PENGARUH KERAPATAN TANAMAN TERHADAP PRODUKSI BIOMASSA DAN NIRA BEBERAPA VARIETAS SORGUM (Sorghum bicolor (L.) Moench) RATOON I

(1)

ABSTRAK

PENGARUH KERAPATAN TANAMAN TERHADAP PRODUKSI BIOMASSA DAN NIRA BEBERAPA VARIETAS SORGUM

(Sorghum bicolor (L.) Moench) RATOON I

Oleh Desi Anggraeni

Tanaman sorgum mempunyai prospek yang baik untuk dikembangkan secara komersial di Indonesia karena sangat potensial sebagai bahan baku pangan, pakan hijauan ternak dan industri. Tingkat kompetisi antartanaman dapat berpengaruh terhadap produksi biomassa dan nira sorgum. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kerapatan tanaman terhadap produksi biomassa dan nira beberapa varietas sorgum ratoon I. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaaan BPTP (Balai Pengkajian Teknologi Pertanian) Natar, Lampung Selatan, pada bulan September 2013 sampai Desember 2013. Perlakuan disusun secara faktorial dalam Rancangan Acak Kelompok, dalam tiga ulangan. Faktor pertama adalah varietas yang terdiri dari varietas Numbu, Keller dan Wray. Faktor kedua adalah kerapatanan tanaman yang terdiri dari kerapatan satu, dua, tiga, dan empat tanaman per lubang. Petak percobaan pada penelitian ini berukuran 4 m x 4 m. Pupuk yang digunakan adalah Urea, SP-36, dan KCl, dengan dosis masing-masing adalah 100, 100, dan 150 kg/ha.


(2)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kerapatan tanaman berpengaruh nyata terhadap produksi biomassa dan nira sorgum ratoon I. Tingkat kerapatan tanaman yang tinggi (tiga tanaman per lubang) mampu meningkatkan produksi biomassa dan nira per satuan luas, walaupun menurunkan produksi biomassa dan nira per tanaman. Varietas Numbu mampu menghasilkan biomassa dan nira tertinggi pada fase vegetatif, sedangkan varietas Keller menghasilkan biomassa dan nira

tertinggi pada fase generatif. Kombinasi perlakuan antara kerapatan tanaman dan varietas mempengaruhi produksi biomassa dan nira tanaman sorgum baik dalam satuan luas maupun per individu tanaman. Kerapatan tiga tanaman per lubang tanam dengan varietas Keller mampu memproduksi biomassa dan nira sorgum ratoon I tertinggi pada umur 12 mst, yaitu masing-masing 117,00 kg/petak dan 40,56 l/petak, sedangkan kadar brix yang tertinggi yaitu pada batang bawah sebesar 11,38 oBrix.


(3)

PENGARUH KERAPATAN TANAMAN TERHADAP

PRODUKSI BIOMASSA DAN NIRA BEBERAPA VARIETAS

SORGUM (

Sorghum bicolor

(L.) Moench)

RATOON

I

Oleh

DESI ANGGRAENI Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PERTANIAN

pada

Jurusan Agroteknologi

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS LAMPUNG


(4)

EOOIUOoSGIBI I

ItO6I

dIN

.a'Iil'lE{EpItr

U

gluurcnx

'rI

'tr(I

zoor 90986r ou 80r

96r

dIIJ

'csalr

'ol'

Fopqapr$v

ua$unf

En1aY 'Z

goor 90986r 1010196r dlhl

'cS'I{ ';wu11

pt

ltrlllErlnn

'II

'rO 'r(xtr

$no,ffinY

Fa(D

INOIO;IW

(qcueofrt

fll

totcotq

wnqftrq!

HnDUOS

ssrilIllv

vdvf,f,gg{

ruIN

Hvq

YSSUilOIg ISltnqOUT AYCVtrITflI

NUIdYNYI, NYTVTVUTtrII trNulflDNflJ

7%u)

Eqqu4$uad

1sluroy'I

INfNfiIIf,IflI{

uEuqJad

$optntep$v

ffiATZTVIAT

sg}IruIel uBsrunP auslsBIIPI^l {o)lod JotuoN

B/lrESBrIEId BLTTPN


(5)

frI;otunr

ro:

Fdln|s

uqh

snlnl

I#r41

r00rz0l,86r

.s.H,qrutwzry

uBflt'

{{t

uBlug|Iea sElIn{Bd

.161rg 'olorfiung

'q

:

Bqqu4quad ue{qtr

fn$uaa

'cg'11

'o;uu,{;q1

en6Y'fI

'rO

: sug|eD|as

E[B4I

tlnBuaa

rulJ'I


(6)

60rrctnrcI

I^[dN mee.6Euy rseg

, I 0Z snfsn8y'Eunduml .rBpueg

'nryqreq Euud

{rlllepts{" usnue}e{ uaEuep r$Fres surueueru Blpesleq edes opru 1ne1 Enero qelo lsn(up nsle uEmFs lrsBg mapdnrem rur lsdpp &t{qBq ll)lnqre] uBg rrBrprutre{Tp

BIIqedV

'Em&uq

su1rsraarun qEIury e&e{ uesqnuedquppl pqrEuetn t1e1a1

rm rsdlnls urBlsp Etreqrel Eued gseq urures 'urel Euaro e,{rq Fs"q ue)lnq uBp rrrpues efes e,fte1psuq uelednreru *INOOJVA(qoueotr41 (.1)

qoqq

unqfuog)

TAIfICUOS

SyrgrUVA

yd\ruggflf,

\rurN

Nvo yssyarorg

Isxnooud

dv(fyHuflI

NvI^ryNVI

NvJ.vdyufl)t HouvcNgd,

6ppnpeq

Ened e,(es pdpls emqeq ue4ep,fueu 'Im qu/ruq !P ueEuel

"pugueq Euef efeg


(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Desa Kagunganratu, Kecamatan Tulang Bawang Udik, Kabupaten Tulang Bawang Barat, Provinsi Lampung, pada tanggal 01 Mei 1993, sebagai anak sulung dari dua bersaudara untuk pasangan Bapak Tukiyar dan Ibu Sarohtin. Penulis mulai menempuh jenjang pendidikan di TK Dharma Wanita Kagunganratu pada tahun 1997-1998, kemudian dilanjutkan ke pendidikan dasar di SD Negeri 1 Kagunganratu pada tahun 1998-2004, menyelesaikan Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 1 Tulang Bawang Udik pada tahun 2007, dan lulus dari SMA Negeri 1 Tumijajar pada tahun 2010.

Penulis terdaftar sebagai mahasiswi Jurusan Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung pada tahun 2010. Selama menyandang status mahasiswi penulis pernah menjabat sebagai asisten dosen Tanaman Pangan pada tahun 2014 dan aktif sebagai Anggota Organisasi Radio Kampus Universitas Lampung. Penulis juga mendapatkan beasiswa PPA (Prestasi Potensi Akademik).

Pada bulan Januari 2013 penulis mengikuti kegiatan Kuliah Kerja Nyata (KKN) Universitas Lampung di Kabupaten Tanggamus. Pada bulan Juli 2013 penulis melaksanakan kegiatan Praktik Umum (PU) di Kebun Percobaan Natar milik Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Lampung, yang berjudul ”Teknik Perbanyakan Tanaman Vanili (Vanilla planifolia) Varietas Anggrek Melalui Stek Satu Buku di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Lampung”.


(8)

MOTO

“Man Jadda WaJada ~ Barangsiapa bersungguh-sungguh pasti akan mendapatkan hasil, ~ where there is a will there is a way” (Anonim)

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum hingga mereka

mengubah diri mereka sendiri” (Q.S. Ar-Ra’d:11)

“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya” (Qs. Al Baqarah: 286)

“Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan” (QS. Al-Insyirah: 6)

“Barang siapa bertakwa kepada Allah, niscaya akan diberi jalan keluar dari setiap urusannya dan diberi pertolongan dari tempat yang tak terduga, dan barang siapa yang bertawakal kepada Allah, niscaya akan di cukupi segala

kebutuhannya” (QS Ath-Thalaq: 2-3)

“You never know how strong you are, until being strong is the only choice you

have, don’t be afraid of failure,because he will strengthen you” (Penulis)

“You must make a choice to take a chance, or your live will never change, and

don’t forget to be awesome” (Penulis)

“Life notas simple as our imagine, I ever down a few times, I’ve sadness and failures, but one thing for sure, I always get up, wake up and begin to make


(9)

PERSEMBAHAN

Dengan menyebut nama Allah dan mengucapkan Alhamdulillahirobbil’alamin Sebagai wujud baktiku kupersembahkan karya sederhana ini kepada:

Ayah, Bunda dan Adik tersayang

Untuk kesabaran yang tak terhingga dan kasih sayang yang tak ternilai. Setiap tetes keringat adalah kewajiban, setiap genangan air mata adalah doa, dan setiap doa adalah kekuatan, yang selalu ada disetiap langkah dan usahaku.

Keluarga

Alasan dalam setiap senyuman, terimakasih atas semangat dan dorongan yang selalu terselip dalam sukacita.

Sahabat dan Teman-teman

Penghibur duka lara dan penyemangat dalam menjalani setiap detik waktu, maaf atas segala khilafku.


(10)

SANWACANA

Bismillahirrahmanirrahim,

Puji syukur penulis sampaikan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan skripsi yang berjudul “Pengaruh Kerapatan Tanaman terhadap Produksi Biomassa dan Nira Beberapa Varietas Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) Ratoon I”. Dalam penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, ungkapan terima kasih penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu dalam pelaksanaan penelitian dan penulisan skripsi:

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Muhammad Kamal, M.Sc., dan Bapak Dr. Ir. Agus Karyanto, M.Sc., selaku pembimbing pertama dan pembimbing ke dua atas waktu, saran, nasehat, bantuan, bimbingan dan motivasi selama pelaksanaan penelitian hingga proses penulisan skripsi.

2. Bapak Ir. Sunyoto, M.Agr., selaku dosen penguji yang telah memberikan kritik dan saran dalam penulisan skripsi.

3. Bapak Ir. Muhammad Nurdin, M.P., selaku Pembimbing Akademik selama saya menjadi mahasiswi di jurusan Agroteknologi.

4. Bapak Dr. Ir. Kuswanta Futas Hidayat, M.P., selaku Ketua Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

5. Bapak Prof. Dr. Ir. Setyo Dwi Utomo, M.Sc., selaku Ketua Program Studi Agronomi Fakultas Pertanian Universitas Lampung.


(11)

6. Bapak Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S., selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

7. Kedua orangtua tercinta Bapak Tukiyar dan Ibu Sarohtin, serta adik tersayang Chandra Alfiandi, terimakasih atas semua doa, kasih sayang, perhatian, bantuan, dan motivasi yang selalu diberikan hingga saat ini.

8. Bapak Marko, Bapak Walyono, Bapak Jamari, Bapak Untung dan segenap pegawai BPTP Lampung atas segala bantuan selama penelitian berlangsung. 9. Teman seperjuangan dalam melaksanakan penelitian Dian Oktaviani, Sherly

A. P., Galih D. C., Novri, Bangun Ferdian, Rizkyta P. P., Iyuth P. N., atas kerjasama, semangat, dan bantuannya.

10. Yulinda S., Arisha A., Candra S., Tibor E. P., Agung A. B., Jefri Z., Vetty O. F., Iqbal L. A., Debby C. F., dan segenap teman-teman di Jurusan

Agroteknologi 2010 atas bantuan, doa, dan persahabatan yang terjalin. 11. Shalahudin Al-Ayubi, Dwi A., Eka N., Elsa P., Mbak Nani S., dan A. Mufit

K. A., atas bantuan selama penelitian, doa, dan persahabatan yang terjalin. 12. Yunita M., Fajrin, Ridha A., C. Gom-gom S., Bayu W., Adi S., dan segenap

crew di UKM Radio Kampus Universitas Lampung atas persahabatan.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna, penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun supaya skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak dan seluruh civitas akademika pertanian serta masyarakat.

Bandar Lampung, Agustus 2014 Penulis.


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... x

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah ... 1

1.2 Tujuan Penelitian ... 4

1.3 Kerangka Pemikiran ... 4

1.4 Hipotesis ... 8

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengenalan Tanaman Sorgum ... 9

2.2 Syarat Tumbuh Tanaman Sorgum ... 12

2.3 Kerapatan Tanaman ... 13

2.4 Varietas Sorgum ... 15

2.5 Ratoon pada Sorgum ... 18

2.6 Produksi Nira Sorgum ... 19


(13)

III. BAHAN DAN METODE

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 24

3.2 Bahan dan Alat ... 24

3.3 Metode Penelitian ... 25

3.4 Pelaksanaan Penelitian ... 29

3.4.1 Pemotongan Batang dan Penjarangan ... 29

3.4.2 Pemupukan ... 29

3.4.3 Pemeliharaan ... 30

3.5 Variabel yang diamati ... 31

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian... 33

4.1.1 Panjang Batang ... 35

4.1.2 Diameter Batang Atas ... 37

4.1.3 Diameter Batang Tengah ... 38

4.1.4 Diameter Batang Bawah ... 40

4.1.5 Bobot Basah Tanaman per Tanaman ... 42

4.1.6 Bobot Kering Tanaman per Tanaman ... 44

4.1.7 Bobot Basah Tanaman per Petak (16 m2). ... 46

4.1.8 Bobot Kering Tanaman per Petakan 16 m2 ... 48

4.1.9 Volume Nira Batang Atas ... 50

4.1.10 Volume Nira Batang Tengah ... 51

4.1.11 Volume Nira Batang Bawah ... 53

4.1.12 Volume Nira Batang Sorgum per Satuan Tanaman ... 55


(14)

4.1.14 Nilai Brix Batang Atas. ... 58

4.1.15 Nilai Brix Batang Tengah ... 60

4.1.16 Nilai Brix Batang Bawah ... 62

4.1.17 Krelasi antar Variabel. ... 63

4.1.18 Histogram Perbandingan Bobot Basah Tanaman dan Volume Nira per Tanaman dan per m2. ... 66

4.2 Pembahasan ... 68

V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 78

5.2 Saran ... 79

PUSTAKA ACUAN ... 80


(15)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman 1. Perbandingan karakteristik budidaya sorgum dengan tebu. …... 21 2. Komposisi nira sorgum dan nira tebu. .………... 22 3. Susunan kombinasi perlakuan tanaman sorgum dalam

Penelitian. ... 26 4. Rekapitulasi hasil analisis ragam pengaruh kerapatan

tanaman dan beberapa varietas sorgum dan interaksinya

terhadap biomassa dan nira tanaman sorgum. .………... 33 5. Pengaruh kerapatan tanam dan varietas sorgum terhadap

panjang batang tanaman pada umur 6 mst. .………..….. 35 6. Interaksi antara kerapatan tanaman dan varietas sorgum

terhadap panjang batang tanaman umur 12 mst. …...…..……… 36 7. Pengaruh kerapatan tanaman dan varietas sorgum terhadap

diameter batang atas tanaman pada 6 dan 12 mst. …... 37 8. Pengaruh kerapatan tanaman dan varietas sorgum terhadap

diameter batang tengah pada 6 dan 12 mst. ……….……... 39 9. Pengaruh kerapatan tanaman dan varietas sorgum terhadap

diameter batang bawah umur 6 mst. ……..……... 40 10. Interaksi antara kerapatan tanaman dan varietas sorgum

terhadap diameter batang bawah tanaman pada umur 12 mst. ... 41 11. Interaksi antara kerapatan tanaman dan varietas sorgum

terhadap bobot tanaman basah pada umur 6 mst. ………... 42 12. Pengaruh kerapatan tanaman dan varietas sorgum terhadap


(16)

v 13. Interaksi antara kerapatan tanaman dan varietas sorgum

terhadap bobot tanaman kering pada umur 6 mst. ….…... 44 14. Pengaruh kerapatan tanaman dan varietas sorgum

terhadap bobot tanaman kering pada umur 12 mst. ……….…... 45 15. Interaksi antara kerapatan tanaman dan varietas sorgum

terhadap bobot tanaman basah per petak umur 6 mst. ……….... 46 16. Pengaruh kerapatan tanaman dan varietas sorgum terhadap

bobot tanaman basah per petak umur 12 mst. ……….… 47 17. Interaksi antara kerapatan tanaman dan varietas sorgum

terhadap bobot tanaman kering per petak pada umur 6 mst. ….. 48 18. Pengaruh kerapatan tanaman dan varietas sorgum terhadap

bobot tanaman kering per petak umur 12 mst. ……….….. 49

19. Interaksi antara kerapatan tanaman dan varietas sorgum

terhadapvolume nira batang ataspada umur 6 mst. ………... 50 20. Interaksi antara kerapatan tanaman dan varietas sorgum

terhadap volume nira batang ataspada umur 12 mst. ……... 51 21. Interaksi antara kerapatan tanaman dan varietas sorgum

terhadap volume nira batang tengahpada umur 6 mst. ………... 52 22. Interaksi antara kerapatan tanaman dan varietas sorgum

terhadap volume nira batang tengahpada umur 12 mst. …….... 53 23. Interaksi antara kerapatan tanaman dan varietas sorgum

terhadap volume nira batang bawahpada umur 6 mst. ………... 54 24. Interaksi antara kerapatan tanaman dan varietas sorgum

terhadap volume nira batang bawahpada umur 12 mst. ……... 54 25. Interaksi antara kerapatan tanaman dan varietas sorgum

terhadap volume nira pada batang sorgum per tanaman

umur 6 mst. ..……... 55 26. Interaksi antara kerapatan tanaman dan varietas sorgum

terhadap volume nira pada batang sorgum per tanaman

umur 12 mst. …... 56 27. Interaksi antara kerapatan tanaman dan varietas sorgum

terhadap volume nira batang tanaman sorgum per petak


(17)

28. Interaksi antara kerapatan tanaman dan varietas sorgum

terhadap volume nira batang sorgum per petak pada

umur 12 mst. ……... 58 29. Pengaruh kerapatan tanaman dan varietas sorgum terhadap

nilai brix batang atas pada umur 6 dan 12 mst. ………... 59 30. Pengaruh kerapatan tanaman dan varietas sorgum terhadap

nilai brix batang tengah pada umur 6 dan 12 mst. …... 60 31. Pengaruh kerapatan tanaman dan varietas sorgum terhadap

nilai brix batang bawah pada umur 6 mst. ………... 62 32. Interaksi antara kerapatan tanaman dan varietas sorgum

terhadap nilai brix batang bawah pada umur 12 mst. ………... 63 33. Nilai korelasi antar variabel pengamatan sorgum ratoon I

umur 6 mst. …………...….………... 64 34. Nilai korelasi antar variabel pengamatan sorgum ratoon I

umur 12 mst. ………...….………... 65 35. Rata-rata panjang batang (cm) tanaman sorgum umur 6 mst. … 86 36. Analisis ragam panjang batang tanaman sorgum umur 6 mst .... 86 37. Rata-rata panjang batang (cm) sorgum pada umur 12 mst ….… 87 38. Analisis ragam panjang batang sorgum pada umur 12 mst ….... 87 39. Rata-rata diameter batang atas (cm) sorgum pada umur

6 mst. ... 88 40. Analisis ragam diameter batang atas sorgum pada umur

6 mst. ………... 88 41. Rata-rata diameter batang atas (cm) sorgum pada umur

12 mst. ………... 89 42. Analisis ragam diameter batang atas sorgum pada umur

12 mst. ………...……….. 89 43. Rata-rata diameter batang tengah (cm) pada umur 6 mst. …….. 90 44. Analisis ragam diameter batang tengah pada umur 6 mst. ……. 90 45. Rata-rata diameter batang tengah (cm) sorgum umur 12 mst. … 91


(18)

vii 46. Analisis ragam diameter batang tengah sorgum umur

12 mst. ………. 91 47. Rata-rata diameter batang bawah (cm) pada umur 6 mst. …….. 92 48. Analisis ragam diameter batang bawah pada umur 6 mst. ……. 92 49. Rata-rata diameter batang bawah (cm) sorgum umur 12 mst. … 93 50. Analisis ragam diameter batang bawah sorgum umur 12 mst. ... 93 51. Rata-rata jumlah nira (ml) tanaman sorgum umur 6 mst. ……... 94 52. Analisis ragam volume nira (ml) sorgum pada umur 6 mst. ….. 94 53. Rata-rata volume nira sorgum (ml) pada umur 12 mst. ……….. 95 54. Analisis ragam volume nira sorgum (ml) tpada umur 12 mst. ... 95 55. Rata-rata volume nira ( ml) batang atas sorgum umur 6 mst. …. 96 56. Analisis ragam volume nira batang atas sorgum umur 6 mst. … 96 57. Rata-rata volume nira (ml) batang atas sorgum 12 mst. ………. 97 58. Analisis ragam jumlah nira pada batang atas pada umur

12 mst. ………. 97 59. Rata-rata jumlah nira ( ml) batang tengah pada umur 6 mst. …. 98 60. Analisis ragam banyak nira batang tengah pada umur 6 mst. … 98 61. Rata-rata jumlah nira (ml) batang tengah umur 12 mst. ………. 99 62. Analisis ragam jumlah nira pada batang tengah umur 12 mst. ... 99 63. Rata-rata jumlah nira batang bawah (ml) umur pada 6 mst. …... 100 64. Analisis ragam jumlah nira batang bawah pada umur 6 mst. …. 100 65. Rata-rata jumlah nira (ml) batang bawah umur 12 mst. ………. 101 66. Analisis ragam jumlah nira pada batang bawah umur 12 mst. ... 101 67. Kadar brix batang atas tanaman sorgum pada umur 6 mst. …… 102 68. Analisis ragam kadar brix batang atas sorgum umur 6 mst. …... 102


(19)

69. Rata-rata kadar brix batang atas sorgum umur 12 mst. ……….. 103 70. Analisis ragaman kadar brix batang atas pada umur 12 mst. …. 103 71. Rata-rata kadar brix batang tengah sorgum umur 6 mst. ……… 104 72. Analisis ragam kadar brix batang tengah sorgum umur 6 mst. .. 104 73. Rata-rata kadar brix batang tengah sorgum umur 12 mst. …….. 105 74. Analisis ragam kadar brix batang tengah pada umur 12 mst. …. 105 75. Rata-rata kadar brix batang bawah sorgum pada umur 6 mst. … 106 76. Analisis ragam kadar brix batang bawah sorgum umur 6 mst. .. 106 77. Rata-rata kadar brix batang bawah pada umur 12 mst. ……….. 107 78. Analisis ragam kadar brix batang bawah pada umur 12 mst. …. 107 79. Rata-rata bobot tanaman basah (g) sorgum umur 6 mst. ……… 108 80. Analisis ragam bobot tanaman basah sorgum umur 6 mst. …… 108 81. Rata-rata bobot tanaman basah (g) sorgum umur 12 mst. …….. 109 82. Analisis ragam bobot tanaman basah sorgum umur 12 mst. ….. 109 83. Rata-rata bobot tanaman kering tanaman (g) sorgum 6 mst. ….. 110 84. Analisis ragam bobot tanaman kering sorgum umur 6 mst. …... 110 85. Rata-rata bobot tanaman kering (g) sorgum umur 12 mst. ……. 111 86. Analisis ragambobot tanaman kering sorgum umur 12 mst. …. 111 87. Rata-rata bobot tanaman basah sorgum per petak umur

6 mst. ... 112 88. Analisis ragam bobot tanaman basah sorgum per petak

6 mst. ... 112 89. Rata-rata bobot tanaman basah sorgum per petak umur

12 mst. ………. 113 90. Analisis ragam bobot tanaman basah sorgum per petak


(20)

ix 91. Rata-rata bobot tanaman kering sorgum per petak umur

6 mst. ………... 114 92. Analisis ragam bobot tanaman kering sorgum per petak

6 mst. ………... 114 93. Rata-rata bobot tanaman kering sorgum per petakumur

12 mst. ………. 115 94. Analisis ragam bobot tanaman kering sorgum per petak

12 mst. ………. 115 95. Rata-rata volume nira sorgum per petakumur 6 mst. …………. 116 96. Analisis ragam volume nira sorgum per petakumur 6 mst. …... 116 97. Rata-rata volume nira sorgum per petak Umur 12 mst. ….……. 117 99. Analisis ragam volume nira sorgum per petak umur 12 mst. …. 117 100. Data analisis tanah setelah dilakukan penelitian. …….………... 118 101. Data curah hujan stasiun Rejosari, Kecamatan Natar,

Kabupaten Lampung selatan saat penelitian berlangsung. ……. 118 102. Hasil penelitian Rahmawati tentang varietas Keller. ………….. 118 103. Deskripsi varietas Numbu. ……….. 119 104. Hasil penelitian Rahmawati tentang varietas Wray. …………... 119


(21)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Denah Tata Letak Petak Percobaan ... 27

2. Denah Tata Letak Tanaman Sorgum dalam Percobaan ... 28

3. Histogram perbandingan bobot basah tanaman per tanaman dan per m2 umur 6 mst ... 66

4. Histogram perbandingan volume nira per tanaman dan per m2 umur 6 mst ... 67

5. Histogram perbandingan volume nira pada masing-masing bagian tanaman per tanaman dan per m2 umur 6 mst ... 68

6. Varietas Numbu kerapatan 1, 2, 3, dan 4 tanaman per lubang ... 120

7. Proses pemerasan sorgum dengan mesin pemeras tebu ... 120

8. Nira sorgum ... 120

9. Proses pengukuran volume nira yang dihasilkan ... 121

10. (a) dan (b) proses pengukuran nilai Brix dengan refraktometer ... 122

11. Pengeringan bobot basah sorgum dengan oven ... 122


(22)

1

I.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang dan Masalah

Tanaman sorgum sudah dikenal sejak lama oleh masyarakat Indonesia, tetapi pengembangan tanaman tersebut belum meluas. Sebenarnya, tanaman sorgum mempunyai prospek yang sangat baik untuk dikembangkan secara komersial di Indonesia karena sangat potensial sebagai sumber bahan pangan, pakan, bioetanol, dan untuk berbagai keperluan industri lainnya (Sumantri, 1996). Sebagai bahan pangan sorgum biasanya dikonsumsi dalam bentuk roti, bubur dan minuman (sirup). Sebagai pakan dimanfaatkan bijinya, batang dan daunnya diberikan dalam bentuk green chop, hay dan silase. Untuk industri dijadikan bahan perekat, pelet pakan ternak atau industri gula (Irwan et al., 2004).

Tanaman sorgum termasuk tanaman pangan (biji-bijian), tetapi lebih banyak dimanfaatkan sebagai pakan ternak (livestock fodder). Sorgum manis berpotensi dikembangkan sebagai bahan pakan hijauan ternak, dimana nutrisi daunnya setara dengan rumput gajah dan pucuk tebu (Atmodjo, 2011) dan produktivitas

biomassanya lebih tinggi dibanding jagung atau tebu (Hoeman, 2007). Hal ini karena tanaman sorgum memiliki gen pengendali kehijauan daun sampai masak fisiologis (Borrel et al., 2006).


(23)

2 Sorgum merupakan salah satu bahan baku untuk bahan bakar nabati (BBN). Sorgum memiliki kandungan gula pada batang sehingga niranya dapat

difermentasi menjadi bioetanol. Kandungan gula pada batang sorgum meliputi sukrosa dan gula invert (glukosa, fruktosa, maltosa dan xilosa) (Almodares and Hadi, 2009). Selanjutnya dikatakan bahwa secara teori juice dari batang sorgum dapat dikonversi menjadi etanol dengan efisiensi sebesar 85% (Almodares and Hadi, 2009). Kandungan gula pada nira batang sorgum manis yaitu antara 16-23% Brix (total sugar 14-21%), dengan efisiensi fermentasi berkisar 90-92% (Reddy and Dar, 2007).

Sorgum yang telah diolah menjadi bioetanol dapat dimanfaatkan sebagai pengganti bahan bakar minyak tanah dengan kadar etanol 40-60%, untuk kebutuhan laboratorium dan farmasi 70-90 %, dan sebagai bahan substitusi premium 90-100 %. Di Amerika, produktivitas bioetanol sorgum mencapai 10.000 liter/ha, India 3.000–4.000 liter/ha, dan China 7.000 liter/ha. Di Indonesia, kemampuan tanaman sorgum menghasilkan etanol berkisar antara 3.000-6.600 liter/ha (Efendi et al., 2013).

Pengaturan kerapatan tanaman merupakan salah satu upaya peningkatan produksi biomassa dan nira tanaman sorgum melalui efisiensi faktor-faktor tumbuh, seperti cahaya, air, dan unsur hara. Peningkatan kerapatan tanaman juga mempunyai arti meningkatkan jumlah tanaman. Kerapatan tanaman dapat ditingkatkan sampai mencapai titik optimum tertentu. Pada populasi tinggi, kompetisi antar tanaman dapat terjadi, yang mengakibatkan pertumbuhan dan hasil per individu menjadi berkurang, namun karena jumlah tanaman per hektar bertambah dengan


(24)

3 meningkatnya populasi, maka produksi biomassa dan nira per hektar masih dapat meningkat. Disamping kerapatan tanam, varietas sorgum juga akan

mempengaruhi produksi biomassa dan nira.

Tanaman sorgum dapat diratoon atau dipanen lebih dari sekali dalam satu musim tanam dengan hasil yang tidak jauh berbeda (tergantung pemeliharaan tanaman). Sistem budidaya seperti kerapatan tanaman yang dikombinasikan dengan

perbedaan varietas tanaman sorgum ratoon I dapat berpengaruh terhadap produksi nira dalam batang tanaman dan biomassa yang dihasilkan. Oleh karena itu

dilakukan penelitian untuk mencari varietas yang dapat beradaptasi dengan baik dan kerapatan tanaman terbaik dengan sistem ratoon I agar diperoleh produksi biomassa dan nira yang tinggi. Sehingga budidaya sorgum dengan teknik sederhana ini diharapkan dapat menjadi peluang usaha petani sekaligus meningkatakan kesejahteraan petani yang memungkinkan berkembangnya agroindustri pedesaan di lahan kering, terutama industri gula dan pakan ternak.

Berdasarkan uraian di atas dalam penelitian ini dapat di rumuskan masalah sebagai berikut :

1. Apakah kerapatan tanaman dapat berpengaruh terhadap produksi biomassa dan nira tanaman sorgum ratoon I?

2. Apakah varietas dapat berpengaruh terhadap produksi biomassa dan nira tanaman sorgum ratoon I?

3. Apakah interaksi antara kerapatan tanaman dan varietas dapat berpengaruh terhadap produksi biomassa dan nira tanaman sorgum ratoon I?


(25)

4 1.2Tujuan Penelitian

Adapun rumusan masalah dari penelitian yang akan saya lakukan yaitu:

1. Mengetahui tingkat kerapatan tanaman yang terbaik untuk produksi biomassa dan nira pada tanaman sorgum ratoon I .

2. Mengetahui varietas sorgum yang terbaik untuk produksi biomassa dan nira pada ratoon I.

3. Mengetahui pengaruh interaksi kerapatan tanaman dan varietas terhadap produksi biomassa dan nira.

1.3 Kerangka Pemikiran

Sorgum manis (Sorghum bicolor L. Moench) merupakan salah satu tanaman penghasil bahan pemanis dari nira batangnya. Tanaman ini sebagaimana tanaman sorgum yang lain (sorgum biji, grain sorghum), dapat juga ditanam di tegalan, berumur relatif pendek (kurang lebih empat bulan) dan dapat dipelihara ratoonnya, sehingga tanaman ini dapat digunakan untuk meningkatkan

produktivitas lahan. Tanaman sorgum juga memiliki kemampuan tumbuh yang baik pada kondisi kelembaban tanah yang relatif rendah; sehingga pengembangan tanaman ini bisa dilakukan pada daerah lahan kering atau wilayah yang beriklim kering (Arifin dan Martoyo, 1986).

Budidaya sorgum manis di Indonesia masih belum intensif dilakukan oleh masyarakat Indonesia, padahal potensinya sangat baik sebagai pakan ternak dan salah satu jenis bahan baku bahan bakar nabati. Nira sorgum juga dapat diproses untuk pembuatan bioetanol sebagai pengganti bahan bakar minyak dari fosil.


(26)

5 Nira sorgum pada penelitian ini diperoleh dengan cara mekanik yaitu menggiling batang tanaman sorgum dengan mesin pemeras tebu kemudian dilakukan

pengukuran kadar gula dalam nira batang sorgum dengan refraktometer dan dilakukan pengukuran volume nira.

Pada penelitian ini tanaman sorgum di tanam pada kerapatan yang berbeda, yaitu kerapatan satu, dua, tiga dan empat tanaman per lubang tanam. Peningkatan kerapatan tanaman juga mempunyai arti meningkatkan jumlah tanaman. Kerapatan tanaman merupakan salah satu faktor penting dalam usaha

meningkatkan produksi biomassa dan nira. Pada populasi tinggi, kompetisi antar tanaman dapat terjadi sehingga pertumbuhan dan hasil per individu menjadi berkurang, namun karena jumlah tanaman per hektar bertambah dengan

meningkatnya populasi, maka produksi biomassa dan nira per hektar masih dapat meningkat. Sebaliknya populasi tanaman yang terlalu tinggi, bisa menyebabkan penurunan produksi biomassa dan nira per hektar.

Budidaya dengan kerapatan tanaman yang tinggi dapat menekan pertumbuhan gulma dan erosi lahan. Kepadatan populasi tanaman dapat ditingkatkan sampai mencapai titik optimum tertentu. Kepadatan populasi tanaman yang tinggi

meningkatkan Indeks Luas Daun (ILD) yang berarti meningkatkan luas daun yang berfotosintesis per satuan luas tanah. Produksi bahan kering tanaman adalah fungsi dari laju fotosintesis seluruh daun. Sehingga peningkatan populasi

tanaman pada luasan tertentu akan diikuti dengan peningkatan produksi biomassa dan nira.


(27)

6 Populasi yang tinggi menimbulkan persaingan antar tanaman yang menyebabkan batang tanaman semakin tinggi dan diameternya semakin mengecil. Masing-masing tanaman harus tumbuh lebih tinggi agar memperoleh cahaya lebih banyak (Salisbury and Ross, 1985) dan pemanjangan batang pada tanaman sering

menguntungkan dalam persaingan memperebutkan cahaya matahari. Selanjutnya Tollenaar et al. (1994) menyatakan bahwa populasi yang tinggi dapat menekan pertumbuhan gulma dan pengaruh kepadatan tanaman terhadap gulma selama daun pertumbuhannya menjadi lebih kecil dan pada saat kepadatan tanaman meningkat, maka biomassa gulma menurun hingga 50% karena pertumbuhan gulma menjadi terhambat dan laju evaporasi dapat ditekan.

Gardner et al. (1991) menyatakan bahwa mengatur banyaknya populasi tanaman bertujuan untuk meminimalkan terjadinya kompetisi intra-species maupun inter-species dan merupakan suatu tindakan manipulasi agar kanopi dan akar tanaman dapat memanfaatkan lingkungan secara optimal. Kerapatan tanaman yang

optimal akan memperoleh hasil yang maksimal. Produksi biomassa dan nira juga merupakan indikasi keberhasilan tanaman berinteraksi dengan lingkungan seperti unsur hara, air, cahaya, kelembaban, dan suhu.

Produksi biomassa dan nira mempunyai hubungan dengan morfologi dari setiap varietas. Setiap varietas sorgum memiliki respon yang berbeda karena setiap varietas sudah membawa gen bawaan atau sifatnya masing-masing, sehingga memiliki kemampuan untuk produksi nira maupun biomassa yang berbeda-beda untuk setiap varietasnya. Penampilan varietas juga berhubungan erat dengan kondisi lingkungan karena karakter mudah dipengaruhi lingkungan.


(28)

7 Upaya lain dalam peningkatan produksi sorgum adalah melalui pemanfaatan sistem ratoon. Sistem ratoon adalah sisa tunggul batang tanaman primer setelah dipanen dengan cara di potong batang bawahnya, dipelihara sampai tumbuh tunas baru yang disebut tanaman ratoon (ratoon pertama), sehingga sistem ratoon merupakan salah satu cara untuk meningkatkan hasil per satuan luas lahan dan per satuan waktu. Menurut Chauchan et al. (1985) beberapa keuntungan dengan cara ini di antaranya adalah umurnya relatif lebih pendek, kebutuhan air lebih sedikit, biaya produksi lebih rendah karena penghematan dalam pengolahan tanah, penggunaan benih, kemurnian genetik lebih terpelihara dan hasil panen tidak berbeda jauh dengan tanaman utama. Di beberapa negara telah

mempraktikkannya pada skala komersial seperti USA, China, India, Jepang, Thailand, dan Filipina.

Pemotongan batang dimaksudkan untuk merangsang tumbuhnya tunas dan akar baru sehingga dengan sendirinya akan meningkatkan jumlah anakan dan jumlah daun tanaman. Menghilangkan batang dan daun tua berarti menghilangkan sumber auksin dan dengan demikian pertumbuhan tunas baru akan terbentuk begitu juga akarnya, mengingat fungsi auksin dapat menghambat pertumbuhan tunas dan dapat menstimulir pertumbuhan akar baik panjang maupun jumlahnya (Abidin, 1993). Adanya kombinasi pengaturan kerapatan tanaman dan varietas tertentu dengan sistem ratoon diharapkan dapat diperoleh hasil yang optimal dari tanaman sorgum, sehingga tanaman sorgum tersebut dapat memproduksi nira dan biomassa yang tinggi.


(29)

8 1.4 Hipotesis

Adapun hipotesis yang diperoleh dari penelitian ini yaitu:

1. Kerapatan tanaman yang berbeda dapat mempengaruhi produksi biomassa dan nira tanaman sorgum ratoon I.

2. Varietas yang berbeda dapat mempengaruhi produksi biomassa dan nira tanaman sorgum ratoon I.

3. Adanya pengaruh varietas sorgum pada berbagai kerapatan tanaman terhadap produksi biomassa dan nira tanaman sorgum ratoon I.


(30)

9

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengenalan Tanaman Sorgum

Sorgum merupakan tanaman serealia yang bukan asli Indonesia, melainkan dari Ethiopia dan Sudan di Afrika. Di Indonesia sorgum punya beberapa nama seperti gandrung, jagung pari, dan jagung canthel. Tanaman sorgum merupakan tanaman graminae yang memiliki taksonomi sebagai berikut (Martin, 1970):

Kingdom : Plantae

Division : Magnoliophyta Class : Liliopsida Subclass : Commelinidae Order : Cyperales Family : Poaceae (Grass) Genus : Sorghum

Spesies : Sorghum bicolor (L.) Moench

Batang sorgum manis berbentuk silindris, beruas-ruas, dan mengandung gula, yaitu 55% sukrosa (berat kering) dan 3,2 % glukosa (berat kering), juga mengandung selulosa 12,4 % dan hemiselulosa 10,2% (Billa et al., 1997). Kandungan sukrosa, glukosa, dan fruktosa akan meningkat setelah bunga mekar (Almodares and Hadi, 2009). Panen batang dilakukan pada saat kemasakan optimal, pada umumnya terjadi pada umur 16 – 18 minggu (112 – 126 hari), sedangkan biji umumnya matang pada umur 90 – 100 hari. Oleh karena itu biji dipanen terlebih dahulu (Sumantri, 1996).


(31)

10 Tanaman sorgum mempunyai batang yang merupakan rangkaian berseri dari ruas (internodes) dan buku (nodes). Bentuk batangnya silinder dengan ukuran diameter batang pada bagian pangkal antara 0,5-5,0 cm. Tinggi batang tanaman sorgum bervariasi yaitu antara 0,5-4,0 m tergantung pada varietas (House, 1985). Tinggi batang sorgum manis yang dikembangkan di China dapat mencapai 5 m, dan struktur tanaman yang tinggi sangat ideal dikembangkan untuk pakan ternak dan penghasil gula (FAO, 2002).

Sorgum mempunyai daun berbentuk seperti pita sebagaimana jagung atau padi dengan struktur daun terdiri atas helai daun dan tangkai daun. Posisi daun

terdistribusi secara berlawanan sepanjang batang dengan pangkal daun menempel pada nodes. Daun sorgum rata-rata panjangnya satu meter dengan penyimpangan kurang lebih 10-15 cm (House, 1985). Jumlah daun bervariasi antara 13-40 helai tergantung varietas (Martin, 1970), namun Gardner et al. (1991) menyebutkan bahwa jumlah daun sorgum berkisar antara 7-14 helai. Daun sangat penting sebagai organ fotosintesis yang merupakan produsen utama fotosintat sehingga dapat dijadikan sebagai indikator pertumbuhan terutama untuk menjelaskan proses pembentukan biomassa (Sitompul dan Guritno, 1995).

Freeman (1970) menyebutkan bahwa tanaman sorgum juga mempunyai daun bendera (leaf blades) yang muncul paling akhir, yaitu bersamaan dengan inisiasi malai. Daun bendera muda bentuknya kaku dan tegak, sangat penting artinya sebagai pintu transportasi fotosintat. Sorgum termasuk tanaman

menyerbuk sendiri (self pollination), pada setiap malai terdapat bunga jantan dan bunga betina yang letaknya terpisah. Proses penyerbukan dan fertilisasi terjadi


(32)

11 apabila glume atau sekam dari masing-masing bunga membuka. Karena proses membukanya glume antara bunga jantan dan bunga betina tidak selalu bersamaan, maka pollen dapat viable untuk jangka waktu 10-15 hari (House, 1985).

Malai tanaman sorgum beragam tergantung varietas dan dapat dibedakan

berdasarkan posisi, kerapatan, dan bentuk. Berdasarkan posisi, malai sorgum ada yang tegak, miring dan melengkung; berdasarkan kerapatan, malai sorgum ada yang kompak, longgar, dan intermediate; dan berdasarkan pada bentuk malai ada yang oval, silinder, elip, seperti seruling, dan kerucut (Martin, 1970).

Tanaman sorgum termasuk tanaman C-4. Karakteristik tanaman C-4 yaitu pada penyinaran tinggi dan suhu panas tanaman ini mampu berfotosintesis lebih cepat sehingga menghasilkan biomassa yang lebih banyak dibandingkan tanaman C-3 (Salisbury and Ross, 1985). Selain sebagai tanaman C-4, tingginya produktivitas tanaman sorgum juga didukung oleh fakta bahwa permukaan daunnya dilapisi oleh lilin yang dapat mengurangi laju transpirasi dan mempunyai sistem perakaran yang ekstensif. Kedua faktor ini menjadikan sorgum sangat efisien dan efektif dalam pemanfaatan air (House, 1985), sehingga produktivitas biomassa sorgum lebih tinggi dibandingkan jagung atau tebu (Hoeman, 2007).

Keunggulan proses fisiologi tanaman sorgum lainnya adalah memiliki gen pengendali untuk berada dalam kondisi stay-green sejak fase pengisisan biji. Fenomena stay-green ini berhubungan dengan kandungan nitrogen daun spesifik (specific leaf nitrogen) yang lebih tinggi sehingga mampu meningkatkan efisiensi penggunaan radiasi dan transpirasi (Borrel et al., 2006). Fisiologi stay-green pada akhirnya mampu memperlambat proses senescen pada daun (Mahalakshmi dan


(33)

12 Bidinger, 2002) sehingga tanaman sorgum mampu mengelola batang dan daunnya tetap hijau walaupun pasokan air sangat terbatas (Borrel et al., 2006).

Beberapa karakter penting yang terdapat pada tanaman sorgum adalah: (1) menghasilkan akar yang lebih banyak dibandingkan tanaman serealia lainnya. Akar sorgum adalah serabut (Purseglove dikutip oleh Efendi et al., 2013) dan pada endodermis akar ada endapan silica yang mencegah kerusakan pada kondisi kekeringan (Doggett, 1970), (2) daunnya mempunyai lapisan lilin dan

kemampuan menggulung sehingga meningkatkan efisiensi transpirasi, (3) dapat dorman selama kekeringan dan tumbuh kembali ketika kondisi favorable, (4) tanaman bagian atas (tajuk) akan tumbuh hanya setelah sistem perakaran berkembang dengan baik, (5) mampu berkompetisi dengan bermacam-macam jenis gulma, (6) mempunyai laju fotosintesis yang lebih tinggi dibandingkan tanaman serealia lainnya, dan (7) produktivitas sangat tinggi dan dapat diratoon (dapat dipanen lebih dari satu kali dalam satu musim tanam dengan hasil yang tidak jauh berbeda, tergantung pemeliharaan tanamannya).

2.2 Syarat Tumbuh Tanaman Sorgum

Sorgum manis (Sorghum bicolor (L.) Moench) merupakan tanaman tahunan asli tropis yang dapat beradaptasi di daerah sedang (temperate) dan sub tropis. Tanaman ini mampu beradaptasi pada daerah yang luas mulai 45o LU sampai dengan 40o LS, dari daerah dengan iklim tropis-kering (semi arid) sampai daerah beriklim basah. Tanaman sorgum masih dapat menghasilkan pada lahan

marginal. Sorgum dapat tumbuh pada tanah liat yang berat ataupun tanah pasir yang ringan. Kisaran pH optimalnya adalah antara 5,0 – 8,5 sehingga jika pH


(34)

13 rendah perlu dikakukan pengapuran untuk perbaikan (Suwelo, 1978). Tanaman sorgum dapat tumbuh pada ketinggian 0-500 m di atas permukaan laut (Sumantri, 1996). Sorgum lebih cocok di daerah yang bersuhu panas, suhu optimum untuk sorgum yaitu 280C – 300C. Kelembaban tanah pada 40% - 60% kapasitas lapang menghasilkan perkecambahan yang terbaik (Sumantri, 1996). Curah hujan yang diperlukan berkisar 375-425 mm/musim tanam dan tanaman sorgum dapat beradaptasi dengan baik pada tanah yang sering tergenang air pada saat turun hujan apabila sistem perakarannya sudah kuat (Rukmana dan Oesman, 2001).

2.3 Kerapatan Tanaman

Populasi tanaman yang akan ditanam dalam satu satuan luas sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan, perkembangan dan hasil yang akan dicapai. Penanaman dengan populasi yang rendah disarankan di daerah yang marginal (kurang subur) dan sumber air yang terbatas. Penanaman populasi yang tinggi akan memberikan dampak positif terhadap jumlah tanaman akan tetapi akan menurunkan hasil karena akan menyebabkan persaingan yang sangat ketat antar tanaman terhadap unsur hara, air, media tumbuh, sinar matahari sehingga ukuran lebih kecil, batang lebih kecil dan tanaman berpotensi mudah rebah.

Fadhly et al., (2000) menyatakan bahwa peningkatan populasi tanaman akan meningkatkan Indeks Luas Daun (ILD) sehingga radiasi surya akan dimanfaatkan lebih baik dalam proses fotosintesis. Takagi dan Sumadi (1984) berpendapat bahwa Indeks Luas Daun (ILD) meningkat dengan meningkatnya populasi tanaman. Namun, luas daun tanaman menurun jika populasi tanaman meningkat, sedangkan jumlah buku per tanaman berkurang.


(35)

14 Kerapatan tanaman yang lebih tinggi akan menyebabkan tanaman lebih cepat menutupi permukaan tanah dan terjadi saling menaungi.

Semakin banyak tanaman per satuan luas maka semakin tinggi ILD sehingga persen cahaya yang diterima oleh bagian tanaman yang lebih rendah menjadi lebih sedikit akibat adanya penghalang cahaya oleh daun-daun di atasnya (Hanafi, 2005). Berat kering total tanaman merupakan akibat efisiensi penyerapan dan pemanfaatan radiasi matahari yang tersedia sepanjang musim pertumbuhan oleh tajuk tanaman budidaya (Gardner et al., 1991). Kompetisi pada keadaan ekstrim (ILD yang terlalu tinggi) mengakibatkan penyerapan cahaya matahari oleh daun-daun bagian bawah begitu rendah sehingga hasil fotosintesis tidak mencukupi untuk kebutuhan respirasi. Daun-daun tersebut bersifat negatif karena untuk kebutuhannya harus mengambil karbohidrat dari daun bagian atas (Sugito, 1999).

Jika populasinya sedikit akan terdapat banyak ruang kosong diantara tajuk

tanaman (Sugito, 1999). Rochmah (1999) yang menyatakan bahwa semakin lebar jarak tanam akan menyebabkan terjadinya peningkatan diameter batang. Tanaman cenderung menginvestasikan sebagian besar awal pertumbuhan mereka dalam bentuk penambahan luas daun yang berakibat pada pemanfaatan radiasi matahari yang efisien (Gardner et al., 1991). Pengaturan banyaknya populasi tanaman erat kaitannya dengan produksi yang akan dicapai. Kerapatan tanaman yang tidak optimum akan memungkinkan terjadi kompetisi terhadap cahaya matahari, unsur hara, air diantara individu tanaman, sehingga pengaturan kerapatan tanaman yang sesuai dapat mengurangi terjadinya kompetisi terhadap faktor-faktor tumbuh tanaman (Aribawa et al., 2007) dan pada prinsipnya pengaturan banyaknya


(36)

15 Kompetisi diantara tanaman terjadi karena kerapatan tanam yang tinggi. Dengan demikian, masing-masing tanaman akan saling memperebutkan bahan-bahan yang dibutuhkan seperti cahaya, air, udara, dan hara tanah. Moenandir (1988)

menjelaskan bahwa kompetisi akan terjadi bila timbul interaksi antar tanaman lebih dari satu tanaman.

Terjadinya kompetisi tergantung dari sifat tanaman dan ketersedian faktor

pertumbuhan. Tanaman yang mempunyai sifat agresivitas dan habitus yang tinggi akan mempunyai daya saing yang kuat. Pengaruh terjadinya kompetisi ada dua faktor, pertama adalah hadirnya suatu individu atau kelompok tanaman lain disekitar individu tersebut, faktor kedua adalah kuantitas faktor pertumbuhan yang tersedia. Ketersedian faktor-faktor pertumbuhan akan memperkecil terjadinya kompetisi. Pada kondisi lapang, kompetisi biasanya terjadi setelah tanaman mencapai tingkat pertumbuhan tertentu, kemudian kompetisi semakin besar sesuai dengan pertumbuhan ukuran dan fungsi pertumbuhanya. Daya kompetitif

tanaman tergantung pada kapasitas organ akar dan daun dalam melaksanakan fungsi untuk pertumbuhan (Sitompul dan Guritno, 1995).

2.4 Varietas Sorgum

Sorgum memiliki keragaman genetik yang luas dengan berbagai sifat agronomi. Terdapat sekitar 4.000 spesies sorgum manis di seluruh dunia (Murray et al., 2009). Penyediaan basis genetik yang beragam sangat penting untuk

pengembangan varietas produktif pada lingkungan yang sangat beragam,


(37)

16 besar kendali gen sifat bioenergi seperti biomassa, karbohidrat, dan kadar nira, sangat kompleks, seperti yang ditunjukkan oleh variasi yang terus-menurus muncul dalam satu populasi dan menunjukkan bahwa gen yang bertanggung jawab terhadap karakter tersebut bersifat kuantitatif (Efendi et al., 2013).

Tanaman sorgum yang umum dibudidayakan meliputi tiga spesies, yaitu Sorghum helepense (L.) Pers., Sorghum propinquum (Kunth) Hitchc., dan Sorghum bicolor (L.) Moench., (De Wet et al., 1970 dikutip oleh House, 1985). Dari ketiga spesies tersebut yang sangat populer dan menjadi tanaman komersial di dunia adalah Sorghum bicolor (L.) Moench. Penyebaran spesies ini meliputi seluruh dunia yang dikembangkan sebagai tanaman pangan, pakan ternak, dan bahan baku berbagai industri (House, 1985).

Varietas sorgum manis dapat menghasilkan 24-56 ton/ha biomassa segar (Almodares and Hadi, 2009). Putnam et al. (1991) mengevaluasi 13 varietas sorgum manis, dengan hasil total bobot biomassa kering 16-36 ton/ha; kadar gula brix hasil ekstraksi 5,8-13,7 %; kadar air batang 67-76 %; hasil ekstraksi gula 2,3-7,0 ton/ha; bervariasi antar varietas. Tanaman sorgum manis membutuhkan hara nitrogen kurang dari 50% dari total nitrogen untuk memproduksi hasil yang sama dengan jagung untuk etanol dan menghemat 62% dari total nitrogen tanpa

perbedaan bobot kering. Sorgum manis yang menghasilkan 11-16 ton/ha biomas kering akan menyerap hara nitrogen, fosfor, dan kalium masing-masing 112 , 45, dan 202 kg/ha (Hunter and Anderson, 1997).


(38)

17 tumbuh di lahan masam. Varietas Numbu merupakan salah satu contoh yang menunjukkan bahwa terdapat varietas yang memiliki bobot biji dan kadar nira yang tinggi. Badan Litbang Pertanian telah melepas varietas sorgum yaitu Varietas Numbu yang berasal dari India, dengan potensi hasil 5 ton/ha, tahan rebah, umur panen 100-105 hari, tinggi tanamanya dapat mencapai 187 cm, jumlah daun yaitu 14 helai, warna sekamnya coklat muda, ukuran biji adalah 4,2; 4,8; 4,4 mm, sifat sekam yang menutup sepertiga bagian biji, memiliki bentuk atau sifat biji yaitu bulat lonjong dan mudah dirontokan. Varietas Numbu merupakan salah satu contoh yang menunjukkan bahwa terdapat varietas yang memiliki bobot biji dan kadar nira yang tinggi (Matsue et al., 2004). Berdasarkan penelitian Efendi et al. (2013), Varietas Numbu memiliki daya ratun tinggi

dengan persentase tumbuh ratoon pertama di atas 75%.

Dajue dan Guangwei (2000) dikutip oleh Purnomohadi (2006) melaporkan hasil penelitiannya tentang beberapa varietas sorgum manis (Wray, Keller, dan Rio) di Beijing menghasilkan hijauan segar berturut-turut 106 ton/ha, 107 ton/ha, dan 82 ton/ha. Kadar serat kasar ketiga varietas sorgum manis berbeda baik pada 50 hari setelah tanam (hst) maupun 100 hst. Varietas Rio menghasilkan kadar serat kasar lebih tinggi daripada Wray dan Keller. Dari hasil penelitian Purnomohadi (2006), Varietas Wray dan Keller mempunyai potensi untuk dikembangkan sebagai tanaman penghasil hijauan pakan. Selain itu Varietas Wray dan Keller

mempunyai pertumbuhan vegetatif yang lebih panjang, komposisi kimiawi yang dihasilkan lebih baik kualitasnya untuk hijaun pakan. Varietas Keller dan Wray mempunyai pertumbuhan vegetatif yang lebih panjang 100 hst.


(39)

18 2.5 Ratoon pada Sorgum

Kelebihan lain dari sorgum adalah tanaman dapat tumbuh kembali setelah dipanen. Ratoon merupakan pemangkasan atau penebasan pada batang bawah tanaman. Hasil keprasan tersebut disebut tunggul. Tunggul hasil pemangkasan batang bawah tersebut nantinya akan tumbuh sebagai tanaman baru dengan sistem perakaran yang baru yang berasal dari tunas yang tumbuh. Menurut Chauchan et al. (1985), beberapa keuntungan dengan cara ini di antaranya adalah umurnya relatif lebih pendek, kebutuhan air lebih sedikit, biaya produksi lebih rendah karena penghematan dalam pengolahan tanah, penggunaan benih, kemurnian genetik lebih terpelihara dan hasil panen tidak berbeda jauh dengan tanaman awal.

Menurut Alfandi (2006), ratoon merupakan salah satu cara untuk meningkatkan hasil tanaman per satuan luas lahan dan per satuan waktu. Keistimewaan dari tanaman sorgum adalah kemampuan untuk tumbuh kembali setelah dipotong atau dipanen disebut ratoon. Ratoon sorgum dapat dilakukan 2 - 3 kali, sehingga tanaman sorgum dapat memenuhi kebutuhan bahan baku biomas atau biji yang berkesinambungan. Tanam ratoon tidak melibatkan proses penanaman benih karena menggunakan regenerasi batang, dan merupakan sarana yang berguna untuk memulai budidaya pada kondisi kekeringan. Budidaya sorgum dengan sistem ratoon telah telah diterapkan oleh peternak di wilayah kering. Bukan hanya di Indonesia saja tetapi juga di India, Afrika, bahkan Amerika Serikat (Balai Penelitian Tanaman Serealia, 2012).

Menurut Tsuchihashi dan Goto (2004), tanaman induk sorgum dan tanaman ratoon dalam setahun dapat dipanen dua sampai tiga kali, namun daya


(40)

19 ratoon bervariasi antar varietas. Penelitiannya menunjukkan bobot biomas segar tanaman primer rata-rata 43,0 ton/ha, kemudian menurun nyata pada tanaman ratoon pertama menjadi 22,6 ton/ha dan turun kembali pada pertanaman ratoon kedua menjadi 17,0 ton/ha. Budidaya sorgum dapat dilakukan pada musim kemarau karena persentase tanaman tumbuh ratoon juga cukup besar dan tanaman ratoonnya lebih toleran terhadap kekeringan dibanding tanaman primer.

Pertumbuhan tanaman yang berasal dari tunggul cenderung lebih rendah dibandingkan dengan tanaman yang berasal dari biji. Sistem ratoon

meningkatkan tinggi tanaman, jumlah daun, diameter batang, berat kering akar pada umur 4 mst, berat kering tajuk umur 4 mst, bobot 1000 biji, serta

memberikan hasil bioetanol 87,66 % lebih besar dan pakan 59,89 % lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan tanpa ratoon (Galuh et al., 2012). Potensi biomassa sorgum juga dapat ditingkatkan lagi dengan mengoptimalkan potensi ratoon I pada sorgum.

Sejumlah hasil penelitian menunjukkan dengan pemeliharaan yang baik ratoon pertama tanaman sorgum masih mampu menghasilkan biomas sampai 80% dibandingkan tanaman utama. Sementara itu pada ratoon kedua masih mampu menghasilkan biomas 60 % dibandingkan tanaman utama. Penurunan potensi biomassa disebabkan oleh menurunnya persentase tumbuh ratoon dan umur tanaman yang menjadi lebih pendek (Balai Penelitian Tanaman Serealia, 2012).

2.6 Produksi Nira Sorgum

Nira adalah hasil dari perasan batang sorgum yang mengandung kadar gula (brix) dan lain sebagainya. Batang sorgum apabila diperas akan menghasilkan nira.


(41)

20 Kadar air dalam batang sorgum kurang lebih 70 % yang artinya kandungan

niranya kurang lebih sebesar itu. Batang sorgum yang menghasilkan nira

biasanya hanya digunakan sebagai pakan ternak belum memiliki nilai ekonomis. Mengingat nira sorgum mengandung kadar glukosa yang cukup besar karena nira sorgum manis setara dengan nira tebu (Putri, 2009).

Proses pemerahan batang nira adalah proses pemisahan nira (bagian cair) dengan ampas (bagian padat), keberhasilan proses ini diukur dengan efisiensi pemerahan, seperti juga halnya pemerahan batang tebu. Batang sorgum manis yang diperas akan menghasilkan nira yang memiliki kadar gula yang hampir sama dengan nira tebu (Direktorat Jenderal Perkebunan, 1996).

Menurut Hoeman et al. (2001), kelebihan sorgum manis dibanding tebu, yaitu tanaman sorgum memiliki produksi biji dan biomassa yang jauh lebih tinggi dibanding tanaman tebu; adaptasi sorgum jauh lebih luas dibanding tebu sehingga sorgum dapat ditanam di hampir semua jenis lahan, baik lahan subur maupun lahan marjinal; tanaman sorgum memilki sifat lebih tahan terhadap kekeringan, salinitas tinggi dan genangan air dibanding tanaman tebu; kebutuhan air untuk tanaman sorgum hanya sepertiga dari tanaman tebu; sorgum memerlukan pupuk relatif lebih sedikit dan pemeliharaannya lebih mudah daripada tanaman tebu; laju fotosintesis dan pertumbuhan tanaman sorgum jauh lebih tinggi dan lebih cepat dibanding tanaman tebu; menanam sorgum lebih mudah, kebutuhan benih hanya 4,5–5 kg/ha dibanding tebu yang memerlukan 4.500–6.000 kg stek batang; umur panen sorgum lebih cepat yaitu hanya 3-4 bulan, dibanding tebu yang dipanen pada umur 7 bulan; sorgum dapat diratoon dipanen beberapa kali satu kali tanam.


(42)

21 Nira sorgum merupakan produk yang memiliki keunggulan bahkan apabila

dibandingkan dengan nira tebu. Keunggulannya terletak pada tingkat

produktivitas dan ketahanan tanaman sorgum. Produksi biji dan biomassa lebih besar dibandingkan dengan tebu. Perbandingan karakteristik budidaya sorgum dengan tebu dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Perbandingan Karakteristik Budidaya Sorgum dengan Tebu.

Karakteristik Sorgum Tebu

Produktivitas Biji dan biomass Biomass Lahan Tanam Marginal Subur

Kebutuhan air 332 kg/kg bahan kering 3 kali sorgum Laju Fotosintesis Tinggi dan cepat Lebih rendah

Kebutuhan benih 4,5-5 kg/ha 4.500-6.000 kg stek/ha Umur Produksi 3-4 bulan > 10 bulan

Sumber : Setyaningsih (2009).

Sorgum dapat menghasilkan nira yang memiliki kadar gula yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan nira tebu. Walaupun demikian, terdapat beberapa

kekurangan nira sorgum dibandingkan dengan nira tebu, yaitu dalam kadar pati serta abunya yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan nira tebu. Perbedaan karakteristik nira sorgum dengan nira tebu dapat dilihat pada Tabel 2.


(43)

22 Tabel 2. Komposisi Nira Sorgum dan Nira Tebu

Komposisi Nira sorgum Nira tebu Brix (%) 13,6 – 18,40 12 – 19 Sukrosa 10,0 – 14,40 9 – 17 Gula reduksi (%) 0,75 – 1,35 0,48 – 1,52 Abu (%) 1,28 – 1,57 0,40 – 0,70 Amilum (ppm) 209 – 1764 1,50 – 95 Asam akonitat 0,56 0,25 Gula total (%) 11 – 16 10 – 18 Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan (1996).

Dari Tabel 2 di atas, terlihat bahwa kadar gula (dalam derajat Brix) nira sorgum lebih tinggi dibandingkan dengan nira tebu. Nira sorgum memiliki kelemahan dalam kadar abu, amilum dan asam akonitat yang lebih tinggi dibandingkan dengan nira tebu. Amilum dan asam akonitat merupakan penghambat proses pengolahan nira menjadi gula kristal dan kandungan gula reduksi nira sorgum yang tinggi cenderung membentuk tetes (molasses) sehingga pemanfaatan nira batang sorgum sebagai bahan baku gula kristal tidak menguntungkan.

Pemanfaatan nira batang sorgum akan lebih cocok apabila diarahkan pada pembuatan bioetanol (Sumantri, 1996).

Sebenarnya bagi Indonesia sebagai negara agraris merupakan suatu peluang untuk mengembangkan sorgum di seluruh wilayah Indonesia yang masih luas.

Ditambah dengan dikeluarkannya Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional untuk mengembangkan sumber energi alternatif sebagai pengganti BBM dan Instruksi Presiden No. 1 Tahun 2006 tanggal 25 Januari 2006 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Bahan Bakar Nabati (Biofuel) sebagai bahan bakar lain.


(44)

23 2.7 Produksi Biomassa Sorgum

Biomassa digunakan untuk menggambarkan bahan organik tanaman yang berasal dari konversi energi fotosintesis sebagai sumber energi serbaguna yang dapat disimpan dengan mudah dan berubah menjadi bahan bakar cair, listrik, dan panas melalui berbagai proses (Bassam, 2004). Bobot berangkasan basah merupakan indikator yang menunjukkan tingkat serapan air dan unsur hara oleh tanaman untuk metabolisme serta merupakan gabungan dari perkembangan dan

pertambahan jaringan tanaman seperti jumlah daun, luas daun, dan tinggi tanaman (Dwidjoseputro, 1994). Sedangkan berat tanaman kering merupakan bahan organik yang terdapat dalam bentuk biomassa yang mencerminkan penangkapan energi oleh tanaman dalam proses fotosintesis. Semakin tinggi berat tanaman kering menunjukkan bahwa proses fotosintesis berjalan baik. Produksi bahan kering tanaman tergantung dari penerimaan penyinaran matahari dan pengambilan karbondioksida dan air dalam tumbuhan (Harjadi, 1996). Selain itu, perbedaan berat tanaman kering juga dapat disebabkan karena perbedaan faktor genetik .


(45)

24

III. BAHAN DAN METODE

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian BPTP Unit Percobaan Natar, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan dan Laboratorium Agronomi, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung selama bulan September 2013 sampai Desember 2013. Kebun Percobaan ini berada pada ketinggian 135 m dpl, mempunyai jenis tanah latosol dan sebagian podsolik merah kuning, bahan induk dari tuf vulkan, mempunyai tingkat kesuburan sedang. Iklim disekitar Kebun Percobaan Natar termasuk tipe B menurut Schmith Firguson (1951) dengan curah hujan rata-rata 1786 mm/tahun (Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Lampung, 2012).

3.2 Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan yaitu sorgum manis (Sorghum bicolor (L.) Moench) dengan varietas Numbu, Keller dan Wray. Benih pada penelitian ini berasal dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Sulusuban, Lampung Tengah. Benih ini merupakan benih introduksi yang diteliti oleh Prof. Dr.

Soeranto Hoeman dan dibawa ke Lampung oleh Dr. Soengkono (Sungkono et al., 2009). Pada penelitian ini digunakan sorgum manis karena kadar gula brix hasil


(46)

25 (Putnam et al., 1991). Ketiga varietas (Numbu, Keller, dan Wray) masing-masing memiliki perbedaan dan keunggulan. Varietas Numbu memiliki tinggi 187 cm, bentuk elips, dan malainya kompak (Balai Penelitian Serealia, 2013). Sedangkan Keller dan Wray memiliki tinggi tanaman 296,10 cm dan 231,16 cm dan memiliki bobot biji per malai tanaman yaitu 21,53 g dan 21,04 g (Rahmawati, 2013). Selain benih sorgum manis, digunakan juga pupuk anorganik yaitu Urea, SP36, dan KCl masing-masing dengan dosis 100, 100, dan 150 kg/ha.

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah mesin pemeras tebu, diesel, selang, sabit, pisau, cangkul, tali raffia, kertas label sampel, cutter, ajir bambu, ember, jangka sorong, gelas ukur, oven, kertas koran, karung, alat tulis, meteran, refraktometer dan timbangan digital.

3.3 Metode Penelitian

Percobaan diuji secara faktorial dalam Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan tiga ulangan. Faktor pertama adalah kerapatan tanaman (P) yang terdiri dari empat taraf, yaitu: satu tanaman per lubang (P1), dua tanaman per lubang (P2), tiga tanaman per lubang (P3), dan empat tanaman per lubang (P4). Faktor kedua adalah varietas sorgum (G) yang terdiri dari tiga taraf, yaitu: Varietas Numbu (G1), Varietas Keller (G2), Varietas Wray (G3). Dengan demikian diperoleh 12 kombinasi perlakuan dan masing-masing perlakuan diulang sebanyak 3 kali, sehingga terdapat 36 satuan percobaan. Susunan kombinasi perlakuan tersebut dilihat pada Tabel 3.


(47)

26 Tabel 3. Susunan kombinasi perlakuan tanaman sorgum dalam penelitian.

Perlakuan Keterangan

G1P1 Varietas Numbu dengan Perlakuan satu tanaman/lubang tanam G1P2 Varietas Numbu dengan Perlakuan dua tanaman/lubang tanam G1P3 Varietas Numbu dengan Perlakuan tiga tanaman/lubang tanam G1P4 Varietas Numbu dengan Perlakuan empat tanaman/lubang tanam G2P1 Varietas Keller dengan Perlakuan satu tanaman/lubang tanam G2P2 Varietas Keller dengan Perlakuan dua tanaman/lubang tanam G2P3 Varietas Keller dengan Perlakuan tiga tanaman/lubang tanam G2P4 Varietas Keller dengan Perlakuan empat tanaman/lubang tanam G3P1 Varietas Wray dengan Perlakuan satu tanaman/lubang tanam G3P2 Varietas Wray dengan Perlakuan dua tanaman/lubang tanam G3P3 Varietas Wray dengan Perlakuan tiga tanaman/lubang tanam G3P4 Varietas Wray dengan Perlakuan empat tanaman/lubang tanam

Petak percobaan berukuran 4 m x 4 m dan sorgum ditanam dengan jarak tanam 80 cm x 20 cm, sehingga setiap petak terdiri dari 100 lubang tanam. Populasi per hektar untuk kerapatan satu, dua, tiga, dan empat tanaman per lubang berturut-turut yaitu 62.500, 125.000, 187.500, dan 250.000 tanaman/ha. Tanaman sampel dipilih secara acak. Setiap petak dipilih 5 tanaman sampel untuk pengamatan biomassa dan 5 tanaman sampel untuk pengamatan nira. Pengamatan ini dilakukan pada umur 6 mst (vegetatif) dan 12 mst (generatif). Tata letak petak percobaan disajikan pada Gambar 1. dan tata letak tanaman sorgum dalam petak percobaan di sajikan pada Gambar 2. Data produksi biomassa dan nira dianalisis dengan sidik ragam (ANOVA). Homogenitas ragam antar perlakuan diuji dengan uji bartlet dan aditivitas data diuji dengan uji tukey. Selanjutnya, perbadaan nilai tengah perlakuan ditentukan dengan uji lanjut Beda Nyata Terkecil (BNT) dengan


(48)

27 1 m

1 m

Ulangan I

U 60 m

B T Ulangan II

S

Ulangan III

15 m

Gambar 1. Denah Tata Letak Petak Percobaan G3P1 G3P2 G2P3

G1P1 G3P3 G3P2 G3P4 G1P3 G1P1 G1P4 G2P3 G3P1 G2P1 G2P2 G1P2 G2P3 G3P1 G1P3 G1P4 G2P1

G1P2 G3P4

G1P3 G2P2 G2P4 G3P3 G2P1 G1P1 G2P4 G3P4 G3P2 G2P4 G3P3 G1P4 G2P2 G1P2


(49)

28 U

B T

S

4 m

4 m

Gambar 2. Denah Tata Letak Tanaman Sorgum dalam Percobaan 40 cm 80 cm 40 cm X X X X X X 20 cm X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X


(50)

29 3.4 Pelaksanaan Penelitian

3.4.1 Pemotongan Batang dan Penjarangan

Saat panen pada musim pertama dilakukan pemotongan batang tua ruas pertama ± 10-15 cm, di atas permukaan tanah dengan menggunakan sabit yang tajam. Kemudian segera dilakukan penyirman jika tidak ada hujan. Setelah muncul tunas-tunas yang baru (ratoon), tanaman dipelihara dengan baik. Penjarangan, dilakukan terhadap tunas baru yang sudah tumbuh dalam pertanaman sorgum sesuai dengan jumlah perlakuan per lubang tanamlah yang dipelihara.

Penjarangan dilakukan maksimal dua minggu setelah tanaman ratoon muncul dan dipilih tanaman yang mampu tumbuh dan berkembang dengan dengan baik.

3.4.2 Pemupukan

Pupuk yang digunakan dalam penelitian ini yaitu pupuk anorganik seperti Urea, SP-36, dan KCl, masing-masing dengan dosis 100, 100, dan 150 kg/ha.

Pemupukan dilakukan sebanyak dua kali terhadap pupuk Urea, pemupukan pertama dilakukan tiga minggu setelah tunas baru mulai tumbuh, bersamaan dengan pemberian KCl dan SP-36. Perbandingan Urea, SP-36, dan KCl yaitu ½ : 1 : 1. Sedangkan pemupukan urea kedua dilakukan pada saat tanaman berumur 6 minggu setelah tanam. Pupuk diberikan dengan cara larikan terputus (diskontinu) kemudian ditimbun dengan jarak ± 10 cm dari lubang tanam sedalam 5 cm.


(51)

30 3.4.3 Pemeliharaan

Pemeliharaan, meliputi penyiraman dan pengendalian OPT termasuk

pengendalian gulma dan hama penyakit. Penyiangan tersebut dilakukan dengan cara tanah di sekitar pertanaman sorgum dibersihkan dari rumput liar atau gulma. Dalam melakukan penyiangan gulma harus secara hati-hati, agar tidak

mengganggu perakaran tanaman sorgum dan dengan cara kimiawi. Penyiangan yang dilakukan masih menggunakan cara manual dikored dengan cangkul, karena lebih efektif dan efisien.

Penyiangan pertama dilakukan umur 2 sampai 4 minggu setelah tanam dan bersamaan dengan pembumbunan, selanjutnya dilakukan jika terdapat gulma yang mengganggu tanaman. Pembumbunan dilakukan dengan cara tanah di kanan dan kiri barisan sorgum dibumbun dengan cangkul, kemudian ditimbun di barisan tanaman, membentuk guludan memanjang. Pembumbunan ini bertujuan untuk menutup akar yang bermunculan di atas permukaan tanah selain itu juga untuk memperkokoh posisi batang sehingga tanaman tidak mudah rebah dan

merangsang terbentuknya akar-akar baru pada pangkal batang.

Kemudian dilakukan pengendalian terhadap hama dan penyakit jika menyerang tanaman. Penyiraman dilakukan untuk memberi ketersediaan air dalam tanah, agar tanaman tidak kekurangan air dan untuk membantu proses fotosintesis dan masa pembuahan. Dilakukan penyiraman pada tanaman dalam satu minggu 1-2 kali, bergantung dengan situasi dan kondisi. Bila terdapat hujan dengan intensitas yang tinggi tidak dilakukan penyiraman.


(52)

31 3.5 Variabel yang diamati

Komponen yang diamati dalam penelitian ini yaitu, meliputi: 1. Panjang batang.

Panjang batang didapat dengan mengukur panjang batang tersebut

menggunakan meteran dari pangkal batang sampai dengan pucuk batang paling atas yang dilakukan pada saat tanaman memasuki fase vegetatif dan fase generatif. Panjang batang tanaman sorgum diukur dalam satuan cm. 2. Diameter batang.

Diameter batang di ukur dengan menggunakan jangka sorong, dan diameter batang di ukur secara terpisah antara bagian pangkal batang, batang bagian tengah dan batang bagian ujung. Diameter batang tanaman sorgum diukur dalam satuan cm.

3. Bobot tanaman basah.

Bobot tanaman basah biomassa diukur menggunakan timbangan digital,

seluruh bagian yang bergantung pada umur tanaman tersebut, dimana pada fase vegetatif dimulai dari akar, batang, dan daun. Sedangkan pada saat tanaman memasuki fase generatif dan pada saat panen maka biomassa yang ditimbang mulai dari akar, batang, daun, dan malai sorgum. Bobot tanaman basah dinyatakan dalam satuan g/tanaman.

4. Bobot tanaman basah.

Bobot tanaman basah diukur menggunakan timbangan, seluruh bagian yang bergantung pada umur tanaman tersebut, dimana pada fase vegetatif dimulai dari akar, batang, dan daun. Sedangkan pada saat tanaman memasuki fase generatif dan pada saat panen maka biomassa yang ditimbang mulai dari akar,


(53)

32 batang, daun, dan malai sorgum. Bobot tanaman basah dinyatakan dalam satuan kg/petak. Petakan dalam penelitian ini berukuran 16 m2.

5. Bobot tanaman kering.

Semua biomassa yang sudah diukur bobot basahnya, maka dikeringkan. Pengeringan tersebut menggunakan oven selama 3 hari dengan suhu 800 C per sampel. Kemudian ditimbang menggunakan timbangan digital. Bobot tanaman kering dinyatakan dalam satuan g/tanaman.

6. Bobot tanaman kering.

Semua biomassa dalam petak yang sudah diukur bobot basahnya, maka dikeringkan. Pengeringan tersebut menggunakan oven selama 3 hari dengan suhu 800 C per sampel. Kemudian ditimbang, bobot tanaman basah dinyatakan dalam satuan kg/petak. Petakan dalam penelitian ini berukuran 16 m2.

7. Volume nira.

Banyaknya nira diperoleh secara mekanik, yaitu digiling menggunakan mesin pemeras tebu sesuai letak masing-masing bagian dari batang sorgum, yaitu pangkal, tengah dan ujung batang yang digiling terpisah dan diukur

menggunakan tabung ukur. Nira diambil 5 sampel per petakan. Volume nira diukur dalam satuan ml/tanaman dan liter/petak. Petakan dalam penelitian ini berukuran 16 m2.

8. Kadar gula nira pada batang sorgum.

Setelah diperoleh nira sorgum, maka diukur kadar gulanya dengan melakukan analisis menggunakan alat pengukur kadar gula yaitu refraktometer. Kadar gula nira pada batang sorgum diukur dalam oBrix.


(54)

78

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah diuraikan maka dapat diambil kesimpulan bahwa:

1. Kerapatan tanaman berpengaruh nyata terhadap produksi biomassa dan nira sorgum ratoon I. Tingkat kerapatan tanaman yang tinggi (tiga tanaman per lubang) mampu meningkatkan produksi biomassa dan nira per satuan luas, walaupun produksi biomassa dan nira per tanaman mengalami penurunan. 2. Varietas berpengaruh nyata terhadap produksi biomassa dan nira sorgum

ratoon I. Varietas Numbu mampu menghasilkan biomassa dan nira tertinggi pada fase vegetatif, sedangkan Varietas Keller menghasilkan biomassa dan nira tertinggi pada fase generatif.

3. Kombinasi perlakuan antara kerapatan tanaman dan varietas mempengaruhi produksi biomassa dan nira tanaman sorgum baik dalam satuan luas maupun per individu tanaman. Kerapatan tiga tanaman per lubang dengan Varietas Keller mampu memproduksi biomassa dan nira tertinggi pada sorgum umur 12 mst ratoon I, yaitu masing-masing sebesar 117,00 kg/petak dan 40,56


(55)

79 5.2 Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan penulis memberikan saran agar pada penelitian selanjutnya digunakan alat pemeras batang sorgum yang lebih baik untuk mempercepat proses ekstraksi nira. Hal tersebut dilakukan untuk menghindari penurunan nilai brix pada nira sorgum.


(56)

80

PUSTAKA ACUAN

Abidin. 1993. Dasar-Dasar Pengetahuan Tentang Zat Pengatur Tumbuh. Angkasa: Bandung.

Alfandi. 2006. Pengaruh tinggi pemangkasan (ratoon) dan pupuk nitrogen

terhadap produksi padi (Oryza sativa L.) Kultivar Ciherang. Jurnal Agrijati. 2: 1-7.

Almodares A., and M.R. Hadi. 2009. Production of Bioethanol from Sweet Sorghum. A Review African Journal Agric. Research. 4(9): 772-80. Anderson, I.C., D.B. Buxton, A. Hallam, and E. Hunter. 1995. Biomass

production and ethanol potential from sweet sorghum. Leopold Center for Sust. Agric., Iowa State Univ., Ames, IA. 4:97-101.

Anwar, A. A. 1992. Usaha Peningkatan Produksi Jagung Semi dengan

Pengolahan Tanah dan Pemberian Mulsa. Jurusan Budi Daya Pertanian. Fakultas Pertanian. IPB: Bogor. 41 hal. Skripsi Sarjana.

Aribawa, I. B., S. Mastra , dan I.K. Kariada. 2007. Uji Adaptasi Beberapa

Varietas Jagung di Lahan Sawah. Balai Penelitian Teknologi Pertanian Bali dan Nusa Tenggara Barat. Hal: 1-3.

Arifin dan Martoyo. 1986. Kajian Sorgum manis (Sorgum bicolor (L.) Moench): Bahan baku potensial pabrik gula. P3GI: Pasuruan. Pros. Pertemuan Teknis Tengah Tahunan 1986.

Atmodjo, M.C.T. 2011. Tanaman sorgum manis (Sorghum bicolor L. Moench) pada berbagai umur tanaman untuk pakan ternak. Seminar Sains dan Teknologi IV. Bandar Lampung 29-30 Novemver 2011.

Balai Pengkajian dan Teknologi Pertanian (BPTP) Lampung. 2012. Petunjuk Teknis Budidaya Tanaman Vanili. Departemen Pertanian: Lampung. 13 halaman.

Balai Penelitian Tanaman Serealia. 2012. Pengembangan Sentra Produksi Sorgum. Direktorat Jendral Produksi Tanaman Pangan.


(57)

81 Bassam, N.E. 2004. Global Potential of Biomass for Transport Fuels. Institute of

Crop and Grassland Science. Braunschweig: Germany.

Billa, E., D.P. Koullas, B. Monties dan E.G Koukios. 1997. Structure and Composition of Sweet Sorghum Stalk Components. Industrial Crops and Products. 6 : 297-302.

Borrell, A., E.V. Oosterom, G. Hammer, D. Jordan, and A. Douglas. 2006. The

physiology of “stay-green” in sorghum. Hermitage Research Station. University of Quensland: Brisbande.

Chauchan, J.S, B.S. Vergara dan S.S. Lopez. 1985. Rice Ratooning. IRRI: Philippines. IRRI Research Paper Series. Number 102 . February 1985. Crowder. 1997. Genetika Tumbuhan. Gajah Mada University Press: Yogyakarta.

499 hal.

Direktorat Jenderal Perkebunan. 1996. Sorgum Manis Komoditi Harapan di Propinsi Kawasan Timur Indonesia. Risalah Simposium Prospek Tanaman Sorgum untuk Pengembangan Agroindustri, 17−18 Januari 1995. Edisi Khusus Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian No.4-1996: 6− 12.

Dogget, H. 1970. Sorghum. Longmans, Green and Co. Ltd: London. 403 p. Dwidjoseputro, D. 1990. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. Gramedia Pustaka

Utama: Jakarta.

Efendi, R., M. Aqil, dan M. Pabendon. 2013. Evaluasi genotipe sorgum manis (Sorghum bicolor (L.) Moench) produksi biomas dan daya ratun tinggi. Jurnal Tanaman Pangan. Vol. 32 No. 2: 116-125.

Fadhly, A. F., Subandi, A. Roslina, T. Fahdiana, dan E.O. Momuat. 2000. Pengaruh N dan Kepadatan Tanaman Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Jagung. Risalah Penelitian jagung dan sereaIia lain. Balai Penelitian dan Pengembangan Tanarnan Pangan: Bogor. 4: 3S-40.

FAO. 2002. Sweet Sorghum in China. Agriculture and Consumer Protection. Food Agricultural Organization of United Nations Department.

FAO Corporate Document Repository. 2013. Integrated Energy Systems In China - The Cold Northeastern Region Experience. Natural Resources

Management and Environment Department .

Freeman, J.E. 1970. Development and Structure of The Sorghum Plant and Its Fruit. Dalam Sorghum Production and Utilization: Major Feed and Food Crops in Agriculture and Food Series. Editor: Joseph S. Wall dan William M. Ross. The Avi Publishing Company, Connecticut. pp. 28-72.


(58)

82 Galuh. 2012. Pertumbuhan dan Hasil Sorgum Manis (Sorghum bicolor (L.)

Moench) Tanam Baru dan Ratoon pada Jarak Tanam Berbeda. Fakultas Pertanian Universitas Gajah Mada: Yogyakarta.

Gardner, F.P., R. B. Pearce, and P. R. Michael. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya, Penterjemah Herawati Susilo. UI Press: Jakarta.

Grassi, G. 2005. Technologies of liquid biofuels production in Europe. European Biomass Industry Association (EUBIA): Europe. 24p.

Hanafi, M.A. 2005. Pengaruh Kerapatan Tanam Terhadap Pertumbuhan Dan Hasil Tiga Kultivar Jagung (Zea mays L.) Untuk Produksi Jagung. Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya: Malang. Hal. 6-9. Semi Skripsi.

Harjadi, S.S. 1996. Pengantar Agronomi. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta. Hoeman, S., T.M. Nakanishi, dan T.M. Razzak. 2001. Mutation breeding in

sorghum in Indonesia. Radioisotope Journal. Vol. 50, No. 5. The Japan Radioisotope Association. P169-175.

Hoeman, S. 2007. Peluang dan Potensi Pengembangan Sorgum Manis. Makalah

pada workshop “Peluang dan Tantangan Sorgum Manis sebagai Bahan

Baku Bioetanol”. Dirjen Perkebunan. Departemen Pertanian: Jakarta.10 hal. House, L.R. 1985. A Guide to Sorghum Breeding. International Crops Research

Institute for Semi-Arid Tropics. Andhra Pradesh: India.

Hunter, E.L. and I.C. Anderson. 1997. Sweet sorghum. In J. Janick (Eds.) Horticultural riviews. Vol. 21 Department of Agronomy Iowa State University. John willey & Sons.Inc. pp 73-104.

Irwan, W., A. Wahyudin, R. Susilawati, dan T. Nurmala. 2004. Interaksi jarak tanam dan jenis pupuk kandang terhadap komponen hasil dan kadar tepung sorghum (Sorghum bicolor L. Moench) pada Inseptisol di Jatinangor. Jurnal Budidaya Tanaman. 4:128-136.

Mahalakshmi, V. and F.R. Bidinger. 2002. Evaluation of stay-green sorghum germplasm lines at ICRISAT. Crop Sci. 42: 965-974.

Makanda, I., P. Tongoona, J. Derera, J. Sibiya, and P. Fato. 2010. Combining ability and cultivar superiority of sorghum germplasm for grain yield across tropical low and midaltitude environments. Field Crops Research. 116: 75-85.

Martin, J.H. 1970. History and Classification of Sorghum. Dalam Sorghum Production and Utilization: Major Feed and Food Crops in Agriculture and Food Series. Editor: Joseph S. Wall and William M.R. Westport, CT: Avi Pub. 1-27.


(1)

79 5.2 Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan penulis memberikan saran agar pada penelitian selanjutnya digunakan alat pemeras batang sorgum yang lebih baik untuk mempercepat proses ekstraksi nira. Hal tersebut dilakukan untuk menghindari penurunan nilai brix pada nira sorgum.


(2)

80

PUSTAKA ACUAN

Abidin. 1993. Dasar-Dasar Pengetahuan Tentang Zat Pengatur Tumbuh. Angkasa: Bandung.

Alfandi. 2006. Pengaruh tinggi pemangkasan (ratoon) dan pupuk nitrogen

terhadap produksi padi (Oryza sativa L.) Kultivar Ciherang. Jurnal Agrijati.

2: 1-7.

Almodares A., and M.R. Hadi. 2009. Production of Bioethanol from Sweet Sorghum. A Review African Journal Agric. Research. 4(9): 772-80.

Anderson, I.C., D.B. Buxton, A. Hallam, and E. Hunter. 1995. Biomass

production and ethanol potential from sweet sorghum. Leopold Center for Sust. Agric., Iowa State Univ., Ames, IA. 4:97-101.

Anwar, A. A. 1992. Usaha Peningkatan Produksi Jagung Semi dengan

Pengolahan Tanah dan Pemberian Mulsa. Jurusan Budi Daya Pertanian. Fakultas Pertanian. IPB: Bogor. 41 hal. Skripsi Sarjana.

Aribawa, I. B., S. Mastra , dan I.K. Kariada. 2007. Uji Adaptasi Beberapa

Varietas Jagung di Lahan Sawah. Balai Penelitian Teknologi Pertanian Bali dan Nusa Tenggara Barat. Hal: 1-3.

Arifin dan Martoyo. 1986. Kajian Sorgum manis (Sorgum bicolor (L.) Moench): Bahan baku potensial pabrik gula. P3GI: Pasuruan. Pros. Pertemuan Teknis Tengah Tahunan 1986.

Atmodjo, M.C.T. 2011. Tanaman sorgum manis (Sorghum bicolor L. Moench) pada berbagai umur tanaman untuk pakan ternak. Seminar Sains dan

Teknologi IV. Bandar Lampung 29-30 Novemver 2011.

Balai Pengkajian dan Teknologi Pertanian (BPTP) Lampung. 2012. Petunjuk

Teknis Budidaya Tanaman Vanili. Departemen Pertanian: Lampung. 13

halaman.

Balai Penelitian Tanaman Serealia. 2012. Pengembangan Sentra Produksi Sorgum. Direktorat Jendral Produksi Tanaman Pangan.


(3)

81 Bassam, N.E. 2004. Global Potential of Biomass for Transport Fuels. Institute of

Crop and Grassland Science. Braunschweig: Germany.

Billa, E., D.P. Koullas, B. Monties dan E.G Koukios. 1997.Structure and Composition of Sweet Sorghum Stalk Components. IndustrialCrops and Products. 6 : 297-302.

Borrell, A., E.V. Oosterom, G. Hammer, D. Jordan, and A. Douglas. 2006. The

physiology of “stay-green” in sorghum. Hermitage Research Station.

University of Quensland: Brisbande.

Chauchan, J.S, B.S. Vergara dan S.S. Lopez. 1985. Rice Ratooning. IRRI: Philippines. IRRI Research Paper Series. Number 102 . February 1985.

Crowder. 1997. Genetika Tumbuhan. Gajah Mada University Press: Yogyakarta. 499 hal.

Direktorat Jenderal Perkebunan. 1996. Sorgum Manis Komoditi Harapan di Propinsi Kawasan Timur Indonesia. Risalah Simposium Prospek Tanaman Sorgum untuk Pengembangan Agroindustri, 17−18 Januari 1995. Edisi

Khusus Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian No.4-1996: 6− 12.

Dogget, H. 1970. Sorghum. Longmans, Green and Co. Ltd: London. 403 p.

Dwidjoseputro, D. 1990. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta.

Efendi, R., M. Aqil, dan M. Pabendon. 2013. Evaluasi genotipe sorgum manis (Sorghum bicolor (L.) Moench) produksi biomas dan daya ratun tinggi.

Jurnal Tanaman Pangan. Vol. 32 No. 2: 116-125.

Fadhly, A. F., Subandi, A. Roslina, T. Fahdiana, dan E.O. Momuat. 2000. Pengaruh N dan Kepadatan Tanaman Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Jagung. Risalah Penelitian jagung dan sereaIia lain. Balai Penelitian dan Pengembangan Tanarnan Pangan: Bogor. 4: 3S-40.

FAO. 2002. Sweet Sorghum in China. Agriculture and Consumer Protection. Food Agricultural Organization of United Nations Department.

FAO Corporate Document Repository. 2013. Integrated Energy Systems In China - The Cold Northeastern Region Experience. Natural Resources

Management and Environment Department .

Freeman, J.E. 1970. Development and Structure of The Sorghum Plant and Its Fruit. DalamSorghum Production and Utilization: Major Feed and Food Crops in Agriculture and Food Series. Editor: Joseph S. Wall dan William M. Ross. The Avi Publishing Company, Connecticut. pp. 28-72.


(4)

82 Galuh. 2012. Pertumbuhan dan Hasil Sorgum Manis (Sorghum bicolor (L.)

Moench) Tanam Baru dan Ratoon pada Jarak Tanam Berbeda. Fakultas Pertanian Universitas Gajah Mada: Yogyakarta.

Gardner, F.P., R. B. Pearce, and P. R. Michael. 1991. FisiologiTanaman Budidaya, Penterjemah Herawati Susilo. UI Press: Jakarta.

Grassi, G. 2005. Technologies of liquid biofuels production in Europe. European Biomass Industry Association (EUBIA): Europe. 24p.

Hanafi, M.A. 2005. Pengaruh Kerapatan Tanam Terhadap Pertumbuhan Dan Hasil Tiga Kultivar Jagung (Zea mays L.) Untuk Produksi Jagung. Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya: Malang. Hal. 6-9. Semi Skripsi.

Harjadi, S.S. 1996. Pengantar Agronomi. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta.

Hoeman, S., T.M. Nakanishi, dan T.M. Razzak. 2001. Mutation breeding in sorghum in Indonesia. Radioisotope Journal. Vol. 50, No. 5. The Japan Radioisotope Association. P169-175.

Hoeman, S. 2007. Peluang dan Potensi Pengembangan Sorgum Manis. Makalah

pada workshop “Peluang dan Tantangan Sorgum Manis sebagai Bahan

Baku Bioetanol”. Dirjen Perkebunan. Departemen Pertanian: Jakarta.10 hal.

House, L.R. 1985. A Guide to Sorghum Breeding. International Crops Research Institute for Semi-Arid Tropics. Andhra Pradesh: India.

Hunter, E.L. and I.C. Anderson. 1997. Sweet sorghum. In J. Janick (Eds.) Horticultural riviews. Vol. 21 Department of Agronomy Iowa State University. John willey & Sons.Inc. pp 73-104.

Irwan, W., A. Wahyudin, R. Susilawati, dan T. Nurmala. 2004. Interaksi jarak tanam dan jenis pupuk kandang terhadap komponen hasil dan kadar tepung sorghum (Sorghum bicolor L. Moench) pada Inseptisol di Jatinangor. Jurnal

Budidaya Tanaman. 4:128-136.

Mahalakshmi, V. and F.R. Bidinger. 2002. Evaluation of stay-green sorghum germplasm lines at ICRISAT. Crop Sci. 42: 965-974.

Makanda, I., P. Tongoona, J. Derera, J. Sibiya, and P. Fato. 2010. Combining ability and cultivar superiority of sorghum germplasm for grain yield across tropical low and midaltitude environments. Field Crops Research. 116: 75-85.

Martin, J.H. 1970. History and Classification of Sorghum. Dalam Sorghum Production and Utilization: Major Feed and Food Crops in Agriculture and Food Series. Editor: Joseph S. Wall and William M.R. Westport, CT: Avi Pub. 1-27.


(5)

83 Matsue, N. and T. Henmi. 2009. Validity of the new method for imogolite

synthesis and its genetic implication. pp. 331–341. In Y. Obayashi and Page (Eds.) Interdisciplinary Studies on Environmental Chemistry.

Environmental Research in Asia.

Moenandir, J. 1988. Persaingan Tanaman Budidaya dengan Gulma. Rajawali Press: Jakarta. 101 hal.

Murray, S.C., A. Sharma, W.L. Rooney, P. E. Klein, J. E. Mullet, S. E. Mitchell, and S. Kresovich. 2008. Genetic improvement of sorghum as a biofuel feedstock: I. QTL for Stem Sugar and Grain Nonstructural Carbohydrates.

Crop Sci. 48:2165–2179.

Novemprirenta, Y. C., S. Indriyani, dan Y. Prayoga. 2013. Respon Beberapa Galur Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) terhadap Penyakit Karat Daun (Puccinia sorghi Schw.). Jurnal Biotropika. Vol. 1. No. 2.

Purnomohadi, M. 2006. Potensi Penggunaan Beberapa Varietas Sorgum Manis (Sorghum Bicolor (L.) Moench) Sebagai Tanaman Pakan Berkelanjutan. Penel. Hayati: Vol. 12. Hlm. 41-44.

Putnam, D.H., W.E. Lueschen, B.K. Kanne, and T.R. Hoverstad. 1991. A comparison of sweet sorghum cultivars and maize for ethanol production.

Journal Prod. Agric. 4:377-381.

Putri, R. 2009. Pembuatan Etanol dari Nira Sorgum dengan Proses Fermentasi. Universitas Diponegoro: Jawa Tengah. Skripsi.

Putrianti, R.D. 2013. Pengaruh Lama Penyimpanan Batang Sorgum Manis (Sorghum bicolor (L.) Moench) Terhadap Rendemen dan Brix Nira yang Dihasilkan. Jurusan Teknologi Pertanian. Fakultas Pertanian. Universitas Hasanuddin: Makassar. Skripsi.

Rahmawati, A. 2013. Respons Beberapa Genotipe Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) Terhadap Sistem Tumpang Sari Ubi Kayu (Manihot esculenta Crantz). Fakultas Pertanian. Universitas Lampung: Lampung. Skripsi.

Reddy, B.V.S., and W.D. Dar. 2007. Sweet Sorghum for Bioethanol. Makalah

pada workshop “Peluang dan Tantangan Sorgum Manis sebagai Bahan

Baku Bioetanol”. Dirjen Perkebunan: Departemen Pertanian: Jakarta.

Rochmah, L. 1999. Evaluasi dan Seleksi Delapan Genotipe Jagung Kearah Pembentukan Jagung Semi Banyak. Jurusan Budidaya Pertanian. Fakultas Pertanian. IPB: Bogor. 69 hal. Skripsi.


(6)

84 Salisbusry, F.B. and C.W. Ross, 1985. Plant Physiology. Third Edition.

Wadsworth Publishing Company. Belmont: California. 540 p.

Santoso, B.E. 2002. Rendemen: definisi, prosedur dan kaitanya dengan kinerja pabrik. Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia (P3GI): Pasuruan.

Setyaningsih, D. 2009. Kuliah Teknologi Bioenergi. TIP-IPB: Bogor.

Setyowati, M., Hadiatmi, dan Sutoro. 2005. Evaluasi pertumbuhan dan hasil plasma nutfah sorgum (Sorghum vulgare (L.) Moench.) dari tanaman induk dan ratun. Buletin Plasma Nutfah. 11(2):41-49.

Sitompul, S.M dan B. Guritno. 1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman. Gadjah Mada University Press: Yogyakarta.

Sugito, Y. 1999. Ekologi Tanaman. Fakultas Pertanian. Universitas Brawijaya: Malang.

Sumantri, A. 1996. Pedoman Teknis Budidaya Sorgum Manis sebagai Bahan Baku Industri Gula. Kerjasama Direktorat Jenderal Perkebunan dengan Pusat Penelitian Perkebunan Gula: Indonesia.

Sungkono, Trikoesoemaningtyas, D. Wirnas, D. Sopandie, S. Hoeman, dan M. A. Yudiarto. 2009. Pendugaan Parameter Genetik dan Seleksi Galur Mutan Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) di Tanah Masam. Jurnal Agronomi Indonesia. 37 (3): 220-225.

Suwelo, I. S. 1978. Prospek Pengembangan Sorgum (Sorgum vulgare Pers.) untuk Penganekaragaman Pangan di Indonesia. Dalam Bagian Agronomi LPPP Bogor (Ed). Laporan kemajuan penelitian pemuliaan jagung, sorgum dan ganduum MK 1997 dan MH 1977/1978.

Takagi, H dan S. Sumadi. 1984. Growth of Soybean as affected by Plant Density.

Penelitian Pertanian. 4 (2): 83-86

Teetor, V.H., D.V. Duclos, E.T. Wittenberg, K.M. Young, J. Chawhuaymak, M.R. Riley, and D.T. Ray. 2011.Effects of planting date on sugar and ethanol yield of sweet sorghum grown in Arizona. Industrial Crops and Products. 34: 1293-1300.

Tollenaar, M., A.A. Dibo., A. Aquilera., S.F. Weise, and C.J. Swanton, 1994. Effect of Weed Interference and Soil Nitrogen on Four Maize Hybrids.

Journal Agronomi. 86: 596-601.

Tsuchihashi, N. and Y. Goto. 2004. Cultivation of sweet sorghum (Sorghum bicolor (L.) Moench) and determination of its harvest time to make use as the raw material for fermentation, practiced during rainy season in dry land of Indonesia. Plant Prod. Sci. 7:442-448.