7 wilayah studi negatif dan rerata nilai atribut sekeliling wilayah studi positif Low
High. Data yang berada pada kuadran IV mempunyai arti nilai atribut wilayah studi positif dan rerata nilai atribut sekeliling wilayah studi negatif Low High.
Pola spasial lokal dapat didefinisikan sebagai Local Moran’s I atau Local
Indicator Spasial Association LISA. LISA dapat didefinisikan dengan persamaan 5 :
=
− −
2
−
5
Dimana : : Nilai unit analisis i
: Nilai rata-rata variabel i : Nilai unit analisis tetangga
n :Jumlah kasus atau jumlah wilayah studi yang diidentifikasi
: Berat spasial matrik atau elemen spatial weight matrix Autokorelasi spasial lokal dapat ditentukan dengan analisis Moran
Scatterplot dan
Local Indicator
Spasial Association
LISA. LISA
divisualisasikan menggunakan peta yang digunakan untuk menunjukkan lokasi daerah studi yang signifikan statistik terjadinya pengelompokan nilai atribut
cluster atau terjadinya pencilan outlier. Pola spasial menunjukkan signifikan lokal cluster ketika data berkarakteristik High High HH atau Low Low LL,
sedangkan pola spasial menunjukkan signifikan lokal outlier ketika data berkarakteristik High Low HL atau Low High LH. Jumlah LISA untuk setiap
wilayah studi sebanding atau sama dengan
Moran’s I global.
3. Metode Penelitian
Tahapan penelitian ini dibagi menjadi tiga tahap, yaitu : 1. Tahap penyusunan data awal
2. Desain dan arsitektural pemodelan 3. Pemodelan dan visualisasi
Tahap penelitian ini digambarkan menjadi bagan yang disajikan pada Gambar 3.
Gambar 3 Tahap Penelitian
8 Berdasarkan Gambar 3, tahap penelitian dapat dijelaskan sebagai berikut,
tahap penyusunan data bertujuan untuk menentukan data, lokasi dan studi pustaka yang digunakan dalam proses penelitian. Tahap penyusunan data awal terdiri dari:
1 Pengumpulan data dengan melakukan survei di Dinas Kesehatan Kabupaten Semarang, 2 Pengumpulan data dengan melakukan survei di Badan Pusat
Statistik Kabupaten Semarang. Data dan variabel yang digunakan dalam penelitian meliputi : 1 Data ABJ dan HI sebagai ukuran kepadatan vektor tingkat
kecamatan di Kabupaten Semarang periode tahun 2005
–2009, 2 Data IR tingkat kecamatan di Kabupaten Semarang dan 3 Data spasial Kabupaten Semarang
dalam bentuk peta disajikan pada Gambar 4.
Gambar 4 Peta Kabupaten Semarang
Tahap desain dan arsitektural pemodelan terdiri dari proses input data, pemodelan spasial ABJ, HI dan IR menggunakan metode
Moran’s I. Sumber data model secara umum dikelompokkan dalam dua kategori, yaitu 1 Informasi data
ABJ, HI dan IR tingkat kecamatan Kabupaten Semarang dan 2 Data spasial dalam bentuk peta vektor dengan format shapes files. Pemrosesan data
menggunakan tool R dari http:cran-r.project menggunakan package class, e1071, classInt,
spdep, maptools,
RcolorBrewer,
foreign.
Gambar 5 . Desain Arsitektural Model
Gambar 5 menunjukkan desain arsitektural model yang dijelaskan sebagai berikut. Pada bagian Data Layer, terdiri dari data ABJ, HI dan IR tingkat
kecamatan di Kabupaten Semarang periode tahun 2005 –2009 dan data spasial
wilayah Kabupaten Semarang yang terdiri dari 19 kecamatan. Data tersebut
9 merupakan data masukan pada proses Application Layer. Pada bagian Application
Layer, dilakukan proses pemodelan ABJ, HI dan IR menggunakan metode Moran’s I dengan pemrosesan data menggunakan tool R untuk menggambarkan
pola kejadian variabel yang kemudian divisualisasikan pada Vizuallization Layer. Pada bagian Vizualization Layer hasil pemodelan divisualisasikan dalam bentuk
Moran Scatterplot dan peta LISA. Hasil visualisasi ini dianalisis untuk menentukan persebaran penyakit DBD tingkat kecamatan di Kabupaten
Semarang.
4. Hasil Penelitian dan Pembahasan