Perlindungan Hukum Terhadap Hak Tertanggung dalam Asuransi Jiwa Pada PT. Axa Financial Indonesia (Agency Medan)

BAB II
TINJAUAN UMUM MENGENAI HAK-HAK TERTANGGUNG DALAM
ASURANSI JIWA
A. Ruang Lingkup Asuransi Jiwa
1.

Pengertian Asuransi Jiwa
Dalam Asuransi, kita mengenal bermacam-macam istilah. Asuransi dalam

bahasa Belanda disebut verzekering yang berarti pertanggungan atau asuransi dan
dalam bahasa Inggris disebut insurance. 1 Sedangkan dalam praktek sejak zaman
Hindia Belanda sampai sekarang banyak dipakai orang istilah Asuransi
(Assurantie). Istilah pertanggungan umumnya digunakan dalam literatur hukum
dan kurikulum perguruan tinggi hukum di Indonesia, sedangkan istilah asuransi
banyak digunakan dalam praktik dunia usaha. 2
Istilah pertanggungan melahirkan istilah penanggung (verzekeraar) dan
tertanggung (verzekerde). Istilah asuransi melahirkan assurador atau assuradeur
penanggung) dan geassuraarde (tertanggung). 3
Menurut Pasal 246 KUH Dagang, asuransi atau pertanggungan adalah
suatu perjanjian di mana seseorang penangggung dengan menikmati suatu premi
mengikatkan dirinya kepada tertanggung untuk membebaskannya dari kerugian

karena kehilangan, kerusakan, atau ketiadaan keuntungan yang diharapkan, yang
akan dideritanya karena kejadian yang tidak pasti.

1

J.C.T.Simorangkir,dkk, Kamus Hukum, 2009, Sinar Grafika, Jakarta, hal. 182
Abdulkadir Muhammad, Op.Cit, hal. 6
3
Ridwan Khairandy, Pengantar Hukum Dagang, 2006, FH UII PRESS, Yogyakarta,

2

hal. 194

14

Universitas Sumatera Utara

15


Dari definisi yang dirumuskan Pasal 246 KUH Dagang tersebut, dapat
ditarik beberapa unsur yang terdapat di dalam asuransi, yakni :
a. Ada dua pihak yang terkait dalam asuransi, yakni penanggung dan
tertanggung;
b. Adanya peralihan risiko dari tertanggung kepada penanggung;
c. Adanya premi yang harus dibayar tertanggung kepada penanggung
d. Adanya unsur peristiwa yang tidak pasti (onzeker vooral, evenement); dan
e. Adanya unsur ganti rugi apabila terjadi sesuatu peristiwa yang tidak pasti.
Definisi tersebut di atas, oleh KUH Dagang dimaksudkan sebagai
pengertian asuransi pada umumnya, yang berlaku baik-baik untuk asuransi
kerugian maupun asuransi jumlah. 4
Wirdjono Projodikoro menulis dalam buku Hukum Asuransi Indonesia,
pengertian asuransi adalah suatu pertanggungan yang melibatkan dua pihak, sau
pihak sanggup menanggung atau menjamin, dan pihak lain akan mendapat
penggantian dari suatu kerugian, yang mungkin akan dideritanya sebagai akibat
dari suatu peristiwa, yang semula belum tentu akan terjadi atau semula belum
dapat ditentukan saat akan terjadinya.
Selanjutnya Santoso Poejosubroto, memberikan definisi asuransi pada
umumnya adalah perjanjian timbal balik dalam mana pihak penanggung dengan
mana menerima premi, mengikatkan dirinya untuk memberikan pembayaran

kepada pengambil asuransi atau orang yang ditunjuk, karena terjadinya suatu
peristiwa yang belum pasti disebutkan dalam perjanjian baik karena pengambil

4

Ibid., hal. 195

Universitas Sumatera Utara

16

asuransi atau tertunjuk menderita kerugian yang disebabkan oleh peristiwa tadi
mengenai hidup kesehatan atau validitet seorang penanggung.
Sedangkan Mehr dan Cammack menulis dalam buku Principles of
Insurance menyatakan bahwa pengertian asuransi adalah suatu pengalihan risiko
(transfer of risk). 5
Adapun definisi yang lebih luas dari asuransi yaitu diberikan dalam Pasal
41 New York Insurance Law. Menurut ketentuan Pasal 41 New York Insurance
Law ini:
The Insurance contract is any agreement or other transaction where by

one party herein called the insurer, is obligated to confer benefit of precuniary
value upon another party, herein called the isured of beneficiary, dependent up on
the happening of a fortuitous event in which the insured or beneficiary has, or
expected to have the time of such happening a material interest which will be
adversely affected by the happening of such event. A lortuitous event is any
occurance or failure to occur which is, or is assumed by the parties to be a
substantial extended beyond the control of either party. (Perjanjian asuransi
adalah suatu persetujuan atau transaksi dengan orang lain dimana satu orang di
dalam hal ini disebut penanggung, diwajibkan untuk memberikan perlindungan
yang ada manfaatnya bagi pihak yang lainnya, inilah yang disebut dengan
tertanggung atau penerima manfaat. Peristiwa apa yang secara kebetulan terjadi
yang menimpa tertanggung atau penerima manfaat, atau merugikan harta benda
yang diasuransikan yang menyebabkan kerugian dari peristiwa tersebut. Peristiwa
atau kejadian tersebut terjadi di luar dari kehendak para pihak). 6
Definisi tersebut menggunakan kata-kata to confer benefit of precuniary
value, tidak digunakan kata-kata confer indemnity of precuniary value. Pengertian
benefit tidak hanya meliputi ganti kerugian terhadap harta kekayaan, tetapi juga
meliputi pengertian “yang ada manfaatnya” bagi tertanggung. Jadi, termasuk juga
pembayaran sejumlah uang pada asuransi jiwa. Defenisi dalam Pasal 41 New
York Insurance law meliputi asuransi kerugian (Schade Verzekering) dan asuransi

5

Asuransi. Dalam http://hizbut-tahrir.or.id/2015/08/31/asuransi/ diakses pada tanggal 19

Mei 2016
6

Pengertian Perjanjian Asuransi. Dalam http://www.sanabila.com/2015/11/pengertianperjanjian-asuransi.html diakses pada tanggal 19 Mei 2016

Universitas Sumatera Utara

17

sejumlah uang (Sommen Verzekering). Rumusan tersebut juga lebih luas daripada
rumusan Pasal 246 KUHD. 7
Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka (1) Undang-Undang No. 40 Tahun
2014 menyatakan bahwa “Asuransi adalah perjanjian antara dua pihak, yaitu
perusahaan asuransi dan pemegang polis, yang menjadi dasar bagi penerimaan
premi oleh perusahaan asuransi sebagai imbalan untuk:
a.


Memberikan penggantian kepada tertangung atau pemegang polis karena
kerugian, kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan keuntungan, atau
tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita
tertanggung atau pemegang polis karena terjadinya suatu peristiwa yang
tidak pasti; atau

b.

Memberikan pelayanan yang didasarkan pada meninggalnya tertanggung
atau pembayaran yang didasarkan pada hidupnya tertanggung dengan
manfaat yang besarnya telah ditetapkan dan/atau didasarkan pada hasil
pengelolaan dana.”
Dunia asuransi juga sering memakai istilah usaha perasuransian. Usaha

perasuransian merupakan kegiatan usaha yang bergerak di bidang usaha asuransi
dan usaha penunjang usaha asuransi. Menurut Undang-Undang No 40 Tahun
2014 tentang Perasuransian Pasal 1 angka 4, usaha perasuransian adalah segala
usaha menyangkut jasa pertanggungan atau pengelolaan risiko, pertanggungan
ulang risiko, pemasaran dan distribusi produk asuransi atau produk asuransi

syariah, konsultasi dan keperantaraan asuransi, asuransi syariah, reasuransi, atau
reasuransi syariah, atau penilaian kerugian asuransi atau asuransi syariah.

7

Abdulkadir Muhammad, Op. Cit, hal. 9

Universitas Sumatera Utara

18

Jika dihubungkan dengan asuransi jiwa maka fokus pembahasan diarahkan
pada Pasal 1 angka (1) butir (b) Undang-Undang No 40 tahun 2014. Asuransi
Jiwa dapat diartikan sebagai suatu perjanjian asuransi yang kewajiban
penanggung untuk membayar sejumlah uang kepada tertanggung didasarkan
kepada meninggal atau hidupnya seseorang. Di Indonesia mengenai asuransi jiwa
ini pengaturannya terdapat dalam Buku I Bab X Bagian Ketiga mulai Pasal 302
s.d. Pasal 308 KUH Dagang. 8
Menurut ketentuan Pasal 302 KUH Dagang:
”Jiwa seseorang dapat diasuransikan untuk keperluan orang yang

berkepentingan, baik untuk selama hidupnya maupun untuk waktu yang
ditentukan dalam perjanjian”.
Dari ketentuan di atas dapat diketahui bahwa: pertama,

yang

berkepentingan dalam asuransi jiwa adalah orang yang bersangkutan. Untuk itu
orang tersebut dapat mengasuransikan jiwanya sendiri. Jadi yang bertindak
sebagai Tertanggung adalah yang bersangkutan. Kedua, yang berkepentingan
dalam hal ini bukan yang bersangkutan akan tetapi orang lain. Sekalipun
demikian, orang yang akan mengasuransikan jiwa seseorang tersebut harus ada
hubungan hukum, misalnya orang tua mengasuransikan anak. Pemberi kerja atau
perusahaan mengasuransikan karyawannya. Dalam hal ini orang tua dan ataupun
perusahaan dapat mengasuransikan jiwa orang tersebut karena mempunyai
kepentingan, bahkan sekalipun orang yang jiwanya diasuransikan tidak
mengetahui. 9

8

Man S. Sastra Widjaja, Bunga Rampai Hukum Dagang, 2005, PT. Alumni, Bandung,


9

Sentosa Sembiring, Hukum Asuransi, 2014, Nuansa Aulia, Bandung, hal. 80

hal. 51

Universitas Sumatera Utara

19

Selanjutnya, dalam Pasal 303 KUH Dagang ditentukan:
“Orang yang berkepentingan dapat mengadakan asuransi itu bahkan tanpa
diketahui atau persetujuan orang yang diasuransikan jiwanya itu.”
Berdasarkan kedua pasal tersebut, jelaslah bahwa setiap orang dapat
mengasuransikan jiwanya, asuransi jiwa bahkan dapat diadakan untuk
kepentingan pihak ketiga. Asuransi jiwa dapat diadakan selama hidup atau selama
jangka waktu tertentu yang ditetapkan dalam perjanjian.
Sehubungan dengan uraian pasal-pasal di atas, Purwosutjipto memperjelas
lagi pengertian asuransi jiwa dengan mengemukakan definisi: “Pertanggungan

jiwa adalah perjanjian timbal balik antara penutup (pengambil) asuransi dengan
penanggung, dengan mana penutup (pengambil) asuransi mengikatkan diri selama
jalannya pertanggungan membayar uang premi kepada penanggung, sedangkan
penanggung sebagai akibat langsung dan meninggalnya orang yang jiwanya
dipertanggungkan atau telah lampaunya suatu jangka waktu yang diperjanjikan,
mengikatkan diri untuk membayar sejumlah uang tertentu kepada orang yang
ditunjuk oleh penutup (pengambil) asuransi sebagai penikmatnya”.
Sedangkan menurut Undang-Undang No. 40 Tahun 2014 dikatakan bahwa
usaha asuransi jiwa adalah usaha yang menyelenggarakan jasa penanggulangan
risiko yang memberikan pembayaran kepada pemegang polis, tertanggung, atau
pihak lain yang berhak dalam hal tertanggung meninggal dunia atau tetap hidup,
atau pembayaran lain kepada pemegang polis, tertanggung, atau pihak lain yang
berhak pada waktu tertentu yang diatur dalam perjanjian, yang besarnya telah
ditetapkan dan/atau didasarkan pada hasil pengelolaan data.
2.

Pengaturan Asuransi Jiwa di Indonesia

Universitas Sumatera Utara


20

Kegiatan usaha perasuransian, khususnya usaha asuransi, merupakan jenis
yang termasuk dalam kategori kegiatan usaha yang sangat diatur oleh pemerintah.
Hal ini dilakukan karena usaha asuransi sangat berkaitan dengan pengumpulan
dana masyarakat. Secara yuridis, hukum asuransi di Indonesia tertuang dalam
beberapa produk hukum seperti Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, UndangUndang, Peraturan Pemerintah, dan Keputusan Menteri Keuangan.
Usaha perasuransian ini telah diatur sejak tanggal 11 Februari 1992, yaitu
melalui Undang-Undang No. 2 Tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian, yang
kemudian diganti dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 Tentang
Perasuransian. Selain undang-undang, terdapat Peraturan Pemerintah Nomor 73
Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian, Peraturan Pemerintah
Nomor 63 tahun 1999 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 73
Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian. KMK No.
426/KMK/2003 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Perusahaan Asuransi
dan Perusahaan Reasuransi. KMK No. 425/KMK/2003 tentang Perizinan dan
Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Penunjang Usaha Asuransi. KMK No.
423/KMK/2003 tentang Pemeriksaan Perusahaan Perasuransian.
KUH Dagang ada 2 (dua) cara pengaturan asuransi, yaitu pengaturan yang
bersifat umum dan khusus 10. Pengaturan yang bersifat umum terdapat dalam Buku
I Bab IX Pasal 246 – Pasal 286 KUH Dagang yang berlaku bagi semua jenis
asuransi, baik yang sudah diatur dalam KUH Dagang maupun yang diluar KUH
Dagang, kecuali jika secara khusus ditentukan lain. Pengaturan yang bersifat
khusus terdapat dalam Buku I Bab X Pasal 287 – Pasal 308 KUH Dagang dan

10

Abdulkadir Muhammad, Op. Cit, hal. 18

Universitas Sumatera Utara

21

Buku II Bab IX dan Bab X Pasal 592 – Pasal 695 KUH Dagang dengan rincian
sebagai berikut :
a.

Asuransi kebakaran Pasal 287 – Pasal 298 KUH Dagang

b.

Asuransi hasil pertanian Pasal 299 – Pasal 301 KUH Dagang

c.

Asuransi jiwa Pasal 302 – Pasal 308 KUH Dagang

d.

Asuransi pengangkutan laut dan perbudakan Pasal 592 – Pasal 685 KUH
Dagang

e.

Asuransi pengangkutan darat, sungai, dan perairan pedalaman Pasal 686–
Pasal 695 KUH Dagang.
Keberadaan Undang-Undang sekaligus peraturan tersebut merupakan hal

yang sangat penting untuk senantiasa diperhatikan dan dipatuhi. Hal itu berlaku
bagi perusahaan asuransi dan nasabah asuransi (tertanggung). Apabila keberadaan
Undang-Undang dan peraturan tersebut ternyata tidak dipatuhi, atau ditemukan
terjadinya pelanggaran terhadap keberadaan Undang-Undang dan peraturan
tersebut, maka akan terdapat beberapa konsekuensi logis yang disesuaikan dengan
tingkat pelanggarannya. Hal tersebut tidak hanya berlaku bagi perusahaan
asuransi (pihak penanggung) saja, akan tetapi berlaku pula bagi nasabah (pihak
tertanggung). 11
3.

Syarat Sah Perjanjian Asuransi Jiwa
Asuransi merupakan salah satu jenis perjanjian khusus yang diatur dalam

KUH Dagang. Sebagai perjanjian, maka ketentuan syarat-syarat sah suatu
perjanjian dalam KUHPdt berlaku juga bagi perjanjian asuransi.

11

Zian Farodis, Buku Pintar Asuransi, 2014, Laksana, Jogjakarta, hal. 24

Universitas Sumatera Utara

22

Di dalam Pasal 247 KUH Dagang terdapat kata-kata “antara lain” yang
menurut Emmy Pangaribuan Simanjuntak, Pasal 247 KUH Dagang itu secara
yuridis tidak membatasi atau menghalangi timbulnya jenis-jenis pertanggungan
lain menurut kebutuhan masyarakat. Hal ini dapat kita dasarkan pada kata-kata
“antara lain” yang terdapat di dalam Pasal 247 KUH Dagang hanyalah
menyebutkan beberapa contoh saja atau numeratif. Dengan demikian para pihak
dapat juga memperjanjikan adanya pertanggungan dalam bentuk lain.
R. Subekti mengemukakan bahwa hukum perjanjian memberikan
kebebasan yang seluas-luasnya kepada masyarakat untuk mengadakan perjanjian
yang berisi apa saja, asalkan tidak melanggar undang-undang, ketertiban umum
dan kesusilaan.
Dengan demikian adanya jenis-jenis baru di bidang asuransi yang menjadi
dasar hukumnya adalah Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata. Bunyi Pasal 1338 ayat
(1) KUH Perdata :
“Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang
bagi mereka yang membuatnya”. Dalam Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata di atas
disebutkan perjanjian yang sah.
Adapun syarat-syarat sahnya asuransi, antara lain meliputi:
a.

Adanya kesepakatan antara pihak-pihak yang keberadaannya saling
mengikat satu sama lain.
Dalam mengadakan perjanjian asuransi, maka terlebih dahulu dibuat suatu
kesepakatan antara tertanggung dan penanggung, kesepakatan tersebut pada
pokoknya meliputi:

1) Benda yang menjadi objek asuransi;

Universitas Sumatera Utara

23

2) Pengalihan resiko dan pembayaran premi;
3) Evenemen dan ganti kerugian;
4) Syarat-syarat khusus asuransi;
5) Dibuat secara tertulis dalam suatu akta yang disebut polis.
Akan tetapi perjanjian asuransi itu tidak akan terjadi karena paksaan
(dwaang), kekhilafan (dwaling), ataupun penipuan (berdog). Ini dipertegas
lagi seperti yang telah ditentukan dalam Pasal 1321 KUH Perdata, yang
menentukan tiada sepakat yang sah apabila sepakat itu diberikan karena
paksaan, kekhilafan, atau penipuan.
Jadi jelaslah sudah bahwa kata sepakat dalam perjanjian asuransi baru
terjadi apabila masing-masing pihak mempunyai persesuaian kehendak secara
timbal balik dan tanpa ada kekhilafan, penipuan maupun paksaan seperti apa
yang telah disebutkan dalam Pasal 1321 KUH Perdata.
Kemudian kesepakatan antara tertanggung dan penanggung itu dibuat
secara bebas, artinya tidak berada di bawah pengaruh, tekanan, atau paksaan
pihak tertentu. Kedua belah pihak sepakat menentukan syarat-syarat
perjanjian asuransi dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
b.

Adanya kecakapan untuk membuat suatu perjanjian;
Kedua pihak antara tertanggung dan penanggung berwenang melakukan
perbuatan hukum yang diakui oleh undang-undang. Kewenangan berbuat
tersebut ada yang bersifat subjektif dan objektif. Kewenangan subjektif
artinya kedua pihak sudah dewasa, sehat ingatan, tidak berada di bawah
perwalian (trusteeship), atau pemegang kuasa yang sah. Kewenangan objektif

artinya tertanggung mempunyai hubungan yang sah dengan benda objek

Universitas Sumatera Utara

24

asuransi karena benda tersebut adalah kekayaan miliknya sendiri.
Penanggung adalah pihak yang sah mewakili perusahaan asuransi
berdasarkan anggaran dasar perusahaan. Apabila asuransi yang diadakan itu
untuk kepentingan pihak ketiga, maka tertanggung yang mengadakan asuransi
itu mendapat kuasa atau pembenar dari pihak ketiga yang bersangkutan.
Menurut KUH Perdata, orang yang dikatakan cakap menurut hukum
dalam membuat suatu perjanjian adalah orang yang sudah dewasa. Sedangkan
dewasa tidaklah diatur secara tegas dalam Undang-Undang. Untuk itulah kita
melihat dengan menyimpulkan sebagaimana diatur dalam Pasal 330 KUH
Perdata. Dalam Pasal terseut pengertian dewasa adalah sebagai berikut:
1) Mereka yang sudah berumur 21 tahun
2) Mereka yang belum berumur 21 tahun tetapi telah kawin terlebih
dahulu
3) Mereka yang telah pernah kawin dan bercerai, walaupun belum
berumur 21 tahun.
Pengertian dewasa seperti yang telah disimpulkan dari Pasal 330 KUH
Perdata di atas tidaklah sepenuhnya bahwa mereka dapat membuat suatu
perjanjian. Maka dalam hal ini selain syarat umur, juga kita harus
memperhatikan faktor lainnya, seperti faktor kecakapan seseorang untuk
mengadakan suatu perjanjian.
Jadi ketentuan dewasa menurut umur belumlah merupakan jaminan bahwa
orang tersebut cakap untuk melakukan suatu perbuatan hukum tertentu. Harus
ada faktor lain seperti sehat pikiran, tidak dilarang atau dibatasi dalam
melakukan perbuatan hukum, misalnya orang yang membuat suatu perjanjian

Universitas Sumatera Utara

25

tidak sakit ingatan. Karena orang tersebut tidak mampu untuk menginsyafi
tanggung jawab yang dipikul sebagai akibat dari perjanjian tersebut.
Demikian pula orang yang akan membuat suatu perjanjian harus tidak
dilarang oleh Undang-Undang, seperti orang yang di bawah pengampunan.
Di samping kecakapan dikenal juga adanya kewenangan untuk melakukan
suatu perbuatan hukum. Dikatakan mempunyai kewenangan apabila ia
mendapat kuasa dari pihak ketiga untuk melakukan suatu perbuatan hukum
tertentu,

seperti

membuat

perjanjian

tertentu.

Akibat

hukum

dari

ketidakwenangan membuat perjanjian, maka perjanjian itu dapat dimintakan
pembatalannya kepada hakim. Jika tidak dimintakan pembatalannya oleh
pihak yang berkepentingan, maka perjanjian tersebut tetao berlaku bagi
pihak-pihak yang membuat perjanjian itu. Hal tersebut di atas juga berlaku
dalam perjanjian asuransi.
c.

Adanya hal tertentu yang menjadi sebab
Perjanjian harus menentukan jenis objek yang diperjanjikan. Jika tidak,
maka perjanjian itu batal demi hukum. Objek tertentu dalam perjanjian
asuransi merupakan objek atau benda yang dapat diasuransikan, objek
tersebut berdasarkan Pasal 1 angka 25 Undang-Undang Nomor. 40 Tahun
2014 Tentang Perasuransian adalah jiwa dan raga, kesehatan manusia,
tanggung jawab hukum, benda dan jasa, serta semua kepentingan lainnya
yang dapat hilang, rusak, rugi, dan/atau berkurang nilainya. Untuk itu
tertanggung harus mempunyai hubungan langsung atau tidak langsung
dengan benda yang diasuransikan itu. Hubungan langsung maksudnya adalah
tertanggung memiliki langsung benda tersebut. Sedangkan hubungan tak

Universitas Sumatera Utara

26

langsung maksudnya adalah bahwa tertanggung mempunyai kepentingan atas
sesuatu yang dipertanggungkan itu.
Jadi dalam hal ini tertanggung harus dapat membuktikan bahwa ia benarbenar mempunyai kepentingan atas sesuatu yang dipertanggungkan. Dan jika
tidak, maka asuransi itu menjadi batal. Karena kepentingan adalah juga
merupakan syarat dalam perjanjian asuransi.
d.

Adanya kausa yang halal
Sahnya kausa dari suatu persetujuan ditentukan pada saat perjanjian
dibuat. Perjanjian tanpa kausa yang halal adalah batal demi hukum, kecuali
ditentukan lain oleh undang-undang. Suatu sebab dikatakan halal apabila:
1) Tidak bertentangan dengan undang-undang
2) Tidak bertentangan dengan ketertiban umum
3) Tidak bertentangan dengan kesusilaan. 12
Dan suatu perjanjian tanpa sebab, atau dibuat karena sesuatu yang palsu

atau terlarang, tidak mempunyai kekuatan hukum (Pasal 1335 KUH Perdata).
Jadi perjanjian yang dibuat itu tidak mengikat. Sebaliknya perjanjian yang
berisi sebab/causa yang halal adalah sah (Pasal 1336 KUH Perdata).
Sebenarnya undang-undang tidak memperdulikan sebab orang membuat suatu
perjanjian. Yang diperhatikan atau diawasi oleh undang-undang adalah isi
perjanjian itu. Oleh karena itu suatu perjanjian harus benar-benar mempunyai
maksud dan tujuan yang jelas sehingga tidak merugikan masing-masing
pihak.

12

R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, Pasal 1337 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,
2004, PT. Pradnya Paramita, Jakarta, hal. 342

Universitas Sumatera Utara

27

Jadi perjanjian asuransi supaya sah harus memenuhi syarat-syarat sahnya
perjanjian menurut Pasal 1320 KUH Perdata. H.M.N. Purwosutjipto menulis
bahwa Syarat-syarat sebagai yang ditentukan dalam Pasal 1320 dan Pasal 1321
KUH Perdata itu bagi perjanjian pertanggungan masih belum memuaskan, karena
itu ditambah lagi dengan ketentuan Pasal 251 KUH Dagang, yang mewajibkan
adanya pemberitahuan tentang semua mengenai keadaan yang diketahui oleh
tertanggung mengenai benda pertanggungan.
Jadi untuk perjanjian asuransi selain Pasal 1320 KUH Perdata juga
ditambah dengan Pasal 251 KUH Dagang dalam sub c dari Pasal 1320 KUH
Perdata mengenai obyek tertentu dalam perjanjian asuransi adalah kepentingan
yang diasuransikan. Kepentingan dalam perjanjian asuransi mutlak harus ada.
Apabila tidak ada maka perjanjian asuransi itu batal (Pasal 250 KUH Dagang).
Tertanggung wajib memberitahukan kepada penanggung mengenai
keadaan objek asuransi. Kewajiban ini dilakukan pada saat mengadakan asuransi.
Apabila tertanggung lalai, maka akibat hukumnya asuransi batal. Menurut
ketentuan Pasal 251 KUH Dagang, semua pemberitahuan yang salah, atau tidak
benar, atau penyembunyian keadaan yang diketahui oleh tertanggung tentang
objek asuransi, mengakibatkan asuransi itu batal. Kewajiban pemberitahuan itu
berlaku juga apabila setelah diadakan asuransi terjadi pemberatan risiko atas objek
asuransi.
Kewajiban pemberitahuan Pasal 251 KUH Dagang tidak bergantung pada
ada itikad baik atau tidak dari tertanggung. Apabila tertanggung keliru
memberitahukan, tanpa kesengajaan, juga mengakibatkan batalnya asuransi,
kecuali jika tertanggung dan penanggung telah memperjanjikan lain. Biasanya

Universitas Sumatera Utara

28

perjanjian seperti ini dinyatakan dengan tegas dalam polis dengan klausula “sudah
diketahui”.
4.

Premi dan Polis Asuransi Jiwa
Dalam hukum asuransi, terdapat istilah yang dikenal dengan kata “premi”

dan “polis”. Dua istilah tersebut merupakan bagian dari komponen penting dalam
asuransi. Keduanya merupakan suatu istilah yang keberadaannya sudah tidak
asing bagi masing-masing individu yang sudah kerap berhubungan dengan urusan
asuransi.
Dalam hukum asuransi, premi merupakan suatu prestasi yang diberikan
oleh pihak tertanggung kepada pihak penanggung atas jasa yang telah diberikan
oleh pihak penanggung untuk mengambil alih risiko. Premi merupakan kewajiban
pokok yang keberadaannya harus dipenuhi oleh tertanggung. Hal itu bisa pula
dimaknai sebagai imbalan atas jasa yang diberikan oleh penanggung.
Perjanjian asuransi merupakan sebuah kontrak yang bersifat legal. Kontrak
tersebut menjelaskan setiap istilah dan kondisi yang dilindungi, premi yang harus
dibayar oleh pihak tertanggung kepada pihak penanggung sebagai jasa pengalihan
risiko, sekaligus besarnya dana yang keberadaannya bisa diklaim di masa depan,
termasuk biaya administratif dan keuntungan.
Perjanjian asuransi merupakan bagian dari hukum asuransi itu sendiri.
Dalam hukum asuransi, ditetapkan bahwa objek pertanggungan dalam perjanjian
asuransi bisa berupa benda dan jasa, jiwa, dan raga, kesehatan, tanggung jawab
hukum, serta berbagai kepentingan lainnya yang dimungkinkan bisa hilang, rusak,
ataupun berkurang nilainya.

Universitas Sumatera Utara

29

Adapun unsur-unsur dalam sebuah perjanjian asuransi atau hukum
asuransi antara lain, meliputi:
a.
b.
c.
d.

Subjek hukum, yaitu mencakup perusahaan asuransi sebagai pihak
penanggung dan nasabah sebagai pihak tertanggung;
Substansi hukum berupa pengalihan risiko;
Objek pertanggungan, bisa berupa benda maupun kepentingan lain yang
melekat padanya keberadaannya bisa dinilai dengan finansial; serta
Adanya peristiwa yang tidak tentu yang dimungkinkan bisa terjadi kapan
saja di masa depan. 13
Pada ketentuan yang termaktub dalam Pasal 225 KUH Dagang, disebutkan

bahwa perjanjian asuransi hendaknya dibuat secara tertulis dalam bentuk akta
yang kemudian disebut sebagai polis, yang keberadaannya memuat mengenai
kesepakatan, syarat-syarat khusus, serta janji-janji khusus yang kemudian
dijadikan sebagai dasar dalam pemenuhan hak sekaligus kewajiban-kewajiban
pihak-pihak yang terikat di dalamnya yaitu pihak penanggung dan pihak
tertanggung dalam rangka mencapai tujuan asuransi. Fungsi polis bagi
penanggung adalah sebagai bukti tertulis atas jaminan yang diberikannya kepada
tertanggung untuk membayar ganti rugi kerugian yang mungkin akan diderita oleh
tertanggung dan sebagai bukti yang kuat untuk menolak klaim yang diajukan oleh
tertanggung apabila penyebab kerugian tidak memenuhi syarat yang telah
ditentukan dalam polis, sedangkan fungsi polis bagi tertanggung adalah sebagai
bukti tertulis atas jaminan penanggungan untuk mengganti kerugian yang
mungkin dideritanya dan sebagai bukti otentik yang dapat digunakan tertanggung
apabila pihak penanggung mengabaikan tanggung jawabnya untuk mengganti

13

Hukum Asuransi - Perlindungan Bagi Para Pelanggan Asuransi.
http://www.anneahira.com/hukum-asuransi.htm diakses pada tanggal 21 Mei 2016

Dalam

Universitas Sumatera Utara

30

kerugian yang telah diperjanjikan, selain itu bagi tertanggung polis juga berfungsi
sebagai bukti pembayaran premi 14. Hal itu kemudian bersinyalir dengan fungsi
dari polis tersebut, yaitu sebagai bukti tertulis. Oleh sebab itu, sudah menjadi
suatu keharusan kemudian bagi para pihak, utamanya bagi nasabah sebagai pihak
tertanggung, untuk memperhatikan secara sungguh-sungguh hal-hal yang
berkenaan dengan kejelasan isi polis. 15
Adapun mengenai isi polis itu sendiri, hendaknya selalu diperhatikan
bahwa isi polis seharusnya tidak mengandung kata-kata atau kalimat yang
memiliki kemungkinan perbedaan interpretasi. Sebab, jika polis mengandung
kata-kata atau kalimat yang memiliki kemungkinan perbedaan interpretasi, hal
tersebut akan menjadi pemantik terjadinya suatu perselisihan.
Sesuai dengan ketentuan Pasal 255 KUH Dagang, asuransi jiwa harus
diadakan secara tertulis dengan bentuk akta yang disebut polis. Menurut ketentuan
Pasal 304 KUH Dagang, polis asuransi jiwa memuat:
a.

Hari diadakannya asuransi;
Dalam polis harus dicantumkan hari dan tanggal diadakan asuransi. Hal ini
penting untuk mengetahui kapan asuransi itu mulai berjalan dan dapat
diketahui pula sejak hari dan tanggal itu risiko menjadi beban penanggung.

b.

Nama tertanggung;
Suatu polis harus mencantumkan nama tertanggung sebagai pihak yang
wajib membayar premi dan berhak menerima polis. Apabila terjadi
evenemen atau apabila jangka waktu berlakunya asuransi berakhir,

14

Bagus Irawan, Aspek-Aspek Hukum Kepailitan, Perusahaan, dan Asuransi, 2007, PT.
Alumni, Bandung, hal 112
15
Ibid., hal 15-17

Universitas Sumatera Utara

31

tertanggung berhak menerima sejumlah uang santunan atau pengembalian
dari penanggung. Selain tertanggung, dalam praktik asuransi jiwa dikenal
pula penikmat (beneficiary), yaitu orang yang berhak menerima sejumlah
uang tertentu dari penanggung karena ditunjuk oleh tertanggung atau karena
ahli warisnya, dan tercantum dalam polis. Penikmat berkedudukan sebagai
pihak ketiga yang berkepentingan.
c.

Nama orang yang jiwanya diasuransikan;
Objek asuransi jiwa adalah jiwa dan badan manusia sebagai satu kesatuan.
Jiwa tanpa badan tidak ada, sebaliknya tanpa jiwa tidak ada arti apa-apa
bagi asuransi jiwa. Jiwa seseorang merupakan objek asuransi yang tidak
berwujud, yang hanya dapat dikenal melalui wujud badannya. Orang yang
punya bada itu mempunyai nama yang jiwanya diasuransikan, baik sebagai
pihak tertanggung ataupun sebagai pihak ketiga yang berkepentingan.
Namanya itu harus dicantumkan dalam polis. Dalam hal ini, tertanggung
dan orang yang jiwanya diasuransikan itu berlainan.

d.

Saat mulai dan berakhirnya evenemen;
Saat mulai dan berakhirnya evenemen merupakan jangka waktu berlaku
asuransi, artinya dalam jangka waktu itu risiko menjadi beban penanggung.

e.

Jumlah asuransi;
Jumlah asuransi adalah sejumlah uang tertentu yang diperjanjikan pada saat
diadakannya asuransi sebagai jumlah santunan yang wajib dibayar oleh
penanggung

kepada

penikmat

dalam

hal

terjadi

evenemen,

atau

pengembalian kepada tertanggung sendiri dalam hal berakhirnya jangka
waktu asuransi tanpa terjadi evenemen. Menurut ketentuan Pasal 305 KUH

Universitas Sumatera Utara

32

Dagang, perkiraan jumlah dan syarat-syarat asuransi sama sekali ditentukan
oleh perjanjian bebas antara tertanggung dan penanggung. Dengan adanya
perjanjian bebas tersebut, asas kepentingan dan asas keseimbangan dalam
asuransi jiwa dikesampingkan.
f.

Premi asuransi.
Premi asuransi adalah sejumlah uang yang wajib dibayar oleh tertanggung
kepada penanggung setiap jangka waktu tertentu, biasanya setiap bulan
selama asuransi berlangsung. Besarnya jumlah premi asuransi bergantung
pada jumlah asuransi yang disetujui oleh tertanggung pada saat diadakan
asuransi.
Dengan demikian dapat dikatakan, bahwa polis tetap mempunyai arti besar

bagi tertanggung, sebab polis merupakan bukti yang sempurna tentang apa yang
mereka perjanjikan dalam perjanjian pertanggungan.
Berdasarkan praktik pertanggungan, hampir tidak ada perjanjian
pertanggungan dibuat tanpa dibuatnya polis. Polis ini hanyalah merumuskan isi
dari perjanjian antara para pihak, sehingga polis merupakan alat bukti tentang isi
perjanjian.
Beberapa perusahaan telah mempunyai polis standar dengan maksud untuk
mempermudah pembuktian adanya pertanggungan itu. Di dalam polis standar ini,
isi polis telah diberikan rumusan secara spesifik dan sepihak oleh penanggung,
sehingga menyerupai perjanjian standar.
Pasal 256 KUH Dagang memberi ketentuan tentang syarat-syarat suatu
akta dapat disebut sebagai polis merupakan syarat-syarat umum terjadinya
perjanjian asuransi. Oleh karena itu timbullah kebutuhan untuk menambah syarat-

Universitas Sumatera Utara

33

syarat lain yang khusus berlaku bagi para pihak. Poin 8 (delapan) dari Pasal 256
KUH Dagang, memberi kesempatan kepada para pihak untuk mengatur sendiri
hal-hal yang kiranya dianggap penting untuk diatur.
Syarat-syarat lain yang khusus ini adalah syarat-syarat yang belum diatur
dalam polis, tetapi oleh para pihak dianggap penting baginya. Sri Redjeki Hartono
membagi syarat-syarat khusus ke dalam dua jenis, yaitu:
a.

Syarat-syarat yang bersifat larangan
Yaitu syarat-syarat dimana dinyatakan bahwa pihak tertanggung dilarang
melakukan suatu perbuatan tertentu dengan ancaman bilamana larangan
termaksud dilanggar oleh tertanggung, maka perjanjian pertanggungan itu
menjadi batal.

b.

Syarat-syarat lain
Yaitu semua syarat-syarat yang tidak mengandung anacaman batalnya

perjanjian pertanggungan, syarat untuk melanjutkan perjanjian pertanggungan
dan sebagainya. Misalanya, selesainya jangka waktu yang tersebut dalam
polis itu dan sehabisnya tiap-tiap jangka waktu yang berikut, maka perjanjian
pertanggungan ini dianggap menurut hukum telah diperpanjang untuk jangka
waktu yang sama, bilamana sekurang-kurangnya satu bulan di muka tidak
menyatakan penghentian pertanggungan ini oleh salah satu pihak yang
bersangkutan kepada pihak lain dengan surat tercatat.
Dengan syarat ini diberi kesempatan kepada pihak tertanggung atau
penanggung untuk melanjutkan pertanggungan secara otomatis,

dengan

kelonggaran membatalkan pertanggungan itu pada tanggal tersebut dalam polis

Universitas Sumatera Utara

34

dengan suatu pemberitahuan maksud tersebut oleh pihak yang menghendaki
kepada pihak lain.
Jadi, dalam hal ini adanya syarat lanjutan pertanggungan, apabila
tertanggung tidak berminat untuk melanjutkan pertanggungan atau ia lalai
melakukan kewajibannya seperti tersebut dalam syarat lanjutan pertanggungan,
maka penanggung berhak menuntut dari tertanggung premi yang bersangkutan
dengan lanjutan pertanggungan. Sebaliknya bila penanggung bermaksud untuk
menghentikan atau membatalkan pertanggungan pada saat jangka waktu
pertanggungan habis masa berlakunya, maka ia diwajibkan memberitahukan
tersebut pada pihak tertanggung.
5. Risiko dan Evenemen
Dalam hukum asuransi, terdapat istilah “risiko”. Risiko yang dialihkan
dari tertanggung kepada penanggung bisa dimaknai sebagai kemungkinan
terjadinya kerugian sekaligus batalnya sebagian atau keseluruhan keuntungan
yang diharapkan, yang keberadaannya disebabkan oleh suatu kejadian luar biasa
dan tidak terprediksikan sebelumnya, atau bisa pula dikatakan berada di luar
kekuasaan manusia.
Jadi, dapat dipahami kriteria atau ciri risiko dalam asuransi sebagai
berikut:
a.
b.
c.
d.

Bahaya yang mengancam benda atau obyek asuransi
Berasal dari faktor ekonomi, alam, atau manusia
Diklasifikasikan menjadi risiko pribadi, kekayaan, tanggung jawab
Hanya berpeluang menimbulkan kerugian. 16
Dalam praktiknya risiko-risiko yang timbul dari setiap pemberian usaha
pertanggungan adalah sebagai berikut:

16

Abdulkadir Muhammad, Op. Cit, hal. 118

Universitas Sumatera Utara

35

a.

Risiko spekulatif
Risiko spekulatif adalah suatu keadaan yang dihadapi perusahaan yang
dapat memberikan keuntungan dan juga dapat memberikan kerugiaan.
Risiko spekulatif ini juga dikenal dengan risikobisnis (business risk).
Seseorang yang menginvestasikan dananya di suatu tempat mengahadapi
dua kemungkinan, investasinya menguntungkan atau justru merugikan. 17
b. Risiko murni
Risiko murni (pure risk) adalah sesuatu yang dapat berakibat merugikan
atau tidak terjadi apa-apa dan tidak mungkin menguntungkan. Salah satu
cara menghindari risiko murni adalah asuransi. Dengan demikian,
besarnya kerugian dapat diminimalisasi karena dapat diasuransikan
(insurable risk). 18
c. Risiko individu
Risiko individu adalah risiko dalam kehidupan sehari-hari. Risiko individu
ini dibagi dalam tiga macam yaitu:
1) Risiko pribadi, yaitu risiko kemampuan seseorang untuk memperoleh
keuntungan, akibat sesuatu hal seperti sakit, kehilangan pekerjaan atau
mati.
2) Risiko harta, adalah risiko kehilangan harta apakah dicuri, hilang, rusak,
yang menyebabkan kerugian keuangan.
3) Risiko tanggung-gugat, yaitu risiko yang disebabkan apabila kita
menanggung kerugian seseorang dan kita harus membayarnya. Contohnya
kelalaian di jalan yang menyebabkan orang lain tertabrak dan harus
mengganti kerugian tersebut 19.
Robert Mehr mengemukakan 5 (lima) cara mengatasi risiko, yaitu:
a.

b.
c.
d.
e.

Menghindari risiko (risk avoidance), tidak melakukan kegiatan yang
memberi peluang kerugian, misalnya menghindari pembangunan gedung
bertingkat di daerah rawan gempa.
Mengurangi risiko (risk reduction), memperkecil peluang terjadi kerugian,
misalnya menyediakan alat penyemprot antikebakaran di perkantoran.
Menahan risiko (risk retention), tidak melakukan apa-apa terhadap risiko
karena dapat menimbulkan kerugian.
Membagi risiko (risk sharing), membagi risiko dengan pihak lain,
misalnya melalui reasuransi.
Mengalihkan risiko (risk transfer), memindahkan risiko kepada pihak lain,
yaitu: perusahaan asuransi. 20
17

Sigit Triandaru dan Totok Budisantoso, Bank Dan Lembaga Keuangan Lain (Edisi
Kedua), 2006, Salemba Empat, Jakarta, hal. 183
18
Suswinarno, Mengantisipasi Risiko Dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, 2013,
Visimedia, Jakarta, hal. 7
19
Ibid., hal. 8
20
Abdulkadir Muhammad, Op.Cit, hal 118-119

Universitas Sumatera Utara

36

Agar risiko dapat diasuransikan, maka perlu dipenuhi kriteria berikut ini:
a.
b.
c.
d.
e.

Dapat dinilai dengan uang;
Harus risiko murni, artinya hanya berpeluang menimbulkan kerugian;
Kerugian timbul akibat bahaya/peristiwa tidak pasti;
Tertanggung harus memiliki insurable interest;
Tidak dilarang undang-undang dan tidak bertentangan dengan ketertiban
umum. 21
Peristiwa yang tidak terduga disebut sebagai evenemen. Evenemen yaitu

suatu peristiwa yang keberadaannya tidak terduga atau peristiwa yang keluar dari
kondisi normal, atau bisa pula dipahami sebagai sesuatu yang keberadaannya
tidak bisa dipastikan akan terjadi. Seandainya hal itu pun bisa diprediksikan akan
terjadi, semisal kematian, tetapi waktu kedatangannya tidak bisa diprediksi.
Peristiwa semacam itu bisa pula berupa sesuatu yang keberadaannya tidak
diharapkan terjadi. Akan tetapi, apabila terjadi, maka akan menimbulkan kerugian
bahkan bisa pula membatalkan keuntungan.
Evenemen dalam asuransi adalah peristiwa yang menurut pengalaman
manusia normal tidak dapat dipastikan terjadi, atau walaupun sudah pasti terjadi,
saat terjadinya itu tidak dapat ditentukan dan juga tidak diharapkan akan terjadi,
jika terjadi juga mengakibatkan kerugian.
Ciri-ciri evenemen yaitu:
a.

Peristiwa yang terjadi itu menimbulkan kerugian

b.

Terjadinya itu tidak diketahui, tidak dapat diprediksi lebih dahulu

c.

Berasal dari faktor ekonomi, alam, dan manusia

d.

Kerugian terhadap diri, kekayaan, dan tanggung jawab seseorang.

21

Ibid, hal. 119

Universitas Sumatera Utara

37

Dalam Pasal 304 KUH Dagang yang mengatur tentang isi polis, tidak ada
ketentuan keharusan mencantumkan enevemen dalam polis asuransi jiwa. Berbeda
dengan asuransi kerugian, Pasal 256 ayat (1) KUH Dagang mengenai isi polis
mengharuskan pencantuman bahaya-bahaya yang menjadi beban penanggung.
Dalam asuransi jiwa yang dimaksud dengan bahaya adalah meninggalnya
orang yang jiwanya diasuransikan. Meninggalnya seseorang itu merupakan hal
yang sudah pasti, setiap makhluk bernyawa pasti mengalami kematian. Akan
tetapi, kapan meninggalnya seseorang tidak dapat dipastikan. Inilah yang disebut
peristiwa tidak pasti (evenemen) dalam asuransi jiwa.
Evenemen ini hanya 1 (satu), yaitu ketidakpastian kapan meninggalnya
seseorang, sebagai salah satu unsur yang dinyatakan dalam definisi asuransi jiwa.
Dengan begitu, maka tidak perlu dicantumkan dalam polis. Ketidakpastian kapan
meninggalnya seorang tertanggung atau orang yang jiwanya diasuransikan
merupakan risiko yang menjadi beban penanggung dalam asuransi jiwa.
Evenemen meninggalnya tertanggung itu bersisi 2 (dua), yaitu meninggalnya itu
benar-benar terjadi dalam jangka waktu asuransi, dan benar-benar tidak terjadi
sampai jangka waktu asuransi berakhir. Kedua-duanya menjadi beban
penanggung. 22
6.

Jenis-Jenis Asuransi Jiwa
Sasaran asuransi jiwa menunjukkan kelas dan jenis asuransi jiwa yang

ditawarkan oleh perusahaan-perusahaan asuransi jiwa, yaitu:
a.

Sasaran terhadap perorangan (asuransi biasa/perorangan)
Asuransi jiwa biasa (ordinary life) diperuntukkan bagi perorangan adalah
asuransi jiwa yang umumnya dipasarkan oleh perusahaan-perusahaan
asuransi jiwa. Pada umumnya asuransi ini diperuntukkan bagi golongan
22

Ibid, hal. 200

Universitas Sumatera Utara

38

masyarakat menengah ke atas. Pada dasarnya premi di bayarkan oleh
pembeli polis setiap tahun atau setiap semester atau setiap triwulan dan
boleh juga setiap bulan, atau dibayar sekaligus sebagai premi tunggal bagi
mereka yang mempunyai cukup uang.
b. Sasaran terhadap masyarakat (asuransi rakyat)
Asuransi rakyat diperuntukkan bagi anggota masyarakat yang
berpenghasilan kecil seperti buruh, karyawan rendah, peDagang kecil,
pelayan, petani, nelayan, dan sebagainya.
Asuransi ini dibayar preminya dengan frekuensi tinggi (setiap minggu) dan
besarnya premi disesuaikan dengan kesanggupann calon tertanggung
membayar setiap minggu. Besarnya uang pertanggungan dengan
berpedoman kepada besarnya premi setiap minggu dan lamanya
pertanggungan apakah seumur hidup atau hingga calon tertanggung
mencapai usia tertentu.
c. Sasaran terhadap kumpulan orang/karyawan (asuransi kumpulan kolektif)
Asuransi kumpulan (group insurance) disebut juga asuransi kolektif
dengan ciri-ciri sebagai berikut :
1) Satu polis untuk sekelompok tertanggung, misalnya para karyawan suatu
perusahaan diasuransikan dengan menggunakan satu polis yang disebut
polis induk (master policy).
2) Pemegang polis adalah perusahaan kepada masing-masing karyawan yang
diberikan sertifikat tanda bukti peserta asuransi kumpulan.
3) Pada umumnya para peserta tidak perlu melalui pemeriksaan medis.
4) Pembayaran premi asuransi kumpulan biasanya terdiri dari tiga macam
yaitu:
(a) Dibayar sendiri oleh masing-masing peserta berupa kontribusi yang
dipungut secara berkala dari setiap peserta.
(b) Semua premi ditanggung oleh perusahaan.
(c) Sebagian dibayar oleh perusahaan dan sebagian lagi dibayar oleh para
peserta misalnya 50%-50% atau 60%-40%.
d. Sasaran terhadap dunia usaha (asuransi dunia usaha)
Pada umumnya ada 4 (empat) macam sasaran pokok dari asuransi jiwa
dunia usaha, yaitu:
1) Asuransi orang penting, tenaga yang memegang peranan penting, seperti
direktur urama, para manajer. Apabila meninggal dunia dapat
menimbulkan kerugian ekonomis bagi perusahaan berupa pemberian
santunan besar kepada keluarga almarhum.
2) Rencana kesejahteraan karyawan. Dengan menutup asuransi kumpulan,
asuransi keselamatan kerja, asuransi kecelakaan, dan asuransi kesehatan
bagi karyawan maka semakin sempurnalah peranan dan bantuan
perusahaan dalam memberi kesejahteraan bagi karyawan.
3) Meningkatkan kepercayaan. Asuransi jiwa dapat berperan untuk
meningkatkan kepercayaan kepada relasi terhadap perusahaan karena

Universitas Sumatera Utara

39

asuransi dapat memberikan jaminan stabilitas posisi finansial perusahaan,
yang sekaligus menjadi gambaran yang baik kreditur.
4) Kelangsungan usaha. Bagi perusahaan yang dimilikinya bersifat
partnership seperti kongsi, firma, CV, apabila salah seorang pemiliknya
meninggal, maka akan timbul masalah yaitu membayar terus-menerus
hak-hak almarhum kepada jandanya, tanpa mengikutsertakannya dalam
pimpinan perusahaan. Polis asuransi jiwa dapat menghindarkan keadaan
tersebut yaitu dengan memberi santunan kepada janda almarhum
sehingga hak-hak dari almarhum tidak perlu terus-menerus dibayar oleh
perusahaan.
e. Sasaran terhadap orang-orang yang muda (asuransi orang muda)
Seseorang yang masih muda dan mempunyai penghasilan dapat membeli
polis asuransi jiwa atas dirinya dan menunjuk orangtuanya atau adikadiknya sebagai penerima manfaat.
f. Sasaran terhadap keluarga (asuransi keluarga)
Dengan memiliki polis asuransi jiwa dapat memberikan rassa tenteram
terhadap kehidupan ekonomi keluarga, juga menjamin kelangsungan
pendidikan anak-anak.
Asuransi keluarga mempunyai tiga macam jaminan yaitu jaminan
kematian, jaminan hari tua, dan jaminan atas kelangsungan pendidikan
anak-anak. 23
7.

Tujuan dan Manfaat Asuransi Jiwa
Hidup tak ubahnya seperti permainan dari ketidakpastian. Secara awam,

ketidakpastian itu diterjemahkan sebagai risiko. Sesuatu yang belum pasti terjadi,
akibatnya tentu tidak dikehendaki juga. Misalnya risiko kecelakaan, kematian,
kerugian dan lain sebagainya. Tak seorang pun mengetahui secara pasti kapan
risiko itu akan terjadi. Berdasarkan uraian di atas, sejatinya yang menjadi fokus
utama adalah risiko dibalik ketidakpastian yang umumnya tidak dikehendaki.24

23

Herlina, Pelaksanaan Perjanjian Asuransi Jiwa Pada PT. Prudential Life Assurance
Cab. Kota Sungai Penuh, 2015, Fak. Hukum Universitas Tamansiswa Padang
24
Menurut Agus Purwanto 1995 bahwa di dalam industri asuransi, resiko diartikan sangat
khusus dan sederhana. Secara operasional, resiko diartikan sebagai Uncertainty of financial loss
atau kerugian yang tidak pasti. Jadi, risiko memiliki 2 (dua) unsur yaitu ketidakpastian dan
kerugian (uncertainty and loss). Oleh karena itu, apapun yang dapat menimbulkan kerugian
disebut risiko. Dalam Kun Wahyu Wardana, Hukum Asuransi, 2009, CV. Mandar Maju, Bandung,
hal. 15

Universitas Sumatera Utara

40

Namun, risiko itu dapat dialihkan kepada pihak lain (perusahaan asuransi) bila
mereka menjadi anggota asuransi.
Berdasarkan uraian di atas, asuransi sebenarnya memiliki tujuan-tujuan
utama yang hendak dicapai. Tujuan-tujuan tersebut antara lain:
a.

b.

c.

Teori Pengalihan Risiko
Menurut teori pengalihan risiko (risk transfer theory) tertanggung
menyadari bahwa ada ancaman bahaya terhadap harta kekayaan miliknya
atau terhadap jiwanya. Jika bahaya tersebut menimpa harta kekayaan atau
jiwanya, dia akan menderita kerugian atau korban jiwa atau cacat raganya.
Secara ekonomi, kerugian material atau korban jiwa atau cacat raga akan
mempengaruhi perjalanan hidup seseorang atau ahli warisnya.
Tertanggung sebagai pihak yang terancam bahaya merasa berat memikul
beban risiko yang sewaktu-waktu dapat terjadi. Untuk mengurangi atau
menghilangkan beban risiko tersebut, pihak tertanggung berupaya mencari
jalan kalau ada pihak lain yang bersedia mengambil alih beban risiko
ancaman bahaya dan dia sanggup membayar kontra prestasi yang disebut
premi. Dalam dunia bisnis Perusahaan Asuransi selalu siap menerima
tawaran dari pihak tertanggung untuk mengambil alih risiko dengan
imbalan pembayaran premi.
Pembayaran Ganti Kerugian
Dalam hal tidak terjadi peristiwa yang menimbulkan kerugian, maka tidak
ada masalah terhadap risiko yang ditanggung oleh penanggung. Dalam
praktiknya tidak senantiasa bahaya yang mengancam itu sungguh-sungguh
terjadi. Ini merupakan kesempatan baik bagi penanggung mengumpulkan
premi yang dibayar oleh beberapa tertanggung yang mengikatkan diri
padanya. Jika pada suatu ketika sungguh-sungguh terjadi peristiwa yang
menimbulkan kerugian (risiko berubah menjadi kerugian), maka kepada
tertanggung yang bersangkutan akan dibayarkan ganti kerugian seimbang
dengan jumlah asuransinya. Dalam praktiknya, kerugian yang timbul itu
bersifat sebagian (partial loss), tidak semuanya berupa kerugia total (total
loss). Dengan demikian, tertanggung mengadakan asuransi yang bertujuan
untuk memperoleh pembayaran ganti kerugian yang sungguh-sungguh
dideritanya.
Pembayaran Santunan
Asuransi bertujuan melindungi masyarakat dari ancaman bahaya
kecelakaan yag mengakibatkan kematian atau cacat tubuh. Dengan
membayar sejumlah kontribusi (semacam premi), tertanggung berhak
memperoleh perlindungan dari ancaman bahaya.
Tertanggung yang membayar kontribusi tersebut adalah mereka yang
terikat pada suatu hubungan hukum tertentu yang ditetapkan undangundang, misalnya hubungan kerja, penumpang angkutan umum. Apabila
mereka mendapat musibah kecelakaan dalam pekerjaannya atau selama
angkutan berlangsung, mereka (atau ahli warisnya) akan memperoleh
santunan dari penanggung (BUMN), yang jumlahnya telah ditetapkan oleh
Universitas Sumatera Utara

41

d.

undang-undang. Jadi tujuan mengadakan asuransi menurut pembentuk
undang-undang adalah untuk melindungi kepentingan masyarakat, dan
mereka yang terkena musibah diberi santunan sejumlah uang.
Kesejahteraan Anggota
Apabila beberapa orang berhimpun dalam suatu perkumpulan dan
membayar kontribusi (iuran) kepada perkumpulan, maka perkumpulan itu
berkedudukan sebagai penanggung, sedangkan anggota perkumpulan
berkedudukan sebagai tertanggung. Jika terjadi peristiwa yang
mengakibatkan kerugian atau kematian bagi anggota (tertanggung),
perkumpulan akan membayar sejumlah uang kepada anggota tersebut.
Prof. Wirjono Prodjodikoro menyebut asuransi seperti ini mirip dengan
“perkumpulan koperasi”. Asuransi ini merupakan asuransi saling
menanggung atau asuransi usaha bersama yang bertujuan mewujudkan
kesejahteraan anggota. 25
Dalam asuransi jiwa, nasabah atau pihak tertanggung bisa menuai

beberapa bentuk manfaat yang bertalian erat dengan beberapa bentuk
ketidakpastian berupa produktivitas ekonomi yang kerap menghampiri kehidupan
masing-masing

orang.

Ketidakpastian

tersebut,

secara

prinsipil,

dapat

diklasifikasikan menjadi empat, yaitu kematian, cacat, pemutusan hubungan kerja,
dan pengangguran. Dalam menghadapi beberapa bentuk risiko yang bermuara dari
ragam kemungkinan seiring dengan ketidakpastian dari keempat hal tersebut,
asuransi jiwa dalam konteks ini berperan sebagai instrumental finansial guna
melingkupi beberapa hal, yaitu:
a.
b.
c.
d.
e.
8.

Memberikan dukungan bagi pihak yang selamat dari suatu kecelakaan;
Membayar santunan bagi tertanggung yang meninggal;
Membantu usaha dari kerugian yang disebabkan meninggalnya pejabat
kunci perusahaan;
Penghimpunan dana untuk persiapan pensiun, keperluan penting dan
penggunaan untuk bisnis;
Menunda atau menghindari pajak pendapatan. 26
Berakhirnya Asuransi Jiwa

25

Abdulkadir Muhammad, Op. Cit. hal.12.
Dahlan Siamat, Manajemen Lembaga Keuangan Edisi Keempat, 2004, Lembaga
Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, hal. 453
26

Universitas Sumatera Utara

42

Satu-satunya evenemen yang menjadi beban penanggung dalam asuransi
jiwa adalah meninggalnya tertanggung. Terhadap evenemen inilah diadakan
asuransi jiwa antara tertanggung dan penanggung. Apabila dalam jangka waktu
yang diperjanjikan terjadi peristiwa meninggalnya tertanggung, maka penanggung
berkewajiban membayar uang santunan kepada penikmat yang ditunjuk oleh
tertanggung atau kepada ahli warisnya. Sejak penanggung melunasi pembayaran
uang santunan tersebut. Sejak itu pula asuransi berakhir.
Menurut hukum perjanjian, suatu perjanjian yang dibuat oleh pihak-pihak
berakhir apabila prestasi masing-masing pihak telah terpenuhi. Karena asuransi
jiwa adalah perjanjian, maka asuransi jiwa berakhir sejak penanggung melunasi
uang santunan sebagai akibat dari meninggalnya tertanggung. Dengan kata lain,
asuransi jiwa berakhir sejak terjadi evenemen yang diikuti dengan pelunasan
klaim.
Evenemen dalam asuransi jiwa tidak selalu yang menjadi beban
penanggung itu terjadi