- Pemisahan harta-benda

Bab IX - Pemisahan harta-benda

186.Selama perkawinan, si istri boleh mengajukan tuntutan akan pemisahan harta-benda kepada hakim, tetapi hanya dalam hal-hal berikut: 1?. bila suami, dengan kelakuan buruk yang nyata, memboroskan barang-barang dari gabungan harta-bersama, dan membiarkan rumah-tangga terancam bahaya 186.Selama perkawinan, si istri boleh mengajukan tuntutan akan pemisahan harta-benda kepada hakim, tetapi hanya dalam hal-hal berikut: 1?. bila suami, dengan kelakuan buruk yang nyata, memboroskan barang-barang dari gabungan harta-bersama, dan membiarkan rumah-tangga terancam bahaya

187.Tuntutan akan pemisahan harta-benda harus diumumkan secara terbuka. (Rv. 822.)

188.Para Kreditur si suami dapat ikut-campur dalam penyidangan perkara untuk menentang tuntutan akan pemisahan harta-benda itu. (KUHPerd. 192; Rv. 279 dst.)

189.Putusan hakim yang mengabulkan tuntutan akan pemisahan harta-benda itu, sebelum pelaksanaannya, harus diumumkan secara terbuka, dengan ancaman menjadi batal pelaksanaannya bila tidak dipenuhi persyaratan pengumuman itu. (Rv. 811.) Putusan tentang dikabulkannya pemisahan harta-benda itu, dalam hal akibat hukumnya, mempunyai kekuatan berlaku surut, terhitung dari hari gugatan diajukan. (KUHPerd. 192.)

190.Selama penyidangan, istri boleh melakukan tindakan-tindakan, dengan seizin hakim, untuk menjaga, agar barang-barangnya tidak hilang atau diboroskan. (Rv. 823 dst.)

191.Keputusan, di mana pemisahan harta-benda diizinkan, hapus menurut hukum, bila hal itu tidak dilaksanakan secara sukarela dengan pembagian barang-barang itu, seperti yang ternyata dari akta otentik tentang itu; atau bila dalam waktu satu bulan setelah putusan itu memperoleh kekuatan hukum tetap, si istri tidak mengajukan tuntutan untuk pelaksanaannya kepada hakim dan tidak melanjutkan penuntutan secara teratur. (KUHPerd. 1066; Rv. 827.)

192.Para kreditur si suami yang tidak campur dalam penyidangan, boleh menentang pemisahan itu, meskipun hal itu telah dilaksanakan, bila hak-hak mereka, dengan pelaksanaan itu, secara sengaja dirugikan. (KUHPerd. 188, 215, 1341; Rv. 828.)

193.Meskipun ada pemisahan harta-benda, si istri wajib memberi sokongan untuk biaya rumah-tangga dan pendidikan anak-anak yang dilahirkan olehnya karena perkawinan dengan si suami itu, menurut perbandingan antara harta si istri dan harta si suami. Bila si suami ada dalam keadaan tidak mampu, biaya-biaya itu menjadi tanggungan si istri saja. (KUHPerd. 104, 145 dst., 298.)

194.Istri yang berpisah harta-benda dengan suaminya, memperoleh kembali kebebasan untuk mengurusnya, dan meskipun ada ketentuan-ketentuan pasal 108, dia dapat memperoleh izin umum dari hakim untuk menguasai barang-barang bergeraknya. (KUHPerd. 105, 110, 115, 124.)

195.Suami tidak bertanggungjawab kepada istrinya, bila si istri, setelah terpisah harta-bendanya, telah lalai untuk memanfaatkan atau menanamkan kembali uang penjualan barang tetap yang telah dipindahtangankannya atas izin yang diperolehnya dari hakim, kecuali bila si suami telah ikut membantu dalam mengadakan kontrak, atau bila dapat dibuktikan, bahwa uang itu telah diterima oleh suami, atau telah dipergunakan untuk kepentingan suami.

196.Gabungan harta-benda yang telah dibubarkan, dapat dipulihkan kembali atas persetujuan kedua suami-istri. Persetujuan yang demikian tidak boleh diadakan selain dengan akta otentik. (KUHPerd. 149, 232a, 1868; Rv. 826, 830.)

197.Bila gabungan harta-bersama itu telah pulih kembali, barang-barangnya dikembalikan ke keadaan semula, seakan-akan tidak pernah ada pemisahan, tanpa mengurangi kewajiban si istri untuk memenuhi perjanjian, yang dibuatnya selama waktu sejak pemisahan sampai dengan pemulihan kembali gabungan harta-bersama itu. Segala perjanjian yang oleh suami-istri itu dipergunakan untuk memulihkan kembali gabungan harta-bersama itu dengan syarat-syarat yang lain dari syarat-syarat yang semula, adalah batal. (AB 23; KUHPerd. 119, 149, 232a, 1340.)

198.Suami-istri itu wajib untuk mengumumkan pemulihan kembali gabungan harta-bersama itu secara terbuka. Selama pengumuman seperti itu belum dilaksanakan, suami-istri itu tidak boleh mempersoalkan akibat-akibat pemulihan gabungan harta-bersama itu dengan pihak-pihak ketiga. (KUHPerd. 232a; Rv. 828, 830.)