tidak miskin, suami berprofesi sebagai pegawai swasta, PNS, dan wiraswasta. Proporsi terbesar pekerjaan suami adalah pegawai swasta 62.2 Tabel 9.
Berdasarkan data di atas jelas telihat bahwa baik contoh maupun suami pada keluarga miskin, sebagian besar memiliki pekerjaan yang lebih
membutuhkan keterampilan fisik dibandingkan dengan kemampuan intelektual. Hal ini terjadi karena tingkat pendidikan contoh yang tergolong rendah sehingga
kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baik sulit dicapai. Menurut Lee dan Hanna dalam Iskandar 2007 terdapat hubungan positif antara
pekerjaan dengan kesejahteraan keluarga karena pekerjaan berkaitan dengan akumulasi kekayaan.
Besar Keluarga
Besar keluarga menunjukkan jumlah anggota keluarga yang tinggal dalam satu rumah dan hidup dari pengelolaan sumberdaya yang sama. Hurlock 1980
membagi besar keluarga menjadi 3 kategori, yaitu keluarga kecil dengan jumlah anggota keluarga kurang dari dan sama dengan 4, keluarga sedang dengan
jumlah anggota 5 sampai 7 orang, dan keluarga besar dengan jumlah anggota keluarga lebih dari 8 orang.
Pada Tabel 10 terlihat bahwa jumlah anggota keluarga berkisar antara 2 sampai 17 orang. Pada keluarga miskin jumlah anggota keluarga dengan
persentase terbesar adalah 5 sampai 7 orang keluarga sedang. Adapun pada keluarga tidak miskin lebih dari separuh contoh memiliki jumlah anggota keluarga
kurang dari dan sama dengan 4 orang keluarga kecil. Tabel 10 Sebaran contoh dan statistik besar keluarga
Besar Keluarga KM n=31
KTM n=37 Total n=68
n n
n
Keluarga kecil ≤ 4 orang
7 22.6
22 59.5
29 42.6
Keluarga sedang 5-7 orang 14
45.2 13
35.1 27
39.7 Keluarga besar
≥ 8 orang 10
32.3 2
5.4 12
17.6 Min-max
2-17 3-8
2-17 Rataan ± SD
7.23±3.739 4.59±1.142
5.79±2.95 Nilai uji p
0.001
nyata pada p0.01
Rataan besar keluarga keluarga tidak miskin lebih rendah dibandingkan rataan keluarga miskin. Hal tersebut berarti besar keluarga tidak miskin lebih
kecil dibandingkan keluarga miskin. Besar keluarga berkaitan dengan jumlah pengeluaran keluarga. Semakin besar ukuran keluarga, maka semakin besar
alokasi pengeluaran untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
Pendapatan
Pendapatan merupakan jumlah uang yang diterima oleh keluarga, baik dari semua anggota keluarga yang bekerja atau pemberian rutin. Pendapatan dapat
menggambarkan tingkat kesejahteraan keluarga. Semakin besar pendapatan yang diperoleh keluarga, maka semakin sejahtera kehidupan keluarga tersebut.
Berdasarkan UMR Bogor 2010, kategori pendapatan keluarga dibagi menjadi tiga, yaitu rendah Rp 971 200, sedang Rp 971 201- Rp 1 942 401, dan tinggi
Rp 1 942 402. Hasil tabulasi silang menunjukkan bahwa tiga perempat 74.2 keluarga miskin memiliki pendapatan yang rendah Tabel 11. Adapun
seluruh contoh keluarga tidak miskin memiliki tingkat pendapatan yang tinggi. Hasil uji beda rataan t-test menunjukkan bahwa terdapat perbedaan nyata antara
pendapatan keluarga miskin dengan keluarga tidak miskin. Hal ini berarti terdapat perbedaan yang signifikan antara pendapatan yang diterima keluarga
miskin dengan keluarga tidak miskin. Tabel 11 Sebaran contoh dan statistik pendapatan
Pendapatan KM n=31
KTM n=37 Total n=68
n n
n
Rendah ≤971 200
23 74.2
0.0 23
33.8
Sedang 971 201-1 942 401
7 22.6
0.0 7
10.3 Tinggi 1 942 402
1 3.2
37 100
38 55.9
Min-max dalam ribu 180-2 560
3 900-50 000 180-80000
Rataan ± SD dalam ribu 831±452
238.34 10 500±8 334
978.21 6 070±7 795
838.06 Nilai uji p
0.000
nyata pada p0.01
Semakin banyak anggota keluarga yang berkontribusi terhadap pendapatan keluarga, maka cenderung semakin baik kesejahteraan fisiknya
Sunarti 2001. Menurut Nurulfirdausi 2010, pendapatan keluarga bergantung pada kualitas dan kuantitas sumberdaya yang dimiliki. Berarti semakin tinggi
kualitas dan semakin banyak anggota keluarga yang bekerja maka semakin besar pendapatan yang diperoleh. Kualitas sumberdaya yang dimiliki dapat
diukur berdasarkan jenjang pendidikan anggota keluarga. Pada keluarga miskin lebih dari separuh contoh dan suaminya tidak tamat SD, sedangkan pada
keluarga tidak miskin persentase terbesar pendidikan contoh adalah lulusan diploma dan suami lulusan S1-S3. Dengan demikian dapat dipahami jika
pendapatan pada keluarga tidak miskin lebih baik dibandingkan dengan pendapatan pada keluarga miskin.
Selain itu, usia kepala keluarga pada keluarga miskin secara umum lebih tua sehingga kemampuan dalam mencari nafkah cenderung menurun. Hal ini
sesuai dengan penelitian Saleha 2003 yang menyebutkan bahwa tingkat pendapatan dipengaruhi oleh besar anggota keluarga dan usia kepala keluarga.
Pengeluaran
Menurut Mangkuprawira dalam Nurulfirdausi 2010, pengeluaran total keluarga secara umum dialokasikan untuk kebutuhan pangan, non pangan, dan
investasi. Porsi pengeluaran tersebut akan mencerminkan tingkat kesejahteraan suatu keluarga. Tabel 12 menunjukkan bahwa persentase pengeluaran untuk
pangan pada keluarga miskin 2.5 kali lebih tinggi dibandingkan dengan persentase pengeluaran pangan pada keluarga tidak miskin. Dengan demikian,
keluarga miskin hanya mengalokasikan seperlima dari pengeluaran total bagi keperluan non pangan, seperti kesehatan, pendidikan, tabungan, dan lain-lain.
Hal ini sesuai dengan hukum Engel bahwa semakin rendah penghasilan seseorang, semakin besar biaya yang dikeluarkan untuk pangan Sumarwan
2004. Tabel 12 Persentase pengeluaran pangan dan non pangan
Pengeluaran KM
KTM
Pangan 76.1
29.8 Non Pangan
23.9 70.2
Garis Kemiskinan Jawa Barat tahun 2009 BPS 2009 berada pada angka Rp. 211 726. Dengan mengacu pada Garis Kemiskinan Jawa Barat 2009, contoh
dibagi ke dalam empat kategori, yaitu sangat miskin Rp 105 863, miskin Rp 105 864-Rp 211 727, hampir miskin Rp 211 728-317 590, dan tidak miskin
317 590. Tabel 13 menunjukkan bahwa sebaran contoh keluarga miskin berdasarkan pengeluaran lebih beragam dibandingkan keluarga tidak miskin. Hal
yang menarik adalah terdapat 3.2 persen contoh keluarga miskin yang masuk dalam kategori tidak miskin. Adapun pada keluarga tidak miskin hanya 2.7
persen yang masuk dalam kategori hampir miskin dan sisanya 97.3 masuk dalam kategori tidak miskin. Hasil uji beda rataan t-test menunjukkan bahwa
terdapat perbedaan nyata antara pengeluaran keluarga miskin dengan tidak miskin. Hal ini berarti terdapat perbedaan yang signifikan antara jumlah
pengeluaran keluarga miskin dengan tidak miskin.
Tabel 13 Sebaran contoh dan statistik pengeluaran per kapita
Pengeluaran per kapita KM n=31
KTM n=37 Total n=68
n n
n
Sangat miskin ≤Rp 105 863
9 30.0
0.0 9
13.4 Miskin Rp 105 864-Rp 211 727
11 35.5
0.0 10
14.9 Hampir miskin Rp 211 728-317 590
10 32.3
1 2.7
11 16.4
Tidak miskin 317 590 1
3.2 36
97.3
37
55.2
Min-max dalam ribu 44.41-349.66
261-3 941.37 44.412-3 941.37
Rataan ± SD dalam ribu 160±87.39
1 400±827.16 837±871.93
Nilai uji p 0.000
nyata pada p0.01
Rasio Utang
Aset adalah salah satu sumberdaya atau kekayaan yang dimiliki oleh keluarga. Aset akan berperan sebagai alat pemuas kebutuhan. Oleh karena itu,
keluarga yang memiliki aset lebih banyak cenderung lebih sejahtera jika dibandingkan dengan keluarga yang memiliki aset yang terbatas. Rasio utang
terhadap aset digunakan untuk mengetahui kemampuan keluarga membayar utang dengan aset yang dimiliki. Kepemilikan utang dan kemampuan keluarga
membayar utang berkaitan dengan kepuasan keluarga Dew 2008. Tabel 14 Sebaran contoh dan statistik kepemilikan utang, rasio utang-aset, dan
rasio utang-pendapatan
Kepemilikan Utang KM n=31
KTM n=37 Total n=68
n n
n
Ya 25