Faktor Faktor Penentu Aliran Investasi, dan Perdagangan Pariwisata, Serta Dampaknya Terhadap Permintaan dan Penawaran Pariwisata Indonesia

(1)

DISERTASI

FAKTOR-FAKTOR PENENTU ALIRAN INVESTASI, DAN

PERDAGANGAN PARIWISATA SERTA DAMPAKNYA

TERHADAP PERMINTAAN DAN PENAWARAN

PARIWISATA INDONESIA

FAURANI I SANTI SINGAGERDA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2014


(2)

(3)

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertas berjudul Faktor-Faktor Penentu Aliran Investasi dan Perdagangan Pariwisata Serta Dampaknya Terhadap Permintaan dan Penawaran Pariwisata Indonesia adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2014 Faurani I Santi Singagerda NIM H363090131


(4)

(5)

RINGKASAN

FAURANI I SANTI SINGAGERDA. Faktor-faktor Penentu Aliran Investasi , dan Perdagangan Pariwisata Serta Dampaknya Terhadap Permintaan dan Penawaran Pariwisata Indonesia. Dibimbing oleh RINA OKTAVIANI, DEDI BUDIMAN HAKIM, dan RENI KUSTIARI

Pariwisata merupakan salah satu sektor yang mampu memberikan kontribusi besar bagi perekonomian Indonesia, menurut Badan Pusat Statistk Indonesia tahun 2012 kontribusi pariwisata nasional terhadap PDB adalah 13,9 persen. Sebagai suatu kegiatan ekonomi, pariwisata Indonesia dipengaruhi oleh berbagai faktor baik faktor ekonomi maupun faktor non-ekonomi di dalam negeri maupun internasional yang dapat mempengaruhi perkembangan pariwisata (supply-demand side).

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor-faktor penentu aliran investasi, perdagangan barang/jasa pariwisata Indonesia serta dampaknya terhadap permintaan dan penawaran pariwisata Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode panel Gravity dan metode Panel Least Square dengan menggunakan data cross section

periode 1990 – 2012 dari 6 negara (Amerika, Jepang, Asean, Australia, Uni Eropa, dan Rest of The World).

Dalam menganalisis aliran investasi, barang/jasa permintaan dan penawaran pariwisata Indonesia maka digunakan metode panel gravity dengan membangun model aliran investasi, barang dan jasa pariwisata, permintaan dan penawaran pariwisata Indonesia, dan hasil yang diperoleh adalah: (1) aliran investasi pariwisata Indonesia sangat dipengaruhi oleh pendapatan per kapita Indonesia, tingkat suku bunga, harga pariwisata Indonesia, jarak ekonomi, dan nilai tukar riil (2) outflow barang / jasa sangat dipengaruhi oleh jarak ekonomi, GDP per kapita negara asal wisatwan, populasi negara wisatawan, nilai tukar, harga pariwisaat Indonesia dan negara pesaing, dan outflow periode sebelumnya (3) inflow barang dan jasa sangat dipengaruhi oleh jarak ekonomi, GDP per kapita negara asal wisatawan, harga pariwisata Indonesia, harga pariwisata negara pesaing, infvestasi (fisik) pariwisata yang tersedia, dan travel warning.

Sedangkan pada metode Panel Least Square (PLS) akan dianalisa dampak aliran investasi, perdagangan barang/jasa pariwisata terhadap permintaan dan penawaran pariwisata Indonesia, dan hasil yang diperoleh sebagai berikut: (1) kunjungan wisatawan, konsumsi wisatawan per kunjungan sangat berdampak terhadap permintaan pariwisata Indonesia dimana pendapatan per kapita negara asal wisatawan, outflow dan inflow

barang/jasa pariwisata, harga riil pariwisata Indonesia, nilai tukar riil, biaya transportasi, krisis ekonomi, travel warning Indonesia dan negara pesaing adalah faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya kunjungan wisatawan, dan konsumsi wisatawan tersebut, (2) total penyediaan barang/jasa pariwisata, total belanja pemerintah dan total penawaran investasi pariwisata sangat berdampak terhadap penawaran pariwisata Indonesia dimana hasil estimasi menunjukan bahwa faktor ekonomi seperti pendapatan nasional,

inflow/outflow barang/jasa pariwisata, nilai tukar riil, harga riil pariwisata Indonesia, penyediaan investasi dari sektor pertanian yang digunakan dalam pariwisata, belanja pemerintah, krisis ekonomi, maupun faktor keamanan merupakan faktor- faktor yang mempengaruhi besarnya penawaran pariwisata Indonesia, (3) investasi pertanian sangat berpengaruh terhadap total penyediaan barang/jasa pariwisata Indonesia, total belanja pemerintah sektor pariwisata Indonesia, dan investasi pariwisata Indonesia yang mempengaruhi besarnya penawaran pariwisata Indonesia, dan (4 ) rendahnya daya saing faktor-faktor (ekonomi dan non-ekonomi) dalam mempengaruhi perkembangan pariwisata Indonesia.

Kata kunci : Aliran investasi, inflow, outflow, sisi permintaan dan penawaran pariwisata, faktor penentu, dan dampak


(6)

SUMMARY

FAURANI I SANTI SINGAGERDA. Determinant Factors of Tourism Investment and Trade Flows, and Their Impact to Indonesian Tourism Demand-Supply. Supervised by RINA OKTAVIANI, DEDI BUDIMAN, and RENI KUSTIARI

Tourism is one of the most significant contributors to the growth of Indonesian economy. It also has a multiplier effect to other sectors. Moreover, it contributes 13.9 percent share of national tourism to GDP (BPS RI, 2012) through foreign exchange earning as the revenue from tourist consumption. As an economic activity, tourism in Indonesia influenced by various economic and non-economic factors domestically and internationally can influence the development of toursim (supply-demand side).

The purpose of this study was to analyze the determinant factors of tourism investment flows, and goods/services trade flow and the impact to Indonesian tourism demand-supply. This study used a Panel of Gravity and Panel Least Square with the cross section data period of 1990-2012 from 6 samples (USA, Japan, ASEAN, Australia, the European Union, and the Rest of the World) as the source data.

Gravity method was used to analyze the flow of investment and trade goods/services of Indonesian tourism, and the results obtained were : (1) the flow of Indonesian tourism investment was strongly influenced by income per capita of Indonesian, population, interest rate, the riil price of Indonesian tourism, riil exchange rate, transportation cost, and economic distance variables, (2) outflow of goods and services was influenced by economic distance, GDP per capita of original country of tourists, riil Indonesia tourism price, riil tourism competitor prices, riil exchange rates, population, outflow of tourism goods and services in previous countries, (3) inflow of goods and services was influenced by economic distance, GDP per capita of original country tourists, riil Indonesia and competitor tourism price, lag inflow, infrastructure, and travel warning in Indonesia.

While the Panel Least Square (PLS) method was used to analyze the impact of investment and tourism good/ service flows to the tourism demand and supply in Indonesia. The results were as follows: (1) number of visits by foreign tourists, and foreign tourist consumption per visit had a great impact to the demand side of tourism in Indonesia in which per capita income of the original countries of tourists, value of outflow/inflow of goods/services, riil price of Indonesian tourism, transportation cost, riil exchange rate, economy crisis, and travel warning were as the components of Indonesian tourism demand, (2) total of goods/services of the Indonesian tourism, total government spending, and total investment supply in Indonesian tourism had impact to the supply of Indonesian tourism in which national GDP riil, inflow/outflow of tourism goods/services, riil exchange rates, riil domestic tourism price, the provisiom of agriculture investment to tourism sector, total government spending in tourism, economy crisis, and travel warning were components of Indonesian tourism supply, (3) the provision of investment from agriculture sector used in tourism was one of the factors that affected the number of tourism goods/ services, total government expenditure in the tourism sector, and the provision of Indonesian tourism investment which affected to the Indonesian tourism supply, and (4) the low competitiveness of economic and non-economic factors influenced the development of tourism in Indonesia.

Key words: investment flow, inflow, outflow, demand and supply sides of tourism, determinant factos, and impact.


(7)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB


(8)

(9)

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor

pada

Program Studi Ekonomi Pertanian

FAKTOR-FAKTOR PENENTU ALIRAN INVESTASI,

DAN PERDAGANGAN PARIWISATA SERTA DAMPAKNYA

TERHADAP PERMINTAAN DAN PENAWARAN

PARIWISATA INDONESIA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2014


(10)

Penguji pada Ujian Tertutup: Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS Dr. Ir. Ratna Winandi, MS

Penguji pada Ujian Terbuka: Dr. Adi Lumaksono, M.A Dr. Alla Asmara, S.Pt. M.S


(11)

Judul Disertasi : Faktor-Faktor Penentu Aliran Investasi, dan Perdagangan Pariwisata, Serta Dampaknya Terhadap Permintaan dan Penawaran Pariwisata Indonesia

Nama : Faurani I Santi Singagerda NRP : H363090131

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Prof. Dr Ir Rina Oktaviani, MS Ketua

Dr Ir Dedi Budiman Hakim,MEc Anggota

Dr Ir Reni Kustiari,MSc Anggota

Diketahui oleh Ketua Program Studi

Ekonomi Pertanian

Dr Ir Sri Hartoyo, MS

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 22 – Agustus -2014


(12)

(13)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2012 ini ialah investasi dan perdagangan, dengan judul Faktor-Faktor Penentu Investasi, dan Perdagangan Pariwisata Serta Dampaknya Terhadap Permintaan dan Penawaran Pariwisata Indonesia.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof. Dr. Ir. Rina Oktaviani, MS, Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec, dan Dr. Ir. Reni Kustiari, M.Sc selaku pembimbing, serta Prof. Dr Ir Made Antara, MS dan drs. Hendro Sewoyo, M.Hum yang telah banyak memberi saran. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Baruddin, dan Dr. Adi Lumaksono, M.Sc dari Badan Pusat Statistik, dan Ibu Yuni Adrian beserta dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada mama, suamiku Januar Hertanto, anak-anakku Tito dan Nino, serta seluruh keluarga besar, atas segala doa, pengertian, dan kasih sayangnya. Begitu juga dengan rekan-rekan Ekonomi Pertanian IPB angkatan 2009, beserta rekan-rekan sejawat di Kopertis Wilayah II Palembang dan Universitas Sang Bumi Ruwa Jurai yang selama ini sudah banyak membantu dan mendukung kelancaran penyelesaian studi.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2014 Faurani I Santi Singagerda


(14)

(15)

DAFTAR ISI

1 PENDAHULUAN 1

Latar belakang 1

Permasalahan 5

Tujuan penelitian 8

Ruang lingkup penelitian 8

Kebaruan dan posisi penelitian 9

2 TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORITIS 10

Tnjauan Pustaka 10

Pariwisata 10

Pariwisata dari sisi penawaran 11

Pariwisata dari sisi penerimaan 11

Pariwisata dan dampak pariwisata terhadap perekonomian. 12 Faktor–faktor yang mempengaruhi aliran investasi pariwisata 15 Faktor-faktor yang mempengaruhi aliran keluar

barang/jasa (outflow) pariwisata 18

Faktor-faktor yang mempengaruhi aliran masuk

barang/jasa (inflow) pariwisata 22

Konsep aliran permintaan dan penawaran pariwisata 23

Komponen permintaan (demand) pariwisata 24

Jumlah kunjungan wisman 24

Pengeluaran/konsumsi wisatawan 25

Konsumsi wisatawan nusantara 25

Konsumsi wisatawan Indonesia ke luar negeri (outbond) 26 Pengeluaran wisatawan mancanegara (inbound) 26 Lama tinggal wisatawan (tourism lenght of stay) 27

Komponen penawaran (supply) pariwisata 28

Total penyediaan barang/jasa (konsumsi) pariwisata 28

Investasi pariwisata 28

Pengeluaran lainnya (promosi pariwisata) 30

Belanja pemerintah sektor pariwisata 30

Faktor-faktor yang mempengaruhi kunjungan wisatawan 31 Faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi wisatawan 33 Faktor-faktor yang mempengaruhi penyediaan

barang/jasa pariwisata Indonesia yang akan dikonsumsi 34 Faktor-faktor yang mempengaruhi investasi fisik dan

pembentukan barang modal pariwisata Indonesia 35 Faktor-faktor yang mempengaruhi pengeluaran/belanja

pemerintah di sektor pariwisata 35

Penelitian terdahulu 36

Kerangka konseptual penelitian 38

Kerangka teoritis 40

Teori permintaan dan penawaran 40


(16)

Permintaan pariwisata 42

Penawaran pariwisata 45

Aliran investasi pariwisata (FDI) 47

Faktor-faktor penentu aliran investasi (FDI) 47

Aliran barang/jasa 48

Aliran barang/jasa pariwisata 49

Harga dan inflasi 52

Harga pariwisata 54

Daya Saing 55

Daya saing pariwisata 56

Model panel gravity 57

Metode panel least square (PLS) 60

3 METODOLOGI PENELITIAN 60

Sumber data 61

Metode pengolahan data 62

Spesifikasi model gravity 63

Variabel model aliran investasi, dan perdagangan pariwisata

Indonesia 66

Teknik estimasi regresi majemuk 66

Penyimpangan asumsi klasik dan pemecahannya 69 Teknik estimasi dengan model regresi data panel 71 Teknik pemilihan estimasi dengan fixed effects atau

random effects 72

Spesifikasi model persamaan regresi data panel 73 Variabel model permintaan dan penawaran pariwisata 77

Estimasi Regresi data panel 77

4 GAMBARAN UMUM EKONOMI PARIWISATA INDONESIA

DAN DUNIA 79

Kondisi perekonomian Indonesia 79

Permintaan agregat Indonesia 79

Penawaran agregat Indonesia 79

Perkembangan pariwisata Indonesia 81

Perkembangan pariwisata dunia 84

Perkembangan pariwisata Indonesia dari negara-negara Asean 85 Perkembangan pariwisata Indonesia di Jepang 86 Perkembangan pariwisata Indonesia dari Amerika Serikat 87 Perkembangan pariwisata Indonesia dari Australia 89 Perkembangan pariwisata Indonesia dari Uni Eropa 90 Perkembangan pariwisata Indonesia dari seluruh Dunia 91 5 ANALISIS ALIRAN INVESTASI, BARANG/JASA

PARIWISATA INDONESIA 93

Aliran investasi dan barang dan jasa pariwisata Indonesia 93 Model persamaan aliran FDI pariwisata Indonesia 93 Model aliran keluar barang dan jasa pariwisata

Indonesia 96 Model aliran masuk barang dan jasa pariwisata 99


(17)

6 ANALISIS PENERIMAAN DAN PENAWARAN

PARIWISATA INDONESIA 103

Penerimaan pariwisata 103

Penawaran pariwisata Indonesia 111

8 KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 121

Kesimpulan 121

Implikasi Kebijakan 122

DAFTAR PUSTAKA 123

LAMPIRAN 129

RIWAYAT HIDUP 186

DAFTAR TABEL

1 Jumlah Kunjungan wisatawan dan konsumsi pengeluaran

tahun 2005 1

2 Distribusi persentase Produk Domestik Bruto Atas Dasar

Harga Berlaku menurut lapangan usaha, 2004-2012 2 3 Realisasi investasi pariwisata tahun 2006-2012 3 4 Total pengeluaran/konsumsi inbound dan outbound pariwisata

Indonesia periode tahun 2006-2012 4

5 Variabel operasional, dan metode perhitungan 62 6 Kontribusi pariwisata terhadap perekonomian nasional

tahun 2005-2011 81

7 Perkembangan neraca jasa Indonesia tahun 2009-2012 82 8 Struktur pengeluaran pemerintah untuk promosi dan pembinaan

pariwisata tahun 2010 83

9 Peringkat daya saing pariwisata Indonesia dan beberapa negara

tujuan wisata utama tahun 2013 83

10 Hasil estimasi gravity model aliran investasi pariwisata Indonesia 94 11 Hasil estimasi gravity model aliran keluar (outflow)

Barang/ Jasa 98 12 Hasil estimasi gravity model aliran inflow barang/

jasa pariwisata Indonesia 101 13 Hasil estimasi permintaan pariwisata Indonesia (kunjungan

wisman, dan konsumsi wisman) 111

14 Hasil estimasi penawaran pariwisata Indonesia (total penyediaan barang/jasa pariwisata Indonesia, total belanja pemerintah sektor pariwisata Indonesia, dan total investasi


(18)

DAFTAR GAMBAR

1 Klasifikasi dan ruang lingkup pariwisata 12

2 Kerangka pemikiran penelitian 40

3 Elastisitas pendapatan yang mempengaruhi permintaan pariwisata 43

4 Aliran barang/ jasa, dan sumberdaya 49

5 Terjadinya perdagangan pariwisata internasional 51 6 Terjadinya inflasi tarikan permintaan (demand pull inflation) 53 7 Proses terjadinya inflasi desakan biaya (cosh push inflation) 54 8 Alur persamaan aliran investasi, barang/jasa pariwisata Indonesia 65 9 Alur persamaan permintaan dan penawaran pariwisata Indonesia 76 10 Perkembangan makroekonomi Indonesia 2003-2012 79 11Perkembangan PDB Indonesia berdasarkan 9 lapangan

usaha 2008-2012 80

12 Perkembangan kunjungan wisatawan mancanegara dunia menurut

area periode tahun 1990-2012 84

13 Perkembangan investasi Indonesia-Asean tahun 2000-2012 85 14 Perkembangan kunjungan dan besarnya pengeluaran wisatawan

asal Asean tahun 2000-2012 86

15 Jumah kunjungan dan besarnya pengeluaran wisatawan asal

Jepang perkunjungan tahun 2002-2012 87

16 Perkembangan devisa Indonesia dari Jepang (dalam jutaan USD) 87 17 Jumlah kunjungan wisman Amerika Serikat di Indonesia

1997-2012 88

18 Rata-Rata pengeluaran dan devisa wisman Amerika Serikat 88 19 Perkembangan kunjungan wisman Australia 1997-2012 89 20 Perkembangan devisa dan rata-rata pengeluaran perkunjungan

wisman Australia di Indonesia tahun 1997-2012 90 21 Perkembangan kunjungan wisman Uni Eropa di Indonesia

1997-2012 90

22 Perkembangan devisa dan rata-rata pengeluaran per-kunjungan

asal Uni Eropa Di Indonesia 1997-2012 91

23 Perkembangan kunjungan wisman seluruh dunia 1997-2012 92 24 Perkembangan devisa dan rata-rata pengeluaran perkunjungan


(19)

(20)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia dikenal sebagai salah satu surga wisata bagi para wisatawan mancanegara, dengan jumlah 17508 pulau menjadikan Indonesia tidak hanya kaya akan sumber daya alam, tetapi juga kaya akan keragaman budaya, dan sejarah yang menjadikan daya tarik bagi berbagai kunjungan wisatawan

mancanegara ke Indonesia. Sebagai suatu kegiatan ekonomi yang berkaitan

dengan perjalanan baik yang dilakukan oleh perorangan maupun kelompok dengan tujuan (destinasi), maksud (leisure, bisnis, dan pendidikan), dan waktu yang bersifat sementara; pariwisata merupakan salah satu sektor yang berkembang pesat sejalan dengan pertumbuhan ekonomi dunia.

UNWTO (United Nation World Tourism Organization) mencatat total kedatangan wisatawan internasional tumbuh lebih cepat selama tahun 2013 yaitu sebesar 5 persen atau 1.8 milliar kunjungan wisatawan dibandingkan tahun 2012 (UNWTO, 2013). Begitu juga dengan jumlah kunjungan wisatawan nusantara (wisnus) maupun wisatawan mancanegara (wisman) ke Indonesia dengan data terakhir menunjukan jumlah kedatangan wisatawan mancanegara ke Indonesia mengalami peningkatan sebesar 8.6 juta orang wisatawan di tahun 2012 atau naik 13.6 persen dibandingkan tahun 2011, dengan pertumbuhan kunjungan wisman sebesar 15 persen per tahun selama periode 2005-2007 (Tabel 1).

Peningkatan kunjungan wisatawan ke Indonesia membuat sektor pariwisata dalam negeri mampu berperan dalam perekonomian Indonesia melalui penerimaan negara yang diperoleh dari besarnya konsumsi wisatawan selama mereka melakukan kunjungan ke daerah tujuan wisatawan tertentu. Hal ini dapat terlihat pada besarnya belanja pengeluaran wisatawan selama periode tersebut (Tabel 1), dimana pengeluaran tersebut akan memengaruhi penerimaan negara dalam bentuk devisa (Tabel 1). Tabel 1 juga menunjukan bahwa tahun 2012, jumlah kedatangan wisatawan di luar negeri telah memberikan kontribusi devisa sekitar 9.1 milar USD atau naik sebesar 5.8 persen bila dibandingkan dengan tahun 2011 (Kemenpraf, 2013). Adapun perkembangan pariwisata (jumlah kunjungan, belanja konsumsi, dan perolehan devisa) selama periode tahun 2005-2012 dapat ditunjukan pada Tabel 1:

Tabel 1 Jumlah kunjungan dan pengeluaran wisatawan Indonesia tahun 2005-2012


(21)

Selain itu juga, sebagai sektor yang terus berkembang, pariwisata juga merupakan sektor perekonomian yang berpotensi dalam memberikan kontribusi yang besar terhadap perekonomian negara, berdasarkan data Badan Pusat Statistik tahun 2012 kontribusi pariwisata terhadap perekonomian nasional sebesar 13.9 persen terhadap total Produk Domestik Bruto. Adapun kontribusi sektor pariwisata terhadap PDB dapat dilihat pada Tabel 2:

Tabel 2 Distribusi persentase produk domestik bruto atas dasar harga berlaku menurut lapangan usaha, 2004-2012

Lapangan Usaha 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012

(%)

1. Pertanian, Peternakan,

Kehutanan, dan Pertanian 14.3 13.1 13.0 13.7 14.5 15.3 15.3 14.7 14.4

2. Pertambangan, dan

Penggalian 8.9 11.1 11.0 11.2 10.9 10.6 11.2 11.9 11.8

3. Industri Pengolahan 28.1 27.4 27.5 27.1 27.8 26.4 24.8 24.3 23.9

4. Listrik, Gas, dan Air

Bersih 1.0 1.0 0.9 0.9 0.8 0.8 0.8 0.8 0.8

5. Konstruksi 6.6 7.0 7.5 7.7 8.5 9.9 10.3 10.2 10.5

6. Perdagangan, Hotel, dan

Restoran 16.1 15.6 15.0 14.9 14.0 13.3 13.7 13.8 13.9

a. Perdagangan Besar dan

Eceran 12.5 12.2 11.8 11.8 11.1 10.5 10.9 11.2 11.3

b. Hotel 0.6 0.5 0.5 0.4 0.4 0.4 0.4 0.4 0.4

c. Restoran 3.0 2.8 2.8 2.7 2.5 2.5 2.4 2.3 2.3

7. Pengangkutan dan

Komunikasi 6.2 6.5 6.9 6.7 6.3 6.3 6.6 6.6 6.7

8. Keuangan, Real Estate

dan Jasa Perusahaan 8.5 8.3 8.1 7.7 7.4 7.2 7.2 7.2 7.3

9. Jasa-Jasa 10.3 10.0 10.1 10.1 9.7 10.2 10.2 10.6 10.8

Produk Domestik Bruto 100 100 100 100 100 100 100 100 100

*Angka sementara **Angka sangat sementara

Sumber: BPS, 2013

Tabel 2 menunjukan kontribusi sektor pariwisata terhadap pendapatan nasional (PDB), dimana sektor pariwisata (yang diklasifikasikan dalam sektor perdagangan, hotel dan restoran) menempati urutan ke-tiga setelah sektor industri pengolahan dan pertanian. Selain itu Tabel 2 juga memperlihatkan adanya penurunan kontribusi selama periode 2008-2012 jika dibanding periode tahun 2005-2007, akan tetapi sektor ini tetap menunjukan kemampuannya terhadap perkembangan ekonomi nasional. Menurunnya kontribusi pariwisata terhadap pendapatan nasional selama periode 2008-2012 tersebut diakibatkan sebagai dampak dari perlambatan pertumbuhan ekonomi yang dihadapi oleh sebagian negara-negara maju terutama Amerika Serikat dan hampir sebagian besar yang dialami oleh negara-negara Uni Eropa sejak tahun 2008. Menurut data UNWTO rata-rata pertumbuhan pariwisata dunia tahun 2012 sebesar tiga persen (UNWTO, 2012). Kondisi ini turut memengaruhi jumlah kedatangan wisatawan ke Indonesia


(22)

sehingga hal ini perlu disikapi oleh pemerintah dalam menentukan kebijakan perkembangan pariwisata kedepan.

Berdasarkan perkembangannya, kegiatan pariwisata juga ikut mendorong dan mempercepat pertumbuhan ekonomi, melalui proses pembentukan permintaan baik konsumsi maupun investasi yang pada akhirnya menimbulkan kegiatan produksi barang/jasa (karena selama berwisata wisatawan akan melakukan belanjaannya), sehingga secara langsung menimbulkan permintaan (tourism final demand) pasar barang/jasa. Selanjutnya final demand wisatawan secara tidak langsung menimbulkan permintaan akan barang modal dan bahan baku (investment derived demand) untuk berproduksi memenuhi permintaan wisatawan akan barang/jasa tersebut. Berkaitan dengan usaha memenuhi permintaan wisatawan maka diperlukan investasi di bidang transportasi dan komunikasi, perhotelan dan akomodasi lain, industri kerajinan dan industri produk konsumen, industri jasa, rumah makan restoran dan lain-lain (Spillane, 1994).

Sehubungan dengan upaya pemerintah dalam meningkatkan kontribusi pariwisata terhadap percepatan pertumbuhan ekonomi nasional, maka peningkatan investasi pariwisata juga menjadi salah satu perhatian dalam program pembangunan, tujuannya agar kegiatan investasi tersebut dapat memberikan nilai tambah sekaligus memicu peningkatan produksi yang akan dihasilkan. Selain itu juga program peningkatan investasi pariwisata (khususnya perdagangan, hotel, dan restoran) yang berorientasi pada investasi padat karya diharapkan mampu menciptakan lapangan kerja yang dibutuhkan oleh masyarakat sehingga mampu meningkatkan kesejahteraan dan pendapatan masyarakat.

Tabel 3 Realisasi investasi pariwisata tahun 2006-2012 Tahun

PMA Perubahan

(persen)

PMDN Perubahan

(persen)

(triliun Rp. ) (miliar Rp.)

2006 1.115 - 180 -

2007 1.364 22.33 127.7 -29.06

2008 1.569 15.03 238.6 86.84

2009 3.065 95.35 357 49.62

2010 3464 13.02 39 -89.08

2011 2.422 -30.08 394 910.26

2012 4.187 72.87 678 72.08

2013 2.455 -41.37 235 -65.34

Rata-rata 2.455 281.163

Sumber: BKPM, 2013

Tabel 3 memperlihatkan bahwa rata-rata investasi untuk sektor pariwisata adalah sebesar Rp. 2.73 triliun selama periode tahun 2006- 2012 dengan rata-rata investasi yang dilakukan oleh PMDN sebesar Rp. 281 miliar dan yang dilakukan oleh PMA rata-rata sebesar Rp. 2.45 triliun selama periode 2006-2012, angka ini juga menunjukan bahwa kontribusi investasi pariwisata terhadap total investasi rata-rata sebesar 6 persen (Kemenpraf, 2012). Dengan kata lain investasi di sektor pariwisata belum mampu mencapai target seperti yang diharapkan bagi perekonomian nasional yaitu sebesar 5.062 millar USD (BKPM, 2014), meskipun sektor ini sangat potensial dalam memberikan sumbangan dalam


(23)

menggerakan perekonomian nasional (mengingat besarnya potensi alam dan budaya, serta ketersediaan sumber-sumber yang memadai dalam mendukung pertumbuhan pariwisata).

Adanya aliran uang, barang/jasa yang disebabkan oleh adanya pengeluaran/konsumsi selama menjalankan aktivitas wisata sebagai sisi permintaan (demand side) yang ikut mendorong kegiatan-kegiatan yang menyediakan fasilitas, dan aktivitas wisata sebagai sisi penawaran (supply side), dan terbukti dengan adanya aktivitas tersebut telah menimbulkan dampak ekonomi yang cukup besar bagi suatu negara/daerah tujuan wisata (Goeldner, 2000). Salah satu dampak langsung pariwisata pada perekonomian adalah dampak yang berasal dari pengeluaran wisatawan seperti akomodasi, makanan, hiburan, rekreasi, dan jasa transportasi (baik yang dilakukan dalam kegiatan inbound maupun outbound). Selanjutnya pengeluaran-pengeluaran tersebut akan menimbulkan pengeluaran/konsumsi yang dilakukan oleh wisatawan, swasta, maupun pemerintah dalam menjalankan aktivitas pariwisata sehingga menghasilkan transaksi barang/jasa baik permintaan maupun penawaran (Naspernas, 2011). Adapun perkembangan transaksi barang/jasa yang disebabkan oleh adanya aktivitas inbound maupun outbound pariwisara selama periode 2006-2012 di Indonesia dijelaskan pada Tabel 4:

Tabel 4 Total pengeluaran/konsumsi inbound dan wisnus pariwisata

Tahun

Konsumsi

inbound Perkembangan (persen)

Konsumsi

wisnus Perkembangan (persen)

Konsumsi

outbound Perkembangan

(persen) miliar

USD

miliar USD

miliar USD

2006 5094 - 106.78 - 5458 -

2007 4890 -4.00 108.96 2.04 4331 -20.65

2008 5831 19.24 123.17 13.04 5245 21.10

2009 8150 4.00 137.91 11.97 4393 -16.24

2010 6045 -25.83 150.41 9.06 6090 38.63

2011 7618 26.02 160.89 6.97 6308 3.58

2012 8994 18.12 172.85 7.43 6870 8.91

Rata-rata 5932.6 5.36 122.03 7.22 4748.18 5.05

Sumber: UNWTO (2012), Kemenpraf RI (2011), dan BPS RI (2012)

Tabel 4 di atas menunjukkan bahwa terjadi peningkatan konsumsi barang/jasa pariwisata Indonesia dengan rata-rata pertumbuhan sebesar5.36 persen untuk kegiatan inbound pariwisata dan 7.22 persen untuk kegiatan konsumsi wisnus yang dikategorikan sebagai aktivitas pariwisata yang menimbulkan permintaan, dan 6 persen untuk kegiatan outbound pariwisata sebesar 5.05 persen yang dikategorikan sebagai aktivitas pariwisata yang menimbulkan penawaran. Ini berarti besarnya permintaan dan penawaran pariwisata dapat menentukan besarnya kegiatan konsumsi dan investasi. Pada akhirnya dengan pertumbuhan pariwisata sebagai akibat adanya peningkatan permintaan (demand side) pariwisata disatu pihak akan meningkatkan kebutuhan


(24)

terhadap infrastruktur dan fasilitas yang merupakan penyedia pariwisata (supply side) yang mendukung kegiatan pariwisata, sehingga baik konsumsi maupun investasi pariwisata merupakan dua hal yang penting dan patut diperhitungkan dalam menentukan suatu kebijakan yang berkaitan dengan pariwisata itu sendiri.

Permasalahan

Sebagai suatu kegiatan ekonomi, pariwisata menggambarkan hubungan antara pengguna barang dan layanan jasa pariwisata (konsumsi) dengan penyediaan barang dan layanan pariwisata (produsen) yang mana dalam konteks makro disebut sebagai interaksi antara supply dan demand (Nespranas, 2011). Adapun dari sisi penyediaan (supply) produk barang/jasa pariwisata terdapat berbagai aktivitas seperti hotel, restoran, transportasi, merchandise, agen perjalanan, rekreasi dan hiburan, objek wisata, serta kegiatan penunjang seperti persewaan, money changer, pusat industri kerajinan, pusat pertokoan, dan sebagainya, termasuk juga disini penyediaan layanan pemerintah dalam hal keimigrasian, kepabeanan, informasi pariwisata, keamanan dan sejenisnya. Sedangkan sisi permintaan atau tourist demand merupakan permintaan akan barang/jasa oleh wisatawan untuk tujuan dikonsumsi langsung yang jenisnya merupakan produk yang dihasilkan oleh industri pariwisata tersebut.

Pengertian supply-demand pariwisata diatas mengisyaratkan bahwa berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan wisatawan (inbound maupun wisnus) selama melaku kegiatan wisata, berbagai upaya harus dilakukan dalam rangka memenuhi permintaan tersebut. Adanya ketersediaan produk barang/jasa, layanan wisata, infrastruktur dan fasilitas penunjang pariwisata merupakan suatu hal yang penting dan harus dilakukan demi keberlanjutan pembangunan di sektor pariwisata. Dengan kata lain, baik itu aktivitas layanan dan pemenuhan kebutuhan konsumsi wisata seperti penyediaan barang/jasa pariwisata, investasi, dan belanja pemerintah di sektor pariwisata adalah aktifitas yang dilakukan dalam rangka memenuhi permintaan kebutuhan wisatawan (inbound maupun wisnus)

Sebagaimana diketahui bahwa pariwisata tidak hanya mencakup kegiatan didalam negeri/domestik saja akan tetapi juga mencakup kegiatan pariwisata internasional yang melibatkan dua atau lebih negara. Ini berarti dalam kegiatan pariwisata memunculkan adanya perpindahan barang/jasa, modal dan tenaga kerja dari satu negara ke negara lain, sehingga perpindahan tersebut menimbulkan adanya aliran barang/jasa, investasi modal, dan tenaga kerja. Adapun dalam penelitian ini, aliran modal/investasi dalam sektor pariwisata Indonesia dapat dilihat pada Tabel 3 yang menunjukan perkembangan realisasi investasi pariwisata baik yang dilakukan oleh PMA maupun PMDN dengan total investasi sebesar 2.743 miliar USD di tahun 2013 atau mengalami penurunan sebesar 41 persen dibandingkan tahun 2012. Angka ini menunjukan bahwa besarnya realisasi investasi pariwisata secara proporsional belum mencapai target karena di tahun yang sama pemerintah telah mentargetkan besarnya realisasi investasi pariwisata sebesar 5.062 miliar USD (BKPM, 2014).

Tabel 4 juga menunjukan perkembangan aliran konsumsi baik inbound (masuk) maupun outbound (keluar) dengan total masing-masing sebesar 9.443 miliar USD dan 7.144 miliar USD di tahun 2013 atau rata-rata naik sebesar 5 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Adapun kenaikan konsumsi baik inbound maupun outbound di tahun tersebut adalah disebabkan adanya beberapa faktor


(25)

ekonomi dunia seperti mulai mulai membaiknya kondisi ekonomi global pada tahun tersebut.

Selain itu Tabel 2 dan 3 juga menampilkan perkembangan investasi, dan konsumsi inbound-outbound pariwisata Indonesia yang cenderung fluktuatif dari tahun ke tahun. Bahkan kedua tabel tersebut menunjukan adanya penurunan konsumsi dan investasi pariwisata Indonesia pada periode tahun 2009-2011 (rata-rata 30 persen), meski terjadi peningkatan kembali di tahun 2012. Berdasarkan keterangan Kementrian Pariwisata (2012), penurunan kunjungan wisman, konsumsi wisatawan, dan investasi di sektor pariwisata tersebut sebagai akibat dampak dari krisis ekonomi dunia yang melanda hampir sebagian besar negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Jepang, dan Eropa selama periode tahun 2009-2010; bahkan adanya bencana tsunami di Jepang di tahun 2011 turut memengaruhi penurunan jumlah kunjungan wisatawan, konsumsi, dan investasi pariwisata dari Jepang ke Indonesia (Kemenpraf, 2012).

Penjelasan tersebut menyimpulkan bahwa faktor ekonomi maupun non-ekonomi berpotensi memengaruhi naik turunnya permintaan dan penawaran pariwisata suatu negara. Hanafiah dan Harun (2011) menegaskan bahwa besarnya permintaan pariwisata yang ditunjukan dalam besarnya konsumsi inbound maupun investasi pariwisata yang masuk/keluar(inward/outward) suatu negara sangat dipengaruhi oleh variabel-variabel makro seperti pendapatan, harga, belanja pemerintah, dan nilai tukar suatu negara.

Bicara mengenai transaksi barang/jasa, modal, maupun tenaga kerja dari satu negara ke negara lain di sektor pariwisata. Beberapa faktor yang terlibat didalam kegiatan transaksi tersebut seperti mata uang (sebagai alat pembayaran/pertukaran), penduduk, income/pendapatan masyarakat (sebagai indikator kemampuan berkonsumsi), selera, harga, jarak wilayah/negara asal ke wilayah/negara tujuan tempat berwisata, biaya-biaya (ongkos), barang-barang lain (baik barang komplemen maupun barang substitusi), maupun faktor-faktor lain yang sifatnya tidak tetap seperti kondisi alam, keamanan, politik, dan lain-lain. Hal ini menunjukkan bahwa faktor/unsur-unsur yang terlibat dalam kegiatan transaksi pariwisata tersebut perlu menjadi perhatian baik oleh pemerintah maupun pelaku pariwisata (wisatawan, atau penyedia wisata).

Oleh karena itu, baik pemerintah maupun pelaku pariwisata perlu memperhatikan dan mengidentifikasi faktor-faktor tersebut yang dominan memengaruhi perkembangan dan kinerja sektor pariwisata karena tidak menutup kemungkinan bahwa disatu pihak sektor pariwisata bisa meningkatkan perekonomian nasional melalui penerimaan (devisa masuk). Sebaliknya kegiatan pariwisata juga tidak menutup kemungkinan berdampak negatif terhadap perekonomian nasional seperti misalnya fluktuasi nilai mata uang domestik terhadap mata uang asing yang cenderung tidak stabil, tidak saja berpotensi terhadap perekonomian secara umum akan tetapi juga berpotensi dalam memengaruhi permintaan pariwisata (jumlah kunjungan wisatawan, dan besarnya konsumsi wisatawan per kunjungan). Begitu juga dengan faktor harga, karena harga yang terjadi dalam kegiatan pariwisata di domestik maupun harga yang tercipta di negara lain ataupun harga-harga barang lain (yang menjadi pendukung pariwisata) seperti harga BBM, UMR, dan harga komoditas pertanian, turut memengaruhi perkembangan sektor pariwisata.


(26)

Selanjutnya, besar kecil pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap transaksi investasi, barang/jasa seperti yang dijelaskan diatas juga berfungsi dalam menentukan arah kebijakan pariwisata berikutnya, melalui informasi mengenai besarnya potensi permintaan dan penawaran pariwisata nasional dari dan ke negara lain. Bahkan baik pemerintah maupun pelaku pariwisata lainnya dalam menentukan perencanaan pengembangan kepariwisataan harus mengetahui komponen-komponen/faktor-faktor apa saja yang ikut andil dalam upaya meningkatkan pengembangan sektor pariwisata (dari sisi permintaan maupun penawaran) dan kontribusinya terhadap perekonomian nasional.

Pariwisata juga dianggap sebagai sektor yang bersifat multiplier efek (Antara, 1999) yang berarti sektor ini memiliki keterkaitan yang besar terhadap sektor-sektor lain (termasuk dalam hal ini sektor pertanian). Ini berarti besar kecilnya perkembangan pariwisata (demand-supply side) suatu negara tidaklah lepas dari peran sektor lain termasuk sektor pertanian. Dengan kata lain besar kecilnya barang/jasa yang tersedia untuk dikonsumsi wisatawan (baik inbound, wisnus maupun outbound) , dan investasi (inward-outward) sektor pertanian dan sektor lainnya akan memengaruhi besarnya penyediaan dan permintaan akan komoditas barang/jasa yang digunakan dalam kegiatan wisata.

Sementara itu, dalam upaya meningkatkan kinerja pariwisata; maka peranan investasi, dan penyediaan barang/jasa serta layanan pariwisata harus terus ditingkatkan salah satunya adalah dengan berbagai kebijakan yang mendukung adanya peningkatan daya saing pariwisata. Daya saing pariwisata yang dimiliki oleh suatu negara merupakan salah satu indikator meningkatnya kinerja di sektor ini. Bahkan menurut Antariksa (2010) kinerja pariwisata suatu negara dapat dilihat dari seberapa besar daya saing yang dimiliki oleh negara tersebut..

Berdasarkan data World Economic Forum 2011, sektor pariwisata di Indonesia menempati peringkat 70 dari 140 negara dengan total nilai 4.03, dimana nilai yang diperoleh tersebut sebagian berasal dari penilaian kondisi investasi, layanan dan penyediaan barang/jasa pariwisata termasuk dalam hal ini adalah penilaian kenyamanan dan keamanan yang berkaitan dengan kegiatan wisata di Indonesia. Hal inilah yang menjadi tantangan tersendiri bagi para pemangku kebijakan khususnya pada sektor pariwisata. Dengan kata lain upaya meningkatkan daya saing pariwisata Indonesia ke depan perlu didukung oleh kebijakan pemerintah (makro maupun mikro) yang memadai sehingga mampu meningkatkan kinerja pariwisata.

Atas dasar permasalahan tersebut, maka dalam penelitian ini dapat diajukan:

1. Faktor-faktor apa saja yang memengaruhi aliran investasi, barang/jasa pariwisata internasional di Indonesia

2. Bagaimanakah dampak aliran investasi, barang/jasa pariwisata internasional terhadap sisi permintaan dan penawaran pariwisata di Indonesia.

3. Bagaimanakah dampak investasi di sektor pertanian terhadap perkembangan (sisi penawaran) pariwisata di Indonesia

4. Bagaimanakah daya saing dari faktor-faktor ekonomi dan non-ekonomi yang memengaruhi perkembangan pariwisata?


(27)

Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan diatas, maka tujuan dalam penelitian ini adalah:

1. Menganalisis aliran investasi, barang/jasa pariwisata internasional di Indonesia beserta faktor-faktor yang memengaruhinya.

2. Menganalisis dampak aliran investasi, barang/jasa pariwisata internasional terhadap sisi permintaan dan penawaran pariwisata di Indonesia

3. Menganalisis dampak investasi sektor pertanian terhadap sisi penawaran pariwisata di Indonesia menganalisis daya saing faktor ekonomi dan non-ekonomi yang memengaruhi perkembangan pariwisata (demand-supply side) 4. Menganalisis daya saing dari faktor-faktor ekonomi dan non-ekonomi yang

memengaruhi perkembangan pariwisata?

Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah mengenai faktor-faktor yang menentukan aliran investasi, barang/jasa pariwisata internasional dan dampaknya terhadap pariwisata (supply-demand side) Indonesia, dimana analisis yang digunakan adalah dengan menggunakan model Panel Gravity dan metode Panel Least Square (PLS). Model panel gravity digunakan untuk mengkaji aliran investasi, barang/jasa, permintaan dan penawaran pariwisata Indonesia; sedangkan metode PLS nantinya digunakan untuk melihat dampak aliran investasi, barang/jasa pariwisata internasional terhadap sisi permintaan dan penawaran pariwisata Indonesia.

Berdasarkan refleksi dari penelitian-penelitian sebelumnya, maka beberapa model persamaan akan dibangun dalam penelitian kali ini yaitu antara lain: persamaan aliran investasi, aliran barang/jasa serta permintaan dan penawaran pariwisata, yang mana ke lima persamaan tersebut mengadopsi model gravity yang berasal dari pengembangan model Ricardian dengan dasar parameter teknologi yang telah diidentifikasikan dimana dasar model H-O (Heckser-Ohlin) yang ekstrem yaitu model yang tidak menggunakan hambatan atau tanpa hambatan perdagangan dimana model ini cukup sukses digunakan di beberapa negara dalam menjelaskan pola perdagangan antar negara.

Atas dasar kedua model tersebut diharapkan dapat dilihat faktor-faktor penentu apa saja yang memengaruhi aliran investasi, barang/jasa sekaligus melihat dampak dari aliran investasi, barang/jasa pariwisata internasional terhadap permintaan dan penawaran pariwisata nasional. Sehingga dapat diberikan suatu kesimpulan yang dapat menjadi suatu masukan bagi kebijakan yang berkaitan dengan pembangunan pada sektor pariwisata. Berdasarkan pertimbangan bahwa sektor perdagangan dan investasi pariwisata juga melibatkan interaksi antara negara, maka dalam penelitian ini akan digunakan model gravity sebagai metodologi analisis dalam menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi aliran investasi, barang/jasa pariwisata internasional di Indonesia. Sedangkan untuk menganalis dampak dari aliran investasi, barang/jasa pariwisata internasional terhadap permintaan dan penawaran pariwisata di Indonesia akan dilakukan dengan menggunakan metode Panel Least Square, dimana dalam metode ini akan dibangun 2 persamaan identitas yang dibentuk yaitu persamaan permintaan pariwisata dan penawaran pariwisata Indonesia.


(28)

Dalam penelitian ini ada beberapa keterbatasan-keterbatasan yang terjadi, mengingat waktu dan beberapa data dan informasi yang tidak memungkinkan untuk diperoleh selama melakukan penelitian. Adapun berbagai keterbatasan dalam penelitian ini adalah:

1. Data total investasi pariwisata Indonesia yang tidak bisa di-disagregasi menjadi investasi dan promosi pariwisata, dikarenakan kurangnya informasi yang akurat mengenai total promosi pariwisata

2. Hanya membahas aliran investasi, barang/jasa pariwisata (tidak membahas aliran tenaga kerja) dikarenakan data tenaga kerja pariwisata yang mana selama tahun 1990-2000 masih kurang lengkap informasi

3. Konsep, ruang lingkup, dan besarnya devisa (baik masuk maupun keluar) tidak dibahas, dan dihitung dalam penelitian ini

4. Tidak menghitung dampak pajak/subsidi dari sektor pariwista, karena kurangnya informasi

5. Tidak menghitung besarnya leakage/kebocoran invesasi dan transaksi barang/jasa pariwisata

Kebaruan dan Posisi Penelitian

Beberapa penelitian tentang pariwisata telah dilakukan antara lain oleh Heriawan (2004) yang melakukan penelitian tentang peranan pariwisata pada perekonomian Indonesia. Pariwisata merupakan sektor yang strategis dan potensial bagi perekonomian Indonesia karena peranannya yang cukup signifikan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi, penciptaan lapangan kerja, perolehan devisa, dan pengembangan ekonomi daerah. Penelitian ini menggunakan pendekatan I-O dan SAM. Dengan menggunakan model ECM (Error Correction Modelling), Singh (1997) dalam penelitiannya melihat penurunan nilai mata uang lokal (devaluasi) terhadap USD akan berdampak terhadap industri pariwisata di India. Hanafiah dan Harun (2011) dengan menggunakan model gravity mengukur besarnya permintaan pariwisata dengan menggunakan persamaan model dari data aliran investasi dan perdagangan pada sektor pariwisata di Malaysia untuk periode tahun 1997-2008. Sedangkan Djamaluddin (2006) melihat permintaan wisatawan asing di ASEAN5 dengan menganalis kedatangan wisman dari 16 negara asal dan menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi permintaan wisatawan ke ASEAN dengan menggunakan data panel dan model gravity. Sementara Adi Lumaksono (2011) melakukan penelitian mengenai dampak ekonomi pariwisata internasional pada perekonomian Indonesia, dimana dalam penelitiannya menggunakan model ekonometrika dan analisis Input-Output, pendekatan yang dilakukan adalah dengan melihat bagaimana sektor pariwisata dapat memengaruhi penerimaan dan penawaran pariwisata melalui devisa yang masuk maupun keluar.

Durbarry (2006) membuat model pengeluaran wisatawan di Inggris dengan Gravity model yang diaplikasikan dengan sektor pariwisata. Teori dasar pada model tersebut diusulkan oleh Bergstand (1985) dengan menjelaskan permintaan wisatawan asing pada negara tertentu. Ide dasar wisatawan untuk melakukan perjalanan adalah pada daerah/kawasan tujuan wisata yang berbeda dan adanya keunikan, karenanya daerah/kawasan tujuan tersebut tidak dapat didistribusikan secara sempurna dan adanya aktivitas dari pariwisata termasuk bagi perjalanan, demikian pula dengan exchange rate.


(29)

Dari beberapa sumber penelitian yang telah dilakukan mengenai ekonomi pariwisata oleh peneliti sebelumnya (seperti yang disebutkan diatas), maka dalam penelitian kali ini berusaha untuk meninjau sekaligus menganalisis permintaan dan penawaran pariwisata yang merupakan aktivitas/kegiatan pariwisata yang menghasilkan penerimaan dan menimbulkan pengeluaran devisa, melalui aliran investasi, barang/jasa yang digunakan dan dihasilkan dalam proses produksi di sektor pariwisata beserta faktor-faktor yang menentukan adanya aliran tersebut sehingga dampak dari investasi, barang/jasa tersebut terhadap besarnya penerimaan dan penawaran pariwisata dapat diketahui. Selain itu juga beberapa kebijakan berdasarkan hasil simulasi mengenai faktor-faktor penentu permintaan dan penawaran pariwisata juga dilakukan untuk mengetahui sejauhmana dampak dri kebijakan ekonomi terhadap perkembangan pariwisata nasional.

Meski beberapa penelitian mengenai aliran investasi pariwisata telah dilakukan oleh beberapa peneliti seperti Durbarry (2000) dan Djamaluddin (2006), begitu juga dengan Lumaksono (2011) yang melihat fenomena permintaan dan penawaran pariwisata internasional terhadap perekonomian Indonesia dan Hanafiah, et.al (2011) yang mengukur besarnya permintaan pariwisata dengan menggunakan persamaan model dari data aliran investasi dan perdagangan pada sektor pariwisata di Malaysia, serta Nathakumar, et.al. (2008) yang menyorot tentang variabel-variabel yang memengaruhi permintaan pariwisata di Malaysia; akan tetapi dalam penelitian ini selain melihat bagaimana dan seperti apa perilaku aliran investasi, barang dan jasa pariwisata internasional di Indonesia juga melihat bagaimana dampak dari aliran investasi, barang dan jasa pariwisata internasional tersebut terhadap sisi permintaan dan penawaran pariwisata internasional di Indonesia.

2 TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORITIS

Tinjauan Pustaka

Pariwisata

Pariwisata berdasarkan pengertian World Tourism and Travel Council (WTCC) adalah merupakan seluruh kegiatan orang yang melakukan perjalanan ke dan tinggal di suatu tempat di luar lingkungan kesehariannya dalam jangka waktu tidak lebih dari setahun untuk bersantai, bisnis dan lainnya. Adapun Pendit dalam Baruddin (2011) menyatakan bahwa pariwisata terdiri dari kegiatan-kegiatan seperti wisata budaya, wisata kesehatan, wisata kuliner, wisata pendidikan, wisata keagamaan, wisata bisnis, wisata industri, wisata konvensi, wisata politik, wisata sosial, wisata pilgrim, wisata bulan madu, wisata cagar alam, wisata penelitian, wisata bahari, wisata cagar alam, dan wisata petualangan.

Pariwisata sudah diakui sebagai industri terbesar abad ini, dilihat dari berbagai indikator, seperti sumbangan terhadap pendapatan dunia dan penyerapan tenaga kerja (Pitana dan Gayatri, 2005), sedangkan dalam menjalankan kegiatannya, pariwisata dapat dilihat dari dua sisi, yaitu sisi penawaran dan sisi permintaan. Baik sisi permintaan maupun sisi penawaran merupakan ruang lingkup dari kegiatan ekonomi pariwisata yang saling berinterkasi satu sama lain.


(30)

Pariwisata dari Sisi Penawaran

Pariwisata dilihat dari sisi penawaran merupakan usaha yang menyediakan barang atau jasa bagi pemenuhan kebutuhan kegiatan wisata dan penyelenggaraan pariwisata. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 tahun 2009 (Nesparnas, 2011) pariwisata merupakan kegiatan yang terdiri dari 13 jenis usaha wisata, seperti: (1) usaha daya tarik wisata, (2) usaha kawasan pariwisata, (3) usaha jasa transportasi wisata, (4) usaha perjalanan wisata (seperti biro dan agen perjalanan wisata), (5) usaha jasa makanan dan minuman, (6) usaha penyedia akomodasi, (7) usaha penyelenggara kegiatan hiburan dan rekreasi, (8) usaha penyelenggraan pertemuan, (9) usaha jasa informasi, (10) usaha jasa konsultasi pariwisata, (11) usaha jasa pramuwisata, (12) usaha wisata tirta, dan (13) usaha spa.

Pariwisata dari Sisi Permintaan

Sedangkan pariwisata dari sisi permintaan berdasarkan rekomendasi World Tourism Organization oleh United Nation Statistical Comission tahun 1993 (UNWTO Tourism Highlights, 2009) diketahui bahwa pariwisata terdiri dari 3 jenis yaitu: (1) domestik tourism, yaitu penduduk suatu negara yang melakukan perjalanan dalam wilayah teritori negara dimana mereka tinggal (2) inbound tourism, yaitu penduduk luar negeri yang melakukan perjalanan ke suatu negara. (3) outbound tourism, yaitu penduduk yang melakukan perjalanan ke luar negeri. Adapun ke-tiga jenis kegiatan tersebut selanjutanya akan menciptakan suatu permintaan akan layanan wisata, dan kebutuhan barang/jasa yang akan dikonsumsi selama melakukan perjalanan.

Berdasarkan tiga klasifikasi seperti yang terlihat pada Gambar 3 maka menurut rekomendasi UNWTO (1994) pariwisata dibagi menjadi tiga jenis, yaitu: (1). Internal tourism1, yang terdiri dari inbound tourism dan domestik tourism di mana aktivitas pariwisata terjadi dalam wilayah teritori suatu negara baik yang dilakukan oleh penduduk yang ada di negara tersebut maupun penduduk luar negeri, (2) National tourism, terdiri dari domestik tourism dan outbound tourism adalah aktivitas pariwisata yang dilakukan oleh penduduk suatu negara baik di dalam negeri maupun diluar negeri, dan (3) International tourism, yaitu aktivitas pariwisata internasional yang melibatkan penduduk suatu negara di luar negeri dan penduduk luar negeri di negara itu. Sedangkan menurut Nesparnas (2011) batasan wisatawan mancanegara (wisman) atau inbound adalah setiap orang yang mengunjungi suatu negara di luar tempat tinggalnya, didorong oleh satu atau beberapa keperluan tanpa bermaksud memperoleh penghasilan di tempat yang dikunjungi. Wisatawan mancanegara pada dasarnya dibagi dalam dua golongan, yaitu:

1.Wisatawan (tourist), yaitu pengunjung yang tinggal di negara yang dituju paling

1

Domestik dalam pengertian pariwisata di sini berbeda dengan domestik dalam pendapatan nasional. Dalam konteks pariwisata pengertian domestik ini merujuk pada penduduk Indonesia yang melakukan perjalanan di wilayah Indonesia baik WNI maupun WNA tetapi tidak termasuk penduduk luar negeri, sementara domestik dalam pendapatan nasional merujuk pada semua aktivitas ekonomi yang ada di wilayah Indonesia baik yang dilakukan penduduk Indonesia maupun penduduk luar negeri


(31)

sedikit 24 jam, akan tetapi tidak lebih dari 6 (enam) bulan2, dengan tujuan: (1) berlibur, rekreasi dan olah raga; (2) bisnis, mengunjungi teman dan keluarga, misi, menghadiri pertemuan, konferensi, kunjungan dengan alasan kesehatan, belajar, dan keagamaan.

2. Pelancong (excursionist), yaitu pengunjung yang tinggal di negara yang dituju kurang dari 24 jam, termasuk cruise passanger (penumpang kapal pesiar)yang berkunjung ke suatu negara dengan kapal pesiar untuk tujuan wisata, lebih atau kurang dari 24 jam tetapi tetap menginap di kapal bersangkutan.

Gambar 1 Klasifikasi dan ruang lingkup pariwisata

Sumber: Recommendation of Tourism Statistics, World Tourism Organization, 1994

Konsep wisatawan Indonesia yang pergi ke luar negeri (outbound) adalah kebalikan dari inbound, yaitu penduduk Indonesia yang melakukan perjalanan ke luar negeri bukan untuk bekerja atau memperoleh penghasilan di luar negeri dan tinggal tidak lebih dari 6 bulan berturut-turut dengan maksud kunjungan untuk (1) berlibur, (2) pekerjaan/bisnis, (3) kesehatan, (4) pendidikan, (5) misi/pertemuan/kongres, (6) mengunjungi teman/keluarga, (7) keagamaan, (8) olahraga, dan (9) lainnya. Sehingga dalam klasifikasi ini termasuk penduduk Indonesia yang melakukan perjalanan ibadah haji dan umroh (Lumaksono, 2011).

Pariwisata dan Dampak Pariwisata terhadap Perekonomian

Dampak pariwisata terhadap perekonomian muncul sebagai akibat dari adanya hubungan permintaan dan penawaran dalam industri. Hal ini disebabkan oleh munculnya pola pengeluaran dari pengunjung wisata, dan investasi yang dihasilkan oleh adanya transaksi pariwisata tersebut yang berpengaruh terhadap perubahan struktur ekonomi suatu negara (Kweka, 2004). Dan diketahui bahwa faktor-faktor permintaan dari transaksi pariwisata tersebut akan memengaruhi

2

Batasan yang digunakan oleh WTO sebenarnya adalah 1 (satu) tahun, namun karena konsep kependudukan di Indonesia adalah 6 (enam) bulan, maka definisi wisatawan ini disesuaikan dengan konsep Indonesia


(32)

jumlah pengunjung yang datang, lama mereka tinggal, dan pengeluaran wisatawan.

Perputaran dari faktor-faktor itulah akan menjadi suatu sirkulasi dari suatu perekonomian negara sehingga menghasilkan efek multiplier yang lebih besar (Antara, 1999). Sebuah bukti bahwa analisis dampak ekonomi akan menunjukkan adanya aliran uang yang disebabkan oleh adanya pengeluaran pariwisata. Adapun dampak-dampak tersebut akan terasa pada dunia bisnis, dan instansi pemerintah sebagai agen/pihak penyedia layanan wisata kemudian kepada usaha lainnya sebagai penyediaan barang/jasa pendukung seperti hasil-hasil pertanian, komunikasi, konstruksi, dan lainya untuk bisnis wisata, dan rumah tangga sebagai pihak yang mendapatkan penghasilan dengan bekerja di bidang pariwisata atau industri penunjang, dan pemerintah sebagai pihak fasilitator dan penentu kebijakan sekaligus pihak yang mendistribusikan penerimaan negara dari sektor pariwisata melalui berbagai jenis pajak dan retribusi dari wisatawan, bisnis dan rumah tangga.

Selanjutnya, para ahli ekonomi regional telah membedakan dampak pariwisata terhadap ekonomi secara langsung (direct effect), tidak langsung (indirect effect), dan efek induksi/induce effect/seconday effect (Antariksa, 2010). Dampak langsung adalah dampak yang disebabkan oleh adanya perubahan produksi yang berhubungan dengan dampak langsung dari perubahan dalam pengeluaran pariwisata, misalnya peningkatan jumlah wisatawan yang menginap semalam di hotel secara langsung akan menghasilkan peningkatan penjualan di sektor perhotelan, dimana penjualan akomodasi hotel dan perubahan terkait dalam pembayaran hotel untuk upah dan gaji, dan pajak yang merupakan dampak langsung dari pengeluaran wisatawan. Sedangkan dampak tidak langsung adalah perubahan produksi yang dihasilkan dari berbagai putaran secara berulang dalam pengeluaran yang dihasilkan oleh industri hotel, dan penerimaan lain dari sektor-sektor yang mendukung industri pariwisata misalnya industri yang memasok produk dan layanan untuk hotel. Efek induksi yang sering disebut sebagai efek sekunder adalah dampak dari belanja rumah tangga yang mendapatkan keuntugan secara langsung maupun tidak langsung dari pengeluaran wisatawan misalnya gaji yang diterima seorang karyawan hotel digunakan olehnya untuk membeli makanan, membayar angkutan, membeli pulsa dan lain-lain sehingga memengaruhi peningkatan produksi pada industri makanan, angkutan, telekomunikasi, dan lain-lain.

Adapun dampak lain yang berpotensi muncul adalah kebocoran ekonomi (economic leakage) akibat adanya mobilisasi barang/jasa, modal, dan tenaga kerja sebagai konsekwensi dari proses liberalisasi (UNCTAD, 2007). Saat ini perkembangan pariwisata adalah sektor yang paling memungkinkan untuk terjadinya proses liberalisasi, sehingga kemungkinan terjadinya economic leakage yang besar pada setiap aktivitas perekonomian pada sektor tersebut. Jika dilihat dari aspek tingkat leakage (kebocoran devisa), sejumlah pendapat mengatakan bahwa pariwisata Indonesia telah menciptakan leakage antara 50 persen hingga 80 persen (Kodhyat, 2003 dalam www. parekraf.go.id). Ini berarti jika data tersebut akurat, apabila leakage di Indonesia hanya mencapai 50 persen maka leakage yang tidak terlalu tinggi. Sementara leakage terkecil adalah sebesar 40 persen yaitu di India, hal ini terjadi karena keberhasilan mereka meminimalisasi jumlah impor kebutuhan wisatawan, leakage yang tertinggi di dunia jika mencapai angka


(33)

80 persen. Berdasarkan data dari UNCTAD, leakage tertinggi terdapat negara-negara kawasan Karibia yaitu sebesar 75 persen (UNEP DTIE, 2009).

Selain karena liberalisasi di atas, economic leakage dalam perkembangan pariwisata juga dapat disebabkan karena lemahnya koordinasi pada aktivitas pariwisata dan lemahnya sistem produksi lokal (Nyaupane and Thapa, 2004 dalam Thapa, 2005). Lebih lanjut, economic leakage dapat juga disamakan terjadinya kebocoran pendapatan dari aktivitas pariwisata yang menyebabkan masyarakat lokal tidak bisa menikmatinya. Kondisi lainnya, economic leakage dapat disebabkan oleh penggunaan modal luar negeri, pembangunan fasilitas pada jaringan internasional atau chain khususnya pembangunan hotel berbintang yang memicu banyaknya import hotel supplies, bahan makanan, furniture, pekerja, maskapai penerbangan asing, dan sebagainya.

Menurut Ariyanto (2005) economic leakage yang ditimbulkan dari kegiatan pariwisata adalah: (a) External Leakages, Leakage ini terjadi akibat pengeluaran pada sektor pariwisata yang terjadi di luar destinasi dimana pengeluaran tersebut berhubungan dengan industri lokal. External leakages dapat terjadi disebabkan oleh (1) investor asing yang membangun infrastruktur dan fasilitas pariwisata di negara berkembang, sehingga profit dan pembayaran terjadi di luar negeri. (2) arus uang bisnis pariwisata langsung terjadi di luar negeri dikarenakan pemesanan bisa dilakukan di luar negeri atau terjadi secara online. Wisatawan datang dengan maskapai penerbangan asing, cruise ship atau kapal pesiar, atau bentuk usaha lain yang dimiliki oleh orang asing. Luasnya dampak dari external leakages sangat bervariasi pada setiap negara dan juga berbeda pada setiap destinasi pariwisata, seperti external leakage yang berhubungan dengan penanaman modal asing dalam pembangunan fasilitas pariwisata, leakages ini akan berpengaruh dalam waktu pendek dan bahkan dalam jangka waktu panjang tergantung seberapa besar modal yang ditanamkannya dan lamanya kontrak kerjasamanya. Karena keterbatasan pembiayaan dalam negeri, leakages tidak dapat dihindari khususnya pada pembangunan negera-negara yang sedang berkembang, sementara pada negara maju, leakages dapat diminimalkan karena kondisi keuangan negara maju relatif lebih baik; (b) Internal Leakages pada kebanyakan negara sedang berkembang berada pada kisaran 40 sampai dengan 50 persen dari total penerimaan kotor sektor pariwisata pada skala ekonomi yang lebih kecil, sementara dalam skala ekonomi yang lebih luas, internal leakage terjadi antara kisaran 10 sampai dengan 20 persen (UNEP DTIE, 2009). Internal leakages dominan disebabkan oleh penggunaan komponen impor yang diukur secara domestik. Menurut United Nation Environment Program (UNEP) tahun 2009, leakage internal dapat diukur dengan Tourism Salelite Accounts (TSA) yang telah dilakukan oleh 44 negara yang memiliki database update tentang kepariwisataannya. Internal leakages tersebut di negara- negara berkembang terjadi pada rantai penyediaan supplies (goods/services) pariwisata yang di import (UNEP, 2009); (c) Invisible Leakages, adalah hilangnya kesempatan untuk mendapatkan pendapatan dari sektor pariwisata yang terjadi secara nyata namun sangat sulit untuk didokumentasi secara nyata tetapi akan berpengaruh secara kumulatif. Aktivitas yang dapat menyebabkan invisible leakages misalnya pajak, informal transaksi yang biasanya tidak tercatat, serta tabungan dan investasi off-shore. Leakages ini akan dapat dikurangi melalui pembentukan cluster pariwisata, menerapkan kebijakan pajak pada semua cluster pariwisata, membuat kebijakan


(34)

keuangan dan fiskal, dan membuat perjanjian kerjasama dengan negara lain yang berhubungan dengan kerjasama pariwisata sebagai investor maupun pemasok wisatawan. Invisible leakage yang lainnya dapat berbentuk penggunaan sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui, kerusakan lingkungan yang dapat memengaruhi produktivitas lahan/tanah, degradasi budaya, hilangnya sejarah, dan rusaknya aset-aset pariwisata dalam waktu lama sehingga dapat menyebabkan menurunnya kualitas hidup masyarakat lokal (UNCTAD, 2007).

Faktor –Faktor yang Memengaruhi Aliran Investasi Pariwisata Pendapatan Per Kapita

Pendapatan per kapita adalah pendapatan rata-rata penduduk suatu negara pada periode tertentu (Linclolin, 2004). Pendapatan per kapita diartikan sebagai jumlah dari nilai barang/jasa rata-rata yang tersedia bagi penduduk suatu negara pada periode tertentu. Selain itu juga pendapatan per kapita diperoleh dari pendapatan nasional pada tahun tertentu dibagi dengan jumlah penduduk suatu negara. Hal ini menunjukan bahwa pendapatan per kapita merupakan ukuran kemakmuran penduduk suatu negara.

Kemakmuran penduduk suatu negara menunjukan perolehan pendapatan yang tinggi, dan ini berarti kemampuan daya beli dari masyarakat di negara tersebut dalam membelanjakan pendapatannya adalah tinggi termasuk belanja wisata. Tingginya daya beli masyarakat akibat meningkatnya pendapatan, dipicu oleh meningkatnya penggunaan faktor-faktor produksi baik modal, tenaga kerja, maupun tehnologi dalam menghasilkan output di negara tersebut. Dengan kata lain, semakin besar pendapatan rata-rata penduduk suatu negara akan mendorong peningkatan investasi baik investasi dalam negeri, maupun investasi luar negeri yang masuk ke negara tersebut.

Pendapatan per kapita negara tujuan wisata dinyatakan dengan besarnya barang/jasa (output) yang dihasilkan oleh suatu negara (dalam hal ini negara tujuan wisata) termasuk warga negara asing yang tinggal dan bekerja di negara tersebut dibagi dengan jumlah penduduk di negara tersebut. Menurut Djamaluddin (2006), dengan meningkatnya investasi di bidang pariwisata akan mendorong peningkatan produksi barang/jasa pariwisata yang memicu terjadi peningkatan pendapatan masyarakat. Aliran investasi pariwisata (capital inflow dan capital outflow) menyangkut besaran modal yang digunakan (demand side), dan yang disediakan (supply side) dalam kegiatan pariwisata selama periode tertentu. Baik capital inflow maupun capital outflow tersebut meurut konteks perdagangan internasional akan melibatkan dua atau lebih wilayah kedaulatan yang berbeda (Kementrian Luar Negeri, 2013).

Bahkan menurut Kuncoro (2004) pendapatan per kapita merupakan indikator untuk melihat daya beli suatu negara. Pendapatan per kapita yang tinggi pada suatu negara artinya daya beli masyarakat negara tersebut juga tinggi. Hal ini berarti menunjukan pasar domestik yang efektif terutama untuk berinvestasi. Oleh karena itu pendapatan per kapita suatu negara juga merupakan salah satu hal yang dipertimbangkan oleh para investor untuk berinvestasi.

Melihat dari pernyataan di atas, maka faktor pendapatan perkapita sangatlah penting pengaruhnya dalam memengaruhi tabungan di masyarakat yang nantinya digunakan untuk investasi baru. Dengan semakin tingginya pendapatan seseorang maka ada kecenderungan untuk menambah besar tabungan


(35)

dibandingkan untuk konsumsi. Ini berarti jika dikaitkan dengan sektor pariwisata, akan terjadi perpindahan arus modal dari satu negara ke negara lain yang dipengaruhi oleh daya beli masyarakat di negara tujuan wisata yang memilki kapasitas pasar yang efektif untuk berinvestasi akibat meningkatnya pendapatan per kapita tersebut.

Suku Bunga Investasi

Suku bunga merupakan faktor yang sangat penting dalam menarik investasi karena sebagian besar investasi yang umumnya dibiayai dari pinjaman bank. Ketika suku bunga bank rendah maka calon investor akan memprediksikan hasil investasi lebih besar dari pada jika ditabung dan memperoleh bunga. Hal ini berarti pada saat dana yang digunakan merupakan modal pinjaman maka keuntungan investasi yang nantinya akan diperoleh tidak besar.

Nilai Tukar

Secara teoritis, dampak perubahan tingkat/nilai tukar dengan investasi bersifat uncertainty (tidak pasti). Ishikawa (2012), mengatakan pengaruh tingkat kurs yang berubah pada investasi dapat langsung lewat beberapa saluran, ini berarti perubahan kurs tersebut akan berpengaruh pada dua saluran, sisi permintaan dan sisi penawaran domestik. Dalam jangka pendek, penurunan tingkat nilai tukar akan mengurangi investasi melalui pengaruh negatifnya pada absorbsi domestik atau yang dikenal dengan expenditure reducing effect. Karena penurunan tingkat kurs ini akan menyebabkan nilai riil aset masyarakat yang disebabkan kenaikan tingkat harga-harga secara umum dan selanjutnya akan menurunkan permintaan domestik masyarakat. Gejala diatas pada tingkat perusahaan akan direspon dengan penurunan pada pengeluaran /alokasi modal pada investasi.

Pada sisi penawaran, pengaruh aspek pengalihan pengeluaran (expenditure switching) akan perubahan tingkat kurs pada investasi relatif tidak menentu. Penurunan nilai tukar mata uang domestik akan menaikkan produk-produk impor yang diukur dengan mata uang domestik, dan dengan demikian akan meningkatkan harga barang-barang yang diperdagangkan/barang-barang ekspor (traded goods) relatif terhadap barang-barang yang tidak diperdagangkan (non traded goods), sehingga didapatkan kenyataan nilai tukar mata uang domestik akan mendorong ekspansi investasi pada barang-barang perdagangan tersebut.

Sedangkan dampak volatilitas nilai tukar pada perdagangan internasional telah lama dipelajari. Ada dua pendekatan dalam literatur mengenai dampak antara volatilitas nilai tukar terhadap investasi dan perdagangan internasional. Menurut pendekatan pertama, ketidakpastian nilai tukar atau volatilitas tidak memengaruhi perdagangan, sementara sisi lain nilai tukar memengaruhi perdagangan internasional dan investasi. Cushman dalam Nuroglu (2008) menyelidiki empat belas perdagangan bilateral mengalir di antara negara-negara industri, dan menemukan efek negatif yang signifikan dari risiko nilai tukar pada perdagangan. Bahkan hal ini dipekuat oleh Akhtar dan Hilton dalam Ishikawa (2012) yang menemukan adanya efek negatif yang signifikan dari ketidakpastian nilai tukar nominal pada perdagangan bilateral antara Jerman dan Amerika Serikat.


(36)

Jarak Ekonomi

Jarak mempunyai arti penting bagi kehidupan sosial ekonomi. Jarak dalam arti fisik merupakan pembatas antar wilayah untuk saling dapat berinteraksi. Semakin dekat jarak antar wilayah maka interaksi yang terjadi semakin besar, dan sebaliknya. Selain itu juga jarak menentukan mudah atau tidaknya barang/jasa, modal, teknologi, tenaga kerja, dan informasi untuk melintas antara wilayah/geografi (jarak dalam arti fisik). Ini berarti jarak ekonomi menunjukan kemudahan melintasnya (mobilitas) arus modal, barang/jasa, tenaga kerja, dan teknologi serta informasi dari satu negara/wilayah ke negara/wilayah lain. Kemudahan mobilitas arus tersebut biasanya diukur berdasarkan aksesabilitas dan prasarana penunjang seperti peraturan, perjanjian kerjasama antara negara, kesediaan layanan perbankan internasional, layanan online media masa dan informasi, bandara, pelabuhan, dan lain-lain yang bersifat keterbukaan dan kemudahan pertukaran antara wilayah (World Trade Forum, 2009).

Jarak ekonomi memengaruhi permintaan pariwisata, hal ini didukung oleh World Economic Forum (2013) mengenai peringkat daya saing pariwisata internasional yang menempatkan Swiss, Jerman, dan hampir sebagian besar yang merupakan negara-negara maju dengan daya saing peringkat tertinggi di dunia. Peringkat daya saing tersebut oleh World Economic Forum dalam The Travel and Tourism Competitiveness Report 2013 dinyatakan sebagai negara-negara yang memiliki kemampuan aksesabilitas dari fasilitas, infrastruktur, dan regulasi dalam memudahkan perpindahan arus barang/jasa, modal, dan tenaga kerja antara wilayah yang diperlukan dalam memenuhi kebutuhan permintaan pariwisata internasional.

Sedangkan menurut Tsang (2007), jarak ekonomi antara kedua negara sering mencerminkan perbedaan dalam faktor biaya (seperti upah) dan kemampuan teknologi, kedua faktor penting yang memengaruhi keputusan, dan kinerja investasi. Dengan demikian, jarak ekonomi adalah variabel yang memiliki potensi untuk meningkatkan investasi.

Jumlah Penduduk

Jumlah penduduk antar suatu wilayah dengan wilayah lainnya sangat berpengaruh terhadap interaksi yang terjadi diantara wilayah tersebut. Semakin banyak jumlah penduduk antar wilayah maka semakin besar pula interaksi yang terjadi, dan sebaliknya. Dalam kegiatan pariwisata besarnya jumlah penduduk suatu negara akan menentukan besarnya potensi permintaan pariwisata (Bull, 1995), hal ini disebabkan karena makin besarya penduduk maka permintaan yang terjadi juga akan semakin besar.

Bergstrand (1985) menyatakan bahwa adanya dampak populasi terhadap investasi dan perdagangan tergantung pada lamanya waktu periode estimasi (jangka waktu pendek-jangka waktu panjang). Ini dapat diartikan bahwa hubungan antara populasi terhadap aliran investasi, dan perdagangan akan positif pada jangka waktu pendek selama jumlah angkatan kerja dan spesialisasi kerja untuk menghasilkan peningkatan total output. Sebaliknya dalam jangka panjang akan berdampak negatif, karena pada kondisi ini cenderung menurunnya pendapatan per kapita yang berdampak pada penurunan total output dan akhirnya memengaruhi penurunan pada total investasi.


(37)

Bahkan Tsang (2007) menyatakan bahwa pembentukan barang modal memengaruhi perdagangan internasional dalam beberapa cara, dengan adanya peningkatan pada infrastruktur akan berdampak pada efisiensi produksi dan meningkatkan kapasitas penawaran agregat melalui peningkatan laju pertumbuhan angkatan kerja yang lebih produktif dan kompetitif. Pernyataan Tsang tersebut menunjukan bahwa dengan harapan meningkatnya ketersediaan angkatan kerja yang lebih terampil dan produktif akan memengaruhi besarnya investasi yang masuk ke suatu negara.

Harga Pariwisata

Secara umum, harga adalah jumlah uang yang dibutuhkan untuk mendapatkan sejumlah barang atau jasa. Sedangkan harga wisata adalah jumlah uang yang dikeluarkan untuk mendapatkan kepuasan akan jasa wisata. Tinggi rendahnya harga priwisata di suatu daerah tujuan wisata akan memengaruhi besarnya aliran investasi pariwisata di negara tujuan wisata tersebut. Hal ini terjadi karena dengan harga pariwisata yang kompetitif akan menunjukan bahwa daerah/negara tujuan wisata tersebut berpotensi besar dalam mendapatakan return yang menguntungkan bagi para investor asing maupun domestik dalam menanamkan modalnya di negara/daerah tujuan wisata tersebut (Tribe, 2005). Biaya Transportasi

Transportasi merupakan unsur yang penting, dan merupakan urat nadi perekonomian Indonesia dalam rangka distribusi dan alokasi manusia, barang/jasa, dan modal. Sedangkan biaya transportasi merupakan unsur dari pembentukan harga output yang dihasilkan oleh faktor-faktor produksi dalam suatu negara (Kadir, 2006).

Sebagai penentu harga dari suatu produk yang dihasilkan, besar kecilnya biaya transportasi akan berpengaruh terhadap minat investor yang berniat untk menanamkan modalnya disuatu negara. Bahkan menurut World Economic Forum (2011), beberapa negara mengalami penurunan investasi dikarenakan meningkatnya biaya transportasi negara tersebut. Hal ini menunjukan bahwa di negara-negara yang ongkos transportasinya tinggi menceminkan adanya ekonomi biaya tinggi di negara tersebut. Kondisi ini, bagi pihak pemilik modal merupakan suatu inefisiensi biaya dan tidak menguntungkan karena itu adalah biaya/beban bagi mereka (pemilik modal) dalam mengeluarkan dana ekstra. Bahkan menurut Kadir (2009), salah satu faktor penyebab tingginya biaya transportasi adalah ketidak memadainya infrastruktur yang berkaitan dengan transportasi untuk jalur pengangkutan dan distribusi barang/jasa, dan manusia seperti jalan, pelabuhan, bandara, kereta api, maupun moda transportasi lainnya.

Faktor-Faktor yang Memengaruhi Aliran Keluar (Outflow) Barang/Jasa Pariwisata

Pendapatan Per Kapita Negara Asal Wisatawan

Pendapatan perkapita sebagai salah satu faktor yang memengaruhi perdagangan internasional, dan merupakan salah satu indikator kemakmuran perekonomian suatu negara. Apabila suatu negara mempunyai catatan perekonomian yang cukup stabil dengan kecenderungan meningkat, maka akan


(38)

menGambarkan semakin tinggi pula pendapatan masyarakat sehinga daya beli masyarakat terhadap barang/jasa pun semakin meningkat.

Besar kecilnya pendapatan per kapita asal wisatawan akan memengaruhi besarnya aliran keluar barang/jasa pariwisata (outflow). Menurut Darmoyo (2003) wisatawan yang berasal dari negara-negara yang penduduknya berpendapatan tinggi memiliki kecenderungan yang besar dalam berkonsumsi/membelanjakan pendapatannya kepada barang-barang/jasa di suatu negara pada saat mereka (masyarakat negara berpendapatan tinggi) melakukan perjalanan wisata di suatu daerah /negara.

Nilai Tukar (Exchange Rate)

Menurut Hanafiah dan Harun (2011) jika nilai mata uang suatu negara meningkat (apresiasi) terhadap mata uang asing akan berdampak negatif terhadap neraca transaksi berjalan karena impor meningkat dan ekspor menurun karena harga-harga barang di dalam negeri akan jauh lebih murah daripada harga-harga-harga-harga barang impor. Sehingga pada saat mata uang domestik melemah (depresiasi) terhadap mata uang asing akan menurunkan aliran masuk (inflow/impor) barang/jasa yang dibutuhkan dalam kegiatan pariwisata sebaliknya terjadi peningkatan aliran keluar (outflow/ekspor) barang/jasa pariwisata.

Populasi/Jumlah Penduduk

Makin besar penduduk suatu negara semakin besar kebutuhan akan konsumsi barang/jasa termasuk kebutuhan untuk konsumsi barang/jasa pariwisata. Kondisi ini akan memicu terjadinya peningkatan perdagangan internasional antar negara dalam rangka memenuhi kebutuhan konsumsi tersebut. Bagi negara yang memilki kapasitas produksi yang besar dalam menghasilkan output barang/jasa kecenderungan akan melakukan ekspor barang terutama pada saat kemampuannya dalam memproduksi barang/jasa tersebut sudah mampu memenuhi konsumsi dalam negeri. Sebaliknya untuk suatu negara hasil produksinya belum mampu memenuhi kebutuhan dalam negeri biasanya mengandalkan output yang dihasilkan oleh negara lain dengan cara impor.

Elif Nuroglu (2008) dalam hasil penelitiannya secara empiris menemukan fakta bahwa besarnya populasi berdampak positif terhadap aliran perdagangan khususnya bagi peningkatan ekspor, akan tetapi sebaliknya berdampak negatif terhadap impor. Senada dengan Nuroglu, Bendjilali dalam Nuroglu (2008) dengan menggunakan model gravity untuk melihat dampak antara jumlah penduduk terhadap hubungan intra dan bilateral antara negara-negara yang tergabung dalam OIC (Organization of Islamic Coproration) pada tahun 1994 menemukan bahwa bagi negara-negara yang memiliki populasi yang besar seperti Indonesia memiliki karakteristik potensi pasar yang besar, pasar dosmetik yang luas dan kecilnya volume ekspor merupakan potensi yang besar bagi masuknya barang-barang impor, hasil yang didapat dalam penelitian Bendjiali adalah bersifat positif.

Jarak Ekonomi

Selain jarak dalam arti fisik (secara geografi dan lamanya waktu proses alokasi), jarak ekonomi merupakan faktor yang memengaruhi perdagangan internasional (Tsang, 2007). Jarak ekonomi memengaruhi kemudahan/ aksesabilitas arus barang/jasa. Hal ini disebabkan adanya kemudahan terhadap


(39)

masuk keluarnya barang/jasa dari suatu negara ke negara lain. Adapun kemudahan tersebut meliputi fasilitas, infrastruktur, teknologi, kebijakan, dan aturan-aturan yang terlibat dalam perdagangan internasional, sehingga mobilitas barang/jasa antar negara akan terasa lebih mudah, singkat, dan praktis.

Harga Pariwisata Dalam Negeri (Indonesia)

Secara umum, harga adalah jumlah uang yang dibutuhkan untuk mendapatkan sejumlah barang atau jasa. Sedangkan harga wisata adalah jumlah uang yang dikeluarkan untuk mendapatkan kepuasan akan jasa wisata.

Adapun faktor-faktor yang memengaruhi harga pariwisata adalah: a. Keadaan perkonomian

Keadaan perekonomian nasional /makroekonomi yang dinyatakan dalam pendapatan nasional (GDP), nilai tukar, kondisi investasi didalam negeri, belanja pemerintah, besarnya ekspor impor barang/jasa.

b. Besarnya permintaan akan barang/jasa pariwisata

Semakin tinggi permintaan akan barang/jasa pariwisata, harga akan berbanding lurus dengan peningkatan kuantitas barang yang diminta.

c. Biaya/ongkos produksi pariwisata

Merupakan sejumlah uang/ongkos /biaya produksi yang digunakan dalam kegiatan pariwisata. Semakin tinggi biaya yang dikeluarkan dalam kegiatan produksi (pariwisata), maka harga akan berbanding lurus terhadap kenaikan biaya tersebut

d. Harga barang substitusi pariwisata

Harga barang substitusi atau harga barang pengganti juga termasuk dalam aspek permintaan pariwisata, dimana barang-barang pengganti dimisalkan sebagai pengganti daerah tujuan wisata yang dijadikan cadangan dalam berwisata seperti Bali sebagai tujuan wisata utama di Indonesia, akibat suatu dan lain hal Bali tidak dapat memberikan kemampuan dalam memenuhi syarat-syarat daerah tujuan wisata sehingga secara tidak langsung wisatawan akan mengubah tujuannya ke daerah terdekat seperti Malaysia dan Singapura.

e. Harga barang komplementer pariwisata

Harga barang komplementer; merupakan sebuah barang yang saling membantu atau dengan kata lain barang komplementer adalah barang yang saling melengkapi, dimana apabila dikaitkan dengan pariwisata barang komplementer ini sebagai objek wisata yang saling melengkapi dengan objek wisata lainnya.

Harga Pariwisata Negara Pesaing

Harga menurut Kotler (2004) adalah sejumlah uang yang ditukarkan untuk sebuah produk atau jasa. Lebih jauh lagi, harga adalah sejumlah nilai yang konsumen tukarkan untuk jumlah manfaat dengan memiliki atau menggunakan suatu barang atau jasa. Harga merupakan hal yang diperhatikan konsumen saat melakukan pembelian.

Selain itu juga harga merupakan komponen penting dalam suatu kegiatan produksi. Penentuan harga akan menentukan besarnya keuntungan suatu perusahaan dan pemilik modal. Banyak hal yang berkaitan dengan harga yang melatarbelakangi mengapa konsumen memilih suatu produk untuk dimilikinya. Konsumen memilih suatu produk tersebut karena benar-benar ingin merasakan nilai dan manfaat dari produk tersebut, karena melihat kesempatan memiliki


(1)

(2)

(3)

196

196

Lampiran 10

Hasil Penilaian Daya Saing Pariwisata Indonesia Tahun 2011

Items Rangking Nilai

Indonesia Malaysia Singapore Thailand Indonesia Malaysia Singapore Thailand

2011 Index 74 35 35 41 4 4.6 4.7 4.5

2009 Index 81 32 32 39 3.8 4.7 4.3 4.4

Tourist and Travel (T & T) regulatory framework 94 60 60 77 4.2 4.7 4.5 4.5

Policy rules and regulations 88 21 21 76 4.2 5.1 5.1 4.4

Environmental sustainability 127 64 64 97 3.9 4.6 4.8 4.2

Safety and security 72 83 83 94 4.7 4.5 4.5 4.4

Health and hygiene 115 75 75 80 2.6 4.5 4.2 4.4

Prioritization of Travel & Tourism 15 46 46 38 5.7 4.8 4.9

T&T business environment and infrastructure 86 40 40 43 3.3 4.4 4.8 4.3

Air transport infrastructure 58 34 34 23 3.3 4.4 4.4 4.5

Ground transport infrastructure 82 36 36 56 3.2 4.2 4.2 4.1

Tourism infrastructure 116 74 74 40 2 3.6 4.6 4.9

ICT infrastructure 96 52 52 81 2.5 3.7 3.6 2.9

Price competitiveness in the T&T industry 40 39 29 15 5.6 5.6 5.1 4.2

T&T human, cultural, and natural resources 40 18 18 21 4.4 4.7 4.7 4.6

Human resources 51 37 37 74 4.5 5.2 5.2 4.8

Education and training 51 38 38 76 4.9 5.2 5.2 4.6

Availability of qualified labor 59 50 50 67 5.1 5.2 5.2 5.1

Affinity for Travel & Tourism 121 17 17 24 4.2 5.4 5.4 5.3

Natural resources 17 22 22 21 4.7 4.5 3.5 4.6

Cultural resources 39 33 30 32 3.5 3.8 3.9 3


(4)

185

Hasil Penilaian Daya Saing Indonesia dan negara-negara Asean3

Item Rangking

Indonesia Malaysia Singapore Thailand Tourism Infratsructure:

Hotel room 93 48 30 53

Presence of major car rental companies 112 95 80 40

ATMs accepting Visa cards 97 53 7 31

ICT Infratsructure:

Extent of business Internet us 61 35 18 56

Internet users 109 39 26 83

Telephone lines 82 75 26 91

Broadband Internet subscribers 99 59 20 89

Mobile telephone subscriber: 99 50 14 65

Price competitiveness in the T&T industry:

Ticket taxes and airport charges 16 15 9 48

Purchasing power parity 68 41 98 36

Extent and effect of tax ratio 17 28 3 53

Fuel price levels 19 14 64 46

Hotel price index 6 11 78 8

Safety and security:

Business costs of terroris 101 103 102 120

Reliability of police service 80 50 2 87

Business costs of crime and violence. 75 93 17 82

Road traffic accidents 70 94 3 81

Air transport infrastructure:

Quality of air transport infrastructure 69 14 2 28

Available seat kilometers, domestic 9 21 103 19

Available seat kilometers, international 29 43 11 12

Airport density 102 36 93 91

No of operating airlines 37 25 27 14

International air transport network 76 28 1 22

Ground transport infrastructure:

Quality of roads 84 21 1 36

Quality of railroad infrastructure 56 20 6 57

Quality of port infrastructure 96 19 2 43

Quality of ground transport network 88 29 4 41

Density 84 72 4 63

Sumber: World Economic Forum, 2011


(5)

186

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 16 September 1973 dari pasangan Bapak dr Mas Irwan Singagerda (almarhum) dan Ibu Yulia Singagerda, sebagai anak pertama dari tiga bersaudara. Penulis menikah dengan Januar Hertanto SE MM pada tahun 1998 dan dikaruniai dua orang putera yaitu Achmad Tito Fauzan dan Muhammad Nino Farhansyah

Penulis menyelesaikan pendidikan dasar dan menengah di Bandar Lampung dan Yogyakarta, yaitu: pada SD Xaverius Pahoman (lulus tahun 1981), SMPN Xaverius Pahoman (lulus tahun 1989), dan SMAN Stella Duce I Yogyakarta (lulus tahun 1992). Tahun 1992, menempuh pendidikan Sarjana (S1) pada Jurusan Ekonomi Manajemen, Fakultas Ekonomi, Universitas Bandar Lampung (lulus tahun 1997). Tahun 2002 penulis melanjutkan S2 Bidang Financing Social Protection pada Univeristy of Maastricht, The Netherland yang dibiayai dari beasiswa Stuned (lulus tahun 2003). Sejak tahun 2009, Penulis menempuh pendidikan Doktoral (S3) pada Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian (EPN) pada SPs IPB di Bogor (hingga saat ini) yang dibiayai dari beasiswa BPPS.

Penulis bekerja sebagai Dosen Kopertis II Wilayah Palembang Diperbantukan di Universitas Sang Bumi Ruwa Jurai dalam bidang Ekonomi Manajemen pada Fakultas Ekonomi sejak tahun 2006 hingga sekarang. Tugas tambahan: (a) Dosen tamu pada Fakultas Ekonomi Jurusan Studi Pembangunan di Universitas Parahyangan, Bandung sejak tahun 2010 sampai sekarang, (b) Dosen tamu pada Fakutas Hubungan Internasional dan Fakultas Ekonomi dan Bisnis pada Universitas Pelita Harapan, Karawaci Tangerang sejak tahun 2012.


(6)