Konsumsi makanan, meliputi : Konsumsi non makanan, meliputi :

Indeks Gini Ratio Kota Bandung Tahun 2015 48 Gambar 3.2 Analisis Data Deskriptif Dikembangkan oleh Miles Rubermas

3.6 Desain Pengukuran

Pengukuran distribusi pendapatan biasanya didekati dengan menggunakan data pengeluaran, karena data pendapatan masyarakat dalam kenyataannya masih sangat sulit diperoleh. Dalam hal ini analisis tingkat distribusi pendapatan dilakukan dengan menggunakan data total pengeluaran rumahtangga dari hasil Susenas dan Suseda serta hasil survei sebesar 640 responden terhadap rumahtangga di seluruh kecamatan di Kota Bandung. Bagaimana pun juga, distribusi pengeluaran tidak akan sama dengan distribusi pendapatan. Namun cara ini dianggap sebagai pendekatan yang rasional untuk melihat trend dari distribusi pendapatan, walaupun harus diinterperstasikan secara hati-hati. Melalui data Susenas dan Suseda, nilai pendapatan masyarakat Kota Bandung diestimasi dari data konsumsi dengan pendekatan rata-rata pengeluaran rumahtangga perbulan. Data yang dikumpulkan adalah data konsumsi yang mencakup seluruh kebutuhan hidup masyarakat. Mengingat jumlah komoditi yang dikonsumsi oleh masyarakat sangat banyak dan beragam, maka dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu konsumsi kelompok makanan dan konsumsi kelompok bukan makanan.

A. Konsumsi makanan, meliputi :

1. Konsumsi padi-padian Beras, jagung terigu, dan lain-lain 2. Konsumsi umbi-umbian ketela, kentang, sagu, dan lain-lain Indeks Gini Ratio Kota Bandung Tahun 2015 49 3. Konsumsi ikanudangcumikerang segar dan diawetkan 4. Konsumsi daging sapi, kerbau, kambing, ayam dan lain-lain 5. Konsumsi telur dan susu 6. Konsumsi sayur-sayuran bayam, wortel, cabe, dan lain-lain 7. Konsumsi kacang-kacangan 8. Konsumsi buah-buahan 9. Konsumsi Minyak dan lemak 10. Konsumsi bahan minuman gula, teh, kopi, coklat, sirup, dan lain-lain 11. Konsumsi bumbu-bumbuan garam, kemiri, merica, terasi, kecap, dan lain- lain 12. Konsumsi lainnya mie instanbasah, bihun, makaroni,kerupuk dan lain-lain 13. Konsumsi makanan dan minuman jadi roti, biskuit,bakso, nasi ramas, minuman beralkohol dan non alkohol 14. Konsumsi tembakau dan sirih.

B. Konsumsi non makanan, meliputi :

1. Perumahan dan fasilitas rumahtangga sewaparkiran sewa, pemeliharaanperbaikan ringan, rekening listrikairtelepon, gas, minyak tanah, puklsa, dan lain-lain. 2. aneka barang dan jasa sabunkosmetik, biaya kesehatan, pendidikan, transport, jasa lainnya. 3. Pakaian, alas kaki dan tutup kepala. 4. Barang tahan lama alat rumahtangga, elektronik dan lain-lain 5. Pajak, pungutan dan asuransi. Indeks Gini Ratio Kota Bandung Tahun 2015 50 6. Keperluan pesta dan upacara, tidak temasuk makanan. Untuk konsumsi makanan ditanyakan selama seminggu terakhir, baik yang berasal dari pembelian, produksi sendiri maupun dari pemberian. Sedang untuk pengeluaran bukan makanan ditanyakan kondisi sebulan yang lalu dan satu tahun terakhir, baik yang berasal dari pembelian, produksi sendiri maupun dari pemberian. Desain kuesioner secara detail dibuat dengan harapan responden mampuh mengingat nilai konsumsi yang dikeluarkannya.

3.7 Metode Perhitungan Gini Ratio

Data yang digunakan untuk menghitung distribusi pendapatan dengan menggunakan perhitungan Gini Ratio adalah dengan menggunakan data jumlah pendapatan penduduk dan jumlah penduduk. Data pengeluarankonsumsi rumah tangga di proxy untuk menggantikan data pendapatan penduduk, karena data pendapatan penduduk belum tersedia di Indonesia. Walaupun data pengeluaran penduduk tersebut nilainya tidak menggambarkan pendapatan riil penduduk akan tetapi secara empiris terbukti dapat memberikan gambaran pendapatan penduduk untuk dapat menjadi indikator kesejahteraan masyarakat suatu wilayah. Indeks Gini Ratio Kota Bandung Tahun 2015 51 Formula yang digunakan untuk menghitung Koefisien Gini Gini Ratio adalah sebagai berikut: GC = 1 Xi Xi 1yi + yi + 1 Dimana : GC = Gini Coefficient Gini Ratio Xi = Persentase Jumlah Penduduk Kumulatif ke-i Yi = Persentase Jumlah Pendapatan Penduduk Kumulatif ke-i

BAB IV PEMBAHASAN

4.1 Perkembangan PDRB dan Pertumbuhan Ekonomi Kota Bandung

Pertumbuhan ekonomi merupakan cerminan dari seluruh kegiatan ekonomi yang ada disuatu wilayah, dilihat dari tahun 2009 - 2013 pertumbuhan ekonomi di Kota Bandung selalu mengalami kenaikan yang signifikan dari tahun ke tahun. Rata-rata pertumbuhan ekonomi di Kota Bandung dari tahun 2009 - 2013 berada diatas 8 tiap tahunnya, pertumbuhan ekonomi yng tinggi setiap Indeks Gini Ratio Kota Bandung Tahun 2015 52 tahunnya bisa menjadi indikator bahwa aktivitas ekonomi di Kota Bandung mengalami peningkatan. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi di Kota Bandung ternyata berdampak positif terhadap peningkatan PDRB di Kota Bandung, dari tahun 2009-2012 PDRB per kapita kecamatan-kecamatan di Kota Bandung rata-rata selalu mengalami peningkatan. PDRB perkapita sebagai proxy dari pendapatan perkapita masyarakat merupakan gambaran nilai tambah yang bisa diciptakan oleh masing-masing penduduk akibat dan adanya aktivitas ekonomi, jadi pendapatan perkapita merupakan cerminan dari pendapatan penduduk disuatu wilayah tersebut. Pendapatan perkapita di suatu wilayah tergantung dari jumlah penduduk yang ada di wilayah tersebut, semakin besar pendapatan perkapita yang dihasilkan oleh penduduk suatu wilayah dapat mengindikasikan bahwa masyarakat di wilayah tersebut lebih sejahtera jika laju pertumbuhan PDRB Perkapita tersebut lebih besar dari laju pertumbuhan penduduk di wilayah tersebut. Berikut ini adalah perkembangan PDRB perkapita kecamatan-kecamatan di Kota Bandung tahun 2009-2012. Tabel 4.1 PDRB Kota Bandung Per Kapita Menurut Kecamatan Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2009 – 2012 dalam rupiah No Kecamatan 2009 2010 2011 2012 1 Bandung Kulon 13.869.813 12.889.374 13.349.361 14.088.754 2 Babakan Ciparay 14.181.273 14.805.579 15.539.630 16.578.899 3 Bojongloa Kaler 8.524.825 9.373.778 9.978.666 10.821.251 4 Bojongloa Kidul 11.331.548 11.501.504 12.116.838 12.958.882 5 Astanaanyar 13.177.977 14.844.075 15.720.064 17.007.001 6 Regol 16.328.826 19.174.821 20.595.159 22.541.030 7 Lengkong 15.277.686 16.983.857 18.161.154 19.815.446 8 Bandung Kidul 9.905.758 9.517.347 10.090.838 10.919.833 Indeks Gini Ratio Kota Bandung Tahun 2015 53 9 Buah Batu 8.166.523 9.112.630 9.772.278 10.694.077 10 Rancasari 4.352.757 4.415.983 4.613.585 4.996.952 11 Gedebage 10.682.294 10.178.341 10.374.985 11.047.992 12 Cibiru 9.776.440 9.185.146 9.441.067 10.091.766 13 Panyileukan 19.395.338 18.515.550 19.036.581 20.326.021 14 Ujung Berung 7.390.428 6.805.615 7.229.964 7.950.167 15 Cinambo 32.436.093 33.490.672 34.086.926 35.831.295 16 Arcamanik 9.891.424 9.274.919 9.615.824 10.281.483 17 Antapani 5.729.012 5.108.567 5.422.603 5.880.643 18 Mandalajati 3.125.827 3.155.358 3.342.829 3.642.781 19 Kiaracondong 12.607.519 13.720.497 14.582.890 15.804.629 20 Batununggal 14.534.134 16.183.548 16.946.108 18.136.950 21 Sumur Bandung 55.525.961 68.725.139 72.217.288 78.390.264 22 Andir 15.112.949 18.457.763 19.850.174 21.765.624 23 Cicendo 20.384.455 23.765.465 25.440.476 27.772.434 24 Bandung Wetan 29.778.557 34.492.232 37.161.431 41.139.366 25 Cibeunying Kidul 7.366.758 8.409.001 8.944.647 9.682.770 26 Cibeunying Kaler 17.014.520 18.511.403 9.684.316 10.479.854 27 Coblong 8.973.511 9.754.795 16.115.709 17.833.752 28 Sukajadi 9.206.183 9.606.588 10.352.011 11.391.025 29 Sukasari 8.785.518 9.375.106 10.092.813 11.123.069 30 Cidadap 6.929.560 7.238.141 7.798.313 8.617.499 Bandung 12.665.526 13.408.706 14.136.757 15.255.635 Sumber : BPS Kota Bandung Tabel 4.2 Jumlah Penduduk Kota Bandung Menurut Kecamatan Tahun 2009 – 2012 No Kecamatan 2009 2010 2011 2012 1 Bandung Kulon 127.622 138.644 139.708 140.780 2 Babakan Ciparay 144.892 143.203 144.303 145.411 3 Bojongloa Kaler 123.092 117.218 118.118 119.025 4 Bojongloa Kidul 82.516 83.600 84.141 84.686 5 Astanaanyar 71.825 66.658 67.346 68.042 6 Regol 88.068 79.316 79.923 80.534 7 Lengkong 73.288 69.307 69.837 70.371 8 Bandung Kidul 52.910 57.398 57.838 58.282 9 Buah Batu 96.988 92.140 93.074 94.018 10 Rancasari 70.114 72.406 74.188 76.014 11 Gedebage 31.798 34.299 35.458 36.657 12 Cibiru 61.090 67.412 69.276 71.191 Indeks Gini Ratio Kota Bandung Tahun 2015 54 13 Panyileukan 35.249 37.691 38.725 39.787 14 Ujung Berung 62.696 72.414 74.196 76.021 15 Cinambo 24.125 23.762 24.345 24.942 16 Arcamanik 58.917 65.607 67.047 68.519 17 Antapani 61.013 72.006 72.803 73.608 18 Mandalajati 58.302 60.825 61.829 62.849 19 Kiaracondong 131.978 127.616 129.030 130.460 20 Batununggal 125.636 116.935 118.231 119.541 21 Sumur Bandung 40.762 34.446 35.293 36.160 22 Andir 108.124 94.361 95.392 96.435 23 Cicendo 105.407 96.491 97.544 98.609 24 Bandung Wetan 32.315 29.807 30.283 30.767 25 Cibeunying Kidul 113.111 104.575 105.568 106.571 26 Cibeunying Kaler 70.266 68.807 69.456 70.111 27 Coblong 128.748 127.588 128.800 130.023 28 Sukajadi 102.902 104.805 105.963 107.133 29 Sukasari 78.620 79.211 80.086 80.971 30 Cidadap 54.914 56.325 57.156 57.999 Bandung 2.417.288 2.394.873 2.424.957 2.455.517 Sumber : BPS Kota Bandung Berdasarkan tabel 4.1 kita bisa melihat ada beberapa kecamatan yang memiliki tingkat PDRB terbesar diantara kecamatan lainnya, diantaranya ialah kecamatan Cinambo, Bandung Wetan, Sumur Bandung, dan Cicendo. Hal ini dapat mengindikasikan bahwa di wilayah-wilayah tersebut aktivitas ekonominya sudah lebih maju dibandingkan dengan wilayah-wilayah lainnya yang ada di Kota Bandung. Sementara itu untuk tingkat PDRB yang paling rendah berada di kecamatan Mandalajati, Rancasari, dan Antapani. Di wilayah yang hanya mempunyai latar belakang perumahan-perumahan sudah jelas memiliki tingkat PDRB yang relatif lebih kecil jika dibandingkan dengan kecamatan yang Indeks Gini Ratio Kota Bandung Tahun 2015 55 mempunyai basis industri dan pariwisata seperti perhotelan, wisata kuliner, wisata belanja, dll. Akan tetapi untuk daerah-daerah yang berbasis perumahan mungkin saja tingkat IPM-nya malah lebih tinggi dari wilayah yang tingkat PDRB-nya tinggi.

4.2 Pengeluaran Rumah Tangga Kota Bandung

Pengeluaran rumah tangga merupakan salah satu indikator yang dapat memberikan gambaran mengenai tingkat pendapatan masyarakat. Semakin tinggi tingkat pendapatan maka porsi pengeluaran akan bergeser dari pengeluaran makanan ke pengeluaran non makanan. Porsi pengeluaran masyarakat dengan tingkat pendapatan tinggi terhadap kebutuhan non makanan seperti: perumahan, barang dan jasa, pakaian, dan barang tahan lama kendaraan, perhiasan dan sebagainya biasanya lebih besar dibanding masyarakat dengan tingkat pendapatan yang lebih rendah. Pergeseran pola pengeluaran dari makanan ke non makanan terjadi karena elastisitas permintaan terhadap makanan pada umumnya rendah, sebaliknya permintaan terhadap barang non makanan pada umumnya tinggi. Keadaan ini terlihat jelas pada kelompok penduduk yang tingkat konsumsi makanan sudah mencapai titik jenuh, sehingga peningkatan pendapatan akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan barang bukan makanan, ditabung, ataupun investasi. Dengan demikian, pola pengeluaran dapat dipakai sebagai salah satu alat untuk mengukur tingkat pendapatan masyarakat, dimana distribusinya merupakan Indeks Gini Ratio Kota Bandung Tahun 2015 56 distribusi pendapatan masyarakat yang dapat dijadikan petunjuk tingkat pemerataan pendapatan masyarakat. Tabel 4.3 menggambarkan pola pengeluaran masyarakat Kota Bandung terhadap makanan dan non makanan. Dalam tabel tersebut digambarkan persentase pengeluaran rumah tangga menurut jenis pengeluaran makanan dan jenis pengeluaran non makanan. Pada pengeluaran makanan dirinci menurut jenis komoditi makanan. Sedangkan pengeluaran non makanan dirinci menurut kelompok non makanan yaitu: perumahan, aneka barang dan jasa, pendidikan, kesehatan, pakaian, barang tahan lama, pengeluaran untuk pajak dan asuransi, dan pengeluaran lainnya untuk pesta dan lain sebagainya. Tabel 4.3 Rata-Rata Pengeluaran Perkapita Sebulan Kota Bandung Menurut Kelompok Barang Makanan dan Bukan Makanan Jenis Komoditi Presentase Pengeluaran Rata-Rata Perkapita Sebulan 2009 2010 2011 2012 2013

A. MAKANAN 1. Padi-padian