Komponen Yang Perlu Disiapkan

28 kelainannya berat, mungkin akan lebih banyak waktunya berada di kelas khusus pada sekolah reguler inklusi lokasi. Kemudian, bagi yang gradasi kelainannya sangat berat, dan tidak memungkinkan di sekolah reguler sekolah biasa, dapat disalurkan ke sekolah khusus SLB atau tempat khusus rumah sakit. Setiap sekolah inklusi dapat memilih model mana yang akan diterapkan, terutama bergantung kepada: 1. jumlah anak berkelainan yang akan dilayani, 2. jenis kelainan masing-masing anak, 3. gradasi tingkat kelainan anak, 4. ketersediaan dan kesiapan tenaga kependidikan, serta 5. sarana-prasara yang tersedia.

b. Komponen Yang Perlu Disiapkan

Mutu pendidikan lulusan dipengaruhi oleh mutu proses belajar-mengajar; sementara itu, mutu proses belajar-mengajar ditentukan oleh berbagai faktor komponen yang saling terkait satu sama lain, yaitu: 1.input siswa, 2.kurikulum bahan ajar, 3.tenaga kependidikan guruinstruktur pelatih, 4.sarana-prasarana, 5.dana, 6.manajemen pengelolaan, dan 7.lingkungan sekolah, masyarakat, dan keluarga, B. PENDIDIKAN LUAR BIASA PLB Perkembangan PLB di Indonesia akhir-akhir ini cenderung mengalami perkembangan yang mengarah pada perubahan sistem yang telah ada. Para ilmuwan PLB menghendaki agar pembelajaran PLB tidak dilakukan secara terpisah segregated, melainkan secara terpadu integrated dengan pendidikan umum. Pelaksanaan Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 tahun memberi peluang kepada semua anak usia sekolah, tanpa kecuali penyandang cacat, untuk memperoleh pendidikan minimal SLTP. Dengan 29 demikian, anak penyandang cacatketunaan dapat belajar secara bersama-sama atau terpadu dengan anak normal lainnya pada jenjang pendidikan dasar maupun menengah. Pelaksanaan pembelajaran terpadu khususnya bagi peserta didik penyandang tunanetra telah dimulai dilaksanakan di beberapa sekolah dasar reguler pada tahun 1987 Sunardi, 1997. Hal tersebut telah ditetapkan pula dengan SK Mendikbud No. 022201979 tentang Penyelenggaraan Perintisan dan Pengembangan Pendidikan Terpadu bagi Anak Luar Biasa pada sekolah dasar. Secara historis, sebagian besar penyelenggara PLB di negara-negara maju pada pertengahan tahun 70-an dilaksanakan secara terpisah, dimana sekolah tersebut memberikan pelayanan khusus bagi sekelompok anak yang memiliki ketunaan tertentu yang sejenis Foremen Phil, 1996. Ketunaan dimaksud misalnya tuna penglihatan tunanetra, tuna pendengaran tunarungu, tuna bicara tunawicara, tuna intelektual tunagrahita, tuna fisik tunadaksa dan sebagainya. Adakalanya, terutama dalam memberikan pelayanan maupun pendekatan PBM, masing- masing ketunaan tersebut didasarkan atas hipotesis bahwa kemungkinan besar anak yang memiliki ketunaan akan belajar di tempat atau lingkungan yang terpisah. Secara teori, untuk menyelenggarakan PLB yang terpisah, minimal perlu disediakan kelas kecil dan pengajaran serta peralatan yang sesuai dengan ketunaannya. Namun, setelah tahun 70-an terjadi perubahan yang kuat ke arah pendidikan anak dengan kebutuhan khusus di sekolahkelas reguler. Beberapa istilah yang dipergunakan dalam hubungannya dengan proses perubahan tersebut adalah integrasi integration, inklusi inclusion, mainstreaming, dan normalisasi normalization. Masing-masing istilah tersebut memiliki makna yang berbeda, namun kesemuanya secara tidak langsung menyatakan bahwa peserta didik yang memiliki ketunaan akan menggunakan sarana- sarana pendidikan yang sama dengan yang digunakan oleh anak normal lainnya Foremen Phil, 1996.

1. Implikasi Perkembangan Pendidikan Luar Biasa PLB di Negara Maju