Perubahan Tagline Peringatan dan Perilaku Merokok
i
DAN PERILAKU MEROKOK
(Studi Korelasional Perubahan
Tagline
Peringatan Iklan Rokok di
Televisi Dari “Rokok Dapat Menyebabkan Kanker, Serangan Jantung,
Impotensi dan Gangguan Kehamilan dan Janin” menjadi “Merokok
Membunuhmu” dan Perilaku Merokok Mahasiswa di Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara)
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
sarjana program Strata 1 (S1) pada Departemen Ilmu
Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Sumatera Utara
Diajukan Oleh:
Wy Angga Agascy Rhamadana
100904107
Program Studi Jurnalistik
DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
(2)
PERUBAHAN TAGLINE PERINGATAN DAN PERILAKU
MEROKOK
SKRIPSI
WY ANGGA AGASCY RHAMADANA
100904107
DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
(3)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI
Lembar Persetujuan Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan oleh
Nama : Wy Angga Agascy Rhamadana
NIM : 100904107
Departemen : Ilmu Komunikasi
Judul Informasi : Perubahan Tagline Peringatan dan Perilaku Merokok
(Studi Korelasional Perubahan Tagline Peringatan Iklan Rokok di Televisi Dari “Rokok Dapat Menyebabkan Kanker, Serangan Jantung, Impotensi dan Gangguan Kehamilan dan Janin” menjadi “Merokok Membunuhmu” dan Perilaku Merokok Mahasiswa di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara)
Medan, 28 Februari 2015
Dosen Pembimbing Ketua Departemen
Dr. Iskandar Zulkarnain, M.Si Dra. Fatma Wardy Lubis, MA NIP. 197711062005011001 NIP. 196208281987012001
Dekan FISIP
(4)
NIP. 196805251992031002 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
HALAMAN PENGESAHAN Skripsi ini diajukan oleh :
Nama : Wy Angga Agascy Rhamadana NIM : 100904107
Departemen : Ilmu Komunikasi
Judul Skripsi : PERUBAHAN TAGLINE PERINGATAN DAN PERILAKU MEROKOK
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Komunikasi pada Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.
Majelis Penguji
Ketua Penguji : ________________________
Penguji : ________________________
Penguji Utama : ________________________ Ditetapkan di : Medan
(5)
PERNYATAAN ORISINALITAS
Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, semua sumber baik baik yang dikutip maupun dirujuk sudah dicantumkan sumbernya dengan benar. Jika dikemudian hari saya terbukti melakukan pelanggaran (plagiat) maka saya bersedia diproses sesuai dengan hokum yang berlaku.
Nama : Wy Angga Agascy Rhamadana NIM : 100904107
Tanda Tangan : Tanggal :
(6)
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT, berkat rahmat dan kuasa-Nya yang telah dilimpahkan kepada peneliti sehingga dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini untuk melengkapi gelar kesarjanaan pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.
Dalam penulisan skripsi ini, peneliti menyadari banyaknya dukungan serta bantuan baik secara moril maupun materil dari berbagai pihak, khususnya kepada kedua orang tua terkasih, Agus Sugandi dan Ida Linda Yani atas segala cinta kasih, doa serta dukungan yang terus mengalir tanpa henti sehingga peneliti mampu menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Tidak lupa pula dukungan dari saudara serta rekan-rekan tercinta yang telah memberikan banyak masukan dan dukungan tanpa henti.
Dalam kesempatan ini, peneliti juga ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Dekan FISIP USU Prof. Dr. Badaruddin, M.Si
2. Ketua Departemen Ilmu Komunikasi Dra. Fatma Wardy Lubis, MA
3. Dr. Iskandar Zulkarnain M.Si selaku dosen pembimbing skripsi sekaligus pembimbing akademik yang telah bersedia meluangkan waktu dan memberikan ilmu yang sangat berharga selama proses bimbingan skripsi berlangsung.
4. Bapak dan Ibu dosen Ilmu Komunikasi yang telah memberikan bekal pengetahuan selama masa perkuliahan berlangsung.
5. Sahabat Mabeskom10, Ade Tia Nuansyara, Ardana Basyra, Ananda Ramadhan, Billy Iskandar, Bakhtiar Widodo, Ditta Maharani, Fitra Atahari, Indra Wahyudi, Takdir Julianda, Nia Ervina Tiurlan, Muhammad Ghozalli, Muhammad Amal, Muhammad Zaelani, Muhammad Rivanda dan Risyad Arif yang telah menemani dari awal perkuliahan sampai penulisan skripsi.
6. Mahasiswa FISIP USU yang telah bersedia menjadi responden dalam skripsi ini.
(7)
Peneliti menyadari sepenuhnya bahwa tulisan ini masih memiliki banyak kekurangan, maka dari itu dengan segala kerendahan hati, peneliti sangat mengharapkan kritik dan saran guna membangun penyempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca.
Medan, 6 Januari 2015
Peneliti,
(8)
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai civitas akademik Universitas Sumatera Utara, saya yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama : Wy Angga Agascy Rhamadana NIM : 100904107
Departemen : Ilmu Komunikasi
Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas : Universitas Sumatera Utara Jenis Karya : Skripsi
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Sumatera Utara Hak Bebas Royalti Non Eksklusif (Non
Exclusif Royalty – Free Rights) atas karya ilmiah saya yang berjudul Perubahan
Tagline Peringatan dan Perilaku Merokok (Studi Korelasional Perubahan Tagline
Peringatan Iklan Rokok di Televisi Dari “Rokok Dapat Menyebabkan Kanker, Serangan Jantung, Impotensi dan Gangguan Kehamilan dan Janin” menjadi “Merokok Membunuhmu” dan Perilaku Merokok Mahasiswa di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara) beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalty Noneksklusif ini Universitas Sumatera Utara berhak menyimpan, mengalih media/format-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat dan mempublikasikan tugas akhir saya tanpa meminta izin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya. Dibuat di : Medan
Pada Tanggal : 28 Februari 2015 Yang Menyatakan
(9)
ABSTRACT
This study titled Change Tagline Warning On Cigarette Advertising and Behavioral Smoking (Correlational Study Tagline Change Warning on Cigarette Ads on Television From "Smoking Can Cause Cancer, Heart Attack, Impotence and Disorders of Pregnancy and Fetal" to "Smoking kill" and Smoking Behavior of Students in Faculty of Social and Political Sciences, University of North Sumatra). Tagline change warnings on cigarette advertising on television became "Smoking kill" gives the impression of repressive and threatening to represents the dangers of smoking to society would have caused a variety of responses from those who see it. In the context of this study, the research subject is the students who smoke and of course aware of the changes tagline warning on cigarette advertising on television.
This study aimed to determine the relationship changes tagline warning on cigarette advertising on television is the smoking behavior of students, especially in the Faculty of Social USU. This study uses quantitative correlation method, which aims to give a percentage for each category of questions from the questionnaire. The collected data will be processed in accordance with the stages then tabulated and analyzed, will be given further discussion and interpret. Supporting the theory used in this study, among others, Theory of Communication, Mass Communication Theory, Theory of Advertising, 7C Theory, Tagline and Cognitive Dissonance Theory.
The population in this study is the whole FISIP USU Student class of 2011 and 2012, amounting to 2121 people. The samples using Taro Yamane formula of the population earned 95 respondents from the class of 2011 and 2012. The sampling technique using Proportionate nonprobability sampling where each department determined the number of respondents who would be investigated further using purposive sampling and accidental sampling. The technique of collecting data using questionnaires, to analyze the data of this study using a single table and cross table. Questionnaires in this study was conducted over four days from the date of December 15, 2014 through December 18, 2014.
After the analysis, the obtained 37.9% of students reduce their cigarette consumption after the change tagline warning on cigarette advertising on television became "Smoking kill".
(10)
ABSTRAK
Penelitian ini berjudul Perubahan Tagline Peringatan Pada Iklan Rokok dan Perilaku Merokok(Studi Korelasional Perubahan Tagline Peringatan di Iklan Rokok di Televisi Dari “Rokok Dapat Menyebabkan Kanker, Serangan Jantung, Impotensi dan Gangguan Kehamilan dan Janin” menjadi “Merokok Membunuhmu” dan Perilaku Merokok Mahasiswa di Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara). Perubahan tagline peringatan pada
iklan rokok di televisi menjadi “Merokok Membunuhmu” memberi kesan represif dan mengancam untuk mereprentasikan bahaya merokok kepada masyarakat tentu akan menimbulkan berbagai tanggapan dari mereka yang melihatnya. Dalam konteks penelitian ini yang menjadi subjek penelitian adalah mahasiswa yang merokok dan tentu mengetahui akan perubahan tagline peringatan pada iklan rokok di televisi tersebut.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan perubahan tagline peringatan pada iklan rokok di televisi tersebut dengan perilaku merokok mahasiswa khususnya di FISIP USU. Penelitian ini menggunakan metode korelasional kuantitatif, yang bertujuan memberikan persentase pada setiap kategori pertanyaan dari kuesioner. Data yang terkumpul akan diproses sesuai dengan tahapan kemudian ditabulasi dan dianalisis, selanjutnya akan diberikan pembahasan dan menginterpretasikannya. Teori pendukung yang digunakan dalam penelitian ini antara lain, Teori Komunikasi, Teori Komunikasi Massa, Teori Iklan, Teori 7C, Teori Tagline dan Teori Disonansi Kognitif.
Populasi dalam penelitian ini adalah Seluruh Mahasiswa FISIP USU angkatan 2011 dan 2012 yang berjumlah 2121 orang. Penentuan sampel menggunakan rumus Taro Yamane dari populasi keseluruhan diperoleh 95 responden dari angkatan 2011 dan 2012. Teknik penarikan sampel menggunakan Proportionate Nonprobability Sampling dimana masing-masing departemen ditentukan jumlah responden yang akan di teliti selanjutnya menggunakan Purposive Sampling dan
Accidental Sampling. Teknik pengumpulan data menggunakan kuisioner, dalam
menganalisis data penelitian ini menggunakan tabel tunggal dan tabel silang. Penyebaran kuesioner dalam penelitian ini dilaksanakan selama empat hari dari tanggal 15 Desember 2014 sampai 18 Desember 2014.
Setelah melakukan analisis, maka diperoleh 37,9% mahasiswa mengurangi jumlah konsumsi rokok mereka setelah perubahan tagline peringatan pada iklan rokok di televisi menjadi “Merokok Membunuhmu”.
(11)
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
LEMBAR PERSETUJUAN ... ii
LEMBAR PENGESAHAN ... iii
LEMBAR PENYATAAN ORISINALITAS ... iv
KATA PENGANTAR ... v
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... vii
ABSTRAK ... viii
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR TABEL ... xii
DAFTAR GAMBAR ... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ... xv
BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Masalah ... 1
1.2Perumusan Masalah ... 5
1.3Pembatasan Masalah ... 5
1.4Tujuan Penelitian ... 6
1.5Manfaat Penelitian ... 6
BAB II URAIAN TEORITIS 2.1 Kerangka Teori... 7
2.1.1 Komunikasi ... 7
2.1.2 Komunikasi Massa ... 8
2.1.2.1 Pengertian Komunikasi Massa ... 8
2.1.2.2 Unsur-unsur Komunikasi Massa ... 10
2.1.2.3 Proses Komunikasi Massa ... 12
2.1.2.4 Fungsi Komunikasi Massa ... 13
2.1.2.5 Tujuan Komunikasi Massa ... 14
2.1.2.6 Peran Media Massa ... 15
2.1.3 Iklan ... 15
2.1.3.1 Pengertian Iklan ... 15
2.1.3.2 Unsur-Unsur Iklan ... 17
2.1.3.3 Kategori Iklan ... 17
2.1.4 Tagline ... 17
2.1.5 Teori 7C ... 18
(12)
2.2 Kerangka Konsep ... 23
2.3 Variabel Penelitian ... 25
2.4 Definisi Operasional... 25
2.5 Hipotesis ... 27
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Deskripsi Lokasi Penelitian ... 28
3.2 Metode Penelitian ... 32
3.3 Populasi dan Sampel ... 32
3.4 Teknik Penarikan Sampel ... 34
3.5 Teknik Pengumpulan Data ... 36
3.6 Instrumen Penelitian ... 37
3.6.1 Uji Validitas ... 37
3.6.2 Uji Reliabilitas ... 39
3.7 Teknik Analisis Data ... 39
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tahap Pelaksanaan Penelitian ... 41
4.1.1 Tahap Awal/Perizinan ... 41
4.1.2 Tahap Pengumpulan Data ... 41
4.1.3 Tahap Pengolahan Data ... 42
4.2 Analisis Tabel Tunggal ... 43
4.2.1 Karakteristik Responden ... 43
4.2.2 Pesan Pada Perubahan Tagline Peringatan di Iklan Rokok di Televisi ... 45
4.2.3 Perilaku Merokok Mahasiswa Setelah Perubahan Tagline Peringatan .... 59
4.3 Analisis Tabel Silang ... 66
4.4 Uji Hipotesis ... 70
4.5 Pembahasan ... 72
BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan ... 76
5.2 Saran ... 76
DAFTAR REFERENSI ... 78 LAMPIRAN
(13)
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
1. Variabel Penelitian ... 25
2. Jumlah Populasi Angkatan 2011-2012... 33
3. Jumlah Responden Angkatan 2011-2012 ... 36
4. Hasil Uji Validitas Data Karakteristik Responden... 37
5. Hasil Uji Validitas Data Perubahan Tagline Peringatan Iklan Rokok di Televisi ... 38
6. Hasil Uji Validitas Data Perilaku Merokok Mahasiswa ... 38
7. Hasil Uji Reliabilitas ... 39
4.1 Departemen/Program Studi ... 44
4.2 Penekanan Nilai Kesehatan Pada Tagline Peringatan ... 45
4.3 Ketegasan Peringatan Bahaya Merokok Pada Tagline ... 45
4.4 Lebih Baik Atau Tidaknya Tagline Peringatan Yang Baru Dibandingkan Tagline Peringatan Yang Lama ... 46
4.5 Kesesuain Pesan Tagline Peringatan Dengan Nilai Kesehatan.... 47
4.6 Makna Pesan Tagline Peringatan Dalam Menyadarkan Akan Bahaya Merokok ... 48
4.7 Kemudahan Memahami Makna Pesan Dalam Tagline ... 49
4.8 Keefektifan Makna Pesan Tagline Peringatan ... 50
4.9 Kemudahan Mengingat Makna Pesan Tagline Peringatan ... 51
4.10 Kesingkatan, Kepadatan dan Ketepatan Makna Pesan Tagline ... 52
4.11 Keseringan Melihat Tagline Peringatan ... 53
4.12 Kekonsistenan Penyematan Tagline Peringatan ... 54
4.13 Pencantuman Tagline Peringatan di Acara Yang Disponsori Produsen Rokok ... 55
4.14 Ketepatan Televisi Sebagai Media Untuk Mensosialisasikan Tagline Peringatan ... 56
4.15 Kemudahan Tagline Peringatan Dalam Memperingatkan Bahaya Merokok Kepada Masyarakat ... 57
4.16 Keefektifan Media Televisi Untuk Menyampaikan Tagline Peringatan Dibanding Media Lain ... 58
(14)
4.17 Perubahan Frekuensi Merokok Mahasiswa Setelah Perubahan Tagline Peringatan ... 59 4.18 Pengurangan Frekuensi Merokok Mahasiswa Setelah Perubahan Tagline Peringatan ... 60 4.19 Pengurangan Jumlah Konsumsi Rokok Mahasiswa Setelah
Perubahan Tagline Peringatan... 61 4.20 Perubahan Kebutuhan Mahasiswa Terhadap Rokok Setelah
Perubahan Tagline Peringatan... 62 4.21 Pengurangan Kebutuhan Mahasiswa Terhadap Rokok Setelah Perubahan Tagline Peringatan... 63 4.22 Perubahan Ketergantungan Mahasiswa Terhadap Rokok Setelah Perubahan Tagline Peringatan... 64 4.23 Pengurangan Ketergantungan Mahasiswa Terhadap Rokok Setelah Perubahan Tagline Peringatan... 65 4.24 Penekanan Nilai Kesehatan Pada Tagline Peringatan dan
Pengurangan Kebutuhan Mahasiswa Terhadap Rokok... 66 4.25 Kesesuaian Pesan Tagline Peringatan Dengan Nilai Kesehatan dan Perubahan Ketergantungan Mahasiswa Terhadap Rokok... 67 4.26 Keefektifan Makna Pesan Tagline Peringatan dan Pengurangan
Jumlah Konsumsi Rokok Mahasiswa ... 68 4.27 Kekonsistenan Disematkannya Tagline Peringatan dan Perubahan
Kebutuhan Mahasiswa Terhadap Rokok ... 69 4.28 Keefektifan Media Televisi Untuk Menyampaikan Tagline
Peringatan Dibandingkan Media Lain dan Pengurangan Frekuensi Merokok Mahasiswa ... 70 4.29 Koefisian Korelasi Spearman Rho ... 71
(15)
DAFTAR GAMBAR
(16)
DAFTAR LAMPIRAN
1. Tabel Fortran Cobol 2. Kuesioner
3. Surat Izin Penelitian
4. Lembar Catatan Bimbingan Skripsi 5. Biodata
(17)
ABSTRACT
This study titled Change Tagline Warning On Cigarette Advertising and Behavioral Smoking (Correlational Study Tagline Change Warning on Cigarette Ads on Television From "Smoking Can Cause Cancer, Heart Attack, Impotence and Disorders of Pregnancy and Fetal" to "Smoking kill" and Smoking Behavior of Students in Faculty of Social and Political Sciences, University of North Sumatra). Tagline change warnings on cigarette advertising on television became "Smoking kill" gives the impression of repressive and threatening to represents the dangers of smoking to society would have caused a variety of responses from those who see it. In the context of this study, the research subject is the students who smoke and of course aware of the changes tagline warning on cigarette advertising on television.
This study aimed to determine the relationship changes tagline warning on cigarette advertising on television is the smoking behavior of students, especially in the Faculty of Social USU. This study uses quantitative correlation method, which aims to give a percentage for each category of questions from the questionnaire. The collected data will be processed in accordance with the stages then tabulated and analyzed, will be given further discussion and interpret. Supporting the theory used in this study, among others, Theory of Communication, Mass Communication Theory, Theory of Advertising, 7C Theory, Tagline and Cognitive Dissonance Theory.
The population in this study is the whole FISIP USU Student class of 2011 and 2012, amounting to 2121 people. The samples using Taro Yamane formula of the population earned 95 respondents from the class of 2011 and 2012. The sampling technique using Proportionate nonprobability sampling where each department determined the number of respondents who would be investigated further using purposive sampling and accidental sampling. The technique of collecting data using questionnaires, to analyze the data of this study using a single table and cross table. Questionnaires in this study was conducted over four days from the date of December 15, 2014 through December 18, 2014.
After the analysis, the obtained 37.9% of students reduce their cigarette consumption after the change tagline warning on cigarette advertising on television became "Smoking kill".
(18)
ABSTRAK
Penelitian ini berjudul Perubahan Tagline Peringatan Pada Iklan Rokok dan Perilaku Merokok(Studi Korelasional Perubahan Tagline Peringatan di Iklan Rokok di Televisi Dari “Rokok Dapat Menyebabkan Kanker, Serangan Jantung, Impotensi dan Gangguan Kehamilan dan Janin” menjadi “Merokok Membunuhmu” dan Perilaku Merokok Mahasiswa di Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara). Perubahan tagline peringatan pada
iklan rokok di televisi menjadi “Merokok Membunuhmu” memberi kesan represif dan mengancam untuk mereprentasikan bahaya merokok kepada masyarakat tentu akan menimbulkan berbagai tanggapan dari mereka yang melihatnya. Dalam konteks penelitian ini yang menjadi subjek penelitian adalah mahasiswa yang merokok dan tentu mengetahui akan perubahan tagline peringatan pada iklan rokok di televisi tersebut.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan perubahan tagline peringatan pada iklan rokok di televisi tersebut dengan perilaku merokok mahasiswa khususnya di FISIP USU. Penelitian ini menggunakan metode korelasional kuantitatif, yang bertujuan memberikan persentase pada setiap kategori pertanyaan dari kuesioner. Data yang terkumpul akan diproses sesuai dengan tahapan kemudian ditabulasi dan dianalisis, selanjutnya akan diberikan pembahasan dan menginterpretasikannya. Teori pendukung yang digunakan dalam penelitian ini antara lain, Teori Komunikasi, Teori Komunikasi Massa, Teori Iklan, Teori 7C, Teori Tagline dan Teori Disonansi Kognitif.
Populasi dalam penelitian ini adalah Seluruh Mahasiswa FISIP USU angkatan 2011 dan 2012 yang berjumlah 2121 orang. Penentuan sampel menggunakan rumus Taro Yamane dari populasi keseluruhan diperoleh 95 responden dari angkatan 2011 dan 2012. Teknik penarikan sampel menggunakan Proportionate Nonprobability Sampling dimana masing-masing departemen ditentukan jumlah responden yang akan di teliti selanjutnya menggunakan Purposive Sampling dan
Accidental Sampling. Teknik pengumpulan data menggunakan kuisioner, dalam
menganalisis data penelitian ini menggunakan tabel tunggal dan tabel silang. Penyebaran kuesioner dalam penelitian ini dilaksanakan selama empat hari dari tanggal 15 Desember 2014 sampai 18 Desember 2014.
Setelah melakukan analisis, maka diperoleh 37,9% mahasiswa mengurangi jumlah konsumsi rokok mereka setelah perubahan tagline peringatan pada iklan rokok di televisi menjadi “Merokok Membunuhmu”.
(19)
BAB I PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang Masalah
Iklan pada dasarnya merupakan wadah yang kita manfaatkan untuk mendukung dan membangun realitas dari produk yang kita iklankan. Sehingga penonton ataupun pembaca yang melihat iklan tersebut akan menjadi yakin bahwa apa yang diiklankan mewakili hal yang sesungguhnya. Begitu pula dengan iklan rokok yang banyak memanipulasi pemaknaan iklannya bahwa rokok adalah produk yang inspiratif, bercita rasa, dan memiliki kesan ekslusif. Para pembuat iklan rokok meracuni pikiran masyarakat dengan pesan-pesan yang menyesatkan terutama bagi kaum muda. Iklan rokok adalah iklan yang membawa pesan
subliminal yang merupakan turunan dari teori persepsi subliminal.
Persepsi Subliminal adalah pemikiran bahwa seseorang dapat dipengaruhi oleh rangsangan yang tidak mereka sadari (Severin & Tankard, 2005: 95). Pertama kali Persepsi Subliminal dikenal secara umum pada tahun 1957 ketika James M. Vicary dari Subliminal Projection Company mencoba menjual sebuah proyektor khusus. Alat itu bisa menampilkan pesan setiap lima detik saat film berlangsung. Pesan ditampilkan sangat singkat dalam durasi 1/3,000 detik.
Pesan subliminal adalah pesan atau stimulus yang diserap oleh persepsi dan alam otak bawah sadar yang diterima melalui gambar yang diulang-ulang. Pesan atau stimulus cepat melintas sebelum individu dapat memprosesnya, sehingga mengganggu pengolahan pesan. Pesan-pesan
subliminal ini perlahan-lahan akan mempengaruhi dan mengubah pikiran
sadar dari otak seseorang (Shrum, 2010:vii).
Bahrami, dari UCL Institute of Cognitive Neuroscience and the UCL
Department of Psychology, mengatakan: “What's interesting here is that
your brain does log things that you aren't even aware of and can't ever become aware of. We show that there is a brain response in the primary visual cortex to subliminal images that attract our attention -- without us
having the impression of having seen anything”.
Sebuah penelitian yang menggunakan FMRI (functional magnetic
resonance imaging) menunjukkan bahwa, ketika sebuah pesan yang
berupa gambar diberikan kepada komunikan tanpa dia sadari, namun pesan tersebut mencapai retina pesan tersebut sebenarnya membawa dampak pada aktivitas otak yang terletak di bagian korteks visual utama. Otak komunikan dapat merespon objek gambar tersebut, meskipun si
(20)
komunikan sendiri tidak sadar bahwa dia telah melihat gambar yang diberikan (www.sciencedaily.com)
Sasaran iklan rokok dengan pesan-pesan subliminal yang menyanjung dan menyesatkan itu adalah para kaum muda padahal produk yang mereka tawarkan adalah benda yang sangat berbahaya. Bayangkan jika para kaum muda Indonesia terus-menerus diterpa oleh iklan rokok yang manipulatif ini tentu akan semakin banyak para pemuda dan juga kalangan dewasa yang terpengaruh oleh propaganda iklan-iklan rokok. Pesan dalam iklan rokok yang mempesona dan memainkan pikiran dengan menyembunyikan kenyataan bahwa rokok adalah produk dengan zat adiktif berbahaya harus dapat ditepis dari persepsi oleh siapa pun yang menonton ataupun melihatnya.
Merokok merupakan kebiasaan yang sangat tidak dianjurkan oleh semua kalangan karena selain mengganggu kesehatan individu perokok paparan asap rokok juga berbahaya bagi orang-orang di sekitar perokok. Rokok sangat berbahaya bagi kesehatan karena menimbulkan berbagai penyakit. Bahaya penyakit yang dapat ditimbulkan oleh rokok tentu sudah diketahui oleh sebagian besar orang mulai dari gangguan pernapasan, resiko penyakit jantung, impotensi dan gangguan pada kehamilan dan janin. Hal tersebut sudah tertera pada tagline peringatan yang berbunyi, “Rokok Dapat Menyebabkan Kanker, Serangan Jantung, Impotensi dan Gangguan Kehamilan dan Janin” yang terdapat di setiap bungkus produk rokok, iklan-iklan dibaliho pinggir jalan maupun iklan di televisi. Akan tetapi, tagline peringatan tersebut ditulis dengan porsi jauh lebih kecil dibandingkan gambar iklan yang dimuat pada bungkus rokok, baliho iklan, ataupun iklan di televisi. Sehingga orang hanya akan memperhatikan gambar iklan yang mencitrakan produk dibandingkan tagline peringatan yang terlampau panjang tersebut. Namun, saat ini telah muncul tagline peringatan baru yaitu: “Merokok Membunuhmu” disertai dengan angka 18+ yang dilingkari untuk mengingatkan bahwa merokok merupakan aktivitas yang membahayakan dan hanya boleh dijual kepada mereka yang telah berusia 18 tahun ke atas. Perubahan ini menyusul berlakunya peraturan pemerintah nomor 109 tahun 2012 tentang pengamanan bahan yang mengandung zat adiktif berupa rokok tembakau bagi kesehatan. Tetapi, jika disimak pada peraturan pemerintah nomor 109 tahun
(21)
2012,rumusan kalimat “Merokok Membunuhmu” sama sekali tidak ditemukan di sana. Hal ini berarti formulasi kalimat tersebut tidak berasal dari kebijakan pemerintah. Dalam peraturan ini, hanya ditentukan lamanya durasi pesan peringatan tersebut harus minimal sepuluh persen dari durasi total sebuah iklan produk rokok yang disiarkan ditelevisi. Sedangkan untuk iklan yang terdapat pada baliho dan bungkus rokok besar tulisan peringatan tersebut adalah lima belas persen dari total besar baliho ataupun bungkus rokok tersebut dan biasanya di tempatkan pada bagian paling bawah. Maka, jika durasi iklan tersebut tiga puluh detik berarti durasi munculnya tagline peringatan tersebut adalah tiga detik.
Tagline peringatan tersebut biasanya diletakkan dibagian akhir iklan dengan
durasi sangat singkat. Jika tagline peringatan di iklan rokok masih berisi informasi penyakit yang dapat disebabkan oleh rokok maka pemirsa bisa dipastikan tidak akan bisa menyelesaikan bacaan tersebut dalam waktu sesingkat itu. Walaupun begitu bila ditelaah lebih jauh, rumusan kalimat “Merokok Membunuhmu” juga belum tentu dapat menjadi rumusan yang paling tepat agar tagline peringatan tersebut dapat dibaca dalam durasi kurang dari lima detik karena disamping durasi yang terlampau singkat ukuran huruf atau tulisan dari tagline peringatan tersebut sangat kecil sehingga akan luput dari perhatian karena ditelan oleh pesan-pesan
subliminal dari iklan rokok tersebut.
Tagline peringatan yang awalnya berbentuk informatif berubah menjadi
kalimat bersifat represif yang lebih to the point, tidak bertele-tele dan tidak terlalu panjang untuk memberikan pemaknaan pesan yang lebih jelas terhadap bahaya dari morokok. Makna dari tagline peringatan tersebut memberikan kesan bahwa rokok adalah pembunuh yang paling dekat dengan orang yang merokok. Pemerintah sebenarnya telah melakukan tindakan serius untuk mengurangi angka perokok yang ada di Indonesia dengan membuat berbagai peraturan tentang pemasaran rokok yang tercantum dalam beberapa peraturan pemerintah. Namun, sesuatu yang cukup ironis terjadi di negara-negara berkembang seperti Indonesia. Ketika di negara-negara maju seperti di Eropa dan Amerika Serikat angka perokok telah jauh berkurang karena peraturan pemerintah yang ketat terhadap rokok dan mahalnya bea cukai yang di tetapkan bagi industri rokok membuat harga rokok di negara maju menjadi sangat mahal. Tetapi justru di
(22)
negara-negara berkembang seperti di Indonesia angka perokok sangat membludak karena masyarakat dari berbagai kalangan, tua dan muda, pelajar, mahasiswa, karyawan, pegawai negeri sipil, tentara, polisi, artis, penyanyi, politisi dan pejabat memiliki kebiasaan merokok. Bahkan anak-anak dibawah umur pun telah ada yang merokok karena mudahnya akses untuk mendapatkan produk rokok dimana saja dan dengan harga yang murah. Hal ini tentu memberi efek resiprokal (timbal-balik) terhadap perkembangan industri rokok di Indonesia yang terus berkembang semakin pesat.
Tercatat pada tahun 2003 bahwa bea cukai rokok merupakan penyumbang terbesar (95%) dari seluruh bea cukai pemerintah, dan penghasilan dari bea cukai rokok mencapai Rp 28 triliun pertahunnya (www.business-law.binus.ac.id). Secara total, bea cukai rokok menyumbang sembilan persen pendapat nasional pemerintah saat ini. Bahkan Industri rokok kretek (mesin dan linting) juga berpengaruh terhadap kesejahteraan rakyat karena dapat membuka lapangan kerja yang menyerap dua ratus ribu jiwa tenaga kerja langsung dan tidak kurang dari lima juta jiwa tenaga kerja tidak langsung. Bahkan, data terbaru yang tercatat dalam APBN 2014, terdapat kenaikan penerimaan bea cukai, dari Rp 104,7 triliun pada 2013 menjadi Rp 116,3 triliun. Ada kenaikan penerimaan sebesar Rp 11,6 triliun. "Kenaikan target tersebut cukup tinggi," dan bea cukai hasil tembakau berkontribusi sebesar 95 persen terhadap penerimaan bea cukai (www.tempo.com). Oleh karena itu, bagi pemerintah pilihan untuk melarang secara tegas rokok di Indonesia akan menjadi sebuah dilema. Karena, pada satu sisi rokok adalah musuh utama yang paling mengancam kesehatan masyarakat luas tetapi di sisi lain industri rokok adalah salah satu pondasi yang menyangga perekonomian Indonesia. Dengan begitu pemerintah hanya dapat membuat peraturan-peraturan sederhana yang hanya sedikit membatasi gerak dari geliat para produsen rokok untuk memasarkan produknya kepada masyarakat dan yang menjadi sasaran utama dari para produsen rokok adalah para kaum muda terutama pelajar dan mahasiswa yang sangat mudah dipengaruhi.
Berdasarkan uraian diatas, maka dalam penelitian ini peneliti tertarik untuk memfokuskan penelitian pada pengaruh perubahan tagline peringatan di iklan rokok dari “Merokok dapat menyebabkan Kanker, Serangan
(23)
Jantung,Impotensi, dan Gangguan Kehamilan dan Janin” menjadi “Merokok Membunuhmu” terhadap minat merokok mahasiswa di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Sumatera Utara (USU). Peneliti memilih lokasi penelitian di FISIP USU karena dilokasi kampus FISIP USU tidak terdapat larangan merokok oleh pihak kampus sehingga, banyak ditemukan mahasiswa yang merokok di sekitar lingkungan kampus FISIP USU. Penelitian ini juga merupakan salah satu kepedulian dan keprihatinan saya sebagai mahasiswa di FISIP USU karena melihat banyaknya mahasiswa FISIP USU yang merokok di areal sekitar kampus tanpa adanya larangan dari pihak kampus terhadap perilaku merokok di tempat umum terutama di sekitar lingkungan kampus. Kebiasan para mahasiswa yang merokok di sekitar areal kampus tentu dapat mengganggu mahasiswa lain yang tidak merokok. Karena kampus seharusnya merupakan tempat berlangsungnya berbagai kegiatan akademik, bukan sebagai tempat tongkrongan untuk merokok sembarangan.
1.2Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti merumuskan masalah sebagai berikut, “Sejauh mana korelasi perubahan tagline iklan rokok dari “Rokok Dapat Menyebabkan, Kanker, Serangan Jantung dan Gangguan Kehamilan dan Janin” menjadi “Merokok Membunuhmu” dan perilaku merokok mahasiswa di FISIP USU.”
1.3Pembatasan Masalah
Untuk membatasi ruang lingkup pembahasan penelitian agar tidak terlalu luas maka peneliti membatasi masalah sebagai berikut:
1. Penelitian berfokus pada pengaruh perubahan tagline peringatan di iklan rokok di televisi.
2. Penelitian hanya berupaya mencari korelasi perubahan tagline peringatan di iklan di televisi rokok dengan perilaku merokok mahasiswa di FISIP USU.
3. Objek yang diteliti adalah mahasiswa FISIP angkatan 2011-2012 yang masih aktif dalam perkuliahan. Pemilihan populasi tersebut berdasarkan pertimbangan peneliti dimana angkatan 2011-2012 masih lengkap dan
(24)
belum ada yang wisuda dan juga dengan pertimbangan untuk mempersempit ruang lingkup penelitian agar tidak memakan waktu yang terlalu lama.
1.4Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui sejauh mana hubungan antara perubahan tagline di iklan rokok terhadap perilaku merokok mahasiswa di FISIP USU.
2. Untuk mengetahui bagaimana perilaku merokok mahasiswa setelah tagline peringatan di iklan rokok berubah.
1.5Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :
1. Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan konstribusi positif terhadap pengetahuan dalam bidang komunikasi sebagai bahan referensi, bahan penelitian, dan sumber bacaan bagi mahasiswa Departemen Ilmu Komunikasi FISIP USU.
2. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan bagi peneliti tentang perubahan tagline peringatan iklan rokok terhadap perilaku merokok dan memperdalam pengetahuan peneliti mengenai teori-teori komunikasi khususnya mengenai iklan.
3. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan kepada mahasiswa yang ingin meneliti lebih mendalam tentang pengaruh perubahan tagline iklan rokok terhadap perilaku merokok dan juga bagi lembaga-lembaga yang kompeten yang memiliki tugas dan wewenang dalam membuat peraturan tentang pelarangan merokok.
(25)
BAB II
URAIAN TEORITIS
2.1Kerangka Teori
Kerangka teori menggambarkan dari teori yang mana suatu problem riset berasal, atau dengan teori yang mana problem itu dikaitkan (Lubis, 1998: 107). Dalam setiap penelitian memerlukan kejelasan titik tolak atau landasan bepikir dalam memecahkan atau menyoroti masalahnya. Dalam memberikan kejelasan pada penelitian ini, peneliti mengemukakan beberapa kerangka teori yang berkaitan dengan yang dilakukan. Adapun teori-teori yang dianggap relevan dengan penelitian ini adalah: Komunikasi, Komunikasi Massa, Iklan, Tagline, 7C, dan Disonansi Kognitif.
2.1.1 Komunikasi
Komunikasi merupakan unsur terpenting bagi kehidupan manusia. Manusia adalah makhluk sosial yang berinteraksi dengan manusia yang lain. Karena sejarah lahirnya manusia memiliki hasrat untuk menjadi satu dengan yang lainnya. Istilah komunikasi atau dalam bahasa inggris
communication berasal dari bahasa latin, communication, dan bersumber
dari kata communis yang berarti “sama”, yang diartikan sebagai proses penyamaan makna (Effendy, 2007: 9).
Jika ada dua orang terlibat dalam komunikasi, misalnya dalam bentuk percakapan, maka komunikasi akan terjadi atau berlangsung selama ada kesamaan makna mengenai apa yang dipercakapkan. Kesamaan bahasa yang dipergunakan dalam percakapan itu belum tentu menimbulkan kesamaan makna. Dengan kata lain, mengerti bahasanya saja belum tentu mengerti makna yang dibawakan oleh bahasa itu. Jelas bahwa percakapan kedua orang tadi dapat dikatakan komunikatif, apabila keduanya selain mengerti bahasa yang dipergunakan, juga mengerti makna dari materi yang dipercakapkan. Akan tetapi pengertian komunikasi yang dipaparkan di atas sifatnya dasariah, dalam arti kata bahwa komunikasi itu minimal harus mengandung kesamaan makna antara dua pihak yang terlibat. Dikatakan minimal, karena kegiatan komunikasi bukan hanya informatif, yakni agar orang lain mengerti dan tahu, tetapi juga persuasif, yaitu agar orang lain bersedia menerima suatu paham atau keyakinan; melakukan sesuatu perbuatan atau kegiatan, dan lain-lain.
(26)
Lasswell (Mulyana, 2005: 62), menerangkan cara terbaik menerangkan untuk menggambarkan komunikasi adalah dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut: Who Says What In Which Channel To Whom with What Effect?
Paradigma Lasswell di atas menunjukkan bahwa komunikasi meliputi lima unsur sebagai jawaban dari pertanyaan yang diajukan itu, yakni:
1. Komunikator (Communicator, source, sender) 2. Pesan (Message)
3. Media (Channel)
4. Komunikan (Communicant, communicate, receiver, receipeint) 5. Efek (Effect, impact, influence)
Jawaban bagi pertanyaan paradigma Lasswell merupakan unsur-unsur proses komunikasi yang meliputi komunikator, pesan, media, komunikan, dan efek (Effendy, 2004: 253).
Muhammad Arni (2005: 5) juga menjelaskan bahwa komunikasi didefinisikan sebagai, “Pertukaran pesan verbal dan non verbalantara si pengirim dengan si penerima pesan untuk mengubah tingkah laku”. Dengan begitu dapat disimpulkan bahwa komunikasi adalah proses pengiriman dan penyampaian pesan secara verbal maupun non verbal oleh seorang komunikator dengan tujuan untuk mengubah sikap, pendapat, perilaku, baik langsung secara lisan, maupun tidak langsung melalui media. Komunikasi yang baik harus disertai dengan adanya jalinan pergertian antara kedua belah pihak (komunikator dan komunikan), sehingga yang apa yang di sampaikan dapat diterima dan dimengerti.
2.1.2 Komunikasi Massa
2.1.2.1 Pengertian Komunikasi Massa
Komunikasi memiliki beberapa cabang ilmu lainnya, diantaranya ialah komunikasi massa. Banyak definisi tentang komunikasi massa yang telah dikemukakan para ahli komunikasi. Banyak ragam dan titik tekan yang dikemukakan. Namun, dari sekian banyak definisi itu ada benang merah kesamaan definisi satu sama lain. Pada dasarnya komunikasi massa adalah komunikasi melalui media massa (media cetak dan elektronik). Sebab, awal perkembangan kata media of mass communication (media komunikasi massa). Media massa menunjuk pada hasil produk teknologi modern sebagai saluran dalam komunikasi massa. Agar tidak ada kerancuan dan perbedaan persepsi tentang massa, ada baiknya kita membedakan arti massa dalam komunikasi massa
(27)
dengan massa dalam pengertian umum. Massa dalam arti komunikasi massa lebih menunjuk pada penerima pesan yang dalam sikap dan perilakunya berkaitan dengan peran media massa. Dengan kata lain, massa yang dalam sikap dan perilakunya berkaitan dengan peran media massa. Oleh karena itu, massa di sini menunjuk kepada khalayak, audience, penonton, pemirsa, atau pembaca. Beberapa istilah ini berkaitan dengan media massa. Sedangkan mass secara umum berbeda dengan pengertian massa dalam komunikasi.
Secara umum massa diartikan sebagai orang yang tidak saling mengenal, berjumlah banyak, anggotanya heterogen, berkumpul di suatu tempat dan tidak individualistis. Massa memiliki kesadaran diri yang rendah, tidak dapat bergerak dengan terorganisir, tidak bertindak untuk dirinya sendiri melainkan terdapat “dalang” di belakangnya yang berfungsi memanipulasi mereka. Ini berbeda pengertiannya bila dikaitkan dengan ilmu komunikasi. Massa dalam komunikasi lebih merujuk pada penerima pesan media massa atau disebut audience (www.kompasiana.com).
Devito (Nurudin, 2007: 12) menjelaskan definisi komunikasi massa sebagai berikut:“Pertama, komunikasi massa adalah komunikasi yang ditunjuk kepada massa, kepada khalayak yang luar biasa banyaknya. Ini tidak berarti bahwa khalayak meliputi seluruh penduduk atau semua orang yang membaca atau semua orang yang menonton televisi, agaknya ini tidak berarti pula bahwa khalayak itu besar dan pada umumnya agak sukar untuk didefinisikan. Kedua, komunikasi massa adalah komunikasi yang disalurkan oleh pemancar-pemancar yang berbentuk audio atau visual. Komunikasi massa barangkali akan lebih mudah dan lebih logis bila didefinisikan menurut bentuknya (televisi, radio, surat kabar, majalah, film, buku dan pita).”
Pool (Wiryanto, 2003: 3) menjelaskan:“Komunikasi massa sebagai komunikasi yang berlangsung dalam situasi interposed ketika antara sumber dan penerima tidak terjadi kontak secara langsung, pesan-pesan komunikasi mengalir kepada penerima melalui saluran-saluran media massa, seperti surat kabar, majalah, radio, film atau televisi.”
Komunikasi massa dapat didefinisikan ke dalam tiga ciri, yakni (Severin, Warner J & James W. Tankard, 2005: 4) :
1. Komunikasi massa diarahkan kepada audien yang relatif besar, heterogen dan anonim.
2. Pesan-pesan yang disebarkan secara umum sering dijadwalkan untuk dapat mencapai sebanyak mungkin anggota audien secara serempak dan sifatnya sementara.
3. Komunikator cenderung berada atau beroperasi dalam sebuah organisasi yang kompleks yang mungkin membutuhkan biaya besar.
(28)
Menurut Dominick (Ardianto dan Lukiati Komala, 2004:15), fungsi komunikasi massa terdiri atas surveillance (pengawasan), interpretation (penafsiran), linkage (keterkaitan), transmission of values (penyebaran nilai) dan entertainment (hiburan). Proses komunikasi massa tidaklah sama dengan media massa (organisasi yang memiliki teknologi yang memungkinkan terjadinya komunikasi massa). Media massa juga dapat dimanfaatkan untuk tujuan orang perorang (individu) atau organisasi. Media massa yang membawa pesan-pesan publik kepada masyarakat luas juga dapat memuat pesan-pesan pribadi (personal).
Dengan demikian, telah terjadi penyatuan (konvergensi) luas dan komunikasi dimana garis batas antara bidang publik dan pribadi serta komunikasi skala luas dan komunikasi individu semakin tidak jelas batasnya (Morissan, Wardhani dan Hamid. 2010: 8).
2.1.2.2 Unsur-Unsur Komunikasi Massa
Unsur komunikasi pada komunikasi secara umum juga berlaku bagi komunikasi massa. Secara ringkas proses sederhana komunikasi meliputi komunikator mengirimkan pesan melalui saluran kepada komunikan (penerima). Perbedaan komunikasi massa dengan komunikasi pada umumnya lebih berdasarkan pada jumlah pesan berlipat-lipat yang sampai pada penerima.Terkadang penerima bisa menerima pesan yang disampaikan secara serentak di tempat yang berbeda-beda. Dengan kata lain, penerimanya memiliki jumlah yang jauh lebih besar. Ada beberapa unsur dalam komunikasi massa, antara lain (Bungin, 2006: 71) :
1. Komunikator
Komunikator dalam komunikasi massa sangat berbeda dengan komunikator dalam bentuk komunikasi yang lain. Komunikator di sini meliputi jaringan, stasiun lokal, direktur, dan staf teknis yang berkaitan dengan sebuah acara televisi. Jadi, komunikator merupakan gabungan dari berbagai individu dalam sebuah lembaga media masa. Dengan demikian, komunikator dalam komunikasi massa bukan individu, tetapi kumpulan orang yang dominan, pada akhirnya ia akan terbatasi perannya oleh aturan kumpulan orang. Kumpulan orang itu bisa disebut organisasi, lembaga, institusi, atau jaringan. Jadi, apa yang dikerjakan oleh komunikator dalam komunikasi massa itu “atas nama” lembaga dan bukan atas nama masing -masing individu dalam lembaga tersebut.
2. Isi
Masing-masing media massa mempunyai kebijakan sendiri-sendiri dalam pengelolaan isinya. Sebab, masing-masing media melayani masyarakat yang beragam juga menyangkut individu atau kelompok sosial. Media massa menggali semua peristiwa yang terjadi di masyarakat dan dikembalikan lagi ke masyarakat yang dilayaninya. Di samping itu, media
(29)
massa tidak sekadar memberitakan, tetapi juga mengevaluasi dan menganalisis setiap kejadian tersebut.
3. Audience
Audience yang dimaksud dalam komunikasi massa sangat beragam, dari jutaan penonton televisi, ribuan pembaca buku, majalah, koran atau jurnal ilmiah. Masing-masing audience berbeda satu sama lain di antaranya dalam hal berpakaian, berpikir, menanggapi pesan yang diterimanya, pengalaman, dan orientasi hidupnya. Akan tetapi, masing-masing individu bisa saling mereaksi pesan yang diterimanya.
4. Umpan balik
Ada dua umpan balik (feedback) dalam komunikasi, yakni umpan balik langsung (immediated feedback) dan tidak langsung (delayed feedback). Umpan balik langsung terjadi jika komunikator dan komunikan berhadapan langsung atau ada kemungkinan bisa berbicara langsung. Misalnya, dalam komunikasi antarpribadi yang melibatkan dua orang atau komunikasi kelompok. Umpan balik secara tidak langsung, misalnya bisa ditunjukkan dalam letter to the editor/surat pembaca/pembaca menulis. Dalam rubrik ini biasanya sering kita lihat koreksi pembaca atas berita atau gambar yang ditampilkan media cetak. Tidak terkecuali dengan kritikan yang ditujukan pada pihak media yang bersangkutan. Umpan balik merupakan bahan yang direfleksikan kepada sumber/komunikan setelah dipertimbangkan dalam waktu tertentu sebelum dikirimkan.
5. Gangguan
Ada dua jenis gangguan dalam komunikasi massa, yaitu gangguan saluran dan gangguan semantik. Untuk lebih jelasnya akan diuraikan dibawah ini: 1. Gangguan Saluran
Gangguan dalam saluran komunikasi massa biasanya selalu ada. Di dalam media gangguan berupa sesuatu hal, seperti kesalahan cetak, kata yang hilang, atau pragraf yang dihilangkan dari surat kabar.gangguan juga bisa disebabkan oleh faktor luar. Misalnya sepanjang menonton acara televisi atau membaca koran ada dua pasang anak-anak yang berkelahi. Salah satu solusi untuk mengatasi gangguan terhadap saluran (misalnya) adalah pengulangn acara yang disajikan.
2. Gangguan Semantik
Gangguan yang berhubungan dengan saluran mungkin ada di mana-mana dan menjadi penghambat dalam komunikasi massa, tetapi tidak demikan halnya dengan gangguan semantik (kata). Semantik bisa diartikan sebagai ilmu bahasa yang mempelajari tentang tata kalimat. Oleh karena itu, gangguan semantik berarti gangguan yang berhubungan dengan bahasa. Gangguan semantik lebih rumit, kompleks, dan sering kali muncul. Bisa dikatakan, gangguan semantik adalah gangguan dalam proses komunikasi yang diakibatkan oleh pengirim atau penerima pesan itu sendiri.
(30)
6. Gatekeeper
Gatekeeper adalah penyeleksi informasi. Komunikasi massa dijalankan
oleh beberapa orang dalam organisasi media massa, orang inilah yang akan menentukan apakah sebuah informasi layak untuk di siarkan atau tidak disiarkan. Semua saluran media massa mempunyai sejumlah
gatekeeper. Mereka memainkan peranan dalam beberapa fungsi. Mereka
dapat menghapus pesan atau mereka bahkan bias memodifikasi dan menambah pesan atau mereka bahkan bisa memodifikasi dan menambah pesan yang akan disebarkan. Mereka pun bisa menghentikan sebuah informasi dan tidak membuka “pintu gerbang” (gate) bagi keluarnya informasi yang lain.
2.1.2.3 Proses Komunikasi Massa
Komunikassi massa berbeda dengan komunikasi tatap muka, karena sifat komunikasi massa melibatkan banyak orang, maka proses komunikasinya sangat kompleks dan rumit. Menurut McQuail (dalam Bungin, 2006: 74) proses komunikasi massa terlihat dalam bentuk:
1. Melakukan distribusi dan penerimaan informasi dalam skala yang besar. Proses komunikasi massa dilakukan dengan mendistribusikan informasi kemasyarakat dalam skala besar, sekali siaran, pemberitaan yang disebarkan dalam jumlah yang luas dan diterima oleh massa yang besar pula.
2. Proses komunikasi massa dilakukan searah, dari komunikator ke komunikan. Jika terjadi interaktif diantara komunikator dengan komunikan, itu sifatnya sangat terbatas. Dalam proses ini komunikatorlah yang mendominasi.
3. Proses komunikasi massa berlangsung secara asimetris, artinya komunikasi yang terjalin bersifat datar dan sementara, tidak berlangsung lama dan permanen.
4. Proses komunikasi massa juga berlangsung impersonal (non-pribadi) dan tanpa nama. Proses ini menjamin bahwa komunikasi massa akan sulit diidentifikasi siapa yang menjadi penggerak.
5. Proses komunikasi massa juga berlangsung berdasarkan pada hubungan kebutuhan di masyarakat. Seperti televisi dan radio yang melakukan penyiaran, karena adanya kebutuhan masyarakat akan informasi seperti pemberitaan yang ditunggu oleh masyarakat tersebut.
2.1.2.4 Fungsi Komunikasi Massa
Berton mengemukakan, bahwa fungsi aktivitas sosial memiliki dua aspek yaitu fungsi nyata (manifest function) adalah fungsi nyata yang diinginkan, kedua fungsi tidak nyata atau bersembunyi (latent function), yaitu fungsi yang tidak diinginkan (Bungin, 2006: 78). Sehingga pada masyarakat itu memiliki efek
(31)
fungsional dan disfungsional. Begitu pula dengan fungsi komunikasi massa, sebagai aktivitas sosial masyarakat, komunikasi massa juga mengalami hal yang serupa, beberapa fungsi komunikasi massa adalah sebagai berikut :
1. Fungsi Pengawasan
Fungsi pengawasan ini bisa berupa peringatan dan kontrol sosial maupun kegiatan persuasif. Pengawasan dan kontrol sosial dapat dilakukan untuk aktivitas preventif agar mencegah hal-hal yang tidak diinginkan. Media massa merupakan sebuah medium dimana dapat digunakan untuk pengawasan terhadap aktivitas masyarakat pada umumnya.
2. Fungsi Social Learning
Fungsi utama dari komunikasi massa melalui media massa adalah melakukan guiding dan pendidikan sosial kepada seluruh masyarakat. Media massa bertugas untuk memberikan pencerahan dimana komunikasi massa itu berlangsung. Komunikasi massa digunakan agar penyampaian bisa berlangsung secara efektif dan efisien.
3. Fungsi Penyampaian Informasi
Selain penyampaian pendidikan sosial, ada lagi fungsi utama komunikasi massa yaitu menyampaikan informasi kepada masyarakat luas. Komunikasi massa memungkinkan informasi dari institusi publik tersampaikan kepada masyarakat dengan luas dan dalam waktu yang cepat sehingga fungsi informatif dapat tercapai dengan cepat dan singkat.
4. Fungsi Transformasi budaya
Fungsi informatif metupakan fungsi statis yang tidak bisa berubah, tapi komunikasi massa memiliki fungsi lain yang bersifat statis yaitu fungsi transformasi budaya. Fungsi transformasi budaya ini menjadi sangat penting terkait dengan fungsi-fungsi lainnya terutama fungsi sosial learning. Komunikasi massa menjadi transformasi budaya yang dilakukan secara bersama-sama dengan semua komponen komunikasi massa, yang didukung oleh media massa. Akan tetapi fungsi transformasi budaya lebih kepada tugasnya yang besar sebagai bagian dari budaya global.
5. Fungsi Hiburan
Seirama dengan fungsi-fungsi lain komunikasi massa juga digunakan sebagai medium hiburan, terutama karena komunikasi massa menggunakan media massa, jadi fungsi-fungsi hiburan yang ada pada media massa juga merupakan bagian dari fungsi komunikasi massa.
2.1.2.5 Tujuan Komunikasi Massa
Dalam proses komunikasi pasti komunikator memiliki tujuan yang ingin disampaikan kepada komunikan setelah mendapatkan pesan. Tujuan-tujuan
(32)
tersebut dapat berupa perubahan persepsi, pendapat maupun sikap (Severin & Tankard, 2008: 13). Adapun tujuan-tujuan dari komunikasi massa, yaitu :
1. Untuk menjelaskan pengaruh-pengaruh komunikasi massa. Pengaruh ini mungkin yang diharapkan seperti pemberitaan kepada masyarakat selama pemilihan atau yang tidak diharapkan seperti menyebabkan peningkatan kekerasan dalam masyarakat.
2. Untuk menjelaskan manfaat komunikasi massa yang digunakan masyarakat. Melihat manfaat komunikasi massa oleh masyarakat menjadi lebih bermakna daripada melihat pengaruhnya. Pendekatan ini mengakui adanya peranan yang lebih aktif pada audiens komunikasi. Ada dua faktor yang digabung untuk memberikan tekanan yang lebih besar pada aktivitas audiens dan penggunaan komunikasi massa daripada pengaruhnya. Salah satu faktornya adalah bidang psikologi kognitif dan pemrosesan informasi. Faktor lain adalah perubahan teknologi dan komunikasi yang bergerak menuju teknologi yang semakin tidak tersentralisasi, pilihan pengguna yang lebih banyak, diversitas isi yang lebih besar dan keterlibatan yang lebih aktif dengan isi komunikasi oleh pengguna individual.
3. Untuk menjelaskan pembelajaran dari media massa.
4. Untuk menjelaskan peranan media massa dalam pembentukan pandangan-pandangan dan nilai-nilai masyarakat. Para politisi dan tokoh masyarakat sering memahami pentingnya peran komunikasi massa dalam pembentukan nilai-nilai dan pandangan dunia seperti mengkritik acara-acara atau film yang didasarkan oleh spekulasi.
2.1.2.6 Peran Media Massa
Komunikasi massa memerlukan media massa dalam prosesnya, Media massa adalah institusi yang berperan sebagai Agent Of change (Bungin, 2006: 85), yang merupakan pelopor perubahan. Dalam menjalankan paradigmanya media massa berperan sebagai :
1. Sebagai institusi pencerahan masyarakat, yaitu perannya sebagai media edukasi. Media massa menjadi media yang setiap mendidik masyarakat supaya cerdas, terbuka pikirannya, dan menjadi masyarakat yang maju.
2. Media massa menjadi media informasi, media yang setiap saat menyampaikan informasi kepada masyarakat, dengan informasi yang terbuka dan jujur.
(33)
3. Media massa menjadi media hiburan, media massa menjadi institusi budaya, pendorong agar perkembangan budaya itu bermanfaat bagi manusia dan mencegah budaya yang justru akan merusak peradaban manusia dan masyarakatnya.
2.1.3 Iklan
2.1.3.1 Pengertian Iklan
Iklan bukanlah media massa, tetapi ia mengandalkan pada media untuk menyampaikan pesannya. Pada awalnya, siaran iklan dipandang sebagai upaya untuk mempertahankan kelangsungan operasional stasiun penyiaran. Ketika itu, pendapatan yang diterima dari iklan hanya sebatas untuk membayar listrik, perawatan peralatan dan gedung atau untuk membayar honor pekerja. Belum ada pemikiran untuk menjadikan siaran iklan sebagai sumber keuntungan. Namun lambat laun iklan telah memberikan keuntungan yang besar kepada stasiun penyiaran.
Pesan tidak hanya disampaikan dalam komunikasi, tetapi pesan juga disampaikan lewat iklan. Iklan sebagai bentuk dari kegiatan promosi atau informasi dari perusahaan. Dalam dunia periklanan pesan yang disampaikan dalam iklan sangatlah penting dalam pencapaian tujuan iklan yang dimaksud, pemasang iklan harus memperhitungkan apa yang harus disampaikan agar mendapat tanggapan sesuai dengan yang diinginkan.
Mengenai iklan, Wright memberikan definisi iklan seperti yang dikutip Liliweri (1992: 2) “Iklan merupakan proses komunikasi yang mempunyai kekuatan yang sangat penting, alat pemasaran yang membantu menjual barang, memberikan pelayanan serta gagasan atau ide-ide melalui saluran tertentu dalam bentuk informatif persuasif.”
Menurut Effendy (2004), iklan (advertisement) adalah pesan komunikasi yang disebarluaskan kepada khalayak untuk memberikan sesuatu atau untuk menawarkan barang atau jasa dengan jalan menyewa media massa. Sedangkan periklanan adalah kegiatan menyebarluaskan pesan komunikasi kepada khalayak untuk memberikan sesuatu, atau untuk menawarkan barang atau jasa dengan menyewa media massa.
Menurut Bovee (Sumartono, 2002: 14). iklan ialah sebagai berikut: “Pesan iklan ialah apa yang direncanakan perusahaan untuk disampaikan dalam iklannya dan bagaimana perencanaan penyampaian pesan itu secara verbal dan non verbal”
(34)
Masyarakat periklanan Indonesia menddefinisikan iklan sebagai segala bentuk pesan tentang suatu produk yang disampaikan lewat media, ditunjukkan kepada sebagian atau seluruh masyarakat (Kasali, 1995: 11).
Periklanan adalah komunikasi komersil dan nonpersonal tentang sebuah organisasi dan produk-produknya yang ditransmisasikan ke suatu khalayak target melalui media bersifat massa seperti radio, televise, koran, majalah, direct e-mail (pengeposan langsung), reklame luar ruang, atau kendraan umum (Lee, 2007: 3). Dengan demikian, untuk menampilkan kekuatan iklan tidak hanya sekedar menampilkan pesan verbal tetapi juga harus menampilkan pesan non-verbal yang mendukung kekuatan daya tarik iklan.
2.1.3.2 Unsur-unsur Iklan
Menurut Wright (Liliweri, 1992: 24) ada tiga unsur yang harus diperhatikan dalam melaksanakan iklan sebagai salah satu sarana komunikasi pemasaran, yaitu:
1. Informasi dikontrol meliputi isi, penggunaan waktu, tujuan dan khalayak sasaran.
2. Teridentifikasi informasi ini dimaksudkan bahwa informasi tidak hanya dikontrol tetapi juga harus mempunyai informasi siapa sponsor yang membiayai media (ruang dan waktu)
3. Media komunikasi massa, iklan menyewa ruang dan waktu sekaligus memakai media dalam menyampaikan pesan.
2.1.3.3 Kategori Iklan
Menurut Vestergaard dan Schroder (Bungin, 2008: 65), iklan dikategorisasikan sebagai iklan nonkomersial dan iklan komersial.
1. Iklan komersial adalah iklan yang lebih bersifat pelayanan masyarakat. Iklan ini lebih banyak ditujukan sebagai sarana komunikasi pemerintah dengan warga Negara. Iklan semacam ini umpamanya iklan pemilihan umum. Tujuan iklan pelayanan masyarakat sebagai media karitas dan propaganda politik.
2. Iklan Komersial ditandai dengan syaratnya imajinasi dalam proses pencitraan dan pembentukan nilai-nilai estetika untuk memperkuat citra terhadap objek iklan itu sendiri. Sehingga terbentuk image, semakin tinggi estetika dan citra objek iklan, maka semakin komersial objek tersebut.
2.1.4 Tagline
Tagline dalam suatu iklan memegang peranan penting. Tagline adalah
(35)
singkat tujuan komunikasi suatu iklan. Tagline ini merupakan suatu ungkapan pendek berisi pesan yang padat, singkat, jelas dan mudah diingat. Tagline ini bisa disamakan dengan slogan, atau jargon dalam iklan. Penggunaan tagline ini adalah untuk memperkuat kemampuan iklan dalam mencapai sasarannya (Nuradi dkk, 1996: 56).
Peran tagline dalam sebuah iklan merupakan hal yang teramat penting untuk membantu menanamkan sebuah produk yang diiklankan ke benak konsumen. Tagline merupakan sederetan kalimat yang mudah diingat dan mampu merepresentasikan keseluruhan pesan iklan dari produsen kepada konsumen, yang meliputi merek dan karakter produknya, dalam rangka penanaman konsep terhadap produk secara positif kedalam benak konsumen (Ismiati 2000: 230).
Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa tagline adalah bagian dari pesan yang biasanya digunakan sebagai penutup pesan agar konsumen mudah mengingat isi pesan iklan.
2.1.5Teori 7C
Pesan merupakan hal yang penting di dalam proses komunikasi. Pesan menurut Cultip dan Center (Ruslan, 1997: 83) dikenal dengan “The 7 C`s of
Communication” antara lain sebagai berikut: 1. Credibility
Komunikasi tersebut dimulai dengan membangun suatu kepercayaan. Oleh karena itu, untuk membangun iklim kepercayaan itu dimulai dari kinerja, baik pihak komunikator dan pihak komunikan akan menerima pesan tersebut berdasarkan keyakinan yang dapat dipercaya, begitu juga tujuannya.
2. Contex
Suatu program komunikasi mestinya berkaitan dengan lingkungan hidup atau keadaan sosial yang tidak bertentangan dan sering dengan keadaan tertentu dan memperlihatkan sikap partisipatif.
3. Content
Pesan yang akan disampaikan itu mempuyai arti bagi audiensinya dan memiliki kecocokan dengan sistem nilai-nilai yang berlaku bagi orang banyak dan bermanfaat.
4. Clarity
Pesan dalam berkomunikasi itu di susun dengan bahasa yang dapat dimengerti oleh atau mempuyai persamaan arti antara komunikator dengan komunikannya.
5. Continuity and consistency
Komunikasi tersebut merupakan suatu proses yang tidak ada akhirnya yang memerlukan pengulangan-pengulangan untuk mencapai tujuan
(36)
dan bervariasi, yang merupakan konstribusi fakta yang ada dengan sikap penyesuaian melalui proses belajar. Isi atau materinya harus konsisten dan tidak membingungkan audiensinya.
6. Channel
Menggunakan media sebagai saluran pesan yang setepat mungkin dan efektif dalam menyampaikan pesan yang dimaksud.
7. Capability of audience
Komunikasi tersebut memperhitungan kemungkinan suatu kemampuan dari audiensinya, yaitu melibatkan berbagai faktor adanya suatu kebiasaan. Kebiasaan membaca atau kemampuan menyerap ilmu pengetahuan dan sebagainya.
2.1.6 Disonansi Kogniti
Teori disonansi kognitif dikemukakan oleh Leon Festinger (1975). Teori disonansi beranggapan bahwa dua elemen pengetahuan “merupakan hubungan yang disonan (tidak harmonis) apabila, dengan mempertimbangkan dua elemen itu sendiri, pengamatan satu elemen akan mengikuti elemen satunya”. Sebagaimana teori-teori konsistensi lainnya, teori ini berpendapat bahwa disonansi, “karena secara psikologis tidak nyaman, maka akan memotivasi seseorang untuk berusaha mengurangi disonansi dan mencapai harmoni/keselarasan” dan “selain upaya itu orang juga akan secara aktif menolak situasi-situasi dan informasi yang sekiranya akan meningkatkan disonansi (Taylor, Peplau, & Sears, 2009: 171) .
Pandangan dasar dari teori ini adalah jika seseorang mempunyai dua kognisi (ide-ide dan pikiran – pikiran) secara simultan dan saling berkontradiksi, maka orang tersebut akan mengalami disonansi kognitif. (Dayaksini dan Hudaniah, 2003: 104).
Dissonance (disonansi, ketidaksusaian) didefenisikan sebagai keadaan motivasional aversif yang terjadi saat beberapa perilaku yang kita lakukan tidak konsisten dengan sikap kita. Disonansi selalu muncul terutama jika sikap dan perilaku yang tak selaras itu adalah penting bagi diri kita (Aronson, 1968; Stone & Cooper, 2001 dalam Taylor, Peplau, & Sears, 2009: 171).
Disonansi menimbulkan ketegangan psikologis dan perasaan negatif (Harmon-Jones, 2000 dalam Taylor, Peplau, & Sears, 2009: 171) dan konsekuensinya, orang terpaksa mesti mereduksi atau menghilangkan disonansi. Mereduksi disonansi berarti pula memulihkan konsistensi, atau kesesuaian. Terkadang seseorang tidak memperdulikan adanya disonansi sehingga dia tidak
(37)
merasa harus mengubah sikap (Simon, Greenberg, & Brehm, 1995 dalam Taylor, Peplau, & Sears, 2009: 171). Tetapi yang paling sering, orang memecahkan problem disonansi antara sikap dan perilakunya dengan cara mengubah sikap. Para periset telah mengkaji implikasi teori disonansi ini dalam beberapa situasi yang berbeda (Taylor, Peplau, & Sears, 2009: 171).
Disonansi Setelah Keputusan. Salah satu tindakan yang hamper selalu menimbulkan disonansi adalah pengambilan keputusan. Ketika kita harus memilih dua atau lebih alternatif, pilihan akhir kita biasanya tak konsisten (tidak sesuai) dengan setidaknya beberapa keyakinan kita. Setelah kita mengambil keputusan, semua aspek yang baik dari alternatif yang tidak dipilih dan semua aspek buruk dari alternative yang dipilih adalah tidak konsisten dengan keputusan. Kita bisa mengurangi disonansi ini dengan menaikkan evaluasi kita terhadap alternatif yang dipilih atau menurunkan evaluasi kita terhadap alternatif yang tak dipilih. Setelah membuat keputusan, kita cenderung memperbesar rasa suka kita terhadap apa yang telah kita pilih dan menurunkan rasa suka kita terhadap apa-apa yang tidak kita pilih.
Perilaku yang Bertentangan Dengan Sikap. Beberapa orang memilih kuliah di fakultas hukum karena mereka percaya bahwa mereka bisa membantu orang yang membutuhkan dan miskin dan memperbaiki masyarakat. Tetapi, saat mereka sudah bekerja, banyak dari mereka yang hanya mengerjakan pekerjaan rutin dan tak menarik, yang lebih berhubungan dengan kontrak bisnis dan pajak. Banyak orang yang pada awalnya idealis akhirnya menjustifikasi dan bahkan menikmati pekerjaan mereka itu. Mereka bahkan mulai percaya bahwa tak ada yang bisa dilakukan untuk membantu orang miskin. Ketika seseorang punya satu keyakinan dan melakukan tindakan yang tidak konsisten dengan keyakinan itu, maka akan timbul disonansi. Teori disonansi menyatakan bahwa para sarjana hokum dalam contoh di atas melakukan
attidude-discreapant behavior (perilaku yang berbeda dengan sikap) saat mereka
harus menghabiskan banyak waktu melakukan kerja yang menjemukan. Tetapi keharusan ini menimbulkan disonansi: Perilaku mereka menjadi tidak konsisten (tak sesuai) dengan sikap mereka. Karena sulit untuk mundur dari pekerjaan itu, maka disonansi ini biasanya diredakan dengan mengubah sikap. Seiring dengan berjalannya waktu, para ahli hokum itu akan menyesuaikan sikapnya menjadi lebih konsisten dengan perilakunya.
Justifikasi yang Tak Mencukupi. Jika Anda diminta bekerja dalam sebuah upaya kampanye politik dan Anda menghabiskan banyak waktu untuk mendukung seorang kandidat politik yang kurang Anda percayai, maka berarti Anda mulai memandang kandidat itu secara lebih positif. Jika tidak, mengapa anda bekerja keras untuknya? Namun, jika anda bekerja untuknya karena mendapat bayaran yang besar, maka barangkali sikap Anda tidak akan berubah. Dalam hal ini, jika Anda ditanya mengapa Anda mau bekerja keras untuknya, maka jawaban Anda jelas: “Karena
(38)
bayarannya besar”. Prediksi yang paling menarik dari teori disonansi adalah prediksi yang berkaitan dengan level insentif yang dibutuhkan untuk mengubah sikap. Di satu sisi, harus ada cukup insentif untuk membuat seseorang bertindak berlawanan dengan sikapnya. Tetapi, jika ada terlalu banyak tekanan pada individu atau terlalu banyak insentif untk melakukan tindakan yang bertentangan dengan sikap, maka tidak akan timbul inkonsistensi, dan hanya ada sedikit sekali disonansi yang terjadi. Prinsip ini dinamakan insufficient justification (justifikasi yang tidak mencukupi): Semakin sedikit insentif untuk melakukan tindakan yang bertentangan dengan sikap, semakin besar disonansi yang dirasakan. Perubahan sikap melalui metode ini akan lebih besar dan lebih jelas (Stadler & Baron, 1998 dalam Taylor, Peplau, & Sears, 2009: 174).
Ancaman. Pada prinsipnya, ancaman bekerja seperti insentif. Yakni agar orang ma melakukan pekerjaan yang tidak disukainya, Anda bisa membayarnya atau Anda bisa mengancamnya dengan hukuman. Misalnya ada ancaman denda dan hukuman penjara jika anda tidak mau membayar pajak. Makin besar ancaman maka akan menimbulkan semakin sedikit disonansi dan semakin kecil perubahan sikap yang terjadi. Makin besar ancaman akan menimbulkan lebih sedikit disonansi dan semakin kecil perubahan sikap yang terjadi.
Ada 4 faktor yang diperlukan agar perilaku yang bertentangan dengan sikap menghasilkan disonansi (Festinger dan Carlsmith menyebutnya dengan “the induced compliance paradigm”)( Taylor, Peplau, & Sears, 2009: 174) :
1. Pilihan, yaitu jika individu tidak diberi kebebasan untuk memilih dalam menampilkan perilaku yang bertentangan dengan sikapnya, maka disonansi tak akan timbul.
2. Komitmen, yaitu perilaku yang bertentangan dengan sikap lebih mungkin menghasilkan disonansi jika individu secara psikologis memiliki komitmen terhadap tindakan itu. Dengan demikian jika perilaku itu dilakukan di depan publik maka akan lebih menimbulkan disonansi daripada dilakukan secara pribadi atau tanpa diketahui orang-orang lain.
3. Akibat yang tidak menyenangkan sebagai hasil dari perilaku yang bertentangan dengan sikapnya dapat menimbulkan disonansi.
4. Tanggung jawab pribadi, yaitu agar disonansi terjadi, individu seharusnya merasa bertanggung jawab secara pribadi kepada perilakunya dan beberapa akibat yang tak menyenangkan sebagai hasilnya. Kebebasan memilih adalah salah satu komponen dari tanggung jawab, sebab jelas bahwa orang tak akan bertanggung jawab atas sesuatu yang dipaksa diri mereka untuk melakukannya.
Agar dapat memahami lebih dalam 4 faktor di atas maka lebih lanjut akan dijelaskan di bawah ini (Taylor, Peplau, & Sears, 2009: 174) :
Pilihan. Kontributor utama terjadinya disonansi adalah perasaan tentang pilihan perilaku yang diambil. Perilaku yang berbeda dengan sikap
(39)
menimbulkan disonansi hanya ketika perilaku itu dipilih secara bebas (atau setidaknya orang itu merasa bebas memilih perilaku). Jika anda bekerja untuk mengampanyekan satu isu politik karena ikut dengan teman-teman anda dan anda merasa terpaksa melakukannya maka anda tidak akan merasakan disonansi terhadap isu itu.
Komitmen. Faktor lain yang menimbulkan perubahan perilaku sebagai cara untuk mereduksi disonansi adalah commitment (komitmen) seseorang terhadap keputusan atau perilaku. Selama kita merasa terikat dengan suatu tindakan, disonansi akan menimbulkan perubahan sikap. Namun, ketika kita merasa bahwa kita dapat mengubah keputusan kita jika keputusan itu ternyata buruk, atau kita dapat menjalankan keputusan itu dengan setengah hati, atau kita bias tidak perlu menjalankan keputusan, maka disonansi tidak akan terjadi dan tidak aka nada perubahan sikap.
Akibat yang tidak menyenangkan / konsekuensi. Agar disonansi terjadi, orang harus percaya bahwa mereka bias mengetahui konsekuensi negatif dari keputusan. Jika seseorang memutuskan berjalan di sisi kiri jalan dan saat berjalan tiba-tiba ada batu bata menimpa kepalanya, maka berarti dia sedang sial. Dia tidak akan merasakan disonansi. Tetapi, jika dia tahu bahwa ada kemungkinan nanti dia akan celaka jika lewat jalan itu, misalnya karena di sisi kiri jalan itu ada proyek pembangunan gedung, maka ada kemungkinan muncul disonansi.
Tanggung jawab. Arti penting dari pilihan adalah pilihan mengamsusikan tanggung jawab atas konsekuensi yang mungkin terjadi. Perasaan tanggung jawab ini akan menimbulkan disonansi. Yakni, ketika kita memilih sesuatu yang ternyata berakibat buruk, kita merasa bertanggung jawab karenanya, dan muncul disonansi, terlepas dari apakah konsekuensi itu bisa diperkirakan atau tidak. Beberapa psikolog berpendapat bahwa tanggung jawab personal atas konsekuensi yang buruk adalah salah satu faktor penting dalam memicu perubahan sikap.
Dalam disonansi kognitif elemen-elemen yang dipermasalahkan mungkin adalah tidak relevan satu sama lain, konsisten satu sama lain (dalam istilah Festinger, harmoni), atau tidak konsisten satu sama lain (disonan/tidak harmonis, dalam istilah Festinger). Hubungan tidak selalu dikaitkan secara logis dengan konsistensi atau inkonsistensi. Suatu hubungan bisa saja secara logis konsisten bagi seorang pengamat sedangkan secara psikologis konsisten bagi seorang yang percaya pada pengamatan ini. Misalnya, seorang perokok yang mengerti bahwa merokok dapat mengakibatkan sakit paru-paru. Kognisi : “saya seorang perokok”, tidak sesuai dengan kognisi “merokok dapat menyebabkan kanker paru-paru”, karena itu membuat keadaan disonansi.
(40)
Disonansi menghasilkan suatu ketegangan psikologis yang mendorong seseorang mengurangi disonansi tersebut. Pengurangan disonansi dapat melalui tiga cara :
1. Mengubah elemen tingkah laku
Misalnya, seorang perokok yang mengetahui bahaya merokok yang dapat mengakibatkan kanker paru-paru, maka untuk menghilangkan disonansi perokok itu berusaha tidak merokok lagi.
2. Mengubah elemen kognitif lingkungan
Misalnya, perokok itu menyakinkan teman-temannya/ saudara-saudaranya bahwa merokok itu tidak akan menyebabkan kanker paru-paru.
3. Menambah elemen kognitf baru
Misalnya, mencari pendapat teman lain yang mendukung pendapat bahwa merokok tersebut tidak akan menyebabkan kanker paru-paru.
2.2Kerangka Konsep
Di dalam penelitian kuantitatif, menjelaskan suatu konsep penelitian merupakan hal yang penting karena konsep penelitian ini merupakan kerangka acuan peneliti dalam mendesain sebuah instrument penelitian (Bungin, 2011: 67). Di dalam penelitian ilmiah konsep harus memiliki kriteria yang tepat dalam menjelaskan variabel penelitian. Konsep yang bermanfaat adalah konsep yang dibentuk menjadi keterangan dan menyatakan sebab akibat, yaitu konsep dibentuk dengan kebutuhan untuk menguji hipotesis dan penyusunan teori yang masuk akal, karena konsep dibentuk hanya untuk diuji regulasinya (Bungin 2008: 75).
Kerangka konsep merupakan acuan didalam sebuah penelitian yang berasal dari teori-teori yang digunakan untuk menjelaskan dari variabel penelitian secara empiris.
Berdasarkan operasional konsep penelitian, terdapat tiga variabel yang digunakan yaitu sebagai berikut:
1. Variabel bebas (X) / Independent Variable
Variabel bebas yaitu segala gejala, faktor atau unsur yang menentukan atau mempengaruhi munculnya variabel kedua yang disebut sebagai variabel terikat (Nawawi, 1995: 57). Variabel bebas dalam penelitian ini adalah perubahan tagline peringatan di iklan rokok.
(41)
2. Variabel terikat (Y) / Despendent Variable
Variabel terikat yaitu variabel yang dipengaruhi oleh variabel bebas (Bungin, 2011: 72). Variabel terikat dalam penelitian ini adalah perilaku merokok mahasiswa di FISIP USU.
3. Variabel antara (Z)
Variabel antara adalah variabel yang menjembatani atau menghubungkan variabel bebas dan variabel terikat. Variabel antara pada penelitian ini adalah karakteristik responden yang meliputi usia, departemen/jurusan kuliah responden, jenis kelamin, tingkat ekonomi (dalam penelitian ini adalah uang saku per bulan), agama, suku, tempat tinggal di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.
Gambar 1 Model Teoritis
Sumber: Peneliti, 2014
2.3Variabel Penelitian
Berdasarkan kerangka teori dan kerangka konsep yang telah diuraikan diatas, maka untuk memudahkan penelitian, perlu dibuat variabel penelitian sebagai berikut :
Variabel Bebas (X) Perubahan tagline
peringatan di iklan rokok
Variabel Terikat (Y) Perilaku merokok
mahasiswa
Variabel Antara (Z) Karakteristik Respoden: 1. Departemen/Jurusan
kuliah. 2. Usia
3. Jenis kelamin 4. Uang saku per bulan
5. Agama
(42)
Tabel 1 Variabel Penelitian
Variabel Teoritis Variabel Operasional
Variabel Bebas (X)
Perubahan tagline peringatan di iklan rokok
Context
Content
Clarity
Continuity and consistency Chanels
Variabel Terikat (Y)
Perilaku merokok mahasiswa
Frekuensi
Kuantitas
Kebutuhan
Ketergantungan Variabel Antara (Z)
Karakteristik responden
Usia
Departemen/Jurusan
Jenis Kelamin
Uang saku
Agama
Tempat tiggal Sumber: Peneliti, 2014
2.4 Definisi Operasional
Pada bagian ini, peneliti harus mampu membuat hubungan antara konsep abstrak dengan dunia empiris melalui observasi dengan menggunakan berbagai instrumen.
Definisi operasional merupakan penjabaran lebih lanjut tentang konsep yang telah dikelompokkan dalam kerangka konsep. Definisi operasioanl adalah suatu petunjuk pelaksanaan mengenai cara-cara untuk mengukur suatu variabel. Dengan kata lain, definisi operasional adalah daftar informasi yang amat ilmiah yang membantu peneliti lain yang ingin menggunakan variabel yang sama (Singarimbun, 2008: 46).
Definisi Operasional dari variabel-variabel penelitian ini adalah:
1. Variabel Bebas (X) yaitu perubahan peringatan tagline di iklan rokok :
a. Context, sejauh mana pesan dari tagline peringatan di iklan rokok tersebut
dapat di terima akal dan kontekstual.
(1)
Menyebabkan Kanker, Serangan Jantung, Impotensi dan Gangguan Kehamilan dan Janin” menjadi “Merokok Membunuhmu” dan perilaku merokok mahasiswa di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara berdasarkan perhitungan yang dilakukan oleh peneliti pada nilai korelasi koefisien dengan menggunakan rumus Rho Spearmanm. Korelasi koefisien Rho Spearman menjelaskan hubungan antara variable X (perubahan tagline peringatan) dan variable Y (perilaku mahasiswa), maka diperoleh Rho = 0,556. Jika dilihat dalam skala Guildford, angka 0,556 berada pada skala 0,40 – 0,70 hal ini menunjukkan hubungan yang cukup berarti. Pada tabel-tabel hasil kuesoiner yang telah peneliti susun, juga dapat diketahui jika perubahan tagline peringatan iklan rokok di televisi dari “Rokok Dapat Menyebabkan Kanker, Serangan Jantung, Impotensi dan Gangguan Kehamilan dan Janin” menjadi “Merokok Membunuhmu” memiliki pengaruh yang cukup signifikan terhadap perilaku merokok mahasiswa di Fakultas ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Sumatera Utara.
Dari jawaban-jawaban yang para responden dapat ditarik kesimpulan jika perubahan tagline peringatan pada iklan rokok di televisi menjadi “Merokok Membunuhmu” berpengaruh terhadap perilaku merokok mahasiswa yang mencakup, pengurangan kebutuhan mahasiswa terhadap rokok, pengurangan jumlah konsumsi rokok mahasiswa dan pengurangan frekuensi merokok mahasiswa.
(2)
BAB V
SIMPULAN & SARAN
5.1 Simpulan
Setelah melalui proses analisi data tentang “Perubahan Tagline Peringatan Pada Iklan Rokok di Televisi dan Perilaku Merokok Mahasiswa” maka, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Terdapat hubungan yang cukup berarti antara Perubahan Tagline Peringatan di Iklan Rokok di Televisi Dari “Rokok Dapat Menyebabkan Kanker, Serangan Jantung, Impotensi dan Gangguan Kehamilan dan Janin” menjadi “Merokok Membunuhmu” dengan Perilaku Merokok Mahasiswa di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.
2. Perubahan tagline peringatan pada iklan rokok di televisi telah berpengaruh terhadap perilaku merokok mahasiswa dalam konteks pengurangan kebutuhan mereka terhadap rokok, pengurangan jumlah rokok yang mereka konsumsi dan pengurangan frekuensi mereka dalam merokok. Hal ini menunjukkan jika perubahan tagline peringatan pada iklan rokok di televisi menjadi “Merokok Membunuhmu” memiliki pengaruh yang cukup signifikan terhadap perilaku merokok mahasiswa di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.
5.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah diperoleh peneliti selama proses penelitian, maka peneliti mengajukan beberapa saran sebagai berikut:
1. Secara akademis, penelitian ini dapat memberikan masukan atau pertimbangan terhadap penelitian yang akan dilakukan selanjutnya khususnya dalam bidang komunikasi.
2. Secara praktis, pemerintah sebagai lembaga legislatif yang membuat dan menjalan berbagai kebijakan dalam negeri termasuk dalam mengatur regulasi tentang pemasaran produk rokok harus lebih tegas dalam membuat kebijakan. Dalam hal ini durasi dan ukuran konten untuk tagline
(3)
peringatan rokok pada iklan rokok di televisi harusnya lebih lama dan lebih besar sehingga lebih mudah di perhatikan dan diingat oleh audience yang menonton dan menyaksikan iklan rokok di televisi.
3. Batasan tayang iklan rokok juga tidak perlu dibatasi hanya pada saat di atas jam 10 malam saja agar tagline peringatan rokok pada iklan rokok di televisi dapat dilihat secara merata oleh audience dalam segi umur, karena banyak perokok yang juga anak sekolah di bawah umur tidak hanya mahasiswa.
4. Kepada para responden sebagai pihak yang menjadi aset dalam penelitian harus lebih memperhatikan instruksi yang diberikan oleh peneliti dalam pengisian kuesioner, kemudian membaca setiap pertanyaan yang terdapat dalam kuesioner dengan teliti dan mengisi kuesioner dengan sebaik-baiknya.
(4)
DAFTAR REFERENSI
Ardianto, Elvinaro dan Erdinaya, Lukiati Komala. 2004. Komunikasi Massa:Suatu Pengantar. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Arni, Muhammad. 2005. Komunikasi Organisasi. Jakarta: PT Bumi Aksara. Azwar, Saifuddin. 2004. Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Bungin, Burhan. 2011. Metode Penelitian Kuantitaf. Jakarta: Kencana.
______________. 2008. Sosiologi Komunikasi (Teori, Paradigma, dan Discourse Teknologi Komunikasi di Masyarakat. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
______________. 2006. Metodologi Penelitian Kuantitatif. Jakarta: Kencana. Dayaksini, Tri dan Hudaniah. 2003. Psikologi Sosial. Malang: UMM Press. Effendy, Onong Uchjana. 2007. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. Bandung:
PT. Remaja Rosdakarya.
_____________________. 2004. Ilmu Komunikasi (Teori dan Praktek). Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Ismiati, Nanik. 2000. Slogan dan Tagline Senjata Pamungkas Iklan. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Kasali, Rhenald. 1995. Manajemen Periklanan – Konsep dan Aplikasinya di Indonesia, Jakarta : Pustaka Utama Grafiti.
Kholil, Syukur. 2006. Metode Penelitian Komunikasi. Bandung: Ciptapustaka Media.
Krisyantoro, Rahmat. 2006. Riset Komunikasi. Jakarta: Kencana.
Kriyantono, Rachmat. 2010.Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta: Kencana Prenada Media Group
__________________. 2009. Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
__________________. 2006. Teknis Praktis Riset Komunikasi. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
(5)
Lubis, Suwardi. 1998. Metodologi Penelitian Komunikasi. Medan: USU Press. Morissan, M.A. 2012. Metode Penelitian Survey. Jakarta: Kencana Media Group. Morissan, Wardhani, Andy Corry, Hamid Farid. 2010. Teori Komunikasi Massa.
Bogor: Ghalia Indonesia.
Mulyana, Deddy. 2005. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Nawawi, Hadari. 1995. Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Nuradi, dkk. 1996. Kamus Istilah Periklanan Indonesia. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Nurudin. 2007. Pengantar Komunikasi Massa. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada. Purwanto, Heri. 1998. Pengantar Perilaku Manusia Untuk Keperawatan. Jakarta:
EGC.
Rakhmat, Jalaluddin.Drs,M.Sc. 2012. Psikologi Komunikasi. Bandung: Rosdakarya.
Ruslan, Rosady. 1997. Kampanye Public Relation. Jakarta : PT. Raja Grasindo. Severin, J. Werner and Tankard, W. James. 2008. Teori Komunikasi, Sejarah,
Metode, dan Terapan Di Dalam Media Massa Edisi Kelima. Jakarta : Kencana Prenada Media Group.
______________________________________. 2005. Teori Komunikasi, Sejarah, Metode, dan Terapan Di Dalam Media Massa. Jakarta : Kencana Prenada Media Group.
Shrum, LJ. 2010. Psikologi Media Entertainment. Yogyakarta: Jalasutra.
Singarimbun, Masri dan S. Effendi. 1995. Metode Penelitian Survey. Jakarta: LP3ES.
Singarimbun, Masri. 2008. Metode Penelitian Survey. Jakarta: LP3ES. Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-Faktor yang mempengaruhinya. Jakarta:
Rineka Cipta.
(6)
Sumartono. 2002. Terperangkap dalam Iklan : Meneropong Imbas Pesan Iklan Televisi. Bandung: Alfabeta.
Suryabrata, Sumadi. 2004. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Taylor, E. Shelly, Peplau, Anne Letitia, Sears O. David. 2009. Psikologi Sosial
Edisi Kedua Belas.Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Wiryanto. 2003. Teori Komunikasi Massa. Jakarta: PT. Grasindo.
Sumber Lain:
Science Daily, Subliminal Advertising Leaves Its Mark On The Brain, (diakses
pada 11 Juni 2014 pukul 12.20 WIB) melalui
http://www.sciencedaily.com/releases/2007/03/070308121938.htm
http://www.dakwatuna.com/2014/02/24/46739/peringatan-bagi-predator-rokok-merokok-membunuhmu-tapi-kau-pasrah/#ixzz34JFcMT9G (di akses pada 11 Juni 2014, 13.32 WIB)
http://business-law.binus.ac.id/2014/02/03/merokok-itu-membunuhmu/ (di akses tanggal 11 Juni 2014, 14.00 WIB)
http://triadinugroho.wordpress.com/tag/sejarah-rokok/ (di akses pada 11 Juni 2014 pukul 16.55 WIB)
http://edukasi.kompasiana.com/2010/10/15/perbedaan-publik-massa-kerumunan-kelompok-dan-organisasi-290434.html (di akses pada 14 Juli 2014 pukul 20.30 WIB)
http://www.academia.edu/5170798/Uji_Validitas_Dan_Reliabilitas (di akses pada 6 November 2014 pukul 17.05 WIB)