PENGEMBANGAN MEDIA PETA PUZZEL DALAM PEMBELAJARAN IPS MADRASAH IBTIDAIYAH USWATUN HASANAH MERAMBUNG TAHUN PELAJARAN 2012/2013

(1)

PENGEMBANGAN MEDIA PETA

PUZZEL

DALAM

PEMBELAJARAN IPS MADRASAH IBTIDAIYAH

USWATUN HASANAH MERAMBUNG TAHUN

PELAJARAN 2012-2013

Oleh SAIFULLAH

Tesis

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar MAGISTER PENDIDIKAN

Pada

Program Pascasarjana Magister Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung

MAGISTER PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSTAS LAMPUNG

BANDARLAMPUNG


(2)

ABSTRAK

PENGEMBANGAN MEDIA PETA PUZZEL DALAM PEMBELAJARAN IPS MADRASAH IBTIDAIYAH USWATUN HASANAH MERAMBUNG

TAHUN PELAJARAN 2012/2013 Oleh

SAIFULLAH

Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan media pembelajaran peta puzzle Provinsi Lampung untuk diterapkan di Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah pada pembelajaran IPS. Penelitian ini di lakukan di MI Uswatun Hasanah Merambung Kabupaten Lampung Selatan, tahun pelajaran 2012/2013. Pendekatan penelitian yang digunakan adalah Research and Development (R&D) terdiri dari enam tahap kegitan yaitu: (1) Pengkajian keadaan dilakukan dengan cara mengidentifikasi perkiraan kebutuhan, mempelajari literature dan meneliti dalam sekala kecil; (2) Perncanaan adalah merencanakan pembuatan produk; (3) Pembuatan produk awal adalah membuat bentuk awal produk media pembelajaran yang dapat di uji coba; (4) Uji coba awal dilakukan untuk mendapatkan validasi dari ahli; (5) Perbaikan produk adalah tahapan memperbaiki produk setelah mendapatkan masukan dari ahli; (6) Uji coba sebenarnya dilakukan dengan cara penelitian eksperimen di kelas IV MI Uswatun Hasanah Merambung Kabupaten Lampung Selatan sebagai kelas eksperimen dan di kelas IV MI GUPPI 04 Bumiasih Palas Kabupaten Lampung Selatan sebagai kelas kontrol.

Hasil dari penelitan pengembangan ini adalah: (1) Media pembelajaran diberi nama media pembelajaran peta puzzle provinsi Lampung tahun 2013. Bentuk Puzzle yang diterapkan adalah jigsaw puzzle. Potongan puzzle terdiri atas peta kabupaten/kota yang tersebar di provinsi Lampung dan syarat dan ketentuan yang ada pada peta, (2) Peta provinsi Lampung tahun 2013 dapat disajikan secara vertikal dan horizontal, (3) Peta puzzle sesuai dengan teori perkembangan Jean Piaget, materi peta berupa unsur-unsur dan syarat-syarat yang ada dalam peta dengan akurasi titik koordinat dan skala yang tepat. (4) Peta puzzle dapat digunakan terutama di kelas IV Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah pada Kompetensi Dasar “Membaca peta lingkungan setempat (kabupaten/kota, provinsi) dengan menggunakan skala sederhana“, (5) Media pembelajaran peta puzzle lebih efefktif terhadap proses dan hasil belajar peserta didik kelas IV Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah dari pada menggunakan peta biasa.


(3)

(4)

(5)

(6)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xi

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Fokus Penelitian ... 11

C. Rumusan Masalah ... 12

D. Tujuan Penelitian ... 13

E. Kegunaan Penelitian ... 14

a. Kegunaan Akademis ... 14

b. Kegunaan Praktis ... 14

c. Kegunaan bagi Peneliti ... 14

d. Kegunaan bagi Ilmu Pengetahuan ... 15

F. Spesifikasi Produk Yang Diharapkan ... 15

G. Ruang Lingkup Penelitian ... 16

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PENGAJUAN HIPOTESIS A. Tinjauan Pustaka ... 17

a. Pengertian Belajar ... 17

b. Ciri belajar ... 18

1. Adanya Proses ... 18

2. Perubahan perlilaku ... 18

3. Pengalaman ... 19

c. Pandangan Belajar Konstruktivisme ...24

d. Kurikulum IPS di Madrasah Ibtidaiyah Uswatun Hasanah Merambung ... 28 a) Kurikulum SD/MI ... 28 b) Tujuan, Materi, dan Standar Isi IPS di MI Kelas IV 33


(7)

(empat) ...

e. Pengembangan Model Media Pembelajaran Peta Puzzle ... 37

1. Media Pembelajaran IPS ... 37

2. Manfaat Media Pembelajaran ... 38

3. Kriteria Pemilihan Media ... 40

4. Peta ... 40

1) Pengertian Peta ... 40

2) Macam-macam peta ... 41

5. Puzzel ... 45

a. Pengertian Puzzel ... 45

b. Jenis-jenis Puzzel ... 46

B. Kerangka pikir ... 48

C. Hipotesis ... 49

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian Pengembangan ... 50

B. Tempat dan waktu Penelitian Pengembangan ... 53

1. Tempat Penelitan Pengembangan ... 53

2. Waktu Penelitian Pengembangan ... 53

C. Langkah-langkah Penelitian Pengembangan ... 54

1. Pengkajian Keadaan ... 54

2. Perencanaan ... 55

3. Pembuatan Produk Awal ... 55

4. Uji Coba Awal ... 56

5. Perbaiakan Produk ... 56

6. Uji Coba Sebenarnya ... 57

D. Perencanaan dan Penyusunan Model Media Pembelajaran ... 57

1. Identifikasi Kebutuhan dan Karakteristik Siswa ... 58

2. Perumusan Tujuan ... 58

3. Pengembangan Media Peta Puzzle ... 59

a. Alat dan Bahan ... 59

b. Langkah-langkah Pembuatan Peta Puzzle Provinsi Lampung ... 60 E. Perumusan Alat Ukur Keberhasilan ... 64

F. Pembuatan Media Peta Puzzle ... 64

1. Populasi dan Sampel ... 64

2. Teknik Pengumpulan Data ... 64

3. Instrumen Penelitian ... 65

4. Teknik Analisis Data ... 65 Halaman


(8)

BAB IV HASIL PENGEMBANGAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Hasil Studi Pendahuluan ... 67

B. Deskripsi Pengembangan Model Media Pembelajaran Peta Puzzel ... 76

1. Analisis Kebutuahan/Need Assesment/Studi Pendahuluan ... 76

2. Perumusan Tujuan Pembelajaran ... 77

3. Desain Awal Model Media Pembelajaran Peta Puzzel ... 79

4. Uji Coba dan Revisi Model ... 90

4.1.Uji Coba Awal ... 90

4.1.1. Uji Ahli ... 90

4.1.2. Penggunaan Produk ... 92

4.2.Revisi Model ... 94

5. Hasil Pengembangan Model Media Pembelajaran Peta Puzzel 95

C. Pengujian Model ... 98

1. Instrumen Penelitian dan Proses Penelitian ... 98

2. Deskripsi Data ... 111

3. Uji Efektifitas Model Media Pembelajaran ... 116

D. Pembahasan Hasil Penelitian ... 121

1) Langkah-langkah Pengembangan Media Peta Puzzle ... 122

2) Deskripsi Bagian-bagian dan Implementasi Model Media Pembelajaran Peta Puzzle pada Pembelajaran IPS di Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah ... 126 3) Keunggulan dan Kelemahan Model Media Pembelajaran Peta Puzzle pada Pembelajaran IPS di Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah ... 130 a) Keunggulan Media Pembelajaran ... 130

b) Kelemahan Media Pembelajaran ... 131

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 132

B. Implikasi ... 133

C. Saran ... 134 Daftar Pustaka


(9)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Menurut Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisitem Pendidikan Nasional, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Sedangkan pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman (Depag RI, 2006: 46). Pendidikan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pendidikan

nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban

bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,bertujuan untuk

berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa

kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri,

dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Depag RI, 2006:


(10)

Pendidikan di Indonesia diatur terdiri dari tiga jalur mendididkan sebagai mana dijelaskan dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 bahwa Jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, nonformal, dan informal yang dapat saling melengkapi dan memperkaya. Jenjang pendidikan formal terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Dalam Undang-undang Sisitem Pendidikan Nasional No. 20 pasal 15 menjelaskan jenis pendidikan mencakup pendidikan umum, kejuruan, akademik, profesi, vokasi, keagamaan, dan khusus. Pendidikan Dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah. Pendidikan dasar berbentuk sekolah dasar (SD) dan madrasah ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat serta sekolah menengah pertama (SMP) dan madrasah tsanawiyah (MTs), atau bentuk lain yang sederajat (Depag RI, 2006: 52).

Madarasah Ibtidaiyah (MI) adalah bentuk pendidikan formal setara dengan Sekolah Dasar (SD) sebagai pendidikan dasar, Madrasah Ibtidaiyah melandasai jenjang pendidikan menengah. Peranan pendidikan dasar/madrasah ibtidaiyah yang demikian besar, sekolah dasar harus dipersiapkan dengan sebaik-baiknya baik dalam konteks sosial serta proses maupun hasil keseluruhan (Darsono, 2008: 3).

Untuk meningkatkan kualitas proses pembelajaran yang nantinya berpengaruh terhadap hasil belajar siswa, perlu di lakukan inovasi dalam bidang pendidikan. Hamijoyo dalam Suprayekti dkk (2009:1.14) menjelaskan bahwa inovasi pendidikan adalah suatu perubahan yang baru dan kualitatif berbeda dari hal yang ada sebelumnya serta sengaja diusahakan untuk meningkatkan kemampuan guna mencapai tujuan tertentu dalam pendidikan. Sedangkan Ibrahim dalam


(11)

Suprayekti dkk (2009:1.14) mendevinisikan inovasi dalam bidang pendidikan atau inovasi untuk masalah-masalah pendidikan. Inovasi pendidikan merupakan suatu ide, barang, metode, yang dirasakan atau diamati sebagai hal yang baru bagi seseorang atau sekelompok orang (masyarakat) baik berupa hasil inversi atau diskonversi yang digunakan untuk mencapai tujuan pendidikan atau memecahkan masalah-masalah pendidikan. Inovasi dalam bidang pendidikan penting dilakukan oleh pendidik maupun yang berperan didalamnya dalam rangka meningkatkan pelayanan pendidikan kepada peserta didik sehingga nantinya dapat mencapai tujuan pendidikan nasional yang dicita-citakan dalam Undang-undang.

Untuk mengusahakan inovasi pendidikan diperlukan kreatvitas dalam hal ini tenaga pendidik (guru) di mulai dengan berpikir kreatif. Berpikir kreatif adalah berpikir kondusif terhadap keputusan, dituntut oleh konteks, self transcending dan sensitif terhadap kriteria (Tilaar, 2012: 59). Secara lebih detil Robert Weisberg dalam Tilaar (2012: 63) mejelaskan berpikir kreatif terjadi apabila secara intensional seseorang menghasilakan suatu produk baru atau ketika dia melaksanakan suatu tugas. Kerapkali produk baru yang dihasilkan dihargai oleh masyarakat, namun kadang-kadang tidak dihargai, meskipun demikian keduanya adalah produk kreatif. Suatu produk yang baru (novel) dihasilkan oleh seseorang disebut produk kreatif, dan orang yang menghasilkannya disebut manusia kreatif (creative person).

Untuk memperbaiki dan meningkatkan mutu pendidikan di sekolah dasar/madrasah ibtidaiyah, Salisbury dalam Suprayekti dkk (2009:1.15) ada 5 teknoloogi yang berperan dalam perubahan pendidikan, yaitu (1) system thinking, (2) system design, (3) quality science, (4) change management dan (5)


(12)

instructional technology. Pada kesempatan ini kita tidak membahas poin 1 sampai dengan 4, pada poin instructional technology atau teknologi instruksional bahwa teknologi instruksional adalah bagian dari revolusi informasi dan komunikasi yang mengantarkan perubahan hampir pada setiap sektor dalam masyarakat kita saat ini (Suprayekti dkk (2009:1.16). Jika dihubungkan dengan posisi pendidikan dasar sebagai landasan pendidikan menengah sampai pendidikan selanjutnya, penjelasan diatas mengenai teknologi intruksonal mejadi sangat penting dikembangkan dan digunakan secara intensif di sekolah dasar. Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) adalah mata pelajaran yang wajib diajarkan di sekolah dasar/madrasah ibtidaiyah dan jenjang pendidikan berikutnya (SMP/MTs, SMA/MA/SMK/MAK). Perkembangan IPS di Indonesia banyak di pengaruhi IPS (social studies) yang di terapkan di Amerika, namun dalam beberapa prinsip tertentu diserap dari budaya bangsa Indonesia. Program pendidikan IPS diajarkan secara terpadu, mulai dari terpadu penuh (holistic) hingga semi terpadu (interdisiplin), semi disiplin hinggan disipliner. makin tinggi tingkat pendidikannya makin longgar keterpaduannya, hal ini sesuai dengan hakikat perkembangan psikologis manusia dari yang bersifat holistik hingga spesipik. pendidikan terpadu, yaitu dilakukan dengan mengaitkan bahan, kompetensi, dan kajianya baik secara integrated, interdisipliner, antar disipliner, maupun mereduksi disiplin ilmu-ilmu sosial sebagai program pendidikan ditingkat sekolah Pargito (2010:6). lihat bagan tingkat pendidikan dan pendekatan belajar pada gambar 1.1 berikut ini.


(13)

Spesipik disiplin

Semi integrated

Holistik

Gambar 1.1: Tingkat Pendidikan dan Pendekatan Belajar IPS Menurut Pargito (2010:6)

Pendidikan IPS diajarkan secara terpadu penuh di sekolah dasar (SD/MI dan SMP/MTs), IPS diajarkan semi terpadu di sekolah menengah (SLTA) dan secara disepliner di perguran tinggi. Hakikat pendidikan IPS memiliki 5 tradisi antara lain (1) IPS sebagai transmisi kewarganegaraan (Social studies as citizenship transmission) (2) IPS Sebagai Pendidikan Ilmu-ilmu Sosial (social studies as social science) (3) IPS Sebagai Pendidikan Reflektif (Social Studies as reflective inquiri) (4) IPS Sebagai Kritik kehidupan social (social studies as social criticism/Decision making and action) (5) IPS Sebagai pengembangan pribadi Seseorang (social studies as personal Development of the individual). pada penelitian ini sesuai dengan judul yang dimunculkan sesuai dengan poin 2 yakni IPS Sebagai Pendidikan Ilmu-ilmu Sosial (social studies as social science)

Akademik/Univ, Perguruan tinggi

Pendidikan menengah (SLTA)

Pendidikan Dasar (SD/SMP)


(14)

hubungan kelima tradisi Pendidikan IPS diatas dapat digambarkan pada gambar 1.2. dibawah ini.

Gambar 1.2: Hubungan 5 Tradisi Pendidikan IPS Menurut NCSS Dalam Pargito (2010:6)

IPS bukanlah sekumpulan teori yang harus dipelajarai dan dihafalkan peserta didik, seperti pada gambar bagan 1.2 ada lima tradisi IPS, meskipun pada tataran praktik dilapangan pola pikir dan pola instruksional gaya konvensional masih melekat dan dilakukan oleh kebanyakan guru IPS di SD di Negara kita. Jika kondisi rill yang bertolak belakang dari konsep IPS dibiarkan membumi pada pendidikan di negeri ini pastilah tujuan IPS itu sendiri tidak akan pernah tercapai. sebagai mana tercantum dalam pelaturan mendiknas nomor 22, mata pelajaran IPS bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut.

1. Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungannya


(15)

2. Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial 3. Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan

kemanusiaan

4. Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasional, dan global. (Permendiknas No. 22, 2006).

Pembelajaran IPS di MI Uswatun Hasanah merambung diajarkan dengan cara terpadu penuh (holistic) sesuai dengan hakikat perkembangan psikologis manusia dari yang bersifat holistic hingga spesipik sebagai mana dijelaskan oleh Pargito (2010:6) diatas. Alokasi waktu yang disediakan untuk Mata pelajaran IPS 3 jam pelajaran perminggu yang mana 1 jam pelajaran 35 menit yakni 1 kali pertemuan tatap muka perminggunya.

Kendala pembelajaran IPS di MI Uswatun Hasanah Merambung Kecamatan Penengahan Kabupaten Lampung Selatan terutama dikelas tinggi (kelas 4 s/d 6) antara lain minimnya media pembelajaran yang di miliki sekolah. dari data yang di temukan penulis di lapangan, secara keseluruhan media pembelajaran IPS menduduki urutan ke 5 dibanding media pembelajaran yang dimiliki mata pelajaran lainnya. Kurangnya media pembelajaran IPS di sekolah akan menciptakan gangguan interaksi antar guru dan peserta didik, gangguan interaksi akan mempengaruhi kualitas pembelajaran sekaligus hasli belajar. Pada tabel 1.1. dibawah ini disajikan data media pembelajaran diluar buku pelajaran yang di miliki MI Uswatun Hasanah Merambung.


(16)

Tabel 1.1: Rekapitulasi Media Pembelajaran Diluar Buku MI Uswatun Hasanah Merambung Tahun Pelajaran 2011-2012

NO NAMA BARANG JENIS BARANG

JUMLAH BARANG

KEADAAN BARANG BAIK RUSAK

RINGAN

RUSAK BERAT

1 IPA Media

pembelajaran 204 64 73 67 2 Orjakes diluar buku 17 1 4 11 3 Seni Budaya (alat peraga) 16 1 7 4 4 Matematika 10 4 3 3 5 IPS / PKn 13 1 4 8 6 PAI dan B Arab 5 1 2 2 7 Bahasa Indonesia 2 1 1 0 Jumlah 267 73 94 95

Sumber: MI Uswatun Hasanah Merambung

Kualifikasi akademik tenaga pendidik, guru pelajaran IPS di sekolah tersebut berijazahkan S1 PGSD, rasio peserta didik per rombongan belajaran (Rombel) termasuk kedalam kelas kecil, karena jumlah peserta didik per rombel kurang dari 25 orang. Prestasi belajar IPS, dari data nilai 3 kelas (kelas IV, V dan VI) terlihat pada tabel 1.2

Tabel 1.2: Rekapitulasi Rata-rata nilai Ulangan Umum Semester 1 MI Uswatun Hasanah Merambung Tahun Pelajaran 2011-2012

No Mata Pelajaran Kelas Jumlah Rata-rata 4 5 6

1 Qur'an Hadits 73 75 74 222 74 2 Aqidah Akhlak 67 70 68 205 68 3 Fiqih 65 65 66 196 65 4 S K I 61 61 62 184 61 5 PKn 63 65 64 192 64 6 Bahasa Indonesia 75 76 76 227 76 7 Bahasa Arab 62 68 63 193 64 8 Matematika 59 68 60 187 62 9 I P A 72 73 73 218 73 10 I P S 65 64 66 195 65 11 SB&K 68 66 69 203 68 12 PJK&Orkes 67 68 68 203 68 13 Bahasa Lampung 62 69 63 194 65 14 Bahasa Inggris 65 70 66 201 67


(17)

Dari table 1.2. tentang prestasi belajar peserta didik, rata-rata nilai IPS 65

dibandingkan dengan mata pelajaran lain, IPS menduduki peringkat ke 6 dari 14 mata pelajaran yang di MI Uswatun Hasanah Merambung.

Selain berbagai permasalahan yang telah dijelaskan, penulis telah melakukan identifikasi terhadap latar belakang peserta didik, sebagian besar peserta didik di Madrasah tersebut berasal dari keluarga buruh tani atau petani serabutan yang berpenghasilan rendah.

Dari berbagai permasalahan yang ada penulis menemukan dan merumuskan potensi yang ada pada MI Uswatun Hasanah Tersebut antara lain:

1. Jumlah peserta didik MI uswatun hasanah merambung per-rombelnya terbilang relatif sedikit, yakni memiliki 155 orang peserta didik, hal ini memudahkan guru dalam pembimbingan secara individu maupun secara kelompok dengan persebaran sebagaimana tertera pada table 1.3. dibawah ini:

Tabel 1. 3: Daftar Persebaran Peserta Didik MI Uswatun Hasanah Merambung Tahun Pelajaran 2011-2012

No Kelas Jumlah Peserta Didik Jumlah

Laki-laki Perempuan

1 VI 7 14 21

2 V 11 16 27

3 IV 10 15 25

4 III 8 14 22

5 II 14 15 29

6 I 17 14 31

Jumlah 67 88 155


(18)

2. Terdapat banyak benda yang (potongan kayu) yang dapat digunakan untuk pembuatan media pembelajaran,

3. Alat untuk membuat media pembelajaran sebagain besar tersedia

4. Sebagian besar peserta didik berasal dari keluarga pra-sejahtera dengan latar belakang pendidikan rendah dan jauh dari kota, sehingga masalah tersebut menyebabkan orang tua peserta didik jarang memperhatikan sarana dan prasarana pembelajaran dirumah sehingga peserta didik menjumpai media pembelajaran dengan berbagai jenis hanya disekolah. media pembelajaran yang didisain secara inovatif dan kreatif diduga akan meningkatkan antosiasme peserta didik pada pembelajaran IPS.

5. Madrasah ibtidaiyah adalah sekolah setarap sekolah dasar yang mana peserta didik berusia anatara 6 s/d 12 tahun, menurut tahapan perkembangan Piaget peserta didik di sekolah dasar pada tahapan Operasional Konkret, yang mana peserta didik pada tahapan ini lebih menyukai desain pembelajaran yang menggunakan berbagai media. bebagai mana terlihat pada table 1.4 dibawah ini:

Tabel 1.4: Tahapan Perkembangan Piaget (Masitoh, 2009: 22).

No Usia Nama Tahapan

2 3 4

0-2 Tahun 2-7 Tahun 7-11 Tahun 11 Tahun lebih

Sensor Motorik Praoperasional Opersional Konkret Operasional Formal

6. Materi pembelajaran IPS di sekolah dasar sebagian besar berbentuk tektual yang cenderung abstrak, sehingga dibutuhkan media pembelajaran yang


(19)

dapat mengkonkretkan materi pembelajaran agar terserap oleh peserta didik secara benar dalam konteks bagaimana peseta didik mengkonstruksi pengetahuan.

B. Fokus Penelitian

Penelitian ini difokuskan untuk mengembangkan media pembelajaran peta yaitu berupa belahan-belahan peta yang dapat disusun ulang (puzzle), untuk meningkatkan proses dan hasil belajar peserta didik pada Mata Pelajaran IPS Kelas IV (empat) materi pokok peta. Untuk mengembangkan media Peta Puzzel yang diharapkan, terdapat sejumlah variable yang mempengaruhi, yaitu: kurikulum, guru, pserta didik, metode/teknik, lingkungan belajar dan evaluasi. Dalam penelitian ini tidak semua variable tersebut dijadikan variabel penelitian, akan memfokuskan pada variabel guru, peserta didik dan media pembelajaran yang digunakan.

Bertolak dari masalah penelitian di atas, maka dapat diilustrasikan pada gambar berikut:


(20)

C. Rumusan Masalah

Permasalahan dan potensi yang ada di MI Uswatun Hasanah Merambung Desa Padan Kecamatan Penengahan Kabupaten Lampung Selatan seperti yang telah dijekaskan pada bagian sebelumnya, pada penelitian ini dapat di buat rumusan masalah,

1. Bagaimanakah mengembangkan media pembelajaran peta puzzle untuk peserta didik Kelas IV MI Uswatun Hasanah Merambung?

2. Peta puzzle seperti apakah yang layak digunakan di Kelas IV MI Uswatun Hasanah Merambung?

3. Bagaimana efefktifitas peta puzzle terhadap proses dan hasil belajar peserta didik kelas IV MI Uswatun Hasanah Merambung?

Tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah setelah dilakukan pengkajian keadaan, tahap-tahap penelitian dengan metode Reasearch and Development (R & D) menurut Borg (1996) dalam Sugiono (2011: 298) adalah sebagai berikut:

1. Perencanaan

Setelah mempelajari literatur selengkapnya dan memperoleh informasi yang diperlukan, langkah selanjutnya adalah merencanakan pembuatan produk, meliputi objektif produk, memperhatikan audiens yang menggunakannya, dan deskripsi komponen produk serta bagaimana menggunakannya.

2. Pembuatan Produk Awal

Dalam tahap ini dibuat bentuk awal produk, meliputi persiapan bahan dan material, prosedur dan instrumen evaluasi. Setelah inisiasi dalam perencanaan


(21)

lengkap, langkah berikutnya adalah membuat bentuk awal produk pembelajaran yang dapat diuji coba.

3. Uji Coba

Setelah produk awal tersebut diperbaiki sesuai dengan saran dari pakar pendidikan IPS, pakar teknolog pendidikan, dan pakar konten dilaksanakan uji coba lapangan yang bertujuan untuk mendapatkan evaluasi kualitatif atas produk.

4. Perbaikan Produk

Setelah dilakukan uji coba awal, tahap berikutnya adalah mempelajari apakah produk pembelajaran sudah sesuai dengan objektif yang ditentukan. sebelumnya. Data yang diperoleh pada uji coba tersebut dianalisis, dan pengembang merencanakan kembali, diikuti dengan perbaikan yang diperlukan.

5. Uji Coba Sebenarnya

Uji coba sebenarnya bertujuan untuk memperoleh innformasi apakah produk pembelajaran sudah sesuai dengan objektif yang telah ditentukan sebelumnya.

D. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan:

a. Mengembangkan peta puzzel yang layak di gunakan pada peserta didik Kelas IV MI Uswatun Hasanah Merambung;

b. Mengembangkan cara menyajikan peta puzzle dalam proses pembelajaran di Kelas IV MI Uswatun Hasanah Merambung;

c. Mengidentifikasi efefktifitas peta puzzle terhadap proses dan hasil belajar peserta didik kelas IV MI Uswatun Hasanah Merambung.


(22)

E. Kegunaan Penelitian

a. Kegunaan Akademis

Penelitian ini mengembangkan model media pembelajaran pembuatan peta puzzle untuk diterapkan pada mata peljaran IPS di kelas IV (empat) Madrasah Ibtidaiyah, dengan demikian perlu dibuktikan validitas dan efektifitas pencapain tujuan pembelajaran. Jika langkah pembuktian tercapai, maka hasil penelitian ini dapat menjadi dasar pertimbangan dalam media pembelajaran untuk mata pelajaran IPS kelas IV di Madrasah Ibtidaiyah.

b. Kegunaan Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi Guru Mata Pelajaran IPS di Madrasah Ibtidaiyah/SD, perencana pendidikan dan peneliti. Bagi peserta didik dapat mengembangkan dan memperkaya pengetahuan peta khususnya daerah setempat. Guru dengan mata pelajaran sejenis dapat mengembangkan berbagai model media pembelajaran ini. Demikian juga bagi perusahaan yang bergerak dibidang pembuatan media pembelajaran, sebagai masukan bagi perusahaan tersebut dalam mengembangkan usahanya.

c. Kegunaan Bagi Peneliti

Tujuan penelitian ini adalah untuk melakukan perubahan pada permasalahan yang nyata yang dihadapi oleh Madrasah Ibtidaiyah/SD khususnya pada media pembelajaran IPS. Sesuai dengan metodologi penelitian yang peneliti gunakan yaitu R&D, maka diharapkan ada produk penelitian yang dapat disumbangkan dalam rangka meningkatkan kualitas hasil pembelajaran. Penelitian ini diharapkan


(23)

juga dapat memberikan gagasan pada penelitian serupa untuk dikembangkan lebih lanjut.

d. Kegunaan Bagi Ilmu Pengetahuan

Manfaat penelitian ini bagi khazanah ilmu pengetahuan diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi gagasan untuk pembuatan media pembelajaran berbasis kontekstual. Pembelajaran berbasis kontekstual sangat efektif untuk pembelajaran sehingga mudah dipahami oleh peserta didik. media ini tidak hanya dapat diterapkan pada pembelajaran bidang IPS, tetapi dapat dikembangkan untuk semua Mata pelajaran baik di tingkat MI/SD maupun SMP/MTs.

F. Spesifikasi Produk Yang Diharapkan

Pengembangan media peta puzzle ini menghasilkan peta Provinsi Lampung bongkar-pasang yang biasa disebut dengan puzzle, puzzle yang di buat adalah jenis jigsaw, disebut dengan jigsaw karena alat untuk memotong menjadi keping disebut dengan jigsaw. Media peta ini dugunakan untuk kelas IV Madrasah Ibtudaiyah/Sekolah Dasar pada Kompetensi Dasar “Membaca peta lingkungan setempat (kabupaten/kota, provinsi) dengan menggunakan skala sederhana“ Komponen yang terdapat dalam media peta puzzel ini adalah:

1) Kepingan peta (puzzle) per-kabupaten/kota yang tersebar di Provinsi Lampung (Lampung Barat, Lampung Selatan, Lampung Tengah, Lampung Timur, Lampung Utara, Tanggamus, Tulang Bawang, Way Kanan, Kota Bandar Lampung, Kota Metro, Pesawaran, Tulang Bawang Barat, Mesuji, Pringsewu dan Pesisir Barat) dan syarat lainnya (legenda, skala dan arah mata angin)


(24)

2) Mengikuti syarat-syarat peta, syart-syarat yang wajib ada pada peta yaitu judul peta, skala peta, legenda, lambang peta seperti jalan, sungai, ibu kota, pelabuhan, batas wiayah, dll, garis pinggir peta dan petunjuk arah mata angin (utara, selatan, timur, barat , dll)

3) Sekala yang digunakan adalah skala angka 1: 410.000 yang berati setiap 1 cm mewakili 410.000 cm sesungguhnya.

4) Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) sebagai acuan langkah-langkah pembelajaran untuk menggunakan peta puzzle.

G. Ruang Lingkup Penelitian

Sebagai mana dijelaskan pada bagain sebelumnya, IPS di SD/MI diajarkan secara terpadu. IPS memiliki 5 tradisi yakni IPS 1) IPS sebagai transmisi kewarganegaraan (Social studies as citizenship transmission) 2) IPS Sebagai Pendidikan Ilmu-ilmu Sosial (social studies as social science) 3) IPS Sebagai Pendidikan Reflektif (Social Studies as reflective inquiri) 4) IPS Sebagai Kritik kehidupan social (social studies as social criticism/Decision making and action) 5) IPS Sebagai pengembangan pribadi Seseorang (social studies as personal Development of the individual).

Pada penelitian ini sesuai dengan judul yang dimunculkan sesuai dengan poin 2 yakni IPS Sebagai Pendidikan Ilmu-ilmu Sosial (social studies as social science)


(25)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PENGAJUAN HIPOTESIS

A. Tinjauan Pustaka

a. Pengertian Belajar

Belajar adalah proses yang dilakukan oleh manusia untuk memperoleh aneka ragam compectensis (kemampuan), skill (keteampilan) dan attidudes (sikap) diperoleh secara bertahap dan berkelanjutan mulai dari masa bayi sampai masa tua melalui rangkaian proses belajar sepanjang hayat. Kemampuan belajar inilah yang membedakan manusia dari mahluk lainnya Bell-Gredler (1986:1) dalam Winataputra (2008: 1.5), sedangkan Oemar Hamlik dalam Winataputra (2008: 1.5) berpendapat, belajar adalah modifikasi atau mempertangguh kelakuan melalui pengalaman. Nana Syaodih dalam Winataputra (2008: 1.5) berpendapat: belajar adalah segala perubahan tingkah laku baik yang berbentuk kognitif, afektif maupun psikomotor dan terjadi melalui proses pengalaman. dari berbagai teori yang diungkapkan oleh para pakar diatas dapat disimpulkan bahwa 1) yang terpenting dalam pembelajaran adalah adanya proses belajar (learning process), 2) belajar membutuhkan interaksi artinya dalam pembelajaran adanya proses penyampaian pesan dari seseorang (sumber pesan) kepada seseorang atau sekelompok orang (penerima pesan) Riyana (2009:3), dan 3) pembelajaran juga dikatakan sebagai sebuah sistem karena didalamnya mengandung komponen yang


(26)

saling berkaitan untuk mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan. Komponen-komponen yang dimaksud dalam sistem pembelajaran meliputi: tujuan, materi, metode, media dan evaluasi. masing-masing komponen saling berkaitan erat dan merupakan satu kesatuan (Riyana, 2009:6).

Sedangkan Kimble (1961) dalam Hergenhahn (2010: 8) salah satu ahli psikologi pendidikan mendefinisikan belajar sebagai perubahan perilaku atau potensi perilaku yang bersifat permanen yang berasal dari pengalaman dan tidak bisa di nisbahkan ke temporary body states (keadaan tubuh temporer) seperti keadaan yang disebabkan oleh sakit, keletihan atau obat-obatan.

b. Ciri belajar.

1. Adanya proses

Menurut Wiranataputra (2008: 2.8) belajar adalah proses mental dan emosional atau biasa disebut juga sebagai proses berfikir dan merasakan. seorang dikatakakan belajar bila fikiran dan perasaannya aktif. aktifitas perasaan fikiran dan perasaannya itu sendiri tidak dapat diamati orang lain, akan tetapi akan terasa oleh yang bersangkutan (orang yang sedang belajar itu) guru tidak dapat melihat aktifitas fikiran dan perasaan siswa, yang dapat diamati oleh guru ialah manifestasinya, yaitu kegiatan siswa sebagai akibat adanya aktifitas fikiran dan perasaan pada diri siswa tersebut.

2. Perubahan Perilaku

hasil belajar menurut Masitoh (2009: 6) berupa perubahan perilaku atau tingkah laku. seseorang yang belajar akan berubah atau bertambah perilakunya, baik yang


(27)

berupa pengetahuan, keterampilan motoric, atau penguasaan nilai-nilai (sikap) menurut para ahli psikologi tidak semua perubahan perilaku dapat digolongkan kedalam hasil belajar. perubahan perilaku karena kematangan (umpamanya seseorang anak kecil dapat perangkak, duduk atau berdiri, berjalan lebih banyak disebabkan oleh kematangan daripada oleh belajar). demikian pula perubahan perilaku yang disadari karena meminum minuman keras, tidak digolongkan ke dalam perubahan perilaku hasil belajar.

perubahan perilaku hasil belajar ialah perubahan yang dihasilkan dari pengalaman (interaksi dengan lingkungan), dimana proses mental dan emosional terjadi. Perubahan perilaku sebagai hasil belajar dikelompokkan kedalam tiga ranah (kawasan), yaitu: pengetahuan (kognitif), keterampilan motoric (psikomotor), dan penguasaan nilai-nilai atau sikap (afektif). didalam pemebelajaran perubahan perilaku sebagai hasil belajar tesebut dirumuskan dalam tujuan pembelajaran. 3. Pengalaman

Belajar adalah mengalami artinya belajar terjadi dalam interaksi antara individu dengan lingkungan, baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial.

Lingkungan fisik contohnya: buku, media, perpustakaan, alam sekitar. lingkungan sosial contohnya: guru, siswa, pustakawan, kepala sekolah.

Lingkungan pembelajaran yang baik ialah lingkungan yang dapat menstimulasi dan menantang siswa untuk belajar. guru mengajar tanpa menggunakan media biasanya akan kurang merangsang siswa untuk belajar lebih giat dan hal ini biasanya terdapat pada siswa MI.


(28)

Belajar bisa melalui pengalaman langsung maupun pengalaman tidak langsung. belajar melalui pengalaman langsung contohnya: siswa belajar secara mandiri dengan mengalaminya sendiri.

Belajar dengan melalui pengalaman langsung hasilnya akan lebih baik, karena siswa akan lebih memahami dan lebih menguasai pelajaran tersebut. bahkan nantinya siswa akan merasakan pelajarn lebih bermakna.

Pembelajaran merupakan kegiatan yang dilakukan untuk menginisiasi, memfasilitasi, dan meningkatkan intensitas dan kualitas belajar pada diri peserta didik. oleh karena pembelajaran merupakan upaya sistematis dan sistematik untuk menginisiasi, memfasillitasi dan meningkatkan proses belajar maka kegiatan pembelajaran berkaitan erat jenis hakikat, dan jenis belajar serata hasil belajar tersebut. pembelajaran harus menghasilkan belajar, tertapi tidak semua proses belajar terjadi karena pembelajaran. proses belajar juga terjadi dalam konteks interaksi sosial-kultural dalam lingkungan masyarakat.

Pembelajaran dalam konteks pendidikan formal, yakni pendidikan disekolah, sebagian besar terjadi dikelas dan lingkungan sekolah. sebagian kecil pembelajaran terjadi juga dilingkungan masyarakat, misalnya pada saat kegiatan ko-kulikuler (kegitan diluar kelas dalam rangka tugas mata pelajaran), ekstra-kulikuler (kegitan diluar mata pelajaran, diluar kelas), dan ekstramural (kegitan dalam rangka proyek belajar atau kegitan diluar kurikulum yang diselenggarakan diluar kampus sekolah, seperti kegiatan perkemahan sekolah). dengan demikan proses belajar bisa terjadi dikelas, dalam lingkungan sekolah, dan dalam lingkungan masyarakat, termasuk dalam interaksi sosial-kultural melalui media


(29)

massa dan jaringan. Dalam konteks pendidikan non-formal, justru sebaliknya, proses pembelajaran sebagian besar terjadi dalam lingkungan masyarakat, termasuk dunia kerja, media massa dan jaringan internet. Hanya sebagian kecil saja pembelajaran terjadi di kelas dan lingkungan non-formal seperti pusat kursus. yang lebih luas adalah belajar dan pembelajaran dalam konteks pendidikan terbuka dan jarak jauh, yang karena karakteristik peserta didik dan paradigm pembelajarannya, proses belajar dan pembelajaran bisa terjadi dimana saja, dan kapan saja tidak dibatasi oleh jarak, ruang dan waktu. secara diagramatis, kompleksitas dari praktis belajar dan pembelajaran dapat dilihat pada gambar 2.1. sebagai berikut.

gambar 2.1: Kompleksitas Belajar dan Pembelajaran

Istilah pembelajaran merupakan istilah baru yang digunakan untuk menunjukan kegiatan guru dan siwa. Sebelumnya kita menggunakan istilah proses “belajar

-mengajar “ dan “pengajaran” istilah pembelajaran merupakan terjemahan dari kata


(30)

serangkaian kegiatan yang dirancang yang memungkinkan terjadinya proses belajar pada siswa. Instruction is a set of events that affect learners in such a way that learning is facilitated

Kita lebih memilih istilah pembelajaran karena isltilah pembelajaran mengacu pada segala kegitan yang berpengaruh langsung terhadap proses belajar siswa.

kalau kita menggunakan kata ”pengajaran”, kita membatasi diri hanya pada

konteks tatap muka guru-siswa didalam kelas. sedangkan dalam istilah pembelajaran, interaksi siswa tidak dibatasi oleh kehadiran guru secara fisik. siswa dapat belajar melalui bahan ajar cetak, program radio, program televise dan program lainnya. tentu saja guru tetap memainkan peran penting dalam merncang setiap kegiatan pembelajaran. dengan demikian, pengjaran merupan bagian dari pembelajaran.

Konsep dasar pembelajaran dirumuskan dalam Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan Nasional pasal 1 butir 20 “pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu

lingkungan belajar” dalam konsep tersebut terkandung 5 konsep, yakni interaksi, peserta didik, pendidik, sumber belajar dan lingkungan belajar. dalam kamus Ilmiah popular kata interaksi mengandung arti pengaruh timbal balik; saling mempengaruhi satu sama lain. peserta didik menurut pasal 1 butir 4 UU No. 20 tahun 2003 tentang sisdiknas, adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu. sementara pendidik menurut pasal 1 butir 4 UU No. 20 Tahun 2003 Tentang Sisdiknas adalah tenaga kependidikan


(31)

yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaswara, tutor, instruktur, fasilitator dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan. sumber belajar atau learning Resources secara umum diartikan sebagai sesuatu yang dapat digunakan oleh peserta didik dan pendidik dalam proses belajar dan pembelajaran. jika dikelompokan sumber belajar dapat berupa sumber belajar tertulis/cetakan, terekam, tersiar, jaringan dan lingkungan (alam, sosial, budaya, spiritual) lingkungan belajar atau learning environment adalah lingkungan yang menjadi latar terjadinya proses belajar seperti di kelas, perpustakaan, sekolah, tempat kursus, warnet, keluarga, masyarakat dan alam semesta.

Dari pengertian diatas, kita mengetahui bahwa ciri utama pembelajaran adalah inisiasi, fasilitasi, dan peningkatan proses belajar siswa. ini menunjukan bahwa unsur kesenjangan dari fihak diluar individu yang meliakukan proses belajar, dalam hal ini pendidik secara perorangan atau secara kolektif dalam suatu sistem, merupakan ciri utama dari konsep pembelajaran. perlu diingat bahwa tidak semua proses belajar terjadi dengan sengaja. dismping itu ciri lain dari pembelajaran adalah adanya interaksi yang sengaja diprogramkan, interaksi tesebut terjadi antara peserta didik yang belajar dengan lingkungan belajarnya, baik dengan pendidik, siswa lainnya, media, dan atau sumber belajar lainnya. ciri lain dari pembelajaran adalah adanya komponen-komponen yang saling berkaitan satu sama lain. komponen-komponen tersebut adalah tujuan, materi, kegiatan, dan evaluasi pembelajaran. tujuan pembelajaran mengacu pada kemampuan atau kompetensi yang diharapkan dimiliki siswa setelah mengikuti suatu pembelajaran


(32)

tertentu. materi pembelajaran adalah segala sesuatu yang dibahas dalam pembelajaran dalam rangka mencapai tujuan yang telah di tetapkan. kegitan pembelajaran mengacu pada penggunaan pendekatan, strategi. metode, dan teknik dan media dalam rangka membangun proses belajar, antara lain membahas materi dan melakukan pengalaman belajar sehingga tujuan pembelajaran dapat dicapai secara optimal. proses pembelajaran dalam arti yang luas merupakan jantungnya dari pendidikan untuk mengembangkan kemampuan, membangun watak dan peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka pencerdasan kehidupan bangsa.

c. Pandangan Belajar Konstruktivisme

Konstruktiifisme merupakan landasan utama kurikulum sekolah di Indonesia yang saat ini digunakan yang diberi nama kurikulum tingkata satuan pendidikan (KTSP). Sebagai pandangan pendidikan, konstruktivisme mengkaji tentang manusia dan pengetahuan. Pada dasarnya perspektif ini mempunyai asumsi bahwa pengetahuan lebih bersifat kontekstual dari pada absolut, yang memungkinkan adanya penafsiran jamak (multiple perspectives) bukan hanya satu penafsiran saja. Oleh karenanya dapat dikatakan bahwa konstruktifisme memandang bahawa pemahaman dibentuk menjadi pemahaman individual melalui interakasi dengan lingkungan dan orang lain (Wintaputra, 2008: 6.5). Pada dasarnya kontruktivisme bukanlah pandangan yang berdiri sendiri, melainkan merupakan hasil dari proses methamorphosis teori-teori dan pandangan-padangan belajar dan pembelajaran yang ada sebelumnya. Hal senada di diungkapkan oleh Winataputra (2008: 6.5) bahwa sebenarnya tidak ada


(33)

satu-satunya pemahaman tentang teori belajar kontruktivis, yang ada yang ada adalah berbagai pendekatan konstruktifis yang diterapkan dalam berbagai bidang ilmu, yang mempunyai penkanan berbeda. Sebagai contoh pemikiran konstruktivis Vygotsky menekankan pentingnya peranan konstruksi pengetahuan sebagai proses sosial dan kebersamaan, sedangkan Piaget beranggapan bahwa factor individual lebih penting daripada factor sosial (Hoy & Cecil, dalam Winataputra, 2008: 6.5). Budiningsih (2004: 57) berpendapat bahwa konstruktivisme didefinisikan sebagai pembelajaran yang bersifat generative, yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang sudah dipelajari. Menurut pandangan teori konstruktivis, belajar merupakan proses mengkonstruksi pengetahuan. Pengetahuan dihasilkan dari proses pembentukan. Semakin banyak seseorang berinteraksi dengan objek dan lingkungannya maka pengetahuan dan pemahaman tentang objek serta lingkungannya tersebut akan meningkat dan semakin rinci. Von Galserfeld dalam Budiningsih (2004: 57) mengemukakan bahwa ada beberapa kemampuan yang diperlukan dalam mengkonstruksi pengetahuan, yaitu:

1) Kemampuan mengingat dan mengungkapkan kembali pengalaman,

2) Kemampuan membandingkan dan mengambil keputusan akan kesamaan dan perbedaan, dan

3) Kemampuan untuk lebih menyukai suatu pengalaman yang satu dari pada yang lainnya. Konstruktivistik memandang siswa sebagai pribadi yang sudah memiliki kemampuan awal sebelum mempelajari sesuatu. Kemampuan awal tersebut akan menjadi dasar dalam mengkonstruksi pengetahuan yang baru. Oleh sebab itu meskipun kemampuan awal


(34)

tersebut masih sangat sederhana atau tidak sesuai dengan pendapat guru, sebaiknya diterima dan dijadikan dasar pembelajaran serta pembimbingan (Budiningsih, 2004:59).

Perspektif kontruktivis menyatakan pentingnya hasil belajar sebagai tujuan belajar, tetapi proses yang melibatkan cara dan strategi dalam belajar juga dinilai sangat penting. Pada prosesnya, belajar, hasil belajar, cara belajar, dan strategi belajar akan mempengaruhi perkembangan tata pikir dan skema berpikir seseorang. Sebagai upaya membangun pemahaman atau pengetahuan, peserta didik mengkonstruksi (membangun) pengetahuannya terhadap phenomena yang ditemui dengan menggunakan pengalaman, struktur kognitif, dan keyakinan yang dimiliki (Jonassen dalam Winataputra, 2008: 6.6).

Perspektif konstruktivisme mengharuskan peserta didik bersikap aktif karena mereka harus melalui proses mengkonstruksi pengetahuan secara individu. Maka, belajar menurut konstruktivis tidak dapat hanya diartikan sebagai transfer of knowledge dari guru kepada siswa. Dalam proses belajar peserta didik membangun gagasan atau konsep baru berdasarkan analisis dan pemikiran ulang terhadap pengetahuan yang diperoleh pada masa lalu dan masa kini. Oleh karenya pembelajaran perlu dirancang berorientasi pada kebutuhan dan kondisi peserta didik. Driver dan Bell dalam Amri (2010;145), mejelaskan kakrakteristik pandangan konstruktivisme sebagai berikut :

1) Siswa tidak dipandang sebagai sesuatu yang pasif melainkan memiliki tujuan 2) Belajar mempertimbangkan seoptimal mungkin proses keterlibatan siswa


(35)

3) Pengetahuan bukan sesuatu yang datang dari luar melainkan dikonstruksi secara personal

4) Pembelajaran bukanlah tranmisi pengetahuan, melainkan melibatkan pengaturan sitasi kelas

5) Kurikulum bukanlah, sekadar dipelajari, melainkan seperangkat pembelajaran, materi dan sumber

Secara tegas Cunningham & Duffy 1996 dalam Winataputra (2008: 6.7) menegaskan bahwa belajar merupakan proses aktif untuk mengkonstruksi pengetahuan dan bukan proses menerima pengetahuan. Proses pembelajaran yang terjadi lebih dimaksaudkan untuk membatu atau mendukung proses belajar, bukan sekedar untuk menyampaikan pengetahuan.

Sebagaimana dijelaskan pada bagaian sebelumnya, pandangan konstruktivisme tidak berdiri sendiri dan berbeda dari pandangan dan teori yang lahir sebelumnya, yang ada dalah pendekatan konstruktivisme dapat terwujud dari berbagai teori belajar manapun tergantung dari sisi mana melihatnya. Paling tidak beberapa teori yang lahir sebelumnya berpengaruh besar terhadap perwujudan konstruktivisme dalam pembelajaran seperti teori behavioristik dan teori kognitif. Pada lanjutan bagain ini akan dijelaskan pebandingan teori-teori belajar tersebut. Tabel 2.1: Tabel Perbandingan Berbagai Komponen Teori Belajar

Aspek Belajar Teori

Behaviorisme Kognitivisme Konetruksivisme

Befinisi belajar Perubahan perilaku atau perilaku baru yang diperoleh sebagai hasil respon terhadap suatu rangsangan.

Gejala internal mental seseorang yang dapat dilihat dalam perilaku maupun yang tidak telihat.

Proses membangun atau membentuk makna,

pengetahuan, konsep dan gagasan melalui

pengalaman. Prinsip belajar Perilaku seseorang Sesorang Seseorang


(36)

28

dipengaruhi oleh rangsangan dari luar. Konsekuensi perilaku, berupa ganjaran atau hukuman, harus segera diberlikan sebagai penguat perilaku. memproses secara mental informasi yang diperoleh, menyimpan dan menggunakannya untuk menghasilkan perilaku tertentu. membangun suatu realitas berdasarkan pengalaman dan interaksi dengan lingkungan, melalui pemecahan masalah yang rill, biasanya dalam suatu mekanisme kolaboratif. Implikasi dan aplikasi dalam pembelajaran Merancang kondisi belajar yang efektif dengan

merumuskan tujuan belajar dan langkah-langkah pembelajaran yang jelas. Menggunakan ganjaran dan hukuman sebagai penguat perilaku yang dihasilkan. Membatu siswa memperoses informasi dengan efektif, dengan cara menyusun materi pembelajaran dengan sistematis dan akurat membuat hubungan anatara pengetahuan baru dengan struktur kognitif yang sudah dimiliki siswa. Mendorong siswa bersikap lebih otonom dalam menerjemahkan pengetahuan yang diperoleh, melalui pemecahan masalah yang rill, kompleks dan bermakna bagi siswa. Dialog dalam kelompok belajar bersama. Bimbingan dalam proses pembentukan pemahan.

Diadabtasi dan dimodifikasi dari Ormrod (2000) dalam Winataputra (2008: 6.10)

d. Kurikulum IPS di Madrasah Ibtidaiyah Uswatun Hasanah Merambung

a) Kurikulum SD/MI

Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu (Kurikulum MIUH Tp 2011-2012: 2011).

Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) di Madrasah Ibtidaiyah Uswatun Hasanah Merambung mengacu pada standar nasional pendidikan untuk menjamin pencapaian tujuan pendidikan nasional. Standar Isi Lanjutan Tabel 2.1.


(37)

dan Standar Kelulusan (SKL) merupakan acuan utama bagi satuan pendidikan dalam mengembangkan kurikulum. Selain itu KTSP Madrasah Ibtidaiyah Uswatun Hasanah Merambung dikembangkan berdasarkan prinsip bahwa peserta didik memiliki posisi sentral untuk mengembangkan kompetensinya agar menjadi manusia yang beriman dan betakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, akhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Untuk mendukung pencapaian tujuan tersebut pengembangan kompetensi peserta didik disesuaikan dengan potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik serta tuntutan lingkungan (Kurikulum MIUH Tp 2011-2012: 2011).

Undang-undang Republik Indonesia No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia no 19 tahun 2005 tentang standar nasional pendidikan mengamanatkan tersusunnya kurikulum pada tingkat satuan pendidikan jenjang menengah dengan mengacu kepada standar isi dan standar kompetensi lulusan serta berpedoman pada panduan yang disusun oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Kurikulum Tingkat satuan Pendidikan Madrasah Ibtidaiyah Uswatun Hasanah Merambung disusun antara lain agar dapat memberi kesempatan peserta didik untuk :

(1) Belajar untuk beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, (2) Belajar untuk memahami dan menghayati,

(3) belajar untuk mampu melaksanakan dan berbuat secara efektif, (4) belajar untuk hidup bersama dan berguna untuk orang lain, dan


(38)

(5) belajar untuk membangun dan menemukan jati diri melalui proses belajar yang aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan.

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Ketentuan dalam UU No 20/2003 yang mengatur KTSP Pasal 1 ayat (19) bahwa Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.

1) Kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib memuat: a. pendidikan agama

b. pendidikan kewarganegaraan c. bahasa

d. matematika

e. ilmu pengetahuan alam f. ilmu pengetahuan sosial g. seni daan budaya

h. pendidikan jasmani dan olah raga i. ketrampilan/kejuruan dan

j. muatan lokal

2) Ketentuan mengenai kurikulum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.


(39)

1) Kerangka dasar dan struktur kurikulum ditetapkan oleh pemerintah

2) Kurikulum pendidikan dasar dan menengah dikembangkan sesuai dengan relevansinya oleh setiap kelompok/satuan pendidikan dan komite sekolah/madrasah dibawah koordinasi dan supervisi dinas pendidikan provinsi untuk pendidikan menengah.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan yang tertuang dalam Ketentuan di dalam PP 19/2005 yang mengatur KTSP, dalam Pasal 1 ayat (5), (13): (14) (15)

- Ayat (5): Standar isi adalah ruang lingkup materi dan kompetensi yang dituangkan dalam kriteria tentang kompetensi tamatan bahan kajian, kompetensi mata pelajaran, dan silabus pembelajaran yang harus dipenuhi oleh peserta didik pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu.

- Ayat (13): Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu

- Ayat(14): Kerangka dasar kurikulum adalah rambu-rambu yang ditetapkan dalam peraturan pemerintah ini untuk dijadikan pedoman dalam penyusunan kurikulum tingkat satuan pendidikan dan silabusnya pada setiap satuan pendidikan

- Ayat (15): Kurikulum tingkat satuan pendidikan adalah kurikulum operasional yang disusun oleh masing-masing tingkat satuan pendidikan


(40)

dalam Pasal 5 ayat (1), (2); menjelaskan cakupan materi dan tingkat kompetensi kurikulum tingkat pendidikan dasar:

- Ayat (1): Standar isi mencakup uraian materi dan tingkat kompetensi untuk mencapai kompetensi lulusan pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu. - Ayat (2): Standar isi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 memuat kerangka

dasar dan struktur kurikulum, beban belajar, kurikulum tingkat satuan , dan kalender pendidikan akademis

Dalam Pasal 8 ayat (1), (2), (3); menjelaskan kedalaman materi kurikulum:

(1) Kedalaman muatan kurikulum pada setiap satuan pendidikan dituangkan dalam kompetensi pada setiap tingkat dan/atau semester sesuai dengan standar nasional pendidikan

(2) Kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas standar kompetensi dan kompetensi dasar

(3) Ketentuan mengenai kedalaman kurikulum sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dikembangkan oleh BSNP dan ditetapkan dengan peraturan menteri

Dalam Pasal 17 ayat (1), berbunyi: KTSP SD/MI/SDLB, SMP/M.Ts/SMPLB, SMA/MA/SMALB, SMK/MAK atau bentuk lain yang sederajat dikembangkan sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah, karakteristik daerah, sosial budaya masyarakat setempat, dan peserta didik. ayat (2) Sekolah dan komite sekolah mengembangkan KTSP dan silabusnya berdasarkan kerangka dasar kurikulum dan standar kompetensi lulusan dibawah supervisi dinas kabupaten kota yang bertanggung jawab dibidang pendidikan SD,SMP,SMA,SMK dan


(41)

departemen yang menangani urusan pemerintahan dibidang agama untuk MI/M.Ts/MA dan MAK.

b) Tujuan, materi dan standar isi IPS di SD/MI Kelas IV (empat)

1. Tujuan Mata Pelajaran IPS (Permendikas 22/2006)

Mata pelajaran IPS bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut.

1. Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungannya

2. Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial 3. Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan

kemanusiaan

4. Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasional, dan global.

2. Materi pokok IPS di SD/Madrasah Ibtidaiyah terdiri atas:

IPS di sekolah dasar di sekolah dasar (SD)/madrasah ibtidaiyah (MI) diberikan sejak kelas satu. Pada kelas awal di pelajari berbagai materi pembelajaran sosiologi tentang identitas diri dan kedudukan sosial dalam keluarga, peran dalam lingkungan keluarga, kejadian penting, dokumen penting dll. Materi pembelajaran dikelas tinggi dimulai dikelas empat mempelajari materi-materi


(42)

geografi tentang membaca peta lingkungan kabupaten/kota dan provinsi setempat, kenampakan alam dan buatan, jenis pekerjaan yang berkaitan dengan tempat tertentu, koperasi dan jenis usaha lainnya, peninggalan dan tokoh sejarah hindu, budha dan islam, BPUPKI dan PPKI, keadaan alam, sosial dan budaya Negara-negara di dunia.

1. Pelapisan sosial, perbedaan sosial, interaksi sosial, konflik sosial dan integritas sosial

2. Lingkungan hidup, sumber daya alam, serta gejala alam di Indonesia dan sekitarnya

3. Kegiatan ekonomi, uang dan koperasi

4. Pengetahuan peta dan perkembangan sistem administarasi wilayah Indonesia

5. Sumber sejarah, tokoh sejarah, dan peninggalan sejarah

6. Perjuangan mempersiapkan, merebut dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia

7. Pengembangan teknologi produksi, teknologi komunikasi, teknologi transportasi, serta peranan bangsa Indonesia pada era global

8. Keanekaragaman suku bangsa

9. Kenampakan alam dan keadaan social di Negara-negara tetangga dan dunia

Dari materi pokok diatas dapat di dibuat peta konsep sesuai dengan muatan dan sifatnya masing-masing


(43)

Gambar 2.3: Peta Konsep Materi IPS SD

Peta konsep IPS di SD/MI sebagaimana pada gambar 2.3 diatas, terintegrasi dari erbagai disiplin ilmu pengetahuan, teknologi dan ilmu-ilmu lainnya. sosiologi, geografi, sejarah, ekonomi dan pengetahuan umum dan teknoloogi terintegrasi menjadi konsep IPS di SD/MI. Satu konsep dengan konsep lainnya saling mendukung dalam membentuk pengetahuan bagi peserta didik.

3. Standar isi IPS

Mata pelajaran IPS adalah mata pelajaran wajib (kulikuler) yang diajarkan di SD/MI. Standar isi dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) di atur dalam pemendiknas nomor 22 tahun 2006. Standar isi IPS untuk kelas IV SD/MI seperti terlihat pada tabel 2.2 di bawah ini:


(44)

Tabel 2.2: Standar Isi IPS SD/MI Kelas IV Kelas IV, Semester 1

Standar Kompetensi Kompetensi Dasar

1. Memahami sejarah, kenampakan alam, dan keragaman suku bangsa di lingkungan kabupaten/kota dan provinsi

1.1.Membaca peta lingkungan setempat (kabupaten/kota, provinsi) dengan menggunakan skala sederhana

1.2.Mendeskripsikan kenampakan alam di lingkungan kabupaten/kota dan provinsi serta hubungannya dengan keragaman sosial dan budaya

1.3.Menunjukkan jenis dan persebaran sumber daya alam serta pemanfaatannya untuk kegiatan ekonomi di lingkungan setempat 1.4.Menghargai keragaman suku bangsa dan

budaya setempat (kabupaten/kota, provinsi) 1.5.Menghargai berbagai peninggalan sejarah di

lingkungan setempat (kabupaten/kota, provinsi) dan menjaga kelestariannya 1.6.Meneladani kepahlawanan dan patriotisme

tokoh-tokoh di lingkungannya

Kelas IV, Semester 2

Standar Kompetensi Kompetensi Dasar

2. Mengenal sumber daya alam, kegiatan ekonomi, dan kemajuan teknologi di lingkungan kabupaten/kota dan provinsi

2.1.Mengenal aktivitas ekonomi yang berkaitan dengan sumber daya alam dan potensi lain di daerahnya

2.2.Mengenal pentingnya koperasi dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat 2.3.Mengenal perkembangan teknologi produksi,

komunikasi, dan transportasi serta pengalaman menggunakannya

2.4.Mengenal permasalahan sosial di daerahnya

Penelitian ini mengembangkan media pembelajaran untuk untuk standar kompetensi 1 (Memahami sejarah, kenampakan alam, dan keragaman suku bangsa di lingkungan kabupaten/kota dan provinsi) dan kompetensi dasar 1.1 (Membaca

peta lingkungan setempat (kabupaten/kota, provinsi) dengan menggunakan skala


(45)

e. Pengembangan Media Pembelajaran Peta Puzzle

1. Media pembelajaran IPS

Media adalah bentuk jamak dari perantara (medium), merupakan sarana komunikasi. berasal dari bahasa latin medium (antara) istilah ini merujuk pada apa saja yang membawa informasi antara sebuah sumber dan sebuah penerima. (Smaldino dkk: 2011: 7) Media merupakan komponen penting dalam suatu proses komunikasi, komunikasi melibatkan paling kurang tiga komponen utama, yakni pengirim atau sumber pesan (source), peranata (media) dan penerima (recever) (Barlo dalam Miraso 1984 dalam Asyhar 2011: 5). Sedangkan menurut Widodo dan Jasmadi (2009) dalam Asyhar (2011: 5) ada 4 komponen yang harus ada dalam proses komunikasi, yakni pemberi informasi, informasi itu sendiri, penerima informasi dan media. Keempat komponen dalam proses penyaluran pesan tersebut, oleh Miraso (1984) dalam Asyhar (2011: 5) digambarkan dengan model S-M-C-R (source, media, chenel, resever)

Menurut The Assocation for Educational Communication and Tecnology (AECT, 1977 dalam Asyhar, 2011: 4) media adalah apa saja yang digunakan untuk menyalurkan informasi.

Media memiliki cakupan yang sangat luas, yaitu manusia, materi atau kajian yang membangun suatu kondisi yang membuat peserta didik mampu memperoleh pengetahuan, ketarampilan atau sikap (Gerlach & Ely 1971 dalam Asyhar 2011: 7).


(46)

Menurut Riyana: (2009:7), media pembelajaran selalu terdiri atas dua unsur penting, yaitu unsur peralatan atau perangkat keras (hardware) dan unsur pesan yang dibawanya (message/software).

2. Manfaat Media

Menurut Riyana (2009: 9), secara umum media mempunyai kegunaan:

a) Memperjelas pesan agar tidak terlalu verbalistis, berkaitan dengan penerimaam pesan oleh peserta didik Edgar Dale (1969) dalam Asyhar (2011: 49) mengadakan klasifikasi menurut tingkat dari yang paling kongkrit ke yang paling abstrak.

Kongkrit

Gambar 2.4: Dales’s Cone of Experience Abstrak


(47)

Dales’s Cone of Experience pada gambar 2.4. diatas, media pembelajaran dapat memperjelas pesan yang abstrak menjadi pesan yang kongkrit sehingga mudah dimengerti oleh peserta didik.

b) Mengatasi keterbatasan ruang, waktu, tenaga dan daya indra,

c) Menimbulkan gairah belajar, interaksi lebih langsung antara peserta didik dengan sumber belajar,

d) Memungkinkan anak belajar mandiri sesuai dengan bakat dan kemampuan visual, auditori&kinestiknya,

e) Memberi rangsangan yang sama, mempersamakan pengalaman & menerima persepsi yang sama.

Selain itu, kontribusi media pembelajaran menurut Kemp and Dayton: 1995 dalam Riyana (2009:10), adalah:

(1) Penyampaian pesan pembelajaran dapat lebih terstandar, (2) Pembelajaran dapat lebih menarik,

(3) Pembelajaran menjadi lebih interaktif dengan menerapkan teori belajar, (4) Waktu pelaksanaan pembelajaran dapat diperpendek,

(5) Kualitas pembelajaran dapat ditingkatkan,

(6) Proses pembelajaran dapat berlangsung kapanpun dan dimanapun diperlukan, (7) Sikap positif peserta didik terhadap materi pembelajaran serta proses

pembelajaran dapat ditingkatkan, (8) Peran guru berubah kearah yang positif.


(48)

3. Kriteria pemilihan media

Menurut Riyana (2009:51), ada beberapa kriteria umum yang perlu diperhatikan dalam pemilihan media:

Gambar 2.5: Kriteria Pemilihan Media

Media pembelajaran peta puzzle yang di kembangkan dalam penelitian ini menyesuaikan karakteristik siswa, teori pendidikan, tujuan pembelajaran dan dilatarbelakangi oleh kurangnya media pembelajaran yang ada di sekolah.

4. Peta

1) Pengertian Peta

Pengertian peta secara umum adalah gambaran dari permukaan bumi yang digambar pada bidang datar, yang diperkecil dengan skala tertentu dan dilengkapi simbol sebagai penjelas. Pada hakikatnya semua mempunyai inti dan maksud yang sama. Berikut beberapa pengertian peta dari para ahli.


(49)

Peta adalah gambaran atau representasi unsur-unsur ketampakan abstrak yang dipilih dari permukaan bumi yang ada kaitannya dengan permukaan bumi atau benda-benda angkasa, yang pada umumnya digambarkan pada suatu bidang datar dan diperkecil/diskalakan.

b. Menurut Aryono Prihandito (1988)

Peta merupakan gambaran permukaan bumi dengan skala tertentu, digambar pada bidang datar melalui sistem proyeksi tertentu.

c. Menurut Erwin Raisz (1948)

Peta adalah gambaran konvensional dari ketampakan muka bumi yang diperkecil seperti ketampakannya kalau dilihat vertikal dari atas, dibuat pada bidang datar dan ditambah tulisan-tulisan sebagai penjelas.

d. Menurut Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal 2005)

Peta merupakan wahana bagi penyimpanan dan penyajian data kondisi lingkungan, merupakan sumber informasi bagi para perencana dan pengambilan keputusan pada tahapan dan tingkatan pembangunan.

Dengan menggunakan peta, kita dapat mengetahui segala hal yang berada di permukaan bumi, seperti letak suatu wilayah, jarak antarkota, lokasi pegunungan, sungai, danau, lahan persawahan, jalan raya, bandara, dan sebagainya. Ketampakan yang digambar pada peta dapat dibagi menjadi dua yaitu ketampakan alami dan ketampakan buatan manusia (budaya). 2) Macam-macam peta

Peta dapat diklasifikasi menjadi dua jenis (kgphsekarlinuwih.blogspot.com: 2011), yakni :


(50)

1. Peta Umum

Peta umum adalah peta yang manampilkan bentuk fisik permukaan bumi suatu wilayah. Contoh : Peta jalan dan gedung wilayah DKI Jakarta.

2. Peta Khusus

Peta khusus adalah peta yang menampakkan suatu keadaan atau kondisi \ khusus suatu daerah tertentu atau keseluruhan daerah bumi. Contohnya adalah peta persebaran hasil tambang, peta curah hujan, peta pertanian perkebunan, peta iklim, dan lain sebagainya.

3) Pembagian Peta

a. Peta Luas

Peta luas adalah peta yang menggambarkan suatu daerah yang luas seperti peta dunia, peta daerah amerika utara, peta benua, peta samudera, peta kutub utara dan kutub selatan, dsb.

b. Peta Sempit

Peta sempit adalah peta yang hanya menampilkan sebagian kecil suatu area. Contoh peta sempit yaitu peta desa atau pedesaan, peta kota atau perkotaan, peta gorong-gorong kampung, peta gedung, denah rumah, dan lain sebagainya.

c) Bentuk Lain Dari Peta

1. Atlas

Atlas adalah gabungan dari beberapa peta yang dikumpulkan dalam sebuah buku yang memiliki judul atlas serta jenis-jenis atlas yang ada di buku tersebut.


(51)

2. Globe

Globe atau Bola Dunia adalah suatu bentuk tiruan bola bumi yang dibuat dalam skala yang kecil untuk dapat lebih memahami bentuk asli planet bumi.

Berbagai Macam dan Jenis Warna Peta Beserta Artinya / Arti Warna Pada Peta

1. Warna Laut

 hijau : 0 - 200 meter dpl / ketinggian  kuning : 200 - 500 meter dpl / ketinggian  coklat muda : 500 - 1500 meter dpl / ketinggian  coklat : 1500 - 4000 meter dpl / ketinggian

 coklat berbintik hitam : 4000 - 6000 meter dpl / ketinggian  coklat kehitam-hitaman : 6000 meter dpl lebih / ketinggian

2. Warna Darat

 biru pucat : 0 - 200 meter / kedalaman  biru muda : 200 - 1000 meter / kedalaman  biru : 1000 - 4000 meter / kedalaman  biru tua : 4000 - 6000 meter / kedalaman

 biru tua berbintik merah : 6000 meter lebih / kedalaman

3. Syarat-Syarat yang Wajib Ada Pada Peta

 Judul peta  Skala peta


(52)

 Lambang Peta: jalan, sungai, ibu kota, pelabuhan, batas wiayah, dll  garis pinggir peta

 Petunjuk arah mata angin : utara, selatan, timur, barat , dll

4. Jenis Skala Pada Peta

Pengertian atau definisi : Skala peta adalah perbandingan jarak di peta dengan jarak sesungguhnya dengan satuan atau tehnik tertentu.

1. Skala angka / skala pecahan

Contohnya seperti 1 : 1000 yang berarti 1 cm di peta sama dengan 1000 cm jarak aslinya di dunia nyata.

2. Skala Satuan

Misalnya seperti 1 inchi to 5 miles dengan arti 1 inch di peta adalah sama dengan 5 mil pada jarak sebenarnya.

3. Skala Garis

Skala garis menampilkan suatu garis dengan beberapa satuan jarak yang menyatakan suatu jarak pada tiap satuan jarak yang ada.

5. Proyeksi Pada Peta

Proyeksi peta adalah suatu teknik pemindahan gambar peta ke berbagai macam bentuk peta. Beberapa jenis-jenis proyeksi peta :

 Proyeksi mercator  Proyeksi silinder


(53)

 Proyeksi mollowide  Proyeksi Kerucut

5. Puzzle

a. Pengertian Puzzle

Dilihat dari ilmu Etimologi (asal-usul kata), puzzle awalnya adalah sebuah kata kerja. Kata puzzle berasal dari bahasa Perancis Kuno "Aposer". Kata tersebut dalam bahasa Inggris kuno menjadi "Pose" lalu berubah menjadi "Pusle" yang merupakan kata kerja dengan arti membingungkan (bewilder) atau membaurkan, mengacaukan (confound). Sedangkan kata puzzle sebagai kata benda merupakan turunan dari kata kerja tersebut (omochatoys.com: 2011).

Gambar 2.6: Asal-usul Kata Puzzel

Kata puzzel bukanlah berasal dari bahasa tertentu, melainkan perubahan penyebutan dari satu daerah ke daerah lainnya dan perubahan penyebutan kata yang mengikuti waktu.


(54)

b. Jenis-jenis Puzzel

Ada beberapa jenis puzzle, antara lain:  Logic puzzle

 Jigsaw puzzle  Mechanical puzzle  Construction puzzle  Combination puzzle

Logic Puzzle adalah puzzle yang menggunakan logika. Gambar di bawah memperlihatkan contoh logic puzzle berupa grid puzzle.

Gamba 2.7: Logic Grid Puzzle

Combination puzzle adalah puzzle yang dapat diselesaikan melalui beberapa kombinasi yang berbeda. Rubik's Cube dan Hanoi Tower adalah contoh Combination Puzzle

Mechanical Puzzle adalah puzzle yang kepingnya saling berhubungan. Contoh puzzle pada mechanical puzzle adalah Soma Cube dan Chinese wood knots. Gambar di bawah memperlihatkan puzzle Chinese wood knots


(55)

Gambar 2.8: Chinese Wood Knots

Jigsaw Puzzle adalah puzzle yang merupakan kepingan-kepingan. Disebut dengan jigsaw puzzle karena alat untuk memotong menjadi keping disebut dengan jigsaw. Jigsaw Puzzle pertama kali diproduksi pada tahun 1766 oleh John Spilsbury seorang ahli pembuat peta. Puzzle tersebut berupa peta dan digunakan untuk pembelajaran ilmu geografi bagi anak-anak sekolah. Dengan menyusun kepingan-kepingan puzzle peta tersebut, murid akan belajar tentang lokasi, posisi, dan hubungan geografi antar masing-masing negara. Gambar dibawah ini memperlihatkan puzzle peta buatan John Spilsbury.


(56)

Gambar 2.9: Puzzle Peta John Spilsbury (1766)

John Spilsbury kemudian melihat peluang bisnis pada puzzle ini, dia kemudian memproduksi dan menjual puzzle-puzzle peta tersebut.

B. Kerangka Pikir

Ketersediaan media pembelajaran di MI Uswatun Hasanah saat ini masih kurang dan belum merata pada setiap mata pelajaran, terlebih mata pelajaran IPS, menurut informasi yang peneliti terima, mata pelajaran IPS hanya memiliki 13 media pembelajaran selain buku dengan kondisi 8 buah rusak berat, 4 buah rusak ringan dan 1 buah baik. Menurut Asyhar (2011)

Pada kondisi dimana ragam dan jumlah media pembelajaran yang tersedia masih sangat kurang, maka perlu dilakukan pengembangan dan produksi media pembelajaran secara bertahap oleh pendidik sendiri, berkelompok dan atau melibatkan fihak lain (internal maupun eksternal), peserta didik, pengelola pendidik, industry, masyarakat, agen donor, dll

Madrasah ibtidaiyah adalah sekolah setarap sekolah dasar yang mana peserta didik berusia anatara 6 s/d 12 tahun, menurut tahapan perkembangan Piaget peserta didik di sekolah dasar pada tahapan Operasional Konkrit, yang mana


(57)

peserta didik pada tahapan ini lebih menyukai desain pembelajaran yang menggunakan berbagai media.

Dari uraian diatas kerangka berpikir penelitian pengemabangan ini adalah:

Gambar: 2.10 Alur Kerangka Pikir Penelitian C. Hipotesis

Hipotesis penelitian yang diajukan adalah:

1. Peta provinsi Lampung dapat di buat menjadi bentuk puzzle yang mana setiap belahan adalah kabupaten/kota yang tersebar di provinsi Lampung dan persyaratan lainnya yang ada pada peta dengan mengikuti syarat dan ketentuan peta.

2. Peta puzel yang dikembangkan dapat digunakan di Kelas IV pada Kompetensi

Dasar “Membaca peta lingkungan setempat (kabupaten/kota, provinsi) dengan menggunakan skala sederhana“

3. Penggunaan peta puzzle lebih efefktif terhadap proses dan hasil belajar peserta didik kelas IV Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah dari pada menggunakan peta biasa.


(58)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian Pengembangan

Penelitian ini merupakan penelitian dan pengembangan (Research & Development) yang merupakan perbatasan dari pendekatan kualitatif dan kuantitatif, dan terutama untuk menjembatani kesenjangan antara penelitian dan praktek pendidikan (Semiawan, 2007 dalam Sutopo, 2008: 78), selanjutnya Semiawan menjelaskan bahwa (R&D) dalam pendidikan diarahkan pada pengembangan produk yang efektif bagi keperluan sekolah, dan merupakan penelitian terapan. Penelitian ini lebih mementingkan perubahan untuk perbaikan (what works better), dari pada kemengapaan (why) dan mementingkannya dalam bidang pendidikan.

Sedangkan menurut Sujadi (2003:164 dalam Pargito, 2009) Penelitian dan Pengembangan atau Research and Development (R&D) adalah suatu proses atau langkah-langkah untuk mengembangkan suatu produk baru, atau menyempurnakan produk yang telah ada, yang dapat dipertanggungjawabkan. Produk tersebut tidak selalu berbentuk benda atau perangkat keras (hardware), seperti buku, modul, alat bantu pembelajaran di kelas atau di laboratorium, tetapi bisa juga perangkat lunak (software), seperti program komputer untuk pengolahan data, pembelajaran di kelas, perpustakaan atau laboratorium, ataupun model-model pendidikan, pembelajaran, pelatihan, bimbingan, evaluasi, manajemen, dll.


(59)

Penelitian dan pengembangan merupakan metode penghubung atau pemutus kesenjangan antara penelitian dasar dengan penelitian terapan. Sering dihadapi adanya kesenjangan antara hasil-hasil penelitian dasar yang bersifat teoretis dengan penelitian terapan yang bersifat praktis. Kesenjangan ini dapat dihilangkan atau disambungkan dengan penelitian dan pengembangan. Sesuatu produk yang baik yang akan dihasilkan apakah itu perangkat keras atau perangkat lunak,

Dalam pelaksanaan penelitian dan pengembangan, ada beberapa metode yang digunakan, yaitu metode: deskriptif, evaluatif, dan eksperimental. Metode penelitian deskriptif, digunakan dalam penelitian awal untuk menghimpun data tentang kondisi yang ada. Kondisi yang ada mencakup: (1) kondisi produk-produk yang sudah ada sebagai bahan perbandingan atau bahan dasar (embrio) untuk produk yang akan dikembangkan, (2) kondisi pihak pengguna, seperti sekolah, guru, kepala sekolah, siswa, Berta pengguna lainnya, (3) kondisi faktor-faktor pendukung dan penghambat pengembangan dan penggunaan dari produk yang akan dihasilkan, mencakup unsur manusia, saran-prasarana, biaya, pengelolaan, dan lingkungan.

Metode evaluatif, digunakan untuk mengevaluasi proses uji coba pengembangan suatu produk. Produk dikembangkan melalui serangkaian uji coba, dan setiap kegiatan uji coba diadakan evaluasi, baik evaluasi hasil maupun evaluasi proses. Berdasarkan temuan-temuan hasil uji coba diadakan penyempurnaan-penyem-purnaan.

Metode eksperimen digunakan untuk menguji keampuhan dari produk yang dihasilkan. Walaupun dalam tahap uji coba telah ada evaluasi (pengukuran), tetapi pengukuran tersebut masih dalam rangka pengembangan produk, belum ada


(60)

kelompok pembanding. Dalam eksperimen telah diadakan pengukuran selain pada kelompok eksperimen juga pada kelompok pembanding atau kelompok kontrol. Pemilihan kelompok eksperimen dan kelompok kontro dilakukan secara acak atau random. Pembandingan hasil eksperimen men pada kedua kelompok tersebut dapat menunjukkan tingkat keampuhan dari produk yang dihasilkan. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan model media pembelajaran IPS berupa peta puzzle untuk digunakan pada kompatensi dasar “Membaca peta lingkungan setempat (kabupaten/kota, provinsi) dengan menggunakan skala sederhana” di kelas IV Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini dengan pertimbangan kecocokan dengan sifat penelitian yang akan dilaksanakan yaitu metode Research & Development (R&D) (Borg, W.R dan Gall, M.D, 1989). adapun langkah-langkah Pengembangan sebagian besar meliputi kegiatan melalui sepuluh tahapan menurut Borg and Gall dalam Pargito ( 2009:50) yaitu :

(1) Research and information collection includes need assesment, review literature, small-scale research studies, and preparation of report on state of the art.

(2) Planning include defining skills to be learning, starting an sequencing objectives, identifying learning activities, and small-scale fasibility testing. (3) Develop preliminary form of product, includes preparation of intructional

materials, procedures , and evaluation intruments.

(4) Premilinary field testing, conducted in from 1 to 3 schools, using 6 to 12 subjects. Interviews, observational an questionnaire data collected and analyzed.

(5) Main product revision, revision of product as suggested by the preliminary field-test results.

(6) Main field-testing, conducted in 5 to 10=5 schools with 30-100 subject Quantitives data on subjects precourse and postcourse preformance are collected. Results are evaluated with respect to course objectuves and are compared with control group data, when appropriate.

(7) Operational fielad revision. Revision of product as suggested by main field-test result.


(61)

(8) Operational fields-testing. Conducted in 10 to 30 schools in volving 40 to 200 subjects, Interview, Obsevational dan Questionaire data collected and analyzed

(9) Final Product Revision. Revision of product as suggested by operational field-test result

(10) Dissemenation and implementation. Repaort on product at professional meetings and in journals. Work with publisher who assumes commercial distribution. Monitor distribution to product quality control.

B. Tempat dan Waktu Penelitian Pengembangan 1. Tempat Pengembangan

Tempat penelitian ini dilaksanakan di Madrasah Ibtidaiyah (MI) Uswatun Hasanah Merambung Desa Padan Kecamatan Penengahan Kabupaten Lampung Selatan, MI adalah sekolah dasar yang berlandaskan Agama Islam (UU No 19 Tahun 2003) Dusun Merambung terletak di lereng gunung Raja Basa, merupakan dusun terpencil jauh dari keramaian dan sulit mengakses informasi, peserta didik di sekolah tersebut terbilang Homogen dalam arti latar belakang ekonomi, pendidikan orang tua dan suku bangsa.

2. Waktu Penelitian Pengembangan

Penelitian ini akan dilakukan selama ± 6 Bulan atau 1 semester, tepatnya pada semester 1 (ganjil) tahun pelajaran 2012-2013. penentuan waktu penelitian dengan mempertimbangkan program semester mata pelajaran IPS, yang mana materi peta di kelas IV Sekolah Dasar di pelajari pada smester 1.


(1)

133 3) Peta provinsi Lampung dibentuk menjadi potongan-potongan puzzle yang ditempelkan diatas papan, setiap bilah papan disisipi magnit sesuai kebutuhan agar nantinya dapat merekat pada papan landasan yang berbahan seng (benda magnetis) sehingga dapat disajikan secara vertikal (berdiri) dengan dibantu dengan tiang penyangga.

4) Peta puzzle dibuat menyesuaikan dengan kesiapan belajar peserta didik sesuai dengan teori perkembangan Jean Piaget (anak usia 6-11 tahun pada tahapan perasional konkret) tanpa mengesampingkan materi peta berupa unsur-unsur dan syarat-syarat yang ada dalam peta dengan akurasi titik koordinat dan skala yang tepat.

5) Media pembelajaran peta puzzle dapat digunakan terutama di kelas IV Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah pada Kompetensi Dasar “Membaca peta lingkungan setempat (kabupaten/kota, provinsi) dengan menggunakan skala sederhana“

6) Media pembelajaran peta puzzle lebih efefktif terhadap proses dan hasil belajar peserta didik kelas IV Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah daripada menggunakan peta biasa (peta konvensional).

B. Implikasi

Berdasarkan kesimpulan diatas, tindak lanjut penelitian ini berimplikasi pada upaya peningkatan hasil belajar IPS siswa. Media pembelajaran peta puzzle akan berdampak baik ketika dikombinasikan dengan metode pembelajaran yang beragam. Implikasi secara teoritis dan implikasi empiris sebagai berikut.


(2)

134 1. Implikasi Teoritis

Untuk meningkatkan proses dan hasil belajar IPS siswa, guru dapat menggunakan multimetode yang telah berkembang dan teruji validitasnya. Pemilihan metode pembelajaran yang dikolaborasikan dengan media pembelajaran peta puzzle harus disesuaikan dengan analisis kebutuhan yang matang. Pertimbangan tersebut untuk memastikan praktisi pendidikan melakukan hal yang benar-benar dibutuhkan siswa.

2. Implikasi Empiris

Secara empiris, implikasi media pembelajaran peta puzzle dapat meningkatkan proses dan hasil belajar peserta didik. Tampilan dan teknik permainan yang ada pada peta puzzle dapat meningkatkan minat belajar peserta didik ketika dikombinasikan dengan metode pembelajaran yang sesuai dengan perkembangan peserta didik.

C. Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan pengembangan yang telah di paparkan pada bagian sebelumnya, dapat diajukan saran peneliti,

1) Produk penelitian pengembangan ini dapat dijadikan sebagai alternatif media pembelajaran IPS di SD/MI kelas IV terutama pada pada Kompetensi Dasar “Membaca peta lingkungan setempat (kabupaten/kota, provinsi) dengan menggunakan skala sederhana“.

2) Penting di lakukan penelitian lanjutan yang menggunakan media pembelajaran peta puzzle ini untuk materi IPS atau mata pelajaran lainya baik di kelas


(3)

135 bawah (kelas 1 s/d 3) atau kelas atas (kelas 4 s/d 6) bahkan di sekolah lanjutan (SMP/MTs),

3) Produk penelitian dapat di kembangkan untuk peta kabupaten/kota, provinsi lain atau peta negara,

4) Dalam penggunaan peta puzzle di dalam kelas, guru dituntut sabar dan teliti terutama pada saat merakit perangkat peta puzzle.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Amri, Sofan.& Iif Khoiri Ahmad. 2010. Konstruksi Pengembangan Pembelajaran (Pengaruhnya terhadap Mekanisme dan Praktik Kurikulum). Prenada Media Group. Jakarta.

Anggoro, M. Toha. dkk. 2007. Metode Penelitian (cekatak ke 4). Depdiknas. Jakarta. 260 hlm

Arif, Muhammad. 2009. Ilmu Pengetahuan Sosial. Dirjen Pendais Kemenag RI. Jakarta.

Ashshiddiqi, Hasbi. dkk. 1971. Alqur’an dan Terjemahnya. Depag RI. Jakarta. 1132 hlm

Asyhar, Rayandra. 2011. Kreatif Mengembangkan Media Pembelajaran. Gaung Persada Press. Jakarta. 195 hlm.

Basrowi. 2011. Analisis Data Penelitian dengan SPSS (cetakan ke 5). Jenggala Pustaka Utama. Surabaya. 331 hlm.

Budiningsih, C.Asri. 2004. Belajar dan pembelajaran. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Darsono. (2008). Pengembangan Model Inkuiri Sosial Dalam Pembelajaran Ilmu

Pengetahuan Sosial di Sekolah Dasar (Studi Pengembangan Pendidikan untuk Meningkatkan Pemahaman Materi IPS dan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa Kelas V Sekolah Dasar di Kota Metro): Sebuah Disertasi. Universitas Pendidikan Indonesia Bandung. Bandung. 316 hlm

Deni, S. Dkk. 2009. Komputer dan Media Pembelajaran. Depdiknas. Jakarta. 336 hlm

Depag RI. 2006. Undang-undang Republik Indonesia. Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen Serta Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sisdiknas. Depag RI. Jakarta. 172 hlm Hergenhahn, B.R. Olson, M.H. 2010. Theories of Learning (cetakan ke 3)..


(5)

Joyce, Bruce. At.al. 2011. Models of Teaching (cetakan ke2).. Pustaka Pelajar. Yogyakarta. 637 hal

Masitoh. Laksmi Dewi. 2009. Strategi Pembelajaran. Dirjen Pendis Depag RI. Jakarta. 294 hlm

MI Uswatun Hasanah Merambung. 2011. KTSP MI Uswatun Hasanah Merambung. MIUH. Kalianda.

Mikasa, Hera Lestari . Dkk. 2008. Pendidikan Anak di SD (cetakan ke 11). Depdiknas. Jakarta. 556 hlm

Miswanto.2012. Pengembangan Komik Pendidikan Ekonomi Sebgai Sumber Belajar Siswa SMA/MA Kelas X Semester Ganjil Tahun Pelajaran 2011-2013: Sebuah Tesis. Bandarlampung. Universitas Lampung.

Omochatoys. Tuesday, 13 April 2010. www.omochatoys.com. di unggah 05 Aptil 2012 08:12

Pargito. 2009. Penelitian dan Pengembangan bidang Pendidikan. Bandar Lampung. Universitas Lampung. 79 hlm.

Pargito. 2010. Dasar-dasar IPS. FKIP Universitas Lampung. Bandar Lampung. 85 hlm

Pargito. 2011. Penilaian Berbasis Kelas (Classroom Based Assesment). FKIP Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Riyana, Cepi. 2009. Media Pembelajaran. Jakarta. Dirjen Pendais Kemenag RI. 192 hlm

Semiawan, Conny R. 2007. Catatan Kecil tentang Penelitian dan Pengembangan Ilmu Pengetahuan. Jakarta. Kencana Prenada Media Grup. 181 hlm Smaldino, Sharon E. At.al. 2011. Intructional Tecnologi & Media For Learning.

Kencana. Jakarta. 494 hlm

Sudjarwo. Basrowi. 2012. Mengenal Model Pembelajaran. Surabaya. Jenggala Pustaka Utama

Sugiono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D (cetakan ke 14). Alfabeta. Bandung. 334 hlm

Suparayekti. dkk. 2009. Pembaharuan Pembelajaran di SD (cetakan ke 11). Depdiknas. Jakarta. 318 hlm


(6)

Sutopo, Hadi. 2008. Pengembangan model Pembelajaran pembuatan aplikasi multimedia game Puzzel pada mata kuliah Multimedia: sebuah Proposal Disertasi. Jakarata. Universitas Negeri Jakarta

Tilaar, H.A.R. 2012. Pengembangan Kreativitas dan Entrepreneurship. Kompas. Jakarta. 238 hlm.

Tim Bina Mitra Pemberdayaan Madrasah. 2005. Panduan Evaluasi Belajar. Depag RI. Jakarta. 116 hlm

Tola, Burhanuddin. dkk 2005. Standar Penilaian Kelas. Depag RI. Jakarta. 132 hlm

Trianto, 2009. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif, Jakarta, Prenada Media Group.

Wardani, I.G.A.K. dkk. 2008. Teknik Menulis Karya Ilmiyah. (cetakan ke 5). Depdiknas. Jakarta. 272 hlm

Winataputra. U.S. 2008. Materi dan pembelajaran IPS SD (cetakan ke 11). Universitas Terbuka. Jakarta. 430 hlm.

Winataputra. U.S. 2008. Teori Belajar dan Pembelajaran (cetakan ke3).. Depdiknas. Jakarta. 236 hlm.

Yani, Ahmad. 2009. Pembelajaran IPS. Dirjen Pendais Kemenag RI. Jakarta. 348 hlm

Zubaedi. 2011. Desain Pendidikan Karakter Konsepsi dan Aplikasi dalam