STRATEGI KEMITRAAN DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN PROVINSI LAMPUNG DALAM KEWIRAUSAHAAN MASYARAKAT NELAYAN (Studi di Pantai Sari Ringgung)

(1)

STRATEGI KEMITRAAN DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN PROVINSI LAMPUNG DALAM KEWIRAUSAHAAN

MASYARAKAT NELAYAN (Studi di Pantai Sari Ringgung)

(Skripsi)

Oleh

NADIA ANISSA MADIONO

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2016


(2)

ABSTRAK

PARTNERSHIP STRATEGY OF MARITIIME AND FISHERIES SERVICE OF LAMPUNG PROVINCE IN ENTERPRENEURSHIP OF

FISHING COMMUNITY (Studies in Sari Ringgung Beach)

By

Nadia Anissa Madiono

Indinesia has a lot of productive coastal areas but it has not been developed and yet make fisherman prosper. One of the aras that have the fish potential and seafood is sari ringgung beach that located in pesawaran region at lampung province. The result of pra-research showed that the partnership between maritime and fisheries services of lampung province and fishing communities only happened in coordination. Ther are some issues occurs in the partnership such ass less funds and decreasingof grouper export number to some destination country only 76 tons when normally reach 35.582 tons. The problem riset in this research is how the partnership strategy of maritime and fisheries of lampung province in entrepreneurship of fishing communities. The purpose of this research is to find out about strategy of maritime and fisheries service of lampung province in entrepreneurship of fishing communitites.

The type of this research used were descriptive research that is a research that aims to create a description, to describe in a systematic, factual and accuarate information on the facts and th correlation between the investigated phenomenom. The focus of the research is the partnership strategy of maritime and fisheries service of lampung province in entrepreneurship of fishing communitites consisting of human resourdes (HR), facilities and infrastructure, the provisions of the regionalion and the word environment.

The results showed that the policy that made are appropriate with the applicable laws and regulation. The entrepreneurship program is able to sbsourb human resources from the ekstern and intern of sari ringgung area. The repairmen of facilities that previously using KJA (fish cage) redirected to HGTE. There is disclosure of information of grouper cultivation that can be easily accesed. Human resources that involved in this grouper cultivation are those professional and reliable person. The wide disclosure of markets segment make fishing communities ha grown their creativity of entrepreneurship although there is not person that responsible to the innovation in grouper cultivation management.


(3)

(4)

ABSTRAK

STRATEGI KEMITRAAN DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN PROVINSI LAMPUNG DALAM KEWIRAUSAHAAN

MASYARAKAT NELAYAN (Studi di Pantai Sari Ringgung)

Oleh

Nadia Anissa Madiono

Indonesia memiliki banyak kawasan pesisir yang produktif tetapi masih belum dikembangkan dan membuat masyarakat nelayannya hidup sejahtera. Salah satu daerah yang memiliki potensi ikan/hasil laut yang baik terletak di Pantai Sari Ringgung Kabupaten Pesawaran Provinsi Lampung. Selanjutnya dari hasil prariset yang dilakukan didapat data bentuk kemitraan Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Lampung dengan nelayan hanya sebatas koordinasi. Permasalahan yang muncul dari kemitraan tersebut adalah dana yang minim serta menurunya ekspor ke negara tujuan yang sebelumnya mencapai 35.582 ton sekarang hanya mencapai 76 ton saja. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana strategi kemitraan Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Lampung dalam kewirausahaan masyarakat nelayan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui strategi Dinas Kelauatan dan Perikanan Provinsi Lampung dalam kewirausahaan masyarakat nelayan.

Tipe penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif yaitu suatu penelitian yang bertujuan untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki. Fokus penelitian adalah strategi kemitraan Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Lampung dalam kewirausahaan masyarakat nelayan yang terdiri dari sumber daya manusia (SDM), sarana dan prasarana, ketentuan Perundang-undangan dan lingkungan kerja.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebijakan yang dibuat sudah sesuai dengan aturan hukum dan undang-undang yang berlaku. Program ini mampu menyerap sumber daya manusia (SDM) baik dari luar mapun dari dalam wilayah Sari Ringgung. Adanya perbaikan saran yang sebelumnya menggunakan KJA (Keramba Jaring Apung) kemudian dialihkan menggunakan HGTE. Adanya keterbukaan informasi yang dapat dengan mudah diakses. Sumber daya manusia yang terlibat dalam program budidaya ikan kerapu ini merupakan profesional dan


(5)

bertanggung jawab terhadap inovasi dan kreasi baru dalam pengelolaan ikan kerapu. Selanjutnya dari tiga aspek, terdapat dua aspek sudah berjalan dan satu aspek belum berjalan yaitu aspek finansial dan budaya berwirausaha yang sudah dapat berjalan sedangkan satu aspek belum dapat berjalan yaitu aspek inovasi/kreasi baru.


(6)

STRATEGI KEMITRAAN DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN PROVINSI LAMPUNG DALAM KEWIRAUSAHAAN

MASYARAKAT NELAYAN (Studi di Pantai Sari Ringgung)

Oleh

NADIA ANISSA MADIONO

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar SARJANA ILMU PEMERINTAHAN

Pada

Jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2016


(7)

iv

Gambar Halaman 1. Bagan Struktur Oraganisasi Dinas Kelautan dan Perikanan

Provinsi Lampung ... 10 2. Bagan Kerangka Pikir ... 48


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penulisan ... 7

D. Kegunaan Penelitian... 7

II TINJAUAN PUSTAKA A. SKPD Dinas Kelautan dan Perikanan ... 8

B. Masyarakat Nelayan ... 12

C. Teori Kebijakan ... 14

D. Teori Good Corporate Government ... 19

E. Teori Organisasi ... 27

F. Kewirausahaan dan Kemitraan ... 30

G. Pemberdayaan dan Strategi ... 40

H. Kerangka Pikir ... 46

III METODOLOGI PENELITIAN A. Tipe Penelitian ... 49

B. Fokus Penelitian ... 50

C. Sumber Data ... 50

D. Teknik Pengumpulan Data ... 51

E. Teknik Pengolahan Data ... 52

F. Teknik Analisis Data ... 53

IV GAMBARAN UMUM TEMPAT PENELITIAN A. Gambaran Umum ... 56

B. Visi danMisi ... 57

C. Tujuan ... 58

D. Tugas Pokok, Fungsi dan Rincian Tugas ... 59

E. Sasaran ... 67

F. Keadaan Pegawai ... 67

V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Potensi Nelayan dan Program Dinas Kelautan dan Perikanan.... 68

B. Strategi Pemberdayaan Dinas Kelautan dan Perikanan dalam Kewirausahaan Masyarakat Nelayan ... 73

1. Aspek Kebijakan ... 75

2. Aspek Sarana ... 79


(9)

2. Efektivitas Kemitraan... 94 3. Matriks ... 96 VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 105 B. Saran ... 106 DAFTAR PUSTAKA


(10)

iii DAFTAR TABEL

Tabel Halaman 1. Strategi Kemitraan Dinas Kelautan dan Perikanan dalam

Kewirausahaan Masyarakat Nelayan (Studi di Pantai Sari


(11)

(12)

(13)

Segala puji dan syukur kehadirat ALLAH SWT, yang telah

memberikan kesehatan jasmani dan rohani, memberikan akal

dan semangat dalam penyusunan skripsi ini.

Sholawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan pada Nabi

Muhammad SAW.

Kupersembahkan skripsi ini untuk:

Bapak dan Ibu tercinta

Drs AGP Madiono dan Nuraida

Terima kasih kepada kedua orang tuaku yang telah mendidik,

membesarkan,

mendoakan di setiap sujudnya, memberikan kasih

sayang, dukungan, dan selalu setia berada disisiku di saat sulit

maupun senang, yang selalu menjadi semangat di setiap langkah,

terima kasih karena telah menjadi orang tua yang luar biasa hebat,

selalu memberikan semangat dan motivasi yang tiada henti untuk

terus berjuang sehingga karya ini dapat dipersembahkan.

adik ku

Tercinta”

Tegar Prasetio Madiono

Satu-satunya adik yang selalu setia menemani setiap saat, terima

kasih karena telah menjadi adik yang luar biasa didunia ini, yang

sabar yang mampu membuat semangat untuk dapat memberikan

contoh yang baik, terimaksih karena telah menjadi adikku.


(14)

MOTO

“Barangsiapa bersungguh

-sungguh, sesungguhnya kesungguhan

itu adalah untuk dirinya sendiri”

(Q.S. Al-ankabut:29)

Jangan pernah puas dengan hasil yang sudah di dapat tapi puas

dengan hasil yang lebih


(15)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kota Bandar Lampung, Lampung pada tanggal 27 Desember 1992, merupakan anak dari pasangan Bapak AGP Madiono dan Ibu Nuraida. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara.

Jenjang akademis penulis dimulai dengan menyelesaikan pendidikan Taman Kanak-Kanak di TK AL-Kautsar pada tahun 1999, dilanjutkan ke Sekolah Dasar di SD AL-Kautsar pada tahun 2005, kemudian Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 29 Bandar Lampung pada tahun 2008 dan Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 5 Bandar Lampung dan lulus pada tahun 2011. Selanjutnya pada tahun 2011, penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Ilmu Pemerintahan, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Lampung, melalui Ujian Mandiri (UM).


(16)

SANWACANA

Bismillahirrohmanirrohim.

Alhamdulillahirrobbil‟alamin, segala puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT,

karena berkat Rahmat dan Hidayat-Nya proses yang dijalani dalam pembuatan skripsi yang berjudul “Strategi Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi lampung dalam Kewirausahaan Masyarakat Nelayan (studi di pantai sari ringgung)” dapat berjalan dengan baik. Selesainya skripsi ini merupakan salah satu syarat penulis untuk memperoleh gelar sarjana Ilmu Pemerintahan di Universitas Lampung.

Skripsi ini dapat terselesaikan, tidak terlepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak. Pada kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Drs. Hi. Agus Hadiawan, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung, yang telah memberikan didikan, arahan dan dukungan selama proses perkuliahaan;

2. Bapak Drs. Denden Kurnia Drajat, M.Si, selaku Ketua Jurusan Ilmu Pemerintahan, yang telah memberikan didikkan, arahan dan dukungan selama proses perkuliahan;


(17)

sabar memberikan kritikan, masukan, solusi dan motivasi selama penyusunan skripsi, dan telah memberikan didikkan, arahan dan dukungan selama proses perkuliahan

4. Bapak Dr. Pitojo Budiono.M.Si selaku Dosen Pembimbing yang telah dengan sabar dan baik memberikan kritikan, masukan, solusi dan motivasi selama proses penyusunan skripsi sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

5. Ibu Dwi Wahyu Handayani,S.IP,M.Si selaku Dosen Pembimbing yang yang telah dengan sabar dan baik memberikan kritikan, masukan, solusi dan motivasi selama proses penyusunan skripsi sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

6. Bapak Darmawan Purba S.IP, M.Si, selaku Pembimbing Akademik, yang telah membantu dan memberikan motivasi selama penulis menjalani proses perkuliahan;

7. Seluruh Dosen Pengajar di Jurusan Ilmu Pemerintahan, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung, yang telah memberikan ilmu selama proses perkuliahan;

8. Staf akademik dan kemahasiswaan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Lampung, Mba Iin dan staf Jurusan Ilmu Pemerintahan, Ibu Riyanti, Pak Jumadi dan Pak Herman yang telah membantu penulis dalam penyelesaian administrasi dan perlengkapan seminar serta ujian;


(18)

9. Kedua orang-tuaku dan adikku serta keluargaku yang telah mendoakan, membimbing dan mendukung penulis dalam penyelesaian skripsi ini. Terima kasih atas segala yang telah diberikan. Aku selalu bersyukur memiliki keluarga seperti kalian dan ku tahu bahwa apapun dan berapapun yang akan kuberikan nanti, tidak akan pernah bisa cukup, lebih, dan terbalaskan, jika dibandingkan dengan apa yang telah kalian berikan kepadaku dari dalam kandungan sampai kini dan nanti;

10.Jajaran Pegawai Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Lampung, serta masyarakat nelayan pantai sari ringgung yang telah memberikan informasi dan membantu penulis dalam melakukan riset atau penelitian;

11.Semua keluarga semua om dan tante, semua sepupu dan nenek tersayang yang telah menjadi kelurga yag luar biasa di dunia ini;

12.Sahabat terbaik Amanda Anggraini Saputri, Anggi Anissa, Chelsilia Hernidons S.H., Faiga Kharimah, Hidayati Putri, Isra Selvi, Nur Arianti Windy, Nur Febri, makasih ya karena telah menjadi sahabat daaari kita bodoh sampai kita pintar, terimaksih telah mengisi hari-hari dengan luar biasa berwarna;

13.Sahabat tersayang yang sudah seperti saudara di Jurusan Ilmu Pemerintahan Unila, cantik yaitu Yuyun Diah A, Meyliza Indriyani P, Dian Seputri, Zakiyah Handayani, dan Feby Puspitasari, hey sahabat cantik akhirnya kita sarjana ya cantik, terima kasih atas kebersamaan dalam melewati tahap demi tahap perkuliahan, senang maupun susah yang telah kita lewati bersama akan menjadi kenangan yang tidak akan terlupakan oleh penulis terima kasih karena telah menjadi sahabat yang selalu ada di kala susah maupun senang, terima


(19)

14.Teman sepermainan dan kerabat skripsi, Pertiwi Agustina, Genta Rizkyansah, Winda Septiana, Indra Rinaldi, Merari Defri Adelia Pramadita, Santi Novitasari, Riyadhi Adyansyah, Merari Defri yang menjadi orang baik yang memberikan warna;

15.Teman yang dari SMA selalu bareng dan sekarang kita kuliah juga barengan sampe kita lulus dari unila bareng Miranty Andini, hey tetap jadi teman yang selalu bersama dan terimaksih udah sabar ngadepin semua tingkah pola ya; 16.Teman ekspedisi terakhir dalam proses skripsi Ekoman, Randy Mase, Putri

Dian, Endah Hapsari yang tetap semangat walaupun Cuma tinggal sedikit orang di kampus;

17.Teman bergalau ria Panggih, Restia, Indah yang duluan wisudanya gak nungguin;

18.Teman-teman seperjuanganku, Leni Novelina, Shedy, Nugraha, Aan Lesmana, A.T Johan, Christian, Dwiky, Nando, Redo, Randi, Yandi, Marendra, Natessya, Balkis, Bertha, Leni Yuliani, Wirda, Gita, Kiki, Hazi, Rendra, Siti, Wiwik, Wilanda, Ifit, Rya, Syalian, Intan, Diki dll yang tidak bisa saya sebutkan satu-persatu;

19.Serta seluruh mahasiswa jurusan ilmu pemerintahan angkatan 2011 yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu yang selama ini telah memberikan canda dan tawa selama perkuliahan;


(20)

20. Teman sepermainan Masruhan, Nafilia, meylinda, fathan, nastria terima kasih atas dukungan kalian yang telah menghibur penulis saat mengalami masa sulit, jangan lupakan markas kita saat KKN ya;

21. Berbagai pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung, demi terwujudnya kelulusan ini. Allah Maha Adil, semoga Allah SWT, membalas semua kebaikan kalian, dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua, Aamiin.

Bandar Lampung, 27 Januari 2016


(21)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia memiliki banyak kawasan pesisir yang kaya dan sangat produktif, tetapi banyaknya potensi di kawasan pesisir belum membuat masyarakat nelayan menjadi sejahtera. Ketertinggalan ekonomi nelayan disebabkan oleh ketidakmampuan mereka dalam memanfaatkan sumber daya ekonomi secara optimal. Pengembangan ekonomi lokal tidak hanya menekankan peningkatan ekonomi, tetapi juga penguatan kemitraan dan kerja sama antar pelaku (stakeholders). Setiap pelaku memiliki potensi, kemampuan, dan keunggulan tersendiri yang dapat dimanfaatkan secara bersama untuk meningkatkan perekonomian wilayah (Dahuri, 2004:54).

Begitu pun potensi lahan kelautan dan perikanan di Bandar Lampung cukup besar dan berpeluang untuk dikembangkan secara optimal tanpa mengganggu kelestariannya dengan tingkat efektifitas melalui usaha ekstensifikasi, identifikasi, diverifikasi dan rehabilitasiserta dengan menggunakan teknologi tepat guna dan memberikan prioritas utama terhadap komoditas ekonomis penting serta komoditas unggulan yang memiliki nilai ekonomis tinggi, disamping itu usaha pemgembangan kelautan perikanan juga memungkinkan untuk ekstensifikasi


(22)

2

dengan mendorong ke arah penangkapan jarak jauh serta pengembangan usaha budidaya laut pada lokasi potensial.

Salah satu wilayah yang pendudukanya sebagai nelayan adalah desa Hurun Kecamatan Hanura Kabupaten Pesawaran. Kecamatan Hanura Kabupaten Pesawaran dipilih sebagai lokasi penelitian karena bukan saja jumlah nelayannya yang banyak tetapi juga karena merupakan salah satu kecamatan yang tingkat rumah tangga pra sejahteranya tinggi. Sedangkan Potensi usaha budidaya laut yang dapat dikembangkan di Kabupaten Pesawaran sesuai dengan SK Gubernur Lampung No.G/256/BII/HK/1982 tanggal 31 Desember 1982 dengan luas ± 3.685,5 Ha dengan perincian; untuk budidaya tiram mutiara 3.260,5 Ha, rumput laut 250 Ha, ikan kerapu 50 Ha, ikan baronang 50 dan budidaya teripang 25 Ha (BPS, 2014).

Keluarga prasejahtera terjadi karena belum dapat terpenuhinya kebutuhan dasar (basic needs) secara minimal, seperti kebutuhan akan pangan, sandang, papan, kesehatan dan pendidikan dasar bagi anak usia sekolah. Belum terpenuhinya kebutuhan dasar ini bergantung terhadap tingkat pendapatan. Tingkat pendapatan nelayan dipengaruhi oleh berbagai faktor.

Menurut Syechalad dan Rachmad (2009), faktor harga ikan memiliki pengaruh paling dominan bila dibandingkan dengan modal kerja, jam kerja melaut, dan teknologi. Ikan yang biasa didapat oleh nelayan obor ialah jenis ikan tanjan dengan harga rata-rata (Rp 8.400,00/kg) dan bleberan dengan harga rata-rata (Rp 7.700,00/kg). Harga ini dibandingkan dengan harga jenis ikan lain termasuk paling murah, sedangkan jenis ikan yang biasa didapat oleh kapal motor besar


(23)

seperti tongkol dengan harga rata-rata (Rp 13.400,00/kg), kembung dengan harga rata-rata (Rp 18.260,00/kg) dan bentong dengan harga rata-rata (Rp 25.800,00/kg). Harga ikan ini adalah rata-rata harga di tingkat produsen ikan di Kota Bandar Lampung lima 5 tahun terakhir (BPS, 2014)

Masyarakat nelayan merupakan salah satu kelompok sosial dalam masyarakat kita yang sangat intensif didera kemiskinan. Kemiskinan ini disebabkan oleh faktor-faktor kompleks yang saling terkait serta merupakan sumber utama yang melemahkan kemampuan masyarakat dalam membangun wilayah dan meningkatkan kesejahteraan sosial. Oleh karena itu, kemiskinan merupakan salah satu isu utama dalam pembangunan kawasan perikanan. Jumlah masyarakat perikanan yang hidup di bawah garis kemiskinan di Kampung Nelayan di Kota Bandar Lampung masih cukup besar. (http://sp.beritasatu.com/home/nelayan-pertanyakan-program-pembinaan-dkp-lampung-timur/32114., diakses tanggal 1 April 2015).

Pada prinsipnya pro growth dilakukan untuk mempertahankan pertumbuhan ekonomi dan menjaga kemungkinan laju inflasi serta menekan tingkat pertumbuhan penduduk. Penekanan mendasar dilakukan dengan pemberdayaan sektor-sektor yang ada seperti perdagangan, perhotelan, dan jasa-jasa yang memberikan kontribusi daerah. Pro Poor artinya pendekatan pembangunan ekonomi ini lebih diarahkan untuk berpihak kepada masyarakat miskin (masyarakat marginal) khususnya nelayan. Pro job, memberi ruang yang seluas-luasnya bagi penciptaan lapangan kerja, dimana masyarakat nelayan dituntut untuk tidak memiliki satu pekerjaan saja dalam meningkatkan pendapatannya.


(24)

4

Pemerintah memberikan ruang yang jelas bagi masyarakat nelayan juga merangsang kreatifitas usaha bagi nelayan melalui program kemitraan nelayan.

Salah satu program kemitraan nelayan yang telah berjalan selama 4 tahun di Provinsi Lampung khususnya Lampung Selatan dan Bandar Lampung adalah Program Kemitraan Budidaya Ikan Kerapu. Program ini ditujukan kepada warga masyarakat nelayan di desa tersebut. Adapun manfaat yang diperoleh dari penelitian ini berupa seberapa besar kemanfaatan kemitraan serta suatu kontribusi bagaimana pandangan masyarakat akan progran kemitraan ini dan bagaimana bentuk-bentuk pembinaan yang harus diberikan sehingga kemitraan benar-benar bermanfaat bagi masyarakat. Program kemitraan dapat meningkatan pendapatan masyarakat desa Jelarangan, namun masih perlu pembenahan khususnya dalam hal peningkatan SDM dan manajemen. Sosialisasi sejak dini kepada masyarakat secara luas dan transparan terutama tentang sistem bagi hasil perlu dilakukan. http://kemitraankerapu.blogspot.com/program-kemitraan.html, diunggah tanggal 11 Mei 2015).

Pola kemitraan yang baik (ideal) tentu saja adalah hubungan kerja yang menujukkan persamaan hak kedudukan yang sama. Saling menguntungkan dan saling bahu-membahu. Sehingga dengan demikian tidak ada yang merasa paling superior, paling dominan, dan lain-lain. Karena itu, jangan sekali-kali kedua belah pihak yang bermitra melanggar perjanjian kerjasama. Pasalnya, hal itu justru akan merugikan kedua belah. Tapi, sebaiknya sebelum melakukan pola kemitraan. Kedua belah pihak terlebih dahulu menyamakan persepsi mengenai apa itu pola kemitraan. Dengan demikian, diharapkan kedepan hal-hal yang tidak diinginkan


(25)

tidak muncul. Harus diakui bahwa pola kemitraan sangat menguntungan pembudidaya ikan. Selain untuk meningkatkan produksi dan pendapatan, tapi juga menyediakan lapangan kerja bagi masyarakat pembudidaya ikan pedesaan.

Pengembangan ekonomi lokal tidak hanya menekankan peningkatan ekonomi, tetapi juga penguatan kemitraan dan kerja sama antar pelaku (stakeholders). Setiap pelaku memiliki potensi, kemampuan, dan keunggulan tersendiri yang dapat dimanfaatkan secara bersama untuk meningkatkan perekonomian wilayah (Sundawati dan Trison, 2006: 58).

Potensi ini akan efektif jika stakeholders terlibat dalam kemitraan yang menjadi kunci penting dalam pengembangan ekonomi lokal. Nelayan sebagai salah satu stakeholders memiliki berbagai keterbatasan, sehingga membutuhkan bantuan dari pihak lain. Salah satu upaya yang dilakukan sebagai bagian dari pengembangan ekonomi lokal adalah melalui kemitraan. Penelitian ini dibutuhkan untuk mengungkapkan kondisi kemitraan nelayan terutama menyangkut bentuk, jangka waktu, manfaat, dan permasalahan kemitraan pada nelayan (Supriyadi R, 2007: 58)

Selama ini terlihat bahwa pembudidaya ikan selalu tergantung bantuan dari pemerintah baik itu pemda maupun pusat. Pola kemitraan setidaknya bisa menanggulangi kemiskinan. Ini mengingat 30 juta rakyat miskin di Indonesia, dan 30 persen di antaranya merupakan masyarakat kelautan dan perikanan seperti nelayan, pembudidaya, dan pengolah ikan. Dengan pola kemitraan diharapkan masyarakat yang masih hidup di bawah garis kemiskinan dapat hidup sejahtera dan pertumbuhan wirausaha di bidang perikanan budidaya di pedesaan juga dapat


(26)

6

terdorong (http://ekonomi.kompasiana.com/agrobisnis/2011/12/20/mendorong-pola-kemitraan-pada-budidaya-ikan-422987.html, diakses tanggal 6 Mei 2015).

Hasil prariset yang dilakukan oleh peneliti didapatkan data bentuk kemitraan Dinas Kelautan dan Perikanan dalam kewirausahaan masyarakat nelayan dilakukan dengan lembaga budidaya Forum Kerapu Lampung (Fokel) yaitu perkumpulan para pembudidaya ikan kerapu yang ada di Provinsi Lampung dan Shrimp Club Indonesia (SCI) adalah sebatas koordinasi. Lokasi pembudidayaan terletak di Panti Ringgung, Legundi dan Tanjung Putus. Permasalahan yang muncul dari kemitraan tersebut adalah pada dana yang minim, serta menurunnya ekspor ke negara tujuan seperti Jepang dan China yang hanya mencapai 76 ton, sedangkan biasanya mencapai 355,82 ton (Hasil Prariset, tanggal 4 September 2015).

Berdasarkan dari permasalahan di atas, penulis tertarik meneliti lebih mendalam dengan mengambil judul: Strategi Kemitraan Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Lampung dalam Kewirausahaan Masyarakat Nelayan (Studi di Pantai Sari Ringgung)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijabarkan di atas maka rumusan masalah yang ada adalah:

1. Bagaimana potensi nelayan dan program Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Lampung?


(27)

2. Bagaimana strategi kemitraan Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Lampung dalam kewirausahaan masyarakat nelayan?

C. Tujuan Penulisan

Berdasarkan rumusan masalah tersebut maka tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Untuk mengungkapkan potensi nelayan dan program Dinas Kelautan dan

Perikanan Provinsi Lampung.

2. Untuk menentukan strategi kemitraan Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Lampung dalam kewirausahaan masyarakat nelayan.

D. Kegunaan Penelitian

1. Secara Teoritis

Secara teoritis, penelitian ini diharapkan menambah khazanah pengetahuan dan pengembangan Ilmu Pemerintahan khususnya tentang Strategi kemitraan Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Lampung dalam kewirausahaan masyarakat nelayan

2. Secara Praktis

Sebagai bahan masukan bagi pemerintah Kota Bandar Lampung khususnya dalam rangka Strategi kemitraan Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Lampung dalam kewirausahaan masyarakat nelayan.


(28)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. SKPD Dinas Kelautan dan Perikanan

Dinas Kelautan dan Perikanan adalah salah satu Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Pemerintah Provinsi Lampung, dalam melaksanakan pembangunan kelautan dan perikanan setiap tahunnya menyusun Rencana Kerja (Renja) SKPD. Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Lampung dalam melaksanakan pembangunan Kelautan dan Perikanan tidak lepas dari tujuan pembangunan nasional. Tujuan pembangunan nasional ditetapkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMD). RPJMD Tahun 2010-2014 merupakan salah satu acuan dalam membuat Rencana Kerja (Renja) SKPD Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Lampung. Dalam RPJMD Tahun 2010-2014 ada 14 prioritas.

Berpedoman pada visi yang telah ditetapkan yaitu "Mewujudkan Sektor Kelautan dan Perikanan di Provinsi Lampung Sebagai Pusat Pertumbuhan dan Perkembangan Ekonomi Perikanan Terpadu yang Berwawasan Pada Pengelolaan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Secara Berkelanjutan" maka prioritas pembangunan perikanan Provinsi Lampung tetap diarahkan pada pembangunan perikanan rakyat, dengan harapan dapat meningkatkan serta mengangkat tingkat kehidupan pembudidaya ikan dan nelayan ke arah yang lebih layak dan baik.


(29)

Upaya untuk mencapai tujuan tersebut agar lebih mantap terarah, maka kebijaksanaan yang ditempuh sebagai pelaksaaan operasional pembangunan perikanan adalah dititikberatkan kepada peningkatan produksi dan produktivitas serta usaha perikanan yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan pembudidaya ikan dan nelayan melalui ekstensifikasi, intensifikasi dan rehabilitasi dengan produk orientasi pasar, pembinaan mutu dan pemilihan komoditas perikanan yang digemari. Sejalan dengan tujuan pembangunan sektor perikanan di Provinsi Lampung berdasarkan rencana operasional, untuk meningkatkan produksi perikanan diproyeksikan rata-rata 5 - 10 % per tahun. Hal tersebut didasarkan pada potensi sumber daya hayati perikanan yang ada, tenaga kerja yang cukup tersedia, kebutuhan konsumsi penduduk, sehingga pada akhirnya diharapkan dapat meningkatkan produksi pada masing-masing cabang usaha perikanan.

Kebijakan pembangunan sektor kelautan perikanan Provinsi Lampung didasarkan pada pendekatan pembangunan yang diarahkan agar mampu memainkan peranan utama dalam perbaikan perekonomian daerah, dalam arti dapat memposisikan sebagai penggerak pembangunan ekonomi daerah dan membudayakan masyarakat pembudidaya ikan/nelayan agar mampu mandiri dalam melaksanakan usahanya yang meliputi ;

a. Pemberdayaan Sumber Daya Manusia (aparatur dan masyarakat perikanan) b. Pengembangan teknologi budidaya perikanan, teknologi penangkapan ikan

dan teknologi pengolahan hasil perikanan

c. Peningkatan pengawasan dan pengendalian terhadap pemanfaatan sumberdaya kelautan dan perikanan


(30)

10

Gambar 2.1

Struktur Organisasi Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Lampung Bidang Perikanan Tangkap dan Budidaya Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Lampung mempunyai tugas dan fungsi sebagai berikut:

1. Bidang Perikanan Tangkap Tugas Pokok:

Merumuskan dan melaksanakan kebijakan, memberikan bimbingan teknis serta melakukan evaluasi terhadap penyelenggaraan pemerintahan di bidang perikanan tangkap.

Fungsi :

a. Menyiapkan bahan perumusan kebijakan dibidang perikanan tangkap. b. Menyiapkan bahan pelaksanaan kebijakan dibidang perikanan tangkap. c. Menyiapkan bahan pembinaan atau bimbingan teknis di bidang perikanan

tangkap.

d. Menyiapkan bahan evaluasi penyelenggaraan tugas di bidang perikanan tangkap.

e. Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Dinas. Kepala Dinas

Kelompok Jabatan

fungsional Sekretaris

Subbag Umum Subbag Program Subbag keuangan

Bidang perikanan tangkap dan perikanan budidaya

Bidang pengawasan dan pengendalian

Bidang kelautan pesisir dan pulau-pulau kecil

Seksi perikanan tangkap

Seksi perikanan budidaya

Seksi pengawasan Seksi pengendalian

Seksi kelautan pesisir

Seksi pulau-pulau kecil


(31)

2. Bidang Perikanan Budi Daya Tugas Pokok:

Menyelenggarakan tugas-tugas yang berhubungan dengan bina usaha perikanan laut, penangkapan, sarana dan prasarana perikanan, teknologi, produksi plasma dan diklat penyuluhan.

Fungsi :

a. Melaksanakan pembinaan bagi kelompok bina usaha dan penangkapan perikanan.

b. Melaksanakan pembinaan sarana dan prasarana perikanan. c. Menerapkan teknologi untuk meningkatkan produksi perikanan d. Melaksanakan pengelolaan prasarana dan usaha perikanan laut.

e. Melaksanakan Diklat dan ketrampilan di bidang kelautan dan perikanan. f. Melaksanakan penyuluhan di bidang perikanan dan kelautan.

g. Mengelola tenaga dan sarana untuk menyelenggarakan Diklat. h. Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Dinas.

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2010-2014 menetapkan 14 prioritas, Dinas Kelautan dan Perikanan Kota terkait langsung dengan prioritas No. 4 yaitu Penanggulangan Kemiskinan, No. 5 Revitalisasi Pertanian, No. 9 Lingkungan Hidup dan Bencana, No. 13 Perekonomian dan No. 14 Kesejahteraan Rakyat. Untuk mempercepat pencapaian prioritas pembangunan tersebut Pemerintah Pusat melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan menetapkan Pemerintah Provinsi Lampung dalam hal ini Dinas Kelautan dan Perikanan


(32)

12

Provinsi Lampung menjadi salah satu Lokus yang mendapat Dana Alokasi Khusus Bidang Kelautan dan Perikanan.

Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Lampung mengalokasikan Dana Alokasi Khusus tersebut pada 5 Program utama yaitu : Program Pengembangan Perikanan Tangkap, Program Peningkatan Produksi Perikanan Budidaya, Program Optimalisasi Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan, Program Pemberdayaan Masyarakat Dalam Pengawasan dan Pengendalian Sumberdaya Kelautan, Program Pengembangan Sistem Penyuluhan Kelautan dan Perikanan dan Program Pengembangan Statistik Perikanan.

B. Masyarakat Nelayan

Nelayan adalah suatu kelompok masyarakat yang kehidupannya tergantung langsung pada hasil laut, baik dengan cara melakukan penangkapan ataupun budi daya. Mereka pada umumnya tinggal dipantai, sebuah lingkungan pemukiman yang dekat dengan lokasi kegiatannya (Mulyadi 2007). Nelayan identik dengan keterbatasan aset, lemahnya kemampuan modal, posisi tawar dan akses pasar (Siswanto 2008: 54).

Sesungguhnya, nelayan bukanlah suatu entitas tunggal, mereka terdiri dari beberapa kelompok. Dilihat dari segi pemilikan alat tangkap, nelayan dapat dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu nelayan buruh, nelayan juragan, dan nelayan perorangan. Nelayan buruh adalah nelayan yang bekerja dengan alat tangkap milik orang lain. Sebaliknya, nelayan uragan adalah nelayan yang memiliki alat tangkap yang dioperasikan oleh orang lain. Adapun nelayan


(33)

perorangan adalah nelayan yang memiliki peralatan tangkap sendiri, dan dalam pengoperasiannya tidak melibatkan orang lain (Mulyadi 2007: 88).

Nelayan dapat didefinisikan pula sebagai orang atau komunitas orang yang secara keseluruhan atau sebagian dari hidupnya tergantung dari kegiatan menangkap ikan. Beberapa kelompok nelayan memiliki beberapa perbedaan dalam karakteristik sosial dan kependudukan. Perbedaan tersebut dapat dilihat pada kelompok umur, pendidikan status sosial, dan kepercayaan. Dalam satu kelompok nelayan juga sering ditemukan perbedaan kohesi internal, dalam pengertian hubungan diantara sesama nelayan maupun di dalam hubungan bermasyarakat (Widodo dan Suadi 2006: 78).

Kelompok nelayan dapat dibagi empat kelompok yaitu: (1) nelayan subsisten (subsistence fishers), yaitu nelayan yang menangkap ikan hanya untuk memenuhi kebutuhan sendiri, (2) nelayan asli (native/indigenous/aboriginal fishers), yaitu nelayan yang sedikit banyak memiliki karakter yang sama dengan kelompok pertama, namun memiliki juga hak untuk melakukan aktivitas secara komersial walaupun dalam skala yang sangat kecil, (3) nelayan rekreasi (recreational/sport fishers), yaitu orang-orang yang secara prinsip melakukan kegiatan penangkapan hanya sekadar untuk kesenangan atau berolah raga, dan (4) nelayan komersial (commercial fishers), yaitu mereka yang menangkap ikan untuk tujuan komersial atau dipasarkan baik untuk pasar domestik maupun pasar ekspor (Charles, 2001: 147).

Disamping pengelompokan tersebut, terdapat beberapa terminologi yang sering digunakan untuk menggambarkan kelompok nelayan, seperti nelayan


(34)

14

penuh untuk mereka yang menggantungkan keseluruhan hidupnya dari menangkap ikan; nelayan sambilan untuk mereka yang hanya sebagian dari hidupnya tergantung dari menangkap ikan; juragan untuk mereka yang memiliki sumberdaya ekonomi untuk usaha perikanan seperti kapal dan alat tangkap; dan anak buah kapal untuk mereka yang mengalokasikan waktunya dan memperoleh pendapatan dari hasil mengoperasikan alat tangkap ikan, seperti kapal milik juragan (Widodo dan Suadi 2006: 18).

C. Teori Kebijakan

Kebijakan dalam Bahasa Inggris adalah policy, sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kebijakan diartikan sebagai rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan cara bertindak (tentang pemerintahan, organisasi, dan sebagainya) pernyataan cita-cita, tujuan, prinsip dan garis pedoman untuk manajemen dalam usaha mencapai sasaran.

Menurut Carl J Federick dalam Agustino (2008: 7) mendefinisikan kebijakan sebagai serangkaian tindakan/kegiatan yang diusulkan seseorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu dimana terdapat hambatan-hambatan (kesulitan-kesulitan) dan kesempatan-kesempatan terhadap pelaksanaan usulan kebijaksanaan tersebut dalam rangka mencapai tujuan tertentu. Pendapat ini juga menunjukkan bahwa ide kebijakan melibatkan perilaku yang memiliki maksud dan tujuan merupakan bagian yang penting dari definisi kebijakan, karena bagaimanapun kebijakan harus menunjukan apa yang sesungguhnya dikerjakan dari pada apa yang diusulkan dalam beberapa kegiatan pada suatu masalah.


(35)

Menurut Wahab (2007: 40-50) mengemukakan bahwa istilah kebijakan sendiri masih terjadi silang pendapat dan merupakan ajang perdebatan para ahli maka untuk memahami istilah kebijakan, memberikan beberapa pedoman sebagai berikut:

1. Kebijakan harus dibedakan dari keputusan;

2. Kebijakan sebenarnya tidak serta merta dapat dibedakan dari administrasi; 3. Kebijakan mencakup perilaku dan harapan-harapan;

4. Kebijakan mencakup ketiadaan tindakan ataupun adanya tindakan; 5. Kebijakan biasanya mempunyai hasil akhir yang akan dicapai;

6. Setiap kebijakan memiliki tujuan atau sasaran tertentu baik eksplisit maupun implisit;

7. Kebijakan muncul dari suatu proses yang berlangsung sepanjang waktu; 8. Kebijakan meliputi hubungan-hubungan yang bersifat antar organisasi dan

yang bersifat intra organisasi;

9. Kebijakan publik meski tidak eksklusif menyangkut peran kunci lembaga-lembaga pemerintah; dan

10.Kebijakan itu dirumuskan atau didefinisikan secara subyektif.

Menurut Winarno (2014: 15), istilah kebijakan (policy term) mungkin digunakan secara luas seperti pada “kebijakan luar negeri Indonesia” , “kebijakan ekonomi Jepang”, dan atau mungkin juga dipakai untuk menjadi sesuatu yang lebih khusus, seperti misalnya jika kita mengatakan kebijakan pemerintah tentang debirokartisasi dan deregulasi. Namun baik Wahab maupun Winarno sepakat bahwa istilah kebijakan ini penggunaanya sering dipertukarkan dengan istilah lain seperti tujuan (goals) program, keputusan, undang-undang, ketentuan- ketentuan, standar, proposal dan grand design (Suharno :2009 : 11).

Irfan Islamy sebagaimana dikutip Suandi (2010: 12) kebijakan harus dibedakan dengan kebijaksanaan. Policy diterjemahkan dengan kebijakan yang berbeda artinya dengan wisdom yang artinya kebijaksanaan. Pengertian kebijaksanaan memerlukan pertimbangan pertimbangan lebih jauh lagi,


(36)

16

sedangkan kebijakan mencakup aturan- aturan yang ada didalamnya. Anderson sebagaimana dikutip Islamy (2009: 17) mengungkapkan bahwa kebijakan adalah “ a purposive course of action followed by an actor or set of actors in dealing with a problem or matter of concern” (Serangkaian tindakan yang mempunyai tujuan tertentu yang diikuti dan dilaksanakan oleh seorang pelaku atau sekelompok pelaku guna memecahkan suatu masalah tertentu).

Konsep kebijakan yang ditawarkan oleh Anderson ini menurut Winarno (2014: 18) dianggap lebih tepat karena memusatkan perhatian pada apa yang sebenarnya dilakukan dan bukan pada apa yang diusulkan atau dimaksudkan. Selain itu konsep ini juga membedakan secara tegas antara kebijakan (policy) dengan keputusan (decision) yang mengandung arti pemilihan diantara berbagai alternatif yang ada.

Rose sebagaimana dikutip Winarno (2014: 17) juga menyarankan bahwa kebijakan hendaknya dipahami sebagai serangkaian kegiatan yang sedikit banyak berhubungan beserta konsekuensi- konsekuensi bagi mereka yang bersangkutan daripada sebagai keputusan yang berdiri sendiri. Pendapat kedua ahli tersebut setidaknya dapat menjelaskan bahwa mempertukarkan istilah kebijakan dengan keputusan adalah keliru, karena pada dasarnya kebijakan dipahami sebagai arah atau pola kegiatan dan bukan sekadar suatu keputusan untuk melakukan sesuatu.

Berdasarkan pendapat berbagai ahli tersebut di atas maka dapat disimpulkan bahwa kebijakan adalah tindakan-tindakan atau kegiatan yang sengaja dilakukan


(37)

atau tidak dilakukan oleh seseorang, suatu kelompok atau pemerintah yang di dalamnya terdapat unsur keputusan berupa upaya pemilihan diantara berbagai alternatif yang ada guna mencapai maksud dan tujuan tertentu.

Tahap-tahap kebijakan publik menurut William Dunn sebagaimana dikutip Winarno (2014: 17) adalah sebagai berikut:

1. Penyusunan Agenda

Agenda setting adalah sebuah fase dan proses yang sangat strategis dalam realitas kebijakan publik. Dalam proses inilah memiliki ruang untuk memaknai apa yang disebut sebagai masalahpublik dan prioritas dalam agenda publik dipertarungkan. Jika sebuah isu berhasil mendapatkan status sebagai masalah publik, dan mendapatkan prioritas dalam agenda publik, maka isu tersebut berhak mendapatkan alokasi sumber daya publik yang lebih daripada isu lain.

Dalam agenda setting juga sangat penting untuk menentukan suatu isu publik yang akan diangkat dalam suatu agenda pemerintah. Issue kebijakan (policy issues) sering disebut juga sebagai masalah kebijakan (policy problem). Policy issues biasanya muncul karena telah terjadi silang pendapat di antara para aktor mengenai arah tindakan yang telah atau akan ditempuh, atau pertentangan pandangan mengenai karakter permasalahan tersebut. Menurut William Dunn, isu kebijakan merupakan produk atau fungsi dari adanya perdebatan baik tentang rumusan, rincian, penjelasan maupun penilaian atas suatu masalah tertentu. Namun tidak semua isu bisa masuk menjadi suatu agenda kebijakan.


(38)

18

Ada beberapa Kriteria isu yang bisa dijadikan agenda kebijakan publik diantaranya:

1) Telah mencapai titik kritis tertentu jika diabaikan, akan menjadi ancaman yang serius;

2) Telah mencapai tingkat partikularitas tertentu à berdampak dramatis; 3) Menyangkut emosi tertentu dari sudut kepent. orang banyak (umat

manusia) dan mendapat dukungan media massa; 4) Menjangkau dampak yang amat luas ;

5) Mempermasalahkan kekuasaan dan keabsahan dalam masyarakat ;

6) Menyangkut suatu persoalan yang fasionable (sulit dijelaskan, tetapi mudah dirasakan kehadirannya)

Penyusunan agenda kebijakan seyogianya dilakukan berdasarkan tingkat urgensi dan esensi kebijakan, juga keterlibatan stakeholder. Sebuah kebijakan tidak boleh mengaburkan tingkat urgensi, esensi, dan keterlibatan stakeholder.

2. Formulasi kebijakan

Masalah yang sudah masuk dalam agenda kebijakan kemudian dibahas oleh para pembuat kebijakan. Masalah-masalah tadi didefinisikan untuk kemudian dicari pemecahan masalah yang terbaik. Pemecahan masalah tersebut berasal dari berbagai alternatif atau pilihan kebijakan yang ada. Sama halnya dengan perjuangan suatu masalah untuk masuk dalam agenda kebijakan, dalam tahap perumusan kebijakan masing-masing slternatif bersaing untuk dapat dipilih sebagai kebijakan yang diambil untuk memecahkan masalah.


(39)

3. Adopsi/ Legitimasi Kebijakan

Tujuan legitimasi adalah untuk memberikan otorisasi pada proses dasar pemerintahan. Jika tindakan legitimasi dalam suatu masyarakat diatur oleh kedaulatan rakyat, warga negara akan mengikuti arahan pemerintah. Namun warga negara harus percaya bahwa tindakan pemerintah yang sah.Mendukung. Dukungan untuk rezim cenderung berdifusi - cadangan dari sikap baik dan niat baik terhadap tindakan pemerintah yang membantu anggota mentolerir pemerintahan disonansi.Legitimasi dapat dikelola melalui manipulasi simbol-simbol tertentu. Di mana melalui proses ini orang belajar untuk mendukung pemerintah.

4. Penilaian/ Evaluasi Kebijakan

Secara umum evaluasi kebijakan dapat dikatakan sebagai kegiatan yang menyangkut estimasi atau penilaian kebijakan yang mencakup substansi, implementasi dan dampak. Dalam hal ini , evaluasi dipandang sebagai suatu kegiatan fungsional. Artinya, evaluasi kebijakan tidak hanya dilakukan pada tahap akhir saja, melainkan dilakukan dalam seluruh proses kebijakan. Dengan demikian, evaluasi kebijakan bisa meliputi tahap perumusan masalh-masalah kebijakan, program-program yang diusulkan untuk menyelesaikan masalah kebijakan, implementasi, maupun tahap dampak kebijakan.

D. Teori Good Corporate Goverment 1. Pengertian Good Corporate Governance

Persepsi Good dalam good corporate governance adalah tingkat pencapaian terhadap suatu hasil upaya yang memenuhi persyaratan, menunjukkan


(40)

20

kepatutan dan keteraturan operasional sesuai dengan konsep corporate governance.

Johnson, dkk (2000: 45) dalam Indra dan Ivan (2006: 114) membuktikan bahwa pelaksanaan corporate governance dalam sistem hukum yang lemah menyebabkan dampak krisis ekonomi yang sangat meluas ketika terjadinya krisis ekonomi di Asia. Kualitas pelaksanaan corporate governance yang lemah menjadi alasan kuat bagi terjadinya krisis mata uang dan menurunnya kinerja pasar modal selain berbagai alasan ekonomi lainnya.

Keberadaan mekanisme corporate governance diharapkan dapat menciptakan manajemen yang efektif dan efisien dalam menjalankan suatu pemerintahan, sehingga terjadi peningkatan kapabilitas sekaligus kelancaran keadaan finansial dari suatu perusahaan yang berjalan secara aktif. Hal ini dapat dicapai dengan adanya penerapan prinsip-prinsip GCG secara mantap dan menyeluruh (Indra dan Ivan, 2006: 114).

2. Manfaat dan Tujuan Penerapan Good Corporate Governance

Potensi resiko dan tantangan di dalam dunia bisnis kian hari semakin berpotensi untuk semakin meningkat. Oleh karena itu penerapan dari prinsip-prinsip GCG sangat diperlukan agar tidak ada pihak-pihak yang dirugikan. Implementasi dari GCG diharapkan bermanfaat untuk menambah dan memaksimalkan nilai. GCG diharapkan mampu mengusahakan keseimbangan antara berbagai kepentingan yang dapat memberikan keuntungan bagi perusahaan secara menyeluruh. Berikut beberapa manfaat dari penerapan good corporate governance:


(41)

a. Mengurangi agency cost, yaitu suatu biaya yang harus ditanggung pemegang saham sebagai akibat pendelegasian wewenang kepada pihak manajemen. Biaya-biaya ini dapat berupa kerugian yang diderita perusahaan sebagai akibat penyalahgunaan wewenang (wrong-doing), ataupun berupa biaya pengawasan yang timbul untuk mencegah terjadinya hal tersebut.

b. Mengurangi biaya modal (cost of capital), yaitu sebagai dampak dari pengelolaan perusahaan yang baik tadi menyebabkan tingkat bunga atas dana atau sumber daya yang dipinjam oleh perusahaan semakin kecil seiring dengan turunnya tingkat resiko perusahaan.

c. Meningkatkan nilai saham perusahaan sekaligus dapat meningkatkan citra perusahaan tersebut kepada publik luas dalam jangka panjang.

d. Menciptakan dukungan para stakeholder (para pihak yang berkepentingan) dalam lingkungan perusahaan tersebut terhadap keberadaan dan berbagai strategi dan kebijakan yang ditempuh perusahaan, karena umumnya mereka mendapat jaminan bahwa mereka juga mendapat manfaat maksimal dari segala tindakan dan operasi perusahaan dalam menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan.

Penerapan sistem GCG diharapkan dapat meningkatkan nilai tambah bagi semua pihak yang berkepentingan (stakeholders) melalui beberapa tujuan berikut:

a. Meningkatkan efisiensi, efektifitas, dan kesinambungan suatu organisasi yang memberikan kontribusi kepada terciptanya kesejahteraan pemegang saham, pegawai dan stakeholders lainnya dan merupakan solusi yang


(42)

22

elegan dalam menghadapi tantangan organisasi ke depan.

b. Meningkatkan legitimasi organisasi yang dikelola dengan terbuka, adil, dan dapat dipertanggungjawabkan.

c. Mengakui dan melindungi hak dan kewajiban para stakeholders dan stakeholders.

Dalam menerapkan nilai-nilai good corporate governance, perseroan menggunakan pendekatan berupa keyakinan yang kuat akan manfaat dari penerapan tata kelola perusahaan yang baik. Berdasarkan keyakinan yang kuat, maka akan tumbuh semangat yang tinggi untuk menerapkannya sesuai standar internasional. Guna memastikan bahwa tata kelola perusahaan diterapkan secara konsisten di seluruh lini dan unit organisasi. Perseroan menyusun berbagai acuan sebagai pedoman bagi seluruh karyawan. Selain acuan yang disusun sendiri, Perseroan juga mengadopsi peraturan perundang-undangan yang berlaku. (Kamal dan Supomo, 2008: 25).

Survey yang dilakukan oleh lembaga konsultan tingkat tinggi dunia seperti Mc Kinsey dan Company menunjukkan bahwa para institutional investor lebih menaruh kepercayaan terhadap korporasi-korporasi yang memiliki corporate governance dan memandang corporate governance sebagai kriteria kualitatif penentu, menyamai kriteria kinerja keuangan dan potensi pertumbuhan. Kalaupun Good Corporate Governance bukan satu-satunya cara untuk keluar dari krisis, sistem ini dapat memberi dasar bagi berkembangnya sistem nilai baru yang lebih sesuai dengan lanskap bisnis yang kini telah sangat berubah dimana independensi, transparansi, profesionalisme, dan tanggung jawab


(43)

sosial menjadi norma dasar (Mintara, 2008 dalam Priana, 2010: 58).

3. Prinsip-Prinsip Good Corporate Governance

Prinsip-prinsip dasar penerapan good corporate governance yang dikemukakan oleh Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI) adalah sebagai berikut:

a. Fairness (Kewajaran)

Perlakuan yang sama terhadap para pemegang saham, terutama kepada pemegang saham minoritas dan pemegang saham asing, dengan keterbukaan informasi yang penting serta melarang pembagian untuk pihak sendiri dan perdagangan saham oleh orang dalam (insider trading). Fairness diharapkan membuat seluruh aset perusahaan dikelola secara baik dan predunt (hati-hati), sehingga muncul perlindungan kepentingan pemegang saham secara fair (jujur dan adil). Fairness juga diharapkan memberi perlindungan kepada perusahaan terhadap praktek korporasi yang merugikan seperti disebutkan di atas. Pendek kata, fairness menjadi jiwa untuk memonitor dan menjamin perlakuan yang adil di antara beragam kepentingan dalam perusahaan. Namun seperti halnya sebuah prinsip, fairness memerlukan syarat agar bisa diberlakukan secara efektif. Syarat itu berupa peraturan dan perundang-undangan yang jelas, tegas, konsisten, dan dapat ditegakkan secara baik serta efektif.

b. Disclosure and Transparency (Pengungkapan dan Transparansi)

Transparansi bisa diartikan sebagai keterbukaan informasi, baik dalam proses pengambilan keputusan maupun dalam mengungkapkan informasi


(44)

24

material dan relevan mengenai perusahaan. Dalam mewujudkan transparansi ini sendir, perusahaan harus menyediakan informasi yang cukup, akurat, dan tepat waktu kepada berbagai pihak yang berkepentingan dengan perusahaan tersebut. Setiap perusahaan, diharapkan pula dapat mempublikasikan informasi keuangan serta informasi lainnya yang material dan berdampak signifikan pada kinerja perusahaan secara akurat dan tepat waktu. Selain itu, para investor harus dapat mengakses informasi penting perusahaan secara mudah pada saat diperlukan. Ada banyak manfaat yang bisa dipetik dari penerapan prinsip ini. Salah satunya, stakeholder dapat mengetahui risiko yang mungkin terjadi dalam melakukan transaksi dengan perusahaan yang diungkap secara akurat, tepat waktu, jelas, konsisten, dan dapat diperbandingkan, maka dimungkinkan terjadinya efisiensi pasar. Selanjutnya, jika prinsip transparansi dilaksanakan dengan baik dan tepat, akan dimungkinkan terhindarnya benturan kepentingan (conflict of interest) berbagai pihak dalam manajemen.

c. Accountability (Akuntabilitas)

Akuntabilitas adalah kejelasan fungsi, struktur, sistem, dan pertanggung jawaban organ perusahaan sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif. Masalah yang sering ditemukan di perusahaan-perusahaan Indonesia adalah mandulnya fungsi pengwasan Dewan Komisaris. Atau justru sebaliknya, Komisaris Utama mengambil peran berikut wewenang yang seharusnya dijalankan Direksi. Padahal, diperlukan kejelasan tugas serta fungsi organ perusahaan agar terciipta suatu mekanisme pengecekan


(45)

dan perimbangan dalam mengelola perusahaan. d. Responsibility (Responsibilitas)

Peranan pemegang saham harus diakui sebagaimana ditetapkan oleh hukum dan kerja sama yang aktif antara perusahaan serta para pemegang kepentingan dalam menciptakan kesejahteraan, lapangan kerja, dan perusahaan yang sehat dari aspek keuangan. Perusahaan harus mematuhi peraturan perundang-undangan serta melaksanakan tanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungan sehingga dapat terpelihara kesinambungan usaha dalam jangka panjang dan mendapat pengakuan sebagai Good Corporate Citizen.

e. Independency (Independensi)yaitu suatu keadaan dimana perusahaan

dikelola secara profesional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh/tekanan dari manapun yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat (Mintara (2008) dalam Priana (2010)). Untuk melancarkan pelaksanaan asas GCG, perusahaan harus dikelola secara independen sehingga masin-masing organ perusahaan tidak saling mendominasi dan tidak dapat diintervensi oleh pihak lain.

4. Faktor Penerapan Good Corporate Governance

Ada beberapa faktor dalam penerapan good corporate governance menurut Kamal dan Supomo (2008: 58), yaitu:

a. Faktor Eksternal

Yang dimakud faktor eksternal adalah beberapa faktor yang berasal dari luar yang sangat mempengaruhi keberhasilan penerapan GCG. Di


(46)

26

antaranya:

1) Terdapatnya sistem hukum yang baik sehingga mampu menjamin berlakunya supremasi hukum yang konsisten dan efektif.

2) Dukungan pelaksanaan GCG dari sektor publik/lembaga pemerintahaan yang diharapkan dapat pula melaksanakan Good

Governance dan Clean Government menuju Good Government

Governance yang sebenarnya.

3) Terdapatnya contoh pelaksanaan GCG yang tepat (best practices) yang dapat menjadi standard pelaksanaan GCG yang efektif dan profesional. Dengan kata lain, semacam benchmark (acuan):

a) Terbangunnya sistem tata nilai sosial yang mendukung penerapan GCG di masyarakat. Ini penting karena lewat sistem ini diharapkan timbul partisipasi aktif berbagai kalangan masyarakat untuk mendukung aplikasi serta sosialisasi GCG secara sukarela.

b) hal lain yang tidak kalah pentingnya sebagai prasyarat keberhasilan implementasi GCG terutama di Indonesia adalah adanya semangat anti korupsi yang berkembang di lingkungan publik di mana perusahaan beroperasi disertai perbaikan masalah kualitas pendidikan dan perluasan peluang kerja. Bahkan dapat dikatakan bahwa perbaikan lingkungan publik sangat mempengaruhi kualitas dan skor perusahaan dalam implementasi GCG.

b. Faktor Internal


(47)

praktek GCG yang berasal dari dalam. Beberapa faktor dimaksud antara lain:

1) Terdapatnya budaya perusahaan (corporate culture) yang mendukung penerapan GCG dalam mekanisme serta sistem kerja manajemen di perusahaan.

2) Berbagai peraturan dan kebijakan yang dikeluarkan perusahaan mengacu pada penerapan nilai-nilai GCG.manajemen pengendalian risiko perusahaan juga didasarkan pada kaidah-kaidah standar GCG.

3) Terdapatnya sistem audit (pemeriksaan) yang efektif dalam perusahaan untuk menghindari setiap penyimpangan yang mungkin akan terjadi.

4) Adanya keterbukaan informasi bagi publik untuk mampu memahami setiap gerak dan langkah manajemen dalam perusahaan sehingga kalangan publik dapat memahami dan mengikuti setiap derap langkah perkembangan dan dinamika perusahaan dari waktu ke waktu.

E. Teori Organisasi

Gibson, Donelly dan Ivancevich yang dikutip oleh M.Saefuddin (2003:3) dalam bukunya “Organisasi dan Management” berpendapat bahwa ciri khas organisasi tetap sama, yaitu perilaku terarah pada tujuan. Mereka berpendapat:“Organisasi itu mengejar tujuan dan sasaran yang dapat dicapai secara lebih effesien dan lebih effektif dengan tindakan yang dilakukan secara bersama”.


(48)

28

Sedangkan Koontz dan Cryill O‟ Donnell yang dikutip oleh H. Siagian (1997:24) dalam bukunya “Management Suatu Pengantar”, mengatakan: Organisasi adalah suatu hubungan wewenang dengan maksud untuk mengurus kedua koordinasi strukturil baik vertical maupun horizontal atara keadaan, kearah mana tugas-tugas khusus yang diinginkan itu diperuntukan untuk mencapai tujuan usaha.

Definisi-definisi diatas menurut H. Siagian (1997:24) dalam bukunya “Management Suatu Pengantar” terlihat bahwa yang menjadi unsur Organisasi adalah:

a. Adanya suatu tujuan bersama

b. Tujuan itu dicapai atau diperoleh melalui atau bersamaan dengan bantuan orang lain dalam kerja sama yang harmonis

c. Kerjasama itu didasarkan atas hal kewajiban dan tanggung jawab tertentu.

Struktur organisasi Program Kemitraan Budidaya Ikan Kerapu adalah sebagai berikut:

Dalam setiap perumusan kebijakan apakah menyangkut proram maupun kegiatan-kegiatan selalu diiringi dengan suatu tindakan pelaksanaan atau implementasi. Betapa pun baiknya suatu kebijakan tanpa implementasi maka tidak akan banyak

Bidang Perikanan Budi Daya

Ketua Kelompok Nelayan


(49)

berarti. Implementasi kebijakan bukanlah sekedar bersangkut paut dengan mekanisme penjabaran keputusan-keputusan politik ke dalam prosedur rutin lewat saluran-saluran birokrasi, melainkan lebih dari itu, ia menyangkut masalah konflik, keputusan dan siapa yang memperoleh apa dari suatu kebijakan (Grindle dalam Wahab, 2009:59).

Oleh sebab itu, tidak berlebihan jika dikatakan implementasi kebijakan merupakan aspek yang penting dari keseluruhan proses kebijakan. Ini menunjukkan adanya keterkaitan yang erat antara perumusan kebijakan dengan implementasi kebijakan dalam arti walaupun perumusan dilakukan dengan sempurna namun apabila proses implementasi tidak bekerja sesuai persyaratan, maka kebijakan yang semula baik akan menjadi jelek begitu pula sebaliknya. Dalam kaitan ini, seperti dikemukakan oleh Wahab (2009:51), menyatakan bahwa pelaksanaan kebijakan adalah sesuatu yang penting, bahkan jauh lebih penting daripada pembuatan kebijaksanaan. Kebijaksanaan hanya sekedar impian atau rencana bagus yang tersimpan dalam arsip jika tidak mampu diimplementasikan.

Upaya pengembangan kapasitas dilaksanakan dalam berbagai tingkatan, pengembangan kapasitas harus dilaksanakan secara efektif dan berkesinambungan pada 3 (tiga) tingkatan-tingkatan, yaitu:

a. Tingkatan sistem, kerangka kerja yang berhubungan dengan pengaturan, kebijakan dan kondisi dasar yang mendukung pencapaian obyektivitas kebijakan tertentu;

b. Tingkatan institusional atau keseluruhan satuan, contoh struktur organisasi-organisasi, proses pengambilan keputusan di dalam organisasi-organisasi-organisasi,


(50)

30

prosedur dan mekanisme-mekanisme pekerjaan, pengaturan sarana dan prasarana, hubungan-hubungan dan jaringan-jaringan organisasi;

c. Tingkatan individual, contohnya ketrampilan-ketrampilan individu dan persyaratan-persyaratan, pengetahuan, tingkah laku, pengelompokan pekerjaan dan motivasi-motivasi dari pekerjaan orang-orang di dalam organisasi-organisasi (Grindle dalam Wahab, 2009:59).

F. Kewirausahaan dan Kemitraan 1. Kewirausahaan

Kata wirausaha dalam bahasa Indonesia merupakan gabungan dari kata “wira” yang artinya gagah berani, perkasa dan kata “usaha”, sehingga secara harfiah wirausahawan diartikan sebagai orang yang gagah berani atau perkasa dalam berusaha (Riyanti, 2009: 87). Wirausaha atau wiraswasta menurut Priyono dan Soerata (2005: 85) berasal dari kata “wira” yang berarti utama, gagah, luhur berani atau pejuang; “swa” berarti sendiri; dan kata ”sta” berarti berdiri. Dari asal katanya “swasta” berarti berdiri di atas kaki sendiri atau berdiri di atas kemampuan sendiri. Kemudian mereka menyimpulkan bahwa wirausahawan atau wiraswastawan berarti orang yang berjuang dengan gagah, berani, juga luhur dan pantas diteladani dalam bidang usaha, atau dengan kata lain wirausahawan adalah orang-orang yang mempunyai sifat-sifat kewirausahaan atau kewiraswastaan seperti: keberanian mengambil resiko, keutamaan dan keteladanan dalam menangani usaha dengan berpijak pada kemauan dan kemampuan sendiri.


(51)

Kewirausahaan adalah padanan kata entrepreneurship dalam bahasa Inggris, unternehmer dalam bahasa Jerman, ondernemen dalam bahasa Belanda. Sedangkan di Indonesia diberi nama kewirausahaan. Kata entrepreneurship yang dahulunya sering diterjemahkan dengan kata kewiraswastaan akhir-akhir ini diterjemahkan dengan kata kewirausahaan. Entrepreneur berasal dari bahasa Perancis yaitu entrepreneur yang artinya memulai atau melaksanakan. Wiraswasta atau wirausaha berasal dari kata : Wira: utama, gagah, berani, luhur; swa: sendiri; sta: berdiri; usaha: kegiatan produktif. Dari asal kata tersebut, wiraswasta pada mulanya ditujukan pada orang-orang yang dapat berdiri sendiri. Di Indonesia kata wiraswasta sering diartikan sebagai orang-orang yang tidak bekerja pada sektor pemerintah yaitu: para pedagang, pengusaha dan orang-orang yang bekerja di perusahaan swasta, sedangkan wirausahawan adalah orang-orang yang mempunyai usaha sendiri. Wirausahawan adalah orang yang berani membuka kegiatan produktif yang mandiri. Entrepreneurship (kewirausahaan) itu berkembang berdasarkan naluri, personal, dan alamiah karena pada zaman dahulu belum ada suatu konsep yang jelas tentang kewirausahaan.

Berdasarkan pendapat Lambing dan Charles (1999: 45), kewirausahaan adalah suatu usaha yang kreatif yang membangun suatu value dari yang belum ada menjadi ada dan bisa dinikmati oleh banyak orang. Setiap wirausahawan (entrepreneur) yang sukses memiliki 4 (empat) unsur pokok, yaitu :

a. Kemampuan (hubungannya dengan IQ dan keterampilan) b. Keberanian (hubungannya dengan EQ dan mental) c. Keteguhan hati (hubungannya dengan motivasi diri)


(52)

32

d. Kreativitas yang menelurkan sebuah inspirasi sebagai cikal bakal ide untuk menemukan peluang berdasarkan intuisi (hubungannya dengan pengalaman)

Sistem tanggung renteng tidak akan bisa diterapkan tanpa adanya kelompok. Itulah sebabnya sistem ini juga disebut sistem kelompok tanggung renteng. Sedang unsur yang harus ada dalam sistem ini adalah : Kelompok, Kewajiban dan Peraturan. - Kelompok : Kumpulan anggota dalam jumlah tertentu atas dasar tujuan yang sama, saling mengenal atau ada kedekatan secara fisik maupun emosional.

a. Kewajiban: hal-hal yang harus dilakukan oleh anggota baik dalam lingkup kelompok maupun terhadap koperasi. Hal tersebut adalah :

1) Menghadiri pertemuan rutin kelompok (sebulan sekali)

2) Membayar simpanan pokok, simpanan wajib dan simpanan lainnya yang telah ditetapkan oleh koperasi.

3) Membayar angsuran pinjaman. 4) Mengadakan musyawarah.

5) Mentaati segala peraturan yang meliputi AD/ART dan peraturan lainnya. 6) Mengembangkan anggota kelompok (mencari tambahan anggota baru) 7) Menjaga kelangsungan hidup dan nama baik kelompok.

8) Peraturan : untuk peraturan ini sama dengan koperasi pada umumnya yaitu AD-ART dan Peraturan Khusus. Namun yang beda dalam sistem ini, kelompok diperbolehkan membuat peraturan kelompok sepanjang tidak bertentangan dengan AD-ART dan Peraturan khusus. Peraturan kelompok ini dibuat sebagai upaya anggota untuk menjaga eksistensi kelompoknya.


(53)

Sedangkan tahapan aplikasi sistem tanggung renteng adalah sebagai berikut: 1) Membentuk kelompok berdasar daerah tempat tinggal yang berdekatan. 2) Sosialisasi Tanggung Renteng oleh Pengurus pada kelompok tersebut 3) Memilih Penanggung Jawab (PJ) kelompok. PJ tersebut ditentukan

berdasar musyawarah anggota kelompok dan disyahkan oleh pengurus. 4) Pelaksanaan kegiatan kelompok :

a) Menentukan jadwal pertemuan kelompok b) Mengadakan pertemuan setiap bulan.

c) Saling mengingatkan sesama anggota untuk hadir dalam pertemuan kelompok.

d) Penerimaan anggota baru melalui musyawarah anggota kelompok. e) Pengajuan pinjaman anggota harus dimusyawarahkan dalam

pertemuan kelompok.

f) Mengatasi tunggakan kelompok melalui : 1) Kas tanggung renteng kelompok

2) Spontanitas dari setiap anggota kelompok

g) Melaksanakan buku-buku administrasi kelompok secara tertib.

h) Adanya petugas penyetoran yang telah ditunjuk oleh anggota kelompok.

5) Pelaksanaan Pembinaan Kelompok secara berkesinambungan

Ada beberapa nilai hakiki yang penting dari Kewirausahaan, yaitu: a. Percaya Diri

Menurut Soesarsono Wijandi yang dikutip oleh Suryana (2008: 45), Kepercayaan diri merupakan suatu panduan sikap dan keyakinan seseorang


(54)

34

dalam menghadapi tugas atau pekerjaan. Dalam praktik sikap dan kepercayaan ini, merupakan sikap dan keyakinan untuk memulai, melakukan dan menyelesaikan suatu tugas atau pekerjaan yang dihadapi. Oleh sebab itu, kepercayaan diri memiliki keyakinan, optimisme, individualistis, dan tidak ketergantungan. Seseorang yang memiliki kepercayaan diri cenderung memiliki keyakinan akan kemampuan untuk mencapai keberhasilan.

b. Berorientasi Tugas dan Hasil

Seseorang yang selalu mengutamakan tugas dan hasil, adalah orang yang selalu mengutamakan nilai motif berprestasi, berorientasi pada laba, ketekunan dan ketabahan, tekad kerja keras, mempunyai dorongan kuat, energik dan inisiatif. Berinisiatif artinya selalu ingin mencari dan memulai. Untuk memulai diperlukan niat dan tekad yang kuat, serta karsa yang besar. Sekali sukses atau berprestasi, maka sukses berikutnya akan menyusul, sehingga usahanya semakin maju dan berkembang. Dalam kewirausahaan, peluang hanya diperoleh apabila ada inisiatif. Perilaku ini biasanya diperoleh melalui pelatihan dan pengalaman bertahun-tahun, dan pengembangannya diperoleh dengan cara disiplin diri, berpikir kritis, tanggap, bergairah dan semangat berprestasi.

c. Keberanian Mengambil Risiko

Menurut Angelita S. Bajaro yang dikutip oleh Suryana (2008: 91), “seorang wirausaha yang berani menanggung risiko adalah orang yang selalu ingin jadi pemenang dan memenangkan dengan cara baik”. Wirausaha adalah orang yang lebih menyukai usaha-usaha yang lebih menantang untuk mencapai


(55)

kesuksesan atau kegagalan dari pada usaha yang kurang menantang. d. Kepemimpinan

Seorang wirausaha yang berhasil selalu memiliki sifat kepemimpinan, kepeloporan dan keteladanan. Ia selalu ingin bergaul untuk mencapai peluang, terbuka untuk menerima kritik dan saran yang kemudian dijadikan peluang. Sifat kepemimpinan harus dikembangkan sendiri karena memiliki perbedaan sifat pada setiap orang. Suatu pedoman bagi pemimpin yang baik ialah “perlakukan orang-orang lain sebagaimana ia ingin diperlukan”. Berusaha memandang suatu keadaan dari sudut pandang orang lain akan ikut mengembangkan sebuah sikap teposliro.

e. Berorientasi ke Masa Depan

Orang yang berorientasi ke masa depan adalah orang memiliki perspektif dan pandangan ke masa depan. Karena memiliki pandangan yang jauh ke masa depan, maka ia selalu berusaha dan berkarya. Kuncinya pada kemampuan untuk membuat, menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda dengan yang sudah ada sekarang. Meskipun dengan risiko yang mungkin terjadi, ia tetap tabah untuk mencari peluang dan tantangan demi pembaharuan masa depan. Pandangan yang jauh ke depan membuat wirausaha tidak cepat puas dengan karsa dan karya yang sudah ada sekarang. Oleh sebab itu, ia selalu mempersiapkan dengan mencari suatu peluang.

Menurut M. Scarborough dan Thomas W. Zimmerer mengemukakan delapan karateristik kewirausahaan seperti dikutip Suryana (2008:24):

a. Desire for Responsibility, yaitu memiliki rasa tanggung jawab atas usaha-usaha yang dilakukannya. Seseorang yang memiliki rasa tanggung jawab akan


(56)

36

selalu mawas diri.

b. Preference for moderate risk, yaitu lebih memilih resiko yang moderat, artinya ia selalu menghindari resiko yang rendah dan memiliki resiko yang tinggi. c. Confidence in their ability to success, yaitu percaya akan kemampuan

dirinya untuk berhasil.

d. Desire for immediate feedbacks, yaitu selalu menghendaki umpan balik yang segera

e. High level of energy, yaitu memiliki semangat dan kerja keras untuk mewujudkan keinginannya demi masa depan yang lebih baik.

f. Future orientation yaitu berorientasi kedepan, perspektif dan berwawasan jauh kedepan.

g. Skill at organizing, yaitu memiliki ketrampilan dalam mengorganisasikan sumberdaya untuk menciptakan nilai tambah.

h. Value of achievement over money, yaitu selalu menilai prestasi dengan uang.

2. Kemitraan

Pada dasarnya konsep kemitraan (partnership) adalah jenis entitas bisnis di mana mitra (pemilik) saling berbagi keuntungan atau kerugian bisnis. Kemitraan sering digunakan diperusahaan untuk tujuan perpajakan, sebagai struktur kemitraan umumnya tidak dikenakan pajak atas laba sebelum didistribusikan kepada para mitra (yaitu tidak ada pajak dividen dikenakan).. Namun, tergantung pada struktur kemitraan dan yurisdiksi di mana ia beroperasi, pemilik kemitraan mungkin terkena kewajiban pribadi yang lebih


(57)

besar daripada mereka yang akan memegang saham dari suatu perusahaan (Siregar dan Ilham, 2009: 87).

Kemitraan adalah kerjasama usaha kecil termasuk koperasi dengan usaha menengah atau usaha besar disertai pedoman dan pengembangan oleh usaha menengah atau usaha besar dengan memperhatikan prinsip saling memerlukan, saling memperkuat dan saling menguntungkan. Maksud dan tujuan kemitraan adalah untuk meningkatkan pemberdayaan usaha kecil dibidang manajemen, produk, pemasaran, permodalan dan teknis, disamping agar bisa mandiri demi kelangsungan usahanya, sehingga bisa melepaskan diri dari sifat ketergantungan (Tohar, 2006: 45).

Pada sistem hukum perdata, kemitraan biasa diikat dengan kontrak (perjanjian) antara individu-individu yang dengan semangat kerjasama setuju untuk melaksanakan suatu usaha, berkontribusi dalam menggabungkan modal, pengetahuan atau kegiatan dan berbagi keuntungan. Mitra mungkin memiliki perjanjian kemitraan, atau deklarasi kemitraan dan di beberapa wilayah hukum seperti perjanjian mungkin terdaftar dan tersedia untuk inspeksi publik. Di banyak negara, kemitraan juga dianggap sebagai hukum badan, meskipun sistem hukum yang berbeda membuat kesimpulan yang berbeda tentang hal ini (Siregar dan Ilham, 2009: 87).

Menurut Pasal 1 angka 13 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah, Kemitraan adalah kerja sama dalam keterkaitan usaha, baik langsung maupun tidak langsung, atas dasar prinsip saling memerlukan, mempercayai, memperkuat, dan menguntungkan yang


(58)

38

melibatkan pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dengan Usaha Besar. Selanjutnya menurut Pasal 1 angka 1 Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1997 tentang Kemitraan, mendefinisikan kemitraan adalah kerjasama usaha antara Usaha Kecil dengan Usaha Menengah dan atau dengan Usaha Besar disertai pembinaan dan pengembangan oleh Usaha Menengah dan atau Usaha Besar dengan memperhatikan prinsip saling memerlukan, saling memperkuat dan saling menguntungkan. Sebelum lahirnya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 peran pemerintah dalam mengatur pola kemitraan pengusaha besar, menengah dan kecil tertuang dalam ketentuan umum Pasal 1 ayat (8) Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 yang menyebutkan tentang: “Kerjasama usaha antara usaha kecil dengan usaha menengah atau dengan usaha besar disertai pembinaan dan pengembangan yang berkelanjutan oleh usaha menengah atau usaha besar dengan memperhatikan prinsip saling memerlukan, saling memperkuat dan saling menguntungkan”.

Berdasarkan definisi kemitraan sebagaimana tersebut di atas, mengandung makna bahwa tanggung jawab moral pengusaha menengah/besar untuk membimbing dan membina pengusaha kecil mitranya agar mampu mengembangkan usahanya sehingga mampu menjadi mitra yang handal untuk menarik keuntungan dan kesejahteraan bersama.

Bentuk dasar kemitraan adalah kemitraan umum, di mana semua mitra mengelola bisnis dan secara pribadi bertanggung jawab atas hutangnya. Bentuk lain yang telah dikembangkan di sebagian besar negara adalah kemitraan terbatas (LP), di mana mitra terbatas untuk mengelola bisnis dan dengan imbalan


(59)

terbatas. Mitra Umum mungkin memiliki kewajiban bersama atau beberapa kewajiban bersama dan tergantung pada keadaan, tanggung jawab mitra terbatas pada investasi mereka dalam kemitraan tersebut. Mitra “diam” (silent partner) adalah mitra yang tetap berbagi dalam keuntungan dan kerugian pada usaha, tetapi tidak terlibat dalam mengelola usaha atau keterlibatan mereka dalam usaha tidak diketahui umum.

Selanjutnya dinyatakan bahwa, untuk mengembangkan dan melaksanakan kemitraan bisa dengan salah satu atau lebih pola-pola kemitraan yang ada. Sekurang- kurangnya ada tujuh pola kemitraan, salah satunya adalah pola inti plasma, dimana dalam pola ini usaha menengah atau usaha besar bertindak sebagai inti dan usaha kecil sebagai plasma. Usaha menengah atau usaha besar bertindak sebagai inti membina dan mengembangkan usaha kecil yang menjadi plasma dalam hal :

a. Penyediaan dan penyiapan lahan. b. Penyediaan sarana produksi.

c. Memberikan teknis manajemen usaha dan produksi.

d. Pemberian bantuan lainnya yang diperlukan bagi peningkatan efisiensi dan produktivitas usaha.

Linton (2007: 15) menyatakan, bahwa kemitraan adalah suatu cara melakukan bisnis dimana semua pihak bekerjasama untuk mencapai tujuan bisnis bersama. Lebih lanjut dikatakan bahwa kemitraan dapat juga diartikan sebagai suatu sikap menjalankan bisnis yang diberi ciri dengan hubungan jangka


(60)

40

panjang, suatu kerjasama tingkat tinggi, saling percaya dan saling memberi keuntungan.

Selanjutnya menyatakan bahwa ada beberapa manfaat usaha kemitraan yaitu : a. Membangun hubungan jangka panjang.

b. Memperbaiki kinerja bisnis jangka panjang. c. Perencanaan produksi terfokus.

d. Kesadaran kerjasama meningkat. e. Membuka peluang usaha.

Suharno (2003), menyatakan bahwa perkembangan usaha ayam broiler tersebut didukung oleh makin kuatnya industri hulu, seperti perusahaan pembibitan(breeding farm), perusahaan pakan ternak (feed mill), perusahaan obat hewan, dan peralatan peternakan.

G. Pemberdayaan dan Strategi

1. Pemberdayaan

Pemberdayaan merupakan pekerjaan sosial dan kegiatan kemanusiaan yang sejak dahulu telah memiliki perhatian yang mendalam pada keadaan masyrakat miskin. Prinsip-prinsip pekerjaan sosial, seperti „menolong orang agar mampu menolong dirinya sendiri‟ (to help people to help themselves), „penentuan nasib sendiri‟ (self determination), „bekerja dengan masyarakat‟ (working with people dan bukan

„bekerja untuk masyarakat‟ atau working for people), pemberdayaan telah

menunjukan itikadnya dalam sejarah pekerjaan sosial untuk menjauh masyarakat miskin dari ketidak berdayaanya selama ini (Edi Suharto 2004:1).


(61)

Secara konseptual, pemberdayaan atau pemberkuasaan (empowerment), berasal dari kata „power‟ (kekuasaan atau keberdayaan). Karenanya, ide utama pemberdayaan bersentuhan dengan konsep mengenai kekuasaan. Kekuasaan seringkali dikaitkan dengan kemampuan kita untuk membuat orang lain melakukan apa yang kita inginkan, terlepas dari keinginan dan minat mereka. Ilmu sosial tradisional menekankan bahwa kekuasaan berkaitan dengan pengaruh dan kontrol. Pengertian ini mengasumsikan bahwa kekuasaan sebagai sesuatu yang tidak berubah atau tidak dapat dirubah.

Berbeda halnya dengan kekuasaan yang diasumsikan pada konsep pemberdayaan, kekuasaan yang didefinisikan dalam pemberdayaan lebih pada memberikan dan memerankan kekusaan itu sendiri pada objek atau masyarakat yang diberdayakan. Ife dalam Suharto 1995:56): berpendapat bahwa pemberdayaan bertujuan untuk meningkatkan kekuasaan orang-orang yang lemah atau tidak beruntung.

Sedangkan pendapat lain dikemukakan oleh Talcot Parsons bahwa:

“Pemberdayaan adalah sebuah proses dengan mana orang menjadi cukup kuat untuk berpartisipasi dalam, berbagi pengontrolan atas, dan mempengaruhi terhadap, kejadian-kejadian serta lembaga-lembaga yang mempengaruhi kehidupannya. Pemberdayaan menekankan bahwa orang memperoleh keterampilan, pengetahuan, dan kekuasaan yang cukup untuk mempengaruhi kehidupannya dan kehidupan orang lain yang menjadi perhatiannya” (Parsons, 2004:106).

Pemberdayaaan dalam dalam konsep Parson menekankan agar memproleh keterampilan, pengetahuan dan kekuasaan bagi yang memberdayakan maupun yang diberdayakan agar mereka memiliki kekuatan untuk berpartisipasi dalam


(1)

67

5) Pembinaan penataan dan penegakan hukum kelautan dan perikanan. E. Sasaran

Sasaran pembangunan Dinas Kelautan dan Perikanan provinsi Lampung pada tahun 2011 yaitu:

1) Meningkatnya produksi perikanan budi daya

2) Meningkatnya produksi danpengelolaan perikanan tangkap

3) Meningkatnya pengelolaan sumber daya laut,pesisir dan pulau-pulau kecil 4) Meningkatnya mutu dan diversifikasi olahan hasil perikanan

5) Meningkatnya pelestarian sumbe rdaya melalui upaya perlindungan dan pemulihan sumber daya ikan secara berkelanjutan

6) Meningkatnya kinerja Dinas Kelautan dan Perikanan dalam mengikuti kaidah good governance.

F. Keadaan Pegawai

Unruk penunjang tugas pokok dan fungsi Dinas Kelautan dan Perikanan salah satu faktor yang penting adalah faktor Sumber daya Manusia Aparatur. Adapun jumlah PNS yang dipekerjakan pada Dinas Kelautan dan Perikanan provinsi Lampung tahun 2014 adalah sebanyak 45 orang pegawai. Pegawai merupakan salah satu kunci pokok dalam pelaksanaan tugas atau pekerjaan organisasi untuk melaksanakan tuntutan tugas atau pekerjaan tersebut.


(2)

VI. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat diambil simpulan bahwa:

1. Kebijakan kemitraan Dinas Kelautan dan Perikanan dengan kelompok nelayan sudah sesuai dengan aturan hukum dan undang-undang yang berlaku seperti Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah dalam mengatur pola kemitraan pengusaha besar, menengah dan kecil.

2. Sarana yang digunakan dalam kebijakan kemitraan Dinas Kelautan dan Perikanan dengan kelompok nelayan adalah KJA (Keramba Jaring Apung) yang diarahkan menggunakan HGTE seperti yang disosialisasikan menteri kelautan dengan teknologi yang digunakan adalah teknologi pengendalian penyakit

3. Aspek sumber daya manusia dalam strategi pemberdayaan Dinas Kelautan dan Perikanan dalam kewirausahaan masyarakat nelayan telah mencukupi dan mampu menyerap SDM nelayan dari masyarakat yang ada di Pantai Sari Ringgung, karena program ini ditujukan untuk masyarakat di Ringgung jadi mampu menyerap dengan baik, sebagian dari Ringgung dan luar Ringgung.


(3)

106

4. Aspek pasar dalam strategi pemberdayaan Dinas Kelautan dan Perikanan dalam kewirausahaan masyarakat nelayan strategi pemasaran yang dilakukan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Lampung dengan mengadakan pameran pengelolaan ikan, agar masyarakat gemar makan ikan dan melebihi pihak luar agar dapat mengekspor potensi ikan yang ada, melalaui proses pembudidayaan dan pengemasan ikan kerapu dengan menggunakan teknologi yang lebih modern sehingga mampu bersaing dengan pengusaha maupun pengimpor ikan kerapu.

5. Sudah tumbuhnya budaya berwirausaha dengan perluasan hasil panen yag tadinya hanya menunggu pembeli sekarang dapat memasarkan hasil panen budidaya ikan kerapunya ke para pengepul ikan ataupun restoran.

6. Belum adanyapihak yang bertanggung jawab terhadap inovasi/kreasi baru dalam pengolahan ikan kerapu dari yang bentuk segar ke dalam olahan lain,serta belum adanya tekhnologi yang lebih canggih untuk meningkatkan hasil dari ikan kerapu.

B. Saran

Berdasarkan simpulan di atas, maka dapat diberikan saran antara lain:

1. Dalam upaya pengembangan budidaya ikan kerapu dengan keramba jaring apung (KJA) sangat relevan dikembangkan dengan pola kemitraan dengan usaha besar (Perusahaan Inti), dimana Perusahaan Inti bertanggungjawab dalam hal pengadaan bibit, obat-obatan, pakan, pembinaan, menjamin pemasaran hasil produksi dan menjadi penjamin agar pembudidaya mendapatkan kredit usaha dari pihak perbankan.


(4)

107

2. Program pengembangan budidaya ikan kerapu ini harus lebih ditingkatkan lagi selain untuk pembangunan daerah pesisir hal ini juga dapat meningkatkan anggaran dasar pemerintah daerah (APBD). Ikan kerapu dari Provinsi Lampung merupakan peluang yang cukup baik bagi pemerintah daerah dalam meningkatkan pengembangan budidaya ikan kerapu sehingga kehidupan ekonomi masyarakat akan lebih meningkat

3. Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Lampung sebaiknya melakukan kemitraan dengan perusahaan lain terkait permodalan seperti bibit, pakan, obat-obatan, dan tekhnologi bisa lebih baik lagi.

4. Perlu adanya pihak yang bertanggung jawab dalam hal inovasi/kreasi baru agar produk olahan ikan kerapu tidak hanya dipasarkan dalam bentuk ikan segar saja tetapi dalam bentuk olahan lain untuk meningkatkan pendapatan dari ikan kerapu.

5. Sebaiknya melakukan inovasi baru dalam melakukan budidaya ikan kerapu dengan melakukan perkawinan silang antar spesies ikan kerapu.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Agustino, L. 2008. Dasar-dasar Kebijakan Publik. Alfabeta. Bandung

Arikunto S. 2000. Manajemen penelitian, Edisi Baru. Jakarta: Rieneka Cipta. 645 hlm.

Bakkoro MS dan A Effendy. 2005. Tingkah Laku Ikan: Hubungan dengan Metode Pengoperasian Alat Tangkap Ikan. Bogor: Departemen pemanfaatan sumberdaya perikanan. 131 hlm.

Bogar, W. 2009. Pengembangan Model Pemberdayaan Ekonomi Nelayan Tradisional (Studi Pada Nelayan Tradisional di Pulau Siau Kabupaten Sitaro). Jurnal AGRITEK 17 (6): 1205-1212.

Charles, 2001, Fishery Conflicts : A unified Framework. Policy. Edisi Terjemahan oleh Widodo. Gadjah Mada Press. Jogjakarta.

Dahuri R. J. Rais, S. P. Ginting, M. J. Sitepu. 2001. Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. Pradnya Paramita, Jakarta.

Hermanto F. 1989. Ilmu Usaha Tani. Jakarta: PT. Penebar Swadaya.

Hikmat A, 2006, Strategi Pemberdayaan Masyarakat. Bandung: Humaniora Utama Press.240 hlm

Ife,Jim. 1995. Community Development: Creating Community Alternatives – Vision, Analysis and Practice. Australia: Longman. 297 p.

Kusnadi, Sumarjono, Sulistiowati,Yunita,Subchan, Puji. 2007. Strategi Hidup Masyarakat Nelayan. Yogyakarta: Lkis Pelangi Aksara.

Kusnadi. 2003. Akar Kemiskinan Nelayan. Yogyakarta: Lkis Pelangi Aksara. 136 hlm.

Kusnadi. 2007. Jaminan Sosial Nelayan. Yogyakarta: Lkis Pelangi Aksara. 172 hlm.

Kusnadi. 2009. Keberdayaan Nelayan dan Dinamika Ekonomi Pesisir. Pusat Penelitian wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Jember: lembaga penelitian universitas jember. 152 hlm.


(6)

Lind DA. WG Marchal, SA Wethen. 2007. Teknik-Teknik Statistika dalam Bisnis dan Ekonomi Menggunakan Kelompok Data Global. Edisi ke-13. Jakarta: Salemba Empat. 502 Hlm.

Mulyadi. 2007, Polemik Kemiskinan Nelayan, Jogjakarta, Pustaka Jogya Mandiri Siswanto. 2008, Kemiskinan dan Perlawanan Kaum Nelayan. Citra Media,

Malang.

Wahab, A. 2007, Analisis Kebijakan, Jakarta: Elexmedia. Komputindo.

Widodo dan Suadi 2006, Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Laut. Gadjah Mada Press. Jogjakarta.

Winarno B. 2014 . Analisis Kebijaksanaan Dari Formulasi ke Implementasi. Pustak Pelajar. Jogjakarta.

http://sp.berisatu.com/home/nelayan-pertanyakan-program-pembinaan-dkp-lampung-timur/32114.,diakses tanggal 1april 2015