Analisis Kinerja Petugas Malaria dalam Penemuan dan Pengobatan Kasus Malaria di Puskesmas Kabupaten Deli Serdang Tahun 2014

(1)

ANALISIS KINERJA PETUGAS MALARIA DALAM PENEMUAN DAN PENGOBATAN KASUS MALARIA DI PUSKESMAS

KABUPATEN DELI SERDANG TAHUN 2014

TESIS

Oleh

ERIKA MARLINA MARPAUNG 127032115/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

THE ANALYSIS ON THE PERFORMANCE OF MALARIA PERSONNEL IN FINDING AND MEDICATION OF MALARIA CASE AT

PUSKESMAS OF DELI SERDANG DISTRICT, IN 2014

THESIS

BY

ERIKA MARLINA MARPAUNG 127032115/IKM

MAGISTER OF PUBLIC HEALTH SCIENCE STUDY PROGRAM FACULTY OF PUBLIC HEALTH

UNIVERSITY OF SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

ANALISIS KINERJA PETUGAS MALARIA DALAM PENEMUAN DAN PENGOBATAN KASUS MALARIA DI PUSKESMAS

KABUPATEN DELI SERDANG TAHUN 2014

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Oleh

ERIKA MARLINA MARPAUNG 127032115/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(4)

Judul Tesis : ANALISIS KINERJA PETUGAS MALARIA DALAM PENEMUAN DAN PENGOBATAN KASUS MALARIA DI PUSKESMAS

KABUPATEN DELI SERDANG TAHUN 2014 Nama Mahasiswa : Erika Marlina Marpaung

Nomor Induk Mahasiswa : 127032115

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi : Administrasi dan Kebijakan Kesehatan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. dr. Sorimuda Sarumpaet, M.P.H) (dr. Heldy BZ, M.P.H

Ketua Anggota

)

Dekan


(5)

Telah Diuji

Pada Tanggal : 26 Agustus 2014

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. dr. Sorimuda Sarumpaet, M.P.H Anggota : 1. dr. Heldy BZ, M.P.H

2. dr. Fauzi, S.K.M 3. drh. Rasmaliah, M.Kes


(6)

PERNYATAAN

ANALISIS KINERJA PETUGAS MALARIA DALAM PENEMUAN DAN PENGOBATAN KASUS MALARIA DI PUSKESMAS

KABUPATEN DELI SERDANG TAHUN 2014

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, September 2014

Erika Marlina Marpaung 127032115/IKM


(7)

ABSTRAK

Tidak tercapainya konfirmasi laboratorium dengan menggunakan mikroskop/RDT yang ditargetkan sebesar 29.208 sedangkan realisasi yang diperoleh hanya sebesar 7.117 atau hanya 32 % tahun 2013. Berbagai dukungan dana juga banyak diperoleh dari negara pendonor yaitu Global Fund ATM, akan tetapi kinerja petugas malaria masih rendah dalam penemuan dan pengobatan kasus malaria. Oleh karena itu kinerja petugas malaria di Puskesmas harus ditingkatkan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kinerja petugas malaria dalam penemuan dan pengobatan kasus malaria di Puskesmas Kabupaten Deli Serdang.

Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan metode penelitian kualitatif. Pendekatan masalah dilakukan dengan analisis deskriptif, yaitu wawancara secara mendalam kepada informan dan studi literatur. Penelitian ini akan dilakukan di 12 Puskesmas endemis di Dinas Kesehatan Kabupaten Deli Serdang dengan menjadikan petugas malaria dan kepala puskesmas juga sebagai informan pelengkap. Penelitian ini menggunakan snowball sampling untuk menentukan sumber data. Data dianalisa pertama kali dengan analisis domain, kemudian analisis toksonomi, analisis komponensial dan analisis tema.

Pengetahuan, strategi kerja, dan sarana/prasarana yang dimiliki oleh petugas malaria tidak berpengaruh terhadap kinerja. Pengetahuan, strategi kerja, dan sarana/prasarana dari petugas malaria tergolong baik, tetapi kinerjanya buruk. Beberapa faktor lain yang mempengaruhi kinerja yaitu faktor pengetahuan tentang lingkungan, faktor kepemimpinan dan perilaku kerja serta faktor pelatihan.

Dinas Kesehatan Kabupaten Deli Serdang harus membuat pelatihan dan sosialisasi dan koordinasi lintas program dan sektoral yang rutin, serta merancang strategi yang terintgrasi dengan daerah, setelah itu menyediakan sarana dan prasarana yang belum lengkap di puskesmas.


(8)

ABSTRACT

That laboratory confirmation had not been achieved by using microscope/RDT which was targeted 29.208, while the realization was only 7.117, or only 32% in 2013. Various financing supports were obtained from donor countries like Global Fund ATM, but the performance of malaria personnel was still low in the finding and in the medication of malaria. Therefore, the performance of malaria personnel at Puskesmas should be improved.The objective of the research was to find out some factors which were correlated with the performance of malaria personnel in the finding and the medication of malaria at Puskesmas, Deli Serdang District.

The research used qualitative and descriptive analytic approach by conducting in-depth interviews with the informants and library study. It was conducted in 12 endemic puskesmas at the Health Service of Deli Serdang District; malaria personnel and the heads of puskesmas were used as the supplementary informants. The research used snowball sampling technique to determine data source. The data were analyzed for the first time by domain analysis, followed by taxonomy analysis, componential analysis, and thematic analysis.

Knowledge, work strategy, and facility/infrastructure owned by the personnel did not have any influence on the performance. The personnel’s knowledge, work strategy, and facility/infrastructure were good, but their performance was bad. Some other factors which influenced the performance were knowledge of environment, leadership, work behavior, and training.

It is recommended that the Health Service of Deli Serdang District should provide training, socialization, and coordination of cross-sectoral program regularly, and design integrated strategy with local governments, and provide complete facility and infrastructure at puskesmas.


(9)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan YME karena berkat rahmat dan karuniaNya, penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan judul “Analisis Kinerja Petugas Malaria dalam Penemuan dan Pengobatan Kasus Malaria di Puskesmas Kabupaten Deli Serdang Tahun 2014 ”.

Dalam proses penulisan tesis ini penulis mendapat bantuan, dorongan dan bimbingan serta doa dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Dr. Ir. Evawany Y Aritonang, M.Si, selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

4. Prof. dr. Sorimuda Sarumpaet, M.P.H, selaku Ketua Komisi Pembimbing dan dr. Heldy BZ, M.P.H, selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah banyak membantu, membimbing dan memberikan masukkan dalam penulisan tesis ini. 5. dr. Fauzi, S.K.M, selaku Ketua Komisi Penguji dan drh. Rasmaliah, M.Kes

yang telah banyak memberikan masukan dan saran dalam kesempurnaan penulisan tesis ini.


(10)

6. dr. Hj. Aida Harahap, MARS selaku Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Deli Serdang dan dr. Herri Kurnia, MARS selaku Kepala Bidang P2P yang telah memberi izin kepada penulis untuk melakukan penelitian di Puskesmas Dinkes Kab. Deli Serdang .

7. Seluruh Kepala Puskesmas dan Petugas Malaria Puskesmas endemis malaria, atas bantuan dan kerjasamanya selama penulis melakukan penelitian.

8. Seluruh staf dosen Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan pembelajaran selama penulis mengikuti pendidikan.

9. Kementrian Kesehatan RI (PPSDM) yang telah memberi kesempatan dan dukungan dana selama proses pendidikan S2 sampai selesai.

10. Ayahanda tercinta Peter Marpaung dan Mama tersayang Dengsi br. Panjaitan serta keluarga besar, abangku tersayang Henrry Marpaung dan kakakku tersayang Shinta Hotmian Marpaung yang selalu berdoa dan memberikan dukungan semangat untuk menyelesaikan pendidikan.

11. Teristimewa buat suami tercinta Poltak Martupa Simamora dan anak-anakku tersayang abang Mikhael Sanford Simamora, kakak Amanda Rivanie Paulina Simamora dan adek Laura Dewitri Paulina Simamora atas pengertian, kesabaran dan doa serta dukungan semangat untuk menyelesaikan pendidikan. 12. Mama mertu Hularia br. Pasaribu yang telah memberikan support dan doa


(11)

13. Rekan-rekan mahasiswa peminatan Administrasi dan Kebijakan Kesehatan (AKK) IKM FKM USU 2012, atas bantuan, doa dan supportnya serta kebersamaan dalam pembelajaran selama ini.

14. Semua pihak yang telah membantu proses penyusunan tesis ini.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna baik dari segi isi maupun penulisan, untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini.

Medan, September 2014 Penulis

Erika Marlina Marpaung 127032115/IKM


(12)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Erika Marlina Marpaung, lahir di Medan, 18 Desember 1977, beragama Kristen Protestan, penulis lahir dari orang tua Peter Marpaung dan Dengsi br. Panjaitan, penulis menikah dengan Poltak Martupa Simamora dan telah dikaruniai 3 (tiga) orang anak yaitu Mikhael Sanford Simamora, Amanda Rivanie Paulina Simamora dan Laura Dewitri Paulina Simamora.

Jenjang pendidikan formal penulis dimulai dari SD Negeri 060793 Medan (1991), SMP Negeri 2 Medan (1994), SMAK Dharma Analitika Medan (1997), S-1 STISIPOL Merdeka Manado (2003). Penulis menempuh pendidikan lanjutan di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat minat studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan (AKK) Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara (2012).

Penulis pernah bekerja di Praktek dr. Felix Tarigan di Jl. Gatot Subroto ,Sei Kambing Medan sebagai tenaga Laboratorium dari Tahun 1997 s/d 1998, di RSUD Sam Ratulangi Tondano, Sulawesi Utara sebagai tenaga Laboratorium dari Tahun 1998 s/d 2004, di Dinas Kesehatan Kabupaten Simalungun, Pematang Siantar di Bidang Pelayanan Kesehatan Dasar dari Tahun 2004 s/d 2006, dan bekerja di Dinas Kesehatan Kabupaten Deli Serdang, Lubuk Pakam di Bidang Pemberantasan Penyakit Menular dari Tahun 2006 sampai saat ini.


(13)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Permasalahan... 8

1.3. Tujuan Penelitian ... 8

1.4. Manfaat Penelitian ... 8

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 10

2.1 Definisi Malaria ... 10

2.2 Cara Penularan Malaria... 11

2.3 Pos Malaria Desa ... 12

2.4 Kebijakan dalam Program Malaria ... 15

2.4.1 Komitmen International ... 15

2.4.2 Strategi dalam Pemberantasan Malaria ... 15

2.4.3 Kegiatan Program Malaria ... 16

2.4.4 Pengawasan Penyakit Malaria ... 16

2.5 Sejarah Perkembangan Upaya Penanggulangan Malaria di Indonesia ... 17

2.5.1. Periode 1959-1968 (Periode Pembasmian Malaria)... ... 17

2.5.2. Periode 1969-2000 (Periode Pemberantasan Malaria) ... 18

2.5.3. Periode 2000-Sekarang (Periode Eliminasi Malaria) ... 18

2.6 Penemuan dan Pengobatan Kasus Malaria ... 24

2.7 Pengertian dan Peran Petugas Malaria dalam Penemuan dan Pengobatan Kasus Malaria ... 27

2.7.1. Indikator Petugas Malaria ... 31

2.7.2. Kekurangan dan Kelebihan dalam Kegiatan Petugas Malaria ... 33

2.8 Landasan Teori... 36

2.8.1. Pengetahuan ... 37

2.8.2. Strategi ... 41


(14)

2.9. Alur Pikir Penelitian ... 48

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 49

3.1. Jenis Penelitian ... 49

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 49

3.3. Informan Penelitian ... 50

3.4. Instrumen Penelitian... 50

3.5. Metode Pengumpulan Data ... 51

3.6. Definisi Operasional... 51

3.7. Metode Pengolahan Data ... 52

3.8. Metode Analisa Data ... 53

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 54

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 54

4.1.1. Gambaran Umum Kabupaten Deli Serdang ... 54

4.1.2. Gambaran Umum Dinas Kesehatan Kabupaten Deli Serdang ... 56

4.1.3. Gambaran Umum Puskesmas Endemis Malaria ... 57

4.1.4. Karakteristik Informan ... 60

4.2. Penyajian dan Analisis Data ... 62

4.2.1. Analisis Kinerja Petugas Malaria dalam Penemuan dan Pengobatan Kasus Malaria di Puskesmas Kabupaten Deli Serdang ... 62

4.3. Kinerja Petugas Malaria ... 71

BAB 5. PEMBAHASAN ... 74

5.1. Analisis Data tentang Pengetahuan Petugas Malaria Puskesmas dalam Penemuan dan Pengobatan Kasus Malaria di Puskesmas 74 5.2. Analisis Data tentang Strategi yang dipakai Petugas Malaria Puskesmas dalam Penemuan dan Pengobatan Kasus Malaria di Puskesmas ... 79

5.3. Analisis Data tentang Sarana/Prasarana Petugas Malaria Puskesmas dalam Penemuan dan Pengobatan Kasus Malaria di Puskesmas ... 83

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 88

6.1. Kesimpulan ... 88

6.2. Saran ... 89

DAFTAR PUSTAKA ... 91 LAMPIRAN


(15)

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

1.1. Data Persentase Realisasi Jumlah Konfirmasi Kasus yang diperiksa dengan menggunakan Mikroskop/RDT di Puskesmas Kabupaten Deli Serdang Tahun 2013 ... 5 4.1. Daftar Kecamatan dan Puskesmas yang memiliki Petugas Malaria

Tahun 2014 ... 57 4.2. Indikator Penemuan dan Pengobatan Kasus Malaria Bulanan di

Puskesmas Tahun 2013 ... 58 4.3. Fasilitas Kesehatan di Puskesmas Kabupaten Deli Serdang Tahun

2013... 58 4.4. Data Jumlah Sarana Pendukung Pelayanan Kesehatan di Puskesmas

Kabupaten Deli Serdang Tahun 2013 ... 59 4.5. Karakteristik Informan ... 60 4.6. Kesimpulan Analisa DomainkKepada Informan Perihal Pengetahuan

dalam Penemuan dan Pengobatan Kasus Malaria di Puskesmas ... 65 4.7. Kesimpulan Analisa Domain kepada Informan Perihal Strategi yang

dipakai dalam Penemuan dan Pengobatan Kasus Malaria di Puskesmas ... 67 4.8. Kesimpulan Analisa Domain kepada Informan Perihal

Sarana/Prasarana dalam Penemuan dan Pengobatan Kasus Malaria di Puskesmas ... 70 4.9. Rata-Rata Pencapaian Kinerja Petugas Malaria Berdasarkan


(16)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman

2.1. Alur Penemuan dan Pengobatan Kasus Malaria ... 36 2.2. Alur Pikir Penelitian ... 48


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman

1. Kuesioner Penelitian ... 93 2. Matriks ... 99 3. Surat Penelitian ... 132


(18)

ABSTRAK

Tidak tercapainya konfirmasi laboratorium dengan menggunakan mikroskop/RDT yang ditargetkan sebesar 29.208 sedangkan realisasi yang diperoleh hanya sebesar 7.117 atau hanya 32 % tahun 2013. Berbagai dukungan dana juga banyak diperoleh dari negara pendonor yaitu Global Fund ATM, akan tetapi kinerja petugas malaria masih rendah dalam penemuan dan pengobatan kasus malaria. Oleh karena itu kinerja petugas malaria di Puskesmas harus ditingkatkan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kinerja petugas malaria dalam penemuan dan pengobatan kasus malaria di Puskesmas Kabupaten Deli Serdang.

Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan metode penelitian kualitatif. Pendekatan masalah dilakukan dengan analisis deskriptif, yaitu wawancara secara mendalam kepada informan dan studi literatur. Penelitian ini akan dilakukan di 12 Puskesmas endemis di Dinas Kesehatan Kabupaten Deli Serdang dengan menjadikan petugas malaria dan kepala puskesmas juga sebagai informan pelengkap. Penelitian ini menggunakan snowball sampling untuk menentukan sumber data. Data dianalisa pertama kali dengan analisis domain, kemudian analisis toksonomi, analisis komponensial dan analisis tema.

Pengetahuan, strategi kerja, dan sarana/prasarana yang dimiliki oleh petugas malaria tidak berpengaruh terhadap kinerja. Pengetahuan, strategi kerja, dan sarana/prasarana dari petugas malaria tergolong baik, tetapi kinerjanya buruk. Beberapa faktor lain yang mempengaruhi kinerja yaitu faktor pengetahuan tentang lingkungan, faktor kepemimpinan dan perilaku kerja serta faktor pelatihan.

Dinas Kesehatan Kabupaten Deli Serdang harus membuat pelatihan dan sosialisasi dan koordinasi lintas program dan sektoral yang rutin, serta merancang strategi yang terintgrasi dengan daerah, setelah itu menyediakan sarana dan prasarana yang belum lengkap di puskesmas.


(19)

ABSTRACT

That laboratory confirmation had not been achieved by using microscope/RDT which was targeted 29.208, while the realization was only 7.117, or only 32% in 2013. Various financing supports were obtained from donor countries like Global Fund ATM, but the performance of malaria personnel was still low in the finding and in the medication of malaria. Therefore, the performance of malaria personnel at Puskesmas should be improved.The objective of the research was to find out some factors which were correlated with the performance of malaria personnel in the finding and the medication of malaria at Puskesmas, Deli Serdang District.

The research used qualitative and descriptive analytic approach by conducting in-depth interviews with the informants and library study. It was conducted in 12 endemic puskesmas at the Health Service of Deli Serdang District; malaria personnel and the heads of puskesmas were used as the supplementary informants. The research used snowball sampling technique to determine data source. The data were analyzed for the first time by domain analysis, followed by taxonomy analysis, componential analysis, and thematic analysis.

Knowledge, work strategy, and facility/infrastructure owned by the personnel did not have any influence on the performance. The personnel’s knowledge, work strategy, and facility/infrastructure were good, but their performance was bad. Some other factors which influenced the performance were knowledge of environment, leadership, work behavior, and training.

It is recommended that the Health Service of Deli Serdang District should provide training, socialization, and coordination of cross-sectoral program regularly, and design integrated strategy with local governments, and provide complete facility and infrastructure at puskesmas.


(20)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Malaria sebagai salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat, berdampak kepada penurunan kualitas sumber daya manusia yang dapat menimbulkan berbagai masalah sosial, ekonomi, bahkan berpengaruh terhadap ketahanan nasional, resiko Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) pada ibu dengan malaria. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, program pemberantasan malaria mengeluarkan kebijakan program meliputi beberapa kegiatan terpadu, yaitu diagnosa dini dan pengobatan tepat, serta pemantauan, pencegahan dan penanggulangan Kejadian Luar Biasa (KLB) malaria secara cepat dan tepat. Berdasarkan konsep Blum, perilaku dan lingkungan merupakan faktor yang cukup dominan dalam mempengaruhi status kesehatan seseorang (Kemenkes RI, 2011).

Angka kesakitan malaria yang tercatat dalam Indikator Annual Parasite

Incidence (API) di Dinkes Kab. Deli Serdang tahun 2013 yakni 0,017 per 1000

penduduk (16 kasus positif ) sedangkan malaria klinis sebesar 7.117 kasus, dimana terjadi penurunan pada tahun 2012 yakni API 0,02 per 1000 penduduk (16 kasus positif) dengan angka malaria klinis sebesar 15.700 kasus dan terjadi peningkatan pada tahun 2011 yakni API 0,2 per 1000 penduduk (148 kasus positif) malaria klinis sebesar 30.222 kasus (Bidang P2P Dinkes Kab. Deli Serdang, 2013). Penurunan angka kesakitan tersebut memerlukan upaya penanggulangan vektor malaria yang efektif dan efisien diantaranya melalui kinerja petugas malaria yang ada di


(21)

puskesmas. Melalui penyuluhan yang di berikan oleh petugas malaria puskesmas dalam penerapan Pola Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) serta penyehatan lingkungan guna menghilangkan tempat perindukan vektor malaria harus dilakukan secara berkesinambungan dan melibatkan partisipasi masyarakat agar tercipta derajat kesehatan masyarakat Indonesia yang setinggi-tingginya.

Indonesia sebagai negara tropis termasuk negara yang rawan terhadap penularan penyakit malaria dan diperkirakan 45 % penduduk Indonesia beresiko tertular penyakit malaria. Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit Plasmodium yang hidup dan berkembang biak dalam sel darah merah manusia. Penyakit ini secara alami ditularkan oleh gigitan nyamuk Anopheles betina. Infeksi ini dapat menyebabkan anemia dan penurunan produktivitas pada penderitanya bahkan menyebabkan kematian. Dampak ekonomi disebabkan kehilangan waktu bekerja, biaya pengobatan sampai terjadinya penurunan tingkat kecerdasan dan produktivitas kerja, dampak lain adalah menurunnya kunjungan wisatawan. Penyebaran malaria disebabkan berbagai faktor yang komplek seperti perubahan lingkungan, vektor, sosial budaya masyarakat, resistensi obat dan akses pelayanan kesehatan (Kemenkes RI, 2011).

Selain TB dan HIV/AIDS, Malaria termasuk dalam bagian komitmen Global

Millenium Development Gools (MDG’s) pada target 6c yaitu : “ mengendalikan

penyebaran dan mulai menurunkan jumlah kasus baru malaria dan penyakit utama lainnya hingga tahun 2015”. Tujuan umum MDG’s yaitu terwujudnya masyarakat yang hidup sehat yang terbebas dari penularan malaria (Eliminasi Malaria sampai


(22)

tahun 2030), dengan menurunnya kasus malaria positif (API) dari 2 menjadi 1 per 1.000 penduduk. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, program pemberantasan malaria mengeluarkan kebijakan program meliputi beberapa kegiatan terpadu, yaitu diagnosa dini dan pengobatan tepat, serta pemantauan, pencegahan dan penanggulangan Kejadian Luar Biasa (KLB) malaria secara dini. Global Malaria

Action Plan (GMAP) menargetkan 80% penduduk terlindungi dari penyakit malaria

dan mendapat pengobatan Arthemisinin based Combination Therapy (ACT). Karena pentingnya penanggulangan malaria, maka beberapa partner internasional salah satunya Global Fund, memberikan bantuan untuk pengendalian malaria. Pelaksanaan pengendalian malaria menuju eliminasi dilakukan secara bertahap dari satu pulau atau beberapa pulau sampai seluruh pulau tercakup guna terwujudnya masyarakat yang hidup sehat yang terbebas dari penularan malaria sampai tahun 2030

Keterbatasan Sumber Daya Manusia (SDM) kesehatan seperti petugas malaria untuk dapat menjangkau semua penduduk di wilayah kerja menyebabkan cakupan penemuan dan pengobatan kasus malaria masih rendah dan sering terjadi KLB. Menurut teori Kurt Lewin (1970), perilaku manusia itu adalah suatu landasan yang seimbang antara kekuatan pendorong (drivingforces) dan kekuatan-kekuatan penahanan (restrining forces) (Notoatmodjo, 2007). Untuk mendapatkan sumber daya manusia yang berkualitas, masyarakat harus bebas dari berbagai penyakit, termasuk penyakit malaria. Surveilans malaria tidak berfungsi sebagaimana


(23)

endemisitas tidak terpantau secara rinci penurunan dan peningkatan disetiap wilayah, serta informasi selalu terlambat diterima oleh Dinas Kesehatan. Pemerintah memandang malaria sebagai ancaman terhadap status kesehatan masyarakat terutama pada rakyat miskin yang hidup pada daerah terpencil. Hal ini tercermin dan dikeluarkannya Peraturan Presiden Nomor : 5 Tahun 2010 tentang rencana pembangunan jangka menengah nasional tahun 2010 – 2014 dimana malaria termasuk penyakit prioritas yang perlu ditanggulangi (Kemenkes RI, 2013).

Eliminasi malaria di daerah yang sudah rendah malarianya akan berhasil bila penanggulangan dilaksanakan secara intensif yaitu dengan memberikan pelatihan penyegaran mikroskopis bagi petugas laboratorium puskesmas dalam menegakkan diagnosis secara mikroskopis/RDT (Rapid Diagnose Test), memberikan pengobatan yang tepat kepada penderita malaria yaitu dengan pengobatan ACT dan pencegahan serta pengamatan kasus dan vektor yang intensif dan upaya memutuskan rantai penularan antara lain dengan penyediaan kelambu yang melindungi 80% penduduk sasaran dan penyemprotan rumah. Ini perlu didukung dengan komitmen yang kuat dari pemerintah setempat dan melibatkan masyarakat (Kemenkes RI, 2013).

Terdapat empat tahapan dalam mencapai eliminasi malaria yaitu : tahap pemberantasan, tahap praeliminasi, tahap eliminasi dan tahap pemeliharaan.

Target API Nasional tahun 2011 adalah 1,75‰, API tahun 2012 adalah 1,5 ‰ dan API tahun 2013 adalah 1,25 ‰ (Kemenkes RI, 2014). Kabupaten Deli Serdang merupakan salah satu kabupaten endemis malaria yang ada di Propinsi Sumatera Utara, dilihat dari letak secara geografisnya dan pada tahun 2004 pernah


(24)

terjadi KLB malaria. Dari hasil observasi pendahuluan di lapangan terhadap data API di Kabupaten Deli Serdang, yaitu : data API tahun 2011 adalah 0,2 ‰, data API tahun 2012 adalah 0,02 ‰ dan data API tahun 2013 adalah 0,017 ‰. Berdasarkan data API tersebut, kasus malaria Kabupaten Deli Serdang mengalami penurunan tetapi berdasarkan jumlah target konfirmasi kasus malaria yang diperiksa dengan menggunakan mikroskop/RDT sebesar 29.208 (Dinkes Kab. Deli Serdang, 2013). Di Kabupaten Deli Serdang ada 12 Puskesmas yang masuk wilayah endemis malaria sebagai berikut :

Tabel 1.1. Data Persentase Realisasi Jumlah Konfirmasi Kasus Malaria yang diperiksa dengan Menggunakan Mikroskop/RDT di Puskesmas

Kabupaten Deli Serdang Tahun 2013

No Nama

Puskesmas

Jumlah Penduduk

Target Jlh Konfirmasi Kasus Malaria Menggunakan Mikroskop/RDT Realisasi Jlh Konfirmasi Kasus Malaria Menggunakan Mikroskop/RDT % Realisasi

1 Biru-Biru 35.090 1.363 444 33

2 Talun Kenas 31.547 1.225 795 65

3 Galang 38.213 1.484 534 36

4 Dalu Sepuluh 82.440 3.202 608 19

5 Hamp. Perak 99.226 3.854 1.132 29

6 Kota Datar 55.394 2.151 398 18

7 Pematang Johar 22.595 878 483 55

8 Bdr. Khalipah 178.997 6.952 981 14

9 Tanjung Rejo 110.043 4.273 411 10

10 Pantai Labu 44.440 1.726 555 32

11 Karang Anyar 33.295 1.293 463 36

12 Aras Kabu 20.783 807 313 39

Sumber : Bidang P2P Propil Dinas Kesehatan Kab. Deli Serdang Tahun 2013

Dari Tabel 1.1 diatas, dapat diketahui bahwa Puskesmas endemis malaria di Kabupaten Deli Serdang tidak mencapai target jumlah konfirmasi kasus malaria yang diperiksa dengan menggunakan mikroskop/RDT yang dilaksanakan di Puskesmas


(25)

maupun Pustu/Polindes, dimana target jumlah konfirmasi kasus malaria yang diperiksan dengan menggunakan mikroskop/RDT di Kabupaten Deli Serdang sebesar 29.208, padahal pada tahun 2011 jumlah konfirmasi kasus malaria yang diperiksa dengan menggunakan mikroskop/RDT sebesar 30.222 kasus dan kasus malaria positif sebesar 148, dan terjadi penurunan jumlah konfirmasi kasus malaria yang diperiksa dengan menggunakan mikroskop/RDT sebesar 15.700 kasus dan kasus malaria positif sebesar 16 pada tahun 2012 serta terjadi pula penurunan jumlah konfirmasi kasus malaria yang diperiksa dengan menggunakan mikroskop/RDT sebesar 7.117 kasus, kasus malaria positif sebesar 16 pada tahun 2013.

Penemuan dan pengobatan kasus malaria merupakan rangkaian kerja dalam eliminasi malaria yang ada di Indonesia. Sehingga untuk memaksimalkan proses tersebut pemerintah membentuk petugas khusus malaria di puskesmas. Tugas Pokok petugas malaria puskesmas dalam penemuan dan pengobatan kasus malaria di Kabupaten Deli Serdang sebagai berikut (1) Menyusun rencana kegiatan P2 Malaria berdasarkan data Program Puskesmas dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagai pedoman kerja, (2) Melaksanakan kegiatan P2 Malaria meliputi penemuan dini penderita malaria melalui pengambilan slide darah malaria bagi setiap penderita panas, pengobatan penderita malaria, pengawasan dan pemberantasan tempat perindukan vektor, penyuluhan malaria dan koordinasi lintas program terkait sesuai dengan prosedur dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, (3) Mengevaluasi hasil kegiatan P2 Malaria secara keseluruhan, (4) Membuat catatan dan laporan kegiatan sebagai bahan informasi dan pertanggung jawaban kepada atasan, (5) Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh atasan.


(26)

Berdasarkan survey pendahuluan diketahui bahwa petugas malaria kurang maksimal dalam menjalankan program malaria. Selain itu pelaksanaan P2 Malaria kurang intensif dilakukan, kemudian sering terlambatnya laporan bulanan malaria dari petugas malaria puskesmas ke Dinas Kesehatan Dati II. Berbagai dukungan banyak diperoleh baik dari pemerintah maupun bantuan internasional kepada Dinas Kesehatan Deli Serdang dalam mengatasi permasalahan malaria. Salah satu bantuan internasional adalah bantuan Global Fund sejak desember tahun 2008 telah bergabung untuk memberantas malaria. Akan tetapi sampai sekarang petugas malaria belum menunjukkan kinerja yang maksimal mengingat telah banyak dana yang telah dikeluarkan baik dari dana APBD Kab. Deli Serdang dan dana Global Fund yang memberi berupa insentif bulanan kepada petugas malaria dan juga petugas mikroskop. Banyak faktor yang mempengaruhi kinerja seorang petugas, menurut Notoatmodjo S (2007) bahwa tentang rendahnya kinerja petugas malaria puskesmas tersebut disebabkan pengetahuan yang rendah, strategi dan sarana/ prasarana yang minim.

Berbagai penelitian telah banyak dilakukan mengenai kinerja petugas malaria. Kambulawang, dkk (2010) mengatakan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi kinerja petugas malaria di Manggarai Timur adalah rendahnya pengetahuan petugas terhadap malaria. Selain itu Roosihermiatie, dkk (2012) juga mengatakan bahwa strategi lintas sektoral yang dibangun oleh petugas malaria dapat meningkatkan kinerja petugas dalam mengatasi malaria di Provinsi Bali.


(27)

1.2. Permasalahan

Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas, permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut : “Masih rendahnya kinerja petugas malaria dalam Penemuan dan Pengobatan Kasus Malaria di Puskesmas Kabupaten Deli Serdang, padahal telah mendapat dukungan dana dari pemerintah daerah dan Internasional untuk menunjang kinerja petugas malaria puskesmas.” 1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja petugas malaria dalam penemuan dan pengobatan kasus malaria di puskesmas Kabupaten Deli Serdang.

1.5. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi : a. Petugas malaria

Sebagai bahan informasi untuk meningkatkan kinerja dalam penemuan dan pengobatan kasus malaria di wilayah kerja puskesmas.

b. Kepala Puskesmas

Sebagai bahan infomasi dan pertimbangan untuk meningkatkan kinerja petugas malaria dalam penemuan dan pengobatan kasus malaria.

c. Dinas Kesehatan Kabupaten Deli Serdang

Sebagai bahan informasi dan pertimbangan program pencegahan dan pemberantasan penanggulangan malaria.


(28)

d. Ilmu Pengetahuan

Dapat memperkaya konsep pedoman program pencegahan dan pemberantasan penanggulangan malaria.


(29)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Malaria

Malaria adalah suatu penyakit yang akut maupun kronis yang disebabkan parasit plasmodium yang ditandai dengan gejala demam berkala, menggigil dan sakit kepala yang sering disertai dengan anemia dan limpha yang membesar. Penyakit ini menyerang manusia, burung, kera dan primata lainnya, hewan melata dan hewan pengerat, yang disebabkan oleh infeksi protozoa dari genus Plasmodium (Kemenkes RI, 2011).

Dengan munculnya program pengendalian yang didasarkan pada penggunaan residu insektisida, penyebaran penyakit malaria telah dapat diatasi dengan cepat. Sejak tahun 1950, malaria telah berhasil dibasmi di hampir seluruh Benua Eropa dan di daerah seperti Amerika Tengah dan Amerika Selatan. Namun penyakit ini masih menjadi masalah besar di beberapa bagian Benua Afrika dan Asia Tenggara. Sekitar 100 juta kasus penyakit malaria terjadi setiap tahunnya dan sekitar 1 persen diantaranya fatal. Seperti kebanyakan penyakit tropis lainnya, malaria merupakan penyebab utama kematian di negara berkembang.

Pertumbuhan penduduk yang cepat, migrasi, sanitasi yang buruk, serta daerah yang terlalu padat, membantu memudahkan penyebaran penyakit tersebut. Pembukaan lahan-lahan baru serta perpindahan penduduk dari desa ke kota


(30)

(urbanisasi) telah memungkinkan kontak antara nyamuk dengan manusia yang bermukim didaerah tersebut.

2.2. Cara Penularan Malaria

Penyakit malaria dikenal ada berbagai cara penularan malaria:

a. Penularan secara alamiah (natural infection) penularan ini terjadi melalui gigitan nyamuk anopheles. Bila nyamuk anopheles mengigit orang yang sakit malaria, maka parasit akan ikut terhisap bersama darah penderita. Dalam tubuh nyamuk, parasit tersebut berkembang biak. Sesudah 7-14 hari apabila nyamuk tersebut mengigit orang sehat, maka parasit tersebut akan di tularkan ke orang tersebut. Didalam tubuh manusia parasit akan berkembang biak, menyerang sel-sel darah merah. Dalam waktu kurang lebih 12 hari, orang tersebut akan sakit malaria. b. Penularan yang tidak alamiah.

a) Malaria bawaan (congenital)

Terjadi pada bayi yang baru dilahirkan karena ibunya menderita malaria, penularan terjadi melalui tali pusat atau placenta.

b) Secara mekanik

Penularan terjadi melalui transfusi darah atau melalui jarum suntik yang tidak steril.

Pada umumnya sumber infeksi bagi malaria pada manusia adalah manusia lain yang sakit malaria baik dengan gejala maupun tanpa gejala klinis. Masa inkubasi ini bervariasi antara 9-30 hari tergantung pada species parasit, paling pendek pada


(31)

Plasmodium falciparum dan paling panjang pada Plasmodium malarie. Masa inkubasi ini tergantung pada intensitas infeksi, pengobatan yang pernah didapat sebelumnya dan tingkat imunitas penderita.

2.3. Pos Malaria Desa

Pos Malaria Desa (PMD) adalah wadah pemberdayaan masyarakat dalam pengendalian malaria yang dibentuk dari, oleh dan untuk masyarakat secara mandiri dan berkelanjutan. Tujuan dibentuknya PMD adalah :

- Meningkatkan jangkauan penemuan kasus malaria melalui peran aktif masyarakat dan dirujuk kefasilitas kesehatan terdekat

- Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pencegahan malaria Posmaldes diperlukan karena:

• Sekitar 45% dari desa endemis malaria merupakan daerah terpencil (transportasi dan komunikasi sulit, akses pelayanan kesehatan rendah, sosial ekonomi masyarakat rendah, cakupan penemuan kasus malaria oleh Puskesmas rendah, pengobatan tidak sempurna karena banyak obat malaria dijual bebas)

• Posmaldes merupakan embrio berbagai bentuk Upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat (UKBM) lainnya.


(32)

a. Pokok-Pokok Kegiatan :

1. Penemuan dini dan pengobatan penderita

2. Meningkatkan akses pelayanan yang berkualitas (konfirmasi dengan mikroskop/RDT)

3. Pemberdayaan dan penggerakan masyarakat

4. Meningkatkan Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) 5. Menggalang kemitraan

6. Meningkatkan sistem surveilans

7. Meningkatkan sistem monitoring dan evaluasi 8. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia. b. Intensifikasi dan Integrasi Malaria

1. Mass Blood Survey (MBS) dan Mass Fever Survey (MFS)

2. Pengobatan malaria dan pembagian kelambu pada ibu hamil, bayi dan balita 3. Pengobatan malaria dan pembagian kelambu pada bayi dengan imunisasi

lengkap

4. Pembagian kelambu integrasi dengan pengobatan massal malaria 5. Pembentukan Pos Malaria Desa dengan kader malaria

Kini 52 tahun, Indonesia melakukan berbagai upaya untuk penanggulangan dan pemberantasan malaria. Di Indonesia penyakit malaria memiliki 3 jenis, yaitu Plasmodium falcifarum (malaria tropika), Plasmodium vivax (malaria tertiana) dan Plasmodium malarie (malaria kuartana) sedangkan Plasmodium ovale umumnya


(33)

gejala tiap-tiap jenis biasanya berupa meriang, panas dingin menggigil dan keringat dingin. Dalam beberapa kasus yang tidak disertai pengobatan, gejala-gejala ini muncul kembali secara periodik. Jenis malaria paling ringan adalah malaria tertiana yang disebabkan oleh Plasmodium vivax, dengan gejala demam dapat terjadi setiap dua hari sekali setelah gejala pertama terjadi (dapat terjadi selama 2 minggu setelah infeksi). Jenis Plasmodium falcifarum yang paling banyak ditemukan di Kabupaten Deli Serdang.

Demam rimba (jungle fever), malaria aestivo-autumnal atau disebut juga malaria tropika, disebabkan oleh Plasmodium falciparum merupakan penyebab sebagian besar kematian akibat malaria. Organisme bentuk ini sering menghalangi jalan darah ke otak, menyebabkan koma, hilang ingatan, mengigau, serta kematian. Malaria kuartana yang disebabkan oleh Plasmodium malarie, memiliki masa inkubasi lebih lama daripada penyakit malaria tertiana atau tropika; gejala pertama biasanya tidak terjadi antara 18 sampai 40 hari setelah infeksi terjadi. Gejala tersebut kemudian akan terulang kembali setiap 3 hari. Jenis keempat dan merupakan jenis malaria yang paling jarang ditemukan, disebabkan oleh Plasmodium ovale yang mirip dengan malaria tertiana. Pada masa inkubasi malaria, protozoa tumbuh didalam sel hati, beberapa hari sebelum gejala pertama terjadi, organisme tersebut menyerang dan menghancurkan sel darah merah sejalan dengan perkembangan mereka, sehingga menyebabkan demam (Kemenkes RI, 2011).


(34)

2.4. Kebijakan dalam Program Malaria 2.4.1. Komitmen International

Pencegahan malaria akan diintensifkan melalui pendekatan Roll Back Malarie (RBM), suatu komitmen internasional dengan strategi sebagai berikut : deteksi dini dan pengobatan yang tepat; peran serta aktif masyarakat dalam pencegahan malaria; dan perbaikan kualitas dari pencegahan dan pengobatan malaria melalui perbaikan kapasitas personel kesehatan yang terlibat. Yang juga penting adalah pendekatan terintegrasi dari pembasmian malaria dengan kegiatan-kegiatan kesehatan lainnya, seperti Manajemen Terpadu Balita Sakit dan Promosi Kesehatan (Kemenkes RI, 2012).

2.4.2. Strategi dalam Pemberantasan Malaria

Antara lain adalah dengan sistem kewaspadaan dini dan upaya penanggulangan epidemi agar tidak semakin menyebar, intensifikasi pengawasan, diagnosis awal dan pengobatan yang tepat, dan kontrol vektor secara selektif. Kebijakan-kebijakan yang diambil dalam pemberantasan malaria antara lain penekanan pada desentralisasi, keterlibatan masyarakat dalam pemberantasan malaria, dan membangun kerja sama antar sektor, NGO, dan lembaga donor. Gerakan Berantas Kembali Malaria (GEBRAK Malaria) yang dimulai pada tahun 2000 adalah bentuk operasional dari Roll Back Malarie (RBM). GEBRAK Malaria memprioritaskan kemitraan antara pemerintah, swasta/sektor bisnis, dan masyarakat untuk mencegah penyebaran penyakit malaria (Kemenkes RI, 2012).


(35)

2.4.3. Kegiatan Program Malaria

Program pemberantasan malaria di Indonesia saat ini terdiri atas delapan kegiatan, yaitu : diagnosis awal dan pengobatan yang tepat; program kelambu dengan insektisida; penyemprotan rumah; pengawasan deteksi aktif dan pasif; survei demam dan pengawasan migran; deteksi dan kontrol epidemik; langkah-langkah lain seperti larvaciding; dan peningkatan kemampuan (capacity building). Untuk menanggulangi galur yang resisten terhadap klorokuin, pemerintah pusat dan daerah akan menggunakan kombinasi baru obat-obatan malaria untuk memperbaiki kesuksesan pengobatan. Karena kombinasi obat-obatan itu sangat mahal, penggunaannya akan ditargetkan di daerah dengan prevalensi resistensi yang tinggi.

2.4.4. Pengawasan Penyakit Malaria

Memastikan pelaporan data yang tepat waktu dari fasilitas kesehatan di lapangan, termasuk rumah sakit, untuk memonitor insiden malaria, untuk mendeteksi dan membatasi wabah ledakan malaria, serta melaksanakan survei untuk menghitung prevalensi malaria yang diperlukan merupakan bagian yang esensial dari pengawasan malaria. Dalam pemilihan intervensi yang akurat seperti penyemprotan insektisida diperlukan penelitian lebih dulu untuk menentukan jenis populasi nyamuk dan habitatnya. Idealnya, tiap provinsi perlu melakukan survei secara teratur untuk memonitor daerah-daerah dengan parasit yang resisten terhadap obat-obatan malaria.


(36)

2.5. Sejarah Perkembangan Upaya Penanggulangan Malaria di Indonesia 2.5.1. Periode 1959-1968 (Periode Pembasmian Malaria)

Upaya pengendalian penyakit malaria dimulai sejak tahun 1959 dengan adanya Komando Pembasmian Malaria (KOPEM) di pusat dan di daerah didirikan Dinas Pembasmian Malaria yang merupakan integrasi institut Malaria, serta untuk pelatihan didirikan Pusat Latihan Malaria di Ciloto dan 4 pusat latihan lapangan di luar Jawa. Pada periode ini pengendalian malaria disebut sebagai periode pembasmian, dimana fokus pembasmian dilaksanakan di pulau Jawa, Bali dan Lampung. Kegiatan utama yang dilaksanakan adalah dengan penyemprotan insektisida, pengobatan dengan klorokuin dan profilaksis. Pada tahun 1961-1964 penyemprotan insektisida dilakukan juga di luar wilayah Jawa dan Bali. Upaya ini cukup berhasil di daerah Jawa dan Bali dengan adanya penurunan parasite rate.

Tahun 1966, upaya pemberantasan malaria menghadapi berbagai kendala, yang disebabkan karena pembiayaan menurun baik dari pemerintah maupun dari bantuan luar, meluasnya resistensi Anopheles aconitus terhadap

Dichloro-Diphenyl-Trichloroethana (DDT) dan Dieldrin di Jawa Tengah dan Jawa Timur, adanya

resistensi Plasmodium falciparum dan Plasmodium malarie terhadap Pirimetamin dan Proguanil serta meningkatnya toleransi Plasmodium falciparum terhadap Primakuin di Irian Jaya. Selanjutnya tahun 1968, KOPEM diintegrasikan ke dalam Ditjen P4M (Pencegahan Pemberantasan dan Pembasmian Penyakit Menular), sehingga tidak lagi menggunakan istilah pembasmian melainkan pemberantasan.


(37)

2.5.2. Periode 1969-2000 (Pemberantasan Malaria)

Dengan terintegrasinya upaya pengendalian malaria dengan sistem pelayanan kesehatan, maka kegiatan malaria dilaksanakan oleh Puskesmas, Rumah Sakit maupun sarana Pelayanan kesehatan lainnya. Seiring dengan perubahan ekologi, tahun 1973 mulai dilaporkan adanya resistensi Plasmodium falciparum di Yogyakarta, bahkan tahun 1975 di seluruh provinsi di Indonesia, disertai dengan kasus resistensi Plasmodium terhadap Sulfadoksin-Pirimethamin (SP) di beberapa tempat di Indonesia. Tahun 1973 ditemukan penderita import dari Kalimantan Timur di Yogyakarta dan pada tahun 1991 dilaporkan adanya kasus resistensi Plasmodium vivax terhadap klorokuin di Pulau Nias, Provinsi Sumatera Utara.

2.5.3. Periode 2000-Sekarang (Periode Eliminasi Malaria)

Sejak dilaporkan adanya resistensi Plasmodium falciparum terhadap klorokuin (hampir di seluruh provinsi di Indonesia) dan terhadap Sulfadoksin-Pirimethamin (SP) di beberapa tempat di Indonesia, maka sejak tahun 2004 kebijakan pemerintah menggunakan obat pilihan pengganti klorokuin dan SP yaitu dengan kombinasi Artemisinin. Pada tahun 2000 dilahirkan penggalangan pemberantasan malaria melalui gerakan masyarakat yang dikenal dengan Gebrak Malaria. Gerakan ini merupakan embrio pengendalian malaria yang berbasis kemitraan dengan berbagai sektor dengan slogan “Ayo Berantas Malaria”. Selanjutnya tahun 2004 dibentuk Pos Malaria Desa sebagai bentuk Upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat (UKBM).


(38)

Mengingat malaria masih menjadi masalah di tingkatan global, dalam pertemuan WHO 60 tanggal 18 Mei 2007 telah dihasilkan komitmen global tentang eliminasi malaria bagi setiap negara. Indonesia termasuk salah satu negara yang berkomitmen untuk meng-Eliminasi malaria. Eliminasi Malaria sangat mungkin dilaksanakan mengingat telah tersedia 3 kunci utama yaitu :

• Ada obat ACT

• Ada teknik diagnosa cepat dengan RDT

Ada teknik pencegahan dengan menggunakan kelambu LLIN’s (Long Lasting

Insectized Net’s), yang didukung oleh komitmen yang tinggi dari pemda

setempat.

Kebijakan Eliminasi :

 Eliminasi Malaria dilakukan secara menyeluruh dan terpadu oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah bersama mitra kerja pembangunan termasuk Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), dunia usaha, lembaga donor, organisasi profesi, organisasi kemasyarakatan dan masyarakat setempat.

 Eliminasi Malaria dilakukan secara bertahap dari kabupaten/kota, provinsi, dan dari satu pulau atau ke beberapa pulau sampai ke seluruh wilayah Indonesia menurut tahapan yang didasarkan pada situasi malaria dan kondisi sumber daya yang tersedia.


(39)

 Strategi Program :

 Diagnosis Malaria : Semua kasus malaria klinis dikonfirmasi dengan miikroskop atau RDT.

 Pengobatan : ACT  Pencegahan :

Pendistribusian kelambu LLIN’s, Indoor Residual Spraying/IRS, dan lain-lain. Kelambu LLIN’s efektif sampai 3-5 tahun dan dapat dicuci secara teratur 3 bulan sekali.

 Kemitraan dalam Menuju Eliminasi Malaria Mitra Potensial Pengendalian Malaria yaitu :

• DPRD :

- Legislatif, bersama eksekutif, contoh : penyusunan Peraturan daerah “Pengawasan Lingkungan dari Tempat Perindukan Nyamuk” pada sektor Wisata.

- Penganggaran, dll

• BAPPEDA :

- Perencanaan program - Penganggaran, dll

• Sektor Pariwisata :

Penggerakan “resort”, hotel dan institusi disektor pariwisata untuk meniadakan tempat perindukan nyamuk di lingkungan sekitar masing-masing, dll.


(40)

• Sektor Informasi/Humas :

- Penyebarluasan upaya penghindaran diri dari gigitan nyamuk - Penyebarluasan upaya pencarian pengobatan, dll

• Sektor Kimpraswil :

- Penyediaan air bersih dan pembangunan MCK (Mandi Cuci Kakus) - Program sungai bersih, dll

• Sektor Peternakan :

Penyuluhan penempatan kandang yang berfungsi sebagai “cattle barier”, dll

• Sektor Pertanian :

Dalam rangka tanam padi serempak dan sanitasi kebun, dll

• Sektor Perikanan & Kelautan :

- Budi daya ikan (ikan pemakan jentik) untuk ditebarkan di kolam, badan air - Penanaman kembali pohon bakau, dll

• Sektor Pendidikan Nasional :

Menjadikan pengetahuan upaya pengendalian malaria sebagai materi pelajaran Muatan Lokal (MULOK), dll.

• Sektor Agama :

- Bersama Sektor pendidikan Nasional upaya pengendalian malaria sebagai materi pelajaran MULOK.

- Materi penanggulangan malaria disebarluaskan melalui khotbah Jum’at atau kebaktian Minggu, dll


(41)

• PKK :

Penggerakan ibu rumah tangga dalam pencegahan gigitan nyamuk dan upaya pencarian pengobatan, dll

• LSM

- Penggerakan masyarakat dalam pencegahan dan KIE. - Penemuan dan pengobatan malaria.

Bupati Kabupaten Deli Serdang H. Ashari Tambunan menerima Sertifikat Eliminasi Malaria dari Menteri Kesehatan Republik Indonesia dr. Nafsiah Mboi, Sp.A.MPH, pada rangkaian peringatan Hari Kesehatan Sedunia (HKS) dan peringatan Hari Malaria Sedunia (HMS) dengan tema nasional : “BEBAS MALARIA, INVESTASI MASA DEPAN BANGSA”, Sabtu tanggal 26 April 2014 di Hotel Grand Sahid Jaya di Jakarta. Yang dihadiri Pimpinan WHO Representative to Indonesia dr. Khonchit Limpakarnjanarat, Pejabat Kemenkes RI, Gubernur Kaltim Drs H O Faroek Ishak, Wagub Sulteng H Sudarto, 45 Bupati /Walikota perwakilan se Indonesia , Pimpinan Organisasi propesi, Ormas , Tokoh Agama dan undangan lainnya.

Kadis Kesehatan Deli Serdang dr. Aida Harahap, MARS yang turut mendampingi Bupati menerima Sertifikat Eliminasi Malaria tersebut di Jakarta menjelaskan diterimanya sertifikat Eliminasi Malaria tersebut, karena Kabupaten Deli Serdang dinilai telah mampu mengurangi perkembangan nyamuk bahkan kasus penyakit malaria, demam berdarah maupun penyakit cikungunyak sangat rendah


(42)

dengan perbandingan < satu / 1000 penduduk atau 0,008/1000 penduduk. Meskipun kita telah mendapatkan prestasi yang menggembirakan ini, tetapi kita harus tetap waspada serta berupaya untuk mengurangi bahkan menghapuskan perkembangan nyamuk dengan melakukan gerakan kebersihan yang terkoordinasi dengan instansi terkait bersama masyarakat (

Upaya untuk menekan angka kesakitan dan kematian dilakukan melalui program pemberantasan malaria yang kegiatannya antara lain meliputi diagnosis dini, pengobatan cepat dan tepat, surveilans dan pengendalian vektor yang kesemuanya ditujukan untuk memutus mata rantai penularan malaria.

www.deliserdangkab.go.id).

Indikator keberhasilan Rencana Strategis Kementerian Kesehatan tahun 2010-2014 adalah menurunkan angka kesakitan malaria dan kematian penyakit malaria pada tahun 2015 menjadi 1 per 1.000 penduduk. Terdapat beberapa upaya yang dilakukan dalam program pencegahan malaria seperti pemakaian kelambu dan pengendalian vektor. Pemakaian kelambu adalah salah satu dari upaya pencegahan penularan penyakit malaria, di Kabupaten Deli Serdang telah dilaksanakan pembagian kelambu pada tahun 2009, 2010 dan 2011 bantuan dana dari GF Malaria. Untuk meminimalkan penularan malaria maka dilakukan upaya pengendalian vector terhadap Anopheles sp sebagai nyamuk penular malaria. Beberapa upaya pengendalian vektor yang dilakukan misalnya terhadap jentik dilakukan larviciding (tindakan pengendalian larva Anopheles sp secara kimiawi, menggunakan insektisida), biological control (menggunakan ikan pemakan jentik), manajemen


(43)

dinding rumah dengan insektisida /IRS atau menggunakan kelambu berinsektisida. Pengendalian vektor harus dilakukan secara REESAA (Rational, Effective, Efisien,

Suntainable, Affective dan Affordable) mengingat kondisi geografis Indonesia yang

luas dan bionomik vector yang beraneka ragam sehingga pemetaan breeding places dan perilaku nyamuk menjadi sangat penting. Untuk itu diperlukan peran pemerintah daerah, seluruh stakeholders dan petugas malaria serta masyarakat dalam pengendalian vektor malaria (Kemenkes RI, 2013).

2.6. Penemuan dan Pengobatan Kasus Malaria

Selain pencegahan, penemuan dan pengobatan malaria juga merupakan upaya pengendalian malaria yang penting. Untuk indikator penemuan dan pengobatan kasus malaria salah satu yang perlu dilihat adalah pemeriksaan sediaan darah baik secara mikroskopis/RDT dimana sebagai diagnosa yang tepat dan cepat untuk menentukan kasus positif malaria. Pada tahun 2008 sebesar 1.912.698 malaria klinis, yang diperiksa sediaan darah hanya sebesar 921.599 (48,18%) terjadi peningkatan pada tahun 2009 yaitu 75,61% dan pada tahun 2010 terjadi penurunan yaitu 64,44 % malaria klinis yang diperiksa sedian darahnya. Pencapaian ini dapat dipertahankan dan terus ditingkatkan dengan dukungan dari pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk menjaminan ketersediaan bahan/reagensia laboratorium/mikroskospis malaria, kemampuan petugas mikroskopis, jangkauan pelayanan kesehatan dan ketersediaan obat malaria.


(44)

Pengendalian malaria selalu mengalami perkembangan, salah satunya dalam hal pengobatan. Dulu malaria diobati dengan klorokuin, setelah ada laporan resistensi, saat ini telah dikembangkan pengobatan baru dengan tidak menggunakan obat tunggal saja tetapi dengan kombinasi yaitu dengan ACT. Pada tahun 2011, dari 1.191.626 kasus malaria klinis yang diperiksa sediaan darahnya terdapat 237.394 kasus yang positif menderita malaria, dan dari yang positif malaria, 211.676 (89,17%) mendapat pengobatan ACT. Pencapaian ini jauh lebih tinggi daripada laporan Riskesdas tahun 2010, yang mendapatkan bahwa pengobatan efektif baru mencapai 33%. Sebahagian besar pengobatan belum efektif, sehingga perlu ada upaya baik dari pemerintah daerah dan pusat agar lebih memperhatikan aksesibilitas/jangkauan pelayanan penderita malaria dan ketersediaan obat dan tenaga analis di daerah risiko tinggi malaria (Kemenkes RI, 2011).

Salah satu upaya pengendalian penyakit malaria yang paling sering dilakukan dan masih menjadi andalan adalah pengobatan terhadap penderita malaria dengan tepat dan cepat. Pengobatan yang efektif ini harus memenuhi tiga kategori, yaitu (1) jenis obat yang diperoleh adalah ACT, (2) obat tersebut diperoleh penderita maksimum 24 jam setelah sakit dan (3) dosis obat diperoleh untuk 3 hari dan diminum seluruhnya.

Malaria berat merupakan komplikasi dari infeksi malaria yang sering menimbulkan kematian. Faktor yang menyebabkan perlangsungan menjadi berat ataupun kematian ialah keterlambatan diagnosis, mis-diagnosis (salah diagnosa ) dan


(45)

penanganan malaria berat ialah pemakaian artesunate intravena untuk menurunkan mortalitas 34% dibandingkan dengan penggunaan kina.

Pengobatan malaria berat secara garis besar terdiri atas 3 komponen penting yaitu: 1. Pengobatan spesifik dengan kemoterapi anti malaria.

2. Pengobatan supportif (termasuk perawatan umum dan pengobatan simptomatik). 3. Pengobatan terhadap komplikasi.

Pemberian obat anti malaria (OAM) pada malaria berat berbeda dengan malaria biasa karena pada malaria berat diperlukan daya membunuh parasit secara cepat dan bertahan cukup lama di darah untuk segera menurunkan derajat parasitemianya. Oleh karenanya dipilih pemakaian obat per-parenteral ( intravena, per infus/intra muskuler) yang berefek cepat dan kurang menyebabkan terjadinya resistensi, Derivat Artemisinin merupakan obat baru yang berasal dari China. Untuk mengendalikan malaria selain dengan pengobatan sangatlah penting melalui pencegahan terjadinya malaria. Salah satu pencegahannya adalah dengan memakai kelambu sewaktu tidur atau dengan memakai autan pada malam hari, sebab nyamuk

Anopheles ini sering menggigit pada malam hari. Besarnya persentase pemakaian

kelambu (dengan dan tanpa insektisida) nasional adalah 26,1 persen. Persentase pemakaian kelambu berinsektisida di seluruh Indonesia adalah 12,9 persen (Kemenkes RI, 2011).


(46)

2.7. Pengertian dan Peran Petugas Malaria dalam Penemuan dan Pengobatan Kasus Malaria di Puskesmas

Pengertian petugas malaria adalah seorang yang melakukan kegiatan terus menerus, teratur dan sistematis di bidang penyakit malaria dalam pengumpulan, pengolahan, analisis dan interprestasi data malaria untuk menghasilkan informasi yang akurat yang dapat disebarluaskan dan digunakan sebagai dasar untuk melaksanakan tindakan penanggulangan penemuan dan pengobatan kasus malaria secara cepat dan tepat disesuaikan dengan kondisi setempat (Kemenkes RI, 2014). Kegiatan petugas malaria, terbagi menjadi 3 periode, yaitu:

1. Periode kewaspadaan sebelum KLB atau surveilans Periode Peringatan Dini (PPD) : Suatu kegiatan untuk memantau secara terartur perkembangan penyakit malaria di suatu wilayah dan mengambil tindakan pendahuluan untuk mencegah timbulnya KLB malaria.

2. Periode KLB : Kegiatan yang dilakukan dalam periode dimana kasus malaria menunjukan proporsi kenaikan dua kali atau lebih dari biasanya/ sebelumnya dan terjadi peningkatan yang bermakna baik penderita malaria klinis maupun penderita malaria positif atau dijumpai keadaan penderita Plasmodium falciparum dominan atau ada kasus bayi positif baik disertai ada kematian karena atau diduga malaria dan adanya keresahan masyarakat karena malaria.

3. Periode Paska KLB : Kegiatannya sama seperti pada periode peringatan dini. Monitoring dilakukan dengan cara pengamatan rutin atau melakukan survei


(47)

secara periodik pada lokasi KLB (MBS/MFS) juga melakukan survei vektor dan lingkungan.

Kegiatan petugas malaria puskesmas terdiri dari : 1. Pengumpulan Data

Jenis data kasus malaria yang dikumpulkan di setiap jenjang baik di tingkat Puskesmas, Kabupaten, Propinsi dan Pusat merupakan data situasi malaria . 2. Pengolahan dan Analisa Data

Pengolahan dan analisa data dilakukan dengan cara memindahkan data dari formulir yang satu ke formulir yang lain. Pengolah data tersebut dapat dilakukan dengan cara menjumlahkan, mengurangi, mengalikan dan membagi sesuai dengan kebutuhan “Pedoman Pengumpulan, Pengolahan dan Penyajian Data” yang telah ditetapkan dan berlaku bagi setiap tingkat/jenjang unit organisasi. Pengolahan data dalam rangka pemberantasan malaria mencakup beberapa hal, antara lain: a) Kasus Malaria Klinis atau Malaria Positif

Laporan kasus malaria klinis dan positif dapat diolah dengan menggunakan rumus :

Rata-rata per bulan =

12 bulan

Jumlahkasus selama satu tahun b) Data Daerah Malaria

• Puskesmas dengan Pemeriksaan Klinis diperiksa Laboratorium

Data malaria positif diolah untuk mendapatkan API masing-masing desa didapat dari Active Case Detection (ACD), Passive Case Detection (PCD) dan dari kegiatan lainnya, dicari dengan rumus sebagai berikut:


(48)

API = Jumlah kasus positif selama satu tahun Jumlah Penduduk endemis

x 1000‰

Setelah ditentukan desa-desa dengan API>50‰, dan selanjutnya dibuat juga tabel desa yang melakukan pemberantasan vektor yang mencakup : jumlah jiwa, jenis pemberantasan vektor, demikian juga dengan Parasite Rate (PR) dari hasil malariometrik survei evaluasi.

c) Pemetaan

Hasil pengolahan data yang ada selanjutnya dibuat data stratifikasi wilayah puskesmas dengan batas desa, kemudian daerah itu dibagi berdasarkan reseptivitas, infrastrukur, data entomologi, pemberantasan vector dan API per desa. API dikelompokkan sebagai berikut :

HCI (High Case Incidence), API> 5‰ penduduk, diberi warna merah.

MCI (Moderate Case Incidence), API< 5‰ penduduk, diberi warna kuning.

LCI (Low Case Incidence), API< 1‰ penduduk, diberi warna hijau. d) Pola Musim Penularan

• Menentukan pola musim penularan pada penyakit malaria yang bersifat musiman dapat dihitung dengan menghimpun data dengan unit waktu bulanan selama minimal lima tahun.

• Langkah-langkah menentukan pola musim penularan perlu dilakukan

pengumpulan, pengolahan dan penyajian data secara tertib, teratur dan terus menerus selama lima tahun terakhir.


(49)

3. Pelaporan Data

Pelaporan data petugas malaria dilakukan dengan alur sebagai berikut :

• Data awal diperoleh dari Puskesmas Pembantu, Poskesdes dan Polindes

• Data dari ketiga elemen tersebut diperoleh oleh Puskesmas

• Kemudian data dari Puskesmas dan rumah sakit dilaporkan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten

• Dari Dinas Kesehatan Kabupaten dilaporkan ke Dinas Kesehatan Provinsi bersama data dari rumah sakit di wilayah kerja Dinas Kesehatan Provinsi dan Balai Laboratorium kesehatan daerah Provinsi.

• Dari Dinas Kesehatan Propinsi kemudian dilaporkan ke Ditjen PPM&PLP Subdit Malaria.

4. Tindak Lanjut

Bila terjadi kecenderungan peningkatan penderita malaria, dilakukan upaya penanggulangan sebagai berikut :

1. Mass Fever Survey (MFS)

• Pemeriksaan spesimen darah tersangka malaria pada semua penderita demam dan dilakukan pengobatan klinis atau pengobatan radikal terhadap semua penderita malaria positif.

• Penyelidikan Epidemiologi (PE) dilakukan untuk mengetahui apakah kasus yang terjadi indigenous atau import serta untuk mengetahui sampai sejauh mana penyebaran kasus, PE dilakukan pada semua kasus malaria positif.


(50)

2. Pengamatan Vektor, dilakukan pengamatan vektor untuk mengetahui jenis vektor yang sudah dikonfirmasi maupun suspek vektor, dan perilaku vektor.

3. Pemberantasan Vektor, untuk menekan penularan malaria, dilakukan upaya pemberantasan vektor dengan berbagai metode yang disesuaikan dengan kondisi setempat.

4. Jejaring

• Tingkat Kabupaten : Puskesmas, Rumah Sakit, Laboratorium, Kesehatan Lingkungan, LSM/NGO, Bappeda, DPRD.

• Tingkat Propinsi : Rumah Sakit, Labkesda, Kesehatan Lingkungan, Dinas Kabupaten/Kota, DPRD, Bappeda, Universitas, Surveilans/pengamatan.

• Tingkat Pusat, Subdit Malaria, Kesehatan Lingkungan, Subdit Pengamatan Epidemiologi Penyakit, Pusdakes, BPP, Subdit Pengendalian vektor, Ditlabkes, Dit Promosi Kesehatan.

2.7.1. Indikator Petugas Malaria A. Indikator Input

a) Proporsi puskesmas yang mempunyai peta stratifikasi b) Proporsi puskesmas endemis malaria

c) Proporsi desa endemis malaria

d) Proporsi tenaga pengelola malaria yang sudah dilatih e) Proporsi tenaga mikroskopis yang sudah dilatih


(51)

g) Proporsi puskesmas yang mempunyai mikroskop yang berfungsi h) Proporsi puskesmas dengan reagensia yang cukup

i) Proporsi puskesmas yang mempunyai peralatan pemberantasan vektor yang cukup

j) Proporsi puskesmas yang mempunyai peralatan pengamatan vektor yang cukup

k) Proporsi puskesmas yang sudah memperoleh pedoman (Juknis dan Juklak) l) Proporsi puskesmas/pustu yang mempunyai kebutuhan obat anti malaria yang

cukup

m) Proporsi puskesmas dengan kebutuhan biaya operasional yang cukup B. Indikator Proses

a) Proporsi cakupan penemuan penderita

b) Proporsi puskesmas yang melakukan diagnosa malaria dengan laboratorium c) Proporsi penderita malaria klinis yang diperiksa secara laboratorium

d) Proporsi penderita yang memperoleh pengobatan klinis

e) Proporsi penderita malana positif yang memperoleh pengobatan radikal f) Proporsi penderita yang dilakukan penyelidikan epidemiologi

g) Proporsi penderita malaria yang dilakukan follow up

h) Proporsi lokasi yang dilakukan pemberantasan vektor yang didukung data epidemiologi dan entomologi (evidence base)


(52)

j) Proporsi tenaga mikroskopis yang melakukan kesalahan pemeriksaan laboratorium > 5%.

C.Indikator Out Put a) Parasit Rate (PR)

b) SPR (mengukur ketepatan diagnosa)

c) Parasit formula (% Pls. falcifarum, Pls. vivax) d) Proporsi gagal obat

e) Kepadatan vektor (MBR) D. Indikator Out Come

a) Case Fatality Rate (CFR)

b) Annual Parasite Incidence (API)

c) Annual Malaria Incidence (AMI)

2.7.2. Kekurangan dan Kelebihan dalam Kegiatan Petugas Malaria A. Kekurangan dalam kegiatan petugas malaria

 Lemahnya sistem pencatatan dan pelaporan malaria rutin dan non rutin di fasilitas kesehatan dan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan Provinsi. Dari evaluasi yang dilakukan pada petugas malaria masih ada desa/dusun/kota yang tinggi kasus malaria tetapi tidak mengirimkan laporan secara rutin ke puskesmas atau rumah sakit.

 Data laporan rutin dan data survei yang tidak dipisahkan sehingga tidak dapat melihat situasi malaria yang sebenarnya.


(53)

 Kesalahan pada SDM petugas malaria puskesmas yang belum memasukkan data tepat waktu, sudah diolah tapi tidak dianalisis, petugas puskesmas mengalami hambatan menyebarkan informasi dalam penemuan dan pengobatan kasus malaria.

 Informasi yang dihasilkan belum dilaksanakan secara optimal untuk pengambilan keputusan.

 Kesulitan mengakses data dan informasi dan banyaknya data yang hilang.

 Kurangnya dukungan dari pemerintah daerah dan masyarakat di daerah risiko tinggi malaria agar pengobatan malaria lebih efektif dilakukan, yaitu dengan pengobatan ACT yang diperoleh penderita maksimum 24 jam setelah sakit dan dosis obat diperoleh untuk 3 hari serta diminum seluruhnya, sehingga dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat malaria dan mencegah resistensi.

 Kurangnya tenaga profesional, dana, serta sarana/prasarana untuk pelaksanaan kegiatan petugas malaria.

B. Kelebihan dalam Kegiatan petugas malaria

Kelebihan dalam kegiatan petugas malaria di Indonesia meliputi :

 Sistem yang ada saat ini merupakan bagian dari SIKNAS (Sistem Informasi Kesehatan Nasional) mendukung program Indonesia sehat 2015.

 Sistem yang saat ini berfokus pada penyakit yang dapat menyebabkan KLB sampai pada tahap desiminasi informasi dan penyebaran informasi.


(54)

 Alur sistem malaria di Indonesia memiliki jenjang pengumpulan informasi yang jelas mulai dari tingkat pelayanan kesehatan dasar hingga tingkat pengelolahan dan penyebaran data.

 Sudah ditetapkan jumlah tenaga kesehatan yang melakukan kegiatan survailens epidemiologi tersebut.

Sistem malaria di Indonesia sudah memiliki aturan mengenai sumber data yang harus jelas, jenis data yang akan dikumpulkan sudah berjenjang dan dibagi kedalam berbagai situasi meliputi : periode peringatan dini dan penanggulangan KLB, data kasus malaria sudah divisualisasikan kedalam bentuk tabel, grafik, peta serta jenis data yang akan dikumpulkan pada sistem surveilens meliputi data demografi, epidemiologi, entomologi, hasil kegiatan, standarisasi waktu pengumpulan data tergantung dari kebutuhan, format pengisian laporan sudah diatur dan disosialisasikan kepada petugas malaria, indikator yang digunakan dalam kegiatan survailens sudah ditetapkan.


(55)

Petugas malaria harus memahami tentang tatalaksana kasus malaria sebagai berikut

:

Pasien datang dengan gejala klinis

Tersangka Malaria

Kegawatan (+) Kegawatan (-)

Mikroskopis (+)

Malaria konfirmasi

→diobati dengan

OAM sesuai

standard Mikroskopis (-)

Test dengan RDT,bilaRDT tidak

tersedia ulang pemeriksaan

mikroskopis setelah 4 jam Rujuk ke RS,

rawat di RS

Positif Negatif

Periksa ulang bila gejala masih ada

Malaria konfirmasi→ diobati sesuai standard

Negatif Bukan Malaria

Gambar 2.1. Alur Penemuan dan Pengobatan Kasus Malaria

(Kemenkes RI, 2013)

2.8. Landasan Teori

Dari tabel 1 diatas, dapat diketahui bahwa puskesmas endemis malaria di Kabupaten Deli Serdang tidak mencapai target jumlah konfirmasi kasus yang diperiksa dengan menggunakan mikroskop/RDT yang sudah ditentukan sebesar 29.208 kasus, padahal telah dilaksanakan beberapa kegiatan yaitu Pelatihan Pemantapan Mutu Petugas Malaria dan Pelatihan Tatalaksana Kasus Malaria bagi


(56)

Dokter, Bidan Desa, Pelatihan Mikroskop bagi Petugas Mikroskop Puskesmas dan Monitoring dan Evaluasi. Berdasarkan observasi awal peneliti tentang rendahnya kinerja petugas malaria puskesmas tersebut disebabkan oleh pengetahuan yang rendah, strategi dan sarana/prasarana yang minim.

2.8.1. Pengetahuan

Menurut Meliono, dkk (2013), pengetahuan adalah berbagai gejala yang ditemui dan diperoleh manusia melalui pengamatan akal. Pengetahuan muncul ketika seseorang menggunakan akal budinya untuk mengenali benda atau kejadian tertentu yang belum pernah dilihat atau dirasakan sebelumnya. Pengetahuan adal yang telah dikombinasikan dengan pemahaman dan potensi untuk menindaki yang lantas melekat di benak seseorang. Pada umumnya, pengetahuan memiliki kemampuan prediktif terhadap sesuatu sebagai hasil pengenalan atas suatu pola. Pengetahuan berkemampuan untuk mengarahkan tindakan.

a)

Terdapat empat jenis pengetahuan yaitu :

Pengetahuan Implisit yaitu :

b)

pengetahuan yang masih tertanam dalam bentuk pengalaman seseorang dan berisi faktor-faktor yang tidak bersifat nyata seperti keyakinan pribadi, perspektif, dan prinsip.

Pengetahuan Eksplisit yaitu :

c)

pengetahuan yang telah didokumentasikan atau disimpan dalam wujud nyata berupa media atau semacamnya.

Pengetahuan Empiris yaitu : pengetahuan yang lebih menekankan pengamatan dan pengalaman inderawi dikenal sebagai pengetahuan


(57)

yang dilakukan secara empiris dan rasional. Pengetahuan empiris tersebut juga dapat berkembang menjadi pengetahuan deskriptif bila seseorang dapat melukiskan dan menggambarkan segala ciri, sifat, dan gejala yang ada pada objek empiris tersebut. Pengetahuan empiris juga bisa didapatkan melalui pengalaman pribadi

d) Pengetahuan rasionalisme yaitu : pengetahuan yang diperoleh melalui akal budi.

Rasionalisme lebih menekankan pengetahuan yang bersifat apriori; tidak

menekankan pada pengalaman.

Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan a.

seseorang, di antaranya : Pendidikan

b. M

adalah sebuah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok dan juga usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan, maka jelas dapat kita kerucutkan sebuah visi pendidikan yaitu mencerdaskan manusia.

edia

c.

yang secara khusus didesain untuk mencapai masyarakat yang sangat luas. Jadi contoh dari media massa ini adalah televisi, radio, koran, dan majalah.

Informasi adalah sesuatu yang dapat diketahui mencakup data, teks, gambar, suara, kode, program komputer

Ada dua macam pengetahuan yang dikemukakan oleh Plato dalam Abolla A.S (2010). Pengetahuan yang pertama adalah pengetahuan yang diperoleh melalui pengalaman atau indera (pengetahuan pengalaman) dan yang kedua adalah pengetahuan yang diperoleh melalui akal (pengetahuan akal). Menurut Kant, dalam Rahmawati S, dkk (2013) syarat dasar bagi segala ilmu pengetahuan adalah bersifat


(58)

umum dan mutlak, serta memberi pengetahuan yang baru. Beberapa teori pengetahuan yang dikemukakan Kant dalam Rahmawati S, dkk (2013), antara lain : a. Teori a Priori dan a Posteriori

Teoria priori adalah pengetahuan yang bersumber tidak dari pengalaman langsung, melainkan dari ‘aturan umum’ yang ‘dipinjam’ dari pengalaman, menurut Kant teori a priori ini ada dua macam yaitu :

Idea of necessity (keharusan), misalnya setiap peristiwa tentu ada

penyebabnya,

Strict-absolute (benar-benar absolut), misalnya semua benda memiliki

berat.

Menurut Kant, ada jenis pengetahuan yang bersumber dari dunia empirik yang bisa mencapai tingkat absolut karena kebenarannya mencapai tingkat kepastian. Pengetahuan a posteriori atau pengetahuan empirik adalah pengetahuan yang bersumber dari pengalaman.

b. Analitik dan Sintetik

Pengetahuan diformulasikan dalam bentuk putusan (judgement), ada dua bentuk:

 Putusan analitik adalah putusan dimana predikatnya ada di dalam subyek, misalnya semua lingkaran adalah bulat.

 Putusan sintetik adalah putusan dimana predikatnya di luar subyek, yaitu sesuatu yang berbeda dari subyek dan memberikan tambahan terhadap subyek.


(59)

c. Obyek Pengetahuan

Menurut Kant dalam Rahmawati S, dkk (2013), obyek pengetahuan ada dua, yaitu:

Nomena, adalah eksistensi yang dinalar akal (intelligible existence), yaitu sesuatu yang ada di dalam diri mereka sendiri dan difikirkan oleh akal.

 Fenomena, adalah eksistensi indrawi dan menjadi obyek pengalaman dan obyek intuisi indrawi (sensuous existence), bukan sesuatu yang ada di dalam dirinya sendiri. Fenomena itu berupa materi dan ada dalam realitas indrawi. Fenomena adalah obyek dari pengalaman yang bersifat mungkin.

d. Sumber Pengetahuan

Indera (sense), inilah yang menyerahkan obyek kepada kita. Tanpa kemampuan indrawi tidak akan ada obyek yang diberikat kepada kita.

Pemahaman (understanding), inilah yang memberi kita pemikiran. Tanpa pemahaman tidak akan ada obyek yang dipikirkan.

Menurut Kant, dalam Rahmawati S, dkk (2013) ada tiga tingkatan pengetahuan manusia, yaitu :

1. Tingkat Penyerapan Indrawi (Sinneswahrnehmung)

Unsur a priori, pada taraf ini, disebut Kant dengan ruang dan waktu. Dengan unsur a priori ini membuat benda-benda objek penyerapan ini menjadi ‘meruang’ dan ‘mewaktu’. Yang keduanya sudah berakar di dalam struktur subjek. Ruang bukanlah


(60)

ruang kosong, ke dalamnya suatu benda bisa ditempatkan; ruang bukan merupakan “ruang pada dirinya sendiri” (Raum an sich). Dan waktu bukanlah arus tetap, dimana pengindraan-pengindraan berlangsung, tetapi ia merupakan kondisi formal dari fenomena apapun, dan bersifat apriori yang bisa diamati dan diselidiki hanyalah fenomena-fenomena atau penampakan-penampakannya saja, yang tak lain merupakan sintesis antara unsur-unsur yang datang dari luar sebagai materi dengan bentuk-bentuk apriori ruang dan waktu di dalam struktur pemikiran manusia.

2. Tingkat Akal Budi (Verstand)

Bersamaan dengan pengamatan indrawi, bekerjalah akal budi secara spontan. Tugas akal budi adalah menyusun dan menghubungkan data-data indrawi, sehingga menghasilkan putusan-putusan. Dalam hal ini akal budi bekerja dengan bantuan fantasinya (Einbildungskraft). Pengetahuan akal budi baru diperoleh ketika terjadi sintesis antara pengalaman inderawi tadi dengan bentuk-bentuk apriori yang dinamai Kant dengan ‘kategori’, yakni ide-ide bawaan yang mempunyai fungsi epistemologis dalam diri manusia.

3. Tingkat Intelek/Rasio (Versnunft)

Idea ini sifatnya semacam ‘indikasi-indikasi kabur’, petunjuk-petunjuk untuk pemikiran (seperti juga kata ‘barat’ dan ‘timur’ merupakan petunjuk-petunjuk; ‘timur’ an sich tidak pernah bisa diamati). Tingkat intelek adalah menarik kesimpulan dari pernyataan-pernyataan pada tingkat dibawahnya, yakni akal budi (Verstand) dan tingkat penyerapan inderawi (Senneswahnehmung).


(1)

Malaria Dalu Sepuluh

pelaksanaan penemuan dan pengobatan kasus malaria? Jumlahnya cukup, dibantu oleh bidan-bidan desa, ketersediaan fasilitas kesehatan seperti reagensia dan obat-obat malaria cukup yang diberikan oleh dinkes. Bagaimana komitmen dari kapusk dalam pelaksanaan penemuan dan pengobatan kasus malaria? Sudah dilaksanakan sesuai dengan standartnya, komitmen dari kepala puskesmas sangat mendukung program malaria ini.

Kepala Puskesmas Kota Datar

3 Juni 2014 Bagaimana ketersediaan sarana/prasana dalam menunjang pelaksanaan program malaria di puskesmas bapak? Saya rasa ditanyakan aja dulu sama petugas malarianya karena mungkin dia yang lebih tahu banyak sebab saya juga baru satu bulan lebih disini.

Petugas Malaria Kota Datar

3 Juni 2014 Jelaskan mengenai ketersediaan tenaga kesehatan dalam pelaksanaan penemuan dan pengobatan kasus malaria? Sebenarnya tercukupi tenaga kesehatan kalau memang mau bekerja hanya saja kompetensi yang kurang. Jelaskan mengenai ketersediaan fasilitas dalam pelaksanaan penemuan dan pengobatan kasus malaria dan sumber pengadaannya? Reagensia masih cukup namun obat-obatan yang telah expired. Kalau boleh ruangan laboratorium kami perlulah renovasi. Bagaimana komitmen dari kapusk dalam pelaksanaan penemuan dan pengobatan kasus malaria? Mengenai komitmen dari kepala puskesmas yang dulu kurang ada dukungan, namun kalau untuk kepala puskesmas yang baru ini semoga lebih peduli dan menganggap semua program itu penting.

Kepala Puskesmas Hamparan Perak

4 Juni 2014 Bagaimana ketersediaan sarana/prasana dalam menunjang pelaksanaan program malaria di puskesmas bapak? Ketersedian sarana dan prasarana di puskesmas cukup dan diperoleh dari Dinkes Kab. Deli Serdang. Apakah ketepatan pengiriman pelaporan sudah sesuai dengan tanggal yang disepakati? Setiap bulannya rutin dikirim laporan malaria karena masih dibawah pengawasan saya selaku kapusk. Apakah ada stock logistik yang cukup untuk program malaria di puskesmas? Stock logistik malaria masih cukup. Apakah dipuskesmas memiliki analis laboratorium yang terlatih dalam program malaria? Tenaga mikroskopis kami ada satu orang dan sudah terlatih.


(2)

Petugas Malaria Hamparan Perak

4 Juni 2014 Jelaskan mengenai ketersediaan tenaga kesehatan dalam pelaksanaan penemuan dan pengobatan kasus malaria? Kalau untuk ketersediaan tenaga kesehatan sudah cukup hanya saja ruangan laboratorium kami perlu ada renovasi dan kenderaan roda dua untuk membantu penyuluhan. Jelaskan mengenai ketersediaan fasilitas dalam pelaksanaan penemuan dan pengobatan kasus malaria dan sumber pengadaannya? Mengenai reagensia dan obat malaria masih cukup pengadaannya dari GF-ATM. Bagaimana komitmen dari kapusk dalam pelaksanaan penemuan dan pengobatan kasus malaria? Komitmen kapusk sangat bagus dalam melaksanakan kegiatan penemuan dan pengobatan kasus malaria.

Kepala Puskesmas Bandar Khalipah

5 Juni 2014 Bagaimana ketersediaan sarana/prasana dalam menunjang pelaksanaan program malaria di puskesmas bapak? Ketersediaan sarana dan prasarana dalam menunjang pelaksanaan penemuan dan pengobatan kasus malaria dipuskesmas masih cukup. Apakah ketepatan pengiriman pelaporan sudah sesuai dengan tanggal yang disepakati? Petugas kami selalu tepat waktu mengirim laporan setiap bulannya. Apakah ada stock logistik yang cukup untuk program malaria di puskesmas? Stock logistik dipuskesmas masih cukup. Apakah dipuskesmas memiliki analis laboratorium yang terlatih dalam program malaria? Petugas mikroskop kami ada dan sudah terlatih. Petugas

Malaria Bandar Khalipah

5 Juni 2014 Jelaskan mengenai ketersediaan tenaga kesehatan dalam pelaksanaan penemuan dan pengobatan kasus malaria? Kalau masalah kecukupan reagensia dan obat malaria itu tergantung dari pasiennya. Jelaskan mengenai ketersediaan fasilitas dalam pelaksanaan penemuan dan pengobatan kasus malaria dan sumber pengadaannya? Namun untuk sekarang stock reagensia dan obat-obatan kami masih cukup karena baru saja kami dibagikan oleh Dinkes Kab. Deli Serdang. Bagaimana komitmen dari kapusk dalam pelaksanaan penemuan dan pengobatan kasus malaria? Komitmen dari kepala puskesmas sangat baik dan mendukung ya karena inikan program dari Dinkes Kab. Deli Serdang.


(3)

Puskesmas Tanjung Rejo

menunjang pelaksanaan program malaria di puskesmas bapak? Sarana dan prasarana tergantung pada jumlah pasien, ya kalau kurang kamikan tinggal minta ke dinkes. Apakah ketepatan pengiriman pelaporan sudah sesuai dengan tanggal yang disepakati? Laporan selalu tepat waktu sesuai apa yang telah disepakati setahu saya ya. Apakah dipuskesmas memiliki analis laboratorium yang terlatih dalam program malaria? Analis kami ada dua orang tapi satu orang yang terlatih untuk pemeriksaan mikroskopis.

Petugas Malaria Tanjung Rejo

6 Juni 2014 Jelaskan mengenai ketersediaan tenaga kesehatan dalam pelaksanaan penemuan dan pengobatan kasus malaria? Ketersediaan jumlah tenaga kesehatan cukup dan sangat berkompentensi dalam bidangnya masing-masing. Jelaskan mengenai ketersediaan fasilitas dalam pelaksanaan penemuan dan pengobatan kasus malaria dan sumber pengadaannya? Kalau fasilitas ruangan perlulah ada perbaikan dan mengenai reagensia dan obat malaria masing cukup untuk saat ini, kami terima dari dinkes. Bagaimana komitmen dari kapusk dalam pelaksanaan penemuan dan pengobatan kasus malaria? Komitmen dari kepala puskesmas sangat mendukung ya dalam pelaksananan kegiatan penemuan dan pengobatan kasus malaria.

Kepala Puskesmas Pematang Johar

9 Juni 2014 Bagaimana ketersediaan sarana/prasana dalam menunjang pelaksanaan program malaria di puskesmas ibu? Cukup untuk ketersediaan sarana dan prasarana dalam menunjang pelaksanaan penemuan dan pengobatan kasus malaria di puskesmas seperti alat, reagensia dan obat-obatan. Apakah ketepatan pengiriman pelaporan sudah sesuai dengan tanggal yang disepakati? Ia selalu tepat waktu dan masih dalam pengawasan saya untuk pelaporan petugas malaria setiap bulannya. Apakah ada stock logistik yang cukup untuk program malaria di puskesmas? Masih cukup dan expired nya masih lama untuk stock logistik malaria. Apakah dipuskesmas memiliki analis laboratorium yang terlatih dalam program malaria? Ia petugas mikroskopis untuk program malaria kami ada satu orang dan sudah terlatih dalam menegakkan diagnosa baik secara mikroskopis/RDT.


(4)

Petugas Malaria Pematang Johar

9 Juni 2014 Jelaskan mengenai ketersediaan tenaga kesehatan dalam pelaksanaan penemuan dan pengobatan kasus malaria? Ketersediaan tenaga kesehatan dalam penemuan dan pengobatan kasus malaria cukup karena kami hanya menemukan pasien malaria klinis saja, setelah di periksa darahnya hasilnya negatif. Jelaskan mengenai ketersediaan fasilitas dalam pelaksanaan penemuan dan pengobatan kasus malaria dan sumber pengadaannya? Obat-obatan dan reagensia yang kami terima dari dinkes masih cukup. Bagaimana komitmen dari kapusk dalam pelaksanaan penemuan dan pengobatan kasus malaria? Komitmen kepala puskesmas dalam melaksanakan kegiatan penemuan dan pengobatan kasus malaria mendukung kinerja petugas contohnya kapusk memfasilitasi petugas

ambulance dan memberi uang transport serta uang makan

petugas. Kepala

Puskesmas Pantai Labu

10 Juni 2014 Bagaimana ketersediaan sarana/prasana dalam menunjang pelaksanaan program malaria di puskesmas ibu? Ketersediaan alat, reagensia dan obat-obatan masih cukup. Apakah ketepatan pengiriman pelaporan sudah sesuai dengan tanggal yang disepakati? Setahu saya petugas rutin mengirimkan laporan setiap bulan tanggal 5. Apakah ada stock logistik yang cukup untuk program malaria di puskesmas? Stock masih cukup. Apakah di puskesmas memiliki analis laboratorium yang terlatih dalam program malaria ? Petugas mikroskopis kami udah pindah namun kami ada petugas perawat yang terlatih. Petugas

Malaria Pantai Labu

10 Juni 2014 Jelaskan mengenai ketersediaan tenaga kesehatan dalam pelaksanaan penemuan dan pengobatan kasus malaria? Sudah cukup dengan mengaktifkan bidan-bidan desa. Jelaskan mengenai ketersediaan fasilitas dalam pelaksanaan penemuan dan pengobatan kasus malaria dan sumber pengadaannya? Reagensia/RDT dan obat malaria masih cukup diberikan oleh Dinkes Kab. Deli Serdang. Bagaimana komitmen dari kapusk dalam pelaksanaan penemuan dan pengobatan kasus malaria? Komitmennya setiap ada pasien demam menggingil dilanjutkan dengan pemeriksaan mikroskopis/RDT bila positif diberikan obat ACT.


(5)

Puskesmas Talun Kenas

menunjang pelaksanaan program malaria di puskesmas ibu? Ketenagaan kami cukup ya, namun kami tidak menutup diri bila ada penambahan karena puskesmas kami rawat inap. Apakah ketepatan pengiriman pelaporan sudah sesuai dengan tanggal yang disepakati? Laporan rutin kok petugas kami mengirimkan karena petugas kami meminta SPT kepada saya. Apakah ada stock logistik yang cukup untuk program malaria di puskesmas? Reagensia dan obat malaria masih cukup dan expired nya masih lama. Apakah dipuskesmas memiliki analis laboratorium yang terlatih dalam program malaria? Petugas mikroskopis kami hanya satu terkadang saya kasihan juga karena banyak sekali program yang di pegangnya menyangkut laboratorium dan dia sudah terlatih kalau tidak salah Tahun 2013 diadakan magang mikroskopis.

Petugas SE Malaria Talun Kenas

11 Juni 2014 Jelaskan mengenai ketersediaan tenaga kesehatan dalam pelaksanaan penemuan dan pengobatan kasus malaria? Jumlah tenaga kesehatan kami cukup dan juga berkompetensi. Jelaskan mengenai ketersediaan fasilitas dalam pelaksanaan penemuan dan pengobatan kasus malaria dan sumber pengadaannya? Fasilitas laboratorium kami sepertinya perlu mendapat perhatian dan stock logistik malaria masih cukup karena tidak banyak pasien dengan gejala klinis malaria yang datang setiap harinya, pengadaan dari dinkes. Bagaimana komitmen dari kapusk dalam pelaksanaan penemuan dan pengobatan kasus malaria? Komitmen dari kapusk sangat mendukung pelaksanaan kegiatan penemuan dan pengobatan kasus malaria yang juga kan salah satu tujuan dari MDG’s.


(6)

Kesimpulan

Pendapat Informan

Informan dari kepala Puskesmas (P1,P3, P5, P7,P9,P11,P13,P15,P17,P19,P21,P23) menyatakan bahwa semua puskesmas tentang ketersediaan sarana/prasarana seperti reagensia, alat dan obat-obatan untuk menunjang penemuan dan pengobatan kasus malaria masih cukup dan expired nya masih lama namun puskesmas tidak menutup kemungkinan apabila ada penambahan logistik untuk stock di puskesmas. Ada satu puskesmas alat mikroskopnya sudah lama rusak sehingga petugas harus menumpang untuk pembacaan sediaah darah dan belum ada perhatian dari dinkes. Dua puskesmas memerlukan renovasi ruangan laboratorium agar lebih layak. Semua petugas malaria tepat waktu mengirim laporan penemuan kasus malaria setiap bulannya. Hampir semua puskesmas memiliki petugas mikroskopis yang terlatih namun diharapkan dinkes setiap tahunnya membuat penyegaraan pelatihan mikroskopis sebab pembacaan slide malaria sedikit lebih sulit. Informan dari Petugas malaria puskesmas (P2,P4,P6,P8,P10,P12,P14,P16,P18, P20,P22 dan P24) menyatakan bahwa semua puskesmas tentang ketersediaan tenaga kesehatan baik dari jumlah dan kompetensi sudah cukup untuk menunjang kegiatan pelaksanaan penemuan dan pengobatan kasus malaria yang juga melibatkan bidan desa. Sedangkan petugas mikroskopis puskesmas Pantai Labu sudah lama pindah dan sampai saat ini belum ada penggantinya. Ketersediaan saran/prasarana seperti alat/bahan, reagensia dan obat-obatan masih cukup dan ada satu puskesmas yaitu puskesmas Karang Anyar tidak memiliki mikroskop sedangkan masa expired nya masih lama, semua pengadaan dari Dinas Kesehatan Kab. Deli Serdang. Puskesmas Kota Datar dan Tanjung Rejo menginginkan renovasi ruangan laboratorium yang lebih baik. Sedangkan puskesmas Pantai Labu tidak memiliki ketersediaan tenaga analis dalam mendiagnosa malaria secara mikroskopis. Semua kepala puskesmas mendukung program malaria di puskesmas salah satunya dengan menugaskan petugas malaria melakukan kegiatan penyuluhan ke desa-desa.