konsep pada siswa yang menggunakan metode pembelajaran kooperatif tipe TPS dan siswa yang menggunakan pembelajaran konvensional.

2. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang digunakan adalah metode tes, baik dalam pembelajaran dengan metode pembelajaran kooperatif tipe TPS maupun dengan pembelajaran konvensional. Tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes pemahaman konsep matematis yang berbentuk uraian. Tes diberikan sesudah pembelajaran (post-test) pada kelas eksperimen dan kelas kontrol.

3. Instrumen Penelitian

Instrumen untuk mengukur kemampuan pemahaman konsep disusun dalam bentuk tes esai. Tes ini diberikan kepada siswa kelompok eksperimen maupun kontrol sesudah diberikan perlakuan. Untuk mendapatkan data yang akurat, maka instrumen yang digunakan dalam penelitian ini harus memenuhi kriteria tes yang baik, yaitu memenuhi kriteria valid dan reliabel. Untuk mendapatkan perangkat tes yang valid dan reliabel dilakukan langkah-langkah berikut:

a. Membuat kisi-kisi dengan indikator-indikator yang telah ditentukan. Kisi-kisi soal terdapat pada Lampiaran B.1

b. Membuat soal berdasarkan kisi-kisi.

c. Meminta pertimbangan kepada guru mitra mengenai kesesuaian antara kisi-kisi dengan soal.

Adapun indikator kemampuan pemahaman konsep dan pedoman penskoran tes pemahaman konsep menurut Sartika (2011: 22) disajikan pada Tabel 3.3.


(48)

31 Tabel 3.3 Pedoman Penyekoran Tes Kemampuan Pemahaman Konsep

No Indikator Ketentuan Skor

1. Menyatakan ulang suatu konsep

Tidak menjawab 0

Menyatakan ulang suatu konsep tetapi salah 1 Menyatakan ulang suatu konsep dengan benar 2 2. Mengklasifikasi objek menurut sifat tertentu sesuai dengan konsepnya

Tidak menjawab 0

Mengklasifikasi objek menurut sifat tertentu tetapi tidak sesuai dengan konsepnya

1 Mengklasifikasi objek menurut sifat tertentu sesuai dengan konsepnya

2 3. Memberi contoh

dan non contoh

Tidak menjawab 0

Memberi contoh dan non contoh tetapi salah 1 Memberi contoh dan non contoh dengan benar 2 4. Menyatakan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematika

Tidak menjawab 0

Menyajikan konsep dalam bentuk representasi matematika tetapi salah

1 Menyajikan konsep dalam bentuk

representasi matematika dengan benar

2 5. Mengembangkan

syarat perlu dan syarat cukup suatu konsep

Tidak menjawab 0

Mengembangkan syarat perlu atau cukup dari suatu konsep tetapi salah

1 Mengembangkan syarat perlu dan syarat

cukup dari suatu konsep dengan benar

2 6. Menggunakan, memanfaatkan dan memilih prosedur atau operasi tertentu

Tidak menjawab 0

Menggunakan, memanfatkan, dan memilih prosedur tetapi salah

1 Menggunakan, memanfaatkan, dan memilih prosedur dengan benar

2 7. Mengaplikasikan

konsep

Tidak menjawab 0

Mengaplikasikan konsep tetapi tidak tepat 1 Mengaplikasikan konsep dengan tepat 2 Agar diperoleh data yang akurat maka tes yang digunakan adalah tes yang memiliki kriteria tes yang valid dan tingkat reliabilitas tes yang baik.

4. Uji Validitas Instrumen

Validitas instrumen adalah kemampuan instrumen untuk mengukur dan menggambarkan keadaan suatu aspek sesuai dengan tujuan instrumen dibuat.


(49)

32 Validasi terhadap perangkat tes kemampuan pemahaman konsep dilakukan dengan tujuan agar diperoleh perangkat tes yang memenuhi validitas isi.

Validitas isi tersebut didasarkan atas judgment dari guru matematika dimana penelitian ini dilakukan. Dengan asumsi bahwa kelompok guru matematika kelas X SMA Negeri 1 Gedongtataan mengetahui dengan benar kurikulum SMA, maka penilaian terhadap kesesuaian butir tes dengan indikator pembelajaran dilakukan oleh guru tersebut. Berdasarkan hasil penilaian guru mata pelajaran matematika, butir-butir tes telah sesuai dengan kompetensi dasar dan indikator yang akan di ukur, sehingga tes dinyatakan valid . Selengkapnya terdapat pada Lampiran B.4.

5. Analisis Reliabilitas

Reliabilitas digunakan untuk menunjukkan sejauh mana instrumen dapat dipercaya atau diandalkan dalam penelitian. Untuk menentukan tingkat reliabilitas tes digunakan model satu kali tes dengan teknik Alpha. Menurut Sudijono (2008:208-209), dalam rumus Alpha suatu tes dikatakan baik bila memiliki reliabilitas lebih dari 0,70.

                2 2 11 1 1 i i n n r δ δ Keterangan : 11

r = Reliabilitas yang dicari 2

i δ

 = Jumlah varians skor tiap-tiap item 2

i


(50)

33 Dari hasil perhitungan nilai reliabilitas tes diperoleh = 0,79. Perhitungan selengkapnya terdapat pada Lampiran C.6. Hal ini menunjukkan bahwa tes ini merupakan instrumen dengan tingkat reliabilitas yang baik.

Berdasarkan hasil penilaian guru mata pelajaran matematika diperoleh bahwa tes ini telah memenuhi validitas isi. Sedangkan dari hasil uji coba diperoleh bahwa tes ini telah memiliki tingkat reliabilitas yang baik.

6. Tingkat Kesukaran (TK)

Dalam setiap butir tes tentunya mempunyai tingkat kesukaran yang berbeda-beda. Safari (2004:23) menyatakan tingkat kesukaran butir tes adalah peluang untuk menjawab benar suatu butir tes pada tingkat kemampuan tertentu. Dalam penelitian ini untuk mengetahui tingkat kesukaran butir tes digunakan rumus berikut:

maks i

S S TK 

Keterangan:

TKi : tingkat kesukaran butir tes ke-i S : rataan skor siswa pada butir ke-i Smaks: skor maksimum butir ke-i

Menurut Sudijono (2008:374), penafsiran atas tingkat kesukaran butir tes mengunakan kriteria sebagai berikut yang disajikan pada Tabel 3.4:


(51)

34 Tabel 3.4. Interprestasi Tingkat Kesukaran Butir Tes

Besar TKi

Interprestasi

< 0,25 0,25 s.d 0,75

> 0,75

Terlalu Sukar Cukup (Sedang)

Terlalu Mudah

Untuk keperluan pengambilan data dalam penelitian ini, digunakan butir-butir soal dengan kriteria cukup (sedang), yaitu dengan membuang butir-butir soal dengan kategori terlalu mudah dan terlalu sukar.

7. Analisis Daya Pembeda (DP)

Daya beda suatu butir tes adalah kemampuan suatu butir untuk membedakan antara peserta tes yang berkemampuan tinggi dan berkemampuan rendah. Daya beda butir dapat diketahui dengan melihat besar kecilnya tingkat diskriminasi atau angka yang menunjukkan besar kecilnya daya beda. Sudijono (2008: 389-390) mengungkapkan menghitung daya pembeda ditentukan dengan rumus:

DP =

Keterangan :

DP = Indeks daya pembeda satu butir soal tertentu JA = Rata-rata kelompok atas pada butir soal yang diolah JB = Rata-rata kelompok bawah pada butir soal yang diolah IA = Skor maksimum butir soal yang diolah

Menurut Sudijono (2008:389), penafsiran interpretasi nilai daya pembeda butir tes digunakan kriteria dalam Tabel 3.5.


(52)

35 Tabel 3.5. Interpretasi Nilai Daya Pembeda

Nilai Interpretasi 20 , 0  DP

negatif Lemah Sekali(Jelek) 40

, 0 20

,

0  DP  Cukup(Sedang)

70 , 0 40

,

0  DP  Baik

00 , 1 70

,

0  DPBaik Sekali

Tabel 3.6 Data Uji Tes Kemampuan Pemahaman Konsep Matematis

Kriteria yang digunakan dalam penelitian ini adalah butir tes memiliki daya beda lebih dari 0,2 atau termasuk dalam interpretasi sedang hingga baik sekali.

Dari perhitungan tes uji coba yang telah dilakukan, diperoleh data yang tertera pada Tabel 3.6.

Berdasarkan tabel hasil tes uji coba di atas, diperoleh bahwa seluruh butir soal telah memenuhi kriteria yang ditentukan sehingga dapat digunakan untuk mengukur kemampuan pemahaman konsep matematis siswa.

Test

Nomor

Soal Validitas Reliabilitas

Tingkat Kesukaran Daya Pembeda 1a Valid 0,79

0,68 (Sedang) 0,64 (Baik)

1b Valid 0,66 (Sedang) 0,68(Baik)

1c Valid 0,70 (Sedang) 0,34 (Sedang)

1d Valid 0,65 (Sedang) 0,45 (Baik)

2a Valid 0,67 (Sedang) 0,31 (Sedang)

2b Valid 0,56(Sedang) 0,31 (Sedang)

2c Valid 0,32 (Sedang) 0,35 (Sedang)

3a Valid 0,69 (Sedang) 0,33 (Sedang)

3b Valid 0,47 (Sedang) 0,43 (Baik)

4a Valid 0,65(Sedang) 0,37 (Sedang)


(53)

36 E. Teknik Analisis Data dan Pengujian Hipotesis

Kemampuan pemahaman konsep matematis siswa dilihat dari nilai posttest. Dalam menguji pencapaian kriteria kemampuan pemahaman konsep dilakukan analisis data dengan prosedur sebagai berikut:

1. Uji Normalitas

Uji normalitas data dilakukan untuk melihat apakah kedua populasi berdistribusi normal atau sebaliknya. Untuk uji normalitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan uji Chi-Kuadrat, menurut Sudjana (2005:273), langkah-langkah uji normalitas sebagai berikut:

a. Hipotesis

H0: kedua sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal H1: kedua sampel berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal b. Taraf Signifikansi

Taraf signifikansi yang digunakan = 5% c. Statistik Uji

   k i i i i E E O x 1 2 2 dengan : i

O = frekuensi pengamatan

i

E = frekuensi yang diharapkan d. Keputusan Uji

Tolak H0jika 1  3

2

 

x k


(54)

37 Hasil perhitungan uji normalitas kelompok data dapat dilihat pada lampiran dan rangkuman uji normalitas tersebut disajikan pada Tabel 3.7 berikut :

Tabel 3.7. Hasil Uji Normalitas Data Pemahaman Konsep Matematis Siswa.

Kelompok hitung tabel Keputusan Uji

Eksperimen 1,0890 7,81 Ho diterima

Kontrol 2,8784 7,81 Ho diterima

Dari hasil perhitungan uji normalitas terhadap data diperoleh hitung = 1,089 untuk kelas dengan metode think pair share dan hitung = 2,878 untuk kelas dengan metode pembelajaran konvensional. Kedua harga Chi-Kuadarat tersebut kurang dari tabel (7,81). Sesuai dengan kriteria pengujian maka Ho diterima. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kedua kelompok data berasal dari populasi yang berdistribusi normal.

2. Uji Homogenitas

Uji homogenitas varians dilakukan antara dua kelompok data, yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Masing-masing kelompok tersebut dilakukan untuk variabel terikat kemampuan pemecahan masalah matematis siswa. Uji ini digunakan untuk mengetahui apakah data skor tes hasil belajar matematika siswa yang diperoleh memiliki varians sama atau sebaliknya. Adapun hipotesis untuk uji ini terdapat pada Sudjana (2005:250), yaitu :

H0: σ12= σ22(kedua populasi memiliki varian yang homogen)


(55)

38 Statistik yang digunakan dalam uji ini adalah:

=

=

Kriteria uji: Terima H0 jika ( )( ) < < ( , ) di mana

( , ) didapat dari daftar distribusi F dengan peluang 1/2α dan derajat

kebebasan v1 dan v2 masing-masing sesuai dengan derajat kebebasan pembilang dan penyebut.

Hasil perhitungan uji homogenitas kelompok data dapat dilihat pada lampiran dan rangkuman uji homogenitas tersebut disajikan pada Tabel 3.8.

Dari hasil perhitungan uji kesamaan varians terhadap data diperoleh Fhitung=1,09. Dari daftar distribusi F diperoleh Ftabel = 1,93. Artinya Fhitung < Ftabel, Sehingga sesuai dengan kriteria pengujian maka Ho diterima. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kedua populasi memiliki varians yang homogen.

Tabel 3.8. Hasil Uji Homogenitas Data Pemahaman Konsep Matematis.

Kelas Varians dk Fhitung Ftabel Kriteria

Eksperimen 75,07 33

1,09 1,93

Kedua kelas mempunyai varians yang homogen.

Kontrol 81,99 33

3. Uji Hipotesis

3.1. Uji Kesamaan Dua Rata-Rata

Setelah dilakukan uji normalitas dan uji kesamaan dua varians, diketahui bahwa data dari kedua sampel berdistribusi normal dan memiliki varian yang sama.


(56)

39 Menurut Sudjana (2005:243), apabila data normal dan homogen, selanjutnya dilakukan analisis data dengan menggunakan uji t, yaitu uji satu pihak.

Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

(kemampuan pemahaman konsep matematika siswa yang mengikuti modelThink Pair and Share kurang dari atau sama dengan kemampuan pemahaman konsep matematika siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional)

> (kemampuan pemahaman konsep matematika siswa yang mengikuti modelThink Pair and Sharelebih dari kemampuan pemahaman konsep matematika siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional)

Untuk menguji hipotesis menggunakan rumus :

dengan

Keterangan : 1

x : rata-rata skor posttest pada kelas yang belajar dengan model Think Pair and Share

2

x : rata-rata skor posttest pada kelas yang belajar dengan pembelajaran konvensional

n1 : banyaknya subjek kelas eksperimen n2 : banyaknya subjek kelas kontrol

2 1 2 1 1 1 1 n n s x x t   

2 1 1 2 1 2 2 2 2 1 1 2       n n s n s n s


(57)

40 Kriteria pengujian adalah dengan dk = (n1 + n2– 2 ) dan taraf kepercayaan 5% terima Ho jika < dimana t1αdidapat dari daftar distribusi t dengan dk = (n1+ n2–2) dan peluang (1–). Untuk nilai t lainnya H0ditolak.

2. Uji Proporsi

Uji proporsi digunakan untuk mengetahui ketuntasan pembelajaran, yaitu dikatakan tuntas jika persentase nilai siswa yang mencapai kriteria ketuntasan belajar, yaitu nilai 75 adalah lebih dari atau sama dengan 65% yang dapat dilihat dari nilai posttesttes pemahaman konsep. Berikut adalah langkah-langkah pengujian proporsi:

a. Hipotesis H0: = 65% H1: 65%

b. Taraf signifikan: =0,05 c. Statistik uji

zhitung= x n-0.65 0,65(1-0,65)/n

Keterangan:

x = banyaknya siswa yang telah tuntas belajar

n = jumlah sampel

0,65 = proporsi siswa tuntas belajar yang diharapkan

d. Kriteria uji : terima Ho jika ( ) < < ( ). Harga ( )


(58)

41 e. Jika terima H1, dilanjutkan dengan uji hipotesis

Ha : π < 65%.

Hb : π > 65%


(59)

52

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai efektivitas pembelajaran dengan metode pembelajaran kooperatif tipe TPS terhadap pemahaman konsep matematika siswa, diperoleh beberapa kesimpulan, yaitu :

1. Pemahaman konsep matematika siswa yang mengikuti pembelajaran kooperatif tipe TPS lebih tinggi daripada pemahaman konsep matematika siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional.

2. Persentase siswa yang tuntas belajar pada kedua kelas yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol lebih dari sama dengan 65%.

3. Rata-rata pencapaian indikator pemahaman konsep pada skor posttest siswa yang mengikuti pembelajaran kooperatif tipe TPS lebih tinggi dari pada siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional.

Dengan demikian, penerapan metode Think Pair Share efektive untuk meningkatkan pemahaman konsep matematika siswa kelas X SMA Negeri 1 Gedongtataan.


(60)

53 B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian, saran yang dapat dikemukakan, yaitu

1. Kepada guru matematika hendaknya menerapkan metode pembelajaran kooperatif tipe TPS dalam pembelajaran matematika, khususnya materi geometri karena terbukti berpengaruh terhadap kemampuan pemahaman konsep matematika siswa.

2. Kepada peneliti lain yang ingin mengembangkan penelitian lanjutan mengenai pengaruh metode pembelajaran kooperatif tipe TPS dalam pembelajaran disarankan :

a. Melakukan adaptasi metode pembelajaran kooperatif tipe TPS pada kelas yang menjadi kelas eksperimen sebelum penelitian dimulai. Hal ini dilakukan agar siswa dapat menyesuaikan diri dengan metode pembelajaran kooperatif tipe TPS.

b. Mengambil data kemampuan awal pemahaman konsep matematika pada materi yang dibahas dalam penelitian.

c. Mengukur perkembangan pemahaman konsep matematis siswa pada pembelajaran dengan menggunakan metode pembelajaran kooperatif tipe TPS di akhir pembelajaran.


(61)

DAFTAR PUSTAKA

Abdurahman, Mulyono. 1999. Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar.

Jakarta: Rineka cipta.

Arikunto, Suharsimi. 2001. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Daryanto. 1999.Evaluasi Pendidikan.Jakarta: Rineka Cipta.

Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama.2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan . Jakarta : Direktorat Jendral Perguruan Tinggi Depdiknas.

Djamarah, Syaiful Bahrin, Drs. 2006. Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif. Jakarta : Rineka Cipta.

Hamalik, Oemar. 2009.Proses Belajar Mengajar.Jakarta: Bumi Aksara.

Hasan, Qodri Ali. 2012. Pengembangan Pembelajaran Operasi Pembagian dengan Menekankan Aspek Pemahaman. Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika 2012 [Online]. Tersedia di :http://eprints.uny.ac.id. Diakses pada 7 Juni 2014.

Hutagaol, K. 2007. Pembelajaran Kontekstual Untuk Meningkatkan Kemampuan representasi siswa SMP. Tesis Pada Program Pasca Sarjana UPI Bandung: Tidak dipublikasikan.

Ibrahim, dkk. (2000).Pembelajaran Kooperatif.Surabaya : UNESA Press.

Irnawati. 2011. Pengaruh Model Pembelajaran Make A Match dengan Strategi Pencocokan Kartu Indeks dan Model Pembelajaran NHT dengan Strategi Bertukar Tempat Berbantu Kartu Masalah Terhadap Hasil Belajar Siswa Kelas VIII Semester II Pokok Bahasan Prisma dan Limas MTsN 1 Semarang Tahun Ajaran 2010/2011. [On Line]. Tersedia: Andynuriman.files.word- press.com/2011/10/skripsi1.pdf .(diakses pada tanggal 4 Juni 2013).


(62)

Jannah, Miftahul. 2007. Kemampuan Pemahaman Konsep Siswa Kelas VII SMP Negeri 2 Tanjung Brebes Dalam Pembelajaran Matematika Dengan Pendekatan Realistics Education (RME) Pada Sub Materi Pokok Bahasan Persegi Panjang Dan Persegi Tahun Pelajaran 2006/2007. (Skripsi). [On Line]. Tersedia: digilib.unnes.ac.id/gsdl/collect/skripsi/archives/HASH01d9 /doc.pdf (diakses pada tanggal 4 Juni 2013).

Lie, Anita. 2004. Mempraktikkan Cooperative Learning di Ruang-Ruang Kelas. Jakarta: Grasindo.

NN. 2011. Pemahaman Konsep. [On line]. Tersedia: http://ahli-definisi.-blog-spot.com/2011/03/definisi-pemahaman-konsep.html (diakses pada tanggal 6 Juni 2013).

Nurbaiti. 2012. Pembelajaran Kooperatif. [On Line]. Tersedia:

http://www.slideshare.net/Interest_Matematika_2011/ajeng-nurbaiti-ulfah-0903677-12326532. html (diakses pada tanggal 6 Juni 2013).

Nurhadi. 2004. Pembelajaran Contextual (Contextual Teaching and Learning/CTL) dan Penerapannya dalam KBK. Malang: UM.

Ruseffendi, E. T. (1991). Pengantar kepada Mengembangkan Kompetensi Guru Matematika untuk Meningkatkan CBSA.Bandung: Tarsito.

Roestiyah, N.K. 2000.Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : Rineka Cipta.

Safari. 2004. Teknik Analisis Butir Soal Instrumen Tes dan Non Tes. Jakarta : Depdiknas.

Sanjaya, Wina. 2008. Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran. Bandung. Kencana Prenada Media Group.

Skemp, Richard R. 1987. The Psychology of Learning Mathematics. New Jersey: Lawrence Earlbaum Associates.

Slavin, R. 2008.Psikologi Pendidikan Teori dan Praktek.Jakarta: Pt.Indeks Soedjadi, R. 2000. Kiat Pendidikan Matematika di Indonesia. Jakarta:

Departemen Pendidikan Nasional.

Sudijono, Anas. 2008. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : Raja Grafindo. Sudiyono, Drs.M.Si. 2004.Efisiensi dan Efektivitas dlam Manajemen Pendidikan.

Jurnal [ Online ] Tersedia: http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/

penelitian/Sudiyono,Drs.M.Si./Efisiensi dan Efektivitas dalam Manajemen Pendidikan ISMAPI.2004.pdf


(63)

Sudjana. 2005.Metode Statistika. Bandung : Tarsito.

Suprijono, Agus. 2011.Cooperative Learning.Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Tim MPKBM. 2001.Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung:

JICA-UPI.

Trianto. 2009. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Surabaya. Kencana.


(1)

41 e. Jika terima H1, dilanjutkan dengan uji hipotesis

Ha : π < 65%. Hb : π > 65%


(2)

52

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai efektivitas pembelajaran dengan metode pembelajaran kooperatif tipe TPS terhadap pemahaman konsep matematika siswa, diperoleh beberapa kesimpulan, yaitu :

1. Pemahaman konsep matematika siswa yang mengikuti pembelajaran kooperatif tipe TPS lebih tinggi daripada pemahaman konsep matematika siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional.

2. Persentase siswa yang tuntas belajar pada kedua kelas yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol lebih dari sama dengan 65%.

3. Rata-rata pencapaian indikator pemahaman konsep pada skor posttest siswa yang mengikuti pembelajaran kooperatif tipe TPS lebih tinggi dari pada siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional.

Dengan demikian, penerapan metode Think Pair Share efektive untuk meningkatkan pemahaman konsep matematika siswa kelas X SMA Negeri 1 Gedongtataan.


(3)

53

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian, saran yang dapat dikemukakan, yaitu

1. Kepada guru matematika hendaknya menerapkan metode pembelajaran kooperatif tipe TPS dalam pembelajaran matematika, khususnya materi geometri karena terbukti berpengaruh terhadap kemampuan pemahaman konsep matematika siswa.

2. Kepada peneliti lain yang ingin mengembangkan penelitian lanjutan mengenai pengaruh metode pembelajaran kooperatif tipe TPS dalam pembelajaran disarankan :

a. Melakukan adaptasi metode pembelajaran kooperatif tipe TPS pada kelas yang menjadi kelas eksperimen sebelum penelitian dimulai. Hal ini dilakukan agar siswa dapat menyesuaikan diri dengan metode pembelajaran kooperatif tipe TPS.

b. Mengambil data kemampuan awal pemahaman konsep matematika pada materi yang dibahas dalam penelitian.

c. Mengukur perkembangan pemahaman konsep matematis siswa pada pembelajaran dengan menggunakan metode pembelajaran kooperatif tipe TPS di akhir pembelajaran.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Abdurahman, Mulyono. 1999. Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta: Rineka cipta.

Arikunto, Suharsimi. 2001. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Daryanto. 1999.Evaluasi Pendidikan.Jakarta: Rineka Cipta.

Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama.2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan . Jakarta : Direktorat Jendral Perguruan Tinggi Depdiknas.

Djamarah, Syaiful Bahrin, Drs. 2006. Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif. Jakarta : Rineka Cipta.

Hamalik, Oemar. 2009.Proses Belajar Mengajar.Jakarta: Bumi Aksara.

Hasan, Qodri Ali. 2012. Pengembangan Pembelajaran Operasi Pembagian dengan Menekankan Aspek Pemahaman. Prosiding Seminar Nasional Matematika

dan Pendidikan Matematika 2012 [Online]. Tersedia di

:http://eprints.uny.ac.id. Diakses pada 7 Juni 2014.

Hutagaol, K. 2007. Pembelajaran Kontekstual Untuk Meningkatkan Kemampuan representasi siswa SMP. Tesis Pada Program Pasca Sarjana UPI Bandung: Tidak dipublikasikan.

Ibrahim, dkk. (2000).Pembelajaran Kooperatif.Surabaya : UNESA Press.

Irnawati. 2011. Pengaruh Model Pembelajaran Make A Match dengan Strategi Pencocokan Kartu Indeks dan Model Pembelajaran NHT dengan Strategi Bertukar Tempat Berbantu Kartu Masalah Terhadap Hasil Belajar Siswa Kelas VIII Semester II Pokok Bahasan Prisma dan Limas MTsN 1

Semarang Tahun Ajaran 2010/2011. [On Line]. Tersedia:

Andynuriman.files.word- press.com/2011/10/skripsi1.pdf .(diakses pada tanggal 4 Juni 2013).


(5)

Jannah, Miftahul. 2007. Kemampuan Pemahaman Konsep Siswa Kelas VII SMP Negeri 2 Tanjung Brebes Dalam Pembelajaran Matematika Dengan Pendekatan Realistics Education (RME) Pada Sub Materi Pokok Bahasan Persegi Panjang Dan Persegi Tahun Pelajaran 2006/2007. (Skripsi). [On Line]. Tersedia: digilib.unnes.ac.id/gsdl/collect/skripsi/archives/HASH01d9 /doc.pdf (diakses pada tanggal 4 Juni 2013).

Lie, Anita. 2004. Mempraktikkan Cooperative Learning di Ruang-Ruang Kelas. Jakarta: Grasindo.

NN. 2011. Pemahaman Konsep. [On line]. Tersedia: http://ahli-definisi.-blog-spot.com/2011/03/definisi-pemahaman-konsep.html (diakses pada tanggal 6 Juni 2013).

Nurbaiti. 2012. Pembelajaran Kooperatif. [On Line]. Tersedia:

http://www.slideshare.net/Interest_Matematika_2011/ajeng-nurbaiti-ulfah-0903677-12326532. html (diakses pada tanggal 6 Juni 2013).

Nurhadi. 2004. Pembelajaran Contextual (Contextual Teaching and Learning/CTL) dan Penerapannya dalam KBK. Malang: UM.

Ruseffendi, E. T. (1991). Pengantar kepada Mengembangkan Kompetensi Guru

Matematika untuk Meningkatkan CBSA.Bandung: Tarsito.

Roestiyah, N.K. 2000.Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : Rineka Cipta.

Safari. 2004. Teknik Analisis Butir Soal Instrumen Tes dan Non Tes. Jakarta : Depdiknas.

Sanjaya, Wina. 2008. Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran. Bandung. Kencana Prenada Media Group.

Skemp, Richard R. 1987. The Psychology of Learning Mathematics. New Jersey: Lawrence Earlbaum Associates.

Slavin, R. 2008.Psikologi Pendidikan Teori dan Praktek.Jakarta: Pt.Indeks Soedjadi, R. 2000. Kiat Pendidikan Matematika di Indonesia. Jakarta:

Departemen Pendidikan Nasional.

Sudijono, Anas. 2008. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : Raja Grafindo. Sudiyono, Drs.M.Si. 2004.Efisiensi dan Efektivitas dlam Manajemen Pendidikan.

Jurnal [ Online ] Tersedia: http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/

penelitian/Sudiyono,Drs.M.Si./Efisiensi dan Efektivitas dalam Manajemen Pendidikan ISMAPI.2004.pdf


(6)

Sudjana. 2005.Metode Statistika. Bandung : Tarsito.

Suprijono, Agus. 2011.Cooperative Learning.Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Tim MPKBM. 2001.Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung:

JICA-UPI.

Trianto. 2009. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Surabaya. Kencana.


Dokumen yang terkait

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE GROUP INVESTIGATION DITINJAU DARI PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA (Studi Pada Siswa Kelas X SMA Swadhipa Natar Semester Genap Tahun Pelajaran 2011/2012)

0 30 63

PENGARUH PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE SCRAMBLE TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA (Studi pada Siswa Kelas VII MTs Darul Huffaz Pesawaran Semester Genap Tahun Pelajaran 2013/2014)

0 6 57

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK PAIR SHARE (TPS) TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA (Studi pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 2 Seputih Raman Semester Genap Tahun Pelajaran 2013/2014)

0 10 51

PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK TALK WRITE TERHADAP KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA (Studi pada Siswa Kelas X SMA Negeri 13 Bandarlampung Semester Genap Tahun Pelajaran 2013/2014)

1 8 47

EFEKTIVITAS PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TPS DITINJAU DARI KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA (Studi pada Siswa Kelas VIII Semester Ganjil SMP Negeri 1 Kota Agung Barat Tahun Pelajaran 2013/2014)

0 6 42

EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD DITINJAU DARI KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA (Studi Pada Siswa Kelas VIII Semester Genap SMP Ar-Raihan Tahun Pelajaran 2013/2014)

0 7 51

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE GROUP INVESTIGATION TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA (Studi pada Siswa Kelas X Semester Genap SMA Paramarta 1 Seputih Banyak Tahun Pelajaran 2013/2014)

0 8 59

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TPS TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA (Studi pada Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Gedongtataan Kabupaten Pesawaran Semester Genap Tahun Pelajaran 2013/2014)

0 5 63

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE GROUP INVESTIGATION TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA (Studi pada Siswa Kelas VIII Semester Genap SMP Negeri 1 Sribhawono Tahun Pelajaran 2012/2013)

1 19 132

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK PAIR SHARE (TPS) TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA (Studi pada Siswa Kelas VII Semester Genap SMP Negeri 8 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2013/2014)

0 20 44