Seleksi Sampel Statistik Deskriptif

commit to user

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Bab ini akan menjelaskan mengenai deskripsi data, pengujian hipotesis dan pembahasan hasil pengujian yang telah dilakukan selama penelitian. Model analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah statistik deskriptif, uji asumsi klasik dan pengujian hipotesis.

A. Deskriptif Data

Analisis deskriptif data terdiri dari seleksi sampel dan statistik deskriptif.

1. Seleksi Sampel

Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa annual report tahun 2007 hingga 2009. Data ini diperoleh dari situs www.idx.co.id dan dari situs masing-masing perusahaan sampel. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2007-2009, dengan rincian sebagai berikut: Tabel IV.1 Jumlah Populasi dan Sampel Penelitian Tahun Populasi Sampel Awal Sampel Digunakan 2007 29 25 20 2008 28 25 20 2009 29 25 20 Total 86 75 60 Populasi dalam penelitian ini adalah bank yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia BEI selama tahun 2007-2009 yang berjumlah 86 perusahaan. Pada commit to user Tabel IV.1 dijelaskan bahwa pada tahun 2007 terdapat 29 bank yang listing , pada tahun 2008 terdapat 28 bank dan 29 bank pada tahun 2009. Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan metode purposive sampling . Bank yang menjadi sampel adalah bank yang memenuhi beberapa kriteria tertentu yang sudah dijelaskan lihat bab III, hal. 38. Berdasarkan teknik pengambilan sampel tersebut, maka jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 25 bank, namun ternyata hanya terdapat 20 bank 5 yang menyediakan data dan informasi secara lengkap terkait corporate governance dalam annual report -nya. Oleh karena itu, pengolahan dan pengujian data hanya dilakukan pada 20 perusahaan dengan 60 annual report yang data dan informasinya lengkap lihat Lampiran II.

2. Statistik Deskriptif

Pada Tabel IV.2 di bawah ini dijelaskan statistik deskriptif dari variabel dependen penelitian. Informasi mengenai statistik deskriptif tersebut meliputi: nilai minimum, maksimum, rerata mean , dan standar deviasi yang dihitung dengan menggunakan alat bantu statistik SPSS release 16. Hasil dari perhitungan tersebut ditampilkan pada Tabel IV.2 berikut: 5 Bank yang dihapus dari sampel yaitu Bank Agroniaga, Bank Artha Graha Internasional, Bank Eksekutif Internasional, Bank Nusantara Parahyangan dan Bank Windu Kentjana Internasional Bank Multicor. commit to user Tabel IV.2 Statistik Deskriptif Financial Risk Disclosure Tahun Minimum Maximum Mean Std. Deviation 2007 0,188 0,781 0,459 0,162 2008 0,250 0,844 0,469 0,149 2009 0,188 0,844 0,466 0,183 Total 0,208 0,823 0,465 0,165 Dari hasil statistik deskriptif di atas, dapat diketahui bahwa rerata perusahaan mengungkapkan item financial risk adalah sebesar 46,500. Hasil tersebut mengindikasikan bahwa tingkat financial risk disclosure pada perbankan di Indonesia masih rendah, mengingat financial risk disclosure merupakan salah satu pengungkapan wajib yang diharuskan oleh PSAK No. 31 revisi 2000, PBI Nomor: 58PBI2003, PSAK No. 50 Revisi 2006 dan P3LKEPPBANK 2008. Rendahnya tingkat financial risk disclosure menunjukkan kurangnya penerapan prinsip corporate governance lihat bab II, hal. 21 oleh perbankan di Indonesia. Pihak manajemen bank sebagai penyedia informasi enggan untuk memperluas pengungkapan risiko serta pengaruhnya pada perusahaan di masa depan dalam annual report Devilin, 2009. Maraknya pemberitaan kasus Bank Century sebagai bank gagal yang berdampak sistemik beberapa tahun lalu merupakan bukti lemahnya penerapan prinsip corporate governance oleh dewan komisaris dan dewan direksi. Dewan direksi tidak melaksanakan kewajibannya sesuai pasal 32, PBI Nomor: 84PBI2006 untuk menyediakan data dan informasi yang akurat, relevan dan tepat waktu kepada dewan komisaris. Dewan komisaris yang merupakan inti dari corporate governance seharusnya dapat menjamin pelaksanaan strategi perusahaan, mengawasi manajemen dalam mengelola perusahaan, serta mewajibkan terlaksananya akuntabilitas FCGI, 2001, tetapi commit to user dalam kasus Bank Century fungsi dewan komisaris tersebut tidak dilaksanakan dengan baik, terbukti dengan pemecatan dan penjatuhan hukuman kepada komisaris utama Bank Century http:www.tempointeraktif.com, 2009. Bank Indonesia selaku regulator belum membuat regulasi yang memadai dan spesifik mengenai apa saja yang harus diungkapkan dalam annual report juga menjadi salah satu penyebab rendahnya tingkat disclosure termasuk financial risk disclosure pada perbankan di Indonesia. Pada tahun 2007, rerata tingkat financial risk disclosure sebesar 45,900, angka ini paling rendah jika dibandingkan dengan tahun-tahun lainnya. Tingkat pengungkapan paling tinggi dilakukan Bank CIMB Niaga dengan tingkat pengungkapan sebesar 78,100. Sebaliknya, tingkat pengungkapan paling rendah dilakukan oleh Bank Kesawan dengan tingkat pengungkapan sebesar 18,800. Bank Bukopin melakukan financial risk disclosure paling tinggi untuk tahun 2008, yaitu sebesar 84,400. Pengungkapan paling rendah dilakukan oleh Bank OCB NISP sebesar 25,000. Angka tersebut jauh dibawah rerata tingkat financial risk disclosure pada tahun 2008 sebesar 46,900. Tabel IV.2 menunjukan rerata tingkat financial risk disclosure untuk tahun 2009 sebesar 46,600. Untuk tahun ini, Bank Negara Indonesia melakukan financial risk disclosure tertinggi dengan tingkat pengungkapan sebesar 84,400. Tingkat financial risk disclosure terendah sebesar 18,800 dilakukan oleh Bank Himpunan Saudara 1906. Berdasarkan data selama tiga tahun tersebut, dapat dijelaskan bahwa terjadi peningkatan kepatuhan financial risk disclosure dari tahun 2007 ke tahun 2008 commit to user sebesar 1,000. Tingkat financial risk disclosure tidak mengalami perubahan untuk tahun 2008 ke tahun 2009, tetap berada pada skor 46,600. Selain itu, dapat disimpulkan juga, bank dengan tingkat kepatuhan pengungkapan tertinggi untuk tahun 2007 yaitu Bank CIMB Niaga, untuk tahun 2008 Bank Bukopin dan Bank Negara Indonesia untuk tahun 2009. Hal itu menunjukkan bahwa bank tersebut sudah mengungkapkan financial risk lebih tinggi dibandingkan dengan bank sampel lainnya. Item-item financial risk telah diungkapkan secara spesifik dalam annual report , tetapi tingkat pengungkapan yang dilakukan belum sesuai dengan PBI Nomor: 58PBI2003 dan Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia No.521DPNP2003. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa financial risk disclosure oleh perbankan di Indonesia belum mencerminkan tingkat kepatuhan yang baik dan memadai karena tidak diungkapkan secara keseluruhan pada tingkat pengungkapan sebesar 100,000 mengingat financial risk disclosure merupakan salah satu pengungkapan wajib yang harus dilakukan oleh perbankan lihat bab II, hal. 15. Contoh financial risk disclosure yang dilakukan secara spesifik oleh Bank Negara Indonesia tahun 2009 untuk risiko tingkat suku bunga: “Risk and Capital Committee BNI yang beranggotakan Direksi dan beberapa anggota manajemen senior, bertanggung jawab untuk menetapkan, melaksanakan serta menjaga kebijakan pengelolaan risiko tingkat suku bunga sesuai dengan pedoman umum BNI” AR Bank BNI, 2009: 141. Selanjutnya, bank dengan tingkat kepatuhan terendah untuk tahun 2007 yaitu Bank Kesawan, tahun 2008 Bank OCB NISP dan Bank Himpunan Saudara untuk tahun 2009. Secara keseluruhan, rendahnya tingkat pengungkapan yang dilakukan oleh ketiga bank tersebut dikarenakan pengungkapan terhadap risiko commit to user pasar dalam annual report tidak dilakukan secara spesifik untuk risiko suku bunga maupun risiko nilai tukar. Seperti yang diungkapkan dalam annual report Bank OCB NISP tahun 2008, yaitu: “Direksi menetapkan limit risiko pasar berdasarkan risk appetite bank dengan mendapatkan persetujuan Dewan Komisaris. Guna memastikan penerapan limit maka bank melakukan pemantauan melalui mekanisme pengendalian dan peninjauan” AR Bank OCB NISP, 2008: 93. Financial risk disclosure dalam penelitian ini diperoleh dengan membagi skor total pengungkapan financial risk yang dilakukan perusahaan dengan jumlah pengungkapan yang diwajibkan lihat bab III, hal. 42. Risiko yang termasuk dalam financial risk meliputi: 1 Risiko Kredit, 2 Risiko Pasar yang dibagi menjadi risiko suku bunga dan risiko nilai tukar, dan 3 Risiko Likuiditas PBI Nomor: 58PBI2003. Berdasarkan Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia No.521DPNP2003, terdapat 8 item yang wajib diterapkan untuk masing-masing jenis risiko. Item untuk masing-masing jenis risiko dapat dilihat pada lampiran I. Gambar IV.1 Grafik Financial Risk Disclosure commit to user Gambar IV.1 menunjukkan grafik mengenai financial risk disclosure yang dilakukan oleh perbankan selama tahun 2007, 2008, dan 2009 dalam tingkat persentase. Dari gambar tersebut dapat diketahui bahwa risiko kredit merupakan risiko yang paling banyak diungkapkan oleh perusahaan selama tiga tahun berturut-turut. Meskipun terlihat fluktuatif, rerata tingkat pengungkapan risiko kredit berkisar pada tingkat 80,000 setiap tahunnya. Tingkat kepatuhan pengungkapan selanjutnya diikuti oleh risiko likuiditas dengan rerata tingkat pengungkapan sekitar 60,000 setiap tahunnya. Financial risk disclosure dengan tingkat terendah ditempati oleh risiko pasar-suku bunga dan risiko pasar-nilai tukar. Selama tiga tahun berturut-turut, tingkat pengungkapan risiko pasar selalu berada dibawah 40,000 bahkan untuk risiko pasar-nilai tukar tingkat pengungkapan selalu berada dibawah 20,000 setiap tahunnya. Pengungkapan risiko untuk kedua risiko ini dinilai sangat kurang. Hal ini terjadi karena sebagian besar perusahaan mengungkapkan risiko tersebut tidak secara spesifik dengan memisahkan antara keduanya. Pengungkapan risiko suku bunga dan risiko nilai tukar dilakukan secara general pada bagian pengungkapan risiko pasar. Hal tersebut tidak sesuai dengan PBI Nomor: 58PBI2003, Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia No.521DPNP2003, PSAK No. 50 revisi 2006, dan P3LKEPPBANK 2008 yang sudah memisahkan antara risiko pasar-suku bunga dengan risiko pasar-nilai tukar. Rendahnya tingkat financial risk disclosure, menyebabkan terjadinya asimetri informasi dan berkurangnya pengawasan stakeholder, terutama investor, commit to user penabung dan pemerintah terhadap kinerja perusahaan. Hal tersebut menjadi salah satu penyebab maraknya kasus kejahatan bank yang terjadi di Indonesia. Untuk statistik deskriptif dari variabel independen penelitian akan dijelaskan pada Tabel IV.3 di bawah ini. Tabel IV.3 Statistik Deskriptif Variabel Independen N Minimum Maximum Mean Std. Deviation BSIZE 60 1,000 8,000 5,070 1,947 RPTDK kalitahun 60 3,000 51,000 15,780 13,795 KKI 60 42,860 100,000 59,415 10,949 KKAI 60 33,333 100,000 60,309 10,887 RPTKA kalitahun 60 1,000 50,000 13,550 10,879 LEV 60 3,750 16,530 9,122 2,966 Profitabilitas ROE 60 -0,780 26,810 11,069 7,109 Valid N listwise 60 Abeysekera 2008 mengungkapkan bahwa jumlah dewan komisaris dinilai efektif berada pada rentang lebih dari 5 orang dan kurang dari 14 orang. Menurut Muntoro 2006 penentuan jumlah dewan komisaris yang dinilai efektif perlu mempertimbangkan beberapa hal yaitu: 1 ukuran dewan direksi; 2 industri dan jenis keahlian yang dibutuhkan; 3 overall risk yang dihadapi; dan 4 komite yang ada, sehingga jumlah dewan komisaris yang dinilai efektif bagi perusahaan akan berbeda. Berdasarkan data di atas, rerata jumlah dewan komisaris berada pada jumlah 5 orang. Jumlah dewan komisaris paling sedikit dimiliki oleh Bank Kesawan, hanya berjumlah 1 orang pada tahun 2007, dan meningkat menjadi 2 orang pada tahun 2008 dan 2009. Hal tersebut menunjukkan kurangnya pelaksanaan corporate governance pada Bank Kesawan yang selanjutnya mungkin berpengaruh terhadap tingkat financial risk disclosure yang dilakukan. commit to user Bank Kesawan melakukan financial risk disclosure lebih sedikit dibandingkan dengan bank yang memiliki jumlah dewan komisaris lebih banyak. Ada beberapa perusahaan yang memiliki jumlah dewan komisaris yang paling banyak, sebanyak 8 orang. Ada 2 perusahaan yang selama 3 tahun berturut-turut memiliki 8 orang anggota dewan komisaris, yaitu Bank OCBC NISP dan Bank Permata. Bank Internasional Indonesia memiliki 8 orang anggota dewan komisaris hanya pada tahun 2007 saja dan Bank Danamon pada tahun 2008 dan 2009. Dalam melaksanakan tugasnya, menurut PBI Nomor: 814PBI2006 dewan komisaris wajib menyelenggarakan rapat secara berkala sekurang-kurangnya empat kali dalam setahun. Tabel IV.3 menunjukkan bahwa rerata frekuensi rapat dewan komisaris pada perbankan di Indonesia sudah sesuai dengan ketentuan yang berlaku, yaitu sebesar 15,780 atau sebanyak 16 kali dalam setahun atau dengan kata lain telah melebihi jumlah rapat minimum yang harus diselenggarakan. Namun, terdapat dua perusahaan yang menyelenggarakan rapat tiga kali dalam setahun atau dibawah ketentuan yang berlaku yaitu Bank CIMB Niaga pada tahun 2008 dan Bank Kesawan secara tiga tahun berturut-turut tahun 2007-2009. Bank CIMB Niaga dan Bank Kesawan yang memiliki jumlah rapat dewan komisaris lebih rendah ternyata mengungkapkan financial risk lebih sedikit dibandingkan Bank Negara Indonesia yang memiliki jumlah rapat dewan komisaris terbanyak selama dua tahun berturut-turut sejumlah 51 kali. Rerata komposisi komisaris independen adalah 59,415. Berdasarkan pasal 5, PBI Nomor: 814PBI2006 yang menetapkan bahwa komposisi komisaris independen sekurang-kurangnya berjumlah 50,000 dari jumlah anggota dewan commit to user komisaris, maka komposisi komisaris independen pada perbankan Indonesia dapat dikategorikan baik. Komisaris independen seharusnya memiliki peran penting dalam financial risk disclosure karena komisaris independen adalah seseorang yang independen dari posisi manajemen eksekutif atau fungsi manajemen lainnya dalam perusahaan lihat bab II, hal. 25, sehingga proses pengawasan terhadap kinerja manajemen, termasuk dalam hal pengungkapan financial risk akan bersifat independen atau semata-mata demi kepentingan perusahaan. Perusahaan yang mempunyai proporsi dewan komisaris independen paling kecil, sebesar 42,860 yaitu Bank Negara Indonesia di tahun 2007. Hanya ada satu perusahaan yang proporsi komisaris independennya paling besar, sebanyak 100,000 yaitu Bank Kesawan di tahun 2007 dan 2009. Hal tersebut terjadi karena Bank Kesawan memiliki jumlah komisaris independen sama dengan jumlah anggota dewan komisarisnya. Berdasarkan data di atas, dengan nilai minimum komposisi komisaris independen sebesar 42,860 dapat diketahui bahwa tidak semua bank patuh terhadap ketentuan yang ditetapkan Bank Indonesia. Ketidakpatuhan ini menyebabkan rendahnya pengawasan yang dilakukan oleh komisaris independen terhadap kinerja serta kebijakan strategis perusahaan termasuk financial risk disclosure . Pengawasan yang rendah menyebabkan rendahnya tingkat financial risk disclosure yang dilakukan perusahaan. Agar peran pengawasan yang dilakukan oleh dewan komisaris perusahaan di Indonesia berjalan dengan baik dan memadai, maka dewan komisaris perlu membentuk suatu komite independen yang dinamakan komite audit. Sesuai commit to user dengan Keputusan Ketua BAPEPAM Nomor: kep. 29PM2004, komite audit adalah komite yang dibentuk oleh dewan komisaris untuk melakukan tugas pengawasan dan pengelolaan perusahaan. Menurut Herwidayatmo 2000, komite audit independen adalah anggota komite yang tidak memiliki hubungan usaha maupun afiliasi dengan perusahaan, direktur, komisaris, maupun pemegang saham utama. Berdasarkan Tabel IV.3 rerata komposisi komite audit independen sebesar 60,309. Dilihat dari jumlah rerata persentase komite audit independen, menunjukkan bahwa bank di Indonesia belum memiliki jumlah komite audit independen sesuai dengan peraturan yang berlaku. Berdasarkan PBI Nomor: 84PBI2006, keanggotaan komite audit sekurang-kurangnya terdiri dari 3 tiga orang anggota, seorang diantaranya merupakan komisaris independen perusahaan tercatat yang sekaligus merangkap sebagai ketua komite audit, sedangkan anggota lainnya merupakan pihak eksternal yang independen. Atau dapat dikatakan bahwa, komposisi komite audit independen yang sesuai dengan PBI Nomor: 84PBI2006 minimal berjumlah 2 berbanding 3 orang, atau 66,667 dari jumlah minimal komite audit yang telah ditetapkan. Komposisi komite audit independen tertinggi sebesar 100,000 dimiliki oleh Bank Kesawan pada tahun 2007, akan tetapi komposisi ini tidak sesuai dengan PBI Nomor: 84PBI2006 yang menentukan jumlah komite audit sekurang-kurangnya terdiri dari 3 orang anggota karena jumlah komite audit pada Bank Kesawan hanya satu orang yang sekaligus merupakan komite audit independen. Untuk komposisi komite audit independen terendah sebesar 33,333 dimiliki oleh Bank Danamon tahun 2009. Jumlah persentase yang rendah tersebut commit to user dikarenakan Bank Danamon memiliki komite audit yang cukup banyak berjumlah enam orang sedangkan komposisi komite audit independennya hanya berjumlah dua orang. Jumlah tersebut sebenarnya telah memenuhi PBI Nomor: 84PBI2006. Agar tugas dan fungsi komite audit dalam membantu dewan komisaris dapat berjalan secara efektif, komite audit minimal mengadakan rapat tiga sampai empat kali dalam satu tahun FCGI, 2001. Berdasarkan Tabel IV.3 rerata rapat komite audit yang diselenggarakan oleh perusahaan perbankan di Indonesia sebesar 13,550. Jumlah tersebut telah sesuai dengan ketentuan yang dikeluarkan oleh FCGI 2001. Rapat komite audit dengan frekuensi terbanyak adalah 50 kali yang dilakukan oleh Bank Permata pada tahun 2009. Sedangkan untuk rapat komite audit dengan frekuensi paling sedikit sebanyak 1 kali dilakukan oleh Bank Kesawan tahun 2007 dan secara berturut-turut pada tahun 2007 dan 2008 oleh Bank Victoria Internasional. Sementara itu, leverage perbankan yang diukur dengan membagi total hutang dengan total ekuitas dalam penelitian ini menghasilkan rerata leverage sebesar 9,122. Hal ini mengindikasikan bahwa sekitar 9,122 investasi perusahaan dibiayai oleh utang. Pada penelitian ini tingkat leverage terendah sebesar 3,750 dimiliki oleh Bank Mayapada di tahun 2007, sementara tingkat leverage tertinggi sebesar 16,530 dimiliki oleh Bank Bukopin di tahun 2007. Menurut Hertanti 2005, pada perekonomian yang membaik, perusahaan dengan leverage yang tinggi akan lebih banyak mempunyai kesempatan untuk memperoleh laba yang tinggi. Pada kondisi seperti ini perusahaan akan commit to user menyediakan informasi yang lebih komprehensif termasuk yang berkaitan dengan financial risk dalam annual report- nya untuk menarik investor dan penabung. Bank Bukopin sebagai bank yang memiliki tingkat leverage tertinggi pada tahun 2007 mengungkapkan financial risk lebih banyak dibandingkan dengan Bank Mayapada selaku bank dengan tingkat leverage terendah dalam penelitian ini. Untuk ukuran profitabilitas, penelitian ini menggunakan return on equity ROE sebagai proksinya. Profitabilitas menunjukkan kemampuan suatu perusahaan dalam menghasilkan laba Nurkhin, 2009. Semakin tinggi profitabilitas akan semakin meningkatkan kemampuan perusahaan untuk memperoleh laba. Dengan laba yang tinggi perusahaan memiliki dana yang cukup untuk mengumpulkan, mengelompokkan dan mengolah informasi menjadi lebih bermanfaat serta dapat menyajikan pengungkapan yang lebih komprehensif termasuk financial risk disclosure Hertanti, 2005. Rerata profitabilitas perusahaan sampel pada penelitian ini sebesar 11,069. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat kemampuan dari modal perusahaan untuk menghasilkan laba bagi pemegang saham sebesar 11,069. Tingkat profitabilitas perbankan Indonesia lebih baik dari rerata profitabilitas bank di tingkat regional dan kinerjanya tercatat stabil pada 2008 dan 2009 http:beritasore.com, 2010. Untuk tahun 2010, bahkan performa perbankan di Indonesia tergolong terbaik di Asean, terutama dari sisi profitabilitas dan pertumbuhan laba http:bataviase.co.id, 2011. Berdasarkan Tabel IV.3, profitabilitas tertinggi sebesar 26,810 diperoleh Bank Rakyat Indonesia, sedangkan untuk profitabilitas terendah didapat oleh Bank Internasional Indonesia sebesar -0,780. commit to user Berdasarkan hasil statistik deskriptif dan penjelasan di atas maka dapat diambil kesimpulan bahwa rerata tingkat financial disclosure sebesar 46,500; rerata jumlah anggota dewan komisaris adalah 5 orang; rerata frekuensi rapat dewan komisaris sebanyak 16 kali; rerata komposisi komisaris independen sebesar 59,415; rerata komposisi komite audit independen sebesar 60,309; rerata frekuensi rapat komite audit sebesar 13,550; rerata leverage sebesar 9,122; dan rerata profitabilitas sebesar 11,069.

B. Pengujian Hipotesis dan Pembahasan