Peralatan penunjang No METODE PENELITIAN

b. Peralatan penunjang No

Nama peralatan Fungsi 1 Peralatan selam Pengambilan data yang membutuhkan penyelaman 2 Perahu Sebagai wahana dan alat transportasi 3 Roll meter Pengukuran transek 4 Sabak dan pensil Penulisan data bawah air 5 Kamera bawah air Dokumentasi gambar bawah air 6 GPS Menentukan posisi 7 Cool Box Peniyimpanan sampel air Tabel 3.2 Stasiun penelitian dan titik koordinat Stasiun Penelitian Singkatan Titik Koordinat Rimaubalak I RB I S o5 o 51’21,0” E 105 o 46’29,6” Rimaubalak II RB II S 05 o 52’04,5” E 105 o 46’58,5” Kandangbalak I KD I S 05 o 52’51,8” E 105 o 45’45,7” Kandangbalak II KD II S 05 o 53’31,2” E 105 o 45’37,3” Panjurit I PAN I S 05 o 53’12,6” E 105 o 46’42,3” Panjurit II PAN II S 05 o 52’58,3” E105 o 46’59,3” Jenis dan Sumber Data Data primer yang digunakan dalam penelitian diperoleh dengan melakukan penelitian survey lapangan. Data sekunder dihasilkan dari studi literatur yang berupa journal, artikel, dan data-data lain yang mendukung penelitian baik berasal dari buku refrensi atau dari stakeholderpemangku kepentingan terkait. Metode Pengumpulan Data Data Karang Pengamatan terumbu karang dilakukan di 6 stasiun penelitian dengan 3 kali pengulangan pada lokasi penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya Gambar 3.1. Penentuan titik sampling penelitian ditetapkan setelah melihat hasil observasi pendahuluan dengan menggunakan tehnik Manta-Tow, dimana titik sampling dianggap mewakili karang kondisi baik, sedang, dan rusak. Titik sampling di petakan dengan menggunakan GPS Global Position System. Pengambilan data untuk analisis terumbu karang dilakukan dengan menggunakan metode Line Intercept Transect LIT. Panjang transek garis Roll meter yang digunakan 50 meter dengan tiga kali pengambilan data di setiap titi sampling, roll meter dibentangkan sejajar garis pantai, pada kedalaman 5 meter di titik sampling yang telah ditentukan. Kemudian dilakukan pencatatan karang yang berada tepat di garis meteran dengan ketelitian hingga centimeter. Pengamatan terumbu karang berdasarkan pada bentuk dasar pertumbuhan lifeform yang memiliki kode-kode tertentu English et al. 1994. Data Ikan Karang Pengambilan data ikan karang dengan menggunakan Metode UVC Underwater Visual Census pada transek garis terumbu karang yang sama English et al. 1994. Pengamatan ikan dilakukan pada setiap titik sampling pada interval waktu jam 08.00 sampai 17.00 WIB, agar data ikan yang di ambil merupakan ikan karang yang bersifat diurnal. Pencatatan data ikan dilakukan dengan menyelam sambil mencatat seluruh spesies dan jumlah yang ditemukan pada jarak 1.5 meter masing-masing kiri dan kanan dengan panjang transek 50 meter dengan tiga kali pengambilan data di setiap titik sampling. Sebelum dilakukan pencatatan spesies ikan, transek yang telah terpasang terlebih dahulu dibiarkan selama kurang lebih 10 menit dengan tujuan semua spesies yang berada di sekitar titik sampling tercatat secara keseluruhan. Data Biota Asosiasi Biota asosiasi yang diamati adalah beberapa biota asosiasi yang dapat dijadikan indikator kesehatan karang dan memiliki ukuran makroskopis dapat dilihat dengan mata telanjang, antara lain: Lobster udang karang, Banded Coral Shrimp udang karang kecil, Acanthaster plancii bintang laut bulu seribu, Diadema setosum bulu babi hitam, Holothurians teripang, Kima, Trochus niloticus lola, Drupella sp sejenis Gastropodakeong yang hidup di atas atau di antara karang terutama karang bercabang, Mushroom Coral karang jamur dan alga. Pengamatan biota asosiasi dilakukan dengan menggunakan metode Reef Check Benthos RBC yang berdsarkan CRITC COREMAP-LIPI 2006. Pengamatan menggunakan transek LIT dengan panjang 50 meter dengan tiga kali pengambilan data di setiap titik sampling, kemudian keseluruhan megabenthos yang berada 1 meter di sebelah kiri dan kanan transek pada titik sampling dilakukan pencatatan jenis dan jumlahnya. Pengamatan megabenthos dengan menggunakan RBC sama dengan metode UVS pada ikan dan LIT pada terumbu karang, hanya saja objek yang diamati berbeda dengan luas daerah yang diamati berbeda. Parameter Kualitas Air Pengambilan data kualitas air dilakukan di lokasi penelitian yang bertujuan untuk mengetahui kondisi lingkungan perairan terkini di ketiga pulau yang diteliti. Pengamatan untuk sampel air dilakukan sebanyak tiga kali pengulangan. Parameter kualitas air yang di ukur antara lain suhu dengan menggunakan Termometer, kecerahan dengan menggunakan Secchi disk, kekeruhan dangan menggunakan Turbidity meter, salinitas dengan menggunakan Refraktometer, oksigen terlarut dengan menggunakan DO meter, dan Total Suspended Solid TSS proses dilakukan di laboratorium dengan menggunakan metode Gravimetric. Sedangkan penentuan bahan organik, Nitrogen, Posphate, dan konsentrasi logam berat di dalam perairan dilakukan pengukuran di laboratorium dari masing-masing sampel air. Tabel 3.3 Parameter kualitas air yang akan di analisis di laboratorium No Parameter Referensi Satuan Parameter yang di ukur 1 BOD APHA 5000 mgL Bahan Organik 2 COD APHA 5000 mgL Bahan Organik 3 Nitrogen APHA 5000 mgL  Ammonia-Nitrogen Total TAN  Nitrat-Nitrogen NO 3 -N 4 Posphate APHA 4500 mgL Orthophosphate 5 Pb SNI 06.6989.2004 mgL Konsentrasi Pb 6 TSS SNI 06.6989.2004 mgL Padatan tersuspensi total Analisis Data Persentase Tutupan Karang Hidup Persentase tutupan karang berdasarkan pada kategori dan persentasi karang hidup lifeform, semakin tinggi persentase penutupan terumbu karang hidup maka kondisi ekosistem terumbu karang semakin baik dan semakin penting pula untuk dilindungi. Data persentase tutupan karang hidup yang di peroleh dengan metode Line Intercept Transect LIT English et al. 1997 dihitung dengan rumus : Keterangan : Ni : persen penutupan karang jenis ke-I Li : panjang total lifeformjenis ke-I cm L : panjang transek 50 m Persentase kondisi tutupan terumbu karang yang di dapat dari persamaan di atas kemudian dikategorikan menurut kriteria standar kesehatan terumbu karang yang terbaru. Tabel 3.4 Kriteria standar penentuan kesehatan terumbu karang Zamani dan Madduppa 2012 Parameter Kriteria Standar Kesehatan Terumbu Karang Sangat Baik Baik Cukup Buruk Tutupan karang hidup 75 –100 50 –74.9 25–49.9 0–24.9 Tutupan alga –24.9 25 –49.9 50–74.9 75–100 Tutupan pasir –24.9 25 –49.9 50–74.9 75–100 Indeks mortalitas –24.9 25 –49.9 50–74.9 75–100 Indeks Mortalitas Terumbu Karang Tingkat kesehatan dan kondisi ekosistem terumbu karang menggunakan metode pendugaan indeks mortalitas Mortality Index dengan rumus : Nilai MI memiliki kisaran antara 0-1, dimana nilai MI mendekati 0 mengindikasikan bahwa rasio kematian terumbu karang kecil memiliki tingkat kesehatan yang tinggi, sedangkan apabila nilai MI mendekati 1 berarti rasio kematian terumbu karang tinggikesehatan yang rendah. Kemelimpahan Biota Asosiasi dan Ikan Karang Untuk menghitung kemelimpahan megabenthos dan ikan karang dihitung dengan menggunakan persatuan unit area dengan menggunakan rumus : ⁄ Dimana : Ni : Jumlah individu pada stasiun ke-i A : Panjang transek Analisis Klasterkelompok Analisis klasterkelompok merupakan salah satu analisis multivariat yang memiliki tujuan mengklasifikasi objek kasuselemen ke dalam kelompok- kelompok yang relatif homogen didasarkan pada suatu set variabel yang dipertimbangkan untuk diteliti. Pada penelitian ini, pengelompokanpengklasteran kondisi ekosistem terumbu karang dan kualitas air dari masing-masing stasiun penelitian ditentukan berdasarkan pada beberapa variabel yang teridentifikasi Supranto 2010. Pembuatan dendogram dilakukan dengan menggunakan software Minitab 15. Analisis Kondisi Terumbu Karang Menggunakan Pendekatan Sistem Dinamik Model kondisi ekosistem terumbu karang dibangun berdasarkan adanya anthropogenic causeskegiatan manusia yang dapat menyebabkan menurunkan kondisi terumbu karang di Perairan Bakauheni. Kegiatan manuasia yang dapat menyebabkan meningkatnya bahan organik, nitrogrn, posfat, dan logam berat Pb di Perairan Bakauheni berasal dari kegiatan pertanian, pembangunan dermaga, transportasi laut dan kegiatan lainnya. Pembuatan model dilakukan dengan software Stella versi 9.0.2 sedangkan causal loop lingkar sebab akibat dari model tersebut dilakukan dengan menggunakan Vensim.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Kandisi Umum Daerah Penelitian Lokasi penelitian di Perairan Bakauheni Lampung Selatan berbatasan dengan Selat Sunda disebelah selatan dan Laut Jawa disebelah timur. Daerah pesisir Perairan Bakauheni khususnya Pulau Rimaubalak, Kandangbalak, dan Panjurit merupakan tiga pulau besar dengan karakteristik daerah berpasir putih dan batuan, dimana terdapat beberapa jenis vegetasi pantai seperti mangrove, lamun, nipah Nypa sp, ketapang dan kearah daratan yang lebih tinggi terdapat beberapa jenis pohon bernilai ekonomis dan kebun jagung masyarakat. Pulau Rimaubalak, Kandangbalak, dan Panjurit merupakan wilayah administrasi Kec. Bakauheni dengan luas wilayah 57,13 km 2 dengan jumlah penduduk 20.881 jiwa. Mata pencaharian masyarakat pesisir Perairan Bakauheni sebagian besar sebagai nelayan, petani, pedagang, buruh bangunan, dan anak buah kapal ABK .SLHD 2009. Kondisi Perairan Bakauheni banyak dipengaruhi oleh kegiatan masyarakat sekitar seperti pelayaran, pertanian, pembangunan dermaga, dan domestik, perairan laut Kabupaten Lampung Selatan merupakan jalur transportasi laut utama yang menghubungkan Pulau Sumatera dan Jawa. Kondisi ini tentunya akan sangat mempengaruhi kualitas air di wilayah pesisir dan laut Kabuaten Lampung Selatan, selain itu kegiatan tambak juga turut memberikan kontribusi rendahnya kualitas perairan. Kebiasan masyarakat pesisir yang membuang hajat dan sampah rumah tangga ke tepian pantai juga menjadi faktor menurunnya kondisi perairan. Kegiatan masyarakat yang terus meningkat seiring dengan meningkatnya kebutuhan masyarakat, sehingga semakin tinggi kegiatan masyarakat khususnya daerah pesisir dapat menigkatkan masukknya bahan pencemar kedalam perairan. Menurut SLHD Kabupaten Lampung Selatan 2009, hasil pengukuran parameter fisika dan kimia seperti suhu memiliki kisaran 29-30 o C, kecerahan 3-4 m, kekeruhan 14-32 NTU, TSS 21-29 mgl, salinitas 32- 32.5 ‰, dan pH 7-8. Data tersebut memberikan gambaran bahwa perairan di sekitar Lampung Selatan belum tercemar dan masih mendukung untuk kehidupan organisme perairan khususnya terumbu karang, kecuali untuk nilai kecerahan. Terumbu karang di Pulau Rimaubalak, Kandangbalak, dan Panjurit termasuk kedalam tipe fringing reef dengan kisaran luasan relatif sebesar 20-60 m. Pertumbuhan terumbu karang berhenti pada kedalaman 10 m, dimana pada kedalaman 10 m komposisi lumpur dan pasir lebih mendominasi SLHD 2009. Hasil penelitian yang telah dilakukan aldilla 2010, memperlihatkan persentase tutupan terumbu karang yang rendah di beberapa stasiun penelitian khusunya pada stasiun penelitian yang langsung menghadap daratan, sedangkan untuk beberapa stasiun penelitian lainya memiliki persentase tutupan karang yang cukup tinggi. Kualitas air yang diukur masih dalam batas baku mutu yang ditetapkan KepMen LH No. 51 Tahun 2005 kecuali parameter kecerahan yang tidak sesuai untuk kehidupan terumbu karang. Data-data yang telah didapat sebelumnya menjadi