2. Pengamatan Vektor, dilakukan pengamatan vektor untuk mengetahui jenis vektor
yang sudah dikonfirmasi maupun suspek vektor, dan perilaku vektor. 3.
Pemberantasan Vektor, untuk menekan penularan malaria, dilakukan upaya pemberantasan vektor dengan berbagai metode yang disesuaikan dengan kondisi
setempat. 4.
Jejaring •
Tingkat Kabupaten : Puskesmas, Rumah Sakit, Laboratorium, Kesehatan Lingkungan, LSMNGO, Bappeda, DPRD.
• Tingkat Propinsi : Rumah Sakit, Labkesda, Kesehatan Lingkungan, Dinas
KabupatenKota, DPRD, Bappeda, Universitas, Surveilanspengamatan. •
Tingkat Pusat, Subdit Malaria, Kesehatan Lingkungan, Subdit Pengamatan Epidemiologi Penyakit, Pusdakes, BPP, Subdit Pengendalian vektor,
Ditlabkes, Dit Promosi Kesehatan.
2.7.1. Indikator Petugas Malaria
A. Indikator Input
a Proporsi puskesmas yang mempunyai peta stratifikasi
b Proporsi puskesmas endemis malaria
c Proporsi desa endemis malaria
d Proporsi tenaga pengelola malaria yang sudah dilatih
e Proporsi tenaga mikroskopis yang sudah dilatih
f Proporsi tenaga Co. Ass. Entomologi yang sudah dilatih
Universitas Sumatera Utara
g Proporsi puskesmas yang mempunyai mikroskop yang berfungsi
h Proporsi puskesmas dengan reagensia yang cukup
i Proporsi puskesmas yang mempunyai peralatan pemberantasan vektor yang
cukup j
Proporsi puskesmas yang mempunyai peralatan pengamatan vektor yang cukup
k Proporsi puskesmas yang sudah memperoleh pedoman Juknis dan Juklak
l Proporsi puskesmaspustu yang mempunyai kebutuhan obat anti malaria yang
cukup m
Proporsi puskesmas dengan kebutuhan biaya operasional yang cukup B.
Indikator Proses a
Proporsi cakupan penemuan penderita b
Proporsi puskesmas yang melakukan diagnosa malaria dengan laboratorium c
Proporsi penderita malaria klinis yang diperiksa secara laboratorium d
Proporsi penderita yang memperoleh pengobatan klinis e
Proporsi penderita malana positif yang memperoleh pengobatan radikal f
Proporsi penderita yang dilakukan penyelidikan epidemiologi g
Proporsi penderita malaria yang dilakukan follow up h
Proporsi lokasi yang dilakukan pemberantasan vektor yang didukung data epidemiologi dan entomologi evidence base
i Proporsi lokasi yang dilakukan pengamatan vektor
Universitas Sumatera Utara
j Proporsi tenaga mikroskopis yang melakukan kesalahan pemeriksaan
laboratorium 5. C.
Indikator Out Put a
Parasit Rate PR b
SPR mengukur ketepatan diagnosa c
Parasit formula Pls. falcifarum, Pls. vivax d
Proporsi gagal obat e
Kepadatan vektor MBR D.
Indikator Out Come a
Case Fatality Rate CFR b
Annual Parasite Incidence API c
Annual Malaria Incidence AMI
2.7.2. Kekurangan dan Kelebihan dalam Kegiatan Petugas Malaria A.
Kekurangan dalam kegiatan petugas malaria
Lemahnya sistem pencatatan dan pelaporan malaria rutin dan non rutin di fasilitas kesehatan dan Dinas Kesehatan KabupatenKota dan Provinsi. Dari evaluasi yang
dilakukan pada petugas malaria masih ada desadusunkota yang tinggi kasus malaria tetapi tidak mengirimkan laporan secara rutin ke puskesmas atau rumah
sakit.
Data laporan rutin dan data survei yang tidak dipisahkan sehingga tidak dapat melihat situasi malaria yang sebenarnya.
Universitas Sumatera Utara
Kesalahan pada SDM petugas malaria puskesmas yang belum memasukkan data
tepat waktu, sudah diolah tapi tidak dianalisis, petugas puskesmas mengalami hambatan menyebarkan informasi dalam penemuan dan pengobatan kasus
malaria.
Informasi yang dihasilkan belum dilaksanakan secara optimal untuk pengambilan keputusan.
Kesulitan mengakses data dan informasi dan banyaknya data yang hilang.
Kurangnya dukungan dari pemerintah daerah dan masyarakat di daerah risiko
tinggi malaria agar pengobatan malaria lebih efektif dilakukan, yaitu dengan pengobatan ACT yang diperoleh penderita maksimum 24 jam setelah sakit dan
dosis obat diperoleh untuk 3 hari serta diminum seluruhnya, sehingga dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat malaria dan mencegah
resistensi.
Kurangnya tenaga profesional, dana, serta saranaprasarana untuk pelaksanaan kegiatan petugas malaria.
B. Kelebihan dalam Kegiatan petugas malaria
Kelebihan dalam kegiatan petugas malaria di Indonesia meliputi :
Sistem yang ada saat ini merupakan bagian dari SIKNAS Sistem Informasi Kesehatan Nasional mendukung program Indonesia sehat 2015.
Sistem yang saat ini berfokus pada penyakit yang dapat menyebabkan KLB
sampai pada tahap desiminasi informasi dan penyebaran informasi.
Universitas Sumatera Utara
Alur sistem malaria di Indonesia memiliki jenjang pengumpulan informasi yang
jelas mulai dari tingkat pelayanan kesehatan dasar hingga tingkat pengelolahan dan penyebaran data.
Sudah ditetapkan jumlah tenaga kesehatan yang melakukan kegiatan survailens
epidemiologi tersebut. Sistem malaria di Indonesia sudah memiliki aturan mengenai sumber data
yang harus jelas, jenis data yang akan dikumpulkan sudah berjenjang dan dibagi kedalam berbagai situasi meliputi : periode peringatan dini dan penanggulangan
KLB, data kasus malaria sudah divisualisasikan kedalam bentuk tabel, grafik, peta serta jenis data yang akan dikumpulkan pada sistem surveilens meliputi data
demografi, epidemiologi,
entomologi, hasil kegiatan, standarisasi waktu
pengumpulan data tergantung dari kebutuhan, format pengisian laporan sudah diatur dan disosialisasikan kepada petugas malaria, indikator yang digunakan dalam
kegiatan survailens sudah ditetapkan.
Universitas Sumatera Utara
Petugas malaria harus memahami tentang tatalaksana kasus malaria sebagai berikut
:
Pasien datang dengan gejala klinis Tersangka Malaria
Kegawatan + Kegawatan -
Mikroskopis + Malaria konfirmasi
→diobati dengan OAM
sesuai standard
Mikroskopis - Test dengan RDT,
bila RDT tidak tersedia
ulang pemeriksaan
mikroskopis setelah 4 jam Rujuk ke RS,
rawat di RS
Positif Negatif
Periksa ulang bila gejala
masih ada
Malaria konfirmasi → diobati
sesuai standard Negatif
Bukan Malaria
Gambar 2.1. Alur Penemuan dan Pengobatan Kasus Malaria Kemenkes RI, 2013
2.8. Landasan Teori