Optimasi Proses Produksi dan Karakterisasi Maltodekstrin Derajat Polimerisasi Moderat (DP 3-9) dari Pati Gandum

OPTIMASI PROSES PRODUKSI DAN KARAKTERISASI
MALTODEKSTRIN DERAJAT POLIMERISASI MODERAT (DP 3-9)
DARI PAT1 GANDUM

OLEH:
BEN1 HIDAYAT

PROGRAM PASCA SARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2002

ABSTRAK
BEN1 HIDAYAT. Optimasi Proses Produksi dan Karakterisasi Maltodekstrin DP
Moderat (DP 3-9) dari Pati Gandum. Dibimbing oleh ADlL BASUKI AHZA dan
SUGIYONO
Maltodekstrin sangat berpotensi digunakan sebagai sumber karbohidrat pada
minuman olahraga, khususnya minuman olahraga isotonik. Penggunaan
maltodekstrin tersebut, terutama ditujukan agar pelepasan energi saat pelaksanaan
aktivitas, lebih lambat serta untuk menurunkan derajat osmolalitas dan derajat
kemanisan produk. Berdasarkan tujuan penggunaan tersebut, maka diperlukan upaya
untuk mengembangkan maltodekstrin dengan komposisi sakarida spesifik, sehingga

memiliki karakteristik ideal untuk digunakan sebagai sumber karbohidrat pada
minuman olahraga isotonik.
Penelitian ini ditujukan untuk melakukan optimasi proses produksi
maltodekstrin DP moderat (DP 3-9) dari pati gandum, menggunakan teknik
hidrolisis enzimatis dan separasi membran, serta karakterisasi maltodekstrin hasil
optimasi proses yang berkaitan dengan potensi dan nilai tambah penggunaannya
sebagai sumber karbohidrat pada minuman olahraga isotonik, dengan pembanding
glukosa dan maltodekstrin komersial.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa optimasi proses hidrolisis terbaik
berdasarkan kandungan dan rendemen oligosakarida DP 3-9 tertinggi dan kandungan
sakarida DP 1-2 dan DP > 9 terendah, dihasilkan dari kombinasi perlakuan
konsentrasi pati 200 gll, konsentrasi enzim 1207,50 unitll, dengan lama hidrolisis 30
menit yang dilanjutkan dengan proses separasi membran (kon&si operasional :
konsentrasi sampel 5 %, suhu sampel 4S°C, tekanan 2 atm, dan disertai perlakuan
filtrasi pendahuluan).
Berdasarkan karakteristik kimiawinya dibandingh maltodekstrin komersil,
maltodekstrin DP 3-9 yang dihasilkan akan memiliki kandungan sakarida DP 1-2
yang lebih rendah (10,87 % berbanding 16,07 %, p i0,05), kandungan oligosakarida
DP 3-9 yang lebih tinggi (89,13 % berbanding 78,66 %, p < 0,05), kandungan
oligosakarida DP > 9 yang lebih rendah (tidak terdeteksi berbanding 5,27 %,

p < 0,05), serta tipe pembentukan kompleks warna dengan larutan Iodium (kuning
berbanding ungu kemerahan).
Dibandingkan glukosa, penggunaan maltodekstrin DP 3-9 sebagai sumber
karbohidrat pada minuman olahraga isotonik memiliki beberapa keunggulan ditinjau
dari karakteristik laju absorpsinya yang 2 kali lipat lebih lama (60 menit berbanding
30 menit), derajat osmolalitasnya yang 5,6 kali lebih rendah (178 mOsmol/kg
berbanding 1000 mOsmoVkg), dan tingkat kemanisan reiatifnya yang 10 sampai 11
kali lebih rendah (6,15-7,20 berbanding 57,OO-61,00), tetapi memiliki faktor
pembatas, yaitu karakteristik viskositasnya yang 5,70 sampai 6,20 % lebih tinggi
(1,29 cSt dan 1,37 cSt berbanding 1,22 cSt dan 1,29 cSt).

Dibandingkan maltodekstrin komersil, maltodekstrin DP 3-9 &an lebib ideal
digunakan sebagai sumber karbohidrat pada minuman olahraga isotonik, karena
karakteristik laju absorpsinya lebih dari 2 kali lipat lebih cepat (60 menit berbanding
lebih dan 120 menit) dan stabilitas penyimpanan pada suhu rendah yang lebih baik
berdasarkan hasil uji pembentukan endapan (perlakuan tanpa sterilisasi, lebih dari 8
minggu berbanding 1 minggu; perlakuan sterilisasi, lebih dari 8 minggu berbanding 4
minggu).

SURAT PERNYATAAN


Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul :
OPTIMASI PROSES PRODUKSI DAN KARAKTERISASI
MALTODEKSTRIN DERAJAT POLIMERISASI MODERAT (DP 3-9)
DARI PAT1 GANDUM
Adalah benar me~piikanhasil karya saya sendiri clan belum pernah dipublikasikan.
Semua sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan
dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor, 4 Juli 2002

OPTIMASI PROSES PRODUKSI DAN KARAKTERISASI
MALTODEKSTRIN DERAJAT POLIMERISASI MODERAT (DP 3-9)
DARI PAT1 GANDUM

BEN1 HIDAYAT

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada

Program stud^ Ilmu Pangan

PROGRAM PASCA SARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2002

Judul Tesis

: Optimasi Proses Produksi dan Karakterisasi
Maltodekstrin Demjat Polimerisasi Moderat
(DP 3-9) dari Pati Gandum

Nama

: Beni Hidayat

NRP

: 99210


Program Studi

: Ilmu Pangan

Menyetujui
1. Komisi Pembimbing

Dr. Ir. H. Adil Basuki Ahza. MS
,v

V

Ketua

Prof Dr. Ir. Betty Sri Laksmi Jenie, M

Tanggal Lulus : 30 Mei 2002

Dr. Ir. Sueivono. MAouSc
AWgota


yafrida Manuwoto, MSc

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Tanjung Karang Bandar Lampung, pada tanggal 14
Januari 1967; anak kedua dari lima bersaudara dari pasangan Almarhum Bustami
Jacub dan Rohaila.
Pendidikan sarjana ditempuh penulis pada Jurusan Teknologi Hasil Pertanian,
Fakultas Pertanian Universitas lampung, pada Tahun 1985-1989, dan sejak tahun
1992 penulis resmi diangkat sebagai staf pengajar pada Program Studi Telcnologi
Pangan Politeknik Pertanian Negeri Bandar lampung. Pada tahun 1999, penulis
memperoleh kesempatan untuk melanjutkan pendidikan magister di Program Studi
Ilmu Pangan, Program Pasca Sarjana, lnstitut Pertanian Bogor.
Penulis menikah dengan Ratu Dewi Anggraini, tahun 1986, dan saat ini telah
dikaruniai tiga orang putra-putri, yaitu Alpha Akbar Raditya, Ratu Betha Instania,
dan Ratu Chaterine Fajri.
Sejak bertugas sebagai staf pengajar, penulis telah berhasil meraih berbagai
penghargaan di bidang akademis, antara lain Dosen Teladan Politeknik Pertanian
Universitas Lampung tahun 1997, juara pertama Lomba Cipta Produk Pangan
Tingkat Nasional Tahun 1999, serta penerima anugerah Bogasari Nugraha Tahun

2001. Sebagai staf pengajar, penulis juga diberi amanah sebagai Kepala
Laboratorium Teknologi Pangan 1994-1999, Ketua Koperasi 1997-2000, serta
pembina Komisi I Senat Mahasiswa Politeknik Pertanian Negeri Bandar Lampung
1997-1999.
Selain bertugas sebagai staf pengajar, penulis juga berprofesi sebagai
konsultan pengolahan pangan di beberapa industri pangan kecil-menengah, antara
lain di CV Putra Lampung, Lampung (1998-1999), dan di PT Trimatra, Jakarta
(1999).
Di bidang organisasi profesi, penulis juga tercatat sebagai Pengurus Cabang
Lampung pada Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) dan
Perhimpunan Mikrobiologi Indonesia (Permi).

PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan
rahmat serta hidayah-Nya sehingga penulisan laporan penelitian ini dapat
diselesaikan tepat pada waktunya.
Pada kesempatan ini, penulis ingin menyarnpaikan ucapan terima kasih yang
setulus-tulusnya kepada
(1) Istri penulis, Ratu Dewi Anggraini, serta putra-putri tercinta : Alpha Akbar


Raditya, Ratu Betha Instania, dan Ratu Chaterine Fajri, atas pengorbanan dan
pengertiannya selama penulis menyelesaikan pendidikan magister.
(2) Bapak Dr. Ir. H. Adil Basuki Ahza, M.S. dan Dr. Ir. Sugiyono, M.App.Sc. selaku
ketua clan anggota komisi pembimbing atas saran dan perbaikannya yang sangat
berarti pada penyusunan laporan penelitian ini.

(3) Bapak Roland Taunay dan Ibu Rafaini selaku Ketua dan Sekretaris Panitia
Bogasari Nugraha 2001, yang telah memberikan apresiasi positif selama
pelaksanaan kegiatan penelitian.

(4) Pimpinan PT ISM Bogasari Flour Mills, atas bantuan dana dan komitmen yang
tinggi untuk menjalin kerja sama kegiatan penelitian dengan institusi peryuuan
tinggi.

(5) Tim juri penilai proposal Bogasari Nugraha 2001 atas kepercayaan yang
diberikan untuk mewujudkan proposal ini menjadi sebuah kegiatan penelitian.

(6) Seluruh pihak,

baik teknisi-teknisi laboratorium, rekan-rekan LPN angkatan


1999, rekan-rekan dosen Politeknik Pertanian, dan rekan-rekan seprofesi, yang

telah tumt menyumbang saran dan membantu penyelesaian kegatan penelitian;
khususnya kepada Ir. Syamsu Udayana Nurdin, M.Si, atas bantuan dan saransarannya saat pelaksanaan pengujian laju absorpsi produk pada tikus percobaan.
Akhimya penulis menyadari bahwa dengan segala keterbatasan yang ada,
laporan penelitian ini di sana-sini masih memerlukan penyempumaan lebih lanjut.
Oleh karenanya, saran dan kritik membangun dari semua pihak sangat pendis
harapkan.
Bogor,
Penulis

Juli 2002

DAFTAR IS1
Halaman
DAFTAR TABEL .......................................................

i
...


DAFTAR GAMBAR ...................................................

111

DAFTAR LAMPIRAN ................................................

v

I

PENDAHULUAN .......................................................
1.1 Latar Belakang
.............................................
1.2
Tujuan Penelitian
..................... .
.
................


1
1
4

n.

TINJAUAN PUSTAKA ........................... .
.
..............
2.1
Pati Gandum .................................................
2.2
Sifat Fisik dan Kimia Pati Gandum
............
2.3
Hidrolisis Pati
..............................................
2.4
Sifat-sifat Fungsional Maltodekstrin
...........
2.5
Aplikasi Maltodekstrin pada Produk Minuman
...............................................
Olahraga
2.6
Paktor-faktor yang Mempengaruhi Komposisi
...........................
Sakarida Maltodekstrin
2.7
Separasi Membran
........................... .
.
.........

.

.

111

METODOLOGI PENELITIAN ....................................
3.1
Lokasi dan Waktu Penelitian ............................
3.2
Bahan dan Alat Penelitian .................................
3.2.1 Bahan .....................................................
3.2.2 Alat ......................................................
3.3
Metode Penelitian
................... .
.
...................
3.3.1 Penelitian Pendahuluan ..............................
3.3.2 Optimasi Proses Separasi Membran ...............
3.3.3 Optimasi Parameter Hidrolisis .....................
3.3.4 Karakterisasi Maltodekstrin .........................
3.4
Metode Pengujian dan Pengamatan ........................
3.4.1 Pengujian Aktivitas Enzim a-amylase ............
3.4.2 Pengujian Selektifitas Membran ..................
3.4.3 Pengujian Permeabilitas Membran ...............
3.4.4 Pengamatan Produktivitas Membran ............
3.4.5 Pengujian Komposisi Maltodekstrin .............
3.4.6 Perhitungan Rendemen Maltodekstrin DP 3-9 ...

3.4.7
3.4.8
3.4.9
3.4.10
3.4.11
3.4.12

.

IV

V

.

Pengujian Viskositas Maltodekstrin DP 3-9 ......
Penpuiian Stabilitas Maltodekstrin DP 3-9 ......
~ e n g u j i a nWarna Maltodekstrin DP 3-9 ...........
Pengujian Derajat Osmolalitas Maltodekstrin DP 3-9
Pengujian Derajat Kemanisan Maltodekstrin DP 3-9
Pengujian Laju Absorpsi Maltodekstrin DP 3-9

HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................
4.1
Komposisi Kimia Pati Gandnm ..............................
4.2
Pengujian Aktivitas Enzim a-amylase ......................
4.3
Pengamatan Struktur Membran dan Prinsip Pemisahan
....................................................
Sampel
4.4
Pengujian Selektifitas Membran .............................
4.5
Pengujian Driving Force Separasi Membran ..............
4.6
Optimasi Proses Separasi Membran ........................
4.6.1 Optimasi permeabilitas membran ..................
4.6.2 Optimasi produktivitas membran ..................
4.7
Optimasi Parameter Proses Hidrolisis .....................
4.7.1 Optimasi Berdasarkan Kandungan Sakarida DP 1-2
4.7.2 Optimasi Berdasarkan Kandungan Sakarida DP > 9
4.7.3 Optimasi Berdasarkan Kandungan Sakarida DP 3- 9
4.7.4 Ootimasi Berdasarkan Rendemen Maltodekstrin
4.7.5 Pemilihan Perlakuan Terbaik .....................
4.8
Karakterisasi Maltodekstrin DP 3-9 .........................
4.8.1 Karakterisasi Kimia ..................................
4.8.2 Karakterisasi Fisik ....................................
4.8.3 Karakterisasi Biologis .................................
KESIMPULAN DAN SARAN
....................................
5.1
Kesimpulan ..............................................
5.2
Saran
......................................................
DAFTAR PUSTAKA ...................................................
LAMPIRAN ................................................................

DAFTAR TABEL
No

Judul

halaman

1

Komposisi pati gandum (dalam basis berat kering) ... . .. ... . . . . . . .

5

2

Rasio amilosa dan amilopektin pati gandurn dlbandingkan pati
Lainnya
... ... ... ... . . , , .. , , . , .. ., , ... ... ... ... . . . .. . ... ... ... ... ..

7

Tipe pembentukan kompleks warna pati-iodin pada berbagai derajat
polimerisasi ... ... ... ... . . . .. . .. . .. . ... .. . ... .. . ... . . . .. . ... ... ... . . . ..

9

Pengaruh lama proses liquifikasi terhadap komposisi akhir produk
... .. , , , , . , , ... ., . ... ... ... . .. . .. . . . ... ... ... . . . ..
h a i l liquifikasi

10

Perbandingan beberapa parameter fisik mtara proses liquifikasi dan
sakarifikasi ... . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . .. ... ... ... . . . . . . ... ... .. . . . . . .. ..

11

3

4
5

. . . .., , , , ... ... . .. . . ...

20

6

Klasifikasi proses separasi membran

7

Aplikasi teknik separasi membran untuk pengolahan produk pangan

22

8

Kondisi operasional pengujian komposisi maltodekstrin dengan HPLC

36

9

Komposisi kimia pati gandum h a i l ekstraksi

10

Hasil uji selektifitas membran MWCO 1000 dan 3000 pada pemisahan
senyawa oligosakarida DP 1-2, DP 3-9, dan DP > 9 ... ... ... .

48

Hubungan antara besar tekanan dan permeabilitas membran MWCO
... ... ... ... , ,. , . . ... ... ... ......... ... ... ....
3000 dan 1000

51

Hubungan antara besar tekanan, konsentrasi sampel, dan suhu sampel
terhadap permeabilitas membran MWCO 1000
... ... ... ... .

54

Kandungan sakarida DP 1-2 pada berbagai perlakuan parameter
hidrolisis
... ... ... ... ... . .. . . . . .. . . . .. . ... ... . . . . . . . . . .. ..

57

11
12
13
14

... . . . . .. . . ...

Karakteristik komposisi sakanda perlakuan-perlakuan hasil
optimasi
. . . . . . . .. . . . . . , . . . .. . .. . ... ... ... ... . . . . . . . . . ... ... ...

44

15

Perbedaan komposisi sakanda antara maltodekstrin hail penelitian
dan maltodekstrin komersil ........................................

66

16

Perbedaan karakteristik tipe pembentukan kompleks warna dengan larutan
Iodium antara maltodekstrin DP 3-9 (maltodekstrin hasil penelitian) dan
maltodekstrin komersil ....................................................
68

17

Kondisi pembentukan endapan maltodekstrin DP 3-9 (maltodekstrin hasil
penelitian) dibandingkan dengan glukosa dan maltodekstrin komersil
selama penyimpanan ....................................................
69

18

Hasil pengukuran derajat putih maltodekstrin DP 3-9 (maltodekstrin
hasil penelitian) dibandingkan dengan maltodekstrin komersil .......

70

Hasil penentuan berat molekul rata-rata maltodekstrin DP 3-9
(maltodekstrin hasil penelitian) dan maltodekstrin komersil ............

71

Hasil penentuan nilai osmolalitas maltodekstrin DP 3-9 (maltodekstrin
hasil penelitian dan maltodekstrin komersil dengan menggunakan basis
lmol glukosa sebagai standar
........................................

72

19
20

21

Hasil pengujian viskositas maltodekstrin DP 3-9 dibandingkan glukosa dan
74
maltodekstrin komersil pada dua konsentrasi berbeda ...............

22

Rekapitulasi penilaian 20 panelis terhadap tingkat kemanisan glukosa,
maltodekstrin DP 3-9, dan maltodekstrin komersil pada berbagai
konsentrasi dengan menggunakan larutan sukrosa 2 % sebagai standar ... 76

23

Perbedaan tingkat kemanisan relatif maltodekstrin DP 3-9 dibandingkan
dengan maltodekstrin komersil dan glukosa, dengan menggunakan Gngkat
.
........... 77
kemanisan sukrosa (100) sebagai standar ....................

24

Kondisi kadar glukosa darah Tikus Sprague Dawley jantan berumur
2,5 bulan, tanpa dan dengan perlakuan puasa .................... .
.
....

79

Karakteristik laju absorpsi maltodekstrin DP 3-9 dibandingkan dengan
glukosa dan maltodekstrin komersil ...........................................

83

25

DAFTAR GAMBAR
Judul
Proses produksi tepung gluten dan pati gandum
Struktur amilosa dan amilopektin

...

................................

Mekanisme pemutusan rantai polimer pati oleh enzim a-amylase
dan glucoamylase
..................... .
...........................
Prinsip dasar mekanisme pemisahan komponen dengan teknik
..................................................
separasi membran
Mekanisme ekstraksi produk maltodekstrin dengan menggunakan
........................... .
...........
teknik separasi membran
.
Alat separasi membran skala laboratorium ....................
Metode ekstraksi pati gandum skala laboratorium

.........

Proses produksi maltodekstrin pati gandum dengan menggunakan
teknik hidrolisis enzimatis dan separasi membran ...............
Susunan penyajian sampel per booth pada pengujian derajat
........................... .
.........................
kemanisan
Kurva standar pati untuk penentuan aktivitas enzim a-amylase
Kromatograf maltodekstrin standar yang telah diseparasi dengan
membran MWCO 1000
.........................................
Pola perubahan permeabilitas membran MWCO 1000 akibat
perlakuan filtrasi pendahuluan pada sampel .......................
Histogram perbedaan kandungan sakarida DP 1-2 pada perlakuan
hasil optimasi
..................................................
Histogram perbedaan kandungan sakarida DP > 9 pada perlakuan
hasil optimasi ...........................................................

15

16

17

Histogram perbedaan kandungan sakarida DP 3- 9 pada perlakuan
hasil optimasi ...........................................................

61

Histogram perbedaan rendemen maltodekstrin DP 3- 9 pada perlakuan
hasil optimasi ...........................................................

63

Pola perubahan kadar glukosa darah Tikus Sprague Dawley jantan
berumur 2.5 bulan sebagai respon terhadap pemberian larutan
maltodekstrin DP 3- 9 dlbandingkan dengan glukosa dan maltodekstrin
...........................................................
komersil

80

DAFTAR LAMPIRAN

Judul

halaman

Data hasil pengamatan kandungan sakarida DP 1-2 maltodekstrin
(% kromatograf, sebelum normalisasi)
...........................

92

Data hasil pengamatan kandungan sakarida DP 1-2 maltodekstrin
(% kromatograf, setelah normalisasi)
...........................

93

Tabel hasil analisis sidik ragam pengaruh parameter hidrolisis terhadap
kandungan sakarida DP 1-2 maltodekstrin ........................

94

Tabel hasil analisis beda nyata terkecil terhadap kandungan sakarida
DP 1-2 perlakuan hasil optirnasi
...............................

95

Data hasil pengamatan kandungan oligosakarida DP 3-9 maltodekstrin
(% kromatograf, sebelum normalisasi)

13

..........................

96

Data hasil pengamatan kandungan oligosakarida DP 3-9 maltodekstrin
(% kromatograf, setelah normalisasi)
...........................

97

Tabel hasil analisis sidik ragam pengaruh parameter hidrolisis terhadap
kandungan oligosakarida DP 3-9 maltodekstrin ..................

98

Tabel hasil analisis beda nyata terkecil terhadap kandungan
oligosakarida DP 3-9 perlakuan hasil optimasi ..................

99

Data hasil pengamatan kandungan oligosakarida DP > 9 maltodekstrin
(% kromatograf, sebelum normalisasi)
...........................

100

Data hasil pengamatan kandungan oligosakarida DP > 9 maltodekstrin
(% kromatograf, setelah normalisasi)
...........................

101

Tabel hasil analisis sidik ragam pengaruh parameter hidrolisis terhadap
kandungan oligosakarida DP > 9 maltodekstrin ..................

102

Tabel hasil analisis beda nyata terkecil terhadap kandungan
oligosakarida DP > 9 perlakuan hasil optimasi ..................

103

Data hasil perhitungan rendemen maltodekstrin DP 3-9 ............

104

Tabel hasil analisis si&k ragam pengaruh parameter proses hidrolisis
terhadap rendemen maltodekstrin DP 3-9
.....................

105

Tabel hasil analisis beda nyata terkecil rendemen maltodekstrin DP 3-9
perlakuan hasil optimasi
...................................

106

Contoh cara perhitungan konsentrasi DP 1 (glukosa) pada pengujian
komposisi sakarida maltodekstrin DP 3-9 .............................

107

Contoh cara perhitungan rendemen maltodekstrin DP 3-9 pada
perlakuan AIBICl ulangan 1 .............................................

108

Data perubahan volume dan total padatan perlakuan. pada tahap
optimasi parameter hidrolisis ........................................

109

Data hasil pengamatan kadar glukosa darah tikus (mgidl) ...........

110

.......

111

Susunan perlakuan pada pengujian laju absorpsi produk
Contoh cara penyusunan ransum tikus

..........................

112

Data pertambahan berat badan tikus selama pemeliharaan
di laboratorium (3 minggu) .......................... . ...............

114

Contoh cara seleksi tikus berdasarkan pertambahan berat badan ...

116

Foto perubahan aktivitas tikus yang dipuasakan dan tidak dipuasakan

117

Foto alat untuk memberikan larutan secara oral pada tikus percobaan

118

Foto tabung reaksi steril-vakum + pengawet Na+. yang digunakan
untuk menampung darah tikus perwbaan ............................

118

Foto metode pemberian larutan secara oral pada tikus percobaan ...

119

Foto metode pengambilan darah melalui vena abdominal pada
......................................................
tikus percobaan

120

Foto pati gandum hasil ekstraksi

121

..............................

Foto bahan-bahan utama pada proses hidrolisis pati ....................

121

Foto maltodekstrin hasil prosesing lanjutan ............................

122

.
........

122

Foto proses separasi membran

................................

Foto perbedaan reaksi pembentukan warna dengan larutan Iodiurn
antara maltodekstrin DP 3-9 dm maltodekstrin komersil .............

123

34

Foto hasil uji stabilitas pada penyimpanan suhu dmgin ................

123

35

Foto maltodekstrin DP 3-9 setelah dikeringkan dibandingkan dengan
maltodekstrin komersil ....................................................

124

33

I.

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Pada industri pengolahan gluten, pati gandum merupakan hasil samping
(by product) yang memiliki potensi untuk lebih ditingkatkan nilai tambahnya.

Salah satu upaya pe~ngkatannilai tambah pati gandum adalah pengolahan pati
giuidum dalam bentuk produk-produk hidrolisis pati

seperti dekstrin,

maltodekstrin, cyclodekstrin, sirup maltosa, sirup glukosa, dan sirup fruktosa.
Maltodekstrin I yellow dekstrin merupakan bahan baku penting bagi
inclustri pangan dan industri lainnya.

Pada industri pangan, penggunaan

ma,ltodekstrin terutama ditujukan untuk memperbaiki tekstur produk, mengontrol
kristalisasi selama proses pembekuan (freezing), pengganti lemak, pembentuk
film, serta berfungsi sebagai penyuplai gizi pada suatu produk (Kearsley and
Ddedzic, 1995).
Maltodekstrin merupakan produk hasil hidrolisis pati tidak sempurna,
yzng umumnya memiliki nilai DE (Dextrose Equivalent) kurang dari 20 (Kearsley
an,$ Dziedzic, 1995). Kisaran nilai DE pada produk maltodekstrin akan sangat
ditentukan oleh tinggi rendahnya derajat hidrolisis pati. Menurut Marchal el al.
(1!)99), komposisi sakarida sebagai hasil proses hidrolisis pati pada produk
maltodekstrin akan sangat menentukan sifat-sifat fungsionalnya. Sehingga dapat
terjadi produk maltodekstrin dengan hsaran nilai DE yang sama akan memiliki
sif'at-sifat fungsional yang berbeda (Kearsley and Dziedzic, 1995).
Salah satu bentuk aplikasi maltodekstrin yang sedang dikembangkan saat
in] adalah penggunaannya sebagai sumber karbohidrat pada produk minuman

olahraga, khususnya minuman olahraga isotonik (Ford, 1995).

Penggunaan

maltodekstrin tersebut, terutarna ditujukan agar pelepasan energi terjadi lebih
lambat, serta untuk menurunkan derajat osmolalitas dan derajat kemanisan produk
(A~~stin
and Pierpoint, 1998; Kearsley and Dziedzic, 1995). Berdasarkan tujuan
penggunaan tersebut,

maka

diperlukan

upaya

untuk

mengembangkan

maltodekstrin dengan komposisi sakanda yang spesifik.
Komposisi maltodekstrin ideal yang dibutuhkan untuk produk minuman
olahraga isotonik adalah maltodekstrin yang tidak mengandung oligosakarida
dengan rantai linier yang pendek (DP 1-2), karena akan meningkatkan kemanisan
produk, derajat osmosis, dan laju absorpsi produk oleh tubuh. Sebaliknya,
perlggunaan maltodekstrin yang mengandung oligosakarida dengan rantai linier
yang panjang (DP > lo), akan menyebabkan produk memiliki laju absorpsi,
kelarutan, dan stabilitas yang rendah. Menurut Storey and Zumbe (1995), secara
w ~ u mpada produk minuman olahraga, maltodekstrin yang dibutuhkan adalah
oligosakarida dengan rantai linier yang pendek (DP 3-6), agar produk dapat
terabsorpsi pada laju tinggi tetapi tetap memililu osmolalrty pada tingkat yang
moderat.

Sedangkan menurut Marchal et al. (1999), untuk produk-produk

beverages, spesifikasi ideal maltodekstrin yang diinginkan adalah maltodekstrin
yang memiliki DP tertentu yang bersifat tidak manis, kental (vrscous), dan tetap
stabil selama penyimpanan.
Berdasarkan karakteristik minuman isotonik dan tujuan penggunaan
maltodekstrin pada produk minuman tersebut, maka mperlukan upaya untuk
mengembangkan

produk maltodekstrin yang komposisi utamanya adalah

oligosakarida dengan derajat polimerisasi

(DP)

moderat (DP 3-9).

3

Dibandingkan dengan produk maltodekstrin yang mengandung oligosakarida
rar~tailinier pendek (DP 1-2) dengan konsentrasi yang tingg, maka maltodekstrin

DF' moderat diharapkan akan terabsorpsi pada laju lebih rendah, lebih bersifat
tidak manis, serta memiliki derajat osmolalitas yang lebih rendah pula.
Sebaliknya, dibandingkan dengan produk maltodekstrin yang mengandung
oligosakarida rantai linier panjang (DP > 10) dengan konsentrasi yang tinggi,
ma.ka maltodekstrin DP moderat diharapkan akan memiliki laju absorpsi yang
lekih tinggi, bersifat tidak terlalu kental (viscous),kelarutan yang lebih baik, dan
lek~ihstabil selarna penyimpanan.
Menurut Marchal et al. (1999), upaya untuk menghasilkan maltodekstrin
dengan komposisi sakarida yang spesifik, antara lain dapat dilakukan dengan
mengefektihn teknik ekstraksi produk. Salah satu metode yang dapat digunakan
untuk mengektraksi produk dari campurannya adalah teknik separasi membran
(Cheryan, 1986).
Melalui penggunaan membran dengan karakteristik tertentu, dapat
diupayakan agar hanya sakarida dengan DP tertentu pada produk maltodekstrin
ya-ng dominan dapat melewati membran sedangkan campuran-campuran lainnya
ak.an tertahan oleh membran (Cheryan, 1986). Agar penggunaan teknik separasi
membran mampu menghasilkan produk maltodekstrin dengan komposisi sakarida
yang spesifik, maka diperlukan pula upaya untuk mengkondisikan larutan hasil
hitlrolisis pada komposisi yang ideal.

Salah satu upaya yang dapat dilakukan

untuk mengontrol proses hidrolisis pati adalah penggunaan metode hidrolisis
enzimatis yang akan memutus rantai polimer pati secara spesifik (Schwardt,
1990), sehingga akan menghasilkan produk hasil hidrolisis dengan komposisi

yang spesifik dan optimal untuk dipisahkan pada proses separasi membran.
Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk melakukan optimasi proses, agar
mslltodekstrin yang dihasilkan memiliki karakteristik sesuai yang diharapkan.
1.1: TUJUAN PENELITIAN

(1) Melakukan optimasi proses produksi maltodekstrin DP moderat (DP 3-9)
dari pati gandum menggunakan teknik hidrolisis enzimatis dan separasi
membran.
(2) Melakukan karakterisasi maltodeksbin hasil optimasi proses, berkaitan

dengan penggunaannya sebagai

sumber karbohidrat pada minuman

olahraga isotonik, dengan pembankng glukosa dan maltodekstrin
komersial.

11. TINJAUAN PUSTAKA
2.li PAT1 GANDUM
Berbeda dengan industri pati dari komoditi lainnya, pati gandum
unlumnya tidak diproses secara khusus, tetapi merupakan hasil samping (by
product) dari industri pengolahan gluten (Kearsley and Dziedzic, 1995).
Walaupun pati gandum tersebut merupakan hasil samping, upaya pengolahan pati
gandum lebih lanjut tetap penting guna memberikan nilai tambah pada proses
pengolahan gandum secara keseluruhan. Proses pengolahan pati gandum sebagai
bagian dari industri pengolahan gluten dapat dilihat pada Gambar 1.

2.2 SWAT FISIK DAN KIMIA PAT1 GANDUM
Seperti halnya pati-pati lainnya (pati kentang, jagung, dan ubi kayu), pati
gandum juga masih mengandung komponen-komponen lain dalam jumlah yang
relatif kecil (Tabel 1).
Tabel 1. Komposisi pati gandum (dalam basis berat kering)

Kadar air
Kadar lemak
Kadar abu

14,OO
0,30
0,15

Sumber: Kearsley and Dziedzic (1995)
Selain berdasarkan komposisinya, pati gandum juga dapat dibedakan dari
pati lainnya berdasarkan bentuk dan ukuran granula pati, serta rasio amilosa dan
arnilopektin.

Menurut Kearsley and Dziedzic (1995), granula pati gandum

berukuran 2 - 4 0 pm dengan bentuk bulat (round) yang seragam. Menurut

Jidleani et al. (1996), semakin kecil clan seragam ukuran granula suatu pati maka
ak,m semakin cepat laju hidrolisis pati tersebut.

by product

Pembuatan Tepung

I

germ
bran
pollard

+

Resting
(pengistirahatan adonan)

+

Ekstraksi Pati
Pencucian

+ Gluten
Pengeringan

Pengeringan

I

1

pati

I

I Tepung ~ l u t e n l

Gambar 1. Proses produksi tepung gluten dan pati gandum (Sumber : Kearsley
and Dziedzic, 1995)
Dibandingkan jenis pati lainnya, terutama pati kentang dan pati ubi kayu,
palti gandum memiliki rasio amilosa dan amilopektin yang lebih besar (Tabel 2).
Berdasarkan rasio amilosa dan amilopektin tersebut, pati gandum sangat ideal
digunakan sebagai bahan baku proses hidrolisis. Menurut Swinkle (1985), pati

dengan kandungan amilosa yang tinggi sangat sesuai digunakan untuk bahan baku
proses hidrolisis. Selain lebih mudah larut, pati dengan kandungan amilosa yang
tinggi juga akan lebih mudah terhidrolisis oleh asam dan enzim, karena jurnlah
bagian amorfiya yang lebih tinggi dan ikatan antar moleMnya lebih lemah.
Tabel 2. Rasio amilosa dan amilopektin pati gandurn mbandingkan pati lainnya
Jenis pati

Amilosa (%)
27
21
27
14

Amilopektin (%)
73
79
73
86

Surnber: Kearsley and Dziedzic (1995)
Amilosa merupakan polimer glukosa berantai lurus dengan ikatan a1,4. glukosida, sedangkan amilopektin merupakan polimer glukosa bercabang
deilgan ikatan a-1,4 glukosida pada rantai lurusnya serta ikatan a-1,6 glukosida
palla percabangannya (Gambar 2).
Amilosa dan amilopektin memiliki sifat fisik yang berbeda. Amilosa
let~ihmudah larut dalam air (air panas) dan kurang kental dibandingkan dengan
anilopektin. Amilosa akan menghasilkan warna biru bila direaksikan dengan
larutan iodium, sedangkan amilopehn akan menghasilkan wama ungu. Kearsley
and Dziedzic (1995), menggunakan wama dari kompleks pati-iodin sebagai
intiikator derajat polimerisasi yang secara tidak langsung akan menunjukkan
panjang rantai polimer glukosa suatu pati (Tabel 3). Pada tabel tersebut terlihat
bahwa amilosa memiliki derajat polimerisasi yang tinggi (> 40 DP), sedangkan
an~ilopektinmemiliki derajat polimerisasi yang rendah (< 30 DP).

Amilosa

Amilopektin
Gambar 2. Struktur amilosa dan amilopektin

2.3 HIDROLISIS PAT1
Proses hidrolisis pati pa& dasarnya adalah pemutusan rantai polimer pati
(C,;HIOOS),menjadi unit-unit dekstrosa ( C a 1 2 0 6 ) . Produk-produk hasil hdrolisis

pati umumnya dikarakterisasi berdasarkan tingkat derajat hidrolisisnya dan
hnyatakan dengan nilai DE ( D e m s e Equivalent) yang menunjukkan persentase
dar-i dekstrosa murni dalam basis berat kering pada produk hidrolisis. Menurut
Kearsley and Dziedzic (1995), dekstrosa murni adalah dekstrosa dengan derajat
polimerisasi 1 (unit dekstrosa tunggal). Suatu produk hidrolisis pati dengan nilai

DE. 15, menunjukkan bahwa persentase dekstrosa murni pada pr&

kurang lebih

setlesar 15 % (bk).
Tal3el3. Tipe pembentukan warna kompleks pati-iodin pada berbagai derajat
polimerisasi (Kearsley and Dziedzic, 1995)

I

Derajat Polimerisasi (DP)

/

Wama komplek Pati-Iodin

< 12

kuning

< 20

merah

< 30

ungu

30 -- 40

biru keunguan

> 40

biru

Pemutusan rantai polimer pati dapat dilakukan dengan berbagai metode,
misalnya secara enzimatis, kimiawi, ataupun kombinasi keduanya. Hidrolisis
secara enzimatis memiliki perbedaan mendasar dibanhngkan hidrolisis secara
kirniawi dan fisik dalam ha1 spesifitas pemutusan rantai polimer pati. Hidrolisis
secara lumiawi dan fisik akan memutus rantai polimer secara acak, sedangkan
hitlrolisis enzimatis akan memutus rantai polimer secara spesifik pada
peircabangan tertentu (Schwardt, 1990). Sebagai contoh, disajkan mekanisme
pemutusan rantai polimer pati oleh enzim a-amylase dan glucoamylase pada
Gambar 3.
Akibat pemutusan rantai polimer secara acak tersebut, maka proses
htlrolisis secara kimiawi clan fisik akan menyebabkan tejadinya peningkatan
kandungan produk reversi, sehingga kualitas produk hasil htdrolisis akan lebih
reridah dan berubah sifat-sifat fungsionalnya (Schwardt, 1990)

Amilosa
Keterangan :

Amilopektin
aktivitas a-amylase akan memutus ikatan 1,4 saja
aktivitas glucoamylase akan memutus ikatan 1,4 dan 1,6

Gambar 3. Mekanisme pemutusan rantai polimer pati oleh enzim a-amylase dan
glucoamylase (Sumber: Schwardt, 1990)
Proses liquifikasi

merupakan tahap proses awal pada proses-proses

hiclrolisis pati, misalnya pada pembuatan dekstrin, glukosa, dan sirup fruktosa.
Pada tahap liquifikasi ini, akan terjadi pemutusan ikatan a-1,4 oleh aktifitas
exdm a-amylase. Menurut Dziedzic and Kearsley (1984), kesempumaan dan
lanna proses liquifikasi akan menentukan komposisi akhir produk basil liquifikasi
(Tiibel4).
Tabel 4. Pengaruh lama proses liquifikasi terhadap komposisi akhir produk hasil
liquifikasi (Dziedzic and Kearsley, 1984)

I

Lama Proses
(jam)
1

DE

'

DP2

12

DP 1
(%)
0,4

2

20

4

29

DP4
("A)
3,4

DP5

2,1

DP3
(%)
5,O

3,9

85,2

0,7

5,5

10,O

5,8

83

69,7

2,9

14,l

17,l

8.3

17,3

40,l

(%)

(%I

DP 6+
(%)

Hidrolisis hasil liquifikasi lebih lanjut, umumnya Qlakukan dengan
pellambahan enzim glucoamylase (proses sakarifikasi) yang akan memutus
rar~taia-1,4 dan a-1,6 sekaligus. Melalui proses sakarifikasi ini, polimer pati
akan mengalami pernutusan ikatan lebih lanjut dan nilai DE produk hasil
hiclrolisis akan meningkat. Perbandingan beberapa parameter fisik antara proses
liquifikasi dan sakarifikasi dapat dilihat pada Tabel 5
Tabel 5. Perbandingan beberapa parameter fisik antara proses liquifikasi dan
sakarifikasi
Liquifikasi

Parameter

1
1

Enzim

Sakarifikasi

1
I

Termamyl (a-amylase)

Amyloglucosidase

Suhu optimal ("C)

105

60

pH optimal

6,5

4,5

Konsentrasi padatan

6,5

43

optimal (%)
DE produk (%)

I

12

I

Lama proses (jam)

I

I
I

2

98

1

24 -- 76

Sumber : Dziedzic and Kearsley (1984)

2.4 SWAT-SWAT FUNGSIONAL MALTODEKSTRIN
Maltodekstrin merupakan produk hasil hidrolisis pati tidak sempurna yang
diintrodusir pertama kali pada tahun 1959 oleh American Maize Product
Company. Badan FDA (Food and Drug Administration) Amerika Serikat,
mendefinisikan maltodekstrin sebagai produk non pemanis, polimer sakarida yang
terciiri dari unit-unit D-glukosa yang umumnya terangkai dengan ikatan a-1,4 dan
memiliki nilai DE kurang dari 20. Saat ini, penggunaan maltodekstrin semakin
meluas dan telah digunakan untuk berbagai keperluan pada bidang pangan.

Sebagai contoh, maltodekstrin antara lain telah digunakan sebagai bahan pengisi
dan pembawa (carrier), senyawa untuk memperhaiki tekstur suatu produk, bahan
pe~nbantupada proses spray dryer, bahan pengganti lemak, senyawa untuk
me:ngontrol proses pembekuan, senyawa untuk mencegah terjadinya proses
knstalisasi, dan sebagai penyuplai gizi pada suatu produk.
Penggunaan maltodekstrin

terutama

berkaitan dengan sifat-sifat

fungsional fisik dan biologsnya. Menurut Marchal el ul. (1999), sifat-sifat
fur~gsionalfisik dan biologis maltodekstrin akan sangat ditentukan oleh komposisi
sairaridanya. Beberapa aspek yang berkaitan dengan sifat-sifat fungsional fisik
da11 biologis maltodekstrin adalah
a. Derajat higroskopis (hygroscopicity)
Hygroscopicity adalah kemampuan suatu produk untuk menyerap air d m
lingkungan atmosfer sekitarnya. Menurut Johnson and Srisuthep (1975),
glukosa (DP 1) dan dan maltosa (DP2) memiliki hygroscopicity yang sangat
rendah dibandingkan sakarida lainnya yang memiliki nilai DP lebih tinggi.
Sebaliknya hasil penelitian Donnelly et al. (1973), menunjukkan bahwa
maltotriose (DP3) memiliki hygroscopicity yang tertinggi dibandingkan
sakarida lainnya, seperti dapat dilihat pada perbandmgan berikut :
DP3 > DP4 = DP7 > DP5 > DP6 > DPl 1 > DP2
Walaupun mekanisme p e n m a n derajat higroskopis belurn banyak diketahui,
tapi sebagian besar hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa oligosakarida
dengan nilai DP > 9 dan I 2 memiliki hygroscopicity lebih rendah
dibandingkan oligosakarida lainnya (Marchal el al., 1999).

b. Kemampuan untuk terfermentasi pada produk-produk pangan (fermentability
infoodproduct)

Hasil penelitian Shieh et al. (1973) terhadap kemampuan terfermentasi dari
oligosakarida dengan DP 2-8, menunjukkan bahwa Saccharomyces
carlbergensis dan Saccharomyces cerevisiae, hanya dapat memfermentasi

maltosa dm maltotriose.
c. Viscositas (viscosity)

Hasil penelitian Johnson and Srisuthep (1975), terhadap derajat viskositas
oligosakarida dengan DP 2--10, menunjukkan bahwa s a m p DP 7, derajat
viskositas akan meningkat secara linier seiring dengan peningkatan nilai DP
oligosakarida; sedangkan pada DP 8-10, hubungan antara peningkatan derajat
viskositas dengan nilai DP oligosakarida akan terjadi secara kuadratik.
d. Derajat kemanisan (sweetness)
Hasil penelitian Birch et al. (1991), menunjukkan bahwa derajat kemanisan
(sweetness) akan semakin menurun seiring dengan peningkatan nilai DP

oligosakarida.
e. Stabilitas (stability)
Hasil penelitian Gidley and Bulpin (1987) dan Johnson and Srisuthep (1975),
menunjukkan bahwa oligosakarida dengan nilai DP > 7 akan memiliki
stabilitas lebih rendah selama penyimpanan.
f. Derajat osmolalitas (osmolality)

Hasil penelitian Birch et al. (1991), menunjukkan bahwa derajat osmolalitas
akan semakin menurun seiring dengan peningkatan nilai DP oligosakanda.

g. Kemampuan terabsorpsi oleh tubuh (absorption by human)
Kemampuannya oligosakarida untuk terabsorpsi oleh tubuh terutama berkaitan
dengan derajat osmolalitas dan kelarutannya. Secara umum, oligosakarida
yang lebih mudah larut akan lebih mudah terabsorbsi aleh tubuh.
Berdasarkan sifat-sifat fungsional fisik dan biologis maltodekstrin
terrsebut, terlihat bahwa dibandngkan nilai DE, nilai DP maltodeshitrin lebih dapat
digunakan untuk memprediksi penampilan produk yang akan dihasilkan pada
be~,bagaikeperluan aplikasi (Marchall et dl. , 1999).
2.5 APLIKASI MALTODEKSTRIN PADA PRODUK MINUMAN
OLAHRAGA (SPORTDRINK)
Aplikasi maltodekstrin sebagai bahan tarnbahan pada produk minuman
(beverages) berkembang makin pesat sejalan dengan semakin populernya produk
miiiuman olahraga dan energ (sport and energy drink) di tengah masyarakat.
Mc:nurut Ford (1995), komposisi utarna minuman olahraga adalah karbohidrat dan
miiieral; dan sebagai sumber karbohtdrat antara lain dapat berupa sukrosa,
glukosa, maltodekstrin, dan karbohidrat yang bersumber dari buah-buahan.
Melalui proses karbonasi pada konsentrasi rendah, produk-pr~duk minuman
olahraga dirancang untuk mengatasi efek kehilangan mineral clan dehidrasi selama
aktivitas berolahraga (Austin dan Pierpoint, 1998), serta berfungsi sebagai sumber
energi untuk mempertahankan stamina selama aktivitas (Ford, 1995).
Tiga tipe utama dari minurnan olahraga adalah hypotonic, hypertonic, dan
isotonic.

Pada dasarnya timbulnya istilah ketiga tipe minuman tersebut

disebabkan perbedaan kandungan partikel terlarutftekanan osmotiknya (Ford,
1905). Sebagai contoh, minuman hipertonik dapat diartikan sebagai produk

mi numan yang mengandung partikel terlarut lebih tinggi dibandingkan
ko~~sentrasi
partikel terlarut pada cairan tubuh.

Menurut Austih dan Pierpoint,

(1998), ketiga jenis produk minuman olahraga tersebut, an@ra lain dapat
dikledakan berdasarkan kandungan karbohidrat pada produk, waktu untuk
mengkonsumsinya, dan laju absorpsi (penyerapan) produk oleh tubuh. Minuman
hipotonik (hypoton~cdrmk), dldesain untuk dikonsumsi setelah aktivitas olahraga
kar.ena akan terserap tubuh lebih cepat dan mengandung karhohidrat dengan
konsentrasi yang rendah (2-3%). Sebaliknya, minuman hipertqnik (hypertonic
drink) urnumnya mengandung karbohidrat dengan konsentrasi ymg tinggi (10%
atau lebih) dan akan terabsorpsi tubuh pada laju yang lebih larnbqt sehingga akan
lebih sesuai untuk dikonsumsi sebelum aktivitas. Dari ketiga jenis minurnan
olahraga tersebut, minurnan isotonic (isotonic drink) merupakan tipe produk yang
paling sering dijumpai.

Minuman isotonik yang memililu tqkanan osmotik

sei~mbangdengan tekanan osmotik cairan tubuh, dirancang untuk menggantikan
enr:rgi secara cepat baik sebelum, selama dan setelah aktifitas.
Berdasarkan karakteristik minuman isotonik tersebut, maha maltodekstrin
merupakan komponen yang paling sesuai digunakan sebagai @ahan tambahan
untuk produk m i m a n olahraga isotonik (Austin clan Pierpoint, 1998; Kearsley
ancl Dziedzic, 1995). Adanya komponen maltodekstrin, akw menyebabkan
ene:rgi dilepaskan secara lambat dan juga mengurangi osmolalitas produk (Austin
dark Pierpoint, 1998).

Selain itu, penggunaan maltodekstrin pada produk

mi~~uman
olahraga juga diharapkan akan mengurangi kemanisab produk tanpa
merubah penampilan dan karakteristik produk (Kearsley and Qziedzic, 1995),

serta memungkinkan untuk meningkatkan kandungan kalori dap mineral pada
prc~duk(Ford, 1995).
Hasil penelitian beberapa peneliti menunjukkan bahwa diperlukan
ko~nposisi yang spesifik untuk aplikasi maltodesktrin pada produk-produk
minuman olahraga khususnya untuk minuman isotonic (isotonic drink).

Pada

prc~dukminuman isotonik, maltodekstrin yang dibutuhkan adalah maltodekstrin
yarlg tidak mengandung oligosakarida dengan rantai linier yang ppndek (DP 1-2),
karena akan meningkatkan kemanisan produk, meningkatkan tdkanan osmotik,
dari menyebabkan produk terabsorpsi dengan laju yang sangat cepat. Sebaliknya,
penggunaan maltodekstrin yang mengandung oligosakarida dengan rantai linier
yang panjang (DP>10), akan menyebabkan produk memiliki laju absorpsi,
sta bilitas, dan kelarutan yang rendah. Menurut Storey and Zumbq (1995), secara

urnurn pada produk minuman olahraga, maltodekstrin yang diblutuhkan adalah
olijpsakarida dengan rantai linier yang pendek (DP 3-6), agar produk dapat
teriibsorpsi pada laju dengan tinggi tetapi tetap memiliki osmolaMy pada tingkat
yarlg moderat. Sedangkan menurut Marchal et al. (1999), untuk produk-produk
beverages, spesifikasi ideal maltodekstrin yang diinginkan adal4 maltodekstrin
yang memiliki DP tertentu yang bersifat tidak manis, kental (viscdus), tetapi tetap
stal~ilselama penyimpanan.
2.6 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KOMPaSISI
SAKARIDA MALTODEKSTRIN

Komposisi sakarida pada maltodekstrin akan sangat meneqtukan sifat-sifat
fungsional fisik dan biologis. Berikut adalah faktor-faktor utapa yang dapat
mempengaruhi komposisi sakarida pada maltodekstrin.

a. Jenis enzim hdrolitik yang digunakan
Perbedaan jenis enzim terutama berkaitan dengan aktivitas spesifik enzim
tersebut pada pemutusan ikatan a- 1,4 molekul pati (Kearsleiy and Dziedzic,
1995).
b. Jenis dan konsentrasi pati
Perbedaan jenis pati terutama berkaitan dengan kandungan amilosa, distribusi
panjang rantai pati, dan berat molekulnya. Hasil penelitian Reeve (1992),
menunjukan bahwa reaksi transglycosylation relatif lebih mudah terjadi pada
konsentrasi pati yang tinggi.
c. Temperatur hidrolisis
Hasil penelitian Dobreva el ul. (1994) dan Ramesh and Lonsane (1989),
menunjukkan bahwa laju reaksi hidrolisis, spesifitas produk yang Ihasilkan,
dan reaksi transglycosylation akan sangat dipengaruhi oleh temperatur selama
proses hidrolisis.
d. Penambahan pelarut-pelarut organik
Hasil penelitian Blakeney and Stone (1985), menunjukkan bahwa penambahan
pelarut organik akan menurunkan jumlah oligosakarida bjerantai pendek
selama proses hidrolisis
e. Penggunaan enzim terimobilisasi
Hasil penelitian Hisamatsu et al. (1994), menunjukkan bahwa penggunaan
enzim terimobilisasi akan meningkatkan spesifitas kerja enzim.
f. Proses a h r (down stream processmng)
Penelitian yang telah dilakukan antara lain adalah perpisahan secara
kromatografi untuk menurunkan indeks polymolecularity (F~uachee,1998),

penggunaan metode kromatografi untuk menghasilkan olieosakarida yang
lebih spesifik (Sakai et al., 1987), dan fermentasi untqk memisahkan
komponen sakarida berantai pendek (Yoo et ul., 1995)
g. Ekstraksi produk selama proses hidrolisis
Penelitian-penelitian

untuk

mengefektifkan teknik

maltodekstrin belurn banyak dilakukan.

ek$traksi produk

Sebagai perbqndingan, hasil

penelitian yang dilakukan Sims and Cheryan (1992) menupjukkan bahwa
penggunaan membran ultrafiltrasi pada proses produksi sirup glukosa akan
meningkatkan kemurnian produk yang dihasilkan.
2.7 SEPARASI MEMBRAN

Proses separasi membran Qdasarkan pada prinsip pemis+an komponen
berdasarkan perbedaan berat dan ukuran molekul komponen melalui suatu
membran semi-perrneabel (Morris and Morris, 1976). Melalui dnggunaan suatu
membran dengan karakteristik dan ukuran pori-pori tertenfu, komponenkolnponen dengan ukuran molekul lebih besar dari ukuan pod-pori membran
&in tertahan (retentate) sedangkan komponen-komponen dengan ukuran molekul
lebih kecil akan melewati membran (permeate).

Pada GamQar 4, disajikan

pri nsip dasar mekamsme pemisahan komponen dengan teknik sepqasi membran.
Berdasarkan perbedaan kisaran ukuran molekul kompoben yang akan
dipisahkan dan prinsip driving force yang digunakan untuk untw mengalirkan
balm melalui membran, maka proses separasi membran dapat dibedakan atas
milu-ofiltrasi, ultrafiltrasi, reverse osmosis/hyperfiltrasi, elektkoQalysis, dan
dy~disis(Matsuura and Sourirajan, 1994; Cheryan, 1986). Klasifikasi berbagai
teknik separasi membran, disajikan pada Tabel 6.

Fase 1

Fase

Permeat

Feed

drivingforce
AC, AP, AT, AE
Gambar 4. Prinsip dasar mekanisme pemisahan komponen denga~teknik separasi
membran (Cheryan, 1986).
Dibandingkan teknik mikrofiltrasi dan ultrafiltrasi, proses reverse osmosis
(hyperfiltrasi) menggunakan membran dengan ukuran pori-pori hembran lebih
kecil, yaitu antara 0,0001pm sampai 0,001 pm. Berdasarkan &wan pori-pori
membran tersebut, proses reverse osmosis umumnya digunakan untuk
memisahkan senyawa-senyawa terlarut dengan berat molekd yang rendah
(misalnya garam). Oleh karena ukuran pori-pori membran yang 4gunakan relatif
kecil, maka pada proses reverse osmosis, perbedaan tekanan osmcjtik antara kedua
fase veed clan permeat) memegang peranan yang penting, sehiqgga lperlukan
tek:anan yang relatif tinggi (kurang lebih 10 -- 50 bar). Menurut Rerguson (1989),
proses reverse osmosis umumnya dilakukan untuk tujuan-tujqan mengurangi
ka~idunganair bahan (terutama jika konsentrat lduga dapat ruqak atau bersifat
lahi1 oleh panas), dan untuk tujuan pemurnian air (terutama pengolahan air laut
mc:nja& air tawar/desalination).

Tallel 6. Klasifikasi proses separasi membran

Jellis proses

Driving force

Kisaran ukuran pori
-pori membran

Mi krofiltrasi

GradienTekanan

10 - 0,l ym

Contoh kom#nen
Yang dipisa&an

mikroba
-

Gradien tekanan

Ultrafiltrasi

-

Reverse osmosis Gradien tekanan
(hyperfiltration)

-

I

Electrodialysis

-

Dialysis

Emulsi, kdloid,
molekul, prodein

< 5 nm

Garam-garanjterlarut,
Bahan-bahanl
organik
berukuran kebil
~aram-garadterlarut

< 1 nm

Gradien tekanan

N;mofiltrasi*

-

< O,1ym - 5 nm

makro-

I

Gradien medan < 5 nm
listrik