Potensi Wajib Pajak Kabupaten Sleman

174 Vol. 5, No.2, Oktober 2014 | JBTI Keperluan administrasi dalam rangka memenuhi syarat administrasi, Misalkan untuk keperluan rapat harus ada pertanggungjawabannya, maka pertanggungjawaban konsumsi dibayarkan menggunakan NPWP bendahara instansi terkait. Wajib Pajak Restoran yang dialamatkan Khusus Bendahara jumlahnya maencapai 10,20 persen dari total wajib pajak di Kabupaten Sleman, atau sejumlah 131 wajib pajak. Sementara itu untuk Koordi Pedagang Kaki Lima jumlahnya paling kecil dimana hanya 0,62 persen dari total wajib Pajak Restoran di Sleman atau sejumlah 8 wajib pajak. Wajib Pajak Restoran terbanyak mencapai 27,34 persen atau 351 wajib pajak ada di Kabupaten Sleman ada di Kecamatan Depok. Wajib pajak dengan Kecamatan Ngaglik dan Mlati memiliki wajib pajak yang hampir sama yaitu masing-masing 11 persen. Wajib pajak yang tercatat tersebut menggambarkan bahwa terjadi pengelompokkan distribusi pada daerah tertentu, yaitu di Kecamatan Depok, Ngaglik, Mlati. Tiga kecamatan tersebut jika dijumlahkan hasilnya sudah 49,8 persen. Hal tersebut berarti bahwa hampir setengah jumlah wajib Pajak Restoran di Kabupaten Sleman terkonsentrasi di tiga kecamatan tersebut, yaitu Kecamatan Depok, Ngaglik dan Mlati. Sementara itu sisanya tersebar relatif merata di kecamatan yang lain, yaitu di kecamatan yang cukup banyak wajib pajaknya menurut administrasi selanjutnya adalah sebesar masing-masing 5 persen ada di Kecamatan Gamping, Sleman, dan Pakem. Wajib pajak sebesar 3 persen ada di Kecamatan Ngemplak dan Kalasan. Sementara itu kecamatan dengan wajib pajak dibawah 3 persen tersebar di Kecamatan Prambanan, Berbah, Cangkringan, Seyegan, Minggir, Moyudan, dan Turi.

b. Potensi Wajib Pajak Kabupaten Sleman

Potensi wajib pajak di Kabupaten Sleman penting untuk diketahui sebagai referensi dasar dalam pengambilan kebijakan dalam rangka mengoptimalkan pendapatan Pajak Restoran secara khusus dan PAD secara umum. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan survei. Titik lokasi survei yang dituju adalah lokasi yang menjadi pusat kuliner. Beberapa lokasi dilakukan observasi pengamatan di Kabupaten Sleman adalah berdasarkan ruas jalan dan berdasarkan lokasi kampus. Kriteria yang digunakan sebagai acuan dalam survei lapangan adalah Papan Nama dan Kapasitas Parkir. Asumsi yang digunakan menggunakan kriteria Papan Nama adalah usaha restoran tersebut bukan usaha kecil, tentunya dengan tambahan kriteria yang kedua yaitu luas parkir. Luas parkir merupakan indikasi yang kuat untuk mengidentifikasi secara fisik bahwa usaha tersebut bukan usaha kecil. Asumsinya adalah Kabupaten Sleman memiliki nilai lahan yang cukup tinggi, apalagi di pinggir jalan dan pusat kegiatan seperti di dekat kampus. Lahan sebagai tempat usaha akan dimaksimalkan untuk tempat usaha, pengusaha restoran atau tempat makan dengan skala kecil secara logika tidak akan menggunakan lahannya untuk lokasi parkir. Dengan kata lain, tempat parkir yang luas dimiliki oleh pengusaha restoran atau warung makan dengan skala menengah sampai dengan besar yang termasuk dalam wajib pajak. Widyatmoyo dan Anung Pramudyo | Potensi Pajak Restoran di Kabupaten Sleman 175 Perlu diperhatikan dengan adanya survei ini bukan harga mati bahwa angka yang tercantum merupakan satu-satunya potensi yang mencerminkan untuk seluruh Pajak Restoran di Sleman. Jumlah wajib pajak hanyalah salah satu variabel saja dalam perkiraan potensi Pajak Restoran, variabel yang lain misalnya jenis restorannya, besar atau kecilnya restoran, banyak sedikitnya pendapatan sehingga banyaknya wajib pajak belum tentu potensi pajaknya tinggi.

c. Survei Potensi Wajib Pajak Restoran Dengan Basis Ruas Jalan