Diseminasi Film “Bisa Dèwèk”: Bahu Membahu Menyebarluaskan Ide Kemandirian Petani

Diseminasi Film “Bisa Dèwèk”: Bahu Membahu Menyebarluaskan Ide Kemandirian Petani

Sebagai bagian dari kegiatan sosialisasi ide kemandirian dan Sains Petani, pendeseminasian film “ Bisa Dèwèk” dilakukan di 13 kelompok tani yang menjadi bagian dari jaringan IPPHTI Kabupaten Indramayu. Kegiatan itu dilakukan dengan menyelenggarakan kegiatan layar tancap dan diskusi, atau dengan istilah petani disebut dengan kegiatan “ ngamèn”. Ngamèn dilakukan dalam kurun waktu kurang lebih satu bulan dengan berkeliling ke-13 kecamatan di Indramayu dari Patrol di wilayah Barat hingga Juntinyuat di wilayah Timur. Kegiatan ini dirancang oleh IPPHTI Indramayu sebagai usaha

47 untuk memperoleh dukungan dari pemerintah kecamatan tempat

Menuju Etnograi Visual Kolaboratif?

kelompok pemulia tanaman berada. Dengan dukungan tersebut, diharapkan wacana “ Bisa Dèwèk” dapat bergulir ke tingkat yang lebih luas, yaitu tingkat Kabupaten Indramayu. Strategi ini dipilih oleh IPPHTI dengan pertimbangan bahwa berbagai usaha yang pernah dilakukan untuk berdialog langsung dengan Bupati berakhir dengan kegagalan. Oleh karena itu, dengan adanya dukungan dari ‘bawah’ diharapkan upaya untuk berdialog dengan bupati menjadi terbuka. Dalam istilah Indramayu, strategi ini dinamakan oleh petani IPPHTI sebagai strategi ‘ ngerog-rog wité, murag uwohé’ (digoyang-goyang pohonnya, [supaya] jatuh buahnya) 4 . (lihat Gambar 2.2)

Perjalanan untuk menunggu ‘jatuhnya buah’ tidaklah mulus. Ada berbagai macam reaksi atas kegiatan pemutaran ilm “ Bisa Dèwèk”. Walau secara umum kegiatan ‘ ngamèn’ dianggap sukses, dan 10 dari 12 Camat beserta staf pertanian tingkat kecamatan (KCD, BPP dan PHP) bersedia menandatangani pernyataan dukungan atas kegiatan dan pengembangan Sains Petani, prosesnya diwarnai oleh berbagai reaksi dan tanggapan terhadap ilm “ Bisa Dèwèk”. Di beberapa kecamatan, camat dan aparat desa ( kuwu) menolak untuk hadir dalam acara pemutaran ilm dan diskusi. Di kecamatan lain, situasinya berbeda. Aparat desa dan petugas pertanian justru sangat aktif dalam membantu persiapan dan pelaksanaan kegiatan ngamèn.

Dapat dikatakan bahwa dalam tahap ini peranan tim Indramayu sangatlah besar. Merekalah yang menentukan lokasi pemutaran dan menyiapkan sebuah dokumen MoU dengan bantuan tim UI guna ditandatangani oleh pihak-pihak terkait. Dengan dicantumkannya penandatangan MoU sebagai salah satu indikator, tim Indramayu pun mengupayakan agar MoU berhasil ditandatangani oleh pihak IPPHTI

4 Strategi ngamèn itu sendiri muncul ketika proyek pembuatan ilm Bisa Dèwèk sedang berlangsung. Pada saat pertama kali merancang ilm Bisa Dèwèk, tim UI maupun tim

Indramayu belum memikirkan cara mendiseminasikan ilm yang akan diproduksi bersama itu. Ide untuk membuat serangkaian kegiatan layar tancap muncul pada saat tim UI dan tim Indramayu membuat proposal ke Kedutaan Besar Finlandia di Jakarta. Salah satu persyaratan yang diajukan pihak Kedutaan Besar Finlandia waktu itu adalah manfaat dari program ini bagi peningkatan kesejahteraan lebih banyak orang dengan indikator keberhasilan yang jelas. Untuk merespon persyaratan itulah tim UI dan tim Indramayu merancang sebuah kegiatan ngamèn agar manfaat ilm dapat dipetik oleh sejumlah besar petani. Untuk dapat menunjukkan keberhasilan program itu dengan sejumlah indikator, petani pun menyusun strategi untuk membuat semacam MoU atau pernyataan dukungan oleh aparat pemerintah di setiap lokasi ngamèn. Selain sebagai indikator, MoU (Memorandum of Understanding) juga berfungsi sebagai bukti dukungan dari aparat pemerintah di tingkat kecamatan yang nantinya akan dibawa ke tingkat Kabupaten Indramayu. Harapannya, setelah dukungan dari tingkat kecamatan terkumpul, pemerintah di tingkat kabupaten pun akan turut mendukung kegiatan petani yang terkait dengan pengembangan ‘sains petani’, khususnya kegiatan pemuliaan tanaman.

48 Rhino Arieiansyah

Kabupaten Indramayu dan pihak pemerintah setiap kegiatan ngamèn usai. Untuk dapat memberikan dampak yang signiikan bagi petani- petani lain di wilayah ilm itu diputar, harapan bahwa petani yang hadir dalam kegiatan ngamèn itu cukup besar, menjadi salah satu tujuan penyiapan acara ngamèn itu. Hal itu menunjukkan bahwa dinamika yang terjadi antara tim peneliti dengan petani pemulia tanaman juga dipengaruhi oleh pihak ketiga, yakni pemberi dana.

Gambar 2.2 Peneliti UI dan Petani IPPHTI merencanakan Strategi Pemutaran Film (Foto oleh Tim Bisa Dèwèk)

Sekalipun peranan tim Indramayu cukup besar dalam penyiapan dan pelaksanaan ngamèn, peranan tim peneliti tidaklah kecil. Bersama- sama dengan petani, tim peneliti menyiapkan berbagai macam sarana publikasi kegiatan seperti poster, spanduk, dan berbagai materi publikasi lainnya. Bersama-sama dengan petani, tim peneliti juga menyiapkan berbagai kebutuhan teknis yang diperlukan untuk menyelenggarakan pemutaran ilm layar tancap, seperti membuat layar, menyiapkan perangkat pemutaran ilm (proyektor dan sound system), dan memutar slide hasil jepretan petani di setiap lokasi. Pada fase itulah terbangun identitas baru peneliti di mata petani sebagai kawan seperjuangan. “Tim Bisa Dèwèk”, itulah sebutan bagi kedua pihak saat bersama-sama berkeliling dari satu lokasi ke lokasi lain menyiapkan dan membongkar peralatan bersama-sama. Dalam hal ini identitas tim Indramayu dan tim peneliti melebur menjadi satu identitas baru sebagai “tim Bisa Dèwèk”.

49 Identitas sebagai kawan seperjuangan terlihat pula dalam setiap

Menuju Etnograi Visual Kolaboratif?

kegiatan diskusi setelah pemutaran ilm. Pada kegiatan itu, petani dan tim peneliti UI membagi peran dalam menjawab pertanyaan- pertanyaan penonton, baik yang berasal dari kalangan petani maupun pejabat pemerintahan lokal. Pertanyaan-pertanyaan yang terkait dengan pembuatan ilm diserahkan kepada tim peneliti, sedangkan pertanyaan yang terkait dengan hal-hal teknis pertanian dalam ilm dijawab oleh kelompok petani pemulia. Pembagian peran ini terus berlangsung hingga seluruh kegiatan ngamèn rampung dilaksanakan. Dalam seluruh kegiatan diseminasi ilm hingga penyelenggaraan seminar akhir di Universitas Wiralodra, Indramayu yang dihadiri oleh Wakil Bupati dan segenap jajaran Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Indramayu, tim peneliti pun melebur menjadi bagian dari tim besar, tim Bisa Dèwèk. Tim peneliti UI tidak lagi dapat memosisikan diri hanya sebagai pihak pendamping dari luar komunitas petani, hanya sebagai the Self yang mengamati the Other.