HUKUM PIDANA 003

(1)

HUKUM PIDANA

I

SEJARAH SINGKAT W.v.S (KUHP) DI IMDONESIA

A.SEBELUM KEDATANGAN BANGSA ASING

Sebelum kedatangn bangsa asing di kepulauan Nusantara sampai akhirnya dijajah oleh Belanda, Hukum pidana yang

berlaku adalah Hukum pidana adat yang berlaku di setiap wilayah masyarakat hokum asli atau kerajaan yang berada seluruh di wilayah nusantara.

Sebagaimana kita ketahui, jauh sebelum jaman penjajahan, hamper diseluruh pelosok tanah air Indonesia terdapat

masyarakat hokum asli yang melaksanakan pemerintahan sendiri (otonom ) meskipun masih sangat sederhana sesuai tingkat

kemajuan dan pengetahuan maysrakat yang bersangkutan. Sekitar abad ke 7 masehi agama Hindu masuk kewilayah nusantara dan mepengaruhi Hukum adat asli yang selama itu berlaku dan meresepsi Hukum Hindu. Keadaan it uterus

berlangsung hingga abad ke -14 Masehi sehingga Hukum Adat asli yang berlaku di sebagain wilayah nusantara sudah meresepsi


(2)

dan mendapat pengaruh Hukum Hindu, seperti di Jawa Timur ( Majapahit ), Bali dan lain-lain

Pada abad ke-14 Masehi, Agama Islam mulai masuk ke

sebagian wilayah Indonesia, sehingga di daerah-daerah tersebut berkembang Agama islam dan secara bertahap juga

mempegaruhi Hukum adat asli yang semula masih berlaku, pada periode berikutnya sekitar abad ke-17 bangsa Portugis, Belanda dan bangsa-bangsa asing lainnya mulai menginjakan kaki ke beberapa daerah di Indonesia. dimilikinya mempunyai

kewenangan untuk menyelesaikan sengketa yang timbul di

wilayah (lingkungannya). Hukum yang dipakai dasar penyelesaian konflik yang terjadi adalah Hukum asli (Adat) atau Hukum pidana adat sesua jenis konflik atau pelangarannya.

B. SETELAH BELANDA DATANG

Hukum Pidana Belanda mendapat pengaruh yang kuat dari Code Panel Prancis, karena Prancis pernah menjajah Belanda dari Tahun 1811-1813. Di Belanda sendiri sudah berlaku kondifikasi yang mengatur Hukum pidana yang tersebut “ Het Criminele wetboek voor Het Koninklijk Holland “ yang berlaku sampai tahun 1811. Sementara itu pemerintahan Belanda berusaha untuk

membentuk kitab undang-undang Hukum Pidana Nasional negeri Belanda namun selalu gagal. Panitia berhasil merampungkan Rencana KUHP negeri Belanda pada tahun 1879, kemudian

diserahkan kepada kehakiman yang selanjutnya menyampaikan kepada Tweede Kamer pada tahun 1879 untuk dibahas dan di


(3)

sahkan. Dengan demikian Code Parncis berlaku di negeri Belanda kurang lebih 75 tahun (1811-1886).

Politik hukum Pemerintahan Belanda terhadap Hindia Belanda (Pasal 131.I.S. jo.Pasal 75 R.R)adalah sebagai berikut:

1. Kodifikasi hukum terhadap bidang-bidang hukum tertentu 2. Asas Konkordasi untuk golongan Eropa

3. Untuk golongan Indonesia asli dan timur asing

(Tionghoa,Arab,India,dll), jika kebutuhan masyarakat mereka menghendakinya, dapat diberlakukan hukum yang berlaku untuk Bangsa Eropa

4. Bagi orang Indonesia asli dan Timur asing, diperbolehkan menundukkan diri pada hukum untuk Bangsa Eropa baik seluruh atau hanya sebagian

5. Bagi orang Indonesia asing berlaku hukum adat

Berdasarkan Politik hukum Pemerintahan Belanda tersebut, maka di Hindia Belanda barulah dikenal Hukum Pidana tertulis dalam bentuk kodifikasi. Pada tahun 1866 barulah dikenal

kodifikasi sebenarnya, yaitu pembukuan segala peraturan hukum Pidana. Pada tanggal 10 Pebruari 1866 berlakulah 2 kitab Undang-Undang hukum Pidana di Indonesia yakni:

1. Het Wetboek van Strafrecht voor Europeanen yang berlaku bagi golongan Eropa mulai pada tanggal 1 Januari 1867 2. Het wetboek van Strafrecht voor Inlands en Daarmade

Gelijkstalde yang mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 1873 Kedua KUHP ini adalah sebagai pengganti dari kedua jenis hukum pidana yang berlaku sebelumnya yang berlaku untuk


(4)

orang Eropa dan Bumi Putera yang ditanyakan tidak berlaku lagi, namun tetap saja ada dualisme hukum yang berlaku untuk orang golongan Eropa dan untuk golongan Bumi Putera.

C. SETELAH INDONESIA MERDEKA

Pada saat Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia tangga 17 Agustus 1945, Indonesia belum memiliki peraturan perundang-undangan, jadi belum ada hukum yang berlaku di wilayah yang baru diproklamasikan.Sehari setelah proklamasi tanggal 18 Agustus 1945 Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) bersidang dan menetapkan UUD Negara Republik Indonesia sesuai dengan ketentuan Pasal II aturean peralihan UUD 1945 yang menentukan bahwa “ Segala badan Negara dan peraturan yang ada masih langsung berlaku selama belum diadakan yang baru menurut UUD ini”.Ini berarti bahwa segala lembaga dan peraturan perundang-undangan yang berlaku pada jaman Hindia– Belanda dinyatakan tetap berlaku di wilayah Republik Indonesia Merdeka.Pada saat berlaku konstitusi RIS ketentuan yang sama diatur pada Pasal 192, demikian pula di era UUDS 1950 ketentuan serupa diatur dalam pasal 142, sampai kembali lagi ke undang-undang 1945 berdasarkan Dekrit Presiden tanggal 5 Juli

1959.Pemerintah Republik Indonesia yang berkedudukan di

Yogyakarta kemudian dengan Undang-Undang No. 1 Tahun 1946 tetap memberlakukan W.v.S Stb 1915 No.732, antar lain dengan merubah namanya menjadi Wetboek van Strafrecht atau bias disebut dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pindana (KHUP).


(5)

Pada zaman era kemerdekaan, telah banyak dilakukan usaha untuk menyesuaikan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

warisan colonial dengan kedudukan Republik Indonesia sebagai Negara Merdeka dan dengan perkembangan kehidupan social lainnya.

II

PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP HUKUM PIDANA A. PENGERTIAN HUKUM PIDANA

Muljatno mengatakan bahwa Hukum Pidana adalah bagian dari keseluruhan hukum yang berlaku di suatu Negara, yang

mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk :

a. Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan, yang dilarang, dengan disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidan tertentu bagi barang siapa melanggar larangan tersebut

b. Menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yang telah melanggar larangan-larangan itu dapat

dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang diancamkan

c. Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada orang yang disngka telah melanggar larangan tersebut


(6)

Bahwa didalam suatu Negara yang berdaulat, disamping hukum pidana, masih banyak lagi disiplin hukum lain yang berlaku seperti Hukum Perdata, Hukum Acara Perdana, Hukum Dagang, Hukum Tata Negara,Hukum Agraria, Hukum Perburuhan dan lain sebagainya.

Perbuatan-perbuatan yang tidak boleh dilakukan, dengan disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa melanggar larangan tersebut, lazim disebut sebagai perbuatan pidana, tindakan pidana, peristiwa pidana, delik.Untuk menentukan kapan seseorang dapat dikatakan telah melakukan suatu perbuatan pidana, KHUP mengenal asas yang prinsipil yaitu asas Legalitas sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1 ayat 1 KHUP, yaitu suatu asas yang menentukan bahwa tiap-tiap

perbuatan pidana harus ditentukan sebagai demikian oleh suatu aturan undang-undang.

Ketentuan mengenai kapan dan dalam hal apa kepada mereka yang telah melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang telah diancamkan,

merupakan ranah pertanggung jawaban hukum pidana (criminal responsibility/criminal liability).

Dengan demikian, pengertian hukum pidana menurtu

Prof.Muljatno sebagaimana tersebut diatas meliputi hukum pidana materiil dan hukum pidan formil (hukum acara pidana).


(7)

Ruang lingkup Hukum Pidana (KUHP), meliputi tempat terjadinya delik dan waktu terjadinya delik.

Tempat terjadinya perbuatan pidana perlu diketahui untuk: 1. Menentukan apakah hukum pidana Indonesia berlaku

terhadap perbuatan pidana tersebut atau tidak.Ini berhubungan dengan pasal 2-8 KUHP.

2. Menentukan kejaksaan dan pengadilan mana yang harus mengurus perkaranya. Ini berhubungan dengan kompetensi relative.

Mengetahui waktu terjadinya delik adalah penting berhubungan dengan:

1. Pasal 1 KUHP : Apakah perbuatan yang bersangkut paut pada waktu itu sudah dilarang dan diancam dengan pidana?

2. Pasal 44 KUHP : Apakah terdakwa ketika itu mampu bertanggung jawab?

3. Pasal 45 KUHP : Apakah terdakwa ketika melakukan

perbuatan sudah berumur 16 tahun.Kalau belum berumur 16 tahun, maka boleh memilih antara ketiga kemungkinan a. Mengembalikan anak tersebut kepada orang tua tanpa

diberi pidana apapun

b. Menyerahkan anak tersebut kepada Pemerintah untuk dimasukkan rumah pendidikan


(8)

c. Menjatuhi Pidana seperti orang dewasa.Maksimum daripada pidana pidana pokok dikurangi sepertiga (Lihat Pasal 47 KUHP)

4. Pasal 79 KUHP (verjaring atau daluwarsa).Dihitung mulai hari setalah perbuatan pidana terjadi.

5. Pasal 57 HIR.Diketahuinya perbuatan dalam keadaan tertangkap tangan (OP heterdaad).

Berbicara mengenai ruang lingkup berlakunya KUHP, dikenal ada 4 (empat) asas penting yaitu :

1. Asas Teritorial ( Pasal 2 dan 3 KUHP )

Menurut asas ini, Hukum Pidana berlaku bagi setiap orang yang melakukan delik di dalam wilayah Republik Indonesia 2. Asas Nasional Pasif ( Asas Perlindungan, Pasal 4 KUHP ).

Asas ini bertujuan untuk melindungi wibawa dan martabat Negara Kesatuan Republik Indonesia dari tindakan

destruktif yang mengancam kepentingan nasional

Indonesia, tanpa melihat kewarga negaraan pelaku ( Asing dan WNI )

3. Asas Nasional Aktif (Asas Kepentingan Nasional / Asas Personal, Pasal 5 dan 7 KUHP )

Menurut asas ini, hukum pidana berlaku bagi WNI yang melakukan delik-delik tertentu di luar wilayah Indonesia ( meliputi kejahatan-kejahatan : keamanan Negara,


(9)

wajib militer, perkawinan lebih dari ketentuan, pembajakan ).

4. Asas Universalitas ( Pasal 9 KUHP )

Asas ini, bertujuan untuk melindungi kepentingan hukum antar Negara, tanpa melihat kewarga negaraan pelaku. Di sini, yang diperhatikan adalah kepentingan Negara lain, sebagai tempat dilakukan delik tertentu. Pelanggaaran terhadap kepentingan hukum universal ( masyarakat internasional ) disebut tindak pidana Internasional ( kejahatan Internasional ).

III

ASAS LEGALITAS DALAM HUKUM PIDANA

Asas legalitas dalam hukum pidana merupakan asas yang fundamental. Pertama kali asas inin dituangkan dalam konstitusi Amerika 1776, dan sesuadah itu dalam pasal 8 Declaration de droits de I’homme et du citoyen 1789. Asas ini kemudian


(10)

legalitas dirumuskan dalam pasa 1 ayat (1) : “ Tidak ada suatu perbuatan yang dapat dipidanakan, kecuali atas perundang-undangan pidana yang telah ada sebelum perbuatan itu dilakukan “

Dari ketentuan Pasal 1 ayat (1) KUHP tersebut menjelaskan kepada kita bahwa :

1. Suatu perbuatan dapat dipidana kalau termasuk ketentuan pidana menurut undan-undang. Oleh karena itu pemidanaan berdasarkan Hukum tidak tertulis tidak dimungkinkan.

2. Ketentuan Pidanaitu harus lebih dahulu ada dari pada

perbuatan itu; denga perkataan lain , ketentuan pidana itu harus sudah berlaku ketika perbuatan itu dilakukan. Oleh karena itu ketentuan tersebut tidak berlaku surut, baik mengenai ketetapan dapat dipidana maupun sanksinya. Di samping dalam pasal 1 KUHP, asas legalitas dapat dijumpai dalam sumber-sumber hukum Internasional, seperti :

1. Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia 1984, pasal 11 ayat 2.

2. Perjanjian eropa untuk melindungi hak manusia dan

kebebasan Asasi 1950 (Perjanjian New York ) Pasal 15 ayat 1 Ada 7 aspek yang dapat dibedakan dari asas legalitas, sebagai berikut :

1. Tidak dapat dipidana kecuali dalam ketentuan Pidana Menurut Undang-Undang


(11)

2. Tidak ada penerapan Undang-Undang pidana berdasarkan analogi

3. Tidak dapat dipidana hanya berdasarkan kebiasaan

4. Tidak boleh ada perumusan delik yang kurang jelas (syarat lex-certa)

5. Tidak ada kekuatan surut dari ketentuan Pidana

6. Tidak ada pidana lain kecuali yang ditentukan undang-undang.

7. Penuntutan Pidana hanya menurut cara yang ditentukan undang-undang

Pengertian Tindak Pidana Adat

Dalam masyarakat adat, tidak jarang terjadi ketegangan-ketegangan social, karena terjadi pelanggaran adat oleh seorang oleh sekelompok warga masyarakat yang bersangkutan. Delik adat adalah suatu perbuatan sepihak dari seorang atau

perkumpulan perseorangan, mengancam atau menyinggung atau mengganggu keseimbangan dan persekutuan bersikap material atau immaterial, terhadap orang seorang atau terhadap


(1)

Bahwa didalam suatu Negara yang berdaulat, disamping hukum pidana, masih banyak lagi disiplin hukum lain yang berlaku seperti Hukum Perdata, Hukum Acara Perdana, Hukum Dagang, Hukum Tata Negara,Hukum Agraria, Hukum Perburuhan dan lain sebagainya.

Perbuatan-perbuatan yang tidak boleh dilakukan, dengan disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa melanggar larangan tersebut, lazim disebut sebagai perbuatan pidana, tindakan pidana, peristiwa pidana, delik.Untuk menentukan kapan seseorang dapat dikatakan telah melakukan suatu perbuatan pidana, KHUP mengenal asas yang prinsipil yaitu asas Legalitas sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1 ayat 1 KHUP, yaitu suatu asas yang menentukan bahwa tiap-tiap

perbuatan pidana harus ditentukan sebagai demikian oleh suatu aturan undang-undang.

Ketentuan mengenai kapan dan dalam hal apa kepada mereka yang telah melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang telah diancamkan,

merupakan ranah pertanggung jawaban hukum pidana (criminal responsibility/criminal liability).

Dengan demikian, pengertian hukum pidana menurtu

Prof.Muljatno sebagaimana tersebut diatas meliputi hukum pidana materiil dan hukum pidan formil (hukum acara pidana).


(2)

Ruang lingkup Hukum Pidana (KUHP), meliputi tempat terjadinya delik dan waktu terjadinya delik.

Tempat terjadinya perbuatan pidana perlu diketahui untuk: 1. Menentukan apakah hukum pidana Indonesia berlaku

terhadap perbuatan pidana tersebut atau tidak.Ini berhubungan dengan pasal 2-8 KUHP.

2. Menentukan kejaksaan dan pengadilan mana yang harus mengurus perkaranya. Ini berhubungan dengan kompetensi relative.

Mengetahui waktu terjadinya delik adalah penting berhubungan dengan:

1. Pasal 1 KUHP : Apakah perbuatan yang bersangkut paut pada waktu itu sudah dilarang dan diancam dengan pidana?

2. Pasal 44 KUHP : Apakah terdakwa ketika itu mampu bertanggung jawab?

3. Pasal 45 KUHP : Apakah terdakwa ketika melakukan

perbuatan sudah berumur 16 tahun.Kalau belum berumur 16 tahun, maka boleh memilih antara ketiga kemungkinan a. Mengembalikan anak tersebut kepada orang tua tanpa

diberi pidana apapun

b. Menyerahkan anak tersebut kepada Pemerintah untuk dimasukkan rumah pendidikan


(3)

c. Menjatuhi Pidana seperti orang dewasa.Maksimum daripada pidana pidana pokok dikurangi sepertiga (Lihat Pasal 47 KUHP)

4. Pasal 79 KUHP (verjaring atau daluwarsa).Dihitung mulai hari setalah perbuatan pidana terjadi.

5. Pasal 57 HIR.Diketahuinya perbuatan dalam keadaan tertangkap tangan (OP heterdaad).

Berbicara mengenai ruang lingkup berlakunya KUHP, dikenal ada 4 (empat) asas penting yaitu :

1. Asas Teritorial ( Pasal 2 dan 3 KUHP )

Menurut asas ini, Hukum Pidana berlaku bagi setiap orang yang melakukan delik di dalam wilayah Republik Indonesia 2. Asas Nasional Pasif ( Asas Perlindungan, Pasal 4 KUHP ).

Asas ini bertujuan untuk melindungi wibawa dan martabat Negara Kesatuan Republik Indonesia dari tindakan

destruktif yang mengancam kepentingan nasional

Indonesia, tanpa melihat kewarga negaraan pelaku ( Asing dan WNI )

3. Asas Nasional Aktif (Asas Kepentingan Nasional / Asas Personal, Pasal 5 dan 7 KUHP )

Menurut asas ini, hukum pidana berlaku bagi WNI yang melakukan delik-delik tertentu di luar wilayah Indonesia ( meliputi kejahatan-kejahatan : keamanan Negara,


(4)

wajib militer, perkawinan lebih dari ketentuan, pembajakan ).

4. Asas Universalitas ( Pasal 9 KUHP )

Asas ini, bertujuan untuk melindungi kepentingan hukum antar Negara, tanpa melihat kewarga negaraan pelaku. Di sini, yang diperhatikan adalah kepentingan Negara lain, sebagai tempat dilakukan delik tertentu. Pelanggaaran terhadap kepentingan hukum universal ( masyarakat internasional ) disebut tindak pidana Internasional ( kejahatan Internasional ).

III

ASAS LEGALITAS DALAM HUKUM PIDANA

Asas legalitas dalam hukum pidana merupakan asas yang fundamental. Pertama kali asas inin dituangkan dalam konstitusi Amerika 1776, dan sesuadah itu dalam pasal 8 Declaration de droits de I’homme et du citoyen 1789. Asas ini kemudian


(5)

legalitas dirumuskan dalam pasa 1 ayat (1) : “ Tidak ada suatu perbuatan yang dapat dipidanakan, kecuali atas perundang-undangan pidana yang telah ada sebelum perbuatan itu dilakukan “

Dari ketentuan Pasal 1 ayat (1) KUHP tersebut menjelaskan kepada kita bahwa :

1. Suatu perbuatan dapat dipidana kalau termasuk ketentuan pidana menurut undan-undang. Oleh karena itu pemidanaan berdasarkan Hukum tidak tertulis tidak dimungkinkan.

2. Ketentuan Pidanaitu harus lebih dahulu ada dari pada

perbuatan itu; denga perkataan lain , ketentuan pidana itu harus sudah berlaku ketika perbuatan itu dilakukan. Oleh karena itu ketentuan tersebut tidak berlaku surut, baik mengenai ketetapan dapat dipidana maupun sanksinya. Di samping dalam pasal 1 KUHP, asas legalitas dapat dijumpai dalam sumber-sumber hukum Internasional, seperti :

1. Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia 1984, pasal 11 ayat 2.

2. Perjanjian eropa untuk melindungi hak manusia dan

kebebasan Asasi 1950 (Perjanjian New York ) Pasal 15 ayat 1 Ada 7 aspek yang dapat dibedakan dari asas legalitas, sebagai berikut :

1. Tidak dapat dipidana kecuali dalam ketentuan Pidana Menurut Undang-Undang


(6)

2. Tidak ada penerapan Undang-Undang pidana berdasarkan analogi

3. Tidak dapat dipidana hanya berdasarkan kebiasaan

4. Tidak boleh ada perumusan delik yang kurang jelas (syarat lex-certa)

5. Tidak ada kekuatan surut dari ketentuan Pidana

6. Tidak ada pidana lain kecuali yang ditentukan undang-undang.

7. Penuntutan Pidana hanya menurut cara yang ditentukan undang-undang

Pengertian Tindak Pidana Adat

Dalam masyarakat adat, tidak jarang terjadi ketegangan-ketegangan social, karena terjadi pelanggaran adat oleh seorang oleh sekelompok warga masyarakat yang bersangkutan. Delik adat adalah suatu perbuatan sepihak dari seorang atau

perkumpulan perseorangan, mengancam atau menyinggung atau mengganggu keseimbangan dan persekutuan bersikap material atau immaterial, terhadap orang seorang atau terhadap