Dampak Liberalisasi Perdagangan dan Peningkatan Permintaan Pariwisata terhadap Kinerja Ekonomi Makro dan Sektoral di Indonesia
TERHADAP KINERJA EKONOMI MAKRO DAN SEKTORAL
DI INDONESIA
B A R U D I N
PROGRAM STUDI ILMU EKONOMI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
(2)
SURAT PERNYATAAN
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam tesis saya yang berjudul:
DAMPAK LIBERALISASI PERDAGANGAN DAN PENINGKATAN PERMINTAAN PARIWISATA TERHADAP KINERJA EKONOMI MAKRO DAN SEKTORAL
DI INDONESIA
adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang telah diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Mei 2011
B A R U D I N NRP. H151090284
(3)
(4)
ABSTRACT
BARUDIN. 2011. The Impact of Trade Liberalization and Increasing Demand for Tourism on Indonesia Macroeconomic and Sectoral Performance. Supervised by RINA OKTAVIANI and SRI MULATSIH.
The liberalization will offer renewed and enhanced opportunities to increase productivity and raise incomes. There are several bilateral and regional agreements on trade liberalization, such as the ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA), and the Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) FTA. The end-goal of economic integration is establishing the ASEAN Economic Community as outlined in ASEAN Vision 2015. Consequently, there is a free flow of goods, services and investment, a free flow of capital as well as equitable economic development, and reduced poverty and socio-economic disparities in the ASEAN region. This study is examined the economy-wide impact of trade liberalization for the Indonesian economy by using the Computable General Equilibrium (CGE) model. The impact of liberalization is examined via tariff reductions, combination tariff reduction and tourism growth. Tourism is a growing and important industry in both developed and developing countries. It is also an important source of earning foreign exchange and provides employment opportunities for domestic labor. Generally, tourist consumption in the receiving country is predominantly of non-traded goods and services. Tourism is increasingly becoming a significant part on global trade. It is one of the top five export categories, and accounted for almost 83 percent of countries in the world. According to the Indonesia Tourism Satellite Accounts 2009, total economic transaction created by tourism activity in 2009 reached Rp504,69 trillion or 4,80 percent of total output. This study has shown that liberalization combined with tourism growth can, in fact, reduce the domestic price level and increase the amount of foreign trade and availability of products in the domestic economy, thereby stimulating further production. The result of this study is improved the Indonesia’s macroeconomic performance and welfare, as domestic absorption, and household consumption increase. Tourists are also better off for they can consume more, given their spending level, and also benefit from the greater availability of products. The trade balance deficits are of concern, indicating the need for appropriate accompanying policies, such as the tourism promotion and investment in infrastructure, underpinned by the growing service sector.
(5)
(6)
RINGKASAN
BARUDIN. 2011. Dampak Liberalisasi Perdagangan dan Peningkatan Permintaan Pariwisata terhadap Kinerja Ekonomi Makro dan Sektoral di Indonesia. Dibawah bimbingan RINA OKTAVIANI dan SRI MULATSIH.
Pariwisata telah menjadi salah satu motor penggerak ekonomi dunia. Berbagai organisasi internasional seperti PBB, Bank Dunia, World Tourism Organization (UNWTO) telah mengakui bahwa pariwisata merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia, terlebih lagi setelah adanya globalisasi dan liberalisasi yang semakin memudarkan berbagai hambatan. Sejak 4 November 2002, pemerintah Indonesia bersama negara ASEAN telah menandatangani perjanjian ACFTA mengenai pemberlakuan pasar bebas di kawasan ASEAN-China. Disamping itu dilakukan juga kerjasama ekonomi dan perdagangan lainnya seperti APEC dan WTO.
Perkembangan kegiatan pariwisata tersebut ternyata masih mengalami beberapa kendala dan hambatan. Oleh karena itu, penulis terdorong untuk melakukan analisis dan penelitian mengenai kondisi dan perkembangan pariwisata di Indonesia terkait dengan maraknya liberalisasi yang dilakukan secara menyeluruh dan komprehensif dengan menggunakan metodologi dan indikator yang tepat, benar dan akurat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peranan pariwisata dalam mendukung pertumbuhan ekonomi yang tercermin dalam indikator makroekonomi serta mengidentifikasi dampak liberalisasi perdagangan dan peningkatan permintaan pariwisata terhadap perekonomian nasional seperti pendapatan dan ketenagakerjaan.
Penelitian ini menggunakan Model Keseimbangan Umum/ Computable General Equilibrium (CGE) dari INDOMINI (Oktaviani, 2008) yang berinduk pada MINIMAL (Horridge, 2001). Model ini kemudian dikombinasikan dengan sebagian dari model WAYANG (Wittwer, 1999) dan selanjutnya disebut model INDOWISATA. Database yang digunakan adalah tabel input output nasional 67 sektor updating tahun 2008 yang terdapat dalam neraca satelit pariwisata nasional. Sistem persamaan yang terdapat dalam model ini meliputi 15 blok sesuai dengan model INDOMINI. Hal yang berbeda adalah bahwa permintaan akhir (final demand) dibagi menjadi 2 yaitu permintaan akhir yang terkait dengan pariwisata dan permintaan akhir lainnya. Disamping itu, tenaga kerja juga dibagi menjadi 2 yaitu pekerja formal (dibayar) dan pekerja keluarga (tidak dibayar).
Kondisi perekonomian Indonesia selama tahun 2009 terjadi pertumbuhan sebesar 4,5 persen, meskipun mengalami penurunan dibanding tahun sebelumnya yang mampu tumbuh hingga mencapai 6,0 persen. Pertumbuhan ekonomi yang berada dalam tren menurun tersebut diduga akibat terjadinya kontraksi ekspor barang dan jasa yang cukup besar sebagai akibat turunnya permintaan global. Namun beberapa indikator kesejahteraan masyarakat selama tahun 2009 terlihat mulai menunjukkan kondisi yang membaik seperti PDB per kapita, jumlah penduduk miskin dan tingkat pengangguran terbuka. Persepsi positif juga tercermin dari meningkatnya daya saing ekonomi Indonesia pada laporan WEF tahun 2010 menjadi peringkat 44 dari posisi 54 pada tahun 2009.
(7)
waktu tiga tahun terakhir selalu mengalami defisit. Dengan melihat kondisi tersebut maka pemerintah harus melakukan langka-langkah strategis guna mengurangi banjirnya produk-produk impor serta harus mendorong peningkatan ekspor khususnya ke negara-negara yang telah melakukan kerjasama perdagangan dengan Indonesia. Tumbuhnya kerjasama regional seperti ACFTA dan APEC akan memberikan warna baru dalam pembangunan ekonomi termasuk aktivitas pariwisata Indonesia.
Peranan kegiatan pariwisata terhadap ekonomi nasional pada tahun 2009 mengalami peningkatan dibanding dengan tahun sebelumnya. Nilai output dari kegiatan pariwisata secara keseluruhan selama tahun 2009 mencapai sebesar Rp 504,69 triliun atau berkontribusi sebesar 4,80 persen. Sedangkan peranan kegiatan pariwisata terhadap nilai tambah bruto (NTB) mencapai sebesar Rp 233,64 triliun atau memberikan kontribusi sebesar 4,16 persen dari total NTB nasional. Selama tahun 2009, kontribusi sektor-sektor terkait pariwisata terhadap penyerapan tenaga kerja mencapai sebanyak 6,98 juta orang atau 6,68 persen dari tenaga kerja nasional. Disamping itu, peranan dalam ekspor jasa mencapai 4,37 persen yang sebagian besar disumbang oleh sektor hotel, restoran, hiburan dan angkutan.
Penelitian ini menerapkan dua skenario utama dari kebijakan ekonomi makro. Skenario pertama dimodelkan dengan menghapus tarif impor hingga 0 persen pada semua komoditi impor kecuali padi dan gula. Skenario kedua diasumsikan bahwa pemerintah lebih pro-bisnis serta agar terjadi keseimbangan secara eksternal dengan pemotongan pajak tak langsung sebesar 20 persen. Pada skenario ini dilakukan dua model simulasi, yaitu jika digabungkan dengan adanya pertumbuhan kegiatan kepariwisataan sebesar 10 persen dan tidak ada pertumbuhan kegiatan kepariwisataan di Indonesia.
Studi ini menunjukkan bahwa liberalisasi yang dikombinasikan dengan pariwisata akan mempunyai dampak positif pada perekonomian domestik. Liberalisasi dan peningkatan permintaan pariwisata bisa mengurangi tingkat harga-harga domestik, meningkatkan jumlah perdagangan luar negeri dan ketersediaan produk dalam ekonomi domestik, sehingga merangsang produksi lebih lanjut. Hasilnya untuk kasus Indonesia adalah meningkatkan kinerja ekonomi makro dan kesejahteraan seperti meningkatkan konsumsi rumah tangga. Wisatawan juga diindikasikan lebih baik karena mereka dapat mengkonsumsi lebih banyak dari tingkat pengeluaran yang mereka lakukan dan juga keuntungan dari ketersediaan produk yang lebih besar. Pertumbuhan permintaan pariwisata akan memperkuat dampak positif dari liberalisasi dan pada saat yang sama akan mengurangi efek sampingnya. Namun perlu diperhatikan pada neraca perdagangan yang semakin tertekan, sehingga diperlukan adanya kebijakan yang menyertainya dan sesuai, seperti promosi pariwisata dan investasi di bidang infrastruktur yang dapat mendukung terjadinya pertumbuhan pada sektor jasa.
(8)
© Hak cipta milik IPB, tahun 2011
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
1 Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah
b. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2 Dilarang mengumumkan atau memperbanyak sebagian atau seluruh
(9)
(10)
DAMPAK LIBERALISASI PERDAGANGAN
DAN PENINGKATAN PERMINTAAN PARIWISATA
TERHADAP KINERJA EKONOMI MAKRO DAN SEKTORAL
DI INDONESIA
Oleh:
B A R U D I N
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada
Program Studi Ilmu Ekonomi
PROGRAM STUDI ILMU EKONOMI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
(11)
(12)
HALAMAN PENGESAHAN
Judul Tesis : Dampak Liberalisasi Perdagangan dan Peningkatan Permintaan Pariwisata terhadap Kinerja Ekonomi Makro dan Sektoral di Indonesia
Nama : Barudin
NRP : H151090284
Program Studi : Ilmu Ekonomi
Disetujui Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Rina Oktaviani, M.S. Dr. Ir. Sri Mulatsih, M.Sc. Agr.
Ketua Anggota
Diketahui Ketua Program Studi
Ilmu Ekonomi
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Nunung Nuryartono, M.Si. Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr.
(13)
(14)
PRAKATA Bismillahirrahmanirrahim
Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT, karena atas rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan tesis ini. Judul tesis ini adalah “Dampak Liberalisasi Perdagangan dan Peningkatan Permintaan Pariwisata terhadap Kinerja Ekonomi Makro dan Sektoral di Indonesia”. Tesis ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan program pendidikan S2 dan memperoleh gelar Magister Sains dari Program Studi Ilmu Ekonomi di Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Prof. Dr. Ir. Rina Oktaviani, M.S. selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Dr. Ir. Sri Mulatsih, M.Sc. Agr. selaku Anggota Komisi Pembimbing, yang dengan segala kesibukannya masih meluangkan waktu untuk memberikan saran dan arahan yang sangat bermanfaat bagi penulisan tesis ini. Ucapan terima kasih dan penghargaan juga disampaikan kepada pengelola Program Studi Ilmu Ekonomi Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, mulai dari Dr. Ir. D.S. Priyarsono, M.S. hingga Dr. Ir. Nunung Nuryartono, M.Si. selaku Ketua Program Studi dan Dr. Ir. Sri Mulatsih, M.Sc. Agr. hingga Dr. Lukytawati, SP. M.Si. selaku sekretaris Program Studi.
Terima kasih juga disampaikan kepada penguji luar komisi pembimbing yaitu Dr. Heru Margono, M.Sc. yang telah memberikan banyak masukan dalam perbaikan tesis ini. Terima kasih dan penghargaan untuk semua dosen yang telah mengajar penulis dan rekan-rekan kuliah yang senantiasa membantu penulis selama mengikuti perkuliahan di kelas Magister Program Studi Ilmu Ekonomi IPB. Dedikasi para dosen yang tinggi dan dukungan rekan-rekan kuliah, telah banyak membantu penulis dalam proses perkuliahan. Penghargaan yang tulus juga disampaikan kepada Ahmad Heri Firdaus, S.E. M.Si. yang telah mengajarkan pemakaian software yang digunakan dalam penelitian ini.
Penulis mengucapkan terima kasih yang tak terkira kepada istri tercinta Yuliastuti dan dua buah hati Nabilah dan Dzaki yang telah memberikan
(15)
dorongan dan doa yang sangat tulus.
Secara khusus, penulis juga mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada BPS khususnya Dr. Rusman Heriawan sebagai Kepala BPS dan Adi Lumaksono, M.Sc. selaku Direktur Statistik Keuangan, Teknologi Informasi dan Pariwisata yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan Program Magister pada Program Studi Ilmu Ekonomi IPB. Penulis juga menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada teman-teman BPS yang telah banyak membantu penulis mulai dari proses kuliah hingga dalam menyelesaikan tesis ini.
Tidak ada satupun yang sempurna, begitu juga tesis ini masih jauh dari kesempurnaan. Akhirnya, penulis berharap bahwa apa yang telah penulis kerjakan ini dapat memberikan kontribusi kepada berbagai pihak dan menjadi landasan yang baik menuju tahap berikutnya.
Bogor, Mei 2011
(16)
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Pemalang, Jawa Tengah pada tanggal 1 Oktober 1970 dari pasangan Tasiban dan Andriyah. Penulis merupakan anak keempat dari empat bersaudara. Saat ini penulis telah menikah dengan Yuliastuti dan telah dikaruniai dua orang putra.
Pendidikan tinggi yang telah ditempuh penulis adalah di Sekolah Tinggi Ilmu Statistik (STIS) Jakarta tamat tahun 2001, dan memperoleh gelar Sarjana Sains Terapan (S.ST.) pada tingkat Diploma IV. Pada Tahun 2009, penulis melanjutkan alih jenjang tingkat sarjana di Institut Pertanian Bogor (IPB) dan memperoleh gelar Sarjana Ekonomi (S.E.) pada tingkat Strata-1 (S1).
Penulis bekerja di Badan Pusat Statistik sejak tahun 1994 pada Bagian Pengolahan Data Sensus. Pada tahun 1999, penulis dipindahkan ke Subdit. Statistik Pariwisata BPS Pusat hingga sekarang. Pada tahun 2009 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui Program S2 Penyelenggaraan Khusus BPS-IPB di Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen.
(17)
(18)
DAFTAR ISI
halaman
DAFTAR TABEL ... xv
DAFTAR GAMBAR ... xvii
DAFTAR LAMPIRAN ... ixx
1 PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 6
1.3 Tujuan Penelitian ... 7
1.4 Kegunaan Penelitian ... 7
1.5 Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian ... 8
2 TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN ... 9
2.1 Pustaka Terdahulu ... 9
2.2 Tinjauan Teoritis ... 12
2.2.1 Globalisasi dan Liberalisasi Perdagangan Internasional ... 12
2.2.2 Kegiatan Pariwisata Indonesia ... 19
2.2.3 Model Keseimbangan Umum ... 25
2.2.3.1 Karakteristik Kondisi Keseimbangan Umum ... 30
2.2.3.2 Struktur Model Keseimbangan Umum ... 35
2.2.3.3 Keunggulan dan Keterbatasan Model CGE ... 35
2.3 Kerangka Pemikiran ... 37
2.4 Hipotesis Penelitian ... 38
3 METODE PENELITIAN ... 39
3.1 Jenis dan Sumber Data ... 39
3.2 Metode Analisis Data ... 39
3.2.1 Model Computable General Equilibrium (CGE) ... 39
3.2.2 Sistem Persamaan Model INDOWISATA ... 41
3.2.2.1 Keseimbangan Pasar untuk Setiap Komoditi ... 42
3.2.2.2 Substitusi Antara Komoditi Impor dan Domestik ... 43
3.2.2.3 Struktur Produksi ... 44
3.2.2.4 Permintaan untuk Faktor Primer ... 46
3.2.2.5 Permintaan Industri di Level Atas ... 47
3.2.2.6 Permintaan Rumah Tangga ... 48
3.2.2.7 Permintaan Ekspor ... 53
3.2.2.8 Keseimbangan Pasar Domestik dan Harga ... 53
3.2.2.9 Harga Impor ... 54
3.2.2.10 GDP dari Sisi Pendapatan ... 54
(19)
halaman 3.2.2.12 Persamaan yang Berkaitan dengan Peubah
Makro Lainnya ... 55
3.2.2.13 Peubah Pasar Faktor Produksi ... 56
3.2.2.14 Pembaharuan Aliran Data ... 56
3.2.2.15 Ringkasan Data ... 57
3.2.2.16 Penutup Model ... 57
4 GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN DAN AKTIVITAS PARIWISATA INDONESIA ... 59
4.1 Kondisi Perekonomian Beberapa Negara di Dunia ... 59
4.2 Kondisi Perekonomian Indonesia ... 60
4.3 Globalisasi dan Liberalisasi Perdagangan di Indonesia ... 64
4.3.1 Perkembangan Pelaksanaan Kerjasama Multilateral ... 64
4.3.2 Perkembangan Pelaksanaan Kerjasama Regional ... 65
4.3.3 Langkah-langkah Pengamanan Pelaksanaan FTA ... 68
4.3.4 Kaitan Liberalisasi dengan Aktivitas Pariwisata ... 69
4.4 Perkembangan Kegiatan Pariwisata di Indonesia ... 71
4.4.1 Perkembangan Wisatawan Nusantara (Domestic and Outbound Tourist) ... 71
4.4.2 Perkembangan Wisatawan Mancanegara (Inbound Tourist) 72
4.4.3 Kinerja Pariwisata Indonesia ... 76
4.4.4 Daya Saing Pariwisata Indonesia ... 78
5 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 79
5.1 Simulasi Model ... 79
5.2 Dampak Liberalisasi Perdagangan ………... 81
5.3 Dampak Peningkatan Permintaan Pariwisata ... 84
5.4 Dampak Liberalisasi Perdagangan dan Peningkatan Permintaan Pariwisata ... 87
5.5 Dampak Liberalisasi Perdagangan dan Peningkatan permintaan Pariwisata disertai Penerapan Beberapa Alternatif Kebijakan ……. 89
5.5.1 Dampak Penurunan Pajak Tak Langsung ... 89
5.5.2 Dampak Peningkatan Efisiensi Produksi ... 94
6 SIMPULAN DAN SARAN ... 97
6.1 Simpulan ... 97
6.2 Saran ... 98
DAFTAR PUSTAKA ... 101
(20)
xv
DAFTAR TABEL
Tabel halaman
1 Jumlah kunjungan wisatawan dan konsumsi yang dikeluarkan selama
kunjungan, 2005–2009 ... 2 2 Peringkat daya saing pariwisata dunia dan pangsa kunjungan wisman,
serta devisa yang diterima menurut negara tujuan wisata, 2007-2009 ... 4 3 Kontribusi sektor pariwisata terhadap ekonomi nasional, 2005-2009 .... 5 4 Closure jangka pendek dalam model INDOWISATA ... 58 5 Pertumbuhan ekonomi beberapa kawasan dan beberapa negara di
Dunia, 2005-2009 ... 60 6 Perkembangan beberapa indikator ekonomi Indonesia, 2005-2009 ... 63 7 Neraca Perdagangan Indonesia dengan ASEAN dan China, 2005–2010 66 8 Jumlah penerapan tarif 0 persen pada tahun 2010 dan usulan penundaan
dalam CEPT-AFTA ... 67 9 Jumlah usulan penundaan tarif 0 persen dalam ACFTA, 2010 ... 68 10 Struktur pengeluaran Wisatawan Nusantara menurut jenis sektor, 2009 72 11 Perkembangan Neraca Jasa Indonesia, 2008-2010 ... 74 12 Struktur pengeluaran pemerintah untuk promosi dan pembinaan
pariwisata, 2009 ... 75 13 Peranan kegiatan pariwisata terhadap perekonomian Nasional, 2009 .... 77 14 Peranan pariwisata terhadap PDB Indonesia dari sisi Neraca
Penggunaan, 2009 ... 77 15 Peringkat daya saing pariwisata Indonesia dan beberapa negara tujuan
wisata utama, 2009 ... 78 16 Pertumbuhan permintaan pariwisata, 2006-2009 ... 80 17 Total penerimaan Pajak, Bea Masuk dan Pajak Tak Langsung dalam
APBN Indonesia, 2005-2010 ... 80 18 Dampak penghapusan tarif impor seluruh komoditas kecuali padi dan
gula ... 82 19 Dampak liberalisasi perdagangan terhadap output dari lima sektor
ekonomi tertinggi peningkatan dan penurunannya ... 83 20 Indeks daya penyebaran (IDP) dan indeks derajat kepekaan (IDK)
(21)
Tabel halaman 21 Dampak peningkatan permintaan pariwisata terhadap output dari lima
sektor ekonomi tertinggi dan terendah ... 86 22 Dampak peningkatan permintaan oleh wisatawan sebesar 10 persen .... 87 23 Dampak liberalisasi perdagangan yang diikuti kenaikan permintaan
wisatawan 10 persen ... 88 24 Dampak liberalisasi perdagangan dan peningkatan permintaan
pariwisata terhadap output dari lima sektor ekonomi tertinggi
peningkatan dan penurunannya ... 88 25 Dampak liberalisasi perdagangan yang diikuti pemotongan pajak tak
langsung sebesar 10 persen ... 90 26 Dampak liberalisasi perdagangan disertai pemotongan pajak tak
langsung terhadap output dari lima sektor ekonomi tertinggi
peningkatan dan penurunannya ... 91 27 Dampak liberalisasi perdagangan dan peningkatan permintaan
wisatawan sebesar 10 persen yang diikuti pemotongan pajak tak
langsung ... 92 28 Dampak liberalisasi perdagangan dan peningkatan permintaan
pariwisata disertai pemotongan pajak tak langsung terhadap output dari
lima sektor ekonomi tertinggi peningkatan dan penurunannya ... 93 29 Dampak liberalisasi perdagangan dan peningkatan permintaan
wisatawan sebesar 10 persen diikuti peningkatan efisiensi produksi
sektor pariwisata ... 95 30 Dampak liberalisasi perdagangan dan peningkatan permintaan
pariwisata disertai peningkatan efisiensi produksi terhadap output dari
(22)
xvii
DAFTAR GAMBAR
Gambar halaman
1 Keseimbangan ekonomi makro dalam CGE ... 30 2 Edgeworth box pada kasus dua komoditas dan dua faktor produksi .. 31 3 Production possibility curve ... 32 4 Keseimbangan simultan sektor produksi dan konsumsi ... 34 5 Hubungan peubah makroekonomi dalam model CGE yang digunakan
dalam penelitian ... 35 6 Kerangka pemikiran penelitian ... 38 7 Aliran database INDOWISATA ... 40 8 Struktur produksi berjenjang ... 45 9 Struktur permintaan konsumen berjenjang ... 49 10 Sistem permintaan terkait kegiatan pariwisata ... 51 11 Perkembangan Neraca Perdagangan Indonesia, 2006-2010 ... 61 12 Pertumbuhan PDB Indonesia menurut Lapangan Usaha, 2007-2010 62 13 Perkembangan Wisatawan Nusantara di Indonesia, 2001-2009 ... 71 14 Jumlah kunjungan Wisatawan Mancanegara ke Indonesia per bulan,
(23)
(24)
xix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran halaman
1 Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Pariwisata Indonesia 2005 dan
Klasifikasi Sektor Usaha Tabel Input-Output 2008 ... 105 2 Set Header Array pada Model INDOWISATA ... 107 3 File Input Tablo INDOWISATA ... 109 4 Dampak Liberalisasi Perdagangan ………... 118 5 Dampak Peningkatan Permintaan Pariwisata ………..…. 126 6 Dampak Liberalisasi Perdagangan dan Peningkatan Permintaan
Pariwisata …...………...…….. 135 7 Dampak Liberalisasi Perdagangan dan Peningkatan Permintaan
Pariwisata digabung dengan Penerapan Beberapa Alternatif
(25)
(26)
1.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pariwisata saat ini telah menjadi salah satu motor penggerak ekonomi dunia terutama dalam penerimaan devisa negara melalui konsumsi yang dilakukan turis asing terhadap produk barang dan jasa nasional. Berbagai organisasi internasional seperti PBB, Bank Dunia, United NationWorld Tourism Organization (UNWTO) telah mengakui bahwa pariwisata merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia, terlebih lagi setelah adanya globalisasi dan liberalisasi yang semakin memudarkan berbagai hambatan. Pariwisata juga berperan sebagai penghubung antar satu wilayah dengan wilayah lainnya, satu negara dengan negara lainnya, bahkan antar benua dengan benua lainnya. Globalisasi menyebabkan terjadinya hubungan yang semakin erat, saling mempengaruhi serta saling tukar menukar (sharing) berbagai sisi kehidupan manusia terutama dalam bidang ilmu pengetahuan, budaya dan teknologi, termasuk dalam industri yang terkait erat dengan kegiatan pariwisata. Demikian juga adanya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat cepat turut mendorong semakin berkembangnya kegiatan pariwisata.
UNWTO (2010) melaporkan bahwa pariwisata telah menjadi sebuah industri besar di dunia, dimana sejak tahun 1950, industri ini telah melibatkan lebih dari 25 juta kunjungan turis asing, 277 juta kunjungan selama tahun 1980, 438 juta kunjungan selama tahun 1990, dan 684 juta kunjungan selama tahun 2000. Selanjutnya selama tahun 2009, terdapat sebanyak 880 juta kunjungan turis asing seluruh dunia atau menurun 4,2 persen dibanding tahun 2008 yang mencapai sebesar 922 juta, sedangkan jumlah penerimaan termasuk pengangkutan penumpang mencapai USD852 miliar atau rata-rata tiap harinya sebesar USD2,3 miliar yang berarti terdapat penurunan sebesar 5,7 persen dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai USD1,1 triliun atau rata-rata tiap harinya mencapai sebesar USD3 miliar. Penurunan yang terjadi pada tahun 2009 tersebut diduga disebabkan karena terjadinya krisis finansial dibeberapa negara yang diikuti oleh resesi ekonomi. Selama Januari-Juni 2010 telah terjadi peningkatan jumlah kunjungan turis asing diseluruh dunia sebesar 7 persen dibanding periode yang
(27)
sama tahun sebelumnya. Namun pada semester akhir tahun 2010 diperkirakan terjadi perlambatan, sehingga diduga selama tahun tersebut terjadi pertumbuhan antara 3 persen hingga 4 persen. Bila kondisi tersebut dapat dipertahankan stabil, diharapkan pada tahun 2020 jumlah kunjungan antarnegara oleh turis asing dapat mencapai 1,6 miliar.
Indonesia sebagai negara yang memiliki potensi kepariwisataan yang cukup besar, melihat perkembangan tersebut, perlu mengambil bagian penting dalam menikmati pangsa pasar pariwisata di tingkat global. Potensi wisata yang dimiliki Indonesia antara lain adalah jumlah obyek wisata yang cukup banyak dan tersebar di seluruh daerah dengan kondisi alam yang sangat menarik untuk menjadi daerah tujuan wisata baik wisata alam, wisata bahari, wisata agro, wisata budaya, maupun wisata kuliner seperti Bali, Bunaken, Raja Ampat dan lain sebagainya. Hal ini terlihat dari meningkatnya permintaan internasional akan potensi wisata yang dimiliki Indonesia tersebut seiring dengan mulai diterapkannya liberalisasi perdagangan jasa periwisata. Selama tahun 2009, jumlah kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) terjadi peningkatan sebesar 1,43 persen dari 6,2 juta wisman pada periode sebelumnya menjadi sebanyak 6,3 juta wisman. Jumlah devisa yang berhasil dikumpulkan mencapai USD6,2 miliar yang berarti terjadi penurunan sebesar 14,28 persen dibanding tahun 2008. Gambaran perkembangan kegiatan kepariwisataan di Indonesia tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Jumlah kunjungan wisatawan dan konsumsi yang dikeluarkan selama kunjungan, 2005–2009
Uraian 2005 2006 2007 2008 2009
Wisman (ribu kunjungan) 5.002,10 4.871,35 5.505,76 6.234,50 6.323,73 Devisa (USD juta) 4.521,90 4.447,98 5.345,98 7.347,60 6.297,99 Wisnus (juta perjalanan) 198,36 204,55 222,39 225,04 229,73 Pengeluaran (triliun rupiah) 74,72 88,21 108,96 123,17 137,91 Sumber: Badan Pusat Statistik, 2010b (diolah).
Sejak 4 November 2002, Indonesia bersama negara ASEAN telah menandatangani perjanjian ACFTA (ASEAN-China Free Trade Area) mengenai pemberlakuan perdagangan bebas di kawasan ASEAN-China. Hal ini berarti akan meningkatkan peluang dalam menyerap peningkatan pangsa pasar yang mencapai 1,7 miliar penduduk ASEAN-China, apalagi jika kerjasama tersebut didorong
(28)
3
untuk lebih intensif lagi. Disamping itu dilakukan juga bentuk kerjasama ekonomi dan perdagangan lainnya baik bilateral maupun multilateral seperti AFTA (ASEAN Free Trade Area), APEC (Asia Pacific Economic Cooperation) dan WTO (World Trade Organization). Bahkan AFTA dan APEC sudah mulai dilaksanakan pada tahun 2003 (Bank Indonesia, 2010a).
Kebijakan liberalisasi perdagangan menekankan adanya penurunan tarif yang lebih rendah dan penghapusan kuota impor, yang juga merupakan bagian dari proses integrasi di dalam blok perdagangan regional. Meskipun liberalisasi perdagangan yang seharusnya membawa keuntungan jangka panjang dengan memungkinkan suatu negara untuk memperoleh keuntungan dari hasil melakukan spesialisasi produksi berdasarkan keuntungan komparatif yang dimiliki, namun sejumlah masalah mungkin terjadi. Pertama dapat mengakibatkan terjadinya defisit neraca perdagangan, sebagai akibat dari bertambahnya jumlah barang impor yang dibeli konsumen karena harganya lebih murah. Kedua adalah terjadinya defisit anggaran pemerintah, karena pendapatan yang diterima pemerintah menjadi berkurang akibat dari tarif yang lebih rendah. Ketiga adalah dampak terhadap distribusi pendapatan dan tingkat kesejahteraan masyarakat yang semakin memprihatinkan. Sebagaimana kritikan Stiglitz (2002) mengenai konsep pasar bebas yang tidak adil dan berimbang.
Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN ke-18 di Jakarta pada Mei 2011 menguat usulan pembentukan visa tunggal ASEAN guna mempercepat realisasi Masyarakat Ekonomi ASEAN pada tahun 2015. Pembentukan visa tunggal tersebut diharapkan dapat lebih mendorong perkembangan aktivitas pariwisata di ASEAN. Usulan tersebut telah masuk dalam Rencana Strategis Pariwisata ASEAN 2011-2015 (Eny, 2011). Perkembangan aktivitas pariwisata juga dipercaya dapat digunakan untuk mengurangi dampak negatif dari pelaksanaan liberalisasi yang dirasakan terlalu cepat. Hal ini sebagaimana kebijakan yang dikeluarkan pemerintah melalui Kementerian Perindustrian RI dalam mengambil langkah-langkah strategis untuk melakukan penguatan ekspor guna menghadapi persaingan global. Kebijakan tersebut diantaranya adalah melakukan promosi Pariwisata, Perdagangan dan Investasi (Kementerian Perindustrian RI, 2010).
(29)
Namun berdasarkan data World Economic Forum (2009) menunjukkan bahwa daya saing pariwisata Indonesia masih lemah dibandingkan dengan negara lain. Pada 2009, Indonesia menempati posisi 81 dari 133 negara di dunia dan peringkat 5 diantara negara ASEAN setelah Singapura, Malaysia, Thailand dan Brunei Darussalam. Padahal sumber daya pariwisata yang dimiliki Indonesia lebih potensial untuk dijadikan daerah tujuan wisata dibandingkan dengan Singapura dan Malaysia yang berhasil menempati peringkat 16 dan 32 daya saing wisata dunia. Disamping itu, pangsa kunjungan turis asing ke Indonesia diantara negara-negara ASEAN juga masih rendah. Hal ini sebagaimana terlihat pada Tabel 2. Tabel 2 Peringkat daya saing pariwisata dunia dan pangsa kunjungan wisman,
serta devisa yang diterima menurut negara tujuan wisata, 2007-2009 Negara
Peringkat daya saing wisata dunia
Share jumlah kunjungan (persen)
Share jumlah penerimaan (persen) 2007 2008 2009 2007 2008 2009 2007 2008 2009 Indonesia 60 80 81 0,61 0,68 0,72 0,62 0,78 0,74 Perancis 12 10 4 8,97 8,62 8,43 5,76 6,01 5,80 Amerika 5 7 8 6,21 6,30 6,24 11,29 11,69 11,02
Australia 13 4 9 0,63 0,61 0,63 2,60 2,63 3,00 Singapura 8 16 10 0,88 0,85 0,85 1,06 1,14 1,08 Inggris 10 6 11 3,43 3,28 3,19 4,50 3,83 3,53 Jepang 25 23 25 0,93 0,91 0,77 1,09 1,15 1,21 Korea Selatan 42 31 31 0,72 0,75 0,89 0,72 1,04 1,11 Malaysia 31 32 32 2,33 2,40 2,69 1,64 1,62 1,85 Thailand 43 42 39 1,61 1,59 1,61 1,94 1,93 1,87 Taiwan 30 52 43 0,41 0,42 0,50 0,61 0,63 0,82 China 71 62 47 6,07 5,77 5,78 4,34 4,34 4,66 Dunia 124 130 133 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0
Sumber: UNWTO, 2010; World Economic Forum, 2009.
Selama tahun 2009, aktivitas pariwisata Indonesia menunjukkan tren yang menurun akibat masih adanya pengaruh turunnya pertumbuhan ekonomi dunia. Peran pariwisata dalam pembangunan sektor ekonomi yang tercermin dari nilai PDB nasional berada di bawah angka 5 persen sejak tahun 2006 dan hanya mampu menciptakan lapangan kerja dari kegiatan pariwisata tersebut sebesar 6,7 persen dari seluruh lapangan kerja nasional (BPS, 2010b). Gambaran yang lebih jelas dari aspek ekonomi terlihat pada Tabel 3.
Nilai transaksi ekonomi yang diciptakan oleh kegiatan pariwisata (direct economic transaction) pada tahun 2009 mencapai Rp285,24 triliun, yang mengalami penurunan sedikit dibanding tahun 2008 sebesar Rp282,09 triliun. Penurunan tersebut disebabkan oleh berkurangnya jumlah belanja wisatawan asing yang cukup signifikan hingga mencapai 26,22 persen dibanding tahun
(30)
5
sebelumnya. Sementara itu konsumsi wisatawan domestik mengalami kenaikan dari Rp123,17 triliun pada tahun lalu menjadi Rp137,91 triliun. Disisi lain, peningkatan investasi pariwisata dan promosi juga memberikan kontribusi yang cukup signifikan.
Tabel 3 Kontribusi sektor pariwisata terhadap ekonomi nasional, 2005-2009
Uraian 2005 2006 2007 2008 2009
PDB ADHB
Nasional (triliun rupiah) 2.784,9 3.339,5 3.957,4 4.954,0 5.613,4 Pariwisata (triliun rupiah) 146,80 143,62 169,67 232,9 233,6 Kontribusi (persen) 5,27 4,30 4,29 4,70 4,16 Lapangan kerja
Nasional (juta orang) 93,96 95,46 99,93 102,55 104,87 Pariwisata (juta orang) 6,55 4,44 5,22 7,02 6,98 Kontribusi (persen) 6,97 4,65 5,22 6,84 6,68 Sumber: Badan Pusat Statistik, 2010b.
Mengingat aktivitas pariwisata dianggap memiliki pengaruh besar bagi perekonomian suatu negara terutama dalam penerimaan devisa negara melalui konsumsi wisatawan mancanegara terhadap produk barang dan jasa nasional. Maka sektor tersebut perlu mendapat perhatian yang serius dalam perencanaan pembangunan nasional dimasa mendatang. Disamping itu bahwa aktivitas pariwisata juga dipercaya dapat berperan besar dalam menggerakkan roda perekonomian antara lain karena peranannya baik secara langsung maupun tidak langsung dapat menciptakan lapangan usaha, kesempatan kerja, pendapatan masyarakat serta pemerataan pembangunan. Pariwisata juga dapat berperan dalam memperluas dan memeratakan kesempatan berusaha serta meningkatkan lapangan pekerjaan, mendorong pembangunan daerah, memperbesar pendapatan nasional guna meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat juga memupuk rasa cinta tanah air, memperkaya kebudayaan nasional, memperkukuh jati diri bangsa dan mempererat persahabatan antar bangsa. Untuk itu diperlukan strategi yang tepat di berbagai tingkatan, meliputi kebijakan, perencanaan, penganggaran, dan operasionalisasi untuk dapat mengembangkan dan mengelola secara baik potensi kepariwisataan nasional (Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata RI, 2003).
(31)
Berdasarkan hal-hal tersebut, penulis terdorong untuk melakukan analisis dan penelitian mengenai kondisi dan perkembangan aktivitas pariwisata di Indonesia yang dilakukan secara menyeluruh dan komprehensif dengan menggunakan metodologi dan indikator yang tepat, benar dan akurat. Disamping itu juga perlu dikembangkan penelitian untuk melihat pengaruh globalisasi dan liberalisasi jika dikaitkan dengan perkembangan aktivitas pariwisata terhadap kondisi perekonomian Indonesia.
1.2 Perumusan Masalah
Perkembangan kegiatan pariwisata tersebut ternyata masih mengalami beberapa kendala diantaranya adalah bahwa peningkatan jumlah devisa yang diterima Indonesia melalui kunjungan wisatawan asing tersebut masih diikuti oleh peningkatan penggunaan devisa oleh penduduk Indonesia yang berkunjung ke luar negeri (outbound tourist) sehingga surplus neraca jasa travel pada Neraca Pembayaran Indonesia menjadi berkurang bahkan kadang-kadang menjadi defisit. Hal ini diakibatkan oleh maraknya perjalanan ke luar negeri yang dilakukan oleh penduduk Indonesia baik untuk tujuan kegiatan keagamaan maupun dalam rangka perjalanan dinas. Selama tahun 2010 tercatat sebanyak 6,3 juta kunjungan penduduk Indonesia ke beberapa negara di dunia atau mengalami peningkatan sebesar 5,6 persen dibanding tahun 2009 yang hanya sebesar 5,9 juta kunjungan. Kondisi ini menyebabkan berkurangnya devisa pada Neraca Perdagangan Indonesia (outflows) sebanyak USD6,4 miliar selama periode tersebut atau mengalami kenaikan dibanding tahun sebelumnya yang hanya mencapai USD5,2 miliar serta hampir 8 persennya digunakan untuk perjalanan haji.
Maraknya penerapan globalisasi dan liberalisasi berakibat pada semakin bebasnya pergerakan manusia melewati batas antar negara dan semakin terbukanya peluang bagi dunia usaha untuk berkembang. Kondisi ini menyebabkan semakin meningkatnya kegiatan pariwisata baik pada tingkat regional maupun global. Disamping itu juga akan menjadi semakin kompetitif serta lebih kreatif dan ekstensif. Namun pangsa yang bisa diserap Indonesia masih cukup rendah padahal potensi pariwisata yang dimilikinya cukup besar.
(32)
7
Literatur mengenai pariwisata Indonesia sebagian besar hanya berkonsentrasi pada dampak pariwisata terhadap pendapatan dan lapangan kerja saja dan belum banyak yang melihat dampak ekonomi yang lebih luas seperti pada distribusi pendapatan dan kesejahteraan masyarakat. Sehingga kajian mengenai dampak pariwisata terhadap perekonomian Indonesia yang lebih luas perlu dilakukan mengingat besarnya potensi yang dimiliki dari sektor tersebut.
Berdasarkan permasalahan tersebut maka penulis mencoba merumuskan beberapa pertanyaan diantaranya adalah:
1 Bagaimanakah kondisi perekonomian Indonesia setelah diberlakukan liberalisasi perdagangan?
2 Mampukah perkembangan permintaan pariwisata dapat mendukung dampak positif akibat diberlakukan liberalisasi perdagangan sekaligus dapat mengurangi efek negatif yang timbul?
3 Mungkinkah kegiatan pariwisata dapat mengatasi masalah-masalah seperti rendahnya pendapatan masyarakat, kesenjangan maupun pengangguran, atau paling tidak dapat membantu mengurangi masalah-masalah tersebut setelah diberlakukan liberalisasi?
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini pada intinya bertujuan untuk:
1 Mengetahui peranan pariwisata dalam mendukung pertumbuhan ekonomi yang tercermin dalam indikator makroekonomi.
2 Mengidentifikasi perubahan sektor-sektor ekonomi akibat liberalisasi perdagangan dan peningkatan permintaan pariwisata.
3 Mengidentifikasi dampak liberalisasi perdagangan dan peningkatan permintaan pariwisata terhadap perekonomian Indonesia seperti pendapatan masyarakat dan pengangguran.
1.4 Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, diantaranya adalah:
1. Memperoleh gambaran yang lebih jelas mengenai perkembangan liberalisasi perdagangan dan kegiatan pariwisata di Indonesia.
(33)
2. Bagi penulis dapat meningkatkan pengetahuan, wawasan dan memberikan pemahaman yang semakin mendalam tentang liberalisasi perdagangan, kegiatan pariwisata, dan pengaruhnya terhadap perekonomian nasional. 3. Bagi pemerintah, diharapkan dapat menjadi masukan dalam rangka perbaikan
kebijakan terkait kegiatan penerapan liberalisasi perdagangan dan pertumbuhan aktivitas pariwisata di Indonesia.
4. Penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai kondisi terkini tentang dampak liberalisasi perdagangan dan perkembangan kegiatan pariwisata terhadap kondisi perekonomian Indonesia.
1.5 Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini mencakup kondisi pariwisata nasional dengan asumsi strukturnya sama dengan tahun 2008 mengikuti tabel I-O yang digunakan. Pertumbuhan pariwisata yang dimaksud dalam penelitian ini adalah peningkatan final demand terkait kegiatan pariwisata (konsumsi wisnus, wisman, promosi dan investasi). Sedangkan cakupan liberalisasi perdagangan adalah secara global bukan pada bentuk kerja sama tertentu dan bukan secara sektoral. Namun penulis masih menemui banyak keterbatasan diantaranya adalah digunakannya tabel I-O nasional sebagai pendekatan tabel I-O pariwisata yang hingga saat ini belum tersedia. Disamping itu, parameter-parameter yang dipakai pada model CGE juga masih mengadopsi dari hasil penelitian-penelitian lain.
(34)
2.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pustaka Terdahulu
Makalah ini melanjutkan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya dalam membangun analisis dampak di bidang pariwisata dengan menggunakan berbagai model penelitian seperti model input output, model TSA (tourism satellite account), model SAM (social accounting matrix) serta model CGE (computable general equilibrium). Analisis dampak di bidang pariwisata dengan menggunakan model input-output (Antara, 2005) kemudian dengan menggunakan gabungan model input-output dan social accounting matrix (SAM) (Heriawan, 2004) dan model computable general equilibrium/CGE (Sugiyarto et al., 2003 untuk perekonomian Indonesia; Meng et al., 2010 untuk Singapura; Dwyer et al., 2003 untuk perekonomian Australia). Semua pendekatan memiliki kelebihan tersendiri dalam memperhitungkan keterkaitan antara aktivitas pariwisata dengan sektor-sektor ekonomi. Studi ini menggunakan model CGE, yang memiliki keunggulan dalam menggabungkan berbagai feedback (umpan balik) antar berbagai sektor ekonomi, termasuk juga adanya harga yang fleksibel dan adanya substitusi faktor produksi. Hal ini juga sesuai dengan hasil penelitian Dwyer et al. (2003) yang mendukung model CGE sebagai teknik pilihan dalam menganalisis dampak ekonomi pariwisata. Berikut ini disajikan beberapa ringkasan hasil penelitian sebelumnya yang menjadi rujukan peneliti.
Sugiyarto et al. (2003) meneliti masalah pariwisata pada era globalisasi dan liberalisasi perdagangan yang masih kontroversial, apakah menguntungkan atau merugikan. Studi ini menyebutkan bahwa banyak penelitian mengenai efek globalisasi secara parsial, seperti meneliti kebijakan globalisasi tanpa mempertimbangkan interaksinya dengan sektor-sektor kunci dalam perekonomian, terutama pariwisata. Tulisan ini menggunakan model CGE (computable general equilibrium) dari perekonomian Indonesia dalam rangka untuk mengetahui pengaruh globalisasi (liberalisasi) melalui pengurangan tarif, baik sebagai kebijakan yang berdiri sendiri maupun dalam hubungannya dengan pertumbuhan pariwisata. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan pariwisata menimbulkan dampak positif dan mengurangi dampak negatif dari
(35)
globalisasi. Misalnya dapat meningkatkan produksi dan kesejahteraan, sementara dampak buruk pada defisit pemerintah dan neraca perdagangan menjadi berkurang.
Heriawan (2004) melakukan penelitian tentang peranan pariwisata pada perekonomian Indonesia. Pariwisata merupakan sektor yang strategis dan potensial bagi perekonomian Indonesia karena peranannya yang cukup signifikan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi, penciptaan lapangan kerja, perolehan devisa, dan pengembangan ekonomi daerah. Penelitian ini menggunakan pendekatan I-O dan SAM. Hasil analisisnya menyebutkan bahwa sektor pariwisata cukup potensial dalam menciptakan PDB (pro growth) dan lapangan kerja (pro job) tetapi kurang mampu dalam membuat distribusi pendapatan yang lebih baik. Dengan kata lain, pariwisata belum menyentuh kelompok ekonomi miskin (pro poor) yang sebagian besar berada di pertanian dan perdesaan. Enam skenario kebijakan pariwisata yang disimulasikan, ternyata yang memberi hasil cukup signifikan adalah kebijakan reformasi kelembagaan dan peraturan di bidang pariwisata. Saran yang diberikan diantaranya adalah perlu dicoba pendekatan lain seperti model Computable General Equilibrium (CGE) dalam menganalisis secara lebih lengkap dampak dan peranan pariwisata.
Meng et al. (2010) melakukan studi mengenai krisis keuangan dunia pada tahun 2008 apakah memiliki dampak negatif yang luar biasa pada kegiatan perekonomian, terutama pada pariwisata. Penelitian ini menggunakan data terakhir survei pariwisata Singapura, tabel input-output Singapura yang di update, dan model CGE (Computable General Equilibrium) untuk mengukur efek negatif dari krisis keuangan dunia di Singapura dan untuk mensimulasikan efek dari respon kebijakan yang dijalankan. Hasil simulasi CGE menunjukkan bahwa pada tingkat makro, meskipun hampir semua peubah terkena dampak negatif, ekspor mencatat keuntungan yang besar. Pada tingkat industri, shock negatif pariwisata sangat berpengaruh pada sektor yang terkait pariwisata, hanya berdampak kecil pada sektor-sektor yang kurang terkait dengan pariwisata, tetapi persaingan di sektor pariwisata dapat berkembang. Harga dan output pada sebagian besar produk di pasar komoditas terjadi penurunan tetapi konsumsi rumah tangga riil dan ekspor terjadi peningkatan. Di pasar tenaga kerja, pekerja dengan skill rendah
(36)
11
sangat terpengaruh, tetapi beberapa kelompok pekerja lainnya memperoleh keuntungan. Hasil simulasi juga menunjukkan bahwa respons terhadap suatu peristiwa seperti krisis keuangan dunia tahun 2008, sedikit lebih efektif dalam menurunkan tingkat GST daripada peningkatan yang signifikan terhadap tarif pajak pariwisata.
Dwyer et al. (2003) menulis mengenai beberapa isu utama yang muncul dari model CGE mengenai aktivitas pariwisata Australia yang disponsori oleh CRC (Centre for Sustainable Tourism). Simulasi ekonomi yang dilakukannya didasarkan pada asumsi yang berbeda tentang sikap pemerintah federal terhadap kebijakan fiskal, asumsi tentang pengaturan upah, dan asumsi tentang tingkat agregat tenaga kerja. Simulasi lainnya berkaitan dengan perbandingan dampak ekonomi dari suatu peristiwa dengan menggunakan model Input-Output dan model CGE. Perbandingan tersebut melihat perbedaan hasil evaluasi dengan menggunakan model I-O dan CGE dan memberikan dukungan untuk menggunakan teknik CGE dan menerapkan analisis biaya manfaat bagi pemerintah yang terkait dengan alokasi yang efisien atas sumber daya yang langka dalam mempromosikan pembangunan pariwisata.
Blake (2000) mengatakan bahwa penelitian mengenai dampak ekonomi dari aktivitas pariwisata mempunyai daya tarik tersendiri bagi akademisi dan pembuat kebijakan. Pengaruh pajak pariwisata juga cukup menarik, namun belum diterapkan secara komprehensif dalam pemodelannya untuk analisis ekonomi. Tulisan ini menggunakan model CGE (computable general equilibrium) Spanyol untuk menganalisis efek kegiatan pariwisata di Spanyol dan dampak perpajakan pariwisata. Efek dari peningkatan pariwisata sebesar 10 persen akan meningkatkan kesejahteraan dalam jangka panjang sebesar 28 miliar Pesetas (0,05 persen dari PDB). Analisis pajak menunjukkan bahwa peningkatan tingkat pajak pada pariwisata asing dapat meningkatan kesejahteraan karena pajak pariwisata asing secara efektif mengurangi beberapa distorsi yang diciptakan melalui rendahnya tingkat pajak pariwisata domestik. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa manfaat kesejahteraan dari pajak pariwisata lebih sensitif terhadap asumsi-asumsi yang berkaitan dengan pengenaan pajak sesuai dengan elastisitas permintaan mereka terhadap pariwisata.
(37)
2.2 Tinjauan Teoritis
2.2.1 Globalisasi dan Liberalisasi Perdagangan Internasional
Depresi tahun 1930-an telah menyebabkan banyak negara melakukan proteksi, setiap negara berusaha untuk mengurangi pengaruh yang tidak baik dari perkembangan ekonomi dunia dengan mengurangi ketergantungan dari luar negeri melalui tindakan–tindakan yang bersifat protektif.
Sejak dasawarsa 80-an, banyak negara berkembang yang semula menerapkan strategi industrialisasi substitusi impor, mulai mengubah haluan dan melakukan liberalisasi perdagangan. Gelombang reformasi ini nampaknya bertolak dari terjadinya krisis utang internasional, disamping itu mereka juga bercermin pada keberhasilan sejumlah negara berkembang yang sejak awal telah berorientasi ke luar (ekspor) kini telah beranjak menjadi negara perekonomian baru. Secara umum reformasi itu meliputi penurunan dan penyederhanaan struktur tarif serta berbagai hambatan impor kuantitatif secara besar-besaran. Langkah ini secara drastis mulai membuka perekonomian mereka terhadap hubungan perdagangan antar negara yang lebih intensif. Hal tersebut dapat dilihat pada besarnya angka ekspor plus impor sebagai rasio terhadap GDP dan tingginya tingkat pertumbuhan perekonomian negara tersebut yang secara sungguh-sungguh melaksanakan liberalisasi.
Pada tahun 1994, dicetuskan kesepakatan Putaran Uruguay (Uruguay Round) mengenai GATT (General Agrement on Tariff and Trade). Ratifikasi Putaran Uruguay merupakan satu usaha untuk menghilangkan distorsi perdagangan yang harus dilakukan oleh negara-negara yang menyepakati perjanjian tersebut. Dalam kesepakatan tersebut negara maju harus menghapuskan distorsi perdagangan hingga tahun 2000, sedangkan bagi negara berkembang hingga tahun 2004.
Seiring dengan perkembangan ekonomi yang semakin terbuka yang ditandai dengan diratifikasinya Putaran Uruguay mengenai GATT, Deklarasi Bogor APEC (Asia-Pacific Economic Cooperation), CEPT (Common Effective Preferential Tariff) dan AFTA (Asean Free Trade Area). Disamping itu telah diratifikasinya perjanjian dengan China melalui ACFTA (ASEAN-China Free Trade Area) yang mulai diimplementasikan secara luas mulai tahun 2010. Untuk itu perlu adanya
(38)
13
upaya untuk mendorong ekspor melalui peningkatan daya saing serta memperhatikan perkembangan pasar dunia.
Globalisasi juga ditandai dengan munculnya blok-blok regional mengenai ekonomi dan perdagangan. Blok-blok yang sudah terbentuk tersebut bervariasi karakteristiknya, ada yang meliputi negara-negara maju saja seperti European Community, negara-negara berkembang saja seperti SAARC, bahkan ada blok dimana anggota-anggotanya bervariasi kondisi ekonominya seperti APEC. Globalisasi yang dimaksud adalah pergerakan menuju ke satu tatanan perekonomian global, dimana perekonomian nasional akan semakin intens dalam berhubungan dengan negara-negara lain sehingga kondisi perekonomian internasional akan memiliki pengaruh yang kuat terhadap perekonomian domestik.
Tambunan (2004) menyebutkan bahwa globalisasi ekonomi akan mempengaruhi ekspor, impor, investasi dan tenaga kerja. Globalisasi bisa berpengaruh positif apabila dapat diantisipasi dengan baik, namun sebaliknya dapat berpeluang menciptakan dampak negatif bila tidak mampu diantisipasi. Pengaruh globalisasi terhadap ekspor bisa meningkatkan pangsa ekspor di pasar dunia bila produk negara tersebut memiliki daya saing cukup kuat dibanding produk negara lain. Namun sebaliknya jika daya saing yang dimiliki produk dalam negeri cukup lemah maka pangsa ekspor produk domestik menjadi menurun. Disamping itu, globalisasi juga dapat meningkatkan impor apabila produk-produk serupa buatan dalam negeri mempunyai daya saing yang rendah dibanding produk luar negeri sehingga pasar domestik tidak dapat membendung serbuan produk impor.
Hady (2004) menyebutkan bahwa pengaruh globalisasi ekonomi dunia ditandai dengan adanya beberapa hal berikut:
1. Keterbukaan ekonomi terutama dengan adanya liberalisasi pasar dan arus uang serta transfer teknologi secara internasional.
2. Keterkaitan dan ketergantungan ekonomi, keuangan, perdagangan dan industri antar negara atau perusahaan yang ditunjukkan adanya pembentukan perusahaan multinasional dan kecenderungan integrasi ekonomi regional.
(39)
3. Persaingan yang semakin ketat antar negara ataupun perusahaan untuk meningkatkan produktivitas, efisiensi dan efektivitas yang optimal.
Arus komunikasi yang semakin terbuka membuat hubungan antarnegara pun semakin erat yang ditandai adanya berbagai bentuk perjanjian internasional, baik yang diprakarsai oleh lembaga-lembaga internasional, seperti United Nations ataupun World Bank. Perjanjian internasional tersebut melahirkan berbagai konvensi, baik yang berkaitan langsung dengan dunia bisnis maupun tidak langsung dengan dunia bisnis. Selanjutnya, para pemimpin negara juga telah melahirkan berbagai kesepakatan baik yang bersifat bilateral maupun multilateral dalam rangka meningkatkan kesejahteraan bagi masyarakat di negara tersebut. Salah satu perjanjian yang cukup membawa pengaruh dalam dunia bisnis dalam dekade terakhir ini adalah didirikannya organisasi perdagangan dunia atau yang lebih dikenal dengan World Trade Organization (WTO), di Marakesh (Maroko) pada tahun 1994. Hasil kesepakatan ini tentu membawa dampak juga dalam bidang bisnis yakni dengan munculnya liberalisasi perdagangan atau perdagangan bebas (free trade).
Kebijakan liberalisasi perdagangan dapat dilihat sebagai suatu cara untuk meningkatkan daya saing ekonomi. Ada pemikiran yang mengatakan bahwa sebenarnya peningkatan daya saing terutama merupakan tantangan bagi masing-masing perusahaan dan upaya yang dilakukan haruslah pada tingkat perusahaan. Kerjasama internasional, misalnya dengan membentuk suatu aliansi strategis (strategic alliance), merupakan salah satu cara yang kini banyak dilakukan terutama antara perusahaan-perusahaan negara maju. Tetapi berbagai bentuk kerjasama internasonal juga dapat dilakukan pada tingkat negara (ekonomi) untuk meningkatkan daya saing, artinya meningkatkan kemampuan penetrasi pasar. Pembentukan kawasan perdagangan bebas (Free Trade Area/FTA) seringkali dilihat sebagai upaya untuk saling meningkatkan akses pasar di antara pesertanya (Susastro, 2004).
Liberalisasi perdagangan menyebabkan para pemilik modal mendapatkan berbagai kemudahan atau minimal tidak ada lagi perbedaan perlakuan sesama pebisnis yang berada di bawah payung anggota WTO dalam menjalankan bisnisnya di berbagai tempat yang dikehendaki. Untuk itu, berbagai negara pun
(40)
15
mencoba menangkap peluang ini dengan menciptakan iklim bisnis yang kondusif Langkah-langkah yang ditempuh dalam menciptakan kondisi yang kondusif yakni dengan mengadopsi kaedah-kaedah yang lahir dalam lalu lintas pergaulan internasional. Hartono (1991) mengemukakan bahwa akibat globalisasi dan peningkatan pergaulan dan perdagangan internasional, cukup banyak peraturan-peraturan hukum asing atau yang bersifat internasional akan juga dituangkan ke dalam perundang-undangan nasional.
Perdagangan bebas adalah sebuah konsep ekonomi yang mengacu kepada HS (Harmonized Commodity Description and Coding System) dengan ketentuan dari World Customs Organization yang berpusat di Brussels, Belgium. Ketentuan tersebut adalah bahwa penjualan produk antar negara tanpa pajak ekspor-impor atau hambatan perdagangan lainnya. Perdagangan bebas dapat juga didefinisikan sebagai tidak adanya hambatan buatan (hambatan yang diterapkan pemerintah) dalam perdagangan antar individual dan antar perusahaan yang berada di negara yang berbeda.
Perdagangan internasional sering dibatasi oleh berbagai pajak negara, biaya tambahan yang diterapkan pada barang ekspor impor, dan juga regulasi non tarif pada barang impor. Secara teori, semua hambatan-hambatan inilah yang ditolak oleh perdagangan bebas. Namun dalam kenyataannya, perjanjian perdagangan yang didukung oleh penganut perdagangan bebas ini justru sebenarnya menciptakan hambatan baru kepada terciptanya pasar bebas. Perjanjian-perjanjian tersebut sering dikritik karena hanya melindungi kepentingan perusahaan perusahaan besar. Krugman et al. (2004) mengungkapkan bahwa alasan utama terjadinya perdagangan internasional adalah (1) negara-negara berdagang karena mereka berbeda satu sama lain dan (2) negara-negara melakukan perdagangan dengan tujuan untuk mencapai skala ekonomi (economic of scale).
Ahli-ahli ekonomi Klasik memandang perdagangan luar negeri sebagai suatu penggerak pertumbuhan ekonomi atau engine of growth. Keyakinan mereka ini didasarkan pada peran yang dapat diberikan oleh kegiatan perdagangan luar negeri dalam mempercepat proses pertumbuhan ekonomi. Menurut pandangan ahli-ahli ekonomi Klasik, perdagangan luar negeri mempunyai potensi untuk memberikan tiga sumbangan penting dalam pembangunan ekonomi yaitu :
(41)
1. Meningkatkan efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi. Pandangan ini bersumber dari pandangan Klasik mengenai manfaat yang dapat diperoleh dengan melakukan spesialisasi. Negara-negara yang melakukan spesialisasi dan perdagangan luar negeri akan meningkatkan efisiensi kegiatan produksi dan menikmati produk yang lebih banyak daripada sebelum adanya perdagangan luar negeri.
2. Memperluas pasar produksi dalam negeri. Setiap perekonomian selalu timbul suatu keadaan di mana beberapa perusahaan atau industri mempunyai kapasitas produksi yang tidak sepenuhnya digunakan. Penggunaan alat-alat modal yang tidak mencapai maksimum, bukan karena manajemen yang tidak efisien, tetapi karena kekurangan permintaan di dalam negeri. Dalam keadaan demikian, perdagangan luar negeri memungkinkan mereka memperluas pasar dari hasil produksinya.
3. Meningkatkan produktivitas kegiatan ekonomi. Perdagangan luar negeri yang dilakukan oleh sesuatu negara akan terjalin hubungan yang erat dengan negara-negara lain. Hal ini memungkinkan negara tersebut bisa mempelajari teknik produksi yang lebih baik, mengimpor barang-barang modal baru yang lebih tinggi produktivitasnya dan mempelajari pandangan-pandangan baru yang dapat memperbaiki cara kerja dan manajemen perusahaan.
Pandangan yang dikemukakan oleh ahli-ahli ekonomi Klasik tersebut terkait dengan pembangunan ekonomi di negara-negara berkembang, mendapat berbagai kritik diantaranya adalah bahwa perdagangan negara-negara tersebut cenderung menjadi semakin memburuk dalam jangka panjang sehingga mengurangi keuntungan yang diperoleh dari perdagangan luar negeri yang selanjutnya akan memperlambat pertumbuhan ekonomi. Hal yang lebih penting lagi, dalam jangka pendek, harga-harga komoditas ekspor negara-negara berkembang sangat berfluktusi sehingga akan mengganggu kestabilan neraca pembayaran, kestabilan kegiatan ekonomi secara keseluruhan, dan kestabilan harga-harga. Seperti analisis makroekonomi bahwa sesuatu perekonomian berusaha untuk mencapai tingkat kegiatan ekonomi yang tinggi, dan kalau mungkin, mencapai penggunaan tenaga kerja penuh, tanpa inflasi. Dalam perekonomian terbuka, tujuan itu berarti bahwa usaha untuk mencapai tingkat kegiatan ekonomi yang tinggi tersebut, harus diikuti
(42)
17
oleh keadaan neraca pembayaran yang seimbang. Neraca pembayaran yang mengalami defisit, dapat memengaruhi kestabilan harga-harga dan menimbulkan pelarian modal serta mengurangi investasi sehingga pada akhirnya akan menimbulkan kemunduran tingkat kegiatan ekonomi suatu negara. Dengan demikian kebijakan pemerintah pada sektor luar negeri harus ditekankan untuk menciptakan keseimbangan dalam neraca pembayaran sehingga dapat mewujudkan kegiatan ekonomi yang tinggi.
Langkah-langkah yang dapat dilaksanakan pemerintah dalam memengaruhi pembelanjaan agregat dibedakan dalam dua golongan yaitu kebijakan menekan pengeluaran (expenditure dampening policy) dan kebijakan memindahkan pengeluaran (expenditure switching policy). Kebijakan menekan pengeluaran adalah langkah-langkah pemerintah untuk menstabilkan neraca pembayaran yang defisit dengan mengurangi pengeluaran agregat. Hal ini diharapkan impor dapat diturunkan tanpa mengurangi ekspor sehingga akan memperbaiki neraca pembayaran. Kebijakan ini didasarkan pada keyakinan, bahwa ekspor tidak dipengaruhi oleh pendapatan nasional, sedangkan impor mempunyai hubungan positif dengan pendapatan nasional. Dengan demikian kebijakan mengurangi pengeluaran agregat, yang pada mulanya akan menurunkan tingkat pendapatan nasional, pada akhirnya akan mengurangi impor sedangkan ekspor tidak mengalami perubahan.
Langkah-langkah yang dapat dilaksanakan pemerintah dalam memengaruhi pembelanjaan agregat dibedakan dalam dua golongan yaitu kebijakan menekan pengeluaran (expenditure dampening policy) dan kebijakan memindahkan pengeluaran (expenditure switching policy). Kebijakan menekan pengeluaran adalah langkah-langkah pemerintah untuk menstabilkan neraca pembayaran yang defisit dengan mengurangi pengeluaran agregat. Hal ini diharapkan impor dapat diturunkan tanpa mengurangi ekspor sehingga akan memperbaiki neraca pembayaran. Kebijakan ini didasarkan pada keyakinan, bahwa ekspor tidak dipengaruhi oleh pendapatan nasional, sedangkan impor mempunyai hubungan positif dengan pendapatan nasional. Dengan demikian kebijakan mengurangi pengeluaran agregat, yang pada mulanya akan menurunkan tingkat pendapatan
(43)
nasional, pada akhirnya akan mengurangi impor sedangkan ekspor tidak mengalami perubahan.
Kebijakan-kebijakan yang dapat ditempuh untuk meningkatkan ekspor adalah:
1. Menciptakan perangsang-perangsang ekspor. Kesuksesan kegiatan ekspor tergantung pada kemampuan barang-barang dalam negeri untuk bersaing di pasar luar negeri. Salah satu faktor yang menentukan daya saing tersebut adalah ongkos produksi yang rendah dan harga penjualan yang stabil. Keadaan ini dapat diciptakan apabila terdapat kestabilan harga-harga dan upah.
2. Melakukan devaluasi. Devaluasi menyebabkan harga ekspor bertambah murah dan impor bertambah mahal. Hal ini akan menaikkan daya saing barang dalam negeri sehingga ekspor meningkat dan impor menurun.
Disamping upaya meningkatkan ekspor, dapat pula dengan melakukan penghambat impor (import barriers). Penghambat impor biasanya dibedakan dalam dua jenis yaitu tarif dan nontarif. Penghambat tarif adalah pengenaan/ pemungutan pajak atas barang-barang yang diimpor. Sedangkan nontarif adalah peraturan-peraturan yang mengurangi kebebasan memasukkan produk impor. Tarif dan quota adalah dua jenis penghambat impor yang dapat dan lazim digunakan untuk mengurangi masukanya barang-barang impor. Quota adalah pembatasan atas jumlah barang yang boleh diimpor. Tarif merupakan jenis penghambat impor yang paling banyak digunakan. Hal ini disebabkan karena tarif bukan saja merupakan alat yang lebih baik untuk melindungi industri di dalam negeri, tetapi juga dapat menambah pendapatan pemerintah. Di banyak negara berkembang, pajak impor merupakan salah satu sumber terpenting dari pendapatan pemerintah. Tarif yang digunakan biasanya adalah ad valorem, yaitu pajak impor yang nilainya ditentukan dalam persentase dari nilai barang yang diimpor.
Tarif akan menaikkan harga barang impor sedangkan quota akan membatasi permintaan agar tidak berlebih-lebihan dan quota impor tidak akan menaikkan harga barang tersebut. Quota biasanya digunakan di negara-negara yang mempunyai valuta asing yang terbatas sehingga harus hemat. Di negara-negara
(44)
19
maju, quota adakalanya digunakan sebagai tindakan tambahan, jika tarif tidak berhasil membatasi impor barang-barang tertentu. Apabila sesuatu produk impor mempunyai mutu yang jauh lebih baik daripada yang dihasilkan di dalam negeri, tarif yang tinggi belum tentu mampu membatasi terjadinya impor. Pembatasan impor dengan menggunakan quota akan mengatasi masalah tersebut (Sukirno, 1995).
2.2.2 Kegiatan Pariwisata Indonesia
Pariwisata berasal dari dua suku kata yaitu pari dan wisata. Pari berarti banyak, berkali-kali, dan berputar-putar sedangkan wisata berarti perjalanan atau bepergian. Jadi pariwisata berarti perjalanan yang dilakukan secara berkali-kali atau berkeliling. Konsep yang lazim dipakai dan diterima adalah yang telah dirumuskan oleh Hunziker et al. (1942) yang menyatakan bahwa pariwisata adalah keseluruhan hubungan dengan gejala-gejala atau peristiwa yang timbul dari adanya perjalanan dan tinggalnya orang asing dimana perjalanannya tidak untuk bertempat tinggal menetap dan tidak ada hubungan dengan kegiatan untuk mencari nafkah (Pendit, 2006).
McIntosh et al. (1980) mengartikan pariwisata sebagai gabungan gejala dan hubungan yang timbul dari interaksi wisatawan, bisnis, pemerintah serta masyarakat tuan rumah dalam proses menarik dan melayani wisatawan-wisatawan serta para pengunjung lainnya. Guyer-Freuler merumuskan pariwisata dalam arti modern adalah gejala zaman sekarang yang didasarkan atas kebutuhan akan kesehatan dan pergantian hawa, penilaian yang sadar dan menumbuh terhadap keindahan alam, kesenangan dan kenikmatan alam semesta dan pada khususnya disebabkan oleh bertambahnya pergaulan berbagai bangsa dan kelas dalam masyarakat sebagai hasil perkembangan perniagaan, industri dan perdagangan serta penyempurnaan alat-alat pengangkutan. Pariwisata adalah suatu proses yang ditimbulkan oleh arus lalu lintas orang-orang asing yang datang dan pergi ke dan dari suatu tempat, daerah atau negara dan segala sesuatu yang ada sangkut-pautnya dengan proses tersebut (Pendit, 2006).
World Tourism and Travel Council (WTTC) mengartikan pariwisata sebagai seluruh kegiatan orang yang melakukan perjalanan ke dan tinggal di suatu
(45)
tempat di luar lingkungan kesehariannya dalam jangka waktu tidak lebih dari setahun untuk bersantai, bisnis dan lainnya (Aryanto, 2003).
Berdasarkan beberapa definisi tersebut, maka dapat dirumuskan bahwa pariwisata adalah suatu kegiatan manusia berupa perjalanan ke luar lingkungan kesehariannya dengan tujuan bukan untuk mencari nafkah (profit oriented), namun lebih banyak untuk bersantai dan bersenang-senang dengan batasan waktu tertentu.
Sesuai dengan rekomendasi UNWTO (United Nations World Tourism Organization) dan IUOTO (International Union of Office Travel Organization) (1961) menyatakan bahwa tamu mancanegara adalah setiap orang yang mengunjungi suatu negara diluar tempat tinggalnya, didorong oleh satu atau beberapa keperluan tanpa bermaksud memperoleh penghasilan ditempat yang dikunjungi. Definisi ini mencakup 2 kategori tamu mancanegara, yaitu:
1. Wisatawan (tourist) adalah setiap pengunjung seperti definisi di atas yang tinggal paling sedikit 24 jam, akan tetapi tidak lebih dari 6 bulan di tempat yang dikunjungi dengan maksud kunjungan antara lain:
a. Berlibur, rekreasi dan olahraga
b. Bisnis, mengunjungi teman dan keluarga, misi, menghadiri pertemuan, konferensi, kunjungan dengan alasan kesehatan, belajar dan keagamaan.
2. Pelancong (excursionist) adalah setiap pengunjung seperti definisi di atas yang tinggal kurang dari 24 jam di tempat yang dikunjungi (termasuk cruise passengers yaitu setiap pengunjung yang tiba di suatu negara dengan kapal, pesawat atau kereta api, dimana mereka tidak menginap di akomodasi yang tersedia di negara tersebut).
Kegiatan/aktivitas pariwisata yang terdapat di Indonesia dapat dibedakan menjadi :
1. Domestic tourists (wisatawan nusantara/wisnus) adalah penduduk Indonesia yang melakukan perjalanan di wilayah teritori Indonesia bukan untuk bekerja atau sekolah dengan lama perjalanan kurang dari 6 bulan ke obyek wisata komersial (dengan membayar), dan atau menginap pada akomodasi komersial,
(46)
21
dan atau jarak perjalanan lebih dari 100 km pp yang bukan merupakan lingkungan sehari-hari.
2. Inbound tourist/visitor (wisatawan mancanegara/wisman) adalah orang yang melakukan perjalanan di luar negara tempat tinggal biasanya (usual country of residence) dan lama perjalanan kurang dari 12 bulan di negara yang dikunjungi dengan tujuan perjalanan tidak untuk bekerja atau memperoleh penghasilan.
3. Outbound tourist (wisatawan nasional/wisnas) adalah penduduk Indonesia yang melakukan perjalanan ke luar wilayah teritori Indonesia bukan untuk bekerja atau memperoleh penghasilan di negara yang dikunjungi dan tinggal tidak lebih dari 6 bulan.
Pendit (2006) menyebutkan bahwa jenis-jenis pariwisata yang telah dikenal hingga saat ini antara lain wisata budaya, wisata kesehatan, wisata olahraga, wisata komersial, wisata industri, wisata politik, wisata konvensi, wisata sosial, wisata pertanian, wisata bahari/maritim/marina, wisata cagar alam, wisata buru, wisata pilgrim, wisata bulan madu dan wisata petualangan.
Pariwisata merupakan sektor yang memiliki banyak keterkaitan dengan sektor lain. Yoeti (2008) mengungkapkan bahwa industri pariwisata tidak berdiri
sendiri sebagaimana industri yang lain, “There is No Standard Industrial Classification Number of Tourism”. Kegiatan pariwisata menyebar pada beberapa sektor. Penyebaran kegiatan pariwisata di Indonesia sebagaimana yang terdapat dalam KBLI (Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia) 2005 dan Tabel Input Output 2008 dapat dilihat pada Lampiran 1.
Permintaan dan Penawaran Pariwisata
Dornbusch et al. (2001) menyebutkan bahwa permintaan agregat (agregat demand = AD) adalah jumlah total barang yang diminta dalam perekonomian. Barang yang diminta dibedakan menjadi konsumsi rumah tangga (C), Investasi (I), pemerintah (G) dan ekspor neto (NX) yang dirumuskan dengan
AD = C + I + G + NX
Sedangkan output pada tingkat keseimbangan terjadi ketika jumlah output yang dihasilkan (Y) sama dengan jumlah output yang diminta.
(47)
Y = AD = C + I + G + NX
Kondisi yang sama juga terjadi pada industri pariwisata dimana permintaan (demand) meliputi seluruh pengeluaran yang dilakukan baik oleh wisatawan domestik (C) maupun wisatawan asing (X), pengeluaran pemerintah untuk promosi pariwisata (G) dan investasi atau pembentukan modal terkait pariwisata (I). Penawaran (supply) yang terkait dengan sektor pariwisata mencakup seluruh kegiatan ekonomi dalam menyediakan barang dan jasa yang berhubungan dengan pariwisata seperti hotel, restoran, tempat-tempat wisata, transportasi, biro perjalanan, pramuwisata dan produk pariwisata lainnya.
Penawaran pariwisata juga mencakup semua bentuk daya tarik wisata (tourist attractions), semua bentuk kemudahan untuk memperlancar perjalanan (accessibilities) dan semua bentuk fasilitas dan pelayanan (facilities and services) yang tersedia pada suatu daerah tujuan wisata sehingga dapat memuaskan kebutuhan dan keinginan wisatawan selama berkunjung. Yoeti (2008) menyebutkan bahwa komponen penawaran dalam industri pariwisata dapat bersumber dari alam (natural resources) atau buatan/kreasi manusia (man-made).
Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata (2003) merumuskan empat peranan pokok pembangunan pariwisata, yaitu :
1. Pariwisata secara langsung atau tidak langsung mendorong pertumbuhan berbagai kegiatan dan usaha di bidang sosio-ekonomi dan sosio-budaya yang bukan saja mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat, akan tetapi juga menjamin pemerataan pembangunan dan hasil-hasil pembangunan.
2. Pariwisata sebagai salah satu sumber penghasil devisa yang potensial, mengingat terbatasnya cadangan sumber daya alam yang menjadi penghasil devisa utama. 3. Pariwisata dapat menjadi sarana untuk dapat lebih mendorong terciptanya
rasa kesatuan dan persatuan bangsa.
Darmoyo (2003) juga menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah kunjungan wisatawan mancanegara ke Indonesia antara lain adalah stabilitas politik, stabilitas keamanan, kebijakan fiskal, tingkat persaingan harga, inflasi, pendapatan per kapita penduduk luar negeri dan ketatnya persaingan antar negara.
Beberapa faktor yang mempengaruhi kunjungan wisatawan mancanegara tersebut dapat dikategorikan kedalam beberapa kelompok yaitu :
(48)
23
1. Keamanan.
a. Peristiwa Bom Bali dan Pengeboman Tempat Umum Lainnya
Peristiwa tersebut dapat memberikan persepsi bahwa Indonesia tidak aman untuk dikunjungi. Hal itu akan mengakibatkan penurunan jumlah kunjungan wisman karena tidak ada jaminan keamanan di daerah tujuan wisata yang hendak dikunjungi.
b. Tragedi World Trade Center
Serangan teroris ke gedung World Trade Center (WTC) tidak hanya berpengaruh kepada Amerika Serikat sendiri, melainkan juga berakibat ke seluruh dunia. Wisatawan akan menunda dan bahkan membatalkan perjalanannya karena takut akan terjadi serangan teroris lagi.
c. Wabah Secure Acute Respiratory Syndrome (SARS)
SARS merupakan penyakit infeksi saluran pernapasan akut akibat dari virus Corona yang penularannya melalui udara. Diduga penyakit ini muncul dari China. Mudahnya penularan penyakit ini membuat masyarakat dunia resah. Hal ini berakibat pada pembatalan perjalanan wisata, terutama ke daerah-daerah yang diduga terjangkit wabah SARS. 2. Kenyamanan.
Output jasa pariwisata seperti output ekonomi lainnya akan lebih banyak diminta konsumen apabila komponen-komponen pendukungnya memadai dan berkualitas. Komponen-komponen pendukung tersebut misalnya infrastruktur yang cukup mewadai. Sehingga diperlukan dana/investasi pembangunan pariwisata untuk memenuhi atau menyediakan, bahkan meningkatkan kualitas dari komponen-komponen yang dimaksud.
3. Kemudahan.
a. Bebas Visa Kunjungan Singkat (BVKS)
BVKS diberlakukan sejak tahun 1983 berdasarkan Kepres RI No. 15 Tahun 1983 tentang Kebijakan Pengembangan Kepariwisataan. Pemberian BVKS ini dimaksudkan untuk meningkatkan arus kunjungan wisatawan mancanegara ke Indonesia. BVKS dengan masa tinggal 60 hari tersebut telah diberikan kepada 48 negara yang dapat mendarat atau
(1)
Perkembangan perdagangan antara Indonesia dengan beberapa negara mitra dagang baik dalam kerangka AFTA maupun ACFTA selama kurun waktu tiga tahun terakhir selalu mengalami defisit. Dengan melihat kondisi tersebut maka pemerintah harus melakukan langka-langkah strategis guna mengurangi banjirnya produk-produk impor serta harus mendorong peningkatan ekspor khususnya ke negara-negara yang telah melakukan kerjasama perdagangan dengan Indonesia. Tumbuhnya kerjasama regional seperti ACFTA dan APEC akan memberikan warna baru dalam pembangunan ekonomi termasuk aktivitas pariwisata Indonesia.
Peranan kegiatan pariwisata terhadap ekonomi nasional pada tahun 2009 mengalami peningkatan dibanding dengan tahun sebelumnya. Nilai output dari kegiatan pariwisata secara keseluruhan selama tahun 2009 mencapai sebesar Rp 504,69 triliun atau berkontribusi sebesar 4,80 persen. Sedangkan peranan kegiatan pariwisata terhadap nilai tambah bruto (NTB) mencapai sebesar Rp 233,64 triliun atau memberikan kontribusi sebesar 4,16 persen dari total NTB nasional. Selama tahun 2009, kontribusi sektor-sektor terkait pariwisata terhadap penyerapan tenaga kerja mencapai sebanyak 6,98 juta orang atau 6,68 persen dari tenaga kerja nasional. Disamping itu, peranan dalam ekspor jasa mencapai 4,37 persen yang sebagian besar disumbang oleh sektor hotel, restoran, hiburan dan angkutan.
Penelitian ini menerapkan dua skenario utama dari kebijakan ekonomi makro. Skenario pertama dimodelkan dengan menghapus tarif impor hingga 0 persen pada semua komoditi impor kecuali padi dan gula. Skenario kedua diasumsikan bahwa pemerintah lebih pro-bisnis serta agar terjadi keseimbangan secara eksternal dengan pemotongan pajak tak langsung sebesar 20 persen. Pada skenario ini dilakukan dua model simulasi, yaitu jika digabungkan dengan adanya pertumbuhan kegiatan kepariwisataan sebesar 10 persen dan tidak ada pertumbuhan kegiatan kepariwisataan di Indonesia.
Studi ini menunjukkan bahwa liberalisasi yang dikombinasikan dengan pariwisata akan mempunyai dampak positif pada perekonomian domestik. Liberalisasi dan peningkatan permintaan pariwisata bisa mengurangi tingkat harga-harga domestik, meningkatkan jumlah perdagangan luar negeri dan ketersediaan produk dalam ekonomi domestik, sehingga merangsang produksi lebih lanjut. Hasilnya untuk kasus Indonesia adalah meningkatkan kinerja ekonomi makro dan kesejahteraan seperti meningkatkan konsumsi rumah tangga. Wisatawan juga diindikasikan lebih baik karena mereka dapat mengkonsumsi lebih banyak dari tingkat pengeluaran yang mereka lakukan dan juga keuntungan dari ketersediaan produk yang lebih besar. Pertumbuhan permintaan pariwisata akan memperkuat dampak positif dari liberalisasi dan pada saat yang sama akan mengurangi efek sampingnya. Namun perlu diperhatikan pada neraca perdagangan yang semakin tertekan, sehingga diperlukan adanya kebijakan yang menyertainya dan sesuai, seperti promosi pariwisata dan investasi di bidang infrastruktur yang dapat mendukung terjadinya pertumbuhan pada sektor jasa.
(2)
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Pemalang, Jawa Tengah pada tanggal 1 Oktober 1970 dari pasangan Tasiban dan Andriyah. Penulis merupakan anak keempat dari empat bersaudara. Saat ini penulis telah menikah dengan Yuliastuti dan telah dikaruniai dua orang putra.
Pendidikan tinggi yang telah ditempuh penulis adalah di Sekolah Tinggi Ilmu Statistik (STIS) Jakarta tamat tahun 2001, dan memperoleh gelar Sarjana Sains Terapan (S.ST.) pada tingkat Diploma IV. Pada Tahun 2009, penulis melanjutkan alih jenjang tingkat sarjana di Institut Pertanian Bogor (IPB) dan memperoleh gelar Sarjana Ekonomi (S.E.) pada tingkat Strata-1 (S1).
Penulis bekerja di Badan Pusat Statistik sejak tahun 1994 pada Bagian Pengolahan Data Sensus. Pada tahun 1999, penulis dipindahkan ke Subdit. Statistik Pariwisata BPS Pusat hingga sekarang. Pada tahun 2009 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui Program S2 Penyelenggaraan Khusus BPS-IPB di Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen.
(3)
6.
SIMPULAN DAN SARAN
6.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang ditelah dilakukan mengenai dampak liberalisasi perdagangan (penghapusan tarif impor semua komoditi kecuali padi dan gula) dan peningkatan permintaan pariwisata di Indonesia, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan diantaranya:
1. Studi ini menunjukkan bahwa liberalisasi perdagangan dalam jangka pendek akan menurunkan kinerja perekonomian domestik. Hal ini ditandai dengan menurunnya tingkat PDB, meningkatkan pengangguran, dan menambah tekanan pada neraca perdagangan, meskipun beberapa industri masih ada yang mengalami peningkatan outputnya terutama yang kandungan bahan baku impornya cukup tinggi.
2. Penerapan liberalisasi perdagangan juga mempunyai dampak positif terutama bagi konsumen. Dampak positif tersebut antara lain adalah menurunkan tingkat harga domestik (indeks harga konsumen), meningkatkan ketersediaan produk dalam perekonomian domestik serta meningkatkan konsumsi riil rumah tangga.
3. Peningkatan permintaan pariwisata dapat mengurangi efek negatif diberlakukannya liberalisasi perdagangan, bahkan dapat meningkatkan kinerja perekonomian domestik seperti meningkatkan PDB dan mengurangi pengangguran khususnya pada industri yang terkait erat dengan pariwisata. Namun kondisi tersebut memunculkan dampak negatif yang lain seperti meningkatnya tingkat harga domestik, bertambahnya permintaan produk impor dan menurunkan tingkat konsumsi rumah tangga riil akibat meningkatnya permintaan pariwisata.
4. Pada kenyataannya, liberalisasi perdagangan yang dikombinasikan dengan peningkatan permintaan pariwisata dapat mengurangi tekanan pada produsen domestik sehingga output bisa bertambah dan PDB meningkat. Sehingga pengangguran berkurang serta merangsang produksi lebih lanjut dan akhirnya akan meningkatkan kinerja makroekonomi. Namun diperlukan perhatian yang serius pada neraca perdagangan yang semakin tertekan.
(4)
98
5. Pemotongan pajak tak langsung dapat digunakan untuk meningkatkan daya saing produk dalam negeri. Sehingga liberalisasi perdagangan dan peningkatan permintaan pariwisata yang dikombinasikan dengan pemotongan pajak tak langsung akan memperkuat peningkatan kinerja makroekonomi seperti PDB meningkat, pengangguran turun, tingkat harga turun, dan ekspor riil meningkat serta konsumsi rumahtangga riil juga meningkat. Hal ini lebih lanjut akan meningkatkan produksi dalam negeri. 6. Peningkatan efisiensi produksi pada sektor-sektor yang terkait erat dengan
pariwisata juga dapat digunakan untuk meningkatkan daya saing produk dalam negeri. Kondisi ini terbukti dapat meningkatkan kinerja makroekonomi seperti PDB meningkat, tingkat harga turun, dan ekspor riil meningkat serta konsumsi rumahtangga riil juga meningkat. Kondisi tersebut akan meningkatkan produksi dalam negeri. Namun perlu diwaspadai karena penyerapan tenaga kerja menjadi menurun.
7. Secara umum, dampak gabungan dari peningkatan permintaan pariwisata dan liberalisasi akan memberikan keuntungan. Pertumbuhan permintaan pariwisata akan memperkuat dampak positif dari liberalisasi perdagangan dan pada saat yang sama akan mengurangi efek sampingnya. Neraca perdagangan dan anggaran pemerintah berada dalam posisi yang lebih baik, karena adanya penerimaan tambahan dari pariwisata.
6.2 Saran
Berdasarkan pembahasan dan kesimpulan yang dirumuskan sebelumnya, maka diberikan beberapa saran yang menyangkut penelitian ini, yaitu:
1. Pelaksanaan liberalisasi perdagangan secara penuh (penghapusan pajak impor) masih memerlukan pentahapan lagi baik untuk besaran tarif maupun jenis komoditi. Hal ini untuk mengurangi efek negatif yang terjadi.
2. Pemotongan pajak tak langsung pada produk domestik dapat digunakan untuk mengurangi adanya efek negatif akibat diberlakukannya liberalisasi perdagangan.
3. Liberalisasi perdagangan yang dikombinasikan dengan pemotongan pajak tak langsung akan mengurangi pendapatan pemerintah, sehingga diperlukan
(5)
99
kebijakan lain yang sesuai misalnya penetapan retribusi atau pendapatan lain dari kegiatan jasa pariwisata. Pertumbuhan permintaan pariwisata akan memungkinkan pemerintah untuk melakukan kebijakan fiskal sehingga dapat membiayai pengeluaran tanpa memaksakan pajak yang lebih tinggi pada penduduk Indonesia.
4. Akibat diberlakukannya liberalisasi perdagangan , pemerintah harus mulai mengurangi ketergantungan pada tarif impor dan pajak tidak langsung namun pada saat yang sama harus dapat mempertahankan tingkat pendapatan yang diperlukan untuk membiayai pengeluarannya.
5. Peranan kebijakan fiskal khususnya pengeluaran pemerintah masih sangat dominan dalam memengaruhi perekonomian sehingga diperlukan adanya perbaikan kebijakan fiskal dimasa yang akan datang.
6. Peningkatan efisiensi produksi sektor-sektor yang mempunyai kaitan erat dengan pariwisata ternyata lebih efektif dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi, namun kebijakan tersebut akan mengurangi penyerapan tenaga kerja sehingga perlu hati-hati dalam menerapkannya.
7. Pemerintah telah banyak membuat kebijakan dalam rangka meningkatkan kegiatan kepariwisataan di Indonesia misalnya melalui program Visit
Indonesian Years yang masih berlanjut hingga sekarang. Namun kebijakan
tersebut perlu dimatangkan konsepnya, dimaksimalkan hasilnya dan disesuaikan dengan target pasar.
8. Kebijakan lainnya seperti peningkatan investasi di bidang infrastruktur juga sangat diperlukan dalam mendukung terjadinya pertumbuhan sektor jasa pariwisata. Disamping itu, sarana dan prasarana terkait kegiatan pariwisata juga harus memadai misalnya keimigrasian, bandara, hotel, dan juga tempat-tempat wisata sehingga dapat memberikan rasa aman dan nyaman. 9. Penerapan visa tunggal ASEAN juga diharapkan dapat membantu
meningkatkan jumlah kunjungan turis asing ke Indonesia. Namun harus ada kebijakan lain yang menyertainya dalam mendukung program tersebut misalnya menyediakan informasi pariwisata Indonesia yang tepat dan memadai pada semua pintu-pintu masuk potensial di negara ASEAN.
(6)
100
10. Peningkatan permintaan pariwisata belum bisa mengurangi efek negatif pada sektor pertanian akibat penerapan liberalisasi perdagangan. Sehingga diperlukan kebijakan lain yang berhubungan dengan sektor pertanian seperti subsidi yang tepat sasaran.
11. Temuan positif dari studi ini belum memperhitungkan dampak pariwisata terhadap lingkungan dan budaya, sehingga diharapkan bisa dilanjutkan dengan mempertimbangkan pengaruhnya pada lingkungan dan budaya. 12. Studi ini hanya menggunakan closure jangka pendek sehingga perlu
dipertimbangkan penggunaan closure jangka panjang pada penelitian selanjutnya.