Pendahuluan T1 672006130 Full text

2

1. Pendahuluan

Penyakit Demam Berdarah Dengue DBD sering menimbulkan letusan Kejadian Luar Biasa KLB dengan angka kematian yang besar, hal ini menyebabkan DBD menjadi salah satu masalah kesehatan yang penting. Jenis nyamuk sumber penular vektor penyakit DBD adalah aedes aegypti, aedes albopictus, dan aedes scutellaris, namun hingga saat ini yang menjadi vektor utama penyebar DBD adalah aedes aegypti [1]. Peningkatan Kejadian Luar Biasa KLB penyakit DBD dipengaruhi oleh berbagai faktor, salah satunya kepadatan vektor. World Health Organization WHO menyatakan bahwa semakin tinggi angka kepadatan vektor maka semakin tinggi pula resiko penularan penyakit DBD [2]. Kepadatan vektor dapat diukur menggunakan parameter Angka Bebas Jentik ABJ dan House Index HI. Incidence Rate IR digunakan untuk mengetahui gambaran frekuensi penyakit DBD. Dengan mengetahui gambaran frekuensi penyakit DBD dapat diketahui pula berapa besar masalah kesehatan yang sedang dihadapi [3]. WHO memperkirakan, setiap tahun sebanyak 500.000 pasien DBD membutuhkan perawatan rumah sakit, sebagian besar diantaranya adalah anak- anak. Penyakit ini berkembang di beberapa negara tropis dan sub tropis, mulai dari Afrika, Amerika, Mediterania dan Asia Tenggara [4]. Sebanyak 2,5 milyar penduduk dunia beresiko terserang DBD, 52 berada di wilayah Asia Tenggara [5]. Menurut peta wabah DBD di kawasan Asia Tenggara, Indonesia berada diurutan kedua terbesar setelah Thailand berdasarkan jumlah angka kesakitan morbidity rate dan kematian mortality rate selama kurun waktu 1985 –2004. WHO mencatat bahwa Indonesia merupakan negara dengan kasus DBD tertinggi di Asia Tenggara hingga tahun 2009 [6]. Berdasarkan data dari Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Ditjen PP PL Departemen Kesehatan RI, tahun 2009 tercatat jumlah penderita DBD sebesar 154.855 orang dan 1.384 orang meninggal dunia [7]. Tahun 2010 terjadi penurunan dengan ditemukan kasus DBD sebesar 150.000 kasus, dimana sebanyak 1.317 orang meninggal dunia. Tahun 2005 di Jawa Tengah ditemukan 7.144 kasus DBD yang tersebar di seluruh kabupatenkota di Jawa Tengah, termasuk Kabupaten Semarang dengan angka kematian 3,29. Pada tahun 2008 di Kabupaten Semarang terjadi penurunan kasus setelah sebelumnya terjadi peningkatan selama tiga tahun berturut-turut [8]. Penyakit DBD yang cenderung meningkat dan meluas penyebarannya sejak tahun 1968 mengakibatkan turunnya kualitas Sumber Daya Manusia SDM. Meningkatnya angka penderita DBD disebabkan oleh sulitnya pengendalian penyakit yang ditularkan oleh nyamuk aedes aegypti [9]. Selama ini upaya pengendalian penyakit DBD dilakukan dengan pemberantasan vektor oleh Dinas Kesehatan beserta masyarakat setempat. Hal ini dilakukan karena belum ditemukan obat dan vaksin yang dapat mencegah penyakit DBD. Kurangnya sarana pendeteksian dini serangan DBD mengakibatkan kurangnya informasi yang dibutuhkan untuk pemberantasan vektor [10]. Berdasarkan kondisi tersebut, diperlukan penelitian dan pemodelan spasial persebaran penyakit DBD berdasarkan kepadatan vektor dan Incidence Rate IR 3 di Kabupaten Semarang. Penelitian ini menggunakan variabel Angka Bebas Jentik ABJ, House Index HI dan Incidence Rate IR periode tahun 2005 –2009, untuk menentukan persebaran penyakit DBD. Metode yang digunakan adalah metode Moran’s I yang dibagi menjadi dua, yaitu global dan lokal [11]. Moran’s I merupakan metode yang digunakan sebagai identifikasi karakteristik pola spasial dalam tiga bentuk, yang meliputi pemusatan clustering, acak random atau terpisah uniform. Metode Morans’ I dibagi menjadi dua, yaitu Morans’ I global dan Moran’s I lokal. Morans’ I global adalah analisis pola asosiasi spasial pada skala yang luas. Moran’s I lokal atau Local Indicator Spasial Association LISA adalah kuantifikasi autokorelasi spasial dalam wilayah yang lebih kecil dibanding dengan Morans’ I global [12].

2. Tinjauan Pustaka