perlu melakukan penelitian tentang perilaku merokok pada petugas kesehatan puskesmas di Kota Denpasar.
1.2 Rumusan Masalah
Petugas kesehatan sebagai contoh role model kesehatan seharusnya bisa berperan penting dalam upaya menanggulangi masalah rokok ini. Namun, saat ini
prevalensi perokok pada kalangan petugas kesehatan masih cukup tinggi. Di Indonesia diketahui sebanyak 33,4 tenaga kesehatan adalah perokok. Puskesmas
sebagai fasilitas kesehatan yang menjadi garda terdepan dalam melayani masyarakat di bidang kesehatan seyogyanya diisi oleh petugas kesehatan yang
mampu menjadi contoh yang baik terutama terbebas dari perilaku merokok. Tingkat pengetahuan dan sikap petugas kesehatan tentang rokok memiliki
pengaruh dalam terbentuknya perilaku merokok pada petugas kesehatan, sehingga informasi mengenai pengetahuan, sikap, dan perilaku merokok sangat diperlukan.
Saat ini belum ada data mengenai gambaran pengetahuan, sikap, dan perilaku merokok pada petugas kesehatan puskesmas khususnya di Kota Denpasar. Oleh
karena itu perlu dilakukan penelitian tentang pengetahuan, sikap dan perilaku merokok pada petugas kesehatan puskesmas di Kota Denpasar.
1.3 Pertanyaan Penelitian
Bagaimana gambaran pengetahuan, sikap dan perilaku merokok pada petugas kesehatan puskesmas di Kota Denpasar?
1.4 Tujuan Penelitian
1.4.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran pengetahuan, sikap, dan perilaku merokok pada petugas kesehatan puskesmas di Kota Denpasar.
1.4.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui karakteristik petugas kesehatan puskesmas di Kota
Denpasar. 2.
Untuk mengetahui prevalensi perokok pada petugas kesehatan puskesmas di Kota Denpasar.
3. Untuk mengetahui gambaran perilaku merokok pada petugas
kesehatan puskesmas di Kota Denpasar 4.
Untuk mengetahui gambaran sikap tentang rokok pada petugas kesehatan puskesmas Kota Denpasar.
5. Untuk mengetahui gambaran pengetahuan tentang rokok pada petugas
kesehatan puskesmas di Kota Denpasar.
1.5 Manfaat Penelitian
1.5.1 Manfaat Teoritis
Penelitian ini dapat menambah informasi di bidang promosi kesehatan dan keselamatan kerja K3 terutama dalam hal pengetahuan, sikap, dan perilaku
merokok pada petugas kesehatan puskesmas di Kota Denpasar tahun 2016.
1.5.2 Manfaat Praktis
1 Hasil penelitian ini dapat menjadi bahan rujukan dalam upaya
pengendalian perilaku merokok di puskesmas di Kota Denpasar. Kebijakan yang dihasilkan tersebut dapat melindungi petugas kesehatan
puskesmas dan pasien dari bahaya asap rokok di puskesmas. 2
Hasil penelitian ini dapat menjadi bahan rujukan dalam merancang strategi promosi K3 di puskesmas Kota Denpasar melalui peningkatan
peran petugas kesehatan sebagai contoh role model perilaku bebas rokok bagi masyarakat.
1.6 Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian bidang kesehatan dan keselamatan kerja khususnya berkaitan dengan promosi K3 yang membahas pengetahuan, sikap, dan
perilaku merokok pada petugas kesehatan puskesmas di Kota Denpasar.
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Merokok dan Kesehatan Kerja
Merokok adalah kegiatan mengonsumsi tembakau dengan cara membakar olahan tembakau kemudian menghisap asap yang dihasilkan Sitepoe, 2011.
Munculnya bahaya yang diakibatkan rokok ini disebabkan oleh zat-zat beracun yang dihasilkan rokok saat dikonsumsi. Asap rokok terdiri atas campuran
substansi-substansi kimia dalam bentuk gas dan partikel-partikel terdispersi di dalamnya. Rokok mengandung lebih dari 4000 senyawa kimia dan sebagian besar
bahan atau senyawa-senyawa tersebut bersifat toksik bagi berbagai macam sel dalam tubuh, seperti karbon monoksida CO, hidrogen sianida HCN, dan
oksida nitrogen, nitrosamin, formaldehid. Zat-zat ini dapat memberikan efek toksiknya dengan mekanisme spesifik dan pada sel-sel atau unit-unit
makromolekuler sel tertentu terutama pada sistem pernapasan Kuschner Blanc, 2007.
Salah satu efek tidak langsung dari kebiasaan merokok adalah menyebabkan mortalitas dengan meningkatkan berbagai penyakit degeneratif
pada beberapa sistem organ, yaitu sistem pernafasan, sistem kardiovaskular, sistem gastrointestinal, sistem muskuloskeletal, kulit, sistem syaraf, dan sistem
imun Hukkanen dkk, 2005; McPhee Pignone, 2007.
Data lain juga menyatakan hal serupa, yaitu telah dijumpai angka mortalitas terbesar akibat rokok adalah penyakit pada sistem kardiovaskular, yaitu
sebesar 37, kanker sebesar 28 dan penyakit paru obstruktif kronis PPOK sebesar 26 Barber et al., 2008. Dampak negatif akibat asap rokok tersebut
tidak hanya mengancam para perokok, namun juga orang di sekitar perokok yang ikut menghirup asap rokok yang disebut perokok pasif. Fenomena perokok pasif
ini seringkali terjadi di tempat dengan oarng-orang yang berdiam secara rutin dan dalam waktu lama di suatu tempat, salah satunya adalah tempat kerja. Oleh
karenanya telah banyak yang menghubungkan perilaku merokok dengan kesehatan kerja, sebab perilaku merokok terutama di tempat kerja ini tidak hanya
membahayakan kesehatan perokok sendiri tapi juga berpotensi membahayakan kesehatan pekerja lain yang ikut menghirup asap rokok di tempat kerja.
Menurut Takala 2005 sebanyak 200.000 pekerja meninggal setiap tahun karena paparan asap rokok orang lain di tempat kerja. Kematian karena paparan
asap rokok orang lain ini merupakan 1 dari 7 penyebab kematian akibat kerja. Stark et al 2007 menyatakan bahwa pekerja yang tidak terlindungi dari asap
rokok orang lain AROL di tempat kerja telah diketahui mampu meningkatkan kadar 4-methylnitrosamino-1-3-pyridyl-1-butanol NNAL sebagai biomarker
4-methylnitrosamino-1-3-pyridyl-1-butanone NNK dalam urine. Senyawa NNK ini merupakan zat karsinogen berbahaya yang berperan penting sebagai
penyebab kanker paru. Penelitian Nurjanah dkk 2014 tentang dampak paparan asap rokok orang lain AROL di tempat kerja, menemukan sebanyak 14 orang
20 dari 70 pekerja telah mengalami gangguan restriksi penyempitan ringan, dan obstruksi ringan hingga sedang sebanyak 2 orang 2,9.
Penelitian BTCI pada tahun 2014 menyatakan bahwa dari 200 pekerja bar dan restoran di Kabupaten Badung Bali, sebanyak 44 adalah perokok aktif dan
56 pekerja adalah perokok pasif. Selain itu juga diketahui sebanyak 30 pekerja mengalami gangguan fungsi paru akibat asap rokok di tempat kerja.
Penelitian lain yang dilakukan Nurjanah dkk 2014 tentang paparan asap rokok di bar dan restoran Kota Semarang menemukan dari 70 orang sampel, sebanyak
81,4 pekerja adalah perokok pasif yang berarti 18,6 pekerja lainnya adalah perokok aktif. Selain itu dari 13 lokasi, terdapat 4 lokasi 30,8 dengan kualitas
udara PM2.5 yang tidak sehat dan 4 lokasi 30,8 menunjukkan level PM2.5 yang sangat tidak sehat.
Menurut Cameron et al 2010, rata-rata PM2.5 akan meningkat sekitar 30 tiap ada penambahan orang merokok dalam jarak 1 meter dari monitor,
dengan situasi tersebut diperkirakan rata-rata paparan orang yang berada setinggi atau di atas kepala perokok akan meningkat sekitar 50. Hal ini berarti paparan
asap rokok sangat berpengaruh dalam status kualitas udara di tempat kerja. Dalam upaya mengontrol paparan asap rokok di tempat kerja, telah banyak
upaya pengendalian yang dilakukan salah satunya dengan penerapan perda Kawasan Tanpa Rokok KTR. Di Propinsi Bali telah ditetapkan Perda Propinsi
Bali Nomor 10 Tahun 2011 tentang kawasan tanpa rokok. Perda KTR ini mengatur pelarangan merokok di 7 kawasan meliputi tempat bermain anak,
tempat ibadah, fasilitas kesehatan, angkutan umum, tempat kerja, dan tempat umum. Perda ini diterapkan dengan tujuan melindungi hak masyarakat untuk
menghirup udara sehat yang bebas asap rokok Pemerintah Daerah Provinsi Bali, 2011. Tiap kabupatenkota di Propinsi Bali juga telah menerapkan perda masing-
masing tentang KTR, salah satunya Kota Denpasar yang telah mengeluarkan Perda Nomor 7 Tahun 2013 tentang KTR.
Banyak pemilik usaha yang takut mengalami pengeluaran tambahan dalam merealisasikan kebijakan ini, namun nyatanya kebijakan ini memberikan dampak
positif yang jauh lebih besar bagi perusahaan. Lopez et al 2011 merilis hasil penelitian yang dilakukan di Meksiko, yaitu penerapan peraturan KTR tidak akan
berdampak negatif terhadap keuangan restauran, melainkan justru berdampak positif. Menurut Scollo et al 2003 tidak terdapat dampak negatif penerapan KTR
terhadap keuangan hotel, justru hal ini bisa melindungi para pekerja dan pengelola sendiri dari racun yang dihasilkan oleh asap rokok, di mana hal ini justru
membantu untuk mencegah dari biaya kesehatan.
2.2 Teori Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku PSP