Membangun Inklusivisme Pemikiran Dan Peradaban Berbicara tentang inklusifisme pemikiran, mungkin perlu juga kita

C. Membangun Inklusivisme Pemikiran Dan Peradaban Berbicara tentang inklusifisme pemikiran, mungkin perlu juga kita

kembangkan pemikiran pluralism, tapi berbeda dengan konsep Pluralisme (Agama) sebagai berikut: paham bahwa semua agama sama dan kebenaran setiap agama adalah relative: setiap pemeluk agama boleh mengklaim hanya agamanya yang benar namun semua pemeluk agama 8 akan masuk dan hidup berdampingan di surga.

Dari pernyataan tersebut, setiap agama mempunyai kepercayaan atau pendapat yang beranggapan bahwa dapat membenarkannya, namun tetap manjadi pilihan, bahwa tidak ada paksaan dalam beragama, jadi biarkan menjadi pilahan mereka dalam agama, yang terpenting tetap satu tujuan yakni ingin bertemu di surga.

Peradaban itu sendiri adalah atau bisa disebut (civilization) didefinisikan sebagai kemajuan lahir batin hal yang menyangkut sopan 9 santun, budi bahasa dan kebudaya. Adab yang baik akan tercipta makakala dimulai terlebih dahulu dari yang terkecil, maka yang besar itu akan mengikuti.

7 Syamsul Ma‟arif, Achmad Dardiri, And Djoko Suryo, „Inklusivitas Pesantren Tebuireng: Dedi Wahyudi, Rahayu Fitri As, 210. Menatap Globalisasi Dengan Wajah Tradisionalisme‟, Jurnal Pembangunan Pendidikan :

Fondasi Dan Aplikasi, Volume 3 Nomor 1 (2015), 81 8 –94.

9 Dedi Wahyudi, Rahayu Fitri As, 221. Diyah Yuli Sugiarti, „Strategi Pengembangan Pondok Pesantre Dalam Membangun

Peradaban Muslim Di Indonesia‟, Jurnal Pasca Sarjana : Edukasi, Volume 3, Nomor 1 (2012), 1.

Adapun membangun peradaban yaitu dengan :Ditinjau dari pendidikan karakter wajib diberikan kepada peserta didik agar kelak menjadi seorang ilmuan, pemimpin,anggota DPR, guru, dosen, dan profesi yang lainnya yang punya sikap dan karakter yang mandiri, tanggung jawab, jujur, penuh 10 integritas, disiplin, rela berkorban, suka menolong dan nilai Indonesia. Dengan demikian, ketika hal-hal tersebut di aplikasikan dalam masyarakat akan membantu menunbuhkan pemikiran dan peradaban yang mulia.

Adapun dengan cara hidup bersatu, tolong menolong, jujur, 11 setiakawan dan memecahkan masalah secara mufakat.

Manusia akan bisa hidup damai ketika dapat menciptakan gayanya dalam berinteraksi dan bijak dalam menangani masalah.

Jika kebudayaan dapat menerapkan merealisasi kompleksitas secara menyeluruh dalam kehidupan manusia sebagai kebersamaan dan masa depannya, maka keadilan yang seyogyanya hendak di capai lewat pranata hukum itu ialah substans yang membuat kehidupan kebersamaan manusia menjadi berbeda dari segala bentuk kehidupan yang ekstra human dalam 12 alam semesta ini.

Selain itu sering kali pula daya tahan hidup seni tradisional di wilayah Riau justru ditentukan oleh kemampuannya merespon perubahan sosial 13 budaya.

Maka dalam hal ini walaupun perubahan sosial ada, namun keimanan tetap harus tertancap serta takwa yang menjadi aplikasinya. Taqwa biasanya diartikan takut kepada Allah swt, atau bisa juga adalah

dan segala menjauhi larangannya.

menjalankan 14 segala

perintahnya

Maka dalam derasnya arus perubahan baik dalam segi kebudayaan, pemikiran dan perubahan diri ini mampu memfilter yang positifnya.

Dalam konteks definisi di atas, penulis mencoba menjelaskan kedepankan tentang sejarah pergumulan dan tiga sikap keagamaan dari umat Kristen dalam mensikapi agama-agama di luar dirinya dan umat Islam bisa melihat dirinya dari sisi yang ada kaitannya dengan teologi pluralisme.

1. Sikap Ekslusif. Sikap keagamaan yang tertutup ini perspektif bahwa keselamatan

hanya ada pada agama dan teologinya saja. Bagi kristen keselamatan hanya ada dalam gereja, tidak ada nabi di luar gereja (etraecclesiam nullus 15 proheta).

2. Sikap Inklusif Sikap keagamaan yang membedakan antara kahadiran penyelamatan

dan aktifitas Tuhan dalam ajaran-ajaran di dalam agama-agama lain, dengan penyelamatan dan aktifitas Tuhan hanya ada satu agama (Kristen).

10 Agoes Hendriyanto, “Membangun Peradaban Dengan Pendidikan Yang Berbasis Karakter Dan Nilai- 11 Nilai Budaya Bangsa”, Proseding Teknologi Pendidikan, 2014, 1. 12 Aswendi, “Membangun Peradaban Dengan Persepektif Melayu, 3. Budiono Kusumohamidjojo, “Membangun Peradaban Yang Lebih Adil, Melintas, Vol.23, No.1, 2007, 3. 13

Nilawati Nursyiwan, „Membangun Kebudayaan Dan Kepiribadian Community Melayu Di Meskom Bengkalis Melalui Seni Kompang‟, Jurnal Pengkajian Dan Penciptaan Seni, Volume 1 Nomor 1 (2013), 3. 14

Imran Benawi, „Menjadikan Kebudayaan Sebagai Sumber Inspirasi Dalam Membangun Peradaban‟, Iqra : Jurnal Perpustakan Dan Informasi, Volume 7, Nomor 2 (2013), 2. 15 Dedi Wahyudi, Rahayu Fitri As, p. 221.

3. Sikap Paralelisme Sikap keagamaan yang berpandangan bahwa keselamatan semua

agama. Pengembangan sikap keagamaan ini melihat semua agama yang ada di dunia ini pada prinsipnya sama. Semua agama, dengan ekspresi teologi keimanan dan ibadahnya yang beragam, prinsipnya sama. Semuanya mengajarkan keselamatan dan akan selamat.dirinya kaitannya dengan teologi pluralisme.

Pernyataan di atas, dapat dipahami bahwa ketiga sikap ini berbeda pandangan dalam memaknai suatu pemahaman agma, namun, pendapat yang sikap paralelisme telah memberikan penengahan mengenai setiap sudut setiap pandangan yaitu baik dari keimanan tentang teologinya masing-masing.