86
h. Hans Dieter Klingelman
Hans Dieter Klingelman menuangkan pemikirannya dalam sebuah buku yang berjudul Partai, Kebijakan, dan Demokrasi. Karyanya tersebut kemudian diresensi
oleh Mohammad Qodari dengan diberi judul Mobilitas Elite Vs. Aspirasi Rakyat dan dimuat di majalah Tempo pada 09 – 15 10 2000. Tanggapan yang diberikan Qodari
terhadap pemikiran Klingelman cukup positif. Meskipun begitu ia memberi catatan khusus, karena dalam buku ini juga berisi rumus-rumus dan perhitungan yang rumit
sehingga cukup memberatkan bagi pembaca. Berikut kutipan pernyataannya: “ … yang terpenting … adalah sejumlah kontribusi yang dapat dianggap
meyakinkan lantaran banyaknya data yang dikumpulkan …. Adakah kelemahan buku ini? Karena buku ini melibatkan hal-hal teknis –
berupa rumus dan perhitungan-perhitungan rumit … -tentu saj a pembuktian itu jadi terlihat sulit terbaca.”
i. Hans Kung dan Karl Josef-Kuschel
Kedua pemikir Jerman tersebut bersama-sama menuangkan pemikiran mereka dalam sebuah buku yang mengulas mengenai etika. Buku itu berjudul Etika
Global. Kholilul Rohman kemudian membaca dan menuliskan tanggapannya dalam sebuah resensi yang dimuat di harian Kompas pada tanggal 20 02 2000 berjudul Et ik
Global, Konsensus Universal. Menurut Rohman, karya pemikiran Kung dan Josef- Kuschel baik untuk kalangan pemerhati kerukunan beragama yang sedang
mengusahakan adanya kerukunan beragama. Dia menyatakan, “ Bagi pemerhati kerukunan umat beragama, buku ini kiranya menjadi kemestian untuk dijadikan
pegangan. Karena di dalamnya secara lengkap batasan-batasan atau et ik ‘bergaul dengan sesama umat beragama diulas tuntas dan lengkap’”
j. Heinrich Seeman dan Rudiger Siebert
Heinrich Seeman adalah mantan duta besar Jerman di I ndonesia. Dia menuliskan pemikirannya dalam sebuah buku berjudul Von Goethe bis Emil Nolde,
I ndonesien in der deutschen Geisteswelt. Karya Seeman ini berisi paparan mengenai
87
jejak-jej ak budaya I ndonesia yang disinggung oleh beberapa Sastrawan Jerman seperti Goethe dan Emil Nolde. Oleh Daniel Dhakidae, karya tersebut kemudian
diulas dan dirangkum dalam sebuah resensi yang diberi judul Cendikiawan Jerman dalam Kebudayaan I ndonesia Kompas, 24 01 2004. Dhakidae sebenarnya juga
mengulas karya lain dalam resensi tersebut, yaitu karya pemikiran Rudiger Siebert – seorang mantan wartawan Jerman di I ndonesia.
Siebert menuangkan karya pemikirannya dalam sebuah buku yang diberi judul Deutsche Spueren in I ndonesien, Zehn Lebensläufe in bewegten Zeit dan dalam edisi
bahasa I ndonesia diberi judul Jejak Sepuluh Tokoh Jerman di I ndonesia. Dengan mengulas dua buku dalam satu resensi, Dhakidae terlihat ingin menunjukan bahwa
kedua bangsa, yaitu Jerman dan I ndonesia memiliki kontak-kontak kebudayaan yang sudah berlangsung cukup lama.
Tanggapan yang diberikan Dhakidae cukup positif, terutama pada karya pemikiran Rudiger Siebert, seperti yang tampak dalam pernyataannya, “ ketekunan
mengumpulkan data, baik di I ndonesia maupun di Eropa, terutama Jerman, memberi nilai utama bagi buku ini. ... Buku pertama ditulis dalam tradisi tua birokrat Eropa
untuk merekam dalam bentuk buku wilayah yang dilayaninya bertahun-tahun.” Lebih lanjut Dhakidae menegaskan bahwa kedua buku tersebut memiliki
sumbangan yang positif dalam rangkan hubungan I ndonesia Jerman, “ Buku Heinrich Seeman dan Rudiger Siebert memberi sumbangan sangat berharga untuk
mengangkat kembali hubungan dua bangsa dalam bidang yang sangat halus seperti kebudayaan yang didukung oleh bakat-bakat terbaik bangsa Jerman.”
Karya Rudiger Siebert tersebut juga diresensi di maj alah Tempo oleh I gn. Haryanto yang terbit pada 25 11 – 01 12 2002. Resensi tersebut diberi judul Antara
Junghuhn, Spies, dan Magnis Suseno oleh I gn. Haryanto. Sayangnya, ia tidak memberi tanggapan yang jelas. Dalam resensinya ia lebih banyak memaparkan isi
buku secara sekilas.
88
Cover buku karya Heinrich Seeman Sumber:
www.dittrich-verlag.de
k. Karl Marx