TINJAUAN PUSTAKA Analisis Kondisi Habitat Karang di Pulau Rimaubalak, Kandangbalak, dan Panjurit Lampung Selatan

Perumusan Masalah Beberapa permasalahan yang mendasari penelitian ini adalah : 1 Adanya kegiatan manusia atau antropogenic causes yang dapat menyebabkan ketidakseimbangan lingkungan perairan sehingga menyebabkan rusaknya ekosistem terumbu karang. 2 Kerusakan terumbu karang disebabkan akumulasi bahan organik, nutrien dan logam Pb akibat aktivitas transportasi. 3 Belum adanya perencanaan pengelolaan ekosistem terumbu karang yang cukup jelas di Pulau Rimaubalak, Kandangbalak, dan Panjurit dalam rangka pembangunan Jembatan Selat Sunda JSS. Tujuan dan Manfaat Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk : 1 Menganalisis kondisi karang Mortality index, tutupan karang hidup, kondisi lingkungan perairan dan hubungannya dengan kegiatan manusia antropogenic causes seperti pelayaran, pertanian, pembangunan dermaga, dan domestik. 2 Menganalisis dan merumuskan strategi pengelolaan terumbu karang yang mengarah kepada pengelolaan yang berkelanjutan. Manfaat dari penelitian ini adalah : 1 Memberikan informasi ilmiah bagi masyarakat tentang kondisi terumbu karang di Pulau Rimaubalak, Kandangbalak, dan Panjurit Kabupaten Lampung Selatan. 2 Sebagai bahan pendukung kebijakan lingkungan perairan khususnya daerah pesisir di Kabupaten Lampung Selatan. 3 Merupakan bahan masukan serta pertimbangan bagi pengambilan kebijakan dan pihak terkait dalam pembangunan Jembatan Selat Sunda JSS.

2. TINJAUAN PUSTAKA

Terumbu Karang Terumbu karang merupakan ekosistem paling khas perairan tropis yang berasal dari dua kata yaitu terumbu dan karang. Terumbu adalah gundukan kalsium karbonat sedangkan karang secara visual adalah hewan laut yang tidak bertulang belakang termasuk ke dalam filum Coelenterata hewan berongga atau Cnidaria. Hewan laut tersebut merupaka inang dari alga Zooxantela yang bersifat mikroskopis dan menyerupai tumbuhan. Suharsono 1996, menjelaskan bahwa hewan karang adalah sebagai komponen dari masyarakat terumbu karang, sedangkan terumbu karang adalah sebagai suatu ekosistem, termasuk organisme-organisme lain yang hidup di sekitarnya. Menurut Veron 1995, terumbu karang merupakan struktur dasar lautan yang terdiri dari deposit kalsium karbonat CaCO 3 yang dihasilkan dari simbiosis mutualisme hewan karang dengan alga penghasil kapur Zooxantela. Keadaan terumbu karang di dominasi oleh sifat-sifat hewan karang dan alga berkapur yang merupakan biota pembentuk terumbu utama. Ekosistem ini sesuai dengan sifat hidup karang, yakni mempunyai sebaran terbatas. Faktor-faktor lingkungan yang membatasi pertumbuhan terumbu karang terletak pada hewan karangnya sendiri yang membentuk kerangka dan fondasi terumbunya Romimohtarto dan Juwana 2001. Dunn et al. 2011, terumbu karang memiliki endosimbiosis dengan zooxanthellae genus Sybiodinium yang menerima buangan hasil metabolisme yang berbetuk Fospat, Nitrogen, CO 2 dari terumbu karang, sebaliknya terumbu karang menerima O 2 dan Karbohidrat dari aktivitas fotosintesis zooxanthelae. Zooxanthellae terdapat di hampir seluruh bagian jaringan polyp karang dan sebagian besar warna karang ditentukan oleh warna asli zooxanthellae Dahuri et al. 2003. Proses pembentukan endapan kalsium karbonat CaCO 3 tergantung pada jumlah CO 2 di atmosfer yang mampu berdifusi ke perairan. CO 2 dalam perairan bereaksi dengan air laut sehingga terbentuk asam karbonat H 2 CO 3 . Sifat ikatan ion pada H 2 CO 3 mudah terputus, sehingga dalam perairan H 2 CO 3 terpecah menjadi ion Hidrogen H + dan ion Bikarbonat HCO 3 - . Konsentrasi ion H + yang meningkat akan menyebabkan peningkatan sifat asam perairan, sedangkan pH menjadi rendah. Ion karbonat CO 3 2- bergabung dengan Kalsium C 2+ dalam membentuk ion kalsium karbonat CaCO 3 . Ion karbonat dan kalsium digunakan oleh hewar perairan seperti karang, Crustacea, Zooplankton dalam membentuk cangkang dan skeleton. Menurut Romimohtarto dan Juwana 2001, asam karbonat H 2 CO 3 terdapat sebagai ion-ion hidrogen H dan karbonat HCO 3 yang cenderung memisahkan diri menjadi H 2 O dan CO 2 . Seluruh reaksi kimia terjadi dalam jaringan hewan karang, di mana air dan produksi CO 2 di percepat oleh enzim anhidrase. Zooxanthellae yang bersimbiosis dengan hewan karang mengambil CO 2 untuk fotosintesis sehingga terjadi pembentukan CaCO 3 . Proses pengendapan CaCO 3 terjadi siang hari ketika awal mula fotosintesis terjadi sampai puncak fotosintesis, tetapi pada malam hari proses ini berhenti. Satu individu karang disebut polyp, polyp karang mempunyai ukuran yang beranekaragam dimulai dari polyp yang berukuran kecil + 1 mm sampai yang berukuran besar 50 cm. pada satu polyp karang terdapat ratusan bahkan ribuan zooxanthellae. Pada umumnya polyp karang berukuran kecil, walaupun polyp pada jenis mushroom jamur ukurannya cukup besar. Keanekargaman bentuk polyp tersebut yang digunakan untuk menentukan jenis atau spesies binatang karang. Nybakken 1992. Menurut Nybakken 1992, Ada dua tipe hewan karang yaitu hewan karang yang dapat membentuk bangunanterumbu dari kalsium hermatypic corals atau dikenal juga dengan sebutan reef-building corals dan hewan karang yang tidak dapat membentuk bangunanterumbu dari kalsium ahermatypic corals atau dikenal juga dengan sebutan non reef-building corals. Klasifikasi Terumbu Karang Nybakken 1992 menetukan tipe umum terumbu karang berdasarkan struktur geomorphologi dan proses pembentukaannya antara lain: 1. Terumbu karang tepi Fringing Reef Tipe terumbu karang ini umumya menempel langsung pada pantai dan berkembang di sepanjang pantai, terletak di tepi lempengan benua dan di sekeliling pulau-pulau, mencapai kedalaman tidak lebih dari 40 meter. Terumbu karang ini tumbuh ke atas atau ke arah laut. Di Indonesia tipe terumbu karang ini sangat umum di temukan. 2. Terumbu karang tipe penghalang Barrier Reef Terletak di tepi lempengan benua dan dipisahkan oleh gobalagoon yang dalam dengan jarak yang cukup jauh dari daratan. Pada umumnya ekosistem karang batu dapat tumbuh pada tipe karang penghalang. Pada dasarnya tipe terumbu karang penghalang tumbuh memanjang menyusuri pantai 3. Terumbu karang cincin Atol Terumbu karang yang tumbuh melingkari suatu goba lagoon dan biasanya terdapat di lepas pantai. Kedalaman goba di dalam atol sekitar 45 meter namun jarang sekali ditemukan sampai 100 meter seperti terumbu karang penghalang. Di prediksi bahwa asal mula atol terumbu karang cincin berasal dari terumbu karang tepi pada sebuah gunung berapi yang secara perlahan-lahan tenggelam disebabkan oleh adanya perubahan tinggi permukaan laut dan terjadi penumpukan sedimen karang yang semakin berat. Sedangkan berdasarkan pertumbuhannya terumbu karang dapat di bedakan menjadi beberapa kategori yaitu: 1 karang bercabang Branching, 2 karang padat Massive; 3 karang mengerak Encrusting; 4 karang meja Tabulate; 5 karang berbentuk daun Foliose; dan 6 karang jamur Mushroom Coremap II 2007. Fungsi dan Manfaat Terumbu Karang Di dalam ekosistem, terumbu karang memiliki peranan yang sangat penting baik dari segi ekonomi, sosial budaya, dan ekologi. Selain itu terumbu karang juga memiliki manfaat yang sangat besar dan beragam, baik manfaat langsung dan manfaat tidak langsung. Manfaat langsung antara lain sebagai habitat organisme lainnya dalam mencari makan feeding ground, tempat asuhan dan pembesaran nursery ground, dan tempat pemijahan spawning ground, pariwisata bahari, dan lain-lain. Sedangkan manfaat tidak langsungnya sebagai penahan abrasi pantai dan pemecah gelombang. Terumbu karang adalah salah satu ekosistem laut yang paling penting sebagai sumber makanan, habitat berbagai jenis biota lain, menyokong kegiatan pariwisata, penyedia pasir pantai, dan sebagai pemecah energy gelombang dan erosi pantai Westmacott et al. 2000. Tingginya produkfitas terumbu karang sebagai tempat pemijahan, mencari makan, dan pembesaran biota laut lainnya, secara otomatis akan menyebabkan produksi biota lainnya seperti berbagai jenis ikan karang, lobster, kerang dan sebagainya akan tinggi. Tingginya produkfitas organik atau produktivitas primer pada terumbu karang disebabkan oleh kemampuan terumbu karang untuk mempertahankan nutrien dalam sistem dan berperan sebagai kolam untuk menampung segala masukan dari luar. Setiap nutrien yang dihasilkan oleh karang sebagai hasil metabolism dalam tubuhnya dapat digunakan secara langsung tanpa harus mengedarkannya terlebih dahulu ke dalam perairan Dahuri 2003. Nybakken 1992, menyatakan bahwa ekosistem terumbu karang memiliki keunikan dengan nilai keindahan yang tinggi, memiliki warna dan bentuk yang sangat indah serta kaya akan keanekaragaman hayati dibandingkan dengan ekosistem lain di dunia. Faktor Pembatas Keberadaan Terumbu Karang Faktor-faktor yang membatasi keberadaan terumbu karang di suatu tempat antara lain : Cahaya Matahari Cahaya matahari merupakan faktor paling penting dalam pertumbuhan terumbu karang, karena cahaya matahari digunakan oleh Zooxanthellae dalam proses fotosintesis. Tanpa cahaya yang cukup laju fotosintesis akan terhambat dan pembentukan kerangka Kalsium Karbonat CaCO 3 atau Kalsifikasi dalam terumbu karang akan terhambat pula. Suhu Suhu dapat membatasi sebaran terumbu karang secara geografis. Suhu optimal untuk kehidupan karang antara 25 o C sampai 28 o C, dengan pertumbuhan optimal rerata tahunan berkisar 23 o C sampai 30 o C. Salinitas Secara fisiologis salinitas kadar garam sangat mempengaruhi kehidupan hewan karang. Terumbu karang memerlukan salinitas yang tinggi untuk pertumbuhan. Salinitas optimum bagi kehidupan karang berkisar 27 ppm sampai 40 ppm sehingga karang jarang sekali ditemukan didaerah bercurah hujan yang tinggi, perairan dengan kadar garam tinggi dan muara sungai Nybakken 1992. Kekeruhan dan Sedimentasi Kekeruhan perairan dapat menghambat penetrasi cahaya yang masuk ke perairan dan akan mempengaruhi kehidupan karang karena karang tidak dapat melakukan fosintesis dengan baik. Sedangkan sedimentasi mempunyai pengaruh negatif yaitu sedimen yang berat dapat menutup dan menyumbat bagian struktur organ karang yang berfungsi untuk mengambil makanan dan mempengaruhi pertumbuhan karang secara tidak langsung, karena terumbu karang harus mengeluarkan energi lebih besar untuk menghalau sedimentasi yang menempel pada permukaan polyp. Arus pergerakan air Pergerakan air berupa ombak dan arus berperan dalam pertumbuhan karang, karena membawa O 2 dan bahan makanan serta terhindarnya karang dari timbunan endapan dan kotoran yang akan menghambat karang dalam menangkap mangsa. Karang cenderung akan tumbuh baik di daerah yang memiliki ombak dan pola arus yang kuat Putranto 1997. Substrat Substrat merupakan salah satu media yang menentukan kondisi suatu perairan karena dapat menyebabkan proses pengkeruhan disekitar terumbu karang apabila terjadi gelombang dan arus yang kuat Tomascik 1999. Sukarno 1995 menjelaskan bahwa tipe substrat dasar perairan yang merupakan habitat yang cocok untuk kehidupan jenis-jenis terumbu karang adalah kombinasi dari pasir, kerikil dan pecahan-pecahan karang. Tekstur substrat terdiri dari campuran lumpur, pasir dan tanah liat oleh karennya tidak ada substrat yang hanya terbentuk dari satu fraksi saja Brower dan Zar 1977. Substrat keras sangat tepat untuk larva karang menempel dan tumbuh. Dengan sifat substrat yang keras larva karang mampu memprtahankan diri dari hempasan ombak dan arus yang kuat. Faktor-faktor yang menimbulkan gangguan terhadap ekosistem terumbu karang Faktor yang menyebabkan kerusakan terumbu karang yaitu: natural causes alam dan anthropogenic causes manusia. Faktor kerusakan yang disebabkan oleh alam yaitu adanya bencana alam seperti gempa dan tsunami, sedangkan kerusakan yang disebabkan oleh manusia yaitu: a Penambangan batu karang untuk bahan bangunan dan hiasan, b Penangkapan ikan dengan menggunakan bahan peledak, bahan kimia, dan menggunakan alat tangkap ikan yang dapat merusak karang, c Pencemaran perairan baik berasal dari limbah industri, pertanian, maupun domestik baik berasal dari aktivitas daratan land base activities dan lautan marine base activities, d Sedimentasi dan peningkatan kekeruhan air akibat erosi, penggalian pantai, dan penambangan disekitar terumbu karang. e Ekploitasi berlebih ikan karang Dahuri et al. 1996. Tinggi rendahnya tutupan terumbu karang dan keanekaragaman jenis yang melimpah menjadi suatu acuan dalam menetukan kondisi terumbu karang dan lingkungan. Ada beberapa faktor yang dapat menimbulkan gangguan terhadap ekosistem terumbu karang antara lain: Menurut Febrizal 2009, kecerahan menggambarkan kemampuan cahaya menembus lapisan air pada kedalaman tertentu. Kecerahan sangat penting dalam perairan karena berpengaruh langsung terhadap produktivitas primer yaitu fotosintesis, dimana proses fotosintesis akan mendukung karang dalam pertumbuhannya. Suhu juga merupakan salah satu faktor lingkungan yang mempengaruhi organisme karang dalam melakukan metabolisme, perkembangbiakan dan proses fisiologis organisme. Menurut Partini 2009, laju proses sedimentasi dalam perairan berpengaruh terhadap indeks kematian karang sebesar 60. Keberadaan sedimen yang tinggi di kawasan terumbu karang dapat meningkatkan kematian koloni-koloni karang dan menurunkan ketersedian substrat untuk settlement larva karang Babcock dan Davies 1991. Proses kematian karang dimulai ketika proses sedimentasi yang terjadi menghasilkan sedimen yang menutupi permukaan karang lebih besar dari pada kemampuan karang dalam membersihkan sedimen dari permukaannnya tubuhnya Schuhmacher 1997; Connel dan Hawker 1992; Stafford-Smith 1993 in Partini 2009. Adanya partikel pada permukaan karang dapat menyebabkan abrasi pada permukaan karang akibat hilangnya mucus dan mati lemas, selain itu dapat menurunkan densitas zooxanthelae pada polyp karang dan berkurangnya sel-sel mucus pada jaringan epithelium karang. Kekeruhan yang disebabkan oleh sedimentasi juga dapat mengurangi laju fotosintesis dan mengakibatkan bleaching karena hilangnya Zooxanthelae Salam dan Porter 1988 in Partini 2009. Kerusakan terumbu karang juga dapat di sebabkan oleh alam antara lain: adanya angin topan, Tsunami, gempa bumi, pemangsaan oleh predator, dan pemanasan global, dengan ciri-ciri coral bleaching pemutihan karang Henson 2008. Kerusakan-kerusakan yang terjadi sebagian besar di sebabkan oleh penggunaan kekayaan pesisir yang sangat tinggi dan berkembang dengan cepat dan kurangnya perencanaan serta pengelolaan yang baik oleh pihak terkait. Pembangunan daerah pesisir, polusi daratan, ekploitasi dan penangkapan ikan dengan cara merusak, erosi dan polusi laut menjadi penyebab utama kerusakan terumbu karang. Permodelan Sistem Dinamik Forrester 1971 mendefinisikan sistem sebagai sekelompok komponen yang beroperasi secara bersama- sama untuk mencapai tujuan tertentu. O’Connor dan McDermott 1997 menyatakan sistem adalah suatu identitas yang mempertahankan eksistensi dan fungsinya sebagai suatu keutuhan melalui interaksi komponen-komponennya. Sistem adalah gugusan atau kumpulan dari komponen yang saling terkait dan terorganisir dalam rangka mencapai suatu tujuan atau gugus tujuan tertentu Hartrisari 2007, sedangkan menurut Grant, Pedersen dan Marin 1997, sebuah sistem adalah kumpulan materi komunikasi dan proses yang dijalankan bersama dari beberapa kumpulan fungsi rumus. Sistem dalam kenyataanya terdiri dari banyak subsistem dan saling berkaitan, sehingga dalam suatu kajian sistem harus memiliki batasan agar sistem yang dipelajari tidak terlalu luas. Dalam mempelajari suatu sistem biasanya digunakan suatu model sebagai bentuk penyederhanaan suatu sistem yang kompleks. Hartrisari 2007 model dikatakan lengkap jika dapat mewakili berbagai aspek situasi aktual. Hatrisari menambahkan penggunaan model memudahkan dalam pengkajian sistem, karena hampir tidak mungkin bekerja dalam keadaan sebenarnya, selain itu model juga dapat menjelaskan perilaku sistem. Proses pumbuatan sebuah model dimulai dengan a Penjabaran konsep, b Pembuatan diagram sebab akibat, c Pembuatan diagram alir, d Simulasi model untuk melihat perilaku, dan e Uji sensitivitas Aminullah dan Soesilo 2001. Secara umum model dapat di golongkan menjadi dua tipe yaitu: model fisik dan model abstrak. Model fisik merupakan miniatur replika dari kondisi sebenarnya, sehingga variabel yang digunakan sama persis dengan sistem nyata, sedangkan model abstrak atau model mental hanya dapat menjelaskan kinerja dari sistem. Model fisik dan abstrak terbagi menjadi dua, model statik merupakan model yang tidak memperhitungkan waktu dan bersifat konstan, dan model dinamik bersifat berubah menurut waktu Hatrisari 2007. Sistem dinamik merupakan suatu metode untuk menganalisis permasalahan dimana faktor waktu merupakan faktor penting Coyle 1977 in Ford 1999. Menurut Simonovic 2002, sistem dinamik dapat menguraikan struktur asal dari suatu sistem dan mengkaji perbedaan antara sistem ketika diberikan kebijakan berbeda, sehingga sistem dinamik dikenal sebagai metode yang dapat mengilustrasikan dinamika yang kompleks. Zhang et al. 2009 menjelaskan bahwa metode sistem dinamik didasarkan atas model simulasi yang mencakup umpan balik feedback dalam membangun interaksi pada sistem yang dikaji. Umpan balik merupakan dasar hubungan antara struktur dan perilaku sistem, sehingga model sistem dinamik dapat memberikan informasi yang lebih mendetail. Simonovic 2002, menambahkan pengembangan metode sistem dinamik mencakup tahap: 1. Pemahaman dan batasan dari sistem 2. Identifiksi variabel kunci 3. Representasi proses fisik menjadi variabel melalui hubungan matematik 4. Pemetaan struktur dan simulasi model untuk memahami sifat sistem 5. Interpretasi hasil simulasi.

3. METODE PENELITIAN