BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penggunaan lembaga jaminan sudah sangat populer dan sudah tidak asing lagi di masyarakat dan lembaga jaminan memiliki peran penting dalam rangka
pembangunan perekonomian Indonesia. Untuk melakukan pembangunan dalam segala bidang, maka dibutuhkan sejumlah dana dan dana tersebut lazimnya disalurkan
melalui sektor perbankan yang memberikan fasilitas kredit kepada nasabah peminjam debitur. Dana yang disalurkan tersebut tentunya harus dilindungi dan oleh karena
itu diperlukan adanya suatu lembaga jaminan untuk mengikat debitur selaku penerima dana demi keamanan pemberian kredit tersebut.
Pemberian kredit adalah salah satu jasa keuangan yang diberikan oleh lembaga keuangan. Secara garis besar lembaga keuangan dapat diklasifikasikan
menjadi 3 tiga kelompok besar, yaitu Lembaga Keuangan Bank, Lembaga Keuangan Bukan Bank LKBB, dan Lembaga Pembiayaan.
2
Pada masa sekarang ini, pemberian sejumlah dana tidak hanya dilakukan oleh lembaga keuangan bank saja, tetapi juga berkembang dalam lembaga pembiayaan.
Masyarakat selalu membutuhkan dana untuk memenuhi kebutuhan dan membutuhkan suatu lembaga yang cukup ampuh untuk menanggulangi keperluan dana di
2
Miranda Nasihin, Segala Tentang Hukum Lembaga Pembiayaan, Yogyakarta: Buku Pintar, 2012, hlm. 5.
Universitas Sumatera Utara
masyarakat selain dari bank, dan lembaga pembiayaan dianggap mampu untuk menanggulangi kebutuhan masyarakat tersebut.
Lembaga pembiayaan ini kegiatan usahanya lebih menekankan pada fungsi pembiayaan, yaitu dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal dengan tidak
menarik dana secara langsung dari masyarakat.
3
Lembaga pembiayaan memberikan fasilitas pembiayaan kepada debitur, yang merupakan nasabah dari perusahaan
pembiayaan tersebut. Adapun lembaga pembiayaan terdiri dari:
4
1. Perusahaan Pembiayaan;
2. Perusahaan Modal Ventura;
3. Perusahaan Pembiayaan Infrastruktur.
Salah satu lembaga pembiayaan yang berkembang dan diminati masyarakat pada saat ini adalah perusahaan pembiayaan. Adapun kegiatan yang dilakukan oleh
perusahaan pembiayaan terdiri dari :
5
1. Sewa Guna Usaha;
2. Anjak Piutang;
3. Usaha Kartu Kredit; danatau
4. Pembiayaan Konsumen.
Dalam memberikan fasilitas pembiayaan, perusahaan pembiayaan selaku kreditur juga akan memastikan bahwa fasilitas pembiayaan yang diberikan kepada
nasabah akan dapat dilunasi sesuai dengan jumlah dan waktu yang telah disepakati,
3
Sunaryo, Hukum Lembaga Pembiayaan, Jakarta: Sinar Grafika, 2008, hlm.1.
4
Pasal 2 Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan.
5
Pasal 3 Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan.
Universitas Sumatera Utara
baik utang pokok, bunga maupun biaya lainnnya. Untuk menjamin hal tersebut, maka setelah memperhatikan beberapa prinsip untuk menilai kualitas calon nasabahnya,
perusahaan pembiayaan akan melakukan perjanjian jaminan dengan nasabah. Untuk memberikan rasa aman dan untuk memastikan pengembalian uangnya,
kreditur tentunya juga akan meminta kepada debitur untuk mengadakan perjanjian tambahan guna menjamin dilunasinya kewajiban debitur pada waktu yang telah
ditentukan dan disepakati sebelumnya di antara kreditur dan debitur. Jaminan tersebut dapat diberikan oleh pihak ketiga diluar debitur dalam bentuk perjanjian
penanggungan utang yang merupakan suatu jaminan pembayaran yang bersifat umum; maupun dalam bentuk penunjukkan satu atau barang-barang tertentu yang
akan dipergunakan sebagai jaminan pelunasan utang yang bersifat khusus.
6
Perjanjian jaminan ini dilakukan untuk memberikan perlindungan kepada kreditur yang telah memberikan sejumlah uang kepada debitur dan untuk
memberikan kepastian hukum atas kembalinya sejumlah uang tersebut jika debitur tidak melaksanakan kewajibannya. Apabila debitur tidak memenuhi kewajiban atau
prestasinya, maka debitur telah melakukan wanprestasi. Adapun wanprestasi dari debitur dapat berupa :
7
1. Tidak melakukan prestasi sama sekali;
2. Debitur memenuhi prestasi, tetapi tidak sesuai dengan yang diperjanjikan;
3. Debitur memenuhi prestasi, tetapi tidak tepat waktu;
4. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.
6
Gunawan Widjaja Ahmad Yani, Jaminan Fidusia, Jakarta: Rajawali Press, 2000, hlm. 2.
7
Subekti, Hukum Perjanjian, Jakarta: Intermasa, 2001, hlm. 45.
Universitas Sumatera Utara
Perjanjian jaminan tersebut adalah perjanjian yang bersifat accesoir yang menjamin kuatnya lembaga jaminan tersebut bagi keamanan pemberian kredit oleh
kreditur. Perjanjian jaminan yang bersifat accesoir memperoleh akibat-akibat hukum seperti halnya perjanjian accesoir yang lain yaitu:
8
1. Adanya tergantung pada perjanjian pokok;
2. Hapusnya tergantung pada perjanjian pokok;
3. Jika perjanjian pokok batal – ikut batal;
4. Ikut beralih dengan beralihnya perjanjian pokok;
5. Jika perutangan pokok beralih karena cessi, subrogasi, maka ikut beralih
juga tanpa adanya penyerahan khusus Perjanjian jaminan tersebut isinya tentu mengikuti ketentuan-ketentuan yang
diatur dalam hukum jaminan. Hukum jaminan merupakan salah satu bagian dari hukum kebendaan yang diatur dalam Buku Kedua Kitab Undang-Undang Hukum
Hukum Perdata KUH Perdata. Adapun pengaturan mengenai hukum jaminan selain bersumber dari KUH
Perdata, juga bersumber dari peraturan perundang-undangan lainnya yang diatur di luar KUH Perdata, di antaranya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak
Tanggungan UUHT dan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia UUJF dan beberapa peraturan perundangan-undangan lainnya yang
berkaitan dengan lembaga jaminan. Adapun prinsip-prinsip Hukum Jaminan yang perlu diketahui sebagai dasar
diletakkan dasar tanggung-jawab perdata seseorang terhadap benda jaminan atas hutang-hutangnya dapat dilihat dalam Pasal 1131 KUH Perdata yaitu, “segala
8
Sri Soedewi Masjhoen Sofwan, Hukum Jaminan di Indonesia Pokok-Pokok Hukum Jaminan dan Jaminan Perorangan, Yogyakarta : Liberty, 1980, hlm. 37.
Universitas Sumatera Utara
kebendaan si berhutang, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada di kemudian hari, menjadi tanggungan untuk
segala perikatannya perseorangan” Lembaga jaminan yang saat ini berkembang pesat adalah Jaminan Fidusia.
Semula bentuk jaminan ini tidaklah diatur dalam perundang-undangan melainkan berkembang dengan dasar yurisprudensi. Di Indonesia diatur dalam undang-undang
pada tahun 1999 dengan lahirnya UUJF. Fidusia merupakan pengembangan dari lembaga gadai, oleh karena itu yang menjadi objek jaminannya yaitu barang bergerak
baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani Hak Tanggungan.
9
Sesungguhnya pengikatan benda jaminan kredit akan mengamankan kepentingan kreditur, begitu pula pengikatan benda Jaminan Fidusia, akan
mengamankan kepentingan pihak perusahaan pembiayaan sebagaimana kreditur atau penerima fidusia. Seperti diketahui terdapat empat lembaga jaminan yang dapat
dipergunakan untuk mengikat jaminan utang, yaitu Gadai, Hipotik, Hak Tanggungan, dan Jaminan Fidusia.
10
PT. Dipo Star Finance merupakan perusahaan pembiayaan yang memberikan fasilitas pembiayaan konsumen consumer finance pada kendaraan bermotor. Seperti
diketahui bahwa untuk mendukung kebutuhan mobilitas masyarakat yang semakin
9
Muhammad Djumhana, Hukum Perbankan di Indonesia, Bandung :Citra Aditya Bakti, 2003, hlm. 416.
10
M. Bahsan, Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan di Indonesia, Jakarta :PT. Raja Grafindo Persada, 2007, hlm. 134.
Universitas Sumatera Utara
meningkat, maka dibutuhkan kendaraan bermotor untuk mendukung mobilitas masyarakat tersebut serta dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat. PT. Dipo Star
Finance dalam melakukan kegiatan pembiayaan konsumen menggunakan lembaga Jaminan Fidusia sebagai perjanjian jaminannya, dimana objek jaminan yang berupa
kendaraan bermotor, berada di bawah penguasaan nasabah, sementara perusahaan pembiayaan memegang BPKB, yang merupakan bukti hak kepemilikan atas
kendaraan bermotor, sebagai jaminan pelunasan atas utang nasabahnya. Adapun dalam melakukan penggunaan lembaga Jaminan Fidusia pada
kegiatan pembiayaan konsumen menimbulkan akibat hukum bagi para pihak dan tentunya dalam praktik mengalami hambatan-hambatan tertentu dalam melakukan
penggunaan lembaga Jaminan Fidusia ini. Dari penjelasan di atas maka penulisan skripsi ini memfokuskan pada judul :
“ASPEK HUKUM PEMBEBANAN JAMINAN FIDUSIA ANTARA PERUSAHAAN PEMBIAYAAN DENGAN NASABAH STUDI PADA PT.
DIPO STAR FINANCE CABANG MEDAN.” B. Permasalahan
Sehubungan dengan judul skripsi di atas maka yang menjadi pokok permasalahan adalah :
1. Bagaimana pelaksanaan pembebanan Jaminan Fidusia pada PT. Dipo Star
Finance Cabang Medan? 2.
Bagaimana akibat hukum dari pembebanan Jaminan Fidusia yang tidak didaftarkan?
Universitas Sumatera Utara
3. Bagaimana hambatan-hambatan yang dihadapi para pihak ketika proses
pengikatan perjanjian pembebanan Jaminan Fidusia?
C. Tujuan Penelitian