PERTUMBUHAN DAN HASIL BEBERAPA VARIETAS SORGUM (Sorghum bicolor (L.) Moench) RATOON I PADA TINGKAT KERAPATAN TANAMAN YANG BERBEDA

(1)

Galih Dwi Cahyo

ABSTRAK

PERTUMBUHAN DAN HASIL BEBERAPA VARIETAS

SORGUM (Sorghum bicolor (L.) Moench) RATOON I PADA TINGKAT KERAPATAN TANAMAN YANG BERBEDA

Oleh

GALIH DWI CAHYO

Tanaman sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) adalah tanaman serealia yang memiliki banyak keunggulan. Salah satu keunggulan dari tanaman sorgum adalah dapat di-ratoon (tanaman tumbuh kembali setelah tanaman dipangkas saat panen). Pelaksanaan budidaya sorgum di Indonesia masih belum intensif, sehingga

penggunaan varietas tanaman sorgum yang tepat harus diperhatikan. Selain itu dibutuhkan penerapan teknologi dalam budidaya tanaman sorgum yang memadai, salah satunya adalah pengaturan kerapatan tanaman. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) pengaruh varietas sorgum terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman sorgum ratoon I; (2) pengaruh kerapatan tanaman terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman sorgum ratoon I; dan (3) pengaruh interaksi antara varietas sorgum dan kerapatan tanaman terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman sorgum ratoon I.

Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Kebun Percobaan Natar, Desa Negara Ratu, Kecamatan Natar, Kabupaten


(2)

Galih Dwi Cahyo Lampung Selatan dan Laboratorium Ilmu Tanaman Fakultas Pertanian,

Universitas Lampung yang dilaksanakan dari bulan September sampai bulan Desember 2013. Perlakuan dalam penelitian ini disusun secara faktorial (3x4) dalam Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan tiga ulangan. Faktor pertama adalah varietas (g) dan faktor kedua adalah kerapatan tanaman (p). Varietas yang digunakan ada tiga, yaitu Numbu (g1), Keller (g2), dan Wray (g3). Kerapatan tanaman dibagi menjadi empat taraf, yaitu satu (p1), dua (p2), tiga (p3), dan empat (p4) tanaman/ lubang tanam. Pemupukan dilakukan dengan menggunakan pupuk Urea, SP36, dan KCl masing-masing 100 kg, 100 kg, dan 150 kg/ ha.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) perbedaan varietas sorgum menunjukkan perbedaan pertumbuhan dan hasil tanaman sorgum yang nyata, kecuali pada diameter batang, umur berbunga, bobot brangkasan basah, dan bobot brangkasan basah/ m2. Secara umum sorgum Varietas Numbu menunjukkan hasil yang lebih tinggi dibandingkan Varietas Wray dan Keller; (2) kerapatan tanaman

menunjukkan perbedaan pertumbuhan dan hasil tanaman sorgum yang nyata, kecuali pada tinggi tanaman dan umur berbunga. Secara umum kerapatan tanaman satu tanaman/ lubang tanam menunjukkan hasil per individu tanaman sorgum tertinggi, tetapi hasil per satuan luas lahan tertinggi ditunjukkan oleh kerapatan tanaman empat tanaman/ lubang tanam; dan (3) kombinasi antara varietas sorgum dengan kerapatan tanaman menunjukkan perbedaan pertumbuhan dan hasil tanaman sorgum yang nyata, yaitu pada jumlah daun 4 mst, jumlah biji/ tanaman, bobot biji kering/ tanaman, dan bobot brangkasan kering/ m2.


(3)

PERTUMBUHAN DAN HASIL BEBERAPA VARIETAS SORGUM (Sorghum bicolor (L.) Moench) RATOON I PADA TINGKAT KERAPATAN

TANAMAN YANG BERBEDA

Oleh

GALIH DWI CAHYO

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar SARJANA PERTANIAN

Pada

Jurusan Agroteknologi

Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2014


(4)

(5)

(6)

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Desa Tanggulangin, Kecamatan Punggur, Kabupaten Lampung Tengah pada tanggal 25 September 1992, sebagai anak kedua dari dua bersaudara, dari pasangan Bapak Andi Prasetyo dan Ibu Titik Purwaning Tyas Asih.

Penulis menyelesaikan pendidikan Taman Kanak-kanak di TK Arrusydah Bandar Lampung pada tahun 1998, kemudian melanjutkan pendidikan Sekolah Dasar di SD Al-Azhar 2 Bandar Lampung dan lulus pada tahun 2004, setelah itu

melanjutkan pendidikan menengah pertama di SMP Negeri 2 Bandar Lampung dan lulus pada tahun 2007, pendidikan menengah atas ditempuh penulis di SMA Al-Azhar 3 Bandar Lampung dan lulus pada tahun 2010.

Pada tahun 2010, penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas lampung melalui jalur Penelusuran Kemampuan Akademik dan Bakat (PKAB). Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah menjadi asisten dosen mata kuliah Dasar-Dasar Budidaya Tanaman dan Produksi Tanaman Pangan tahun ajaran 2013/2014. Penulis pernah aktif dalam organisasi kemahasiswaan yaitu UKMF LS-MATA sebagai Anggota Bidang II (Lingkungan Hidup dan IPTEK) periode 2012-2013. Penulis juga terdaftar sebagai mahasiswa penerima bantuan beasiswa BIDIK MISI periode 2010-2014. Pada tahun 2013


(8)

penulis mengikuti kegiatan Kuliah Kerja Nyata (KKN) Tematik Universitas Lampung di Desa Gedung Wani Timur, Kecamatan Marga Tiga, Kabupaten Lampung Timur dan pada tahun yang sama juga melaksanakan Praktik Umum (PU) di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Lampung Kebun Percobaan Natar, Kabupaten Lampung Selatan.


(9)

Bismillahirrahmanirrahim

Dengan menyebut nama Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang dan dengan penuh rasa syukur kupersembahkan

sebuah karya kecil ini untuk kedua orang tuaku, kakakku, keluargaku, sahabat, dan seseorang yang akan menjadi bagian hidupku

kelak serta almamaterku Agroteknologi Unila yang tercinta

Semoga karya ini dapat bermanfaat untuk Agama, Nusa, dan Bangsa


(10)

“Untuk berhasil dalam hidup yang dibutuhkan hanya dua hal, yaitu ketidaktahuan dan kepercayaan diri.”

(Vince Lombardi)

“Kebahagiaan dan keberhasilan memiliki tanda-tanda yang bisa ditangkap dan memiliki isyarat-isyarat yang tampak. Diantara tanda-tanda

kebahagiaan dan keberhasilan adalah seseorang yang ilmunya semakin bertambah, maka akan bertambah pula kerendahan hati dan

rasa belas kasihnya. Seperti mutiara yang mahal, semakin dalam tempatnya di dasar laut, maka semakin tinggi harganya. Orang bijaksana akan menyadari bahwa ilmu adalah anugrah, yang dengannya Allah akan mengujinya. Jika ia mensyukuri dan menerimanya dengan baik, maka Allah akan

mengangkat derajatnya.” (La Tahzan)

“Allah SWT tidak akan pernah merubah kondisi kita, sebelum kita merubah diri kita.”


(11)

SANWACANA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat melaksanakan penelitian dan mampu menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih belum sempurna dan masih banyak kesalahan yang tidak disengaja. Pelaksanaan penelitian dan penulisan skripsi ini tidak dapat berjalan dengan baik tanpa bantuan, dukungan, dan bimbingan dari berbagai pihak.

Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Dr. Ir. Kuswanta Futas Hidayat, M.P., selaku Dosen Pembimbing Pertama dan Ketua Jurusan Agrotenologi atas bimbingan, saran, dukungan, dan nasihat yang telah diberikan kepada penulis hingga skripsi ini selesai; 2. Bapak Ir. Sunyoto, M.Agr., selaku Dosen Pembimbing Kedua atas

bimbingan, bantuan, saran, perhatian, nasihat, dan motivasi yang diberikan selama pelaksanaan penelitian hingga penulisan skripsi ini selesai;

3. Bapak Prof. Dr. Ir. Muhammad Kamal, M.Sc., selaku Dosen Penguji atas segala saran, nasihat, dan motivasi yang diberikan kepada penulis selama penulisan skripsi ini berlangsung;


(12)

5. Bapak Prof. Dr. Setyo Dwi Utomo, M.Sc., selaku Ketua Bidang Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung;

6. Bapak Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S., selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Lampung;

7. Balai Pengkajian Teknologi Pangan (BPTP) Lampung Kebun Percobaan (KP) Natar beserta segenap karyawannya khususnya Pak Sumarko, Pak Jumari, dan Pakde Untung atas bantuan dan bimbinganya selama penelitian; 8. Papa Andi, Mama Titik, dan kakakku Ade Pravita Ningrum, serta seluruh

keluarga besarku yang senantiasa memberikan kasih sayang, semangat, perhatian, doa, dan dukungan baik moril maupun materil kepada penulis; 9. Sherly Ardhani Pithaloka yang selalu setia menemani penulis dikala senang

maupun sedih dan terimakasih atas cinta, kasih sayang, semangat, serta dukungan yang diberikan kepada penulis;

10. Teman seperjuangan dalam melaksanakan penelitian Novri, Kiki, Sherly, Dian, Desi, Bangun, Iyut, Immas, Adila, Hixkia, dan Lidya atas kerjasama, semangat, dan bantuannya dalam melaksanakan penelitian;

11. Teman-teman Agroteknologi 2010 Agung A.B., Tibor E.S., Ade Y.L., Anissa I.W., Septiana T., Alawiyah, dan yang tidak dapat disebutkan satu persatu . Semoga Allah SWT membalas kebaikan mereka dan semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Bandar Lampung, 2014 Penulis


(13)

i DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... viii

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang dan Masalah ... 1

1.2 Tujuan Penelitian ... 5

1.3 Kerangka Pemikiran. ... 6

1.4 Hipotesis. ... 9

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 10

2.1 Sejarah dan Klasifikasi Tanaman Sorgum ... 10

2.2 Morfologi dan Syarat Tumbuh Tanaman Sorgum ... 12

2.2.1 Morfologi Tanaman Sorgum ... 12

2.2.2 Syarat Tumbuh ... 14

2.3 Kandungan Gizi Sorgum ... 14

2.4 Varietas Tanaman ... 15

2.5 Kerapatan Tanaman ... 16

III. BAHAN DAN METODE ... 18

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 18

3.2 Bahan dan Alat ... 18

3.3 Metode Penelitian ... 19

3.4 Pelaksanaan Penelitian... 22

3.4.1 Pemotongan Batang ... 22

3.4.2 Perbaikan Petakan ... 23


(14)

ii

3.4.4 Pemupukan ... 23

3.4.5 Pemeliharaan... 24

3.4.6 Pemanenan ... 24

3.5 Variabel yang Diamati ... 25

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 30

4.1 Hasil Penelitian ... 30

4.1.1 Tinggi Tanaman ... 32

4.1.2 Jumlah Daun... 33

4.1.3 Diameter Batang... 35

4.1.4 Tingkat Kehijauan Daun Ketiga ... 36

4.1.5 Tingkat Kehijauan Daun Bendera ... 38

4.1.6 Komponen Hasil ... 39

4.1.6.1 Umur Berbunga ... 41

4.1.6.2 Bobot Brangkasan Basah ... 41

4.1.6.3 Bobot Brangkasan Kering ... 41

4.1.6.4 Panjang Malai ... 41

4.1.6.5 Jumlah Biji/ Tanaman ... 42

4.1.6.6 Bobot Biji Kering/ Tanaman ... 42

4.1.6.7 Bobot 100 Butir Biji Kering ... 43

4.1.7 Komponen Hasil/ m2 ... 43

4.1.7.1 Bobot Brangkasan Basah / m2... 44

4.1.7.2 Bobot Brangkasan Kering/ m2 ... 44

4.1.7.3 Jumlah Biji/ m2 ... 45

4.1.7.4 Bobot Biji Kering/ m2 ... 46

4.2 Pembahasan ... 46

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 54

5.1 Kesimpulan ... 54

5.2 Saran ... 55

PUSTAKA ACUAN ... 56


(15)

iii DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Kandungan gizi beberapa bahan pangan dalam 100 g. ... 15 2. Susunan perlakuan dalam penelitian. ... 20 3. Rekapitulasi hasil analisis ragam pengaruh varietas, kerapatan

tanaman, dan interaksi pada pertumbuhan dan hasil tanaman

sorgum. ... 30 4. Pengaruh varietas sorgum dan kerapatan tanaman terhadap tinggi

tanaman sorgum pada umur 4, 5, 6, 7, 8, dan 9 mst. ... 32 5. Pengaruh interaksi antara varietas sorgum dan kerapatan tanaman

terhadap jumlah daun tanaman sorgum pada umur 4 mst. ... 34 6. Pengaruh varietas sorgum dan kerapatan tanaman terhadap jumlah

daun tanaman sorgum pada umur 5, 6, 7, 8, dan 9 mst. ... 35 7. Pengaruh varietas sorgum dan kerapatan tanaman terhadap diameter

batang tanaman sorgum pada umur 4, 5, 6, 7, 8, dan 9 mst. ... 36 8. Pengaruh varietas sorgum dan kerapatan tanaman terhadap tingkat

kehijauan daun ketiga tanaman sorgum pada umur 5, 6, 7, 8, 9, 10, dan 11 mst. ... 37 9. Pengaruh varietas sorgum dan kerapatan tanaman terhadap tingkat

kehijauan daun bendera tanaman sorgum pada umur 9, 10, dan

11 mst. ... 38 10. Pengaruh varietas sorgum dan kerapatan tanaman terhadap bobot

brangkasan basah, bobot brangkasan kering, panjang malai, dan

bobot 100 butir biji kering tanaman sorgum. ... 40 11. Pengaruh interaksi varietas sorgum dan kerapatan tanaman terhadap

jumlah biji/ tanaman sorgum. ... 42 12. Pengaruh interaksi varietas sorgum dan kerapatan tanaman terhadap


(16)

iv 13. Pengaruh varietas sorgum dan kerapatan tanaman terhadap bobot

brangkasan basah/ m2, jumlah biji/ m2, dan bobot biji kering/ m2

tanaman sorgum. ... 44

14. Pengaruh interaksi varietas sorgum dan kerapatan tanaman terhadap bobot brangkasan kering/ m2 tanaman sorgum. ... 45

15. Rata-rata tinggi tanaman sorgum pada umur 4 mst. ... 63

16. Analisis ragam untuk tinggi tanaman sorgum pada umur 4 mst. ... 63

17. Rata-rata tinggi tanaman sorgum pada umur 5 mst. ... 64

18. Analisis ragam untuk tinggi tanaman sorgum pada umur 5 mst. ... 64

19. Rata-rata tinggi tanaman sorgum pada umur 6 mst. ... 65

20. Analisis ragam untuk tinggi tanaman sorgum pada umur 6 mst. ... 65

21. Rata-rata tinggi tanaman sorgum pada umur 7 mst. ... 66

22. Analisis ragam untuk tinggi tanaman sorgum pada umur 7 mst. ... 66

23. Rata-rata tinggi tanaman sorgum pada umur 8 mst. ... 67

24. Analisis ragam untuk tinggi tanaman sorgum pada umur 8 mst. ... 67

25. Rata-rata tinggi tanaman sorgum pada umur 9 mst. ... 68

26. Analisis ragam untuk tinggi tanaman sorgum pada umur 9 mst. ... 68

27. Rata-rata jumlah daun tanaman sorgum pada umur 4 mst. ... 69

28. Analisis ragam untuk jumlah daun tanaman sorgum pada umur 4 mst. ... 69

29. Rata-rata jumlah daun tanaman sorgum pada umur 5 mst. ... 70

30. Analisis ragam untuk jumlah daun tanaman sorgum pada umur 5 mst. ... 70

31. Rata-rata jumlah daun tanaman sorgum pada umur 6 mst. ... 71

32. Analisis ragam untuk jumlah daun tanaman sorgum pada umur 6 mst. ... 71

33. Rata-rata jumlah daun tanaman sorgum pada umur 7 mst. ... 72

34. Analisis ragam untuk jumlah daun tanaman sorgum pada umur 7 mst. ... 72


(17)

v 35. Rata-rata jumlah daun tanaman sorgum pada umur 8 mst. ... 73 36. Analisis ragam untuk jumlah daun tanaman sorgum pada umur

8 mst. ... 73 37. Rata-rata jumlah daun tanaman sorgum pada umur 9 mst. ... 74 38. Analisis ragam untuk jumlah daun tanaman sorgum pada umur

9 mst. ... 74 39. Rata-rata diameter batang tanaman sorgum pada umur 4 mst. ... 75 40. Analisis ragam untuk diameter batang tanaman sorgum pada umur

4 mst. ... 75 41. Rata-rata diameter batang tanaman sorgum pada umur 5 mst. ... 76 42. Analisis ragam untuk diameter batang tanaman sorgum pada umur

5 mst. ... 76 43. Rata-rata diameter batang tanaman sorgum pada umur 6 mst. ... 77 44. Analisis ragam untuk diameter batang tanaman sorgum pada umur

6 mst. ... 77 45. Rata-rata diameter batang tanaman sorgum pada umur 7 mst. ... 78 46. Analisis ragam untuk diameter batang tanaman sorgum pada umur

7 mst. ... 78 47. Rata-rata diameter batang tanaman sorgum pada umur 8 mst. ... 79 48. Analisis ragam untuk diameter batang tanaman sorgum pada umur

8 mst. ... 79 49. Rata-rata diameter batang tanaman sorgum pada umur 9 mst. ... 80 50. Analisis ragam untuk diameter batang tanaman sorgum pada umur

9 mst. ... 80 51. Rata-rata tingkat kehijauan daun ketiga tanaman sorgum pada umur

5 mst. ... 81 52. Analisis ragam untuk tingkat kehijauan daun ketiga tanaman sorgum

pada umur 5 mst. ... 81 53. Rata-rata tingkat kehijauan daun ketiga tanaman sorgum pada umur

6 mst. ... 82 54. Analisis ragam untuk tingkat kehijauan daun ketiga tanaman sorgum


(18)

vi 55. Rata-rata tingkat kehijauan daun ketiga tanaman sorgum pada umur

7 mst. ... 83 56. Analisis ragam untuk tingkat kehijauan daun ketiga tanaman sorgum

pada umur 7 mst. ... 83 57. Rata-rata tingkat kehijauan daun ketiga tanaman sorgum pada umur

8 mst. ... 84 58. Analisis ragam untuk tingkat kehijauan daun ketiga tanaman sorgum

pada umur 8 mst. ... 84 59. Rata-rata tingkat kehijauan daun ketiga tanaman sorgum pada umur

9 mst. ... 85 60. Analisis ragam untuk tingkat kehijauan daun ketiga tanaman sorgum

pada umur 9 mst. ... 85 61. Rata-rata tingkat kehijauan daun ketiga tanaman sorgum pada umur

10 mst. ... 86 62. Analisis ragam untuk tingkat kehijauan daun ketiga tanaman sorgum

pada umur 10 mst. ... 86 63. Rata-rata tingkat kehijauan daun ketiga tanaman sorgum pada umur

11 mst. ... 87 64. Analisis ragam untuk tingkat kehijauan daun ketiga tanaman sorgum

pada umur 11 mst. ... 87 65. Rata-rata tingkat kehijauan daun bendera tanaman sorgum pada

umur 9 mst. ... 88 66. Analisis ragam untuk tingkat kehijauan daun bendera tanaman

sorgum pada umur 9 mst. ... 88 67. Rata-rata tingkat kehijauan daun bendera tanaman sorgum pada

umur 10 mst. ... 89 68. Analisis ragam untuk tingkat kehijauan daun bendera tanaman

sorgum pada umur 10 mst. ... 89 69. Rata-rata tingkat kehijauan daun bendera tanaman sorgum pada

umur 11 mst. ... 90 70. Analisis ragam untuk tingkat kehijauan daun bendera tanaman

sorgum pada umur 11 mst. ... 90 71. Rata-rata umur berbunga tanaman sorgum. ... 91


(19)

vii

72. Analisis ragam untuk umur berbunga tanaman sorgum. ... 91

73. Rata-rata bobot brangkasan basah tanaman sorgum. ... 92

74. Analisis ragam untuk bobot brangkasan basah tanaman sorgum. ... 92

75. Rata-rata bobot brangkasan kering tanaman sorgum. ... 93

76. Analisis ragam untuk bobot brangkasan kering tanaman sorgum. ... 93

77. Rata-rata panjang malai tanaman sorgum. ... 94

78. Analisis ragam untuk panjang malai tanaman sorgum. ... 94

79. Rata-rata jumlah biji/ tanaman sorgum. ... 95

80. Analisis ragam untuk jumlah biji/ tanaman sorgum. ... 95

81. Rata-rata bobot biji kering/ tanaman sorgum. ... 96

82. Analisis ragam untuk bobot biji kering/ tanaman sorgum. ... 96

83. Rata-rata bobot 100 butir biji kering tanaman sorgum. ... 97

84. Analisis ragam untuk bobot 100 butir biji kering tanaman sorgum. ... 97

85. Rata-rata bobot brangkasan basah/ m2 tanaman sorgum. ... 98

86. Analisis ragam untuk bobot brangkasan basah/ m2 tanaman sorgum. ... 98

87. Rata-rata bobot brangkasan kering/ m2 tanaman sorgum. ... 99

88. Analisis ragam untuk bobot brangkasan kering/ m2 tanaman sorgum. ... 99

89. Rata-rata jumlah biji/ m2 tanaman sorgum. ... 100

90. Anlisis ragam untuk jumlah biji/ m2 tanaman sorgum. ... 100

91. Rata-rata bobot biji kering/ m2 tanaman sorgum. ... 101

92. Analisis ragam untuk bobot biji kering/ m2 tanaman sorgum. ... 101

93. Data analisis tanah sebelum dilakukan penelitian. ... 102

94. Data bulanan curah hujan stasiun Rejosari, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan tahun 2013. ... 102


(20)

viii DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Denah tata letak percobaan. ... 21

2. Tata letak lubang tanam/ petakan. ... 22

3. Tunas-tunas baru tanaman sorgum ratoon I mulai muncul. ... 103

4. Tanaman sorgum ratoon I umur 4 mst. ... 103

5. Tanaman sorgum ratoon I umur 5 mst. ... 104

6. Tanaman sorgum ratoon I umur 6 mst. ... 104

7. Tanaman sorgum ratoon I umur 7 mst. ... 105

8. Tanaman sorgum ratoon I yang terserang penyakit karat daun. ... 105

9. Malai tanaman sorgum ratoon I yang terserang hama burung. ... 106

10. Tanaman sorgum pada kerapatan tanaman satu, dua, tiga, dan empat tanaman/ lubang tanam saat dipanen. ... 106

11. Malai tanaman sorgum ratoon I Varietas Numbu pada kerapatan tanaman satu, dua, tiga, dan empat tanaman/ lubang tanam. ... 107

12. Malai tanaman sorgum ratoon I Varietas Keller pada kerapatan tanaman satu, dua, tiga, dan empat tanaman/ lubang tanam. ... 107

13. Malai tanaman sorgum ratoon I Varietas Wray pada kerapatan tanaman satu, dua, tiga, dan empat tanaman/ lubang tanam. ... 108

14. 100 butir biji sorgum ratoon I Varietas Numbu. ... 108

15. 100 butir biji sorgum ratoon I Varietas Keller. ... 109


(21)

I. PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang dan Masalah

Ketahanan pangan dan energi masih menjadi salah satu perhatian besar di Indonesia. Menurut Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian (2012), pada tahun 2011 konsumsi beras orang Indonesia rata-rata 102,87 kg/ kapita/ tahun dan dapat dilihat bahwa setiap tahun konsumsi beras di Indonesia semakin meningkat hingga 0,74 % sejak tahun 2007. Usaha peningkatan produksi bahan pangan terus dilakukan untuk memenuhi kebutuhan pangan terutama beras yang terus

meningkat sejalan dengan laju pembangunan dan pertambahan penduduk.

Yudiarto (2006) yang dikutip oleh Sihono dan Human (2010) menjelaskan bahwa peningkatan produksi beras/ padi harus disertai dengan program

penganekaragaman (diversifikasi) yaitu mengembangkan tanaman pangan alternatif seperti sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) yang memiliki potensi dan prospek yang baik untuk dikembangkan di Indonesia.

Tanaman sorgum adalah tanaman serealia penting di dunia yang ditunjukkan oleh luas areal tanam, produksi dan kegunaannya yang menduduki peringkat kelima setelah gandum, padi, jagung, dan barley (ICRISAT/FAO, 1996) yang dikutip oleh Sihono (2009). Menurut Rismunandar (2003), sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) mempunyai beberapa keunggulan seperti dapat tumbuh di lahan kering, resiko kegagalan relatif kecil, kandungan nutrisi yang tinggi, relatif lebih tahan


(22)

hama penyakit dibandingkan tanaman pangan lainnya serta pembiayaan usahatani relatif murah. Untuk pemanfaatannya, sorgum memiliki manfaat yang cukup banyak. Hal itu disebabkan bagian dari tanaman sorgum seperti batang, daun, dan biji dapat dimanfaatkan, baik untuk memenuhi kebutuhan pangan, pakan ternak serta bahan baku industri (Sumantri et al., 1982) yang dikutip oleh (Sucipto, 2010).

Negara-negara beriklim panas, seperti beberapa negara Afrika, Asia Selatan, dan Amerika Tengah menjadikan sorgum sebagai bahan pangan utama (House, 1985). Sorgum banyak dikonsumsi oleh warga Afrika sebagai sumber pangan dan

umumnya dikonsumsi dalam bentuk produk olahan tepung atau pasta. Produk olahan tepung lebih menguntungkan karena praktis serta mudah diolah menjadi berbagai produk makanan (Suarni, 2004). Biji sorgum banyak dikonsumsi dalam bentuk roti (unleavened breads), bubur (boiled porridge or gruel), minuman (malted beverages and beer), berondong (popped grain) dan keripik (Dicko et al., 2006). Selain itu tanaman sorgum juga banyak ditanam oleh petani di daerah Asia Selatan untuk dijadikan sebagai pakan ternak (Akhtar et al., 2013).

Apabila dibandingkan dengan tanaman serealia lainnya, tanaman sorgum lebih toleran kekeringan (Doggett, 1988) yang dikutip oleh Setyowati et al. (2005). Hal ini disebabkan adanya lapisan lilin pada batang dan daun sorgum yang dapat mengurangi kehilangan air melalui transpirasi tanaman. Kelebihan lain dari sorgum adalah dapat di-ratoon (tanaman tumbuh kembali setelah tanaman dipangkas saat panen).


(23)

Ratoon merupakan salah satu cara untuk meningkatkan hasil per satuan luas lahan dan per satuan waktu dengan cara pemotongan batang tanaman yang telah dipanen dan tunas-tunas yang baru dibiarkan untuk tumbuh kembali. Beberapa

keuntungan dengan cara ini di antaranya adalah umurnya relatif lebih pendek, kebutuhan air lebih sedikit, biaya produksi lebih rendah karena penghematan dalam pengolahan tanah, penggunaan bibit, kemurnian genetik lebih terpelihara, dan hasil panen tidak berbeda jauh dengan tanaman utama (Chauchan et al., 1985).

Pelaksanaan budidaya sorgum di Indonesia masih belum intensif, padahal

potensinya sangat baik untuk memenuhi kebutuhan pangan ataupun pakan ternak yang masih didominasi oleh pakan impor. Penggunaan varietas tanaman sorgum yang tepat harus diperhatikan untuk mendapatkan potensi produksi tanaman sorgum yang optimal di Indonesia karena masing-masing varietas sorgum memiliki ciri- ciri yang khas, seperti bentuk tanaman, tinggi tanaman, ketahanan terhadap hama penyakit dan ketahanan terhadap kondisi lahan, kerebahan, kandungan nira, rasa, dan umur panen (Sirappa, 2003).

Perbedaan varietas sorgum akan mengacu pada faktor genetik pada masing-masing varietas sorgum. Faktor genetik merupakan salah satu penentu pada pertumbuhan dan hasil pada tanaman sorgum. Gen dalam setiap benih tanaman sorgum yang berbeda varietasnya akan memiliki tampilan tanaman yang berbeda satu sama lain. Adanya perbedaan tersebut dapat mempengaruhi pertumbuhan dan hasil tanaman sorgum dengan perlakuan yang sama (Rahmawati, 2013).


(24)

Menurut Septiani (2009), pertumbuhan dan perkembangan tanaman sangat tergantung kepada sifat genetik tanaman, tetapi sifat genetik suatu varietas tanaman masih dapat berubah akibat pengaruh lingkungan. Lingkungan adalah faktor luar yang dapat mempengaruhi kinerja gen.

Selain itu juga dibutuhkan penerapan teknologi dalam budidaya tanaman sorgum yang memadai. Salah satu di antaranya adalah pengaturan kerapatan atau

populasi tanaman sorgum yang tepat, sehingga jumlah tanaman yang terdapat dalam satu lubang tanam atau jumlah tanaman per satuan luas optimal dan menghasilkan produksi yang maksimal.

Kerapatan tanaman adalah faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman karena penyerapan energi matahari oleh permukaan daun sangat dipengaruhi tingkat kompetisi antar tanaman dalam pemanfaatan sumberdaya lingkungan oleh pertumbuhan kanopi tanaman. Kerapatan tanaman bisa mempengaruhi perkembangan kanopi tanaman sehingga cahaya matahari yang diserap oleh tanaman sangat dipengaruhi oleh kerapatan tanaman. Semakin rapat suatu populasi tanaman maka semakin tinggi tingkat kompetisi antar tanaman untuk mendapatkan sinar matahari tersebut (Gardner, et al., 1991).

Persaingan antartanaman dalam mendapatkan air maupun cahaya matahari berpengaruh terhadap pertumbuhan vegetatif, sehingga kerapatan tanaman yang lebih lebar akan memacu partumbuhan vegetatif tanaman. Kerapatan tanaman yang lebar dapat menghasilkan berat kering brangkasan yang lebih besar daripada kerapatan tanaman yang lebih rapat. Hal ini terjadi karena pada kerapatan


(25)

berpengaruh pula terhadap pengambilan unsur hara, air maupun udara (Adnan’lpps, 2008). Pemahaman tentang respon tanaman sorgum terhadap kerapatan tanaman yang lebih baik bisa membantu dalam pertumbuhan tanaman yang lebih baik pula, dan dengan melihat potensi produksi pada beberapa kerapatan tanaman maka dapat dilihat tingkat kerapatan yang paling optimum. Berdasarkan uraian diatas, maka penelitian ini dilaksanakan untuk dapat

menjawab masalah yang dirumuskan dalam pertanyaan sebagai berikut : 1. Apakah perbedaan varietas sorgum mempengaruhi pertumbuhan dan hasil

tanaman sorgum ratoon I?

2. Apakah kerapatan tanaman sorgum mempengaruhi pertumbuhan dan hasil tanaman sorgum ratoon I?

3. Apakah terdapat pengaruh interaksi antara varietas sorgum dan kerapatan tanaman pada pertumbuhan dan hasil tanaman sorgum ratoon I?

1.2 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk :

1. Mengetahui pengaruh varietas sorgum terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman sorgum ratoon I.

2. Mengetahui pengaruh kerapatan tanaman terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman sorgum ratoon I.

3. Mengetahui pengaruh interaksi antara varietas sorgum dan kerapatan tanaman terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman sorgum ratoon I.


(26)

1.3 Kerangka Pemikiran

Sorgum merupakan tanaman serealia yang paling potensial untuk digunakan sebagai substitusi beras karena kandungan gizinya setara (Sirappa, 2003), produktivitas bijinya tinggi (Direktorat Jendral Tanaman Pangan, 2007), dan secara genetik tanaman sorgum mampu tumbuh pada agroekologi yang panas dan kering dimana tanaman serealia lain sulit tumbuh (ICRISAT/FAO, 1996). Salah satu kelebihan tanaman sorgum dibandingkan dengan tanaman lain terutama jagung adalah bisa di-ratoon. Dari suatu penelitian diketahui tanaman sorgum ratoon (generasi ke-dua) tidak terlalu terlihat penurunan hasil, hanya tinggi tanaman yang terlihat sedikit lebih pendek kurang lebih 20 cm dari tanaman sorgum generasi pertama (Anaszu, 2009). Selain itu, hasil penelitian Duncan dan Gardner (1984) menunjukkan bahwa tinggi tanaman ratoon turun 13-39% atau rata-rata 13,5%. Namun tinggi tanaman ratoon adakalanya lebih tinggi dibanding tanaman utama. Umur panen tanaman ratoon umumnya lebih genjah dibanding tanaman utama. Hasil penelitian Tsuchihashi dan Goto (2008) menunjukkan bahwa umur tanaman utama atau ratoon dapat lebih panjang atau lebih genjah, bergantung pada musim, ketersedian air, suhu, dan foto periode.

Karena areal yang berpotensi untuk pengembangan sorgum sangatlah luas di Indonesia, yaitu meliputi daerah beriklim kering atau musim hujannya pendek serta tanah yang kurang subur, diperlukan dukungan oleh ketersediaan sejumlah varietas yang masing-masing memiliki sifat yang spesifik mengingat beragamnya kondisi lahan dengan tujuan mengembangkan komoditas ini (Syam et al., 1996).


(27)

Hambali et al. (2008) menjelaskan bahwa terdapat beberapa varietas sorgum yang memiliki biji yang berkualitas untuk produksi pangan, ataupun batangnya

mengandung gula yang tinggi sehingga dapat dikonversi menjadi bioetanol yaitu bahan bakar nabati yang dalam jangka waktu pendek-menengah harus disiapkan sebagai substitusi bensin.

Varietas sorgum Numbu, Keller, dan Wray memiliki genetik yang berbeda sehingga penampilan tanaman juga akan berbeda. Penampilan tanaman yang berbeda terlihat dari organ-organ tanaman yang memiliki keragaman ukuran pada berbagai varietas. Perbedaan penampilan sorgum akan menyebabkan

pertumbuhan dan hasil pada tanaman sorgum, karena respon terhadap lingkungan akan berbeda pula. Hal ini mengacu pada penelitian Rahmawati (2013) yang menjelaskan bahwa varietas secara nyata berpengaruh terhadap pertumbuhan dan hasil produksi tanaman sorgum.

Untuk memperoleh hasil dan pertumbuhan yang baik maka harus digunakan teknologi budidaya yang tepat. Salah satunya dengan mengatur jumlah populasi tanaman. Pengaturan populasi tanaman dalam tiap satuan luas atau juga disebut dengan pengaturan kerapatan tanaman mempunyai hubungan yang tidak dapat dipisahkan dengan jumlah hasil yang akan diperoleh dari sebidang tanah. Jumin (1991) menerangkan bahwa untuk dapat menentukan produksi maksimum maka kerapatan suatu tanaman penting diketahui.

Atus’sadiyah (2004) menyatakan bahwa penentuan kerapatan tanaman pada suatu areal pertanaman pada dasarnya merupakan salah satu cara untuk mendapatkan hasil tanaman secara maksimal. Dengan pengaturan kerapatan tanaman sampai


(28)

batas tertentu, maka tanaman dapat memanfaatkan lingkungan tumbuhnya secara efisien. Kerapatan tanaman berkaitan erat dengan jumlah radiasi matahari yang dapat diserap oleh tanaman. Di samping itu, kerapatan tanaman juga bisa mempengaruhi persaingan di antara tanaman dalam penggunaan unsur hara. Jika tanaman terlalu rapat maka berpengaruh pada pertumbuhan tanaman akibat dari menurunnya laju fotosintesis dan perkembangan daun. Kerapatan tanaman sangat mempengaruhi perkembangan vegetatif tanaman dan juga mempengaruhi tingat produksi panen suatu tanaman (Gardner et al., 1991).

Kerapatan tanaman berhubungan dengan populasi tanaman yang tak dapat dipisahkan dengan produksi yang akan diperoleh dari luas lahan per hektar, karena kerapatan tanaman dan keefisienan penggunaan cahaya juga akan

mempengaruhi persaingan antartanaman dalam menggunakan air dan unsur hara. Pada umumnya, produksi tiap satuan luas yang tinggi tercapai dengan populasi tinggi, karena tercapainya penggunaan sinar matahari, air dan unsur hara secara maksimum di awal pertumbuhan. Akan tetapi pada akhirnya, penampilan masing-masing tanaman secara individu menurun karena persaingan untuk mendapatkan sinar matahari, air, dan unsur hara.

Pengaturan kerapatan tanaman di dalam satu areal penanaman sangatlah

diperlukan. Hal ini dilakukan untuk mengurangi terjadinya kompetisi di antara tanaman dan untuk memperoleh peningkatan hasil dari tanaman budidaya, yaitu dengan menambah kerapatan tanaman atau populasi tanam (Susilowati, 2002). Kerapatan yang optimum hanya dapat dilihat dengan melihat potensi produksi pada beberapa tingkatan kerapatan tanaman.


(29)

Oleh karena itu, dengan pemilihan varietas dan kerapatan tanaman tertentu akan mampu memberikan pertumbuhan dan hasil yang terbaik pada tanaman sorgum ratoon I.

1.4 Hipotesis

Dari kerangka pemikiran yang telah dikemukakan dapat diajukan hipotesis sebagai berikut :

1. Perbedaan varietas sorgum memberikan perbedaan pertumbuhan dan hasil tanaman sorgum ratoon I.

2. Tingkatan kerapatan tanaman memberikan perbedaan pertumbuhan dan hasil tanaman sorgum ratoon I.

3. Terdapat pengaruh interaksi antara varietas sorgum dan kerapatan tanaman terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman sorgum ratoon I.


(30)

10

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sejarah dan Klasifikasi Tanaman Sorgum

Sorgum berasal dari Afrika, beberapa varietas asalnya antara lain White Durra, Brown Durra, White Kafir, Red Kafir, dan Milo. Tanaman sorgum masuk ke Indonesia sekitar tahun 1925 dan sampai saat ini tanaman sorgum belum bisa dikembangkan secara meluas di Indonesia (Mudjisihono dan Suprapto, 1987). Menurut Bouman (1985), sorgum telah dibudidayakan di Cina selama lebih dari 5000 tahun dan sekarang roti dengan bahan sorgum merupakan makanan paling penting di sebagian besar daerah kering di Afrika dan Asia.

Sorgum mempunyai nama umum yang beragam, yaitu sorghum di Amerika Serikat dan Australia, durra di Afrika, jowar di India, bachanta di Ethiopia (Food and Agriculture Organization [FAO], 2007), dan cantel di Jawa (Hoeman, 2007). Dalam sistem taksonomi tumbuhan, sorgum termasuk Divisi Angiospermae yaitu jenis tumbuhan dengan biji tertutup; Kelas Monocotyledoneae yaitu jenis

tumbuhan yang mempunyai biji berkeping satu dengan Sub-kelas Liliopsida; Ordo Poales yang dicirikan melalui bentuk tanaman terna dengan siklus hidup bersifat annual atau semusim; Famili Poaceae atau Gramineae yaitu tumbuhan jenis rumput-rumputan dengan karakteristik batang berbentuk silinder dengan buku-buku yang jelas; dan Genus Sorghum (Tjitrosoepomo, 2000).


(31)

11 Tanaman sorgum setidaknya memiliki 30 spesies, namun yang sangat umum dibudidayakan meliputi tiga spesies, yaitu Sorghum helepense (L.) Pers., Sorghum propinquum (Kunth) Hitchc., dan Sorghum bicolor (L.) Moench. Dari ketiga spesies tersebut yang sangat populer dan menjadi tanaman komersial di dunia adalah S. bicolor (L.) Moench. Penyebaran spesies ini meliputi seluruh dunia yang dikembangkan sebagai tanaman pangan, pakan ternak, dan bahan baku berbagai industri.

Berdasarkan pada tipe spikelet (bentuk bulir), S. bicolor dibagi menjadi 5 ras dasar, yaitu bicolor, guinea, caudatum, kafir, dan durra. Karakteristik ras bicolor yaitu bentuk bulir panjang hampir menyerupai bulir padi, guinea bentuk bulirnya bulat dengan posisi menapak secara dorso-ventral, caudatum bentuk bulir tidak simetris, kafir bentuk bulir mendekati simetris, sedangkan durra bentuk bulirnya bulat pada bagian atas dengan bagian dasar menyempit. Selain lima ras dasar tersebut terdapat 10 ras hibrida hasil persilangan antara dua ras dasar (House, 1985).

Salah satu kelebihan dari tanaman sorgum adalah dapat di-ratoon (tanaman tumbuh kembali setelah tanaman dipangkas saat panen). Batang sorgum yang telah dipotong setelah dipanen akan tumbuh tunas-tunas baru. Dengan

pemeliharaan yang baik, tunas-tunas baru akan tumbuh menjadi tanaman sorgum pangkasan yang baik. Pemangkasan sorgum dapat dilakukan 2-3 kali dan dengan pemeliharaan yang baik, hasilnya bisa menyamai atau bahkan lebih daripada tanaman induknya (Ismail dan Khodir, 1977).


(32)

12 2.2 Morfologi dan Syarat Tumbuh Tanaman Sorgum

2.2.1 Morfologi Tanaman Sorgum

Sebagai tanaman yang termasuk kelas monokotiledoneae, sorgum mempunyai sistem perakaran serabut. Akar primer tumbuh pada saat proses perkecambahan berlangsung dan seiring dengan proses pertumbuhan tanaman muncul akar sekunder pada ruas pertama. Akar sekunder kemudian berkembang secara

ekstensif yang diikuti matinya akar primer. Pada tahap selanjutnya, akar sekunder inilah yang kemudian berfungsi untuk menyerap air dan unsur hara serta

memperkokoh tegaknya batang. Keunggulan sistem perakaran pada tanaman sorgum yaitu sanggup menopang pertumbuhan dan perkembangan tanaman ratun (ratoon) hingga dua atau tiga kali lebih dengan akar yang sama (House, 1985). Tanaman sorgum mempunyai batang yang merupakan rangkain berseri dari ruas (internodes) dan buku (nodes). Bentuk batangnya silinder dengan ukuran diameter batang pada bagian pangkal antara 0,5-5,0 cm. Menurut House (1985), tinggi batang tanaman sorgum bervariasi yaitu antara 0,5-4,0 m tergantung pada varietas. Saat ini, tinggi batang sorgum manis yang dikembangkan di China dapat mencapai 5 m, dan struktur tanaman yang tinggi sangat ideal dikembangkan untuk pakan ternak dan penghasil gula (FAO, 2002). Pada beberapa varietas sorgum batangnya dapat menghasilkan tunas baru membentuk percabangan atau anakan dan dapat tumbuh menjadi individu baru selain batang utama (House, 1985). Sorgum mempunyai daun berbentuk seperti pita sebagaimana jagung atau padi dengan struktur daun terdiri atas helai daun dan tangkai daun. Posisi daun terdistribusi secara berlawanan sepanjang batang dengan pangkal daun menempel


(33)

13 pada nodes. Daun sorgum rata-rata panjangnya satu meter dengan penyimpangan lebih kurang 10-15 cm (House, 1985). Jumlah daun bervariasi antara 13-40 helai tergantung varietas, namun Gardner et al. (1991) menyebutkan bahwa jumlah daun sorgum berkisar antara 7-14 helai.

Daun sangat penting sebagai organ fotosintesis yang merupakan produsen utama fotosintat sehingga dapat dijadikan sebagai indikator pertumbuhan terutama untuk menjelaskan proses pembentukan biomassa (Sitompul dan Guritno, 1995). Freeman (1970) menyebutkan bahwa tanaman sorgum juga mempunyai daun bendera (leaf blades) yang muncul paling akhir, yaitu bersamaan dengan inisiasi malai. Daun bendera muda bentuknya kaku dan tegak dan sangat penting artinya sebagai pintu transportasi fotosintat.

Sorgum termasuk tanaman menyerbuk sendiri (self pollination), dimana pada setiap malai terdapat bunga jantan dan bunga betina yang letaknya terpisah. Proses penyerbukan dan fertilisasi terjadi apabila glume atau sekam dari masing-masing bunga membuka. Karena proses membukanya glume antara bunga jantan dan bunga betina tidak selalu bersamaan, maka serbuk sari dapat hidup untuk jangka waktu 10-15 hari (House, 1985).

Malai tanaman sorgum beragam tergantung varietas dan dapat dibedakan

berdasarkan posisi, kerapatan, dan bentuk. Berdasarkan posisi, malai sorgum ada yang tegak, miring dan melengkung; berdasarkan kerapatan, malai sorgum ada yang kompak, longgar, dan intermediate; dan berdasarkan pada bentuk malai ada yang oval, silinder, elip, seperti seruling, dan kerucut.


(34)

14 2.2.2 Syarat Tumbuh

Menurut FAO (2002) yang dikutip oleh Samanhudi (2010), tanaman sorgum memiliki daya adaptasi yang luas dan sangat tahan terhadap kondisi lahan marginal seperti kekeringan, lahan masam, lahan salin dan lahan alkalin.

Departemen Pertanian (1990) yang dikutip oleh Praithriasari dan Nurbaity (2010) menjelaskan bahwa tanaman sorgum dapat tumbuh hampir di setiap jenis tanah. Suhu optimum untuk pertumbuhan sorgum berkisar antara 23°C - 30°C dengan kelembaban relatif 20 – 40 %. Pada daerah-daerah dengan ketinggian 800 m dpl. dimana suhunya kurang dari 20°C, pertumbuhan tanaman akan terhambat.

Selama pertumbuhan tanaman, curah hujan yang diperlukan adalah berkisar antara 375 - 425 mm. Sorgum dapat bertoleransi pada kisaran kondisi tanah yang luas. Tanaman ini dapat tumbuh baik pada tanah-tanah berat yang sering kali tergenang. Sorgum juga dapat tumbuh pada tanah-tanah berpasir. la dapat tumbuh pada pH tanah berkisar 5,0 - 5,5 dan lebih bertoleransi terhadap salinitas tinggi (garam) (Laimeheriwa, 1990).

2.3 Kandungan Gizi Sorgum

Sorgum merupakan biji-bijian yang mengandung nilai gizi yang baik, komposisi kimia biji sorgum didominasi oleh karbohidrat. Menurut Ruchjaniningsih (2009), sorgum merupakan pengganti karbohidrat alternatif, karena masih satu famili dengan padi dan gandum (Suarni dan Patong, 2002). Sorgum sangat sesuai sebagai bahan pangan karena gizinya sangat baik dan untuk beberapa komponen gizi (Sungkono et al., 2009). Kandungan gizi sorgum dibandingkan dengan pangan lain disajikan dalam Tabel 1.


(35)

15 Tabel 1. Kandungan gizi beberapa bahan pangan dalam 100 g.

Sumber Protein (g) Lemak (g) Karbohidrat (g) Serat (g) Energi (kcal) Ca (mg) Fe (mg) Beras 7,90 2,70 76,00 1,00 362,00 33,00 1,80 Gandum 11,60 2,00 71,00 2,00 348,00 30,00 3,50 Jagung 9,20 4,60 73,00 2,80 358,00 26,00 2,70 Sorgum 10,40 3,10 70,70 2,00 329,00 25,00 5,40 Sumber : FAO (1995)

2.4 Varietas Tanaman

Varietas adalah sub divisi spesies yang terdiri atas suatu populasi yang memiliki perbedaan karakter morfologi dari spesies lain dan diberi nama latin menurut aturan kode tata nama botanis internasional (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998). Istilah varietas menunjukkan pada suatu kelompok tanaman tertentu dalam suatu spesies budidaya tertentu yang dapat dibedakan dengan satu sifat atau kelompok sifat-sifat. Di Indonesia sering digunakan istilah bibit untuk pengertian varietas, satu istilah yang mudah menyesatkan. Misal, dari satu varietas unggul diperoleh bibit baik atau bibit buruk demikian halnya kita juga dapat mendapatkan bibit baik dari suatu varietas biasa bukan vaietas unggul yang tidak mempunyai daya

produksi istimewa (Novianto, 2004).

Ciri khas suatu varietas sangat penting untuk mengenal dan membedakan antara varietas satu dengan yang lain, yang digunakan untuk mengenal suatu varietas adalah dengan mengunakan deskripsi varietas yang bersangkutan. Adaptasi varietas sebagai suatu keragaman hasil di lintas lokasi rata-rata dari musim ke musim di suatu lokasi, stabilitas dan adaptasi akan mempunyai hubungan yang erat jika adanya interaksi varietas dengan lingkungan disebabkan oleh peubah


(36)

16 lingkungan yang tidak dapat diramalkan seperti jenis tanah dan ketinggian tempat (Dedi, 2004).

2.5 Kerapatan Tanaman

Kerapatan tanaman mempunyai hubungan erat dengan hasil tanaman. Kerapatan tanaman dapat diartikan sebagai jumlah tanaman yang terdapat dalam satuan luas lahan. Peningkatan kerapatan tanaman mempunyai arti meningkatkan jumlah tanaman. Bila jumlah tanaman meningkat dan diikuti dengan luas daun serta ILD (Indeks Luas Daun) yang meningkat sehingga akan menigkatkan berat kering total tanaman (Gardner et al., 1991). Selain itu kerapatan tanaman yang terlalu rapat dapat meningkatkan serangan penyakit di musim penghujan (Sumarni et al., 2012).

Pertumbuhan tanaman adalah hal utama yang dipengaruhi kerapatan tanaman. Adanya serapan energi matahari di daun yang sangat menentukan pertumbuhan tanaman juga dipengaruhi oleh kerapatan tanaman, apabila kondisi tanaman terlalu rapat maka dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman karena bisa menghambat perkembangan vegetatif dan menurunkan hasil panen akibat

menurunnya laju fotosintesis dan perkembangan daun (Gardner et al., 1991). Secara umum semakin besar populasi semakin banyak air yang dibutuhkan dan semakin rendah kualitas yang diperoleh dari satu individu tanaman (Wachjar dan Anggayuhlin, 2013).

Kerapatan tanaman merupakan salah satu faktor penting dalam usaha

meningkatkan hasil panen. Pada populasi optimal, kompetisi antartanaman masih terjadi sehingga pertumbuhan dan hasil per individu menjadi berkurang, namun


(37)

17 karena jumlah tanaman per hektar bertambah dengan meningkatnya populasi, maka hasil panen per hektar masih dapat meningkat. Jika kerapatan tanaman terlalu rapat atau populasi terlalu tinggi, kompetisi antar individu juga diikuti dengan penurunan hasil panen per hektar. Selanjutnya jika kerapatan tanaman terlalu renggang banyak ruang kosong di antara tajuk tanaman (Sugito, 1999). Persen cahaya yang diterima oleh bagian tanaman yang lebih rendah menjadi lebih sedikit akibat adanya penghalang cahaya oleh daun-daun di atasnya, karena semakin banyak tanaman per satuan luas maka semakin tinggi pula Indeks Luas Daun (ILD) (Hanafi, 2005).

Kerapatan tanaman akan meyebabkan terjadinya kompetisi di antara tanaman. Masing-masing tanaman akan saling memperebutkan bahan-bahan yang dibutuhkan seperti cahaya, air, udara dan hara tanah. Moenandir (1988) menjelaskan bahwa kompetisi akan terjadi bila timbul interaksi antartanaman lebih dari satu tanaman. Terjadinya kompetisi tergantung dari sifat komunitas tanaman dan ketersedian faktor pertumbuhan. Tanaman yang mempunyai sifat agresif dan habitus yang tinggi akan mempunyai daya saing yang kuat.


(38)

18

III. BAHAN DAN METODE

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Lampung Kebun Percobaan Natar, Desa Negara Ratu, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan dan Laboratorium Ilmu Tanaman Fakultas

Pertanian, Universitas Lampung yang dilaksanakan dari bulan September sampai bulan Desember 2013.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan adalah tiga varietas sorgum (Numbu, Keller, dan Wray), pupuk Urea 100 kg/ ha, SP36 100 kg/ ha, KCl 150 kg/ ha, dan pestisida Dithane M-45. Beberapa varietas sorgum yang digunakan merupakan jenis sorgum manis (sweet sorghum) yang memiliki kadar air batang sebesar 67-76 % dan kadar gula brix hasil ekstraksi sebesar 5,8-13,7 % (Putnam et al., 1991). Sorgum manis ini digunakan juga pada penelitian Rahmawati (2013) tentang Respons Beberapa Genotipe Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) Terhadap Sistem Tumpangsari Dengan Ubi Kayu (Manihot esculenta Crantz.). Pada

penelitian tersebut didapatkan tinggi tanaman sorgum Varietas Numbu, Keller dan Wray berturut-turut sebesar 278,40 cm, 269,10 cm, dan 231,16 cm. Bobot biji/ malai tanaman sorgum Varietas Numbu, Keller dan Wray berturut-turut sebesar


(39)

19 58,41 g, 21,53 g, dan 21,04 g. Panjang malai tanaman sorgum Varietas Numbu, Keller dan Wray berturut-turut sebesar 21,18 g, 26,63 g, dan 22,96 g. Bobot 100 butir biji tanaman sorgum Varietas Numbu, Keller dan Wray berturut-turut sebesar 1,86 g, 1,82 g, dan 1,81 g. Sorgum Varietas Numbu, Keller, dan Wray yang digunakan pada penelitian ini berasal dari BPPT (Balai Penelitian dan Pengkajian Teknologi) Sulusuban, Lampung Tengah dan merupakan benih introduksi yang banyak diteliti oleh Prof. Dr. Soeranto Hoeman dan Dr. Sungkono.

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari cangkul, golok, sabit, carter, ember, gayung, alat penyedot air, selang, jangka sorong, label sampel, gunting, buku tulis, meteran, timbangan, moisture tester, dan oven.

3.3 Metode Penelitian

Perlakuan dalam penelitian ini disusun secara faktorial (3x4) dalam Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan tiga ulangan. Faktor pertama adalah varietas (g) dan faktor kedua adalah kerapatan tanaman (p). Varietas yang digunakan ada tiga, yaitu Numbu (g1), Keller (g2), dan Wray (g3). Kerapatan tanaman dibagi menjadi empat taraf, yaitu satu (p1), dua (p2), tiga (p3), dan empat (p4) tanaman/ lubang tanam Kombinasi perlakuan berjumlah 12, sehingga terdapat 36 satuan percobaan. Tiap satu satuan percobaan seluas 16 m2 dengan jarak tanam 80x20 cm. Jumlah tanaman/ hektar lahan untuk setiap kerapatan yaitu 62.500 tanaman untuk kerapatan tanaman satu tanaman/ lubang tanam, 125.000 tanaman untuk kerapatan tanaman dua tanaman/ lubang tanam, 187.500 tanaman untuk kerapatan


(40)

20 tanaman tiga tanaman/ lubang tanam, 250.000 tanaman untuk kerapatan tanaman empat tanaman/ lubang tanam.

Homogenitas ragam antar perlakuan diuji dengan uji Bartlet dan aditivitas data di uji dengan uji Tuckey. Bila kedua asumsi ini terpenuhi, data dianalisis dengan analisis ragam dan pemisahan nilai tengah dilakukan dengan menggunakan uji

Beda Nyata Terkecil (BNT) pada taraf α 5%.

Denah tata letak percobaan dapat dilihat pada gambar (Gambar 1) dengan keterangan susunan perlakuan pada penelitian ini sebagai berikut (Tabel 2) : Tabel 2. Susunan perlakuan dalam penelitian.

Perlakuan Keterangan

g1p1 Numbu + Satu Tanaman/ Lubang Tanam g1p2 Numbu + Tiga Tanaman/ Lubang Tanam

g1p3 Numbu + Dua Tanaman/ Lubang Tanam

g1p4 Numbu + Empat Tanaman/ Lubang Tanam

g2p1 Keller + Satu Tanaman/ Lubang Tanam g2p2 Keller + Dua Tanaman/ Lubang Tanam g2p3 Keller + Tiga Tanaman/ Lubang Tanam g2p4 Keller + Empat Tanaman/ Lubang Tanam g3p1 Wray + Satu Tanaman/ Lubang Tanam g3p2 Wray + Dua Tanaman/ Lubang Tanam g3p3 Wray + Tiga Tanaman/ Lubang Tanam g3p4 Wray + Empat Tanaman/ Lubang Tanam


(41)

21

Ulangan 3

U Ulangan 2

`

Ulangan 1

Gambar 1. Denah tata letak percobaan.

g3p1 g3p2 g2p3

g1p1 g1p2 g3p4

g2p1 g2p2 g1p3

g1p4 g3p3 g2p4

g1p3 g1p4 g2p1

g3p1 g2p2 g1p1

g2p1

g2p3 g2p4

g2p4 g3p3

g1p3

g1p2 g3p2 g3p4

g3p1

g2p2 g3p4 g3p2

g3p3 g1p1


(42)

22 Dalam satu petakan terdapat 100 lubang tanam seperti pada gambar (Gambar 2).

U

80 cm

20 cm

40 cm

Gambar 2. Tata letak lubang tanam/ petakan. 3.4 Pelaksanaan Penelitian

Setelah dilakukan pemanenan tanaman sorgum pertama, maka dilakukanlah perlakuan ratoon sebagai berikut :

3.4.1 Pemotongan Batang

Seusai panen pada musim pertama segera dilakukan pemotongan batang tua (± 10-15 cm) di atas permukaan tanah atau 5 cm di atas akar adventif. Pemotongan batang dilakukan dengan menggunakan sabit.

4 m


(43)

23 3.4.2 Perbaikan Petakan

Perbaikan petakan setelah pemotongan tanaman pertama meliputi pembumbunan antara tanaman sorgum dan pembuatan paritan-paritan disekeliling petakan. Pembumbunan serta perbaikan petakan dilakukan saat tunas-tunas baru tanaman sorgum ratoon I telah tumbuh diatas permukaan tanah.

3.4.3 Penjarangan

Penjarangan dilakukan dengan cara membuang sebagian tunas-tunas baru yang telah muncul di permukaan tanah. Penjarangan dilakukan ± 2 minggu setelah tanaman sorgum ratoon I muncul dari permukaan tanah. Penjarangan dilakukan sesuai dengan perlakuan awal tanaman sorgum pertama dan dilihat yang

pertumbuhan tunasnya seragam. Tunas-tunas yang dipilih juga adalah tunas yang tumbuh di bawah permukaan tanah.

3.4.4 Pemupukan

Pemupukan menggunakan pupuk kimia Urea, SP36, dan KCl dengan dosis masing-masing 100, 100, dan 150 kg/ ha, atau dosis pupuk per petaknya yaitu Urea 160 g, SP36 160 g, dan KCl 240 g. Pemberian pupuk dilakukan sebanyak dua kali, pemupukan pertama Urea : SP36 : KCl sebanyak 1/2 : 1 : 1 bagian yang

diberikan pada umur 2 minggu setelah pemotongan batang tanaman sorgum pertama atau bisa disebut minggu setelah tanam (mst) dan 1/2 bagian dari pupuk

Urea selanjutnya diberikan pada saat tanaman berumur 6 mst dengan cara larikan terputus (pada bagian tanamannya saja). Pemupukan ini diberikan bertujuan untuk membantu menyediakan unsur hara dalam tanah.


(44)

24 3.4.5 Pemeliharaan

Tunas-tunas baru yang telah muncul dipelihara dengan baik seperti pada pemeliharaan tanaman periode pertama, Pemeliharaan meliputi penyiraman, pembumbunan, dan pengendalian hama serta penyakit termasuk pengendalian gulma.

Penyiraman yang dilakukan yaitu tergantung dari kebutuhan tanaman dan kondisi dari tanah. Sedangkan pembumbunan dilakukan dengan cara menggemburkan tanah disekitar tanaman sorgum, kemudian menimbunkan tanah tersebut pada pangkal batang tanaman sorgum sehingga membentuk gundukan kecil dengan tujuan dapat mengokohkan batang tanaman agar tidak mudah rebah.

Pembumbunan dilakukan bersamaan dengan penyiangan. Penyiangan dilakukan dengan cara menyiangi ataupun mengoret gulma secara hati-hati, agar tidak mengganggu perakaran tanaman sorgum. Penyiangan pertama dilakukan umur 7 mst, selanjutnya dilakukan jika terdapat gulma yang mengganggu tanaman. Pengendalian hama penyakit tanaman dilakukan apabila sudah terdapat hama atau penyakit pada tanaman sorgum.

3.4.6 Pemanenan

Pemanenan tanaman sorgum dibagi dua yaitu panen sampel dan panen plot (panen petakan) yang dilakukan pada saat umur tanaman sorgum 13 mst.


(45)

25 3.5 Variabel yang Diamati

Jumlah tanaman yang diamati adalah 5 tanaman setiap petak yang dipilih secara acak sebagai sampel. Variabel-variabel yang diamati dibagi dua yaitu

pengamatan komponen pertumbuhan dan pengamatan komponen hasil. 1. Komponen pertumbuhan, meliputi :

a. Tinggi Tanaman

Diukur menggunakan meteran dengan satuan centimeter (cm) mulai dari pangkal batang sampai daun tertinggi pada seluruh sampel untuk semua petak percobaan. Pengamatan dilakukan sejak tanaman berumur 4 mst dengan interval waktu seminggu sekali sampai tanaman sorgum sudah muncul daun bendera (9 mst).

b. Jumlah Daun

Dihitung pada setiap perlakuan untuk semua sampel perlakuan dengan melihat banyak daun yang ada hingga munculnya daun bendera dan diukur dalam satuan helai. Pengamatan dilakukan sejak tanaman berumur 4 mst dengan interval waktu seminggu sekali sampai tanaman sorgum sudah muncul daun bendera (9 mst).

c. Diameter Batang

Diukur dengan menggunakan jangka sorong untuk semua sampel perlakuan dengan satuan milimeter (mm). Pengukuran dilakukan pada bagian tengah batang. Pengamatan dilakukan sejak tanaman berumur 4 mst dengan interval waktu seminggu sekali sampai tanaman sorgum sudah muncul daun bendera (9 mst).


(46)

26 d. Tingkat Kehijauan Daun Ketiga

Diukur dengan menggunakan klorofil meter SPAD dengan satuan unit. Pengukuran dilakukan pada bagian tengah daun ketiga dari daun teratas. Pengamatan dilakukan sejak tanaman berumur 5 mst dengan interval waktu seminggu sekali sampai tanaman berumur 11 mst.

e. Tingkat Kehijauan Daun Bendera

Diukur juga dengan menggunakan klorofil meter SPAD dengan satuan unit. Pengukuran dilakukan pada bagian tengah daun bendera.

Pengamatan dilakukan sejak tanaman sorgum sudah muncul daun bendera (9 mst) dengan interval waktu pengamatan seminggu sekali sampai

tanaman berumur 11 mst. 2. Komponen hasil, meliputi :

a. Umur Berbunga

Diamati dengan melihat lama waktu munculnya bunga pada semua perlakuan untuk semua petak percobaan dalam satuan hari. Pengamatan dilakukan saat jumlah tanaman sorgum yang telah mengeluarkan bunga mencapai 50% dari seluruh populasi sorgum.

b. Bobot Brangkasan Basah

Diketahui dengan cara menimbang bagian tanaman sampel setelah dipanen hingga pangkal batang dengan satuan gram (g). Bagian tanaman tersebut meliputi batang, daun, dan malai yang ditimbang secara bersama-sama.


(47)

27 c. Bobot Brangkasan Kering

Diketahui dengan cara menimbang bobot batang, daun, dan malai dalam satuan gram (g) pada seluruh tanaman sampel yang sudah dipanen dan dikeringkan di oven pada suhu 80oC selama kurang lebih 3 hari. d. Panjang Malai

Diukur pada setiap sampel perlakuan setelah dilakukan pemanenan dengan satuan centimeter (cm). Pengukuran dilakukan dari pangkal malai sampai ujung malai tanaman sorgum.

e. Jumlah Biji/ Tanaman

Dilakukan dengan cara menghitung seluruh biji/ tanaman hasil panen setelah dipipil dalam satuan butir pada semua sampel perlakuan untuk semua petak percobaan. Setiap tanaman memiliki satu malai sehingga jumlah biji/ malai sama dengan jumlah biji/ tanaman.

f. Bobot Biji Kering/ Tanaman

Diketahui dengan cara menimbang bobot biji kering dalam satuan gram (g) untuk setiap sampel perlakuan. Bobot biji dikeringkan dengan menggunakan oven selama 24 jam dengan suhu 70 oC dan diukur kadar airnya dengan moisturetester dan disetarakan pada kadar air 14 %. Setiap tanaman memiliki satu malai sehingga bobot biji kering/ malai sama dengan bobot biji kering/ tanaman. Penyetaraan kadar air biji sorgum menjadi 14 % dihitung dengan rumus :

100 % - kadar air terukur 100 % - 14 %


(48)

28 g. Bobot 100 Butir Biji Kering

Didapat dengan cara menimbang bobot 100 butir biji dalam kondisi kering yang telah dipipil dalam satuan gram (g) dan disetarakan pada kadar air sebesar 14% dari semua sampel perlakuan untuk semua petak percobaan. Penyetaraan kadar air biji sorgum menjadi 14 % dihitung dengan rumus : 100 % - kadar air terukur

100 % - 14 %

h. Bobot Brangkasan Basah/ m2

Diketahui dengan cara mencari nilai rata-rata bobot brangkasan basah dalam satuan gram (g) pada setiap petak perlakuan dan kemudian dihitung dengan menggunakan rumus :

(bobot brangkasan basah x kerapatan tanaman) x (1 m2 : jarak tanam) i. Bobot Brangkasan Kering/ m2

Diketahui dengan cara mencari nilai rata-rata bobot brangkasan kering dalam satuan gram (g) pada setiap petak perlakuan dan kemudian dihitung dengan menggunakan rumus :

(bobot brangkasan kering x kerapatan tanaman) x (1 m2 : jarak tanam) j. Jumlah Biji/ m2

Diketahui dengan cara mencari nilai rata-rata jumlah biji/ tanaman dengan satuan butir pada setiap petak perlakuan dan kemudian dihitung dengan menggunakan rumus :

(jumlah biji/ tanaman x kerapatan tanaman) x (1 m2 : jarak tanam) x bobot biji terukur


(49)

29 k. Bobot Biji Kering/ m2

Diketahui dengan cara mencari nilai rata-rata bobot biji kering/ tanaman dalam satuan gram (g) pada setiap petak perlakuan dan kemudian dihitung dengan menggunakan rumus :


(50)

54

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan sebagai berikut : 1. Perbedaan varietas sorgum menunjukkan perbedaan pertumbuhan dan hasil

tanaman sorgum yang nyata, kecuali pada diameter batang, umur berbunga, bobot brangkasan basah, dan bobot brangkasan basah/ m2. Secara umum sorgum Varietas Numbu menunjukkan hasil yang lebih tinggi dibandingkan Varietas Wray dan Keller.

2. Kerapatan tanaman menunjukkan perbedaan pertumbuhan dan hasil tanaman sorgum yang nyata, kecuali pada tinggi tanaman dan umur berbunga. Secara umum kerapatan tanaman satu tanaman/ lubang tanam menunjukkan hasil per individu tanaman sorgum tertinggi, tetapi hasil per satuan luas lahan tertinggi ditunjukkan oleh kerapatan tanaman empat tanaman/ lubang tanam.

3. Kombinasi antara varietas sorgum dengan kerapatan tanaman menunjukkan perbedaan pertumbuhan dan hasil tanaman sorgum yang nyata, yaitu pada jumlah daun 4 mst, jumlah biji/ tanaman, bobot biji kering/ tanaman, dan bobot brangkasan kering/ m2.


(51)

55 5.2 Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, penulis memberikan saran sebagai berikut :

1. Pelaksanaan sistem ratoon pada budidaya tanaman sorgum sangat dianjurkan karena memiliki banyak keuntungan.

2. Varietas sorgum yang digunakan dalam melakukan pertanaman sebaiknya menggunakan sorgum Varietas Numbu, karena sorgum Varietas Numbu mampu memberikan potensi hasil yang lebih tinggi dibandingkan dengan varietas lainnya yang diuji.

3. Sebaiknya menggunakan kerapatan tanaman empat tanaman/ lubang tanam untuk mendapatkan potensi hasil per satuan luas lahan yang optimal.


(52)

56

PUSTAKA ACUAN

Abidin. 1993. Dasar-Dasar Pengetahuan Tentang Zat Pengatur Tumbuh. Angkasa. Bandung.

Anaszu. 2009. Ratoon Sorgum Biji. http://anaszu.wordpress.com/2009/05/28/ ratoon-sorgum-azunpad1-1/. [ 21 Agustus 2013].

Adnan’lpps. 2008. Pengaruh Kerapatan Tanam. http://adnanlpp.wordpress.com /2008/02/05/pengaruh-kerapatan-tanam.[21 Agustus 2013].

Alsabah, R. 2014. Akumulasi Bahan Kering Beberapa Varietas Jagung (Zea mays L.) yang Ditumpangsarikan dengan Ubikayu (Manihot esculenta Crantz). Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Akhtar, M.F., A. Ahmad, M.S.I. Zamir, F. Khalid, A.U. Mohsin, and M. Afzal. 2013. Agro-Qualitative Studies on Forage Sorghum (Sorghum bicolor L.) Sown Alone and In Mixture with Forage Legumes. Pakistan Journal of Science. 65 (2): 179-185.

Atus’sadiyah, M. 2004. Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Buncis (Phaseolus vulgaris L.) Tipe Tegak Pada Berbagai Variasi Kepadatan Tanaman dan Waktu Pemangkasan Pucuk. Skripsi. Fakultas Pertanian

Universitas Brawijaya. Malang.

Bouman, G. 1985. Developments in Agricultural Engineering : 4. Grain Handling and Storage. Elsevier Science Publishers; New York. USA.

Chauchan, J.S., B.S. Vergara, and S.S. Lopez. 1985. Rice Ratooning. IRRI Research Paper Series. Number 102. February 1985. IRRI Philippines.

Dedi, A. 2004. Pengaruh Dosis Pupuk Organik Kascing Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Dua Varietas Tanaman Kacang Tanah (Arachis hypogaea L.). Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya. Malang. h. 8-9.


(53)

57 Dicko, M.H., H. Gruppen, A.S. Traore, A.G.J. Voragen, and W.J.H Van Berkel.

2006. Sorghum Grain as Human Food in Africa: Relevance of Content of Starch and Amylase Activities. Journal Biotechnology. 5 (5): 384-395.

Direktorat Jenderal Tanaman Pangan. 2007. Arah Kebijakan Pengembangan Sorgum Manis sebagai Sumber Bahan Baku Bioetanol. Makalah pada

workshop “Peluang dan Tantangan Sorgum Manis sebagai Bahan Baku Bioetanol”. Dirjen Perkebunan, Departemen Pertanian. Jakarta. 14 hal.

Duncan, R.R. and W.A. Gardner. 1984. The Influence of Ratoon Cropping Onsweet Sorghum Yield, Sugar Production, and Insect Damage. Canadian Journal of Plant Science. 64: 261-273.

Food and Agriculture Organization [FAO]. 1995. Code of Conduct for Responsible Fisheries. FAO. Rome, Italy. 41P.

__________________________________. 2002. Sweet Sorghum in China. Spotlight/2002.

__________________________________. 2007. FAO Technical Meeting Prebiotics. AGNS-FAO, Italy.

Freeman, J.E. 1970. Development and Structure of The Sorghum Plant and Its Fruit. Dalam Sorghum Production and Utilization: Major Feed and Food Crops in Agriculture and Food Series. The Avi Publishing Company, Connecticut. pp. 28-72.

Gardner, F.P., R.B. Pearce, dan R.L. Mitchell. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya Terjemahan Herawati Susilo. Universitas Indonesia Press. Jakarta. 428 hal.

Ginting, M. 1991. Pengujian Pupuk Komplesal dan Hasil Tanaman Kedelai (Glicine max (L.) Merril). Skripsi. Fakultas Peranian Universitas Syiah Kuala. Darussalam-Banda Aceh. 32 hlm.

Hambali, E., S. Mujdalipah, A. Halomoan, A.W. Pattiwiri, dan R. Hendroko. 2008. Teknologi Bioenergi. Agromedia Pustaka. Jakarta.

Hanafi, M.A. 2005. Pengaruh Kerapatan Tanam Terhadap Pertumbuhan Dan Hasil Tiga Kultivar Jagung (Zea mays L.) Untuk Produksi Jagung Semi. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya. Malang. h. 6-9.


(54)

58 Hoeman, S. 2007. Peluang dan Potensi Pengembangan Sorgum Manis. Makalah

pada workshop “Peluang dan Tantangan Sorgum Manis sebagai

Bahan Baku Bioetanol”. Dirjen Perkebunan, Departemen Pertanian. Jakarta. 10 hal.

House, L.R. 1985. A Guide to Sorghum Breeding: 2nd Ed. International Crops Research Institute for Semi-Arid Tropics (ICRISAT). India. 206p. ICRISAT/FAO. 1996. The Word Sorghum and Millet Economie: Facts, trend and

outlook. FAO/ICRISAT Publication. ISBN 92-5-103861-9. 68p. Ismail, I.G. dan A. Khodir. 1977. Cara Bercocok Tanam Sorgum. Buletin Teknik

LP3 No.2, Bogor.

Jumin, H.B. 1991. Dasar-Dasar Agronomi. Rajawali Press. Jakarta.

Laimeheriwa, J. 1990. Teknologi Budidaya Sorgum. Departemen Pertanian Balai Informasi Pertanian Provinsi Irian Jaya. Jayapura..

Moenandir, J. 1988. Persaingan Tanaman Budidaya dengan Gulma. Rajawali Press. Jakarta. 101 hal.

Mudjisihono, R. dan H.S. Suprapto. 1987. Budidaya dan Pengelolaan Sorgum. Penebar Swadaya. Jakarta.

Novemprirenta, Y.C., S. Indriyani, dan Y. Prayogo. 2013. Respon Beberapa Galur Sorgum [Sorghum bicolor (L.) Moench] terhadap Penyakit Karat Daun (Puccinia sorghi Schw.). Jurnal Biotropika. 1 (2): 57-61.

Novianto, A. 2004. Respon Dua Varietas Tanaman Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.) Terhadap Dosis Kompos Sampah Kota. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya. h. 4-6.

Prafithriasari, M. dan A. Nurbaity. 2010. Infektivitas Inokulan Glomus sp. dan Gigaspora sp. Pada Berbagai Komposisi Media Zeolit-Arang Sekam dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Sorgum (Sorghum bicolor). Jurnal Agrikultura. 21 (1): 39-45.

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian. 2012. Statistik Konsumsi Pangan 2012. Sekretariat Jendral Kementrian Pertanian. Jakarta.

Putnam, D.H., W.E. Lueschen, B.K. Kanne, and T.R. Hoverstad.1991. A Comparison of Sweet Sorghum Cultivars and Maize for Ethanol Production. Prod. Agric. 4 (1): 377-381


(55)

59 Rahmawati, A. 2013. Respons Beberapa Genotipe Sorgum (Sorghum bicolor (L.)

Moench) Terhadap Sistem Tumpang Sari dengan Ubi Kayu (Manihot esculenta Crantz). Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Rismunandar. 2003. Sorgum Tanaman Serba Guna. Cetakan Ketiga. Penerbit Sinar Baru. Bandung.

Rubatzky, E.V. dan M. Yamaguchi. 1998. Sayuran Dunia 3 : Prinsip Dan Gizi. Elia Herwood Publisher. Chitester England. p. 197-199.

Ruchjaniningsih. 2009. Rejuvenasi dan Karakterisasi Morfologi 225 Aksesi Sorgum. Prosiding Seminar Nasional Serealia 2009. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan. Sulawesi Selatan.

Samanhudi. 2010. Pengujian Cepat Ketahanan Tanaman Sorgum Manis Terhadap Cekaman Kekeringan. Jurnal Agrosains. 12(1): 9-13.

Semangun, H. 1991. Penyakit-Penyakit Tanaman Pangan di Indonesia. Gajah Mada University Press: Yogyakarta.

Septiani, R. 2009. Evaluasi Pertumbuhan dan Hasil Beberapa Genotipe Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) Ratoon I. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Setyowati, M., Hadiatmi, dan Sutoro. 2005. Evaluasi Pertumbuhan dan Hasil Plasma Nutfah Sorgum (Sorghum vulgare (L.) Moench.) dari Tanaman Induk dan Ratoon. Buletin Plasma Nutfah. 11(2): 41-49. Sihono. 2009. Penampilan Sifat Agronomi Galur Mutan Sorgum (Sorghum

bicolor L. Moench) di Kabupaten Bogor. Jurnal Ilmiah Aplikasi Isotop dan Radiasi. 5 (1): 31-42.

Sihono, M.I. Wijaya, dan S. Human. 2010. Perbaikan Kualitas Sorgum Manis Melalui Teknik Mutasi untuk Bioetanol. Prosiding Pekan Serealia Nasional 2010. Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi Badan Tenaga Nuklir Nasional. Jakarta.

Sirappa, M.P. 2003. Prospek Pengembangan Sorghum Di Indonesia Sebagai Komoditas Alternatif Untuk Pangan, Pakan, dan Industri. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 22 (4):133-140. Simatupang, S. 1997. Sifat dan Ciri-ciri Tanaman. Institut Pertanian Bogor.

Bogor. 86 hlm.

Sitompul, S.M. dan B. Guritno. 1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.


(56)

60 Sobariah, L. 1999. Uji Adaptasi dan Pengaruh Jarak Tanam terhadap Sorgum

Manis (Sorghum bicolor (L) Moench) Varietas Rio, RGV dan Cowley pada Lahan Kering Iklirn Basah. Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Suarni. 2004. Pemanfaatan Tepung Sorgum Untuk Produk Olahan. Jurnal Litbang Pertanian. 23 (4): 145-151.

Suarni dan R. Patong. 2002. Komposisi Kimia tepung Sorgum sebagai Bahan Substitusi Terigu. Bul. Penelitian Pertanian Tanaman Pangan. 21 (1): 43-47.

Sucipto. 2010. Efektivitas Cara Pemupukan Terhadap Pertumbuhan dan hasil Beberapa Varietas Sorghum Manis (Sorghum bicolor L. Moench). Embryo. 7 (2): 67-74.

Sumarni, N., G.A. Sopha, dan R. Gaswanto. 2012. Respon Tanaman Bawang Merah Asal Biji True Shallot Seeds Terhadap Kerapatan Tanaman Pada Musim Hujan. J. Hort. 22 (1): 23-28.

Sungkono, Trikoesoemaningtyas, D. Wirnas, D. Sopandie, S. Human, dan M.A. Yudiarto. 2009. Pendugaan Parameter Genetik dan Seleksi Galur Mutan Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) di Tanah Masam. J. Agron. Indonesia. 37 (3): 220-225.

Sugito, Y. 1999. Ekologi Tanaman. Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya. Malang. 1-127 h.

Susilowati. 2002. Pengaruh Kerapatan Tanam Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Empat Kultivar Petsai (Brassica campestris var. pekinensis). Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya. Malang. h.7.

Syam, M., Hermanto, dan A. Musaddad. 1996. Kinerja Penelitian Tanaman Pangan. Prosiding Simposium Penelitian Tanaman Pangan III, Buku 4. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor. Tabri, F. 2009. Teknologi Produksi Biomas Jagung Melalui Peningkatan Populasi

Tanaman. Prosiding Seminar Serealia 2009. Balai Penelitian Tanaman Serealia. Sulawesi Selatan.

Tjitrosoepomo, G. 2000. Taksonomi Tumbuhan Spermathophyta. Cetakan ke-9. UGM Press. Yogyakarta.

Tsuchihashi, N. and Y. Goto. 2008. Year-round cultivation of sweet sorghum (Sorghum bicolor (L.) Moench) through a combination of seed andratoon cropping in Indonesia savanna. J. Plant Prod. Sci. 11(3): 377-384.


(57)

61 Wachjar, A. dan R. Anggayuhlin. 2013. Peningkatan Produktivitas dan Efisiensi

Konsumsi Air Tanaman Bayam (Amaranthus tricolor L.) Pada Teknik Hidroponik Melalui Pengaturan Populasi Tanaman. Bul. Agrohorti. 1 (1): 127-134.


(1)

PUSTAKA ACUAN

Abidin. 1993. Dasar-Dasar Pengetahuan Tentang Zat Pengatur Tumbuh. Angkasa. Bandung.

Anaszu. 2009. Ratoon Sorgum Biji. http://anaszu.wordpress.com/2009/05/28/ ratoon-sorgum-azunpad1-1/. [ 21 Agustus 2013].

Adnan’lpps. 2008. Pengaruh Kerapatan Tanam. http://adnanlpp.wordpress.com

/2008/02/05/pengaruh-kerapatan-tanam.[21 Agustus 2013].

Alsabah, R. 2014. Akumulasi Bahan Kering Beberapa Varietas Jagung (Zea mays L.) yang Ditumpangsarikan dengan Ubikayu (Manihot esculenta Crantz). Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Akhtar, M.F., A. Ahmad, M.S.I. Zamir, F. Khalid, A.U. Mohsin, and M. Afzal. 2013. Agro-Qualitative Studies on Forage Sorghum (Sorghum bicolor L.) Sown Alone and In Mixture with Forage Legumes. Pakistan Journal of Science. 65 (2): 179-185.

Atus’sadiyah, M. 2004. Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Buncis (Phaseolus

vulgaris L.) Tipe Tegak Pada Berbagai Variasi Kepadatan Tanaman dan Waktu Pemangkasan Pucuk. Skripsi. Fakultas Pertanian

Universitas Brawijaya. Malang.

Bouman, G. 1985. Developments in Agricultural Engineering : 4. Grain Handling and Storage. Elsevier Science Publishers; New York. USA.

Chauchan, J.S., B.S. Vergara, and S.S. Lopez. 1985. Rice Ratooning. IRRI Research Paper Series. Number 102. February 1985. IRRI Philippines.

Dedi, A. 2004. Pengaruh Dosis Pupuk Organik Kascing Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Dua Varietas Tanaman Kacang Tanah (Arachis hypogaea L.). Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya. Malang. h. 8-9.


(2)

Dicko, M.H., H. Gruppen, A.S. Traore, A.G.J. Voragen, and W.J.H Van Berkel. 2006. Sorghum Grain as Human Food in Africa: Relevance of Content of Starch and Amylase Activities. Journal Biotechnology. 5 (5): 384-395.

Direktorat Jenderal Tanaman Pangan. 2007. Arah Kebijakan Pengembangan Sorgum Manis sebagai Sumber Bahan Baku Bioetanol. Makalah pada workshop “Peluang dan Tantangan Sorgum Manis sebagai Bahan

Baku Bioetanol”. Dirjen Perkebunan, Departemen Pertanian. Jakarta.

14 hal.

Duncan, R.R. and W.A. Gardner. 1984. The Influence of Ratoon Cropping Onsweet Sorghum Yield, Sugar Production, and Insect Damage. Canadian Journal of Plant Science. 64: 261-273.

Food and Agriculture Organization [FAO]. 1995. Code of Conduct for Responsible Fisheries. FAO. Rome, Italy. 41P.

__________________________________. 2002. Sweet Sorghum in China. Spotlight/2002.

__________________________________. 2007. FAO Technical Meeting Prebiotics. AGNS-FAO, Italy.

Freeman, J.E. 1970. Development and Structure of The Sorghum Plant and Its Fruit. Dalam Sorghum Production and Utilization: Major Feed and Food Crops in Agriculture and Food Series. The Avi Publishing Company, Connecticut. pp. 28-72.

Gardner, F.P., R.B. Pearce, dan R.L. Mitchell. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya Terjemahan Herawati Susilo. Universitas Indonesia Press. Jakarta. 428 hal.

Ginting, M. 1991. Pengujian Pupuk Komplesal dan Hasil Tanaman Kedelai (Glicine max (L.) Merril). Skripsi. Fakultas Peranian Universitas Syiah Kuala. Darussalam-Banda Aceh. 32 hlm.

Hambali, E., S. Mujdalipah, A. Halomoan, A.W. Pattiwiri, dan R. Hendroko. 2008. Teknologi Bioenergi. Agromedia Pustaka. Jakarta.

Hanafi, M.A. 2005. Pengaruh Kerapatan Tanam Terhadap Pertumbuhan Dan Hasil Tiga Kultivar Jagung (Zea mays L.) Untuk Produksi Jagung Semi. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya. Malang. h. 6-9.


(3)

Hoeman, S. 2007. Peluang dan Potensi Pengembangan Sorgum Manis. Makalah pada workshop “Peluang dan Tantangan Sorgum Manis sebagai

Bahan Baku Bioetanol”. Dirjen Perkebunan, Departemen Pertanian.

Jakarta. 10 hal.

House, L.R. 1985. A Guide to Sorghum Breeding: 2nd Ed. International Crops Research Institute for Semi-Arid Tropics (ICRISAT). India. 206p. ICRISAT/FAO. 1996. The Word Sorghum and Millet Economie: Facts, trend and

outlook. FAO/ICRISAT Publication. ISBN 92-5-103861-9. 68p. Ismail, I.G. dan A. Khodir. 1977. Cara Bercocok Tanam Sorgum. Buletin Teknik

LP3 No.2, Bogor.

Jumin, H.B. 1991. Dasar-Dasar Agronomi. Rajawali Press. Jakarta.

Laimeheriwa, J. 1990. Teknologi Budidaya Sorgum. Departemen Pertanian Balai Informasi Pertanian Provinsi Irian Jaya. Jayapura..

Moenandir, J. 1988. Persaingan Tanaman Budidaya dengan Gulma. Rajawali Press. Jakarta. 101 hal.

Mudjisihono, R. dan H.S. Suprapto. 1987. Budidaya dan Pengelolaan Sorgum. Penebar Swadaya. Jakarta.

Novemprirenta, Y.C., S. Indriyani, dan Y. Prayogo. 2013. Respon Beberapa Galur Sorgum [Sorghum bicolor (L.) Moench] terhadap Penyakit Karat Daun (Puccinia sorghi Schw.). Jurnal Biotropika. 1 (2): 57-61.

Novianto, A. 2004. Respon Dua Varietas Tanaman Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.) Terhadap Dosis Kompos Sampah Kota. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya. h. 4-6.

Prafithriasari, M. dan A. Nurbaity. 2010. Infektivitas Inokulan Glomus sp. dan Gigaspora sp. Pada Berbagai Komposisi Media Zeolit-Arang Sekam dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Sorgum (Sorghum bicolor). Jurnal Agrikultura. 21 (1): 39-45.

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian. 2012. Statistik Konsumsi Pangan 2012. Sekretariat Jendral Kementrian Pertanian. Jakarta.

Putnam, D.H., W.E. Lueschen, B.K. Kanne, and T.R. Hoverstad.1991. A Comparison of Sweet Sorghum Cultivars and Maize for Ethanol Production. Prod. Agric. 4 (1): 377-381


(4)

Rahmawati, A. 2013. Respons Beberapa Genotipe Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) Terhadap Sistem Tumpang Sari dengan Ubi Kayu (Manihot esculenta Crantz). Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Rismunandar. 2003. Sorgum Tanaman Serba Guna. Cetakan Ketiga. Penerbit Sinar Baru. Bandung.

Rubatzky, E.V. dan M. Yamaguchi. 1998. Sayuran Dunia 3 : Prinsip Dan Gizi. Elia Herwood Publisher. Chitester England. p. 197-199.

Ruchjaniningsih. 2009. Rejuvenasi dan Karakterisasi Morfologi 225 Aksesi Sorgum. Prosiding Seminar Nasional Serealia 2009. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan. Sulawesi Selatan.

Samanhudi. 2010. Pengujian Cepat Ketahanan Tanaman Sorgum Manis Terhadap Cekaman Kekeringan. Jurnal Agrosains. 12(1): 9-13.

Semangun, H. 1991. Penyakit-Penyakit Tanaman Pangan di Indonesia. Gajah Mada University Press: Yogyakarta.

Septiani, R. 2009. Evaluasi Pertumbuhan dan Hasil Beberapa Genotipe Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) Ratoon I. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Setyowati, M., Hadiatmi, dan Sutoro. 2005. Evaluasi Pertumbuhan dan Hasil Plasma Nutfah Sorgum (Sorghum vulgare (L.) Moench.) dari Tanaman Induk dan Ratoon. Buletin Plasma Nutfah. 11(2): 41-49. Sihono. 2009. Penampilan Sifat Agronomi Galur Mutan Sorgum (Sorghum

bicolor L. Moench) di Kabupaten Bogor. Jurnal Ilmiah Aplikasi Isotop dan Radiasi. 5 (1): 31-42.

Sihono, M.I. Wijaya, dan S. Human. 2010. Perbaikan Kualitas Sorgum Manis Melalui Teknik Mutasi untuk Bioetanol. Prosiding Pekan Serealia Nasional 2010. Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi Badan Tenaga Nuklir Nasional. Jakarta.

Sirappa, M.P. 2003. Prospek Pengembangan Sorghum Di Indonesia Sebagai Komoditas Alternatif Untuk Pangan, Pakan, dan Industri. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 22 (4):133-140. Simatupang, S. 1997. Sifat dan Ciri-ciri Tanaman. Institut Pertanian Bogor.

Bogor. 86 hlm.

Sitompul, S.M. dan B. Guritno. 1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.


(5)

Sobariah, L. 1999. Uji Adaptasi dan Pengaruh Jarak Tanam terhadap Sorgum Manis (Sorghum bicolor (L) Moench) Varietas Rio, RGV dan Cowley pada Lahan Kering Iklirn Basah. Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Suarni. 2004. Pemanfaatan Tepung Sorgum Untuk Produk Olahan. Jurnal Litbang Pertanian. 23 (4): 145-151.

Suarni dan R. Patong. 2002. Komposisi Kimia tepung Sorgum sebagai Bahan Substitusi Terigu. Bul. Penelitian Pertanian Tanaman Pangan. 21 (1): 43-47.

Sucipto. 2010. Efektivitas Cara Pemupukan Terhadap Pertumbuhan dan hasil Beberapa Varietas Sorghum Manis (Sorghum bicolor L. Moench). Embryo. 7 (2): 67-74.

Sumarni, N., G.A. Sopha, dan R. Gaswanto. 2012. Respon Tanaman Bawang Merah Asal Biji True Shallot Seeds Terhadap Kerapatan Tanaman Pada Musim Hujan. J. Hort. 22 (1): 23-28.

Sungkono, Trikoesoemaningtyas, D. Wirnas, D. Sopandie, S. Human, dan M.A. Yudiarto. 2009. Pendugaan Parameter Genetik dan Seleksi Galur Mutan Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) di Tanah Masam. J. Agron. Indonesia. 37 (3): 220-225.

Sugito, Y. 1999. Ekologi Tanaman. Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya. Malang. 1-127 h.

Susilowati. 2002. Pengaruh Kerapatan Tanam Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Empat Kultivar Petsai (Brassica campestris var. pekinensis). Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya. Malang. h.7.

Syam, M., Hermanto, dan A. Musaddad. 1996. Kinerja Penelitian Tanaman Pangan. Prosiding Simposium Penelitian Tanaman Pangan III, Buku 4. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor. Tabri, F. 2009. Teknologi Produksi Biomas Jagung Melalui Peningkatan Populasi

Tanaman. Prosiding Seminar Serealia 2009. Balai Penelitian Tanaman Serealia. Sulawesi Selatan.

Tjitrosoepomo, G. 2000. Taksonomi Tumbuhan Spermathophyta. Cetakan ke-9. UGM Press. Yogyakarta.

Tsuchihashi, N. and Y. Goto. 2008. Year-round cultivation of sweet sorghum (Sorghum bicolor (L.) Moench) through a combination of seed andratoon cropping in Indonesia savanna. J. Plant Prod. Sci. 11(3): 377-384.


(6)

Wachjar, A. dan R. Anggayuhlin. 2013. Peningkatan Produktivitas dan Efisiensi Konsumsi Air Tanaman Bayam (Amaranthus tricolor L.) Pada Teknik Hidroponik Melalui Pengaturan Populasi Tanaman. Bul. Agrohorti. 1 (1): 127-134.