Critical Review Jurnal Perencanaan Pesis

CRITICAL REVIEW JURNAL PERENCANAAN PESISIR
Kajian Pengembangan Desa Pesisir Tangguh di Kota Semarang
 REVIEW
Kementerian Kelautan dan Perikanan melalui Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir, dan
Pulau-Pulau Kecil (KP3K) menginisiasi suatu program inovatif untuk memberi spirit gerakan baru
bagi kebangkitan dan kemajuan desa-desa pesisir di Indonesia yaitu Pengembangan Desa
Pesisir Tangguh yang disingkat PDPT untuk mengatasi realitas empat persoalan pokok yang
dihadapi oleh desa-desa pesisir di Indonesia saat ini. Empat permasalahan pokok tersebut
diantaranya yaitu tingkat kemiskinan masyarakat pesisir, tingginya kerusakan sumber daya
pesisr, rendahnya kemandirian organisasi sosial dan lunturnya nilai-nilai budaya lokal, serta
rendahnya infrastruktur desa dan kesehatan lingkungan pemukiman. Untuk mengikuti program
PDPT tersebut, Kota Semarang harus menyiapkan dokumen yang dibutuhkan, khusunya profil
desa pesisir tangguh sebagai syarat utamanya.
Kajian pengembangan desa Pesisir tangguh di Kota Semarang bertujuan untuk
menyusun profil desa pesisir berupa hasil identifikasi potensi dan permasalahan desa yang
digunakan sebagai dasar penetapan desa yang berpeluang menjadi sasaran program PDPT
KKP. Proses penyusunan profil desa pesisir tangguh tersebut terdiri dari lima proses. Tahap satu
adalah tahap persiapan untuk koordinasi tim penyusun, stakeholder terkait, metodologi serta
penyusunan rencana kerja. Tahap dua, pengumpulan data sekunder dari instansi. Tahap tiga,
survey lapangan untuk akurasi dan koreksi data. Tahap empat, identifikasi potensi dan
permasalahan, yang didasarkan pada indikator faktor sosial dan kependudukan, sarana dan

prasarana, ekonomi, kelembagaan, sumber daya alam, kondisi lingkungan, dan bencana alam
pesisir. Penetapan prioritas klaster desa pesisir didasarkan pada hasil skoring dan ranking.
Analisis skoring bertujuan untuk memudahkan dalam mengelompokkan desa-desa dengan
potensi dan permasalahan yang hampir sama dengan tujuh indikator yang telah ditetapkan.
Kemudian dilanjutkan dengan ranking, penentuan ranking dilakukan dengan membuat skala
jumlah hasil skoring. Dari hasil analisis penyusunan Profil Desa Pesisir Tangguh di Kota
Semarang, telah terpilih 3 kelurahan yaitu Mangkang Kulon, Mangunharjo dan Mangkang
Wetan.

1

 PEMBAHASAN
Negara Indonesia yang berada diantara benua Asia dan Australia serta lautan Hindia
dan Pasific, mempunyai tingkat kerentanan yang tinggi terhadap dampak perubahan iklim. Dari
data hasil kajian yang dilakukan oleh Kementrian Lingkungan Hidup, menunjukkan kenaikan
temperatur permukaan mencapai 1 derajat Celcius selama abad 20. Potensi risiko iklim pada
setiap sektor pembangunan semakin meningkat. Dampak perubahan iklim menjadi tantangan
prioritas pertama dalam pembangunan nasional. Sehingga pada tahun 2011, pemerintah mulai
menginisiasi program rencana penanganan dampak perubahan iklim. Ketika tahun 2014,
dokumen Rencana Aksi Nasional Adaptasi Perubahan atau RAN-API di semua sektor telah

dipublikasikan oleh BAPPPENAS.
Penyusunan program aksi adaptasi sub-bidang pesisir dan pulau-pulau kecil mengacu
pada Indonesian Climate Change Sectoral Roadmap (Bappenas, 2010). Program aksi tersebut
dilakukan dengan menggunakan lima strategi yaitu (a) Stabilitas kehidupan masyarakat pesisir
dan pulau-pulau kecil terhadap ancaman perubahan iklim, (b) Peningkatan kualitas lingkungan
wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, (c) Pelaksanaan pembangunan struktur adaptasi di
wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, (d) Penyesuaian rencana tata ruang kawasan perkotaan
terhadap ancaman perubahan iklim, dan (e) Pengembangan dan optimalisasi riset dan sistem
informasi tentang perubahan iklim di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Strategi-strategi
tersebut diwujudkan melalui lima program utama (klaster). Salah satunya adalah klaster ketiga.
Klaster Pengelolaan dan Pendayagunaan Lingkungan dan Ekosistem, yang rencana aksi tersebut
diarahkan pada upaya pengembangan Coastal Resilience Village (CRV) atau Desa Pesisir
Tangguh (Lampiran 1). Program PDPT ini difungsikan untuk peningkatan kualitas kehidupan
masyarakat pesisir berbasis masyarakat baik peningkatan dari segi pelayanan prasarana dan
sarana sosial ekonomi, lingkungan hidup, kapasitas kelembagaan masyarakat dan pemerintah
dalam proses keputusan secara partisipasif, serta kesiapsiagaan terhadap bencana. Pelaksanaan
Program Pengembangan Desa Pesisir Tangguh (PDPT) tidak terpisahkan substansinya dengan
RKP 2013, Renstra, dan RPJM. Bagan kedudukan RAN-API dan model pengembangan desa
pesisirtangguh pada lampiran (Lampiran 2). Untuk kedudukan program PDPT dalam konteks
perencanaan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil menurut UU No. 27 tahun 2007

merupakan rencana zonasi rinci sebagai jabaran dari rencana zonasi kabupaten.
Untuk mengikuti program PDPT dari Kementrian Kelautan dan Perikanan Republik
Indonesia, salah satu syarat utamanya adalah menyusun profil desa pesisir tangguh yang akan

2

diusulkan. Pada kajian penyusunan profil desa pesisir tangguh di Kota Semarang, menggunakan
analisis skoring dan ranking yang didasarkan pada 8 kriteria, yaitu terletak dalam satu
hamparan wilayah perencanaan, kondisi lingkungan kumuh, terdapat banyak pengangguran,
berpendapatan rendah, terjadi degradasi lingkungan pesisir, rawan terjadi bencana pesisir,
tingkat pelayanan prasaran dasar lingkungan terbatas/redah, dan tingkat pelayanan prasarana
pendukung kegiatan usaha terbatas/rendah. Delapan kriteria yang digunakan sebagai dasar
penetapan desa pesisir PDPT telah sesuai dengan pedoman umum program PDPT yang
diberikan oleh KKP, yaitu sekurang-kurangnya 3 kriteria yang digunakan adalah Lokasi rawan
bencana dan perubahan iklim, mempunyai potensi ekonomi lokal unggulan, masyarakat pesisir
miskin namun potensial aktif dan memiliki motivasi untuk memperbaiki kehidupannya, kondisi
lingkungan permukiman kumuh, terjadi degradasi lingkungan pesisir, dan/atau tingkat
pelayanan dasar rendah. Untuk kelengkapan data yang digunakan yang digunakan sebagai
dasar analisis, tingkat akurasi beberapa data yang ditampilkan rendah. Dikarenakan kurang
adanya konsistensi penulisan sumber dan tahun perolehan data. Sehingga hasil analisis data

tersebut dianggap kurang akurat dan obyektif. Dalam proses analisis skoring dan ranking
tersebut kurang jelas. Proses analisis tidak ditampilkan untuk setiap desa pesisir yang ada di
Kota Semarang. Hanya ditampilkan hasil setiap indikator dan nilai indikator setiap kriteria, dan
tidak adanya pemberian keterangan angka yang digunakan dalam proses analisa. Sehingga
masyarakat awam kurang memahami proses detail analisis skoring dan ranking yang telah
dilakukan di setiap desa pesisir.
Apabila dibandingkan dengan penyusunan profil desa pesisir tangguh Banyuasin data
fakta yang ditampilkan cukup lengkap dan akurat, proses analisis lebih detail dan dilengkapi
dengan analisis pada isu strategis yang terkait dengan analisis finansial, produksi surplus, serta
SWOT. Dalam substansi indikator pada faktor bencana alam pesisr, kurang detail
pembahasannya apabila dibandingkan dengan jurnal sejenis yang membahas kerentanan pesisir
terhadap perubahan iklim. Diantaranya bisa menggunakan data oseanografi wialayah yang
digunakan sebagai dasar analisis terjadinya bencana dengan metode kajian garis pantai, intrusi,
dan valuasi kerugian (prediksi kerugian ekonomi). Namun, penyajian proses penyusunan profil
desa tangguh di Kota Semarang secara keseluruhan sudah dianggap cukup memenuhi standar
pedoman program PDPT KKP.
Program Pengembangan Desa Pesisir Tangguh (PDPT) yang mendorong masyarakat
desa menjadi ujung tombak dalam pemerataan pembangunan perlu didukung oleh setiap sektor

3


, Kementrian atau lembaga lain terkait untuk menciptakan sinergi (Lampiran 3). Dikarenakan
program PDPT ini telah mengacu pada Kerangka acuan pengurangan risiko bencana dunia yang
dirumuskan di Hyogo, Jepang tahun 2005 (HFA 2005). Yang telah menyebutkan bahwa risiko
bencana di suatu kawasan meningkat jika potensi kejadian bahaya yang tinggi bertemu dengan
kondisi sosial, ekonomi dan lingkungan yang tidak tertata untuk menghadapi bencana. Jika
indikasi tersebut dibawa untuk melihat kondisi desa-desa pesisir di Indonesia, maka secara
umum tingginya potensi risiko bencana di kawasan pesisir Indonesia selain disebabkan oleh
faktor geologis dan meteorologis, juga disebabkan oleh kondisi lingkungan dan ekosistem
pesisir yang tidak terjaga, rendahnya kemandirian sosial, mulai lunturnya norma dan budaya
lokal dalam menjaga lingkungan serta rendahnya kualitas dan kuantitas infrastruktur dasar
yang berujung pada tingginya tingkat kemiskinan di kawasan pesisir.
 REKOMENDASI
Sesuai dengan Program PDPT yang diinisiasi oleh Kemetrian Kelautan dan Perikanan,
dalam penyusunan profil desa tangguh perlu adanya pedoman yang lebih detail dan standar
baku yang harus ada dalam dokumen. Karena pada buku pedoman yang telah dipublikasikan
secara online masih secara umum dan menimbulkan banyak persepsi. Program PDPT ini
membutuhkan sinergi antar Kementrian dan pihak terkait lainnya untuk menghilangkan ego
setiap kepentingan dan bersatu untuk mewujudkan desa pesisir yang tangguh.
Berdasarkan UU No 27 tahun 2007 Program PDPT sudah sesuai dengan tujuan dari RKP

2013, Renstra, RPJP, RZWP3K Kab/Kota, dan Rencana Desa Pesisir Terpadu dan Mandiri 20
Tahun. Untuk selanjutnya, setelah penyusunan profil desa dalam proses, hasil, dan keluaran
program PDPT masyarakat dan pemerintah perlu untuk selalu mengawasi jalannya proses yang
sedang berlangsung dan bisa mengadopsi beberapa konsep teknis program yang sejenis
dengan PDPT dari negara lain yang telah berhasil mengelola kawasan pesisirnya dengan baik..
Dan diharapkan pula pemerintah memberikan tambahan target lokasi desa pesisir tangguh yang
saat ini masih ditargetkan 22 lokasi serta memberikan tools dan informasi terkait program PDPT
yang lebih banyak dan jelas pada situs resmi PDPT untuk memberikan kemudahan akses
informasi bagi seluruh masyarakat terutama di desa pesisir yang ada di Indonesia.

4

LAMPIRAN
Lampiran 1
Tabel 1. Rencana Aksi CRV atau PDPT

No.

Rencana Aksi


Indikator/Sasaran

Periode

Target/
Lokasi

Anggaran
(mengacu RKP
2013/Renstra/R
PJMN) Milyar

Penanggung
Jawab

Kesesuaian dengan RKP 2013, Renstra, dan
RPJM
Program
Indikator
Kegiatan/Prioritas


Klaster 3: Penerapan tindakan adaptasi struktural dan non struktural untuk mengantisipasi ancaman perubahan iklim
1

Pengembangan
Coastal
Resilience
Village (CRV)
atau
Pengembangan
Desa Pesisir
Tangguh

 Tersusunnya
konsep program
Pengembangan
Desa Pesisir
Tangguh
 Terlaksananya
program

Pengembangan
Desa Pesisir
Tangguh

20132014

2013 : 22
lokasi
2014 : 0
lokasi

2013 : 28
2014 : 75
2015-2019 : 100

Kementrian KP

20152019

Program pengelolaan

Sumber Daya Laut,
Pesisir dan Pulau-Pulau
Kecil/ Pendayagunaan
pesisir dan lautan
(Renstra KKP dan
RPJMN 9c)

Sumber: Rencana Aksi Nasional Adaptasi Perubahan Iklim, 2014

5

 Jumlah kawasan
di wilayah
pesisir rusak
yang
direhabilitasi
 Jumlah kawasan
di wilayah
pesisir yang
terfasilitasi

peningkatan
ketahanannya
terhadap
bencana
perubahan iklim

Lampiran 2

Gambar 1. Bagan Rencana Aksi Nasional dalam Kerangka Pembangunan Nasional
Sumber: Rencana Aksi Nasional Adaptasi Perubahan Iklim, 2014

Gambar 2. Model Pengembangan Desa Pesisir Tangguh
Sumber: pdpt-kkp.org, 2013

6

Lampiran 3

Gambar 3. Sinergi PDPT dengan K/L Lain
Sumber: pdpt-kkp.org, 2013
Untuk mewujudkan desa yang tangguh dibutuhkan sinergi dan dukungan dari lintas sektor.
Diharapkan PDPT dan program dari kementerian atau lembaga lain dapat bahu-membahu
seperti yang disebutkan dalam Kepres no 10 tahun 2011, tentang Tim Koordinasi Peningkatan
dan Perluasan Program Pro Rakyat, dimana kelompok kerja program peningkatan kehidupan
nelayan yaitu:
Ketua

:Menteri Kelautan dan Perikanan

Anggota

:Menteri Dalam Negeri, Menteri Perhubungan, Menteri Pekerjaan Umum
Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, Menteri Pendidikan Nasional
Menteri Kesehatan, Menteri Perumahan Rakyat,
Menteri Pembangunan DaerahTertinggal, Kepala Badan Pertanahan Nasional
Kepala Badan Pusat Statistik, Wakil Menteri Perencanaan Pembangunan
Nasional

7

DAFTAR PUSTAKA
Kementrian Kelautan

dan Perikanan.

(2011).

Pedoman Umum Penyusunan Rencana

Pengembangan Desa Pesisir. Jakarta.
Bappeda Kabupaten Banyuasin. (2013). Penyusunan Dokumen Profil Desa Pesisir di Kabupaten

Banyuasin. Pangkalan Balai.
BAPPENAS. (2014). Rencana Aksi Nasional Adaptasi Perubahan Iklim (RAN-API). Jakarta.
Su’ud, Moh. Mambaus., Dhiroh, Anis Satuna. (2014). Laporan Program Desa Tangguh Bencana

2014 di Desa Pesanggaran. Banyuwangi.
Gloria. (2011). Program Pengembangan Desa Pesisir Diluncurkan. Retrieved from National
Geographic

Indonesia

website:

http://nationalgeographic.co.id/berita/2011/12/program-

pengembangan-desa-pesisir-diluncurkan
Kalteng.

(2013).

Desa

Pesisir

Tangguh.

Retrieved

from

BOGAMRAYA

website:

http://pesisirkobar.blogspot.co.id/
KKP. (2014). Pembelajaran dari Desa Menuju Ketangguhan Bangsa terhadap Bencana.
Retrieved from PDPT website: http://pdpt-kkp.org/tangguh/index.php/info-pdpt

8

Riptek Vol. 6, No.II, Tahun 2012, Hal.: 29 - 38

KAJIAN PENGEMBANGAN DESA PESISIR TANGGUH
DI KOTA SEMARANG
Ambariyanto *) Denny N.S *)
Abstract
The coastal area is used as ports, industrial areas, public housing and so on. Especially in the rural / urban
settlements are generally dominant condition characterized by inadequate environmental health, seem rundown
and highly vulnerable to natural disasters especially floods rob. This condition is consistent with the four major
issues facing coastal areas in Indonesia in general, namely: (1) the high level of poverty of coastal communities.
Noted, in 2010 poverty in coastal villages reached 7 million people who are 10 639 Coastal Village, (2) high
damage coastal resources, (3) lack of independence of social organizations and village erosion of local culture,
and (4) poor rural infrastructure and environmental health settlement. The four main issues also contributed to
the high vulnerability to natural disasters and climate changes are quite high in the coastal villages. Given the
above conditions, the Ministry of Maritime Affairs and Fisheries through the Directorate General of Marine,
Coastal and Small Islands (KP3K) initiated an innovative program to give the spirit of a new movement for the
revival and progress of coastal villages in Indonesia, namely the Coastal Resilient Village Development (PDPT).
Keywords: coastal village, resilient, disasters, Semarang
Pendahuluan
Letak strategis Kota Semarang yang
berada pada titik sentra jalur utama Pantai
Utara Pulau Jawa dengan panjang garis pantai
Kota Semarang mencapai 36,63 km menjadikan
kota ini maju berkembang sebagai daerah
potensial bagi aktivitas industri, perdagangan
dan jasa. Berkembangnya Kota Semarang
sebagai kota besar yang mengarah sebagai kota
metropolitan antara lain ditandai dengan
semakin tingginya jumlah dan kepadatan
penduduk
yang
hidup
di
kawasan
desa/kelurahan di pesisir Kota Semarang.
Secara administratif, di wilayah pesisir
kota Semarang terdapat 4 (empat) kecamatan
yakni Tugu, Semarang Barat, Semarang Utara
dan Genuk dan 14 (empat belas) desa /
kelurahan. Wilayah ini umumnya dimanfaatkan
sebagai pelabuhan, daerah industri, perumahan
penduduk dan sebagainya. Khusus di wilayah
desa/kelurahan
yang
dominan
sebagai
pemukiman penduduk umumnya dicirikan
dengan kondisi kesehatan lingkungan yang
kurang memadai, terkesan kumuh dan sangat
rentan terhadap bencana alam khususnya banjir
rob.
Kondisi ini sejalan dengan empat
persoalan pokok yang dihadapi wilayah pesisir
di Indonesia secara umum, yakni: (1) tingginya
tingkat kemiskinan masyarakat pesisir. Tercatat,
pada tahun 2010 kemiskinan di desa-desa
pesisir mencapai angka 7 juta jiwa yang terdapat
10.639 desa pesisir; (2) tingginya kerusakan
sumberdaya pesisir; (3) rendahnya kemandirian
organisasi sosial desa dan lunturnya nilai-nilai
budaya lokal; dan (4) rendahnya infrastruktur
desa dan kesehatan lingkungan pemukiman.
Keempat persoalan pokok ini juga memberikan
andil terhadap tingginya kerentanan terhadap
*)

bencana alam dan perubahan iklim yang cukup
tinggi pada desa-desa pesisir.
Mengingat kondisi di atas, maka
Kementerian Kelautan dan Perikanan melalui
Direktorat Jenderal
Kelautan, Pesisir, dan Pulau-pulau Kecil (KP3K)
menginisiasi suatu program inovatif untuk
memberi spirit gerakan baru bagi kebangkitan
dan kemajuan desa-desa pesisir di Indonesia
yaitu Pengembangan Desa Pesisir Tangguh yang
disingkat PDPT.
Sebagai sebuah kebijakan, PDPT memiliki
makna strategis. Pertama, PDPT merupakan
implementasi konkrit dari 11 prioritas nasional
Kabinet Indonesia Bersatu tahun 2011-2014.
Selain itu, PDPT merupakan implementasi
kebijakan presiden terkait peningkatan dan
perluasan program pro-rakyat (khususnya
program peningkatan kehidupan nelayan).
Kedua, PDPT merupakan wujud dari intervensi
KKP dalam hal : (1) menata dan meningkatkan
kehidupan desa pesisir/nelayan berbasis
masyarakat; (2) kegiatan yang menghasilkan
keluaran (output) secara fisik yang dapat
memberikan manfaat riil bagi masyarakat
pesisir, sesuai dengan permasalahan dan
prioritas
kebutuhan
masyarakat;
(3)
pembelajaran secara tidak langsung kepada
masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil agar
dapat menemukan cara-cara pemecahan
masalah dan kebutuhannya sendiri dengan
memberdayakan segenap potensi yang ada; dan
(4) masyarakat sebagai pelaku pembangunan.
Diharapkan melalui program kegiatan
Pengembangan Desa Pesisir Tangguh (PDPT)
maka pengembangan desa pesisir yang berada di
wilayah Kota Semarang dapat meningkatkan
kualitas desa pesisir yang saat ini masih terkesan

Pengajar pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan & Universitas Diponegoro

Kajian Pengembangan Desa Pesisir Tangguh
di Kota Semarang
kumuh dan lemah perekonomiannya menjadi
desa yang tangguh dalam segala bidang.
Maksud dan Tujuan
Maksud
penyusunan
Kajian
Pengembangan Desa Pesisir Tangguh di Kota
Semarang ini adalah untuk menyiapkan
dokumen yang dibutuhkan khususnya profil
desa pesisir tangguh sebagai syarat utama dalam
mengikuti program PDPT dari Kementerian
Kelautan dan Perikanan (KKP) Republik
Indonesia.
Penyusunan Kajian Pengembangan Desa
Pesisir Tangguh di Kota Semarang mempunyai
tujuan
dalam
mengidentifikasi
potensi
,permasalahan desa-desa pesisir dan pemilihan
desa sebagai lokasi program PDPT sebagai data
dasar dalam penyusunan Desa Pesisir Tangguh
terhadap ancaman bencana alam. Sedangkan
sasaran yang ingin dicapai dalam kegiatan ini
adalah
teridentifikasikannya
potensi,
permasalahan desa-desa pesisir dan pemilihan
desa sebagai lokasi program PDPT sebagai data
dasar dalam penyusunan Desa Pesisir Tangguh
terhadap ancaman bencana alam.

(Ambariyanto, Denny N.S)
Kedudukan
Rencana
Pengembangan
Desa Pesisir Tangguh (PDPT)
Kedudukan rencana pengembangan desa
pesisir tangguh
(PDPT) dalam konteks
perencanaan tata ruang menurut UU No. 26
tahun 2007 adalah rencana detail tata ruang
sebagai jabaran rencana tata ruang perdesaan.
Kedudukan rencana PDPT dalam konteks
perencanaan pengelolaan wilayah pesisir dan
pulau-pulau kecil menurut UU No. 27 tahun
2007 adalah rencana zonasi rinci sebagai jabaran
dari rencana zonasi kabupaten.
Kedudukan rencana PDPT dalam konteks
sistem perencanaan pembangunan nasional
menurut UU No. 25 tahun 2004 dapat
merupakan
kebijakan
perencanaan
pembangunan
yang
mengintegrasikanmensinergiskan rencana pembangunan jangka
menengah
desa-desa
pada
wilayah
pengembangan PDPT.

Lokasi Pelaksanaan Kegiatan
Lokasi pekerjaan meliputi wilayah pesisir kota
Semarang.
PROFIL DESA

Output
Hasil yang diharapkan dari kegiatan ini adalah:
a) Terpilihnya desa-desa yang berpotensi dan
berpeluang untuk dapat terlibat dalam
Sumber: Panduan Perencanaan Kawasan PDPT, KKP (2011)
program PDPT KKP
b) Tersusunnya profil yang berupa potensi,
Gambar 1
permasalahan, dan pemanfaatan desa-desa
Kedudukan Rencana PDPT
tersebut.
Model Pendekatan PDPT
Pengembangan Desa Pesisir Tangguh
PDPT
merupakan
suatu
siklus
Kementerian Kelautan dan Perikanan
pengelolaan pembangunan desa yang berbasis
(KKP) merilis program Pengembangan Desa
sumberdaya kelautan dan perikanan dengan
Pesisir Tangguh yang disingkat PDPT pada akhir
menitikberatkan
kepada
pemberdayaan
tahun 2011. Program ini tidak datang begitu
masyarakat mulai dari proses perencanaan,
saja, melainkan didasarkan atas realitas
implementasi,
pengorganisasian,
dan
persoalan yang dihadapi desa-desa pesisir di
pengendalian output dan outcome. Perencanaan
Indonesia, yakni: (1) tingginya tingkat
PDPT
menitikberatkan
pemberdayaan
kemiskinan masyarakat pesisir. Tercatat, pada
masyarakat agar dapat memperkuat pencapaian
tahun 2010 kemiskinan di desa-desa pesisir
sasaran kapasitas kelembagaan masyarakat baik
mencapai angka 7 juta jiwa; (2) tingginya
formal maupun non formal.
kerusakan sumberdaya pesisir; (3) rendahnya
kemandirian organisasi sosial desa dan
Konsep Klasterisasi Desa Pesisir
lunturnya nilai-nilai budaya lokal; dan (4)
Konsep klasterisasi desa pesisir ini
rendahnya infrastruktur desa dan kesehatan
mengacu pada Buku Panduan Perencanaan
lingkungan pemukiman. Atas dasar tersebut,
Kawasan Pengembangan Desa Pesisir Tangguh
maka tidak heran jika desa-desa pesisir di
(PDPT) yang diterbitkan oleh Direktorat Tata
Indonesia memiliki kerentanan yang tinggi
Ruang Laut Pesisir dan Pulau-pulau Kecil,
terhadap bencana alam dan perubahan iklim.
Direktorat Jenderal Kelautan Pesisir dan Pulaupulau Kecil, Kementerian Kelautan dan
Perikanan tahun 2011.

30

Riptek Vol. 6, No.II, Tahun 2012, Hal.: 29 - 38
Sebagaimana diketahui bahwa di dalam
Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional
(RPJMN)
2010-2014
(Perpres
No.5/2010 tentang RPJMN 2010-2014) terdapat
5 (lima) prioritas pembangunan nasional yang
terkait dengan sektor kelautan dan perikanan,
yaitu (1) reformasi birokrasi dan tata kelola, (2)
penanggulangan kemiskinan, (3) ketahanan
pangan, (4) lingkungan hidup dan pengelolaan
bencana, (5) daerah tertinggal, terdepan,
terluar, dan pasca konflik.
Kebijakan presiden terkait program
pengentasan kemiskinan (klaster-4), yaitu rumah
sangat murah, angkutan umum murah, air bersih
rakyat, listrik murah, kesejahteraaan nelayan,
dan
kesejahteraaan
masyarakat
pinggir
perkotaan. Sementara itu untuk percepatan dan
perluasan pembangunan nasional dilaksanakan
melalui 8 (delapan) program utama yang
bermuara kepada 22 (dua puluh dua) kegiatan
ekonomi utama.
Pengembangan Desa Pesisir Tangguh
(PDPT) merupakan salah satu model
pendekatan pembangunan untuk klaster-4 yang
difokuskan pada penataan lingkungan, sosialkelembagaan, infrastruktur, ketahanan terhadap
bencana alam, dan usaha perekonomian desadesa pesisir tertinggal, terbelakang, dan miskin
dengan berbasis sumberdaya kelautan dan
perikanan.
Proses Pelaksanaan Penyusunan Kegiatan
a) Persiapan
Persiapan penyusunan profil adalah koordinasi
tim penyusun, koordinasi antar stakeholder yang
terkait, penjelasan metodologi pelaksanaan
pekerjaan, perumusan rencana kerja dan
pembagian kerja penyusunan profil klaster desa
pesisir.
b) Pengumpulan Data
Pengumpulan data dikategorikan menjadi dua
yaitu pengumpulan data sekunder dan data
primer. Data sekunder merupakan data yang
berasal dari dinas terkait (BPS, Bappeda, dinasdinas terkait, kecamatan, dan lain-lain). Data
primer merupakan data yang diambil pada saat
survey dilaksanaan seperti dokumentasi
kawasan, wawancara, tracking dan marking
dengan Global Positioning System (GPS).
c) Survey lapangan
Survey lapangan bertujuan untuk mendapatkan
akurasi data yang ada beserta pengumpulan data
primer , selain itu survey lapangan juga untuk
koreksi data sekunder yang didapatkan.
d) Identifikasi potensi dan permasalahan
Identifikasi potensi dan permasalahan wilayah
desa pesisir di Kota Semarang. Masing-masing
merupakan desa yang berbatasan langsung
dengan pesisir utara pulau Jawa. Dalam
identifikasi potensi wilayah studi, faktor yang

mendukung
identifikasi
potensi
wilayah
didasarkan pada:
 faktor sosial dan kependudukan
 faktor sarana dan prasarana
 faktor ekonomi
 faktor kelembagaan
 faktor sumber daya alam
 faktor kondisi lingkungan
 faktor bencana alam pesisir
e) Klasterisasi Desa Pesisir
Salah satu maksud dari kegiatan ini
adalah melihat potensi yang dimiliki oleh setiap
desa yang kemudian dianalisis dengan analisis
tipologi
wilayah
untuk
melihat
tipe
pengembangan untuk setiap desa pesisir. Dalam
kerangka untuk mendapatkan pandangan para
stakeholder mengenai pemilihan prioritas
pemanfaatan desa-desa pesisir di Kota
Semarang, persepsi para stakeholder ini akan
dikombinasikan dengan penggalian aspirasi
masyarakat terhadap upaya pengembangan
komoditas unggulan yang ada.
Tahap penyusunan klasterisasi desa
pesisir adalah sebagai berikut: penentuan
kriteria klasterisasi desa pesisir , skoring dan
ranking faktor-faktor kriteria klasterisasi desa
pesisir , penetapan tipologi klaster desa pesisir
dan penetapan prioritas klaster desa pesisir di
Kota Semarang.

Gambar 2
Proses Penyusunan Kajian
Pengembangan Desa Pesisir Tangguh
Proses Pemilihan Desa-Desa Lokasi
PDPT
Kawasan PDPT mencakup 3 (tiga) desa
yang secara fisik merupakan satu hamparan yang
terdiri atas desa-desa dengan fungsi sebagai
pusat pertumbuhan dan pelayanan sosialekonomi berbasis sumberdaya kelautan dan
perikanan dalam satu kesatuan ekologis atau

31

Kajian Pengembangan Desa Pesisir Tangguh
di Kota Semarang
satu kesatuan sosial-budaya, atau satu kesatuan
sosial-ekonomi.
Kriteria untuk menentukan desa-desa
lokasi PDPT, yaitu :
(1) terletak dalam satu hamparan wilayah
perencanaan
(2) kondisi lingkungan desa kumuh,
(3) terdapat banyak pengangguran,
(4) masyarakat pesisir berpendapatan rendah,
(5) terdapat degradasi lingkungan pesisir,
(6) rawan terjadi bencana pesisir,
(7) tingkat
pelayanan
prasarana
dasar
lingkungan terbatas/rendah,
(8) tingkat pelayanan prasarana pendukung
kegiatan usaha terbatas/rendah.
Indikator dan nilai indikator untuk
masing-masing kriteria adalah sebagai berikut :
1) Faktor Sosial dan Kependudukan; terdiri
atas kriteria sebagai berikut:
Kode
Indikator
Nilai
1.1
Angka pengangguran melebihi
6
50%dari jumlah penduduk
desa
1.2
Angka pengangguran kurang
4
50%dari jumlah penduduk
desa
1.3
Kepadatan penduduk rendah
2
1.4

Kepadatan penduduk tinggi

1

1.5

Desa termasuk desa swadaya
dengan lebih dari 50% jumlah
penduduknya adalah
prasejahtera
Desa termasuk desa swadaya
dan jumlah penduduk
prasejahtera kurang dari 50%
jumlah penduduk

6

1.6

4

2) Faktor Sarana dan Prasarana; terdiri atas
kriteria sebagai berikut:
Kode Indikator
Nilai
2.1
Terbatasnya pelayanan fasilitas
4
pendidikan dasar
2.2

Terbatasnya pelayanan fasilitas
kesehatan umum

3

2.3

Terbatasnya pelayanan fasilitas
kelembagaan masyarakat

3

2.4

Terbatasnya pelayanan fasilitas
perbankan

2

2.5

Terbatasnya pelayanan fasilitas
pengangkutan barang

2

2.6

Terbatasnya pelayanan fasilitas
perijinan usaha

2

32

(Ambariyanto, Denny N.S)
Kode
2.7

Indikator
Terbatasnya pelayanan fasilitas
pemasaran hasil produksi

Nilai
2

2.8

Terbatasnya pelayanan fasilitas
pelatihan ketrampilan

2

2.9

Kemudahan akses ke pusat
perekonomian

6

2.10

Berdekatan dengan jalan
produksi perekonomian

6

2.11

3 desa berdekatan dalam satu
hamparan

6

3) Faktor Ekonomi; terdiri atas kriteria sebagai
berikut:
Kode
3.1
3.2

Indikator
Adanya pengolahan perikanan

Nilai
6

Adanya masyarakat
bertani/tambak

6

4) Faktor Kelembagaan; terdiri atas kriteria
sebagai berikut:
Kode
Indikator
Nilai
4.1
Desa memiliki lembaga/organisasi
2
kemasyarakatan
4.2
Desa tidak memiliki lembaga/
1
organisai kemasyarakatan
5) Faktor Sumber Daya Alam; terdiri atas
kriteria sebagai berikut:
Kode
Indikator
Nilai
5.1
Desa memiliki areal persawahan
2
5.2
Desa memiliki areal pertambakan
2
5.3
Desa memiliki sumber air (sungai)
2

6) Faktor Kondisi Lingkungan; terdiri atas
kriteria sebagai berikut:
Kode
Indikator
Nilai
6.1
Jalan desa berupa jalan tanah
2
atau jalan sebagian besar
dalam kondisi rusak
6.2
Kondisi bangunan rumah
1,5
sebagian besar berumur tua
dan rusak, baik berupa
temok maupun bilik
6.3
Pelayanan listrik belum
1,5
memenuhi sebagian besar
wilayah desa
6.4
Pelayanan air bersih untuk
1,5
kehidupan belum memenuhi
sebagian besar wilayah desa
6.5
Pelayanan fasilitas mandi,
1,5
cuci, dan kakus (MCK) masih
belum memenuhi sebagian
besar masyarakat
6.6
Air limbah rumah tangga
2

Riptek Vol. 6, No.II, Tahun 2012, Hal.: 29 - 38
Kode

6.7

6.8

Indikator
masih dibuang secara
sembarangan ke belakang
rumah/ke sungai
Terdapat pantai ber hutan
mangrove dengan luasan
yang terus berkurang krn
perubahan peruntukan
Terdapat muara sungai
dengan kondisi penyempitan
yang terus berkurang krn
aktivitas masyarakat

Nilai

3

3

7) Faktor Bencana Alam Pesisir; terdiri atas
kriteria sebagai berikut:
Kode

Indikator

Nilai

7.1

Desa pernah mengalami
bencana abrasi
Desa pernah mengalami
bencana banjir
Desa memiliki kerentanan
terhadap kenaikan permukaan
air laut
Desa mengalami sedimentasi
pesisir

2

7.2
7.3

7.4

2
2

2

Klasterisasi Desa Pesisir

Gambar 3
Penetapan Prioritas Klasterisasi Desa
Pesisir di Kota Semarang
Penetapan Prioritas Klaster Desa Pesisir
di Kota Semarang
Penetapan prioritas klaster desa pesisir
berdasarkan hasil skoring dan ranking pada sub
bab sebelumnya. Analisis skoring pada bab
sebelumnya
adalah
bertujuan
untuk
memudahkan
dalam
mengelompokkan/
klasterisasi desa-desa dengan potensi dan
permasalahan yang hampir sama. Setelah
dilakukan skoring kemudian dilanjutkan dengan
ranking, penentuan ranking dengan membuat
skala jumlah hasil skoring. Semakin besar skala
jumlah hasil ranking menunjukkan bahwa

kelompok skala tersebut adalah yang dijadikan
sebagai prioritas klaster desa.
Seperti pada skala jumlah skoring pada
ranking 1 (satu) yaitu 70-80. Skala prioritas
pertama yang harus dilakukan pada 3 (tiga) desa
Mangkang Kulon, Mangunharjo dan Mangkang
Wetan. Dari ketiga ini didapatkan persamaan
dalam jumlah skoring yang paling tinggi,
didapatkan dari beberapa indikator. Nilai
skoring yang paling dominan adalah pada
Kemudahan akses ke pusat perekonomian dan
Berdekatan
dengan
jalan
produksi
perekonomian.
Pada ranking 2 (kedua) diprioritaskan
kedua yaitu pada desa 14-16, yaitu desa
Terboyo Wetan, Trimulyo ,Tambakrejo.
Sedangkan pada ranking 3 (tiga) diprioritaskan
ketiga pada desa 1,5-13 (Mangkang, Kulon,
Karanganyar,
Tugurejo,
Tambakharjo,
Tawangsari, Tawangmas, Panggung Lor,
Bandarharjo, Tanjung Mas, Terboyo Kulon)
kecuali desa 6 (Tugurejo) pada prioritas
keempat.
Profil Desa Terpilih
Hasil dari skoring pada bab sebelumnya
menunjukkan bahwa 3 (tiga) desa yang menjadi
satu hamparan dengan potensi dan tipologi yang
hampir sama yaitu Desa Mangkang Kulon,
Mangunharjo dan Mangkang Wetan termasuk
dalam rencana pola pemanfaatan ruang mulai
bagian paling utara adalah pantai, tambak,
pertanian lahan basah/sawah, pertanian lahan
kering, permukiman, industri dan permukiman
(bercampur).
Profil Desa Pesisir Lokasi PDPT
Kelurahan Mangkang Kulon
Kelurahan Mangkang Kulon merupakan
salah satu kelurahan di Kecamatan Tugu yang
terletak kurang lebih 15 km dari pusat kota
dengan tingkat aksesibilitas yang tinggi karena
berada di jalur strategis antar kota. Kelurahan
Mangkang Kulon mempunyai luas wilayah
346,510 ha, dengan batas wilayah sebagai
berikut:
 Sebelah Utara : Sumberejo Kendal
 Sebelah Selatan : Jl. Jend Oerip Sumoharjo
 Sebelah Barat
: Sumberejo Kendal
 Sebelah Timur : Kelurahan Mangunharjo
Penggunaan lahan di kelurahan Mangkang
Kulon, lebih didominasi lahan tambak yaitu
mencapai 111.165 Ha sedangkan sawah tadah
hujan 40.543 Ha dan pekarangan 65.374 Ha,
seperti dijelaskan dalam Gambar 4.

33

Kajian Pengembangan Desa Pesisir Tangguh
di Kota Semarang
Tadah
hujan
19%
Tambak
51%

Pekarang
an utk
banguna
n dan…

Gambar 4
Penggunaan Lahan
Kelurahan Mangkang Kulon
Karakteristik
Penduduk
Kelurahan
Mangkang Kulon
Kelurahan Mangkang Kulon memiliki
Jumlah penduduk sebanyak 3.569 jiwa pada
tahun 2010 terdiri dari laki-laki 1.764 jiwa dan
perempuan 1.805 jiwa dengan proporsi usia
didominasi oleh usia produktif sebesar 55% dari
total jumlah penduduk. Banyaknya usia
produktif merupakan potensi yang cukup bagus
dalam
upaya
pengembangan
Kelurahan
Mangkang
Kulon
sebagai
salah
satu
Pengembangan Desa Pesisir Tangguh.
Dominasi mata pencaharian masyarakat
Mangkang Kulon adalah buruh tani, jasa,
karyawan dan pedagang. Nelayan hanya
terdapat 3% dari total mata pencaharian
penduduk sehingga terlihat bahwa karakteristik
masyarakat masih menggantungkan pada
pertanian daripada hasil laut, padahal kelurahan
Mangkang Kulon merupakan salah satu daerah
pesisir.

(Ambariyanto, Denny N.S)
98%, 1% lainnya untuk sayur dan 1% lainnya
untuk komoditas buah. Hasil tangkapan ikan di
Kelurahan Mangkang Kulon kurang lebih
sebanyak 12 ton (Monografi, 2011). Potensi
Kelurahan Mangkang Kulon adalah terasi, tahu
dan penggemukan kepiting.
Kayu/ papan
13%
Semi
Permanen
27%

Permanen
60%

Gambar 6
Kondisi Tempat Tinggal Penduduk
Kelurahan Mangkang Kulon
Kondisi tempat tinggal masyarakat
didominasi oleh bangunan rumah permanen dan
hanya 77 unit rumah dari papan. Dengan
dilengkapai sarana kesehatan berupa 6 unit
posyandu, 1 praktek dokter dan bidan. Sarana
penunjang lain adalah perekonomian berupa 27
kios dan warung sebanyak 8 unit. Sebagai
kawasan industri kelurahan Mangkang Kulon
mempunyai 6 industri besar dan kecil,
keberadaan industri menjadi salah satu mata
pencaharian masyarakat yaitu buruh industri.
Tidak Sekolah
Tidak Tamat SD

69 114 66 13
22

11

25

298

Tamat SD

425

314

868

Petani Buruh

359

Tamat DIII
Nelayan

Tamat PT

465

116

167

Tamat SLTP
Tamat SLTA

495
927

Pedagang/
Pengusaha

Gambar 5
Kondisi Penduduk Mangkang Kulon
Berdasarkan Mata Pencaharian
Berdasarkan gambar di atas mata
pencaharian masyarakat Kelurahan Mangkang
Kulon didominasi pada sektor pertanian dan
berdasarkan data monografi desa, komoditas
pertanian yang terbesar adalah padi dan
palawija.
Komoditas yang dihasilkan kelurahan
Mangkang Kulon tidak hanya komoditas
pertanian namun sebagai daerah pesisir
Kelurahan Mangkang Kulon juga memiliki hasil
usaha perikanan. Komoditas hasil pertanian
berupa padi dan palawija mendominasi hingga

34

Belum Tamat SD

Petani Sendiri

164

Gambar 7
Kondisi Tingkat Pendidikan Masyarakat
Kelurahan Mangkang Kulon
Kondisi tingkat pendidikan masyarakat di
Kelurahan Mangkang Kulon lebih banyak yang
belum menamatkan pendidikannya di tingkat
Sekolan Dasar (SD) mencapai 868 orang dan
tamat SLTP mencapai 495 orang dan lulusan
perguruan tinggi mencapai 114 orang.
Kelurahan Mangkang Kulon mempunyai
panjang garis pantai 1,04 km, tidak mempunyai
ekosistem mangrove di area pesisir.

Riptek Vol. 6, No.II, Tahun 2012, Hal.: 29 - 38

Gambar 8
Kondisi Kelurahan Mangkang Kulon
Dilihat dari Foto Satelit (Google Earth)
Kelurahan Mangunharjo
Kelurahan Mangunharjo merupakan tipe
desa pesisir, dengan panjang pantai 1,96 km.
Luas desa ini adalah 632.802 ha, yang secara
administratif mempunyai batas wilayah sebagai
berikut:
 Sebelah Utara : Laut Jawa
 Sebelah Selatan : Desa Pringlangu dan
Tegalrejo (Kec. Ngaliyan)
 Sebelah Timur : Desa Mangkang Kulon (Kec.
Tugu)
 Sebelah Barat : Desa Podorejo (Kec.
Ngaliyan)

Penggunaan lahan untuk kegiatan
perikanan (tambak), sebagai ciri khas
masyarakat pesisir cukup optimal, dimana
sebagian besar tanahnya diperuntukkan untuk
tambak yaitu seluas 191.736 ha. Penggunaan
tanah secara lebih rinci disajikan dalam tabel 1.
Jumlah penduduk di Desa Mangunharjo
pada tahun 2010 sebanyak 5.535 jiwa yang
terdiri dari 2.780 laki-laki dan 2.755 perempuan.
Seperti penduduk yang tinggal di daerah pesisir
pada umumnya, tingkat pendidikan penduduk di
Desa Mangunharjo tergolong rendah, sebanyak
1.322 jiwa tidak tamat SD dan 1.102 jiwa tidak
sekolah. Berikut ini tabel jumlah penduduk
berdasarkan tingkat pendidikan:
Tabel 2
Jumlah Penduduk Desa Mangunharjo
Menurut Tingkat Pendidikan Tahun 2010
Jumlah
(jiwa)
1
Tidak sekolah
593
2
Tidak tamat SD/sederajat
885
3
Tamat SD/sederajat
1.609
4
Tamat SLTP/sederajat
1.039
5
Tamat SLTA/sederajat
1.237
6
Tamat Akademi
171
7
Tamat Pergurun Tinggi
128
Sumber: Kecamatan Tugu Dalam Angka 2010
No.

Tingkat Pendidikan

Tadah
hujan

Mangunharjo

156
175 154

69.787

191.736

Pekaranga
n utk
bangunan
dan
halaman
Tambak

63.535

39

173
123
56
53
21

Petani Sendiri
Petani Buruh
Nelayan

3394
Pedagang/
Pengusaha
Buruh Industri

Gambar 9
Penggunaan Lahan Kelurahan
Mangunharjo
Tabel 1
Penggunaan Lahan Desa Mangunharjo
Tahun 2010
No.
Lahan
1
Sawah Tadah Hujan
2
Pemukiman
3
Pekarangan
4
Pertambakan
5
Lainnya
Jumlah

Luas (ha)
69.787
63.535
80.727
191.736
227.017
632.802

Sumber: Kecamatan Tugu dalam Angka 2010

Gambar 9
Kondisi Mata Pencaharian Penduduk di
Kelurahan Mangunharjo
Pekerjaan yang paling banyak digeluti
oleh masyarakat Desa Mangunharjo adalah
sebagai petani sendiri yaitu sebanyak 175 jiwa
dan buruh industri 173 jiwa, sedangkan
masyarakat yang berprofesi sebagai nelayan
hanya 156 jiwa. Dominan dari data yang
diperoleh merupakan mata pencaharian jasa/
lainnya. Menurut monografi desa, potensi
unggulan Kelurahan Mangunharjo adalah
penghasil rajungan dan olahan pepes rajungan,
pembuatan terasi dan jamu gendong.
Sarana
pendidikan
di
Kelurahan
Mangunharjo tersedia dari tingkat TK sampai

35

Kajian Pengembangan Desa Pesisir Tangguh
di Kota Semarang
dengan SLTA kecuali tingkat SLTP yang tidak
tersedia sehingga harus ke Kelurahan Mangkang
Wetan. Kondisi sarana perumahan masyarakat
sudah didominasi konstruksi permanen dan
semi permanen tapi masih ada yang berupa
papan sebanyak
78 unit. Sementara
ketersediaan
sarana
kesehatan
berupa
puskesmas 1 unit, 5 unit posyandu dan masingmasing satu praktek bidan dan dokter. Selain itu
ditunjang dengan sarana perekonomian pasar
satu unit, 36 kios dan 16 warung.
Kelurahan Mangunharjo sebagai kawasan
industri, mempunyai kawasan industri sebanyak
3 unit untuk industry besar, 2 unit industri kecil
dan 3 unit industri rumah tangga. Mempunyai
panjang pantai 5,39 km dengan luasan mangrove
sebesar 9 Ha. Panjang mangrove tepi pantai
0,77 km dengan perbandingan tutupan
mangrove desa terhadap mangrove total adalah
10,78%
sedangkan
perbandingan
pantai
bermangrove dan tidak bermangrove sebesar
1,36%.

(Ambariyanto, Denny N.S)
Petani Sendiri
97
48

694

Nelayan

897

44
16

Petani Buruh

Pedagang

568
103

Buruh Industri

162
416

Buruh Bangunan
Usaha Angkutan

Gambar 11
Grafik Mata Pencaharian Penduduk di
Kelurahan Mangkang Wetan
Mangkang Wetan
Tadah
hujan

Pekarangan
utk
bangunan
dan
halaman

Gambar 12
Kondisi Penggunaan Lahan di Kelurahan
Mangkang Wetan

Gambar 10
Kondisi Kelurahan Mangunharjo dari
Foto Satelit (Google Earth)
Desa Mangkang Wetan
Di Kelurahan Mangkang Wetan mata
pencaharian penduduk adalah sebagai petani
buruh kurang lebih sebanyak 897 jiwa, buruh
bangunan 568, Jasa/Lainnya 694 dan nelayan
hanya 103 jiwa.
Rencana pengembangan fungsi utama
BWK X yaitu sebagai kawasan industri seperti
disebutkan dalam RTRW Kota Semarang.
Kelurahan Mangkang Wetan melalui Daerah
Aliran Sungai (DAS) dan sempadan pantai,
mempunyai kewenangan dalam fungsinya
sebagai kawasan pantai berhutan bakau/
mangrove adalah kawasan pesisir laut yang
merupakan habitat alami hutan bakau
(mangrove)
yang
berfungsi
member
perlindungan kepada perikehidupan pantai dan
lautan.

36

Peran pemerintah dalam memberikan
bantuan berupa pelatihan maupun berbagai
fasilitas seperti alat tangkap, rumpon dan
perahu sangat dirasakan manfaatnya. Harapan
nelayan Mangkang Wetan, pemerintah dapat
turun
tangan
mengatasi
sampah
dan
menormalisasi sungai beringin. Pasalnya
banyaknya sampah dari hulu dan pendangkalan
sungai beringin menghambat aktifitas nelayan.
Dengan bantuan berbagai pelatihan, bantuan
rumpon, perahu dan alat tangkap, ternyata
membuat para nelayan tak hanya mengandalkan
tangkapan ikan dari laut, rumpon juga
menghasilkan berbagai ikan dasaran seperti ikan
kakap, ikan sembilan, kerapu, dan udang. Hal ini
menjadikan para nelayan bisa mendapatkan hasil
tanpa mengenal musim.
Kelurahan Mangkang Wetan mempunyai
karakteristik yang hampir sama dengan
Kelurahan Mangunharjo yaitu sebagai kawasan
industri. Industri rumah tangga sebanyak 5 unit
dan industri sedang ada 3 unit. Dibandingkan
Kelurahan Mangunharjo dan Mangkang Kulon,
kondisi dan ketersediaan sarana pendidikan
lebih banyak dan lengkap yaitu TK 4 unit, SD 4
unit, SLTP 3 unit dan SLTA sebanyak 1 unit.
Kelurahan ini mempunyai panjang garis pantai
1,16 km dengan luas kawasan mangrove 0,84

Riptek Vol. 6, No.II, Tahun 2012, Hal.: 29 - 38
Ha. Panjang mangrove tepi pantai adalah 0,12
km dengan perbandingan luas mangrove desa
dan total di Kota Semarang adalah 1,01% dan
persentase pantai bermangrove dan pantai tidak
bermangrove 0,22%.

Gambar 13
Kondisi Penggunaan Lahan di Kelurahan
Mangkang Wetan
Identifikasi Kelemahan/Ancaman Desa
Pada kawasan dengan kerentanan rendah
yang berada di Kelurahan Mangunharjo,
Kelurahan
Terboyo
Kulon,
Kelurahan
Trimulyo,Kelurahan Bandarharjo, Kelurahan
Mangkang Wetan, Kelurahan Panggung Lor,
Kelurahan
Randu
Garut,
Kelurahan
Tambakharjo,
Kelurahan
Tambakrejo,
Kelurahan Tawang Sari, Kelurahan Terboyo
Wetan, Kelurahan Tugu Rejo, Kelurahan
Jerakah,
Kelurahan
KarangAnyar
dan
Kelurahan Mangkang Kulon diperlukan
indikasi kegiatan sebagai berikut:
 Agar adanya pembatasan atau bahkan
pelarangan
pengembangan
kawasan
ekonomistrategis (kawasan permukiman,
kawasan perdagangan jasa dan industri
maupun kawasan perkantoran).
 Kondisi saat ini, di kawasan kerentanan
rendah tersebut tidak terdapat banyak
kawasan ekonomi strategis,sehingga arahan
ini
bersifat
antisipasi
terhadap
perkembangan dan pertumbuhan aktivitas
perkotaan di kawasan tersebut.
Pada kawasan dengan kerentanan sedang
yang berada di Kelurahan Bandarharjo,
Kelurahan Mangkang Wetan, Kelurahan
Mangunharjo,Kelurahan
Tanjung
Mas,
Kelurahan Terboyo Kulon, dan Kelurahan
Trimulyo diperlukan beberapa kegiatan
yaitu :
 Agar melakukan tindakan antisipasi dengan
mempertahankan kawasan tersebut. Hal ini
mengingat saat ini sudah terdapat berbagai
kawasan ekonomi strategis di kawasan
kelurahan-kelurahan tersebut.

 Alternatif strategi yang dilakukan dapat
berupa proteksi kawasan seperti halnya
peninggian kawasan, pengembangan tanggul
laut maupun pengembangan barier alami di
sepanjang kawasan tersebut.
Rekomendasi
Sesuai dengan Panduan Perencanaan Kawasan
PDPT, KKP (2011) bahwa hasil dari penyusunan
PDPT adalah profil desa. Profil desa yang telah
disusun kemudian langkah selanjutnya adalah
pengusulan calon lokasi desa pesisir tangguh
melalui
SK
Bupati/
Walikota.
Proses
selanjutnya setelah penyusunan profil dan
pengesahan lokasi PDPT adalah menyusun:
1) Rencana Zonasi Rinci Kawasan PDPT
2) Usulan Program/ kegiatan pembangunan 5
tahun (Rencana Pengembangan Desa Pesisir
atau RPDP)
3) Rencana Investasi kegiatan tahun pertama
Kesimpulan
Hasil dari penyusunan profil Desa Pesisir
Tangguh adalah terpilihnya 3 kelurahan yaitu
Mangkang Kulon, Mangunharjo dan Mangkang
Wetan. Ketiga kelurahan tersebut memiliki
kelebihan dan kekurangan sehingga diperlukan
kajian lebih lanjut sebagai upaya pengembangan
kawasan pesisir.
Ucapan Terima Kasih
Ucapan terima kasih disampaikan kepada
Walikota Semarang dan Kepala Bappeda Kota
Semarang yang telah memberikan dana kegiatan
penelitian melalui Bidang Litbang Bappeda Kota
Semarang tahun 2012.
DAFTAR PUSTAKA
Dahuri, Rokhmin, Jacub,R.Sapta Putra. G, dan
M.J. Sitepu.
1996.
Pengelolaan
Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Lautan
Secara Terpadu. Jakarta : PT. Pradnya
Paramita.
Dahuri, Rokhmin, Jacub, R. Sapta Putra. G, dan
M.J. Sitepu.
2001.
Pengelolaan
Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Lautan
Secara Terpadu. (edisi revisi). Jakarta :
PT. Pradnya Paramita.
Dahuri, Rokhmin. 1998. “Kebutuhan Riset
untuk
Mendukung
Implementasi
Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan
Lautan Terpadu”.
Jurnal Pesisir dan
Lautan Vol. 1 (2) : 50 – 65.
Dahuri, Rokhmin.
2003.
Keanekaragaman
Hayati Laut.
Jakarta : PT. Gramedia
Pustaka Utama.

37

Kajian Pengembangan Desa Pesisir Tangguh
di Kota Semarang

(Ambariyanto, Denny N.S)

Dwidjowojoto, Riant, N. 2006. Kebijakan
Publik Untuk Negara-Negara Berkembang.
Jakarta : PT. Elex Media Komputindo.

Subarsono. 2010. Analisis Kebijakan Publik :
Konsep Teori dan Aplikasi. Yogyakarta
: Pustaka Pelajar.

Indiahono Dwiyanto. 2009. Kebijakan Publik :
Berbasis
Dynamic
Policy
Analysis.
Yogjakarta : Gava Media.

Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif,
Kualitatif dan R&D. Bandung : Alfabeta.

Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan
Nomor : Per.16/MEN/2008 Tentang
Pengelolaan Wilayah Pesisir dan PulauPulau Kecil.
Nybakken, James W. 1992. Biologi Laut : Suatu
Pendekatan
Ekologis (Terjemahan).
Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 25 Tahun 2000 Tentang
Kewenangan
Pemerintah
dan
Kewenangan Provinsi sebagai Daerah
Otonom.
Pranadji, Tri. 2010. “Kebijakan Penelitian
Untuk Kemajuan Daerah : Daya Tarik
dan Fasilitasi Birokrasi. Jurnal Analisis
Kebijakan Pertanian. Vol. 8 (3).
Rahmawaty.
2004.
Pengelolaan Kawasan
Pesisir dan Kelautan Secara Terpadu dan
Berkelanjutan.
Sumatera
Utara.
Manajemen Hutan Universitas Sumatera
Utara (Makalah).
Romimohtarto, K. dan S. Juwana. 2009. Biologi
Laut : Ilmu Pengetahuan Tentang Biota
Laut. Jakarta : Djambatan

Supriharyono. 2002. Pelestarian dan Pengelolaan
Sumberdaya Alam di Wilayah Pesisir Tropis.
Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.
Supriharyono.
2007.
Konservasi Ekosistem
Sumberdaya Hayati di Wilayah Pesisir dan
Laut Tropis.
Yogyakarta : Pustaka
Pelajar
Tuwo, Ambo. 2011. Pengelolaan Ekowisata
Pesisir dan Laut. Surabaya : Brilian
Internasional.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 27
Tahun 2004 Tentang Penanggulangan
Bencana.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32
Tahun 2004 Tentang Pemerintahan
daerah. Jakarta
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 33
Tahun 2004 Tentang Perimbangan
Keuangan antara Pemerintah Pusat dan
Daerah. Jakarta
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 27
Tahun 2007 Tentang Pengelolaan
Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil.
Jakarta

Tobing, Hosiana. L., Y. Warella, Purnaweni dan
Hartuti. 2008. “Studi Implementasi
Pemerintah Kota Semarang dalam Upaya
Melestarikan Bangunan Cagar Budaya di
Kota Semarang”. Jurnal Ilmu Administrasi
dan Kebijakan Publik. Vol. 5 (1).

Widodo, Joko. 2011. Analisis Kebijakan Publik :
Konsep dan Aplikasi Analisis Proses
Kebijakan Publik. Jakarta

Sinambela, Lijan Poltak dkk. 2006. Reformasi
Pelayanan Publik : Teori, Kebijakan dan
Implementasi. Jakarta : PT Bumi Aksara.

Wahab, Solichin, A. 2004. Analisis Kebijaksanaan
:
dari
Reformasi
Keimplementasi
Kebijaksanaan Negara. Jakarta : PT. Bumi
Aksara

38

Winarno, Budi. 2002. Teori dan Proses Kebijakan
Publik. Yogyakarta : Media Pressindo.

INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA