Perlindungan Hukum Terhadap Hak Tertanggung dalam Asuransi Jiwa Pada PT. Axa Financial Indonesia (Agency Medan)

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara

Wawancara (Question of Interview)
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK TERTANGGUNG DALAM
ASURANSI JIWA PADA PT. AXA FINANCIAL INDONESIA
(AGENCY MEDAN)

Pada

: Kamis, 15 Maret 2016

Nama : Rizka Arfita
Kepada
Nama : Zahraini
Jabatan: Agency Director PT. Axa Financial Indonesia (Agency Medan)
Terkait Permasalahan
1. Apa sajakah hak dan kewajiban Nasabah dan PT. Axa Financial Indonesia
yang ditentukan dalam polis asuransi?
PT. Axa Financial Indonesia berhak untuk mendapatkan premi dari

nasabah sesuai dengan yang diperjanjikan secara berkala. PT. Axa
Financial Indonesia mempunyai kewajiban untuk menginformasikan
segala produk dan program asuransi yang ada kepada nasabah, serta
memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya. PT. Axa Financial Indonesia
juga berkewajiban untuk membayarkan manfaat asuransi yang telah
diperjanjikan jika nasabah mengajukan klaim. Pembayaran manfaat
asuransi tersebut tentu saja harus melewati persyaratan yang ditentukan
oleh PT. Axa Financial Indonesia, jika nasabah memenuhi persyaratannya
maka akan diberikan pembayaran manfaat tersebut. Dalam hal
menjalankan perjanjian pertanggungan para pihak yang terdapat dalam
polis wajib mematuhi segala ketentuan yang terdapat dalam polis asuransi.

2. Bagaimana menurut PT. Axa Financial Indonesia mengenai perlindungan
hak tertanggung ?
Perlindungan hak tertanggung tentu saja harus dilindungi sesuai dengan
polis. Hak dan kewajiban tertanggung tersebut tertuang dalam polis. Hak

Universitas Sumatera Utara

tertanggung salah satunya adalah mendapatkan manfaat asuransi dan salah

satu kewajibannya adalah membayar premi secara berkala.

3. Bagaimana tata cara pengajuan klaim kepada PT. Axa Financial
Indonesia?
Dalam pengajuan klaim ada tata cara/prosedur yang telah ditetapkan
seperti yang tertuang dalam polis. Nasabah harus menaati semua prosedur
yang tertera dalam polis. Apabila telah dilaksanakan dengan baik maka
pihak perusahaan asuransi pasti akan membayar klaim.

4. Apa kemungkinan yang menyebabkan klaim tidak dapat dibayarkan ?
Kemungkinan ada kesalahan yang terjadi dalam tata caranya kalau tidak,
mungkin nasabah berbohong kepada pihak perusahaan asuransi. PT. Axa
Financial Indonesia menerima nasabah yang dalam keadaan sehat. Jadi
apabila ada nasabah yang mengaku sehat lalu masuk asuransi dan terbukti
berbohong karena telah lama mengidap penyakit, maka klaim tidak bisa
kami bayarkan.

5. Bagaimana peranan agen dalam PT. Axa Financial Indoensia ?
Peranan agen umumnya sama dengan asuransi lain, yaitu memasarkan
produk asuransi


6. Apabila ada agen yang tidak beritikad utmost good faith, bagaimana
tindakan PT. Axa Financial Indonesia ?
Agen akan ditindaklanjuti sesuai dengan kontrak antara pihak perusahaan
asuransi dengan agen. Namun, kami telah mengantisipasi adanya agen
yang tidak beritikad baik. Agen melakukan training selama tiga hari
sebelum agen tersebut diterjunkan kepada nasabah. Sehingga agen tidak
akan salah dalam menjelaskan tentang produk dan hal-hal lain yang
menyangkut asuransi.

Universitas Sumatera Utara

7. Apakah pernah ada kasus yang terjadi mengenai agen yang bermasalah ?
Selama ini belum pernah ada komplain dari pihak manapun mengenai
agen kami. Namun apabila ada agen nakal seperti membawa lari uang
premi atau menjelek-jelekkan nama perusahaan maka agen tersebut akan
dipecat dan hak-hak nya juga akan hilang. Akan tetapi pihak perusahaan
bisa saja menyerahkan kasus kepada pihak polisi, apabila kasusnya
tergolong berat, misalnya preminya berjumlah banyak.


8. Bagaimana premi para nasabah apabila PT. Axa Fiancial Indonesia
dinyatakan pailit?
Apabila perusahaan asuransi ini pailit, maka pasti akan ada asuransi lain
yang akan membeli perusahaan asuransi ini. Sehingga para nasabah tidak
perlu takut akan preminya. Semua klaim akan tetap dicover sesuai dengan
polis. Akan tetapi kemungkinan peusahaan ini pailit sangatlah kecil,
karena kami sudah berpengalaman

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara

93

DAFTAR PUSTAKA
Buku
Ali, A.M. Hasan. Asuransi Dalam Perspektif Hukum Islam: Suatu Tinjauan
Analisis Historis, Teoritis, dan Praktis. Jakarta: Prenada Media. 2004
Ali, Zainuddin. Metode Penelitian Hukum. Jakarta: Sinar Grafika. 2009
Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta:
Rineka Cipta. 2002
Farodis, Zian. Buku Pintar Asuransi. Jogjakarta: Laksana. 2014
Fuady, Munir. Hukum Pailit Dalam Teori dan Praktek, ctk.kelima. Bandung: PT.
Citra Aditya Bakti. 2005

Ganie, Junaedy. Hukum Asuransi Indonesia. Sinar Grafika: Jakarta. 2011
Gunanto. Asuransi Kebakaran di Indonesia. Tanggerang: Logos Wacana Ilmu.
2003
Hadi, Sutrisno. Metodologi Research untuk Penulisan Paper, Skripsi, Tesis, dan
Disertasi. Yogyakarta: Andi. 2001
Hartono, Sri Rejeki. Hukum Asuransi dan Perusahaan Asuransi. Jakarta: Sinar
Grafika. 2001
Irawan, Bagus. Aspek-Aspek Hukum Kepailitan, Perusahaan, dan Asuransi.
Bandung: PT. Alumni. 2007
Kansil, C.S.T. Hukum Perusahaan Indonesia. Jakarta: Pradnya Paramita. 2001
Khairandy, Ridwan. Pengantar Hukum Dagang. Yogyakarta: FH UII PRESS.
2006
Kristiyanti, Celina Tri Siwi. Hukum Perlindungan Konsumen. Jakarta: Sinar
Grafika. 2008
Miru, Ahmadi dan Sutarman Yodo. Hukum Perlindungan Konsumen. Jakarta:Raja
Grafindo Persada. 2005
Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya. 2009
Muhammad, Abdulkadir. Hukum Asuransi Indonesia. Bandung: PT Citra Aditya
Bakti. 2006


Universitas Sumatera Utara

94

Muis, Abdul. Hukum Asuransi dan Bentuk-Bentuk Perasuransian. Medan:
Fakultas Hukum USU. 2005
Murdiyatmoko, Janu. Sosiologi: Memahami dan Mengkaji Masyarakat. Bandung:
PT. Grafindo Media Pratama. 2007
Rastuti, Tuti. Aspek Hukum Perjanjian Asuransi. Yogyakarta: Pustaka Yustisia.
2011
Salim, Abbas. Asuransi dan Manajemen Risiko. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada 2012
Sastrawidjaja, M. Suparman. Aspek-aspek Hukum Asuransi dan Surat Berharga.
Bandung: PT. Alumni. 2003
Simorangkir, J.C.T. dkk. Kamus Hukum. Jakarta: Sinar Grafika. 2009
Sjahdeini, Sutan Remy. Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan yang Seimbang
bagi Para Pihak dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia. Jakarta: PT.
Pustaka Utama Grafiti. 2009
Soemitra, Andri. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah. Jakarta: Kencana

Prenada Media Group. 2010
Sofie, Yusuf. Perlindungan Konsumen dan Instrumen-Instrumen Hukumnya.
Bandung: PT. Citra Aditya Bakti. 2003
Subekti. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang. Jakarta: Pradnya Paramita. 2003
Subekti dan R. Tjitrosudibio. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Jakarta: PT.
Pradnya Paramita. 2004
Sukmadinata, Nana Syaodih. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya. 2008
Sugiyono. Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta. 2008
_______. Memahami Penelitian Kualitatif. Alfabeta: Bandung. 2010
Susetyo, Heru dan Henry Arianto. Pedoman Praktis Menulis Skripsi. Jakarta:
Fakultas Hukum Universitas Indonusa Esa Unggul. 2005
Suswinarno. Mengantisipasi Risiko Dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
Jakarta: Visimedia. 2013
Triandaru, Sigit dan Totok Budisantoso. Bank Dan Lembaga Keuangan Lain
(Edisi Kedua). Jakarta: Salemba Empat. 2006
Tunggal, Hadi Setia. Dasar-Dasar Asuransi. Jakarta: Harvarin. 2005

Universitas Sumatera Utara


95

Wardana, Kun Wahyu. Hukum Asuransi: Proteksi Kecelakaan Transportasi.
Bandung: CV. Mandar Maju. 2009
Widjaja, Man S. Sastra. Bunga Rampai Hukum Dagang. Bandung: PT. Alumni.
2005
Peraturan Perundang-Undangan
Kitab Undang-Undang Perdata
Kitab Undang-Undang Dagang
Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No.1/POJK.07/2013 Tentang Perlindungan
Konsumen Sektor Jasa Keuangan, Pasal 4 Ayat (1)
Tesis
Dwi Endah Ernawati. “Penerapan Asas-Asas Hukum Asuransi Dalam Perjanjian
Asuransi Kendaraan Bermotor Di PT. Asuransi Raksa Pratikara Di
Wilayah Surakarta”. Tesis Pascasarjana Undip. 2009. Semarang.
Internet
Hukum Asuransi. Dalam http://hukumasuransi.blogspot.co.id/2009/01/asuransijiwa.html diakses pada tanggal 2 April 2016

Konsep Dasar Asuransi. Dalam http://lifeinsurance.web.id/konsep_asuransi.html
diakses pada tanggal 2 April 2016
Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia. Dalam http://aaji.or.id/TentangKami/visi-misi
diakses pada tanggal 2 April 2016
Tentang Axa Indonesia, Dalam http://axa.co.id/tentang-axa-indonesia/ diakses
pada tanggal 11 April 2016
Axa Financial, Dalam http://id.m.wikipedia.org/wiki/AXA_Financial diakses
pada tanggal 23 Maret 2016
Dalam

http://m.kaskus.co.id/thread/0000000000000000014923686/pt-axafinancial-yg-mengecewakan/ diakses pada tanggal 09 April 21016

Axa Financial Diduga Lakukan Penipuan Terhadap Customernya Dalam
http://www.lensaindonesia.com/2013/12/08/polda-metro-axa-financiallakukan-penipuanterhadap-customernya.html diakses pada tanggal 11
April
2016.

Universitas Sumatera Utara

BAB III
PRINSIP-PRINSIP HUKUM PERLINDUNGAN TERTANGGUNG DALAM
ASURANSI JIWA
A. Tinjauan Umum Mengenai Tertanggung dalam Asuransi Jiwa
Pengertian tertanggung adalah perorangan atau badan hukum tertentu,
menurut definisi dalam masing-masing polis, yang telah mengajukan aplikasi
asuransi secara tertulis kepada penanggung dan telah memenuhi segala ketentuan
dan syarat penutupan yang ditetapkan, misalnya hal pembayaran. 1 Tertanggung
merupakan pihak yang kedudukannya sangat penting disamping penanggung.
Sebab ia dapat menentukan kehendak secara bebas, apakah akan melanjutkan
perjanjian pertanggungan ataukah akan menghentikannya.
Sebagai contoh, dalam Director’s and Officer’s Liability Insurance,
tertanggung adalah para direktur dan pejabat perusahaan (misalnya presiden
direktur dan komisaris), baik yang pernah, sedang, maupun akan duduk di jabatan
tersebut. Dalam Medical malpractice, tertanggung adalah rumah sakit, para
dokter, seta praktisi medis. Dalam Profesional Identity, tertanggung adalah para
profesional yang telah memiliki sertifikasi atau izin kerja yang diakui secara
hukum, seperti dokter, pengacara, akuntan, arsitek, insinyur, dan lain-lain.
Dalam KUH Dagang tidak menjelaskan pengertian tertanggung, akan
tetapi yang dapat bertindak sebagai tertanggung adalah sebagai berikut:
Bilamana seseorang yang mempertanggungkan untuk diri sendiri, atau
seseorang, untuk tanggungan siapa diadakan pertanggungan oleh seorang
pertanggungan tidak mempunyai kepentingan atas benda tidak
berkewajiban mengganti kerugian. 2
1

Yusuf Sofie, Perlindungan Konsumen dan Instrumen-Instrumen Hukumnya, 2003, PT.
Citra Aditya Bakti, Bandung, hal. 161
2
Subekti, Pasal 250 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, Op. Cit, hal. 78

54

Universitas Sumatera Utara

55

Tertanggung harus mempunyai kepentingan dengan obyek pertanggungan
(insurable interest). Berdasarkan Pasal 250 KUH Dagang tersebut yang berhak
bertindak sebagai

tertanggung adalah pihak

yang mempunyai

interest

(kepentingan) terhadap obyek yang dipertanggungkan. Apabila tidak ada
kepentingan antara tertanggung dengan obyek yang dipertanggungkan, maka
pihak penanggung tidak berkewajiban memberi ganti kerugian yang diderita pihak
tertanggung.
Menurut ketentuan Pasal 302 KUH Dagang, Jiwa seseorang dapat
diasuransikan untuk keperluan orang yang berkepentingan, baik untuk selama
hidupnya maupun untuk waktu yang ditentukan dalam perjanjian. Selanjutnya
dalam Pasal 303 KUH Dagang ditentukan, Orang yang berkepentingan dapat
mengadakan asuransi itu bahkan tanpa diketahui atau persetujuan orang yang
diasuransikan jiwanya.
Berdasarkan kedua pasal tersebut, jelaslah bahwa asuransi jiwa dapat
diadakan untuk kepentingan pihak ketiga. Asuransi jiwa dapat diadakan selama
hidup atau selama jangka waktu tertentu yang ditetapkan dalam perjanjian. Hal
inilah yang memunculkan adanya pihak yang bernama Pemegang Polis.
Pemegang polis adalah orang yang mengadakan perjanjian asuransi
dengan pihak penanggung. Pemegang Polis dan Tertanggung bisa merupakan dua
pihak yang berbeda dan bisa juga merupakan pihak yang sama. Dalam hal
pemegang polis berbeda dengan tertanggung, ini artinya adalah bahwa pemegang
polis mengasuransikan pihak lain; sehingga yang bertanggung jawab dalam
pembayaran

premi

adalah

pemegang

polis,

misalnya

seorang

ayah

mengasuransikan jiwa anaknya. Dalam hal ini pemegang polisnya adalah

Universitas Sumatera Utara

56

ayahnya, sedangkan tertanggungnya adalah anaknya. Dalam hal pemegang polis
sama dengan tertanggung, ini berarti pemegang polis mengasuransikan dirinya
sendiri. 3
Undang-Undang No. 40 tahun 2014 Tentang Perasuransian juga
membedakan pengertian pemegang polis dengan tertanggung. Dalam Pasal 1
angka 22, pemegang polis adalah pihak yang mengikatkan diri berdasarkan
perjanjian dengan perusahaan asuransi, perusahaan asuransi syariah, perusahaan
reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah untuk mendapatkan perlindungan
atau pengelolaan atas risiko bagi dirinya, tertanggung, atau peserta lain.
Sedangkan pengertian tertanggung dalam Pasal 1 angka 23 adalah pihak yang
menghadapi risiko sebagaimana diatur dalam perjanjian asuransi atau perjanjian
reasuransi.
Praktik asuransi jiwa juga mengenal istilah Penikmat. Penikmat ini dapat
berupa orang yang ditunjuk oleh tertanggung atau ahli waris tertanggung.
Munculnya penikmat ini apabila terjadi evenemen meninggalnya tertanggung.
Dalam hal ini, tertanggung yang meninggal itu tidak mungkin dapat menikmati
santunan, tetapi penikmat yang ditunjuk atau ahli waris tertanggunglah sebagai
pihak yang berhak menikmati santunan. Akan tetapi, apabila asuransi berakhir
tanpa terjadi evenemen meninggalnya tertanggung, maka tertanggung sendiri yang
berkedudukan sebagai penikmat karena dia sendiri masih hidup dan berhak
menikmati pengembalian sejumlah uang yang dibayar oleh penanggung. penikmat
selaku pihak ketiga tidak mempunyai kewajiban untuk membayar premi terhadap

3

Konsep Dasar Asuransi. Dalam http://lifeinsurance.web.id/konsep_asuransi.html
diakses pada tanggal 2 April 2016

Universitas Sumatera Utara

57

penanggung. asuransi diadakan untuk kepentingannya, tetapi tidak atas tanggung
jawabnya.
B. Dasar Hukum Perlindungan Tertanggung dalam Asuransi Jiwa
Memperhatikan peranan lembaga asuransi yang demikian strategis dalam
mencapai tujuan pembangunan nasional, maka terhadap lembaga asuransi perlu
senantiasa terdapat pembinaan dan pengawasan yang efektif, dengan didasari oleh
landasan gerak yang kokoh agar lembaga asuransi di Indonesia mampu berfungsi
secara efisien, sehat, wajar, dan mampu menghadapi persaingan yang semakin
bersifat global, mampu melindungi secara baik dana yang dititipkan masyarakat
kepadanya, serta mampu menyalurkan dana masyarakat tersebut ke bidang-bidang
yang produktif bagi pencapaian sasaran pembangunan. Perlindungan hukum
merupakan suatu perlindungan yang diberikan terhadap subjek hukum dalam
bentuk perangkat hukum baik yang bersifat preventif maupun represif, baik yang
tertulis maupun yang tidak tertulis. Dengan kata lain, perlindungan hukum sebagai
suatu gambaran dari fungsi hukum yaitu konsep dimana hukum dapat
memberikan suatu keadilan, ketertiban, kepastian, kemanfaatan, dan kedamaian.
Perlindungan Hukum bagi tertanggung terdapat di dalam KUH Perdata atau KUH
Dagang maupun di luarnya. Perlindungan hukum bagi tertanggung yang terdapat
dalam KUH Dagang dan KUH Perdata telah dibahas di Bab II pada skripsi ini.
Asuransi adalah Lembaga Kepercayaan dimana kemauan masyarakat
untuk menyimpan dananya pada Asuransi

semata-mata dilandasi oleh

kepercayaan bahwa uangnya akan dapat diperoleh kembali pada waktunya dan
disertai imbalan berupa bunga. Pengalaman menunjukkan, baik di Indonesia
maupun negara-negara lain bahwa ada beberapa Asuransi yang mengalami

Universitas Sumatera Utara

58

kesulitan dan terpaksa ditutup sehingga merugikan masyarakat, karena sebagian
atau seluruh dananya tidak dapat diperoleh kembali. Bahwa berdasarkan Peraturan
Asuransi Indonesia hukum memberikan tempat masyarakat untuk melindungi
dirinya dengan cara:
a. Perlindungan secara Implisit (Implicit deposit protection)
b. Perlindungan secara Eksplisit (Explicit deposit protection)
Namun apabila kita perhatikan bersama dalam Undang-Undang No. 40
Tahun 2014 Tentang Perasuransian perlindungan hukum terhadap Pemegang Polis
hanyalah dilakukan secara implisit akan tetapi untuk kelangsungan asuransi
sebagai suatu lembaga khususnya dan sistem asuransi secara umumnya
perlindungan itu haruslah menjadi satu kesatuan yang utuh.
Oleh karena itu untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap
perusahaan asuransi di Indonesia. Indonesia membentuk suatu asosiasi yang
keberadaannya memang sangat diperlukan yaitu Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia
(AAJI). AAJI bertujuan untuk menyatukan arah dan tujuan usaha asuransi jiwa
dalam rangka pemberian perlindungan kepada masyarakat khususnya pemegang
polis tertanggung, yang merupakan perwujudan peran serta industri Asuransi Jiwa
dalam usaha meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mengembangkan
Asosiasi dan Usaha Anggota melalui dukungan terhadap Program Pengembangan
Usaha yang berorientasi kepada kepentingan yang berimbang antara kepentingan
Anggota dan kepentingan masyarakat. 4
Dalam hal terjadi kepailitan pada perusahaan asuransi, tertanggung
mendapatkan perlindungan hukum dari Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004
4

Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia. Dalam
diakses pada tanggal 2 April 2016

http://aaji.or.id/TentangKami/visi-misi

Universitas Sumatera Utara

59

tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (yang
selanjutnya disebut UU Kepailitan dan PKPU) dan Undang-Undang Nomor 40
Tahun 2014 tentang Perasuransian.
1.

Perlindungan hukum yang diberikan oleh UU Kepailitan dan PKPU
Dalam hal perusahaan asuransi dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga,

tertanggung diberikan perlindungan hukum berupa penunjukan kurator dan hakim
pengawas oleh hakim pengadilan seperti yang disebutkan dalam Pasal 15 ayat (1)
UU Kepailitan dan PKPU, yang berbunyi, “dalam putusan pernyataan pailit, harus
diangkat Kurator dan seorang Hakim Pengawas yang ditunjuk dari peninjauan
kembali”. Selanjutnya Pasal 16 ayat (1) UU Kepailitan dan PKPU menyatakan
bahwa semenjak putusan pailit diucapkan, hak Debitur pailit untuk menguasai dan
mengurus kekayaan yang termasuk dalam harta pailit diambil alih oleh kurator.
Pasal 185 ayat (2) UU Kepailitan dan PKPU menyatakan bahwa Kurator
melakukan pemberesan dengan penjualan di muka umum atau apabila di bawah
tangan, dilakukan dengan persetujuan hakim pengawas.
2.

Perlindungan hukum yang diberikan oleh Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2014 Tentang Perasuransian Pasal 52
Peraturan mengenai asuransi yakni Undang-Undang Nomor 40 Tahun

2014 Tentang Perasuransian juga memberikan perlindungan hukum kepada
tertanggung berupa penentuan kedudukan hukum tertanggung dalam hal
terjadinya kepailitan terhadap perusahaan asuransi, yang mana dalam hal terjadi
kepailitan, hak pemegang polis mempunyai kedudukan lebih tinggi daripada
pihak-pihak lainnya kecuali dalam hal kewajiban untuk Negara, sesuai dengan
peraturan perundang-perundangan yang berlaku. Pasal 52 yang berbunyi:

Universitas Sumatera Utara

60

(1) Dalam hal Perusahan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, Perusahaan
Reasuransi, atau Perusahaan Reasuransi Syariah dipailitkan atau
dilikuidasi, hak pemegang polis, Tertanggung, atau Peserta atas
Pembagian harta kekayaan mempunyai kedudukan yang lebih tinggi
daripada hak pihak lainnya.
(2) Dalam hal Perusahaan Asuransi atau perusahaan reasuransi dipailitkan
atau dilikuidasi, Dana Asuransi harus digunakan terlebih dahulu untuk
memenuhi kewajiban kepada Pemegang Polis, Tertanggung, atau pihak
lain yang berhak atas manfaat asuransi.
(3) Dalam hal terdapat kelebihan Dana Asuransi setelah pemenuhan
kewajiban sebagaiman dimaksudkan pada ayat (2), kelebihan Dana
Asuransi tersebut dapat digunakan untuk memenuhi kewajiban kepada
pihak ketiga selain Pemegang Polis, Tertanggung, atau pihak lain yang
berhak atas manfaat asuransi.
(4) Dalam hal Perusahaan Asuransi Syariah atau perusahaan reasuransi
syariah dipailitkan atau dilikuidasi, Dana Tabbaru’ dan dana investasi
peserta tidak dapat digunakan untuk membayar kewajiban selain kepada
Peserta.
Dalam Pasal 52 UU Perasuransian menjadi jaminan bahwa tertanggung
dalam hal kepailitan perusahaan asuransi memiliki kedudukan yang lebih tinggi
dari kreditur-kreditur lainnya. Pada umumnya dalam menetapkan apakah suatu
utang piutang telah jatuh tempo, dapat dilihat dari perjanjian yang telah disepakati
oleh para pihak. Dalam hal ini polis asuransi merupakan bukti utama telah terjadi
perjanjian asuransi antara penanggung dan tertanggung, dan dalam polis, seperti
dalam Pasal 304 KUH Dagang ditentukan saat mulai berlaku dan berakhirnya
bahaya bagi si penanggung.
C. Prinsip-Prinsip Perlindungan Tertanggung dalam Asuransi Jiwa
Menurut Satjipto Rahardjo, prinsip merupakan landasan yang paling luas
bagi lahirnya sebuah peraturan hukum. Prinsip diperlukan agar dalam menjalani
setiap kegiatan khususnya di bidang hukum tetap pada jalurnya dan terhindar dari
penyimpangan di antara para pihak. Prinsip dasar dalam hukum perjanjian diatur
dalam Buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Universitas Sumatera Utara

61

Beberapa prinsip yang harus dipedomani dalam menjalankan kegiatan
asuransi yaitu sebagai berikut :
1.

Prinsip Kepentingan Yang Dapat Diasuransikan (Insurable Interest)
Prinsip kepentingan yang dapat diasuransikan (insurable interest)

merupakan syarat mutlak untuk mengadakan perjanjian asuransi. Kepentingan
yang

dapat

diasuransikan

adalah

hubungan

kepentingan

peserta

asuransi/tertanggung dengan objek pertanggungan yang dipertanggungkan. 5
Apabila pihak tertanggung atau pihak yang dipertanggungkan tidak memiliki
kepentingan pada saat mengadakan perjanjian asuransi, dapat menyebabkan
perjanjian tersebut menjadi tidak sah atau batal demi hukum. 6
Seseorang dikatakan memiliki kepentingan atas obyek yang diasuransikan
apabila ia menderita kerugian keuangan akibat kehilangan atas obyek yang
diasuransikan tersebut. Menurut M. Suparman Sastrawidjaja, diharuskan ada
Insurable Interest dalam perjanjian asuransi dengan maksud untuk mencegah agar
asuransi tidak menjadi permainan dan perjudian. 7
Pasal 250 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) menyebutkan
bahwa :
Apabila seseorang yang telah mengadakan pertanggungan untuk diri
sendiri, atau seseorang yang atas bebannya dipertanggungkan oleh pihak
ketiga jika pada saat diadakan pertanggungan itu tidak mempunyai
kepentingan terhadap barang yang dipertanggungkan itu maka penanggung
tidaklah diwajibkan untuk memberikan ganti rugi.
Pasal 268 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) menyebutkan
bahwa :
5

Andri Soemitra, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, 2010, Kencana Prenada Media
Group, Jakarta, hal. 262
6
Kun Wahyu Wardana, Op. Cit, hal. 31
7
Ibid.

Universitas Sumatera Utara

62

“Suatu pertanggungan dapat mengenai segala bentuk kepentingan yang
dapat dinilaikan dengan uang, dapat diancam oleh suatu bahaya, dan tidak
dikecualikan dalam undang-undang”.
Rumusan Pasal 268 KUHD di atas dapat disimpulkan kriteria kepentingan harus :
a. Ada pada setiap asuransi
b. Dapat dinilai dengan uang
c. Dapat diancam oleh bahaya
d. Tidak dikecualikan dalam Undang-Undang
Penanggung hanya dapat menanggung/menutup asuransi harta benda dari
orang/badan hukum yang mempunyai kepentingan atas harta benda tersebut pada
saat penutupan. Sri Rejeki Hartono, memberikan metode untuk mendeteksi
apakah seseorang memiliki kepentingan dalam asuransi tersebut, dengan
menggunakan indikator sebagai berikut :
a. Seberapa jauh keterkaitan tertanggung pada objek perjanjian asuransi dengan
terjadinya peristiwa yang diperjanjikan.
b. Apakah peristiwa yang terjadi menyebabkan kerugian atau tidak terhadap
tertanggung. 8
Di samping seseorang memiliki Insurable Interest atas dirinya sendiri,
seseorang yang hidup dalam ikatan perkawinan dapat pula memiliki Insurable
Interest atas pasangan hidupnya. Sang suami dapat mengasuransikan istrinya,
demikian sebaliknya.
2.

Prinsip Itikad Baik Sempurna (Utmost Good Faith)

8

Sri Rejeki Hartono, Hukum Asuransi dan Perusahaan Asuransi, 2001, Sinar Grafika,
Jakarta, hal. 12

Universitas Sumatera Utara

63

Prinsip

Utmost

Good

Faith

yaitu

kewajiban

tertanggung

menginformasikan segala sesuatu yang diketahuinya mengenai obyek yang
dipertanggungkan secara benar. 9 Ketentuan pada Pasal 251 Kitab Undang-Undang
Hukum Dagang meletakkan tanggung jawab pada tertanggung untuk memberikan
keterangan yang benar merupakan bentuk dari prinsip itikad baik. 10 Dikarenakan
tertanggung

yang

dinilai

lebih

memahami

tentang

obyek

yang

akan

dipertanggungkan, maka tertanggung harus mengungkapkan seluruh fakta
material yang berkaitan dengan obyek pertanggungan tersebut secara akurat dan
lengkap kepada underwriter (penanggung).
Hadi Setia Tunggal dalam bukunya yang berjudul Dasar-Dasar Asuransi
menjelaskan bahwa :
Itikad baik merupakan suatu kewajiban yang positif dari pihak tertanggung
yang dengan sukarela menyampaikan seluruh fakta yang sifatnya material
(penting) secara lengkap dan akurat atas suatu resiko untuk diasuransikan
baik diminta oleh underwriter maupun tidak”. 11
Lebih lanjut, baik diminta ataupun tidak diminta, sepanjang fakta material
tersebut dinilai dapat mempengaruhi keputusan penanggung untuk menerima atau
menolak risiko yang akan dipertanggungkan, maka wajib hukumnya bagi calon
tertanggung dinilai memenuhi underwriting standarts, maka permohonan
penutupannya akan diterima dengan premi standar, tapi jika calon tertanggung
gagal atau tidak dapat memenuhi underwriting standarts, maka penanggung akan
menolak atau dapat menerima dengan mengenakan premi yang lebih mahal.
Jadi Good Faith-nya terletak pada itikad baik untuk selalu menjawab atau
mengungkapkan secara jujur setiap pertanyaan yang disampaikan oleh
9

Celina Tri Siwi Kristiyanti, Hukum Perlindungan Konsumen, 2008, Sinar Grafika,
Jakarta, hal. 162
10
Junaedy Ganie, Hukum Asuransi Indonesia, 2011, Sinar Grafika Jakarta, hal. 97
11
Hadi Setia Tunggal, Dasar-Dasar Asuransi, 2005, Harvarin, Jakarta, hal. 47

Universitas Sumatera Utara

64

penanggung. sedangkan Utmost adalah menekankan pada inisiatif dari
tertanggung untuk menggunakan juga fakta penting yang tidak dipertanyakan atau
diminta oleh penanggung, tatkala ia menyadari bahwa fakta tersebut akan
memperbesar risiko dari obyek pertanggungan.
Prinsip itikad baik yang sempurna menyangkut kewajiban yang harus
dipenuhi oleh para pihak sebelum kontrak ditutup dan bukan dipenuhi dalam
rangka pelaksanaan kontrak yang sudah ditutup seperti itikad baik yang dimaksud
dalam Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. 12
Menurut Hasan Ali, kewajiban untuk memberikan fakta-fakta penting
mengenai objek yang dipertanggungkan berlaku:
a. Sejak perjanjian asuransi dibicarakan sampai kontrak asuransi selesai
dibuat, yaitu pada saat para pihak menyetujui kontrak tersebut.
b. Pada saat perpanjangan kontrak tersebut.
c. Pada saat terjadi perubahan kontrak/perjanjian asuransi dan mengenai halhal yang ada kaitannya dengan perubahan-perubahan itu. 13
Dari berbagai pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa kata kunci dari
penerapan Utmost Good Faith adalah kejujuran atau itikad baik yang harus selalu
ada dari tertanggung untuk mengungkapan fakta material yang dinilai akan
berpengaruh terhadap keputusan seorang penanggung. dan idealnya prisinp
tersebut berlaku sebelum dan selama kontrak asuransi tersebut masih berlaku.
Selain itu, menurut Kepler A. Marpaung sangat sering terjadinya
kesalapahaman atas penerapan prinsip ini dalam bisnis asuransi. Utmost Good
Faith seolah-olah hanya menjadi kewajiban tertanggung, sedangkan penanggung

12

Gunanto, Asuransi Kebakaran di Indonesia, 2003, Logos Wacana Ilmu, Tanggerang,

hal. 12
13

A.M. Hasan Ali, Asuransi Dalam Perspektif Hukum Islam: Suatu Tinjauan Analisis
Historis, Teoritis, dan Praktis, 2004, Prenada Media, Jakarta, hal. 20

Universitas Sumatera Utara

65

tidak perlu atau seakan-akan tidak memiliki kewajiban untuk beritikad baik
kepada tertanggung.
Banyak penanggung mengklaim bahwa tertanggung tidak melaksanakan
itikad baik (breach of utmost good faith) sehingga klain asuransi yang diajukan
ditolak perusahaan asuransi. Dalam banyak kasus, sering kali niat baik
tertanggung untuk melakukan sesuatu berkaitan dengan klain asuransi menjadi
boomerang karena ternyata tindakan itu dianggap melanggar ketentuan kontrak.
Dalam setiap perjanjian asuransi unsur saling percaya antara penanggung
dan tertanggung akan memberikan segala keterangannya secara benar. Di lain
pihak, tertanggung juga percaya bahwa kalau terjadi peristiwa penanggung akan
membayar ganti rugi.
Disisi lain, si tertanggung sendiri kadang tidak mengetahui bahwa niat
baik itu ternyata bakal merugikannya. Hal semacam inilah yang pada akhirnya
menjadi gray area timbulnya konflik dari tuntutan ganti rugi.
Sepintas penerapan prinsip Utmost Good Faith dinilai tidak berimbang.
Seolah-olah hanya tertanggung yang mempunyai beban kewajiban untuk beritikad
baik. Tapi sejatinya tidak demikian. Karena dalam asuransi pun berlaku asas
Reciprocal Duty (kewajiban timbal balik). Artinya penanggung pun harus
bersikap

yang

sama

terhadap

tertanggung.

Penanggung

tidak

boleh

menyembunyikan informasi yang mengiring tertanggung masuk ke dalam kontrak
yang berat sebelah
Adalah menjadi kewajiban si penanggung untuk menjelaskan semua hal
yang berkaitan dengan kontrak asuransi, termasuk sebelum dimulai kontrak.
Apabila si penanggung tidak menjelaskan hak dan kewajiban si tertanggung, maka

Universitas Sumatera Utara

66

penanggung telah melanggar prinsip Utmost Good Faith. Karena itu, kelak terjadi
klaim dan merugikan kepentingan tertanggung, maka penanggung dapat dituntut
dan harus bertanggung jawab atas ganti rugi yang diderita tertanggung.
Adapun bentuk dari penerapan Reciprocal Duty bagi penanggung, antara
lain:
a. Tidak menerima penutupan asuransi yang diketahui tidak terjamin atau tidak
sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku
b. Tidak memberikan pernyataan yang tidak benar selama melakukan
negosiasi kontrak.
3.

Prinsip Indemnitas atau Asas Keseimbangan (Indemnity)
Prinsip indemnitas (indemnity) merupakan prinsip yang mendasari

mekanisme kerja dan memberi arah tujuan dari perjanjian asuransi itu sendiri.
Penerapan prinsip ini dalam asuransi sekaligus menjadi pembeda bahwa asuransi
tidak identik dengan perjudian. Dalam perjudian, tidak dikenal ganti rugi bagi
yang kalah. Sedangkan perjanjian asuransi mempunyai tujuan utama dan spesifik
ialah untuk memberi ganti kerugian oleh pihak penanggung kepada pihak
tertanggung.
Prinsip ini menghendaki kedua belah pihak memenuhi dan melaksanakan
perjanjian sesuai dengan hak dan kewajiban para pihak yaitu tertanggung
membayar premi dan berhak mendapatkan penggantian kerugian, sedangkan
penanggung menerima premi dan berkewajiban untuk mengganti kerugian yang
diderita oleh tertanggung. 14

14

Tuti Rastuti, Aspek Hukum Perjanjian Asuransi, 2011, Pustaka Yustisia, Yogyakarta,

hal. 46

Universitas Sumatera Utara

67

Namun satu hal yang perlu digarisbawahi dalam prinsip Indemnity,
tertanggung tidak diperkenankan untuk memperoleh keuntungan dari ganti rugi
yang diberikan penanggung. besarnya ganti rugi yang diterima oleh tertanggung
harus seimbang atau sama dengan kerugian yang dideritanya. Jadi terbatas sampai
pada keadaan/posisi awal, artinya hanya mengembalikannya pada posisi semula. 15
4.

Prinsip Subrogasi (Subrogation)
Prinsip Subrogasi ini Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang

(KUHD) diatur dalam Pasal 284 yang bunyi pasalnya menyatakan bahwa :
Seorang penanggung yang telah membayar kerugian suatu barang yang
dipertanggungkan, menggantikan si tertanggung dalam segala hak yang
diperolehnya terhadap orang-orang ketiga yang telah menimbulkan
kerugian tersebut, dan si tertanggung itu adalah bertanggungjawab untuk
setiap perbuatan yang dapat merugikan hak si penanggung terhadap orangorang ketiga tersebut.
Subrogasi dalam asuransi merupakan subrogasi menurut undang-undang,
oleh karena itu prinsip subrogasi hanya dapat ditegakkan apabila memenuhi dua
syarat sebagai berikut :
a. Apabila tertanggung di samping mempunyai hak terhadap pihak
penanggung masih mempunyai hak-hak terhadap pihak ketiga.
b. Hak tersebut timbul karena terjadinya suatu kerugian. 16
Apabila tertanggung sudah mendapatkan penggantian atas dasar
indemnity, maka si tertanggung tidak berhak lagi memperoleh penggantian dari
pihak lain, walaupun jelas ada pihak lain yang bertanggungjawab pula atas
kerugian yang dideritanya. 17 Pada dasarnya tujuan asuransi adalah memberikan

15
16
17

Sri Rejeki Hartono, Op.Cit, hal. 98
Ibid, hal 107
C.S.T. Kansil, Hukum Perusahaan Indonesia, 2001, Pradnya Paramita, Jakarta, hal.

358

Universitas Sumatera Utara

68

ganti kerugian, maka menjadi tidak adil bagi penanggung apabila tertanggung
menjadi diuntungkan karena mendapatkan pembayaran ganti rugi oleh keduanya.
Namun penerapan Pasal 284 KUH Dagang ini sepatutnya tidak mutlak dan
kaku. Agar tertanggung tidak dirugikan. Sebab jika kerugian yang diderita
tertanggung seluruhnya sudah dikompensasikan oleh penanggung, memang tidak
menjadi masalah. Akan tetapi, bagaimana jika kerugian yang diderita oleh
tertanggung hanya diganti sebagian oelh penanggung. Apakah hak tertanggung
untuk meminta recovery atas selisih kurang tersebut kepada pihak yang
menimbulkan kerugian, kemudian ikut tercabut juga dan kemudian menjadi
keuntungan bagi penanggung karena bisa ikut tercabut juga dan kemudia menjadi
keuntungan bagi penanggung karena bisa mendapatkan recovery melebihi dari
nilai ganti rugi yang diberikan kepada tertanggung. Tentu penafsiran ini tidak
sejalan dengan prinsip asuransi di satu sisi dan merugikan kepentingan
tertanggung di sisi lain.
Oleh karena itu Diplock L. J menandaskan dalam kasus Glen Line V.
Attorney General (1930) bahwa “…the simple principle which I apply is that the
insurer cannot recover under the doctrine of subrogation.... Anything more than
he had paid”. Maknanya penerapan subrogasi pun tidak rigid. Apabila
penggantian kerugian hanya sebagian saja diberikan oleh penanggung, maka
tertanggung mensubrogasi haknya hanya untuk sejumlah kerugian yang telah di
recovery dari penanggung. Hak-hak selebihnya dari tertanggung terhadap pihak
ketiga

yang

menyebabkan

terjadinya

kerugian,

masih

tetap

dipegang

tertanggung. 18

18

Kun Wahyu Perdana, Loc.Cit

Universitas Sumatera Utara

69

5.

Prinsip Kontribusi
Prinsip Kontribusi terjadi apabila ada asuransi yang berganda (double

insurance) seperti yang tercantum dalam Pasal 278 KUHD. Prinsip ini mengatur
dalam hal suatu objek pertanggungan dipertanggungkan pada dua/lebih
perusahaan asuransi. Prinsip kontribusi menyatakan bahwa apabila terdapat
beberapa penanggung dalam satu polis dengan melebihi harga, maka masingmasing penanggung memberikan imbangan menurut harga yang sebenarnya.
6.

Prinsip Proximate Cause
Proximate cause adalah peristiwa yang langsung menyebabkan kerugian

pada diri tertanggung yang dapat diberi ganti kerugian oleh penanggung. Menurut
prinsip proximate cause ini, yang dapat ditanggung oleh pihak penanggung adalah
peristiwa utama yang ditanggung dalam polis asuransi yang menyebabkan rusak
atau musnahnya suatu objek pertanggungan yang mendapat ganti kerugian dari
pihak penanggung. 19
Penanggung berkewajiban untuk mengganti kerugian apabila tertanggung
menderita kerugian yang disebabkan oleh peristiwa yang diperjanjikan, namun
untuk dapat diberikan ganti kerugian harus dapat dilakukan penelaahan apakah
peristiwa tersebut berada dalam tanggungan penanggung. Jika kerugian tersebut
bukan disebabkan oleh peristiwa yang diperjanjikan, maka penanggung
dibebaskan dari kewajibannya. 20

19

Dwi Endah Ernawati, “Penerapan Asas-Asas Hukum Asuransi Dalam Perjanjian
Asuransi Kendaraan Bermotor Di PT. Asuransi Raksa Pratikara Di Wilayah Surakarta”, Tesis
Pascasarjana Undip, 2009, Semarang, hal 15
20
Man Suparman Sastrawidjaja, Op.Cit, hal. 77

Universitas Sumatera Utara

BAB IV
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK TERTANGGUNG PADA PT.
AXA FINANCIAL INDONESIA (Agency Medan Zahraini)
A. Perlindungan Hukum Terhadap Hak Tertanggung di PT. Axa Financial
Indonesia (Agency Medan Zahraini)
PT. Axa Financial Indonesia merupakan bagian dari Axa Group, salah satu
perusahaan asuransi dan manajemen aset terbesar di dunia yang didukung oleh
163.000 karyawan dan melayani 101 juta nasabah di 59 negara. PT. Axa Financial
Indonesia adalah perusahaan asuransi jiwa dengan jalur distribusi keagenan yang
senantiasa memperluas jaringan di Indonesia. Perusahaan ini didukung lebih dari
6.000 agen professional, 55 kantor pemasaran dan melayani sekitar 100.000
nasabah di seluruh Indonesia. Axa beroperasi dengan fokus pada asuransi jiwa,
asuransi umum dan manajemen aset melalui beragam jalur distribusi di bawah PT.
Axa Mandiri Financial Services, PT. Axa Financial Indonesia, PT. Axa Life
Indonesia, PT. Mandiri Axa General Insurance, PT. Asuransi Axa Indonesia, dan
PT. Axa Asset Management Indonesia. 1
PT. Axa Financial Indonesia yang berpusat di Jakarta merupakan
perusahaan asuransi yang telah berdiri sejak tahun 1995 dengan nama Simas Lend
Lease Life. Nama perusahaan berubah menjadi MLC Life Indonesia pada tahun
2000 dan 6 tahun kemudian menjadi Axa Financial Indonesia pada tahun 2006. 2

1

Tentang Axa Indonesia, Dalam http://axa.co.id/tentang-axa-indonesia/ diakses pada
tanggal 11 April 2016
2
Axa Financial, Dalam http://id.m.wikipedia.org/wiki/AXA_Financial diakses pada
tanggal 23 Maret 2016

70

Universitas Sumatera Utara

71

PT. Axa Financial Indonesia mendapat peringkat pertama kategori World
Largest Corporation dari Fortune Global 500 Edisi Juli 2008, dan bergerak di
jalur distribusi keagenan yang terus bertumbuh menjadi asuransi jiwa yang
dipercaya oleh lebih dari 36.000 nasabah di Indonesia. Axa Financial Indonesia
berhasil menghantarkan agen terpilih sebagai nominasi Agent Of The Year 2007,
TOP Policy 2007, TOP Income 2007 dan TOP Premium 2007. TOP Agent Award
(TAA) 2008 yang merupakan ajang bergengsi dari Asosiasi Asuransi Jiwa
Indonesia ini, yang bertujuan memberikan penghargaan terhadap agen-agen
terbaik di dunia asuransi jiwa Indonesia. Suatu prestasi yang sangat baik bahwa
Axa Financial Indonesia berhasil mendapatkan nominasi hampir di seluruh
kategori acara. Ini merupakan bukti nyata bahwa agen-agen yang melayani
nasabah agen profesional yang diakui di kalangan perasuransian.
Agency Medan Zahraini merupakan salah satu kantor agensi dari PT. Axa
Financial Indonesia. PT. Axa Financial Indonesia (Agency Medan Zahraini)
terletak di Jalan Pattimura No. 02 Medan.
PT. Axa Financial Indonesia merupakan suatu perusahaan asuransi seperti
pada umumnya yang mana di dalamnya terdapat perjanjian tanggungmenanggung di antara kedua belah pihak. Oleh karena merupakan suatu
perjanjian, maka di dalamnya terdapat hak dan kewajiban yang masing-masing
harus dijalankan oleh para pihak. PT. Axa Financial Indonesia sebagai
penanggung, sejauh ini selalu berupaya untuk memberikan perlindungan terbaik
terhadap nasabahnya/tertanggung terutama perlindungan terhadap hak-hak yang
seharusnya diterima tertanggung/nasabah. Agar mengetahui secara jelas hak-hak

Universitas Sumatera Utara

72

seperti apa yang dilindungi oleh penanggung, maka hal tersebut tertulis dalam
sebuah dokumen yang bernama polis.
Hak dan kewajiban yang ditentukan dalam polis asuransi yang dibuat oleh
perusahaan asuransi mencerminkan ketentuan yang adil dan berat sebelah. Seperti
diketahui perjanjian asuransi merupakan perjanjian yang mana ketentuan di
dalamnya dibuat sepihak oleh pihak penanggung. Maksud dari berat sebelah disini
adalah bahwa perjanjian itu hanya mencantumkan hak-hak satu pihak saja yaitu
pihak yang mempersiapkan perjanjian baku tersebut tanpa menyebutkan
kewajiban-kewajibannya, dan sebaliknya perjanjian tersebut hanya menyebutkan
kewajiban-kewajiban pihak lain (tertanggung), sedangkan hak-hak pihak lain
tersebut tidak disebutkan. 3
Sebelum mengetahui hak dan kewajiban para pihak, ada baiknya untuk
mengetahui para pihaknya terlebih dahulu, seperti Pemegang Polis, Tertanggung,
Termaslahat, dan Penanggung. Menurut Polis PT. Axa Financial Indonesia, yang
dimaksud dengan Pemegang Polis adalah seseorang yang mengadakan perjanjian
Asuransi Jiwa dengan Penanggung. Tertanggung yaitu seseorang yang jiwanya
dipertanggungkan di dalam Polis ini, yaitu salah satu orang tua atau wali yang sah
dari anak. Dalam hal ini Tertanggung wajib sama dengan Pemegang Polis.
Kemudian Termaslahat yaitu seseorang yang namanya tercantum dalam Data
Polis sebagai pihak yang berhak menerima manfaat asuransi apabila Tertanggung
meninggal. Termaslahat harus merupakan anak kandung atau anak angkat yang
sah diakui berdasarkan penetapan keadilan. Dan Penanggung adalah PT. Axa
Financial Indonesia.
3

Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, 2005, Raja
Grafindo Persada, Jakarta, hal. 117

Universitas Sumatera Utara

73

Polis asuransi PT. Axa Financial Indonesia memuat hak-hak dan
kewajiban tertanggung/pemegang polis/termaslahat diantaranya sebagai berikut:
1.

Pemegang Polis Wajib Mematuhi Ketentuan Dalam Polis Asuransi
Segala ketentuan yang dibuat oleh PT. Axa Financial Indonesia harus
dipatuhi oleh nasabah, dengan menerima polis asuransi nasabah dianggap
telah menyetujui ketentuan yang dibuat sepihak oleh perusahaan asuransi.
Karena pada dasarnya memang perjanjian asuransi merupakan perjanjian
baku yaitu suatu perjanjian yang hampir seluruh klausul-klausul yang
dibakukan oleh pemakainya dan pihak lainnya tidak mempunyai peluang
untuk dirundingkan atau dimintai perubahannya. 4
Nasabah diberikan waktu untuk mempelajari dan memastikan bahwa isi dari
polis yang diterbitkan tersebut telah sesuai dengan keinginan dan kebutuhan
Pemegang Polis yaitu selama 14 (empat belas) hari terhitung sejak Tanggal
Polis. Hal ini yang disebut dengan Masa Bebas Lihat (Cooling-off Periode).
Jika dalam Masa Bebas Lihat nasabah tidak setuju dengan ketentuan polis
secara keseluruhan, maka Pemegang Polis dapat mengajukan pembatalan
pertanggungan kepada Penanggung secara tertulis. Setelah menerima
permintaan pembatalan, Penanggung akan mengembalikan seluruh Premi
yang telah dibayar oleh Pemegang Polis, setelah dikurangi dengan biaya
administrasi setahun dan biaya pemeriksaan kesehatan (jika ada).
Ketentuan yang terdapat dalam polis asuransi tidak saja wajib dipatuhi oleh
pemegang polis yang bersangkutan, namun semua pihak yang terkait dalam

4

Sutan Remy Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan yang Seimbang bagi
Para Pihak dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia, 2009, PT. Pustaka Utama Grafiti, Jakarta,
hal. 74

Universitas Sumatera Utara

74

polis berkewajiban untuk terikat dan tunduk serta bersedia untuk
melaksanakan seluruh ketentuan yang telah dicantumkan dalam polis
asuransi, oleh karenanya pemegang polis wajib melibatkan pihak-pihak
yang terkait untuk memahami dan mematuhi isi polis.
2.

Pemegang Polis Wajib Mengisi Secara Jujur, Benar, Lengkap, dan
Menandatangani Surat Permintaan Asuransi Jiwa
Setiap orang yang bermaksud mengadakan perjanjian asuransi jiwa harus
mengisi secara jujur, benar, lengkap dan menandatangani Surat Permintaan
Asuransi Jiwa yang telah disediakan oleh Penanggung. Hal ini menjadi
dasar perjanjian pertanggungan asuransi jiwa dan merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dari Polis.
Jika kemudian hari diketahui bahwa Surat Permintaan Asuransi Jiwa,
beserta keterangan adalah tidak benar atau tidak lengkap baik dilakukan
secara sengaja atau tidak sengaja, maka Penanggung berhak mengakhiri
asuransi tersebut dengan membayarkan Dana Investasi (jika ada).

3.

Pemegang Polis Wajib Menjelaskan Dengan Lengkap Mengenai Keadaan
Objek Pertanggungan
Pemegang Polis wajib menjelaskan kepada PT. Axa Financial Indonesia
selaku pihak penanggung mengenai keadaan objek pertanggungan seperti
kesehatan tertanggung, tidak diperbolehkan menyembunyikan riwayat
penyakit yang ada kepada pihak penanggung, karena keadaan kesehatan
tertanggung dapat menjadi dasar pertimbangan apakah pertanggungan dapat
diadakan atau tidak.

Universitas Sumatera Utara

75

Apabila diketahui bahwa adanya unsur penipuan (fraud) maka Penanggung
tidak berkewajiban untuk membuktikan kepada Pemegang Polis. Dan setiap
saat Penanggung berhak sepenuhnya untuk mengakhiri perjanjian asuransi.
4.

Pemegang Polis Wajib Membayar Premi Asuransi
Pemegang Polis diwajibkan untuk membayar premi asuransi sebagai
imbalan resiko yang dialihkan kepada dirinya. Besarnya premi telah
ditentukan dalam polis asuransi sesuai dengan manfaat yang didapat oleh
Pemegang Polis, jadi apabila nasabah tidak membayar premi maka
Pemegang Polis dianggap tidak menjalankan prestasi dengan baik.
Premi yang Pemegang Polis bayarkan akan dianggap sah apabila dana sudah
diterima penuh oleh pihak Penanggung, dan Pemegang Polis asuransi PT.
Axa Financial Indonesia akan diberikan kwitansi pembayaran premi setelah
melakukan

pembayaran.

Premi

dapat

dibayarkan

secara

tahunan,

semesteran, tiga-bulanan atau bulanan.
5.

Pemegang Polis Wajib Memberitahukan Kejadian Penting Mengenai Objek
Pertanggungan Kepada Perusahaan Asuransi
Pemegang Polis berkewajiban untuk segera memberitahukan kepada PT.
Axa Financial Indonesia setiap kejadian penting dan perkembangan terkini
yang berhubungan dengan tertanggung secara tertulis sehubungan dengan
pertanggungan yang diadakan.
Apabila seseorang yang menjadi tertanggung meninggal dunia dalam masa
pertanggungan, maka pemberitahuan secara tertulis harus diberikan kepada
perusahaan asuransi dalam waktu 1 (satu) tahun sejak

tertanggung

Universitas Sumatera Utara

76

meninggal dunia. Diluar jangka waktu tersebut Penanggung berhak menolak
permintaan pembayaran uang pertanggungan.
Pemberitahuan secara tertulis tersebut hanya dapat dilakukan dan diterima
dengan menggunakan dua bahasa saja yaitu bahasa Indonesia atau bahasa
Inggris.
6.

Pemegang Polis Berhak Mendapatkan Manfaat Pertanggungan
Jika Tertanggung meninggal pada saat Polis masih berlaku, maka
Penanggung akan memberikan Manfaat Pertanggungan kepada Termaslahat
dengan ketentuan yang disebutkan dalam Polis.

7.

Pemegang

Polis

Berhak

Mendapatkan

Informasi

Mengenai

Pertanggungannya
Pemegang Polis berhak mendapatkan informasi dengan lengkap dan jelas
mengenai segala hal yang menyangkut pertanggungannya maupun
mengenai produk dan layanan yang terdapat pada PT. Axa Financial
Indonesia.
Pelaku usaha jasa keuangan wajib menyampaikan menyediakan dan/atau
menyampaikan informasi mengenai produk dan/atau layanan yang akurat,
jujur, jelas, dan tidak menyesatkan. 5
Bahasa yang dibuat oleh pihak Penanggung dalam polis umumnya memuat
bahasa-bahasa hukum yang sulit dimengerti, teknis dan spesifik yang mana
bagi pihak Pemegang Polis sangat sulit untuk memahami isi polis asuransi
tersebut walaupun telah membaca polis secara berulang-ulang. Oleh karena
itu Pemegang Polis berhak mendapatkan penjelasan yang lengkap dan jelas
5

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No.1/POJK.07/2013 Tentang Perlindungan
Konsumen Sektor Jasa Keuangan, Pasal 4 Ayat (1)

Universitas Sumatera Utara

77

sejak sebelum dimulainya perjanjian pertanggungan sampai berakhirnya
perjanjian pertanggungan.
8.

Pemegang Polis Berhak Mengganti Termaslahat
Jika Termaslahatn meninggal, Pemegang Polis diperkenankan untuk
mengganti Termaslahat dengan Termaslahat pengganti samapai dengan
Tanggal Polis terakhir dan telah mendapatkan persetujuan dari Penanggung.
Termaslahat Pengganti ini wajib memiliki hubungan keluarga dan dapat
dibuktikan secara sah kekerabatannya dengan Pemegang Polis.

9.

Pemegang Polis Berhak Mendapatkan Pemberitahuan Perubahan Polis
Pemegang Polis juga berhak untuk diberitahu secara tertulis dan dikirimkan
melalui surat cetak pada kertas (paper based) atau secara elektronik
(electronic based) mengenai perubahan atas Polis-nya.

10. Pemegang Polis Berhak Mendapatkan Dana Investasi
Jika Tertanggung masih hidup pada tanggal akhir kontrak Polis maka
Penanggung akan memberikan Dana Investasi setelah Penanggung
menerima pengajuan dari Pemegang Polis dan Penanggung menyetujui
permohonan manfaat akhir kontrak tersebut. Pemegang Polis berhak untuk
memilih sebanyak-banyaknya 2 (dua) Dana Investasi berkaitan dengan
Investasi Polis ini.
11. Pemegang Polis Berhak Mengubah Instruksi Investasinya
Instruksi Investasi mengatur mengenai alokasi Premi. Selama Polis masih
berlaku, maka Pemegang Polis dapat mengubah Instruksi Investasinya
dengan cara yang telah ditetapkan oleh Penanggung. perubahan akan

Universitas Sumatera Utara

78

berlaku pada tanggal yang ditetapkan oleh Pemegang Polis atau pada
tanggal dimana Penanggung menyetujui perubahan tersebut.
12. Pemegang Polis Dapat Menarik Sebagian Unit dari Polis
Selama Polis ini masih berlaku, Pemegang Polis dapat menarik sebagian
Unit dari Polis dengan mengajukan kepada Penanggung suatu permintaan
penarikan denga format yang ditetapkan oleh Penanggung.
Sedangkan hak dan kewajiban PT. Axa Financial Indonesia yang dalam
hal ini sebagai Penanggung diantaranya adalah sebagai berikut:
1.

PT. Axa Financial Indonesia Wajib Menerima Pelimpahan Resiko dan
Membayar Ganti Kerugian
PT. Axa Financial Indonesia tidak boleh menolak pelimpahan resiko apabila
objek pertanggungan dan syarat-syarat yang telah ditentukan oleh
Penanggung telah dipenuhi oleh Pemegang Polis.
Apabila sewaktu-waktu terja