Hukum internasional 003
Home
Profile
Publikasi
Galery
Mengenai FSQ
Forum Studi Syari'ah wal Qanun
Nasr City, Cairo, Egypt
Forum diskusi dan Senat Mahasiswa Indonesia Universitas Al-Azhar Jurusan
Syari'ah dan Hukum
View my complete profile
Arsip Blog
February 2008 (5)
April 2008 (3)
July 2008 (10)
September 2008 (4)
November 2008 (1)
February 2009 (1)
March 2009 (1)
April 2009 (1)
January 2010 (1)
March 2010 (4)
May 2010 (1)
June 2010 (2)
July 2010 (1)
September 2010 (3)
October 2010 (1)
April 2011 (2)
November 2011 (1)
March 2012 (1)
Label
Bebas (5)
Hukum (21)
Politik (10)
Syari'ah (3)
Jejak Pengunjung
< img
border="0" alt="Site Meter" src="http://s40.sitemeter.com/meter.asp?
site=s40qanun" />
PERLINDUNGAN TERHADAP WARGA NEGARA ASING DI DALAM PERANGKAT
HUKUM INTERNASIONAL
Oleh: Oleh R. Adi Yulianto, Lc
Prolog
Hukum Internasional sebagai sebuah perangkat hukum yang memuat kaedahkaedah dasar kemanusiaan menjadi landasan utama yang dijadikan panutan hukum
nasional dalam ruang lingkup aturannya. Tetapi masih banyak permasalahan dalam
pelaksaan isi dari kaedah hukum tersebut yang menimbulkan pro dan kontra dalam
proses penerapannya dalam pengadilan nasional, termasuk hal perlindungan warga
asing yang terkandung dalam kaedah hukum internasional, di mana negara
diharuskan mengikuti aturan yang telah ditetapkan dalam hukum Internasional
tersebut. Walau begitu, dalam beberapa konteks, masih menjadi polemik, seperti
instrument yang mampu memberikan sangsi terhadap subjek hukum, keseimbangan
hak dan kewajiban antara negara-negara dunia yang dirasa belum maksimal dan lain
sebagainya.
Dari itu semua, maka tulisan ini berusaha menyajikan aturan-aturan dalam hukum
internasional yang mengatur, khususnya tentang kedudukan warga asing. Hak-hak
yang patut didapat oleh mereka ketika berdomisili di luar negeri serta kewajibankewajibannya. Berikut juga apa yang menjadi sebuah keharusan dari negara-negara
tempat domisili, dalam menangani warga asing serta memberikan solusi ketika
terjadi masalah terhadap warga asing tersebut. Untuk itu, dalam tulisan ini, penulis
membagi ke dalam tiga bagian utama, pertama tentang penegertian Hukum
Internasional yang termuat dalam Hukum Internasional.
Kedua, tentang ketentuan-ketentuan yang termuat dalam Hukum Internasional
mengenai kedudukan warga asing berikut hak dan kewajibannya. Dan ketiga,
tentang perangkat Hukum Internasional yang melindungi hak-hak individu termasuk
warga asing.
1. Pengertian Hukum Internasional dan Hubungannya dengan Hukum Nasional.
Dalam Introduction to International Law, J.G. Starke mendefenisikan Hukum
Internasional sebagai; keseluruhan hukum yang untuk sebagian besar terdiri dari
prinsip-prinsip dan kaidah-kadidah perilaku yang terhadapnya negara-negara
menjadi terikat untuk mentaati, termasuk hubungan antara negara satu dan lainnya.
Sesuai dengan definisi ini, maka Hukum Internasional mencakup kaidah yang
mengatur fungsi lembaga-lembaga dan organisasi-organisasi Internsional, hubungan
mereka satu sama lain, hubungan mereka dengan Negara-negara dan dengan
individu-individu biasa.
Timbulnya Hukum internasional disebabkan satu kebutuhan yang harus dipenuhi
oleh subjek-subjeknya dalam berinteraksi. Hukum Internasional pada awal
terbentuknya hanya merupakan traktat-traktat atau perjanjian-perjainjiian yang
memuat kesepakatan antara kedua pihak atau beberapa pihak yang termasuk dalam
perjanjian tersebut. Maka dari itu, pro dan kontra tentang kekuatan memaksa dan
kaidah-kaidah Hukum Internsional itu terus berkembang.
Sebagian ahli hukum berpendapat bahwa Hukum Internasional hanya berupa hukum
moral semata, tidak ada kekuatan mengikat dan memaksa pihak yang berada dalam
ruang lingkup hukum atau subjek hukum. Jadi subjek Hukum Internasional dapat
menjauhkan dirinya dari kaidah tersebut ketika tidak sesuai dengan kepentingannya,
karena Hukum Internasional tidak lebih hanya sekedar norma sopan santun.
Pendapat lain, mengatakan bahwa Hukum Internasional adalah benar-benar suatu
hukum yang telah memenuhi syarat-syarat berdirinya sebuah hukum yang bersifat
umum dan mempunyai kekuatan memaksa terhadap subjek Hukum Internasional
untuk menaati aturan-aturan yang terkandung di dalam Hukum Internsional itu
sendiri. Pendapat kedualah yang saat ini berlaku dalam kancah Intersional. Bahwa
Hukum Internasional memang sebuah bentuk dari cabang hukum yang mempunyai
sifat memaksa melalui instrumen instrumen yang tersedia , seperti PBB dan
organisasi internsional lainnya.
Hubungan Hukum Internasional sendiri dengan Hukum Nasional juga masih menjadi
polemik. Dalam penerapan kaedah hukum internasional ke dalam sebuah negara
masih belum terdapat kata sepakat di antara subjek Hukum Internasional. Negaranegara telah berbeda pendapat dari sisi penerapan kaidah Hukum Internasional ke
dalam Hukum Nasional. Negara-negara berbeda pendapat dari sisi penerapan kaidah
Hukum Intersional ke dalam Hukum Nasional. Ada tiga kelompok hukum yang secara
historis, mempunyai tradisi berbeda-beda dalam masalah ini.
Pertama, konsep hukum Anglo-Saxon yang diberlakukan di Inggris dan Negaranegara jajahannya. Dalam hukum Inggris, kaidah-kaidah Hukum Internasional tidak
dapat diberlakukan dalam konteks nasional kecuali mendapat penyesuaian dengan
Common Law (aturan-aturan yang dibuat oleh pemerintah Inggris). Maka kedah
Hukum Internasional dapat diberlakukan dalam pengadilan Inggris selama tidak
bertentangan dengan kaidah hukum (Common Law) negara tersebut atau mendapat
persetujuan dari pengadilan tertinggi Inggris, bahwa kaedah tersebut dapat
diterapkan ke dalam ruang lingkup peradilan.
Kedua, praktek Amerika Serikat, instrument hukum Amerika Seerikat sengaja
membuat Hukum Nasional agar sesuai dengan Hukum Internasional. Maka sebagian
besar dari kaedah Hukum Internasional dapat langsung diterapkan dalam pengadilan
Amerika tanpa harus melalui persetujuan dari Pengadilan Federal. Maka pengadilan
Amerika Serikat dalam keputusan hukumnya dapat merujuk pada naskah Undangundang Internasional langsung, baik yang berupa traktat, perjanjian, konvensi dan
sebagainya. Namun hal yang menyangkut pengakuan negara, batas teritorial tetap
harus ada persetujuanm dari pihak eksekutif.
Ketiga, praktek negara selain Inggris dan Amerika. Yang secara historis biasa juga
disebut sebagai kedah Hukum Kontinental. Dalam prakteknya terdapat
bermacam-macam bentuk. Sebagian besar negara-negara menerapkan Hukum
Kebiasaan Internasional oleh pengadilan-pengadilan nasional, asalkan tidak ada
konflik substansi atau pertentangan kandungan kaedah dari kedua hukum
(internasional dan nasional). Hanya sebagian kecil negara yang mengutamakan
kaedah Hukum Internasional daripada Hukum Nasional, jika terdapat pertentangan
isi.
Pada umumnya, Negara lebih mengkedepankan kaedah Hukum Nasional jika
terdaoat kaedah yang mengaturnya, kecuali jika tidak ada perangkat yang
mengaturnya maka dapat merujuk pada aturan Hukum Internasional.
2. Ketentuan Hukum Internasional Tentang Kedudukan dan Perlindungan
Warga Negara Asing.
Menjadi sebuah hak, ketika seorang mengadakan perjalanan dari satu tempat
menuju tempat lain dan bertempat tinggal di dalam negeri tersebut dengan alasan
apapun untuk mendapat perlindungan hukum. Namun dalam prosedur dan proses
penerimaan warga asing, setiap negara mempunyai aturan yang berbeda-beda.
Pada tatanan teorinya, ada empat pendapat mengenai hak izin masuk (admission)
warga asing. Pertama, berpendapat bahwa izin masuk merupakan hak yang harus
diberikan oleh Negara kepada semua orang asing tanpa terkecuali. Kedua, negara
berkewajiban memberikan hak izin masuk, tetapi juga mempunyai hak untuk
melarang masuk beberapa kategori orang tertentu seperti pecandu obat bius, orang
yang mempunyai penyakit tertentu dan orang-orang yang 'tidak dikehendaki'
lainnya. Ketiga, Negara terikat untuk memberikan izin masuk kepada setiap warga
asing, namun juga dapat menetapkan syarat-syarat tertentu mengenai prosedur
masuk teritorial negara tersebut. Bisa saja negara memberikan kebebasan admisi
kepada kelompok orang tertentu untuk alasan tertentu, seperti pelajar dan
pelancong. Keempat, negara mempunyai hak penuh untuk melarang seluruh warga
asing untuk masuk ke dalam wilayahnya.
Dalam realitas di lapangan, sebagian besar Negara mempunyai hak penuh untuk
menolak masuknya warga asing ke dalam kawasan teritorialnya, kecuali beberapa
orang yang telah memenuhi syarat-syarat prosedural yang ditentukan. Negara tidak
harus tunduk kepada Hukum Internasional untuk mengizinkan masuknya orangorang asing, dan bukan suatu kewajiban bagi negara untuk tidak mengusir mereka.
Masalah izin masuk warga asing biasanya terdapat pada traktat atau perjanjian yang
mengatur di antara dua atau lebih dari dua negara negara, terutama negara yang
mempunyai batas teritorial darat. Seperti nota kesepahaman Indonesia-Malaisia
yang mengatur migrasi tenaga kerja Indonesia ke Malaisia melaui perjanjian
bersama.
Dalam hal diizinkannya orang asing untuk masuk batas teritori dan menetap di
dalam kawasan tersebut, maka terdapat ketentuan-ketentuan umum yang diatur
dalam Hukum Internasional. Perserikatan Bangsa-Bangsa menyadur dari komite Liga
Bangsa-Bangsa yang menetapkan bahwa warga asing tidak diistimewakan dari
perlakuan fiskal dan perpajakan. Tidak boleh ada diskriminasi dalam hal pelayanan
umum, tetapi negara boleh melarang warga asing untuk mendapatkan beberapa hak
seperti hak politik dan militer.
Selain memberikan izin masuk kepada warga asing, Negara juga mempunyai hak
untuk menjauhkan dan mengusir warga asing dari kawasan teritorial (rekonduksi).
Prinsip ini memuat hak-hak, dan hak negara untuk memberikan atau tidak
memberikan izin masuk. Namun rekonduksi dimaksudkan untuk menjauhkan individu
tertentu yang sebagian besar disebabkan pertimbangan stabilitas keamanan dan
ketertiban. Hak merekonduksi ini adalah hak Negara, seperti halnya hak
mengasingkan individu tertentu dari warga negaranya karena alasan tertentu.
Salah satu masalah perlindungan warga asing menyangkut kedudukannya di dalam
teritorial negara adalah tentang yuridiksi. Yuridiksi adalah berlakunya sebuah
undang-undang yang berdasarkan hukum di dalam kawasan tertentu. Perbedaan
konteks yuridiksi sering menjadi bahan perdebatan. Terdapat yuridiksi teritorial, di
mana hukum berlaku kepada setiap individu yang tinggal di dalam kawasan
tersebut, terlepas dari apakah individu tersebut warga negara asli ataupun warga
negara asing. Selain itu juga terdapat yuridiksi terhadap individu, di mana individu
ini bertempat tinggal di kawasan teritorial negara lain. Yuridiksi teritorial mencakup
jalur pantai maritim Negara, kapal-kapal dan pesawat udara milik negara tersebut,
pelabuhan-pelabuhan.
Kita tidak akan jauh membahas konteks dan luas yuridiksi di sini, namun Negaranegara di dunia saat ini sebagian besar menganut sistem yuridiksi teritorial, di mana
negara berkuasa penuh dalam memberlakukan prinsip hukumnya di dalam kawasan
teritorialnya baik kepada warganya maupun warga asing.
Ada beberapa pengecualian untuk tidak menerapkan aturan hukum negara terhadap
warga asing, seperti kapal asing yang meminta bantuan navigasi dari sebuah
negara, maka kapal tersebut dan pada awaknya tidak tunduk dalam hukum-hukum
Negara pemberi bantuan navigasi selama berada dalam pelabuhannya. Ada
beberapa negara juga yang memberikan batas waktu tertentu kepada warga asing
untuk tidak tunduk pada prinsip yuridiksi teritorial. Seperti Lebanon yang
memberikan batas tiga hari dari tanggal admisi warga asing untuk tidak tunduk pada
prinsip yuridiksi teritorial.
Sistem Indonesia juga menganut yuridiksi teritorial. Tertulis dalam KUHP pasal 2:
“Ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia diterapkan bagi setiap
orang yang melakukan delik di Indonesia.”
Namun Hukum Indonesia juga dapat mengatur perilaku individu yang berdomisili di
luar Indonesia dalam beberapa hal. Seperti kejahatan yang menyangkut keamanan
negara Republik Indonesia, tindak pidana yang dilakukan di dalam perahu atau
pesawat udara milik Indonesia dan hal-hal lainnya yang diatur dalam pasal 3-5 KUHP.
Dalam memberikan perlakuan kepada warga asing, Negara bisa berbeda-beda
metodenya. Namun ada standar minimum dalam perlakuan tersebut. Maksudnya,
negara tidak dapat memberikan perlakuan kepada warga asing di bawah standar
minimum yang telah diatur oleh perangkat Hukum Internasional. Namun dalam
beberapa hal, Negara tentu diperbolehkan untuk memberikan perlakuan melebihi
batas minimum.
Misalkan pada pasal 23, 2 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia yang
menyebutkan;
“… setiap orang, tanpa diskriminasi, berhak atas pengupahan yang sama untuk
pekeraan yang sama…”
Jika sebuah negara memberikan upah yang lebih kepda warga asing terhadap
pekerjan yang sama karena pertimbnga tertentu, artinya Negara telah memberikan
perlakuan lebih dari batas maksimum yang ditentukan oleh Hukum Internasional. Di
sini negara tidak dikategorikan melanggar Hukum Internasional.
3. Perangkat Hukum Internasional Yang Melindungi Hak Individu
Terdapat beberapa peragkat Hukum Internasional dalam rangka melindungi hak-hak
manusia secara umum dan termasuk di dalamnya hak warga asing ketika berdomisili
di negara tertentu, perangkat-perangkat tersebut adalah;
-
Universal Decralation of Human Rights
Covenant On Civil and Political Rights
Optional Protocol to the Covenant on civil and Political Rights
Covenant on Economic, Social and Cultural Rights
Covenant Against Torture
Convention Against Genocide
The Geneva Conventions
Convention on the Rights of the Child
Convention on Elimination of Discrimination Againts Women
Charter of the United Nations
Di antara perangkat-perangkat tersebut yang paling kompeten dalam mengatur
kedudukan orang asing dan berkaitan dengan hak manusia secara alami adalah
Deklarasi Universal Tentang Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of Human
Rights). Di sini penulis cantumkan beberapa pasal yang memuat perlinduangan hakhak manusia yang harus dilindungi tersebut.
Dalam Universal Declaration of Human Rights yang diumumkan pada 10 Desember
1948, mencakup segala hak yang harus dipenuhi oleh setiap individu di manapun dia
berada dan kapanpun tanpa membedakan apakah dia warga asing atau bukan, di
dalam tanah airnya atau di luar negeri:
“Pasal 2: Setiap orang berhak atas semua hak dan kebebasan-kebebasan yang
tercantum dalam pernyataan ini (aturan ala deklarasi Hak Asasi Manusia) tanpa
perkecualian apapun… asal muasal kebangsaan atau kemasyarakatan, hak milik
kelahiran ataupun kedudukan lain…”
Kemudian menyebutkan juga bahwa manusia mempunyai kedudukan yang sama di
hadapan hukum. Dan tentumya mempunyai perlindungan hukum yang sama tana
membeda-bedakan antara warga asing atau bukan:
“Pasal 7: Semua orang sama di depan hukum dan berhak atas perlindungan hukum
yang sama tanpa diskriminasi…”
“Pasal 10: Setiap orang, dalam persamaan yang penuh, berhak atas pengadilan
yang adil dan terbuka oleh pengadilan yang bebas dan tidak memihak…”
“Pasal 11: Setiap orang yang dituntut kerena disangka melakukan suatu pelanggaran
hukum dianggap tidak bersalah, sampai dibuktikan kesalahannya menurut hukum
dalam suatu peradilan yang terbuka…”
Dalam hak; Hak manusia untuk dapat bepergian ke mana saja ke luar negaranya,
Hukum Internasioanal juga mengaturnya perangkat hukum yangs sama. Kemudian
hak juga diberikan kepada individu untuk dapat selalu kembali ke negaranya tanpa
ada larangan baik dari pemerintah tempat ia berdomisili maupun dari pemerintah
negaranya, hal itu dicantumkan dalam pasal 13:
“…setiap orang berhak atas kebebasan bergerak dan berdiam di dalam batas-batas
setiap negara. Setiap orang berhak meninggalkan sesuatu negeri, termasuk
negerinya sendiri, dan berhak kembali ke negerinya…"
Hal-hal yang termaktub dalam Hukum Internasional bersifat umum sehingga dalam
implementasinya, pihak Negara tempat berdomisilinya warga asing diperbolehkan
mengatur penggunaan hak-hak tersebut sesuai dengan prinsip yuridiksi teritorial
dengan tanpa mengesampingkan substansi dari psaal-pasal tersebut.
Epilog
Hukum Internasional pada dasarnya merupakan kedah-kaedah yang dibawa oleh
perangkat-perangkat Internasional dan merupakan sebuah keharusan bagi
subjeknya, termasuk Negara dan Organisasi-organisasi Internasional untuk
mematuhi. Namun dalam penerapannya setiap prinsip hukum akan menemui
polemik-polemik yang memperlambat atau bahkan menjadikan kaedah itu sendiri
mandek di tengah jalan. Begitu juga dengan Hukum Internasional.
Terkait dengan isu perlindungan warga asing, banyak sudah materi yang membahas
hal ini. Mulai dari Politik Apartheid di Afrika Selatan, kedudukan imigran Afrika di
Eropa dan juga permasalahan tenaga kerja Indonesia yangs sering mendapat
perlakuan tidak sesuai dengan Hukum Internasional. Tetapi Hukum Internasional,
sekali lagi, hanya merupakan perangkat untuk mengupayakan terwujudnya hak-hak
warga asing ketika berkedudukan di luar negeri.
Negara justru mempunyai peran penting dalam menjunjung hak-hak tersebut
melalui perangkat diplomasi luar negerinya baik dengan perjanjian atrau penanda
tanganan nota kesepahaman dengan Negara maupun Organisasi Internasional.
Bahkan bentuk penekanan juga menjadi nilai tawar handal untuk mengubah
kebijakan Negara tertentu menyangkut kedudukan warga asing di dalam kawasan
teritorialnya.
Tulisan ini tentu haya wacana yang mengangkat tentang hak-hak manusia, termasuk
warga asing, dilihat dari kaedah Hukum Internasional yang mengaturnya. Masih
sangat banyak perangkat Hukum Internasional selain Deklarasi Hak Asasi Manusia
yang belum dicantumkan dalam makalah ini. Termasuk perjanjian dan traktat-traktat
yang membahas kedudukan warga dan imigran pihak-pihak penenda tanganan yang
kemudian menjadi pedoman untuk membuat kebijakan dalam dan luar negerinya.
Akhirnya, pembahasan hak warga asing ini tidak akan pernah habis untuk dikaji,
sesuai dengan kemajuan tingkat budaya dan tekhnologi suatu bangsa. Karena
mudahnya manusia berpindah dari satu tempat ke tempat lainya. Sehingga masih
terbuka bagi semua pihak untuk mebuat pembahasan tentangnya dan lebih khusus
mengeai hak-hak warga Indonesia di luar negeri yang harus menjadi prioritas utama
pembahasan tersebut. Terlepas dari macam profesinya di luar negeri yang harus
menjadi prioritas utama pembahasan tersebut. Terlepas dari macam profesinya di
luar negeri baik pelajar, tenaga kerja, pengusaha, bahkan diplomat sekalipun.
Harapan dari semua itu tentunya agar hak-hak yang termaktub dalam Hukum
Internasional betul-betul dapat dirasakan oleh warga kita di negeri rantau.
Wallahu a’lam.
Posted in Posted by Forum Studi Syari'ah wal Qanun at 1:21 AM
Links to this post
Create a Link
Newer Post Older Post Home
FSQ Fans
Facebook
Temen-Temen FSQ
A Wahyu Herdianto
Desi Hanara
FMKT Mesir - Irvana Effendy
Misbahul Munir
Link
Republika
Majalah Gatra
Koran Tempo
Kompas
wibiya widget
Web Toolbar by Wibiya
Copyright 2008. Forum Studi Syari'ah wal Qanun. Home
Home
Profile
Publikasi
Galery
Mengenai FSQ
Forum Studi Syari'ah wal Qanun
Nasr City, Cairo, Egypt
Forum diskusi dan Senat Mahasiswa Indonesia Universitas Al-Azhar Jurusan
Syari'ah dan Hukum
View my complete profile
Arsip Blog
February 2008 (5)
April 2008 (3)
July 2008 (10)
September 2008 (4)
November 2008 (1)
February 2009 (1)
March 2009 (1)
April 2009 (1)
January 2010 (1)
March 2010 (4)
May 2010 (1)
June 2010 (2)
July 2010 (1)
September 2010 (3)
October 2010 (1)
April 2011 (2)
November 2011 (1)
March 2012 (1)
Label
Bebas (5)
Hukum (21)
Politik (10)
Syari'ah (3)
Jejak Pengunjung
< img
border="0" alt="Site Meter" src="http://s40.sitemeter.com/meter.asp?
site=s40qanun" />
PERLINDUNGAN TERHADAP WARGA NEGARA ASING DI DALAM PERANGKAT
HUKUM INTERNASIONAL
Oleh: Oleh R. Adi Yulianto, Lc
Prolog
Hukum Internasional sebagai sebuah perangkat hukum yang memuat kaedahkaedah dasar kemanusiaan menjadi landasan utama yang dijadikan panutan hukum
nasional dalam ruang lingkup aturannya. Tetapi masih banyak permasalahan dalam
pelaksaan isi dari kaedah hukum tersebut yang menimbulkan pro dan kontra dalam
proses penerapannya dalam pengadilan nasional, termasuk hal perlindungan warga
asing yang terkandung dalam kaedah hukum internasional, di mana negara
diharuskan mengikuti aturan yang telah ditetapkan dalam hukum Internasional
tersebut. Walau begitu, dalam beberapa konteks, masih menjadi polemik, seperti
instrument yang mampu memberikan sangsi terhadap subjek hukum, keseimbangan
hak dan kewajiban antara negara-negara dunia yang dirasa belum maksimal dan lain
sebagainya.
Dari itu semua, maka tulisan ini berusaha menyajikan aturan-aturan dalam hukum
internasional yang mengatur, khususnya tentang kedudukan warga asing. Hak-hak
yang patut didapat oleh mereka ketika berdomisili di luar negeri serta kewajibankewajibannya. Berikut juga apa yang menjadi sebuah keharusan dari negara-negara
tempat domisili, dalam menangani warga asing serta memberikan solusi ketika
terjadi masalah terhadap warga asing tersebut. Untuk itu, dalam tulisan ini, penulis
membagi ke dalam tiga bagian utama, pertama tentang penegertian Hukum
Internasional yang termuat dalam Hukum Internasional.
Kedua, tentang ketentuan-ketentuan yang termuat dalam Hukum Internasional
mengenai kedudukan warga asing berikut hak dan kewajibannya. Dan ketiga,
tentang perangkat Hukum Internasional yang melindungi hak-hak individu termasuk
warga asing.
1. Pengertian Hukum Internasional dan Hubungannya dengan Hukum Nasional.
Dalam Introduction to International Law, J.G. Starke mendefenisikan Hukum
Internasional sebagai; keseluruhan hukum yang untuk sebagian besar terdiri dari
prinsip-prinsip dan kaidah-kadidah perilaku yang terhadapnya negara-negara
menjadi terikat untuk mentaati, termasuk hubungan antara negara satu dan lainnya.
Sesuai dengan definisi ini, maka Hukum Internasional mencakup kaidah yang
mengatur fungsi lembaga-lembaga dan organisasi-organisasi Internsional, hubungan
mereka satu sama lain, hubungan mereka dengan Negara-negara dan dengan
individu-individu biasa.
Timbulnya Hukum internasional disebabkan satu kebutuhan yang harus dipenuhi
oleh subjek-subjeknya dalam berinteraksi. Hukum Internasional pada awal
terbentuknya hanya merupakan traktat-traktat atau perjanjian-perjainjiian yang
memuat kesepakatan antara kedua pihak atau beberapa pihak yang termasuk dalam
perjanjian tersebut. Maka dari itu, pro dan kontra tentang kekuatan memaksa dan
kaidah-kaidah Hukum Internsional itu terus berkembang.
Sebagian ahli hukum berpendapat bahwa Hukum Internasional hanya berupa hukum
moral semata, tidak ada kekuatan mengikat dan memaksa pihak yang berada dalam
ruang lingkup hukum atau subjek hukum. Jadi subjek Hukum Internasional dapat
menjauhkan dirinya dari kaidah tersebut ketika tidak sesuai dengan kepentingannya,
karena Hukum Internasional tidak lebih hanya sekedar norma sopan santun.
Pendapat lain, mengatakan bahwa Hukum Internasional adalah benar-benar suatu
hukum yang telah memenuhi syarat-syarat berdirinya sebuah hukum yang bersifat
umum dan mempunyai kekuatan memaksa terhadap subjek Hukum Internasional
untuk menaati aturan-aturan yang terkandung di dalam Hukum Internsional itu
sendiri. Pendapat kedualah yang saat ini berlaku dalam kancah Intersional. Bahwa
Hukum Internasional memang sebuah bentuk dari cabang hukum yang mempunyai
sifat memaksa melalui instrumen instrumen yang tersedia , seperti PBB dan
organisasi internsional lainnya.
Hubungan Hukum Internasional sendiri dengan Hukum Nasional juga masih menjadi
polemik. Dalam penerapan kaedah hukum internasional ke dalam sebuah negara
masih belum terdapat kata sepakat di antara subjek Hukum Internasional. Negaranegara telah berbeda pendapat dari sisi penerapan kaidah Hukum Internasional ke
dalam Hukum Nasional. Negara-negara berbeda pendapat dari sisi penerapan kaidah
Hukum Intersional ke dalam Hukum Nasional. Ada tiga kelompok hukum yang secara
historis, mempunyai tradisi berbeda-beda dalam masalah ini.
Pertama, konsep hukum Anglo-Saxon yang diberlakukan di Inggris dan Negaranegara jajahannya. Dalam hukum Inggris, kaidah-kaidah Hukum Internasional tidak
dapat diberlakukan dalam konteks nasional kecuali mendapat penyesuaian dengan
Common Law (aturan-aturan yang dibuat oleh pemerintah Inggris). Maka kedah
Hukum Internasional dapat diberlakukan dalam pengadilan Inggris selama tidak
bertentangan dengan kaidah hukum (Common Law) negara tersebut atau mendapat
persetujuan dari pengadilan tertinggi Inggris, bahwa kaedah tersebut dapat
diterapkan ke dalam ruang lingkup peradilan.
Kedua, praktek Amerika Serikat, instrument hukum Amerika Seerikat sengaja
membuat Hukum Nasional agar sesuai dengan Hukum Internasional. Maka sebagian
besar dari kaedah Hukum Internasional dapat langsung diterapkan dalam pengadilan
Amerika tanpa harus melalui persetujuan dari Pengadilan Federal. Maka pengadilan
Amerika Serikat dalam keputusan hukumnya dapat merujuk pada naskah Undangundang Internasional langsung, baik yang berupa traktat, perjanjian, konvensi dan
sebagainya. Namun hal yang menyangkut pengakuan negara, batas teritorial tetap
harus ada persetujuanm dari pihak eksekutif.
Ketiga, praktek negara selain Inggris dan Amerika. Yang secara historis biasa juga
disebut sebagai kedah Hukum Kontinental. Dalam prakteknya terdapat
bermacam-macam bentuk. Sebagian besar negara-negara menerapkan Hukum
Kebiasaan Internasional oleh pengadilan-pengadilan nasional, asalkan tidak ada
konflik substansi atau pertentangan kandungan kaedah dari kedua hukum
(internasional dan nasional). Hanya sebagian kecil negara yang mengutamakan
kaedah Hukum Internasional daripada Hukum Nasional, jika terdapat pertentangan
isi.
Pada umumnya, Negara lebih mengkedepankan kaedah Hukum Nasional jika
terdaoat kaedah yang mengaturnya, kecuali jika tidak ada perangkat yang
mengaturnya maka dapat merujuk pada aturan Hukum Internasional.
2. Ketentuan Hukum Internasional Tentang Kedudukan dan Perlindungan
Warga Negara Asing.
Menjadi sebuah hak, ketika seorang mengadakan perjalanan dari satu tempat
menuju tempat lain dan bertempat tinggal di dalam negeri tersebut dengan alasan
apapun untuk mendapat perlindungan hukum. Namun dalam prosedur dan proses
penerimaan warga asing, setiap negara mempunyai aturan yang berbeda-beda.
Pada tatanan teorinya, ada empat pendapat mengenai hak izin masuk (admission)
warga asing. Pertama, berpendapat bahwa izin masuk merupakan hak yang harus
diberikan oleh Negara kepada semua orang asing tanpa terkecuali. Kedua, negara
berkewajiban memberikan hak izin masuk, tetapi juga mempunyai hak untuk
melarang masuk beberapa kategori orang tertentu seperti pecandu obat bius, orang
yang mempunyai penyakit tertentu dan orang-orang yang 'tidak dikehendaki'
lainnya. Ketiga, Negara terikat untuk memberikan izin masuk kepada setiap warga
asing, namun juga dapat menetapkan syarat-syarat tertentu mengenai prosedur
masuk teritorial negara tersebut. Bisa saja negara memberikan kebebasan admisi
kepada kelompok orang tertentu untuk alasan tertentu, seperti pelajar dan
pelancong. Keempat, negara mempunyai hak penuh untuk melarang seluruh warga
asing untuk masuk ke dalam wilayahnya.
Dalam realitas di lapangan, sebagian besar Negara mempunyai hak penuh untuk
menolak masuknya warga asing ke dalam kawasan teritorialnya, kecuali beberapa
orang yang telah memenuhi syarat-syarat prosedural yang ditentukan. Negara tidak
harus tunduk kepada Hukum Internasional untuk mengizinkan masuknya orangorang asing, dan bukan suatu kewajiban bagi negara untuk tidak mengusir mereka.
Masalah izin masuk warga asing biasanya terdapat pada traktat atau perjanjian yang
mengatur di antara dua atau lebih dari dua negara negara, terutama negara yang
mempunyai batas teritorial darat. Seperti nota kesepahaman Indonesia-Malaisia
yang mengatur migrasi tenaga kerja Indonesia ke Malaisia melaui perjanjian
bersama.
Dalam hal diizinkannya orang asing untuk masuk batas teritori dan menetap di
dalam kawasan tersebut, maka terdapat ketentuan-ketentuan umum yang diatur
dalam Hukum Internasional. Perserikatan Bangsa-Bangsa menyadur dari komite Liga
Bangsa-Bangsa yang menetapkan bahwa warga asing tidak diistimewakan dari
perlakuan fiskal dan perpajakan. Tidak boleh ada diskriminasi dalam hal pelayanan
umum, tetapi negara boleh melarang warga asing untuk mendapatkan beberapa hak
seperti hak politik dan militer.
Selain memberikan izin masuk kepada warga asing, Negara juga mempunyai hak
untuk menjauhkan dan mengusir warga asing dari kawasan teritorial (rekonduksi).
Prinsip ini memuat hak-hak, dan hak negara untuk memberikan atau tidak
memberikan izin masuk. Namun rekonduksi dimaksudkan untuk menjauhkan individu
tertentu yang sebagian besar disebabkan pertimbangan stabilitas keamanan dan
ketertiban. Hak merekonduksi ini adalah hak Negara, seperti halnya hak
mengasingkan individu tertentu dari warga negaranya karena alasan tertentu.
Salah satu masalah perlindungan warga asing menyangkut kedudukannya di dalam
teritorial negara adalah tentang yuridiksi. Yuridiksi adalah berlakunya sebuah
undang-undang yang berdasarkan hukum di dalam kawasan tertentu. Perbedaan
konteks yuridiksi sering menjadi bahan perdebatan. Terdapat yuridiksi teritorial, di
mana hukum berlaku kepada setiap individu yang tinggal di dalam kawasan
tersebut, terlepas dari apakah individu tersebut warga negara asli ataupun warga
negara asing. Selain itu juga terdapat yuridiksi terhadap individu, di mana individu
ini bertempat tinggal di kawasan teritorial negara lain. Yuridiksi teritorial mencakup
jalur pantai maritim Negara, kapal-kapal dan pesawat udara milik negara tersebut,
pelabuhan-pelabuhan.
Kita tidak akan jauh membahas konteks dan luas yuridiksi di sini, namun Negaranegara di dunia saat ini sebagian besar menganut sistem yuridiksi teritorial, di mana
negara berkuasa penuh dalam memberlakukan prinsip hukumnya di dalam kawasan
teritorialnya baik kepada warganya maupun warga asing.
Ada beberapa pengecualian untuk tidak menerapkan aturan hukum negara terhadap
warga asing, seperti kapal asing yang meminta bantuan navigasi dari sebuah
negara, maka kapal tersebut dan pada awaknya tidak tunduk dalam hukum-hukum
Negara pemberi bantuan navigasi selama berada dalam pelabuhannya. Ada
beberapa negara juga yang memberikan batas waktu tertentu kepada warga asing
untuk tidak tunduk pada prinsip yuridiksi teritorial. Seperti Lebanon yang
memberikan batas tiga hari dari tanggal admisi warga asing untuk tidak tunduk pada
prinsip yuridiksi teritorial.
Sistem Indonesia juga menganut yuridiksi teritorial. Tertulis dalam KUHP pasal 2:
“Ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia diterapkan bagi setiap
orang yang melakukan delik di Indonesia.”
Namun Hukum Indonesia juga dapat mengatur perilaku individu yang berdomisili di
luar Indonesia dalam beberapa hal. Seperti kejahatan yang menyangkut keamanan
negara Republik Indonesia, tindak pidana yang dilakukan di dalam perahu atau
pesawat udara milik Indonesia dan hal-hal lainnya yang diatur dalam pasal 3-5 KUHP.
Dalam memberikan perlakuan kepada warga asing, Negara bisa berbeda-beda
metodenya. Namun ada standar minimum dalam perlakuan tersebut. Maksudnya,
negara tidak dapat memberikan perlakuan kepada warga asing di bawah standar
minimum yang telah diatur oleh perangkat Hukum Internasional. Namun dalam
beberapa hal, Negara tentu diperbolehkan untuk memberikan perlakuan melebihi
batas minimum.
Misalkan pada pasal 23, 2 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia yang
menyebutkan;
“… setiap orang, tanpa diskriminasi, berhak atas pengupahan yang sama untuk
pekeraan yang sama…”
Jika sebuah negara memberikan upah yang lebih kepda warga asing terhadap
pekerjan yang sama karena pertimbnga tertentu, artinya Negara telah memberikan
perlakuan lebih dari batas maksimum yang ditentukan oleh Hukum Internasional. Di
sini negara tidak dikategorikan melanggar Hukum Internasional.
3. Perangkat Hukum Internasional Yang Melindungi Hak Individu
Terdapat beberapa peragkat Hukum Internasional dalam rangka melindungi hak-hak
manusia secara umum dan termasuk di dalamnya hak warga asing ketika berdomisili
di negara tertentu, perangkat-perangkat tersebut adalah;
-
Universal Decralation of Human Rights
Covenant On Civil and Political Rights
Optional Protocol to the Covenant on civil and Political Rights
Covenant on Economic, Social and Cultural Rights
Covenant Against Torture
Convention Against Genocide
The Geneva Conventions
Convention on the Rights of the Child
Convention on Elimination of Discrimination Againts Women
Charter of the United Nations
Di antara perangkat-perangkat tersebut yang paling kompeten dalam mengatur
kedudukan orang asing dan berkaitan dengan hak manusia secara alami adalah
Deklarasi Universal Tentang Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of Human
Rights). Di sini penulis cantumkan beberapa pasal yang memuat perlinduangan hakhak manusia yang harus dilindungi tersebut.
Dalam Universal Declaration of Human Rights yang diumumkan pada 10 Desember
1948, mencakup segala hak yang harus dipenuhi oleh setiap individu di manapun dia
berada dan kapanpun tanpa membedakan apakah dia warga asing atau bukan, di
dalam tanah airnya atau di luar negeri:
“Pasal 2: Setiap orang berhak atas semua hak dan kebebasan-kebebasan yang
tercantum dalam pernyataan ini (aturan ala deklarasi Hak Asasi Manusia) tanpa
perkecualian apapun… asal muasal kebangsaan atau kemasyarakatan, hak milik
kelahiran ataupun kedudukan lain…”
Kemudian menyebutkan juga bahwa manusia mempunyai kedudukan yang sama di
hadapan hukum. Dan tentumya mempunyai perlindungan hukum yang sama tana
membeda-bedakan antara warga asing atau bukan:
“Pasal 7: Semua orang sama di depan hukum dan berhak atas perlindungan hukum
yang sama tanpa diskriminasi…”
“Pasal 10: Setiap orang, dalam persamaan yang penuh, berhak atas pengadilan
yang adil dan terbuka oleh pengadilan yang bebas dan tidak memihak…”
“Pasal 11: Setiap orang yang dituntut kerena disangka melakukan suatu pelanggaran
hukum dianggap tidak bersalah, sampai dibuktikan kesalahannya menurut hukum
dalam suatu peradilan yang terbuka…”
Dalam hak; Hak manusia untuk dapat bepergian ke mana saja ke luar negaranya,
Hukum Internasioanal juga mengaturnya perangkat hukum yangs sama. Kemudian
hak juga diberikan kepada individu untuk dapat selalu kembali ke negaranya tanpa
ada larangan baik dari pemerintah tempat ia berdomisili maupun dari pemerintah
negaranya, hal itu dicantumkan dalam pasal 13:
“…setiap orang berhak atas kebebasan bergerak dan berdiam di dalam batas-batas
setiap negara. Setiap orang berhak meninggalkan sesuatu negeri, termasuk
negerinya sendiri, dan berhak kembali ke negerinya…"
Hal-hal yang termaktub dalam Hukum Internasional bersifat umum sehingga dalam
implementasinya, pihak Negara tempat berdomisilinya warga asing diperbolehkan
mengatur penggunaan hak-hak tersebut sesuai dengan prinsip yuridiksi teritorial
dengan tanpa mengesampingkan substansi dari psaal-pasal tersebut.
Epilog
Hukum Internasional pada dasarnya merupakan kedah-kaedah yang dibawa oleh
perangkat-perangkat Internasional dan merupakan sebuah keharusan bagi
subjeknya, termasuk Negara dan Organisasi-organisasi Internasional untuk
mematuhi. Namun dalam penerapannya setiap prinsip hukum akan menemui
polemik-polemik yang memperlambat atau bahkan menjadikan kaedah itu sendiri
mandek di tengah jalan. Begitu juga dengan Hukum Internasional.
Terkait dengan isu perlindungan warga asing, banyak sudah materi yang membahas
hal ini. Mulai dari Politik Apartheid di Afrika Selatan, kedudukan imigran Afrika di
Eropa dan juga permasalahan tenaga kerja Indonesia yangs sering mendapat
perlakuan tidak sesuai dengan Hukum Internasional. Tetapi Hukum Internasional,
sekali lagi, hanya merupakan perangkat untuk mengupayakan terwujudnya hak-hak
warga asing ketika berkedudukan di luar negeri.
Negara justru mempunyai peran penting dalam menjunjung hak-hak tersebut
melalui perangkat diplomasi luar negerinya baik dengan perjanjian atrau penanda
tanganan nota kesepahaman dengan Negara maupun Organisasi Internasional.
Bahkan bentuk penekanan juga menjadi nilai tawar handal untuk mengubah
kebijakan Negara tertentu menyangkut kedudukan warga asing di dalam kawasan
teritorialnya.
Tulisan ini tentu haya wacana yang mengangkat tentang hak-hak manusia, termasuk
warga asing, dilihat dari kaedah Hukum Internasional yang mengaturnya. Masih
sangat banyak perangkat Hukum Internasional selain Deklarasi Hak Asasi Manusia
yang belum dicantumkan dalam makalah ini. Termasuk perjanjian dan traktat-traktat
yang membahas kedudukan warga dan imigran pihak-pihak penenda tanganan yang
kemudian menjadi pedoman untuk membuat kebijakan dalam dan luar negerinya.
Akhirnya, pembahasan hak warga asing ini tidak akan pernah habis untuk dikaji,
sesuai dengan kemajuan tingkat budaya dan tekhnologi suatu bangsa. Karena
mudahnya manusia berpindah dari satu tempat ke tempat lainya. Sehingga masih
terbuka bagi semua pihak untuk mebuat pembahasan tentangnya dan lebih khusus
mengeai hak-hak warga Indonesia di luar negeri yang harus menjadi prioritas utama
pembahasan tersebut. Terlepas dari macam profesinya di luar negeri yang harus
menjadi prioritas utama pembahasan tersebut. Terlepas dari macam profesinya di
luar negeri baik pelajar, tenaga kerja, pengusaha, bahkan diplomat sekalipun.
Harapan dari semua itu tentunya agar hak-hak yang termaktub dalam Hukum
Internasional betul-betul dapat dirasakan oleh warga kita di negeri rantau.
Wallahu a’lam.
Posted in Posted by Forum Studi Syari'ah wal Qanun at 1:21 AM
Links to this post
Create a Link
Newer Post Older Post Home
FSQ Fans
Temen-Temen FSQ
A Wahyu Herdianto
Desi Hanara
FMKT Mesir - Irvana Effendy
Misbahul Munir
Link
Republika
Majalah Gatra
Koran Tempo
Kompas
wibiya widget
Web Toolbar by Wibiya
Copyright 2008. Forum Studi Syari'ah wal Qanun. Home