Analisis Potensi Sektor Ekonomi di Kota Depok Periode 2000-2010
ANALISIS POTENSI SEKTOR EKONOMI DI KOTA DEPOK
PERIODE 2000-2010
Knowledge, Piety, Integrity
Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Untuk Memenuhi Syarat – Syarat Meraih Gelar Sarjana Ekonomi
Disusun Oleh:
FATIA HILMIYATI
106084003586
JURUSAN ILMU EKONOMI DAN STUDI PEMBANGUNAN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1434H/2013M
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I.
IDENTITAS PRIBADI
1. Nama Lengkap
: Fatia Hilmiyati
2. Tempat, Tanggal Lahir
: Jakarta, 24 Juli 1987
3. Jenis Kelamin
: Perempuan
4. Agama
: Islam
5. Alamat
: Jalan Semanggi I, Rt 001/03 No 21
Cempaka Putih - Ciputat Timur
Tangerang Selatan
6. No Telepon
: 021-97688986
7. Email
: [email protected]
II. PENDIDIKAN FORMAL
1. Tk
: TK Mutiara
2. SD
: SD Negeri Legoso-Banten
3. SMP
: MTS Islamiyah Ciputat
4. SMA
: MAN 4 Pondok Pinang Jakarta
5. Universitas
: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
III. LATAR BELAKANG KELUARGA
1. Ayah
: Drs. H. Djedjen Zainuddin
2. Ibu
: Tikah Atikah
3. Alamat
: Jalan Semanggi I, Rt 001/03 No 21
Cempaka Putih - Ciputat Timur
Tangerang Selatan
4. Anak Ke
: 3 (Tiga) dari 5 (Lima) Bersaudara
i
ANALYSIS OF THE POTENTIAL ECONOMIC SECTOR IN DEPOK
2000 – 2010 Periods
By : Fatia Hilmiyati
Abstract
This Research is an effort to determine potential areas that affect the
economic growth in Depok during 2000 through 2010, and some of the potential
contribution of these sectors to the economic growth of the region. The data used
is the Gross Regional Domestic Product (GRDP) and Depok West Java in 2000
until 2010. This study used analysis tools Location Quotient (LQ) equipped with
analysts Shift share, which to know the leading sectors in Depok.
In Depok which is a sector basis with an average LQ is the largest building
sector, with an average of LQ (2.00 percent), then the setor trade, Hotel &
Restaurant 1.48%; Sector Electricity, Gas & Water Supply 1,44%, and Sector
Transportation & Communications. Shift share analysis results of the method
using the differential growth component (Dj) in Depok City of 9 sector indicated
that there are 8 sectors, where the proficiency level sector grew more slowly
compared with the same economic sector in West Java, so to 8 sectors have low
competitiveness and no potential to be developed to spur economic growth in the
city of Depok, while the proportional growth component (Pj) show that there are
6 sectors which have an average positive value, it means the city of Depok has a
faster growth in the same sector with the fastest growing sectors in economy of
West Java Province.
Of the 9 sectors in the city of Depok, based on the results of shift share
analysis method using differential component (Dj) in Depok there is only one
sector, namely the Manufacturing sector (Dj) average of 25383.19 is growing
faster than the sector the same economy as the West Java Province.
Keywords : Economic Potency, Location Quotient, Shift Share
ii
ANALISIS POTENSI SEKTOR EKONOMI DI KOTA DEPOK
PERIODE 2000 - 2010
Oleh : Fatia Hilmiyati
ABSTRAK
Penelitian ini merupakan salah satu upaya untuk mengetahui potensi-potensi
daerah yang berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi di Kota Depok selama
tahun 2000 hingga tahun 2010, dan beberapa besar sumbangan sektor-sektor
potensial tersebut terhadap pertumbuhan ekonomi daerah. Data yang digunakan
yaitu Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kota Depok dan Jawa Barat
tahun 2000 sampai dengan 2010. Dalam penelitian ini digunakan alat analisis
Location Quotient (LQ) yang dilengkapi analis Shift share, yang digunakan untuk
mengetahui sektor-sektor unggulan di Kota Depok.
Untuk Kota Depok yang merupakan sektor basis dengan rata-rata LQ
terbesar yaitu sektor Bangunan dengan LQ rata-rata sebesar 2,00%, kemudian
sektor Perdagangan, Hotel & Restoran 1,48%, Sektor Listrik, Gas & Air Bersih
1,44%, dan Sektor Pengangkutan & Komunikasi. Hasil metode analisis Shift
share menggunakan komponen pertumbuhan differensial (Dj) pada Kota Depok
dari 9 sektor terindikasi bahwa terdapat 8 sektor, dimana sektor tesebut tumbuh
lebih lambat dibandingkan sektor ekonomi yang sama dengan Propinsi Jawa
Barat, sehingga ke 8 sektor tersebut memiliki daya saing rendah dan tidak
berpotensi untuk dikembangkan untuk memacu pertumbuhan ekonomi Kota
Depok, sedangkan komponen pertumbuhan proporsional (Pj) menunjukan bahwa
terdapat 6 sektor yang memiliki nilai rata-rata positif, hal ini berarti Kota Depok
memiliki pertumbuhan lebih cepat pada sektor yang sama dengan sektor yang
tumbuh cepat di perekonomian Propinsi Jawa Barat.
Dari ke 9 Sektor yang ada di Kota Depok, berdasarkan hasil metode analisis Shift
Share menggunakan komponen differensial (Dj) pada Kota Depok hanya terdapat
1 sektor, yaitu sektor Industri Pengolahan dengan (Dj) rata-rata 25383,19 yang
tumbuh lebih cepat dibandingkan sektor ekonomi yang sama dengan Propinsi
Jawa Barat.
Kata Kunci : Potensi Ekonomi, Kuosien Lokasi, Shift Share
iii
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr.Wb
Alhamdulillah puji dan syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah
SWT, yang telah memberikan limpahan nikmat, rahmat dan kasih sayang-Nya
serta Hidayah-Nya kepada penulis selama ini sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam tercurahkan kepada Nabi
Muhammad SAW sang pembawa risalah islam, pembawa syafaat bagi umatnya
dihari akhir kelak.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari
sempurna. Untuk itu, dengan segala kerendahan hati penulis sangat menyarankan
saran dan keritik yang dapat membangun dari berbagai pihak guna
penyempurnaan skripsi ini. Disamping itu, dalam penulisan skripsi ini tidak
terlepas dari bantuan banyak pihak, yang tulus memberikan do’a, saran dan kritik,
sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Apresiasi dan terima kasih yang setinggitingginya, disampaikan kepada semua pihak yang telah berpatisipasi dalam
penulisan skripsi ini. Smoga menjadi amal baik dan dibalas oleh Allah dengan
balasan yang lebih baik. Secara khusus, apresiasi dan terima kasih tersebut
disampaikan kepada:
1.
Ayahanda penulis Drs. H. Djedjen Zainuddin dan Ibunda Tikah Atikah
atas do’a dan kasih sayangnya yang tiada terbatas kepada penulis,
sehingga terselesaikanya skripsi ini.
2.
Bapak Prof. Dr. Abdul Hamid, MS Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3.
Bapak Dr. Lukman, M. Si selaku Ketua Jurusan Ilmu Ekonomi
Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri
Syarif
Hidayatullah
Jakarta
dan
Dosen
Pembimbing
Pertama
Akademik, yang telah membantu membimbing dan mengarahkan
penulis selama penulisan skripsi ini.
iv
4.
Bapak M. Hartana I. Putra, SE, M.Si, Dosen Pembimbing Kedua
Akademik, yang telah membantu membimbing dan mengarahkan
penulis selama penulisan skripsi ini.
5.
Ibu Utami Baroro, M.Si selaku Sekretaris Jurusan Ilmu Ekonomi
Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta.
6.
Bapak Herni Ali HT, SE, MM sebagai Ketua penguji ujian skripsi,
Bapak Yoghi Citra Pratama, M.Si sebagai Sekretaris penguji ujian
skripsi, dan Bapak Zuhairan Yunmi Yunan, SE, M. Sc sebagai Penguji
ahli ujian skripsi.
7.
Seluruh Dosen-dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Bapak Abas, Bapak
Amir Syarifudin, Bapak Suhenda, Bapak Heri, Bapak Nurbelian, Bapak
Muchtar lamo, Bapak Roikhan, Ibu Fitri Amalia, Ibu Rahmawati.
8.
Seluruh staf dan karyawan Fakultas Ekonomi dan Bisnis khususnya
Bapak Heri, Bapak Sofyan, Bapak Alfred, Bapak Rahmat, Pakde, Ibu
Lili, Ibu Ani, Ibu Umi, Ibu Dewi dan Ibu Sizka walaupun di semester
awal streng banget tapi setelah penulis menyelsaikan semester akhir,
ibu sizka sangat baik banget terutama anak-anak IESP, terimakasih
Bapak – bapak dan Ibu - ibu staf yang telah memberikan pelayanan
dengan baik.
9.
Kepada Suami ku Taufik Hidayat, A.Md yang telah mencurahkan
waktunya
sentatiasa
menemani dan membantu
penulis
dalam
menyelesaikan skripsi ini.
10. Kepada Kakak ku Nita Rihlati fadhilah Laila S.Hum dan Master Saeho;
Syifa Syafariyah Rahmani SE dan Tarjudin MT; Nurhayati dan Iwan;
kedua adik ku Imamul Azkiya dan Fikri Hidayatul Ilmi dan yang
tercinta M. Rafa Al-Khwarizmi Hidayat.
v
11. My Best Friend “Kati Pane, SE dan Soraya MHJ” yang selalu setia
dalam suka dan duka serta untuk setiap kebahagian dan kesedihan yang
telah kita lalui bersama dalam menyelesaikan studi S1 ini.
12. Keluarga besar jurusan IESP (Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan)
seluruh angkatan khususnya angkatan 2006 yaitu: Upi, Fera, Frizka,
Leni, Yunita, Ifad, Bakar, Saras, Laras, Resna, Ibnu, Fadli, Ovi, Putra
Aditya (2009).
13. Keluarga Besar dan Teman – teman di Kampung Semanggi - Ciputat
yang selalu memberikan motivasi kepada penulis untuk menyelesaikan
skripsi ini.
14. Kepada Guru-guru TKA-TPA AS-SALAM dan Ibu Kepala Sekolah,
Pengajar serta Ibu-ibu Wali Murid TK Gemilang – Ciputat Timur yang
senantiasa memberikan masukan dan semangat kepada penulis untuk
selalu semangat dalam menyelesaikan skripsi ini.
Ciputat, 30 Juli 2013
Fatia Hilmiyati
vi
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI
LEMBAR UJIAN KOMPREHENSIF
SURAT PERNYATAAN KARYA ILMIYAH
DAFTAR RIWAYAT HIDUP …………………………………………… i
ABSTRACT ………………………………………………………………. ii
ABSTRAK ……………………………………………………………….... iii
KATA PENGANTAR ……………………………………………………. iv
DAFTAR ISI ……………………………………………………………… vii
DAFTAR TABEL ………………………………………………………… xi
DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………... xiii
DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………... xiv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah …………………………………….
1
B. Rumusan Masalah …………………………………………... 10
BAB II
C. Tujuan Penelitian …………………………………………....
10
D. Manfaat Penelitian …………………………………………..
11
TINJAUAN PUSTAKA
A. Teori Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi …………..
12
1. Teori Pembangunan Ekonomi …………………………..
13
2. Teori Pertumbuhan Ekonomi …………………………….
16
3. Teori Pertumbuhan Ekonomi Daerah …………………....
19
vii
a.
Teori Rostow ………………………………………… 19
b.
Teori Pertumbuhan Neo-Klasik ……………………... 20
c.
Teori Harrod-Domar Dalam System Regional ……… 20
d.
Teori Pertumbuhan Jalur Cepat Yang Disinergikan ...
21
B. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) ………………....
22
C. Metode Basis Ekonomi ……………………………………...
22
1. Basis Ekonomi (LQ) ……………………………………… 22
2. Analisis Shift Share (SS) …………………………………. 27
BAB III
D. Penelitian Terdahulu ………………………………………...
28
E. Kerangka Penelitian …….…………………………………...
35
METODOLOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian …………………………………… 38
B. Jenis Data dan Sumber Data……………………………….
38
C. Metode Pengumpulan Data …………………………………. 39
D. Teknik Analisis Data ………………………………………... 39
1. Analisis Location Quentient (LQ) ……………………….
40
2. Analisis Shift Share (SS) ………………………………… 43
3. Tipologi …………………………………………………..
48
E. Definisi Operasional Variabel Penelitian …………………...
51
viii
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Sekitar Gambaran Umum Objek Penelitian ………………... 52
1. Gambaran Umum Propinsi Jawa Barat ………………….. 52
a.
Keadaan Geografis …………………………………..
52
b.
Kependudukan ………………………………………
53
c.
Ketenaga Kerjaan ……………………………...........
55
d.
Pemerintahan ……………………………………......
56
e.
Pendidikan ………………………………….…..…… 57
f.
Analisis Potensi pertumbuhan Ekonomi …....…..…..
58
2. Gambaran Umum Kota Depok …………………….…… 58
a.
Keadaan Geografis …………………………....….....
58
b.
Kependudukan ………………………………..….....
60
c.
Ketenaga Kerjaan …………………………….…......
60
d.
Pemerintah ……………………………………........
61
e.
Pendidikan ………………………………….......…...
64
f.
Kesehatan ………………………………….…....…..
66
B. Analisis Pertumbuhan Sektor ………….……………………
67
1. Analisis Perkembangan PDRB ……………………….....
67
a.
Kota Jawa Barat …………………………………….
69
b.
Propinsi Depok ………………………………….….
70
2. Analisis Potensi Location Quontient (LQ) ………..……..
71
Kota Depok ……………………………………..…..
72
a.
ix
3. Analisis Shift Share (SS) ………………………….…..…. 74
a.
Kota Depok …………………………….………...….
76
4. Tipologi sektoral ………………………………..…..…… 85
C. Pembahasan ………………………………………………….
89
1. Pembahasan Per Sektoral Kota Depok………….......…… 89
a.
Sektor Pertanian……………………….………....….
89
b.
Sektor Industri Pengolahan………….…………...….
91
c.
Sektor Listrik, Gas dan Air Bersih…….………..…… 92
d.
Sektor Bangunan/ Kontruksi………………….…......
94
e.
Sektor Perdagangan, Hotel & Restoran……….….....
96
f.
Sektor Pengangkutan & Komunikasi…………...……
97
g.
Sektor Bank & Lembaga Keuangan Lainnya .............. 99
h.
Sektor Jasa-jasa …………………..……………........
101
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ……………………………………………….…..
103
B. Saran …………………………………………………….……
106
DAFTAR PUSTAKA ………………………...………………….….……
108
LAMPIRAN……………………………………….……………….…..…
111
x
DAFTAR TABEL
Nomer
Keterangan
1.1
Distribusi Produk Domestik Regional Bruto Propinsi Jawa
Halaman
Barat atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha
6
Tahun 2000 s.d 2010 (Persen)
1.2
Distribusi Produk Domestik Regional Bruto Kota Depok
atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha Tahun
2000 s.d 2010 (Persen)
7
2.1
Ringkasan Penelitian Terdahulu
32
3.1
Makna tipologi sektoral ekonomi
50
4.1
Distribusi Persentase PDRB Menurut Lapangan Usaha
Propinsi Jawa Barat Harga Konstan 2000 Tahun 2000-2010
69
(persen)
4.2
Distribusi Persentase PDRB Menurut Lapangan Usaha Kota
Depok Harga Konstan 2000 Tahun 2000-2010 (persen)
70
4.3
Hasil Perhitungan Location Quotient (LQ) Kota
DepokTahun 2000-2010
72
4.4
Komponen Shift Share kota Depok Tahun 2000-2010
76
4.5
Komponen Pertumbuhan propotional (Pj) Kota depok
81
4.6
Komponen Pertumbuhan Differensial (Dj) Kota depok
84
4.7
Makna Tipologi Sektor Ekonomi
88
4.8
Analisis Sektor Pertanian
89
xi
4.9
Analisis Sektor Industri Pengolahan
91
4.10
Analisis Sektor Listrik, Gas dan Air Bersih
93
4.11
Analisis Sektor Bangunan
94
4.12
Analisis Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran
96
4.13
Analisis Sektor Pengangkutan & Komunikasi
98
4.14
Analisis Sektor Bank & Lembaga Keuangan Lainnya
99
4.15
Analisis Sektor Jasa-jasa
101
xii
DAFTAR GAMBAR
Nomer
Keterangan
Halaman
2.1
Bagan Kerangka Pemikiran Di Kota Depok
37
4.1
Peta Propinsi Jawa Barat
52
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Nomer
Keterangan
Halaman
I
Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga
Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha Propinsi Jawa
Barat Tahun 2000-2010
II
114
Produk Domestik Regional Burto Atas Dasar Harga
Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha Kota Depok
Tahun 2000-2010
117
III
Perhitungan Location Quotient (LQ) Kota Depok
118
IV
Location Quotient (LQ) Rata-rata Kota Depok Tahun
2000-2010
V
Komponen
119
Shift
Share
Propinsi
Jawa
Barat
Pertambahan (Gj) Tahunan Propinsi Jawa Barat
123
VI
Komponen National Share Propinsi Jawa Barat (Nj)
124
VII
Komponen Tumbuh Differential Shift (DJ) Propinsi
Jawa Barat
130
(P + D)j Propinsi Jawa Barat
131
IX
Komponen Differential Shift (Dj) Kota depok
135
X
Komponen Propotional Shift (Pj) Propinsi Jawa Barat
136
XI
Rata-rata Propotional Shift (Pj) Propinsi Jawa Barat
139
XII
Checking Perhitungan Shift Share Propinsi Jawa Barat
139
VIII
xiv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pembangunan nasional di negara-negara berkembang pada umumnya,
terfokus pada pembangunan ekonomi melalui usaha pertumbuhan ekonomi.
Pertumbuhan ekonomi berkaitan erat dengan peningkatan produksi barang dan
jasa, yang diukur antara lain melalui Produk Domestik Bruto (PDB) pada
tingkat nasional dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) pada tingkat
daerah baik Propinsi, Kabupaten maupun Kota.
Pelaksanaan pembangunan Indonesia selama ini juga tidak terlepas dari
pandangan tersebut. Pembangunan nasional mempunyai dampak atas
pembangunan daerah, sebab daerah adalah bagian integral dari suatu negara.
Indonesia sebagai suatu negara kesatuan, rencana pembangunannya meliputi
rencana pembagunan nasional maupun rencana pembangunan dalam tataran
regional. Pembangunan ekonomi nasional mempunyai dampak atas struktur
ekonomi nasional dan struktur ekonomi daerah. (Robinson Tarigan, 2005:234).
Pembangunan adalah usaha untuk menciptakan kesejahteraan rakyat.
Sebab, hasil pembangunan harus dapat dinikmati oleh seluruh rakyat sebagai
wujud peningkatan kesejahteraan lahir dan batin secara adil dan merata.
Pengembangan wilayah yang dapat dimulai dengan memahami kondisi
wilayah saat ini (tingkat perkembangannya), serta potensi dan permasalahan
yang ada di wilayah tersebut, yang selanjutnya dijadikan dasar pertimbangan
1
dalam
penentuan
prioritas
pembangunan.
Dengan
penggalian
dan
pengembangan potensi yang ada di daerah tersebut, maka secara langsung
ataupun tidak langsung akan meningkatkan pendapatan asli daerah serta
mengurangi ketergantungan bantuan dari luar wilayah (eksternal). (Fahrurrazy,
2009:11).
Setiap upaya pembangunan ekonomi daerah mempunyai tujuan utama
untuk meningkatkan jumlah dan jenis peluang kerja untuk masyarakat daerah.
Dalam upaya untuk mencapai tujuan tersebut, pemerintah daerah dan
masyarakatnya harus secara bersama-sama mengambil inisiatif pembangunan
daerah. Oleh karena itu, pemerintah daerah beserta partisipasi masyarakatnya
dan dengan menggunakan sumber daya yang ada harus mampu menaksir
potensi sumber daya yang diperlukan untuk merancang dan membangun
perekonomian daerah. (Lincolin Arsyad, 2010:374).
Kota Depok, merupakan bagian dari Kota Metropolitan Jabodetabek,
selain merupakan Kota yang berbatasan langsung dengan Wilayah Daerah
Khusus Ibu Kota Jakarta, Kota Depok juga merupakan wilayah penyangga Ibu
Kota Negara yang diarahkan untuk Kota Pemukiman, Kota Pendidikan,
Pusat Pelayanan Perdagangan dan Jasa, Kota Pariwisata dan sebagai Kota
Resapan Air. Ada empat faktor yang memicu perkembangan wilayah Kota
Depok, yaitu kedekatan geografis dengan Ibukota Negara, adanya Universitas
Indonesia, daya tarik sebagai tempat bermukim, dan otonomi daerah. Keempat
faktor ini bekerja simultan mendongkrak setiap sektor-sektor yang ada di Kota
2
depok untuk menjadi salah satu indikator dalam mengukur tingkat
perkembangan ekonomi tersebut.
Konsekuensi dalam membangun ekonomi daerah membutuhkan tujuan
yang matang dan peran serta pemerintah daerah serta masayarakat untuk
merancang dan membangun perekonomian daerah. Peran serta masyarakat dan
pemerintah dalam pembangunan daerah dapat terlaksana dengan kondusif,
karena ditunjang adanya otonomi daerah yang ditandai dengan lahirnya dua
produk undang-undang, yaitu UU. No. 22 tahun 1999 (sekarang UU tersebut
diganti dengan UU No.32 Tahun 2004) tentang Pemerintahan Daerah dan UU.
No 25 tahun 1999 (sekarang diganti dengan UU No 33 Tahun 2004) tentang
perimbangan Keuangan antara Pemerintah Daerah dan Pemerintah Pusat.
Lahirnya Undang-Undang tersebut disambut positif oleh banyak
kalangan dengan segenap harapan bahwa melalui otonomi daerah akan dapat
merangsang terhadap adanya upaya untuk menghilangkan praktik-praktik
sentralistik yang pada satu sisi dianggap kurang menguntungkan bagi daerah
dan penduduk lokal. Era otonomi telah memberikan kesempatan kepada
pemerintah
daerah,
baik
Propinsi
maupun
Kota/Propinsi
untuk
mengembangkan sendiri potensi daerah yang dimilikinya. Dengan kata lain,
daerah diberi wewenang untuk mengelola sendiri keuangannya sekaligus
menentukan arah pembangunan yang akan dilaksanakan demi tercapainya
kemakmuran penduduk didaerahnya, dengan mempertimbangan segenap
potensi, sumber daya serta faktor-faktor lainnya, baik faktor pendukung
maupun faktor penghambat.
3
Selanjutnya dalam tahap pengembangan wilayah, Kota Depok juga
menghadapi masalah dalam hal pemerataan pembangunan antar kecamatan.
Sumber ketimpangan diperkirakan karena ketidakmerataan jumlah dan
kepadatan penduduk, perbedaan
kecepatan perkembangan ekonomi di tiap
wilayah, perbedaan tingkat SDM dan penyediaan sarana dan prasarana yang
dapat menunjang perekonomian serta kurangnya perhatian pemerintah dalam
mengoptimalkan potensi lokal di setiap kecamatan. Untuk itu, sangat
penting dilakukan identifikasi potensi lokal dan tingkat perkembangan wilayah,
sehingga proses pembangunan dapat dilakukan optimal
dan efisien guna
penciptaan masyarakat yang mandiri dan tidak sepenuhnya bergantung pada
bantuan wilayah lain. .
Selain itu, Untuk mengetahui potensi pertumbuhan ekonomi wilayah
Kota Depok dan Propinsi Jawa Barat diperlukan suatu metode yang berguna
untuk mengkaji dan memproyeksi pertumbuhan ekonomi wilayah. Untuk
selanjutnya dapat digunakan sebagai pedoman untuk menentukan tindakantindakan apa yang harus diambil untuk mempercepat laju pertumbuhan yang
ada.
Teori
basis
ekonomi
mendasarkan
pandangannya
bahwa
laju
pertumbuhan ekonomi suatu wilayah ditentukan oleh besarnya peningkatan
ekspor dari wilayah tersebut. Kegiatan ekonomi dikelompokkan atas kegiatan
basis dan kegiatan non basis. Kegiatan basis adalah semua kegiatan baik
penghasil produk maupun penyedia jasa yang mendatangkan uang dari luar
wilayah. Lapangan kerja dan pendapatan di sektor basis adalah fungsi
4
permintan yang bersifat exogenous (tidak tergantung pada kekuatan
intern/permintaan lokal). Sedangkan kegiatan non basis adalah untuk
memenuhi kebutuhan konsumsi lokal, karena itu permintaan sektor ini sangat
dipengaruhi oleh tingkat kenaikan pendapatan masyarakat setempat.
Dengan demikian sektor ini terikat terhadap kondisi ekonomi setempat
dan tidak bisa berkembang melebihi pertumbuhan ekonomi wilayah. Atas dasar
anggapan diatas, satu-satunya sektor yang bisa meningkatkan perekonomian
wilayah melebihi pertumbuhan alamiah adalah sektor basis. Oleh karena itu
analisis basis sangat berguna untuk mengkaji dan memproyeksi pertumbuhan
ekonomi wilayah (Robinson Tarigan, 2005:28).
Selanjutnya Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yang merupakan
indikator penting di suatu wilayah yang dapat mengindikasikan totalitas
produksi barang/jasa yang selanjutnya dapat digunakan sebagai dasar
perencanaan dan evaluasi pembangunan wilayah. Laju pertumbuhan PDRB
Kota Depok dan Propinsi Jawa Barat disumbang oleh 9 (sembilan) sektor
yaitu: pertanian; pertambangan dan penggalian; industri pengolahan; listrik,
gas dan air minum; bangunan dan konstruksi; perdagangan,hotel dan restoran;
angkutan dan komunikasi; bank dan lembaga keuangan lainnya; jasa-jasa.
Berikut ini adalah tabel Distribusi Produk Domestik Regional Bruto Atas
Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha dalam perekonomian Kota
Depok dan Propinsi Jawa Barat selama Tahun 2000 s.d 2010.
5
Tabel 1.1
Distribusi Produk Domestik Regional Bruto
Propinsi Jawa Barat atas Dasar Harga Berlaku
Menurut Lapangan Usaha Tahun 2000 s.d 2010 (Persen)
SEKTOR
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
14.70
14.45
14.75
13.43
14.11
11.93
11.11
12.54
11.85
12.25
12.60
40.84
40.71
40.60
42.58
42.09
44.46
45.28
44.51
44.28
42.20
37.80
1.98
2.26
2.32
2.32
3.33
2.89
3.00
3.07
2.96
3.09
2.76
2.68
2.68
2.71
2.64
2.91
2.94
3.03
3.17
3.40
3.26
3.76
18.17
17.79
18.50
17.32
19.78
19.08
19.03
20.08
20.12
20.32
22.38
3.74
3.97
4.42
4.97
5.52
5.32
5.89
6.14
6.36
6.41
7.08
2.73
2.89
2.94
2.98
3.13
3.03
2.70
3.04
3.01
2.88
2.74
Jasa – jasa
6.18
7.33
7.59
7.85
8.84
7.27
7.24
7.18
7.71
7.83
8.85
PDRB ADHK
100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00
Pertanian
Pertambangan dan Penggalian
Industri Pengolahan
Listrik, Gas dan Air Bersih
Bangunan/Konstruksi
Perdagangan, Hotel dan Restoran
Pengangkutan dan Komunikasi
Bank & Lembaga Keuangan Lainnya
BPS, Jawa Barat 2000-2010
6
Tabel 1.2
Distribusi Produk Domestik Regional Bruto
Kota Depok atas Dasar Harga Berlaku
Menurut Lapangan Usaha Tahun 2000 s.d 2010 (Persen)
SEKTOR
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
4.02
3.84
3.92
3.59
3.21
2.99
2.64
2.43
2.31
2.21
2.21
-
-
-
-
Industri Pengolahan
38.45
38.24
38.38
38.37
38.25
38.49
37.58
37.55
36.60
36.27
35.95
Listrik, Gas dan Air Bersih
3.47
3.37
3.97
4.35
4.06
4.81
4.65
4.65
4.30
4.14
3.98
Bangunan/Kontruksi
6.60
6.33
5.81
5.88
5.94
5.27
4.84
4.84
4.67
4.61
4.73
Perdagangan, Hotel dan Restoran
30.49
30.61
30.54
30.50
30.37
30.07
32.19
33.12
34.67
35.55
36.29
Pengangkutan dan Komunikasi
5.04
5.48
5.72
5.67
6.33
6.81
6.81
6.42
6.61
6.55
6.28
Bank & Lembaga Keuangan Lainnya
3.80
3.82
3.65
3.65
3.91
3.85
3.52
3.50
3.40
3.31
3.26
Jasa – jasa
8.12
8.32
8.02
7.99
7.94
7.71
7.91
7.48
7.44
7.37
7.31
Pertanian
Pertambangan dan Penggalian
PDRB ADHK
100.00
100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00
BPS, Kota Depok 2000-2010
7
Dapat dilihat dalam PDRB Kota Depok periode 2000-2010, Industri
Pengolahan memiliki kontribusi terbesar terhadap PDRB yaitu sebesar 38,45%
pada tahun 2000 dan mengalami peningkatan menjadi 35,95% pada tahun
2010. Begitu juga dengan dengan PDRB Jawa Barat yang memiliki kontribusi
terbesar sebanyak 40,84% di tahun 2000, hanya terpaut 2,39% dari jumlah
PDRB Kota Depok. Sedangkan di tahun 2010, PDRB Propinsi Jawa Barat
sebesar 37,80% yang hanya terpaut selisih angka dengan Kota Depok sebesar
1,85%.
Selebihnya beberapa sektor yang memiliki kontribusi dengan nilai PDRB
kedua setelah Sektor Industri Pengolahan adalah Sektor Perdagangan untuk
Kota Depok dan Jawa Barat. Dengan nilai PDRB Propinsi Jawa Barat di tahun
2000 sebesar 18,17% dan tahun 2010 sebesar 22,38%, dan nilai PDRB atas
dasar harga berlaku untuk Kota Depok sebesar 30,49% di tahun 2000 dan di
tahun 2010 sebesar 36,29%,
Pada urutan ketiga selanjutnya dengan nilai kontribusi PDRB yang
berbeda antara Kota Depok dan Propinsi Jawa Barat adalah Sektor Jasa-jasa;
dan Sektor Pertanian. Dimana pada Sektor Pertanian memiliki kontribusi
PDRB diatas 11%, yang terus berfluktuasi tiap tahunya. Sedangkan untuk
Sektor Jasa-jasa pada Kota Depok hanya 7% saja, masih terpaut tinggi
dibandingakan dengan Propinsi.
Pada urutan keempat selanjutnya dengan nilai kontribusi PDRB yang
berbeda lagi antara Kota Depok dan Propinsi Jawa Barat adalah Sektor Jasajasa; dan Sektor Pengangkutan & Komunikasi. Dimana pada Sektor Jasa-jasa
8
memiliki kontribusi PDRB diatas 6% yang terus meningkat dari tahun 2000
sampai dengan tahun 2010 sebesar 8,85%. Sedangkan untuk Sektor
Pengangkutan & Komunikasi pada Kota Depok di atas 5%, dan terus menerus
mengalami peningkatan dari tahun-tahun sebelumnya yaitu di tahun 2000
sebesar 5,04% dan di tahun 2010 sebesar 6,28%.
Selanjutnya Sektor-sektor dengan nilai PDRB atas dasar harga berlaku
pada urutan kelima, untuk Propinsi Jawa Barat adalah Sektor Pengankutan &
Komunikasi yang sangat tinggi nilai PDRB di bandingkan tahun lainya yaitu di
tahun 2010 sebesar 7,08%, dan Sektor Bangunan untuk Kota Depok di tahun
2010 sebesar 4,73%, hanya terpaut selisih 2,35%.
Adapun beberapa sektor yang memiliki kontribusi yang cukup rendah,
persentase distribusi sektor berada dibawah lima persen yaitu Sektor
Bangunan; Sektor Bank & Lembaga Keuangan Lainnya; dan Sektro Listrik,
Gas & Air Bersih untuk Propinsi Jawa Barat. Sedangkan untuk Kota Depok itu
sendiri adalah Sektor Pertanian; Sektor Listrik, Gas & Air Bersih; dan Sektor
Bank & Lembaga Keuangan Lainnya.Tiap sektor masing-masing memiliki
perannya yang berbeda sehingga dapat di jadikan acuan untuk keberlangsung
bagi pertumbuhan baik itu di Kota maupun di Propinsi, sehingga dari ciri- ciri
diatas dapat kita perhatikan peran setiap sektor dalam pertumbuhanya di Kota
Depok
dan Propinsi Jawa Barat berdasarkan uraian singkat diatas maka
peneliti akan menganalisis data yang diperoleh BAPEDA Kota Depok dan BPS
Kota Depok, sehingga penulis mengambil judul “ANALISIS POTENSI
SEKTOR EKONOMI DI KOTA DEPOK PERIODE 2000-2010”.
9
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan permasalahan diatas muncul beberapa pertanyaan sebagai
berikut:
1. Bagaimana perkembangan PDRB selama 11 tahun pada masing-masing
sektor ekonomi di Kota Depok?
2. Sektor basis ekonomi apa yang dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi
masing-masing daerah analisis di Kota Depok?
3. Sektor-sektor ekonomi mana yang potensial untuk dikembangkan sebagai
penunjang pertumbuhan ekonomi di Kota Depok?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui perkembangan PDRB selama 11 tahun (tahun 20002010) pada masing-masing sektor di Kota Depok dan Propinsi Jawa Barat.
2. Untuk mengetahui sektor basis ekonomi yang dapat meningkatkan
pertumbuhan ekonomi wilayah Kota Depok.
3. Untuk
mengetahui
sektor-sektor
ekonomi
yang
potensial
untuk
dikembangkan sebagai penunjang pertumbuhan ekonomi di Kota Depok.
10
D. Manfaat Penelitian
Selain itu penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai:
1. Tambahan informasi dan bahan kajian tentang gambaran/informasi tentang
potensi pertumbuhan ekonomi di Kota Depok, sehingga Pemerintah daerah
lebih dapat mengembangkan potensi daeranya secara optimal.
2. Dapat menjadi masukan bagi para pembuat kebijakan yang berhubungan
dengan pembangunan Kota Depok.
3. Sumbangan pemikiran terhadap pembangunan yang ada.
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Teori Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi Wilayah
Pertumbuhan dan pembangunan ekonomi adalah dua konsep yang tidak
dapat dipisahkan. Pembangunan menentukan usaha pembangunan yang
berkelanjutan dan tidak memusnahkan sumber daya asli, manakala teori dan
model pertumbuhan yang dihasilkan dijadikan panduan dasar negara. Konsep
pertumbuhan ekonomi sebagai suatu ukuran kuantitatif yang menggambarkan
perkembangan suatu perekonomian dalam suatu tahun tertentu apabila
dibandingkan tahun sebelumnya. Sedangkan pembangunan ekonomi meliputi
berbagai aspek perubahan dalam kegiatan ekonomi, maka sampai dimana taraf
pembangunan ekonomi yang dicapai suatu Negara telah meningkat, tidak
mudah diukur secara kuantitatif (Sadono Sukirno, 2007:10). Walaupun tidak
semua teori atau model dapat digunakan, namun perbincangan mengenai
peranan faktor pengeluaran termasuk buruh, tanah, modal dan pengusaha boleh
menjelaskan sebab-sebab berlakunya ketiadaan pembangunan dalam sebuah
negara. Pada peringkat awal, pendapatan perkapita menjadi pengukur utama
bagi pembangunan. Walau bagaimanapun, melalui perubahan masa, aspek
pembangunan manusia dan pembangunan berwawasan lingkungan semakin
ditekankan.
12
1. Teori Pembangunan Ekonomi
Menurut
Prof
Meier
dalam
Mudjrajad
Kuncoro
(2005:17)
mendefinikasikan pembangunan ekonomi lebih dari sekedar pertumbuhan
ekonomi. Proses pembangunan menghendaki adanya pertumbuhan ekonomi
yang diikuti dengan adanya perubahan (growth plus change) dalam.
Pertama, perubahn struktur ekonomi; dari pertanian ke industri atau jasa.
Kedua, perubahan kelembagaan, balik lewat regulasi maupun reformasi
kelembagaan itu sendiri.
Penekanan pada kenaikan pendapatan per kapita (GNP riil dibagi
jumlah penduduk) dan tidak hanya kenaikan pendapatan nasional riil
menyiratkan bahwa perhatian pembangunan bagi negara miskin adalah
penurunan tingkat kemiskinan. Pendapatan nasional riil (atau GNP pada
harga konstan) yang meningkat seringkali tidak diikuti dengan perbaikan
kualitas hidup. Bila pertumbuhan penduduk melebihi atau sama dengan
pertumbuhan pendapatan nasional maka pendapatan perkapita bisa menurun
atau tidak berubah, dan jelas ini tidak dapat disebut ada pembangunan
ekonomi.
Menurut Arthur lewis dalam Mudjrajad Kuncoro (2005:51) teori
pembangunan pada dasarnya membahas pembangunan yang terjadi antara
daerah Kota atau Desa, yang mengikut sertakan proses urbanisasi yang
terjadi di antara kedua tempat tersebut. Teori ini juga membahas pola
investasi yang terjadi di sektor modern dan juga sistem penetapan upah yang
13
berlaku di sistem modern, yang pada akhirnya berpengaruh besar terhadap
arus urbanisasi yang ada.
Mengawali teorinya, Lewis mengasumsikan bahwa perekonomian
suatu Negara pada dasarnya terbagi menjadi dua yaitu:
a. Perekonomian Tradisional
Dalam teorinya Lewis mengasumsikan bahwa di daerah pedesaan,
dengan perekonomian tradisionalnya, mengalami surplus tenaga kerja.
Surplus tersebut erat kaitanya dengan basis utama perekonomian yang
diasumsikan berada dari perkonomian tradisioanal adalah bahwa tingkat
hidup masyarakat berada pada tingkat subsistem akibat perekonomian
yang berifat subsitem pula. Hal ini ditandai dengan nilai-nilai marginal
(marginal product) dari tenaga kerja yang bernilai nol, artinya fungsi
produksi pada sektor pertanian telah sampai pada tingkat berlakunya
hukum law of diminishing return. Kondisi ini menunjukan bahwa
penambahan input variable, dalam hal ini tenaga kerja justru akan
menurunkan total produksi yang ada.
b. Perekonomian Industri
Perekonomian ini terletak di perkotaan, di mana sektor yang berperan
penting adalah sektor industri. Ciri dari perekonomian ini adalah tingkat
produktivitas yang tinggi dari input yang digunakan, termaksud tenaga
kerja. Hal ini menyiratkan bahwa nilai produk marginal terutama dari
tenag kerja, bernilai positif. Dengan demikian, perekonomian perkotaan
merupakan daerah tujuan bagi para pekerja yang berasal dari, karena nilai
14
produksi marginal dari tenaga kerja yang positif menunjukan bahwa
fungsi produksi belum belum berada pada tingkat optimal yang mungkin
dicapai. Jika ini terjadi, berarti penambahan tenaga kerja pada system
produksi yang ada akan meningkatkan output yang akan diproduksi.
Dengan demikian industri di perkotaan masih menyediakan lapangan
pekerjaan, dan ini akan berusaha dipenuhi oleh penduduk pedesaan
dengan jalan berurbanisasi.
Pembangunan dapat dilihat dari berbagi segi. Pertama, dari segi
pembangunan
sektoral.
Pencapaian
sasaran
pembangunan
Nasional
dilakukan melalui berbagai kegiatan pembangunan sektoral disesuaikan
dengan kondisi dan potensi daerah. Kedua, dari segi pembangunan wilayah
yang meliputi perkotaan dan pedesaan sebagai pusat dan lokasi kegiatan
social ekonomi dari wilayah tersebut. Ketiga, pembangunan daerah dilihat
dari segi pemerintah. Tujuan pembangunan daerah hanya dapat dicapi
apabila pemerintah daerah dapat berjalan dengan baik. Oleh Karena itu
pembanguna
daerah
merupakan
suatu
usaha
pengembangan
dan
memperkuat pemerintah daerah dalam rangka makin mantapnya otonomi
daerah yang nyata, dinamis, serasi dan bertanggung jawab (Sjafrizal:2008).
Dengan pemahaman pembanguna tersebut sebgai penjabaran dari
pembangunan Nasional. Kinerja pembangunan Nasional merupakan agregat
dari kinerja pembangunan dari seluruh daerah. Pencapaian tujuan dan
sasaran pembangunan Nasional merupakan agregat dari pencapaian semua
Propinsi, dan pencapaian tujuan pembangunan di tingkat Propinsi
15
merupakan agregat pencapaian kabupaten/kota. Dengan demikian tanggung
jawab untuk mencapai tujuan dan sasaran pembangunan Nasional menjadi
kewajiban bersama antar pemerintah pusat dan daerah. Perencanaan
pembanguna daerah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sistem
perencanaan pembangunan Nasional. Sinkronisasi kebijakan, program dan
kegiatan pembanguna sangat penting untuk mengoptimalkan pengelolaan
dan pemanfaatan sumber daya yang terbatas.
2. Teori Pertumbuhan Ekonomi
Menurut Schumpeter dalam Sadono Sukirno (2007:434) menekankan
pentingnya peranan pengusaha di dalam mewujudkan pertumbuhan
ekonomi. Dalam teori ini ditunjukan bahwa para pengusaha merupakan
golongan yang akan terus menerus membuat pembaharuan atau inovasi
dalam kegiatan ekonomi. Inovasi tersebut meliputi: memperkenalkan
barang-barang baru, mempertinggi efesian cara memproduksi dalam
menghasilkan suatu barang, memperluas pasar suatu barang ke pasaranpasaran yang baru, mengembangkan sumber bahan mentah yang baru dan
mengadakan
perubahan-perubahan
dalam
organisasi
dengan
tujuan
mempertinggi keefisienan kegiatan perusahaan.
Di dalam mengemukakan teori pertumbuhanya Schumpeter memulai
analisisnya dengan memisalkan bahwa perekonomian sedang dalam keadan
tidak berkembang. Tetapi keadan ini tidak berlangsung lama. Pada waktu
keadaan tersebut berlaku, segolongan pengusaha menyadari tentang
16
berbagai kemungkinan untuk mengadakan inovasi yang menguntungkan.
Didorong
keinginan
mendapatkan
keuntungan
dari
mengadakan
pembaharuan tersebut, mereka akan meminjam modal dan akan melakukan
penanaman modal. Inovasi yang baru ini akan meninggikan tingkat kegiatan
ekonomi Negara.
Menurut Harrod-Domar dalam Sadono Sukirno (2007:435) dalam
menganalisis mengenai masalah pertumbuhan ekonomi bertujuan untuk
menerangkan syarat yang harus dipenuhi supaya suatu perekonomian dapat
mencapai pertumbuhan yang teguh atau steady growth dalam jangka
panjang.
Menurut Simon Kuznets dalam M.L Jhingan (2004:57) pertumbuhan
ekonomi adalah “Peningkatan kemampuan suatu Negara (daerah) untuk
menyediakan barang-barang ekonomi bagi penduduknya, yang terwujud
dengan adanya kenaikan output nasional secara terus-manerus yang
disertai
dengan
kemajuan
teknologi
serta
adanya
penyesuaian
kelembagaan, sikap dan ideologi yang dibutuhkannya”.
Pertumbuhan ekonomi dapat diketahui dengan membandingkan
PDRB pada suatu tahun tertentu (PDRBt) dengan PDRB tahun sebelumnya
(PDRBt-1).
Laju Pertumbuhan Ekonomi
PDRBt – PDRB (t-1)
---------------------------- X 100%
PDRB (t-1)
17
Menurut Arsyad (2010:270) Pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh
beberapa faktor-faktor sebagai berikut:
a. Akumulasi Modal, termasuk investasi baru yang berwujud tanah (lahan),
peralatan fiskal dan suberdaya manusia (human resources), akan terjadi
jika ada bagian dari pendapatan sekarang yang akan ditabung dan
diinvestasikan untuk memperbesar output pada masa yang akan datang.
Akumulasi modal akan menambah suberdaya-sumberdaya yang baru dan
meningkatkan sumberdaya-sumberdaya yang ada.
b. Pertumbuhan penduduk, dan hal-hal yang berhubungan dengan kenaikan
jumlah angkatan kerja dianggap sebagi faktor yang positif dalam
merangsang pertumbuhan ekonomi yang berlaku dalam menyerap dan
memperkerjakan tenaga kerja yang produktif.
c. Kemajuan teknologi menurut para ekonom, merupakan faktor yang
paling penting bagi pertumbuhan ekonomi. Dalam bentuknya yang paling
sederhana, kemajuan teknologi disebabkan oleh cara-cara baru dan caracara lama yang diperbaiki dalam melakukan pekerjaan-pekerjaan
tradisional.
18
3. Teori Pertumbuhan Ekonomi Daerah
Menurut Robinson Tarigan (2005:46) Pertumbuhan ekonomi daerah
didefinisikasikan sebagai:
Pertambahan pendapatan masyarakat yang terjadi di suatu wilayah, yaitu
kenaikan seluruh nilai tambah (added value) yang terjadi di wilayah
tersebut.
Perhitungan pendapatan wilayah pada awalnya dibuat dalam harga
berlaku. Namun agar dapat melihat pertambahan dari kurun waktu ke kurun
waktu berikutnya, harus dinyatakan dalam nilai riil, artinya dinyatakan
dalam harga konstan.
Terdapat beberapa teori pertumbuhan ekonomi daerah/wilayah
sebagai berikut berikut;
a. Teori Rostow.
Teori ini melihat pembangunan ekonomi sebagai proses perubahan yang
bersifat garis lurus dan bertahap. Salah satu teori yang terkenal adalah
teori W.W Rostow tentang tahap-tahap pertumbuhan ekonomi. Menurut
Rostow, suatu perekonomian akan berkembang menjadi perekonomian
maju dalam lima tahap, yaitu: 1) Tahap Perekonomoan Tradisional . 2)
Tahap Pra Lepas Landas. 3) Thap Lepas Landas “Take Of”. 4) Tahap
Kedewasaan “Maturity”. 5) Tahap Konsumsi Masa Tingkat Tinggi “High
Mass Consum ption” (Prathama Raharja, 2004:332).
19
b. Teori Pertumbuhan Neo-Klasik
Teori pertumbuhan Neo Klasik dikembangkan oleh Robert M. Solow
(1970) dari Amerika Serikat dan TW. Swan (1956) dari Australia.
Menurut teori ini tingkat pertumbuhan berasal dari 3 sumber yaitu
akumulasi
modal,
bertambahnya
penawaran
tenaga
kerja
dan
peningkatan teknologi. Teori Neo Klasik sebagai penerus dari teori klasik
menganjurkan agar kondisi selalu diarahkan untuk menuju pasar
sempurna. Dalam keadaan pasar sempurna perekonomian bisa tumbuh
maksimal. Analisis lanjutan dari paham neo klasik menunjukkan bahwa
terciptanya suatu pertumbuhan yang mantap (steady growth), diperlukan
suatu tingkat s (saving) yang pas dan seluruh keuntungan pengusaha
diinvestasikan kembali di wilayah itu.
c. Teori Harrod-Domar Dalam Sistem Regional
Teori ini dikembangkan pada waktu yang hampir bersamaan oleh Roy F.
Harrod (1948) di Inggris dan Evsey D. Domar (1957) di Amerika
Serikat. Teori ini didasarkan atas asumsi:
1) Perekonomian bersifat tertutup,
2) Hasrat menabung (MPS = s) adalah konstan,
3) Proses produksi memiliki koefisien yang tetap, serta
4) Tingkat pertumbuhan angkatan kerja (n) adalah konstan dan sama
dengan tingkat pertumbuhan penduduk.
20
d. Teori Pertumbuhan Jalur Cepat Yang Disinergikan
Teori
Pertumbuhan
Jalur
Cepat
(Turnpike)
diperkenalkan
oleh
Samuelson (1955). Setiap negara/wilayah perlu melihat sektor/komoditi
apa yang memiliki potensi besar dan dapat dikembangkan dengan cepat,
baik karena potensi alam maupun karena sektor itu memiliki competitive
advantage untuk dikembangkan. Artinya dengan kebutuhan modal yang
sama sektor tersebut dapat memberikan nilai tambah yang lebih besar,
dapat berproduksi dalam waktu relative singkat dan volume sumbangan
untuk perekonomian yang cukup besar. Agar pasarannya terjamin,
produk tersebut harus dapat menembus dan mampu bersaing pada pasar
yang lebih luas. Perkembangan struktur tersebut akan mendorong sektor
lain untuk turut berkembang sehingga perekonomian secara keseluruhan
akan tumbuh. Mensinergikan sektor-sektor adalah membuat sektorsektor saling terkait dan saling mendukung sehingga pertumbuhan sektor
yang satu mendorong pertumbuhan sektor yang lain, begitu juga
sebaliknya. Menggabungkan kebijakan jalur cepat dan mensinergikannya
dengan sektor lain yang terkait akan mampu membuat perekonomian
tumbuh cepat.
21
B. Produk domestic Regional Bruto (PDRB)
Pengertian PDRB menurut Badan Pusat Statistik (2010:8) yaitu jumlah
nilai tambah yang dihasilkan untuk seluruh wilayah usaha dalam suatu wilayah
atau merupakan jumlah seluruh nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan
seluruh unit ekonomi di suatu wilayah. Data PDRB juga menggambarkan
kemampuan suatu daerah dalam mengelola sumber daya alam dan sumber daya
manusia yang dimiliki.
C. Metode Basis Ekonomi
1. Basis Ekonomi (LQ)
Teori
basis
ekonomi
(economic
base
theory)
mendasarkan
pengalamanya bahwa laju pertumbuhan ekonomi suatu wilayah ditentuka
oleh besarannya peningkatan eksport dari wilayah tersebut. Kegiatan
ekonomi dikelompokkan atas kegiatan basis dan kegiatan non basis. Hanya
kegiatan basis yang dpat mendorong pertumbuhan ekonomi wilayah
(Robinson Tarigan, 2005:28).
Teori basis ekspor murni dikembangkan pertama kali oleh Tiebout.
Teori ini membagi kegiatan produksi/jenis pekerjaan yang terdapat didalam
satu wilayah atas sektor basis dan sektor non basis. Kegiatan basis adalah
kegiatan yang bersifat exogenous artinya tidak terikat panda kondisi internal
perekonomian wilayah dan sekaligus berfungsi mendorong tumbuhnya jenis
pekerjaan lainnya. Sedang kegiatan non basis adalah kegiatan untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat di daerah itu sendiri.
22
Oleh karena itu, pertumbuhanya tergantung kepada kondisi umum
perekonomian wilayah tersebut. Artinya, sektor ini bersifat endogenous
(tidak bebas tumbuh), pertumbuhan tergantung kepada perekonomian
wilayah secara keseluruhan. (Robinson Tarigan, 2005:55).
Dalam perekonomian regional terdapat kegiatan-kegiatan basis dan
kegiatan - kegiatan bukan basis. Menurut Glasson (1990) kegiatan-kegiatan
Basis (Basic activities) adalah kegiatan mengekspor barang-barang dan jasa
keluar batas perekonomian masyarakatnya atau memasarkan barang dan jasa
mereka kepada orang yang datang dari luar perbatasan perekonomian
masyarakat yang bersangkutan. Sedangkan kegiatan bukan basis (Non basic
activities) adalah kegiatan menyediakan barang yang dibutuhkan oleh orang
yang bertempat tinggal didalam batas perekonomian masyarakat yang
bersangkutan. Kegiatan-kegiatan ini tidak mengekspor barang jadi; luas
lingkup produksi dan daerah pasar yang terutama bersifat lokal. Implisit
didalam pembagian kegiatan- kegiatan ini terdapat hubungan sebab akibat
yang membentuk teori basis ekonomi.
Bertambah banyaknya kegiatan basis dalam suatu daerah justru akan
menambah arus pendapatan kedalam daerah yang bersangkutan, menambah
permintaan barang dan jasa sehingga akan menimbulkan kenaikan volume
kegiatan. Sebaliknya berkurangnya kegiatan basis dapat mengurangi
pendapatan suatu daerah dan turunnya permintaan terhadap barang dan jasa
dan akan menurunkan volume kegiatan (Richardson, 1977).
23
Kegiatan basis mempunyai peranan penggerak pertama (Prime mover
role) dimana setiap perubahan mempunyai efek multiplier terhadap
perekonomian regional. Pendekatan secara tidak langsung mengenai
pemisahan antara kegiatan basis dan kegiatan bukan basis dapat
menggunakan salah satu ataupun gabungan dari tiga metode yaitu:
a. Menggunakan
asumsi-asumsi
atau
metode
arbetrer
sederhana
mengasumsikan bahwa semua industri primer dan manufakturing adalah
Basis, dan semua industri Jasa adalah bukan basis, metode tidak
memperhitungkan adanya kenyataan bahwa dalam sesuatu kelompok
industri bisa terdapat industri-industri yang menghasilkan barang yang
sebagian di ekspor atau dijual kepada lokal atau ke duanya.
b. Metode Location Quotient (LQ).
Metode Location Quotient (LQ) adalah salah satu tehnik pengukuran
yang paling terkenal dari model basis ekonomi untuk menentukan sektor
basis atau non basis (Prasetyo, 2001: 41-53; Lincolyn, 1997: 290).
Analisis LQ dimaksudkan untuk mengidentifikasi dan merumuskan
komposisi dan pergeseran sektor-sektor basis suatu wilayah dengan
menggunakan produk domestik regional bruto (PDRB) sebagai indikator
pertumbuhan wilayah.
Dengan dasar pemikiran economic base
kemampuan suatu sektor dalam suatu daerah dapat dihitung dari rasio
berikut:
24
LQ = (Lij/LJ) / (Nip/Np)
Keterangan:
Lij
= Nilai tambah sektor i di daerah j (Kabupaten/Kota)
Lj
= Total nilai tambah sektor di daerah j
Nip
= Nilai tambah sektor i di daerah p (Propinsi/ Nasional)
Np
= Total nilai tambah sektor di p
P
= Propinsi /Nasional
Lij/Lj
= Prosentasi employment regional dalam sektor i
Nip/Np
= Prosentase employment nasional dalam sektor i
Berdasarkan hasil perhitungan LQ tersebut dapat dianalisis dan
disimpulkan sebagai berikut:
1) LQ > 1 Jika LQ lebih besar dari 1, berarti tingkat spesialisasi sektor
tersebut di daerah analisis lebih besar dari sektor yang sama pada
Propinsi daerah analisis.
2) LQ < 1 Jika LQ lebih kecil dari 1, berarti tingkat spesialisasi sektor
tersebut di daerah analisis lebih kecil dari sektor yang sama pada
Propinsi daerah analisis.
3) LQ = 1 Jika LQ sama dengan 1, berarti tingkat spesialisasi sektor
tersebut di daerah analisis sama dari sektor yang sama pada Propinsi
daerah analisis.
25
c. Metode ketiga, yakni kebutuhan minimum (minimum requirements)
adalah modifikasi dari metode LQ dengan menggunakan distribusi
minimum dari employment yang diperlukan untuk menopang industri
regional dan bukannya distribusi rata–rata. Untuk setiap daerah yang
pertama dihitung adalah persentase angkatan kerja regional yang
dipekerjakan
dalam
setiap
industri.
Kemudian
persentase
itu
diperbandingkan dengan perhitungan hal-hal yang bersifat kelainan dan
persentase terkecil dipergunakan sebagai ukuran kebutuhan minimum
bagi industri tertentu. Persentase minimum ini dipergunakan sebagai
batas dan semua employment di daerah-daerah lain yang lebih tinggi dari
persentase dipandang sebagai employment basis. Proses ini dapat
diulangi untuk setiap industri di daerah bersangkutan untuk memperoleh
employmen basis total.
Dibandingkan dengan metode LQ, metode ini justru lebih bersifat
arbiter karena sangat tergantung pada pemilihan persentase minimum dan
tingkat disagregasi-disagregasi yang terlalu terperinci, bahkan dapat
mengakibatkan hampir semua sektor menjadi kegiatan basis atau ekspor.
Teori basis ini mempunyai sifat yang mudah diterapkan, sederhana
dan dapat menjelaskan struktur perekonomian suatu daerah dan dampak
umum dari perubahan-perubahan jangka pendek. Keterbatasan teori ini tidak
terlalu ketat dan dapat menjadi landasan yang sangat bermanfaat bagi
peramalan jangka pendek
26
2. Analisi Shift Share
Analisis Shift Share sangat berguna dalam menganalisis perubahan
struktur ekonomi daerah dibandung
PERIODE 2000-2010
Knowledge, Piety, Integrity
Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Untuk Memenuhi Syarat – Syarat Meraih Gelar Sarjana Ekonomi
Disusun Oleh:
FATIA HILMIYATI
106084003586
JURUSAN ILMU EKONOMI DAN STUDI PEMBANGUNAN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1434H/2013M
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I.
IDENTITAS PRIBADI
1. Nama Lengkap
: Fatia Hilmiyati
2. Tempat, Tanggal Lahir
: Jakarta, 24 Juli 1987
3. Jenis Kelamin
: Perempuan
4. Agama
: Islam
5. Alamat
: Jalan Semanggi I, Rt 001/03 No 21
Cempaka Putih - Ciputat Timur
Tangerang Selatan
6. No Telepon
: 021-97688986
7. Email
: [email protected]
II. PENDIDIKAN FORMAL
1. Tk
: TK Mutiara
2. SD
: SD Negeri Legoso-Banten
3. SMP
: MTS Islamiyah Ciputat
4. SMA
: MAN 4 Pondok Pinang Jakarta
5. Universitas
: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
III. LATAR BELAKANG KELUARGA
1. Ayah
: Drs. H. Djedjen Zainuddin
2. Ibu
: Tikah Atikah
3. Alamat
: Jalan Semanggi I, Rt 001/03 No 21
Cempaka Putih - Ciputat Timur
Tangerang Selatan
4. Anak Ke
: 3 (Tiga) dari 5 (Lima) Bersaudara
i
ANALYSIS OF THE POTENTIAL ECONOMIC SECTOR IN DEPOK
2000 – 2010 Periods
By : Fatia Hilmiyati
Abstract
This Research is an effort to determine potential areas that affect the
economic growth in Depok during 2000 through 2010, and some of the potential
contribution of these sectors to the economic growth of the region. The data used
is the Gross Regional Domestic Product (GRDP) and Depok West Java in 2000
until 2010. This study used analysis tools Location Quotient (LQ) equipped with
analysts Shift share, which to know the leading sectors in Depok.
In Depok which is a sector basis with an average LQ is the largest building
sector, with an average of LQ (2.00 percent), then the setor trade, Hotel &
Restaurant 1.48%; Sector Electricity, Gas & Water Supply 1,44%, and Sector
Transportation & Communications. Shift share analysis results of the method
using the differential growth component (Dj) in Depok City of 9 sector indicated
that there are 8 sectors, where the proficiency level sector grew more slowly
compared with the same economic sector in West Java, so to 8 sectors have low
competitiveness and no potential to be developed to spur economic growth in the
city of Depok, while the proportional growth component (Pj) show that there are
6 sectors which have an average positive value, it means the city of Depok has a
faster growth in the same sector with the fastest growing sectors in economy of
West Java Province.
Of the 9 sectors in the city of Depok, based on the results of shift share
analysis method using differential component (Dj) in Depok there is only one
sector, namely the Manufacturing sector (Dj) average of 25383.19 is growing
faster than the sector the same economy as the West Java Province.
Keywords : Economic Potency, Location Quotient, Shift Share
ii
ANALISIS POTENSI SEKTOR EKONOMI DI KOTA DEPOK
PERIODE 2000 - 2010
Oleh : Fatia Hilmiyati
ABSTRAK
Penelitian ini merupakan salah satu upaya untuk mengetahui potensi-potensi
daerah yang berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi di Kota Depok selama
tahun 2000 hingga tahun 2010, dan beberapa besar sumbangan sektor-sektor
potensial tersebut terhadap pertumbuhan ekonomi daerah. Data yang digunakan
yaitu Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kota Depok dan Jawa Barat
tahun 2000 sampai dengan 2010. Dalam penelitian ini digunakan alat analisis
Location Quotient (LQ) yang dilengkapi analis Shift share, yang digunakan untuk
mengetahui sektor-sektor unggulan di Kota Depok.
Untuk Kota Depok yang merupakan sektor basis dengan rata-rata LQ
terbesar yaitu sektor Bangunan dengan LQ rata-rata sebesar 2,00%, kemudian
sektor Perdagangan, Hotel & Restoran 1,48%, Sektor Listrik, Gas & Air Bersih
1,44%, dan Sektor Pengangkutan & Komunikasi. Hasil metode analisis Shift
share menggunakan komponen pertumbuhan differensial (Dj) pada Kota Depok
dari 9 sektor terindikasi bahwa terdapat 8 sektor, dimana sektor tesebut tumbuh
lebih lambat dibandingkan sektor ekonomi yang sama dengan Propinsi Jawa
Barat, sehingga ke 8 sektor tersebut memiliki daya saing rendah dan tidak
berpotensi untuk dikembangkan untuk memacu pertumbuhan ekonomi Kota
Depok, sedangkan komponen pertumbuhan proporsional (Pj) menunjukan bahwa
terdapat 6 sektor yang memiliki nilai rata-rata positif, hal ini berarti Kota Depok
memiliki pertumbuhan lebih cepat pada sektor yang sama dengan sektor yang
tumbuh cepat di perekonomian Propinsi Jawa Barat.
Dari ke 9 Sektor yang ada di Kota Depok, berdasarkan hasil metode analisis Shift
Share menggunakan komponen differensial (Dj) pada Kota Depok hanya terdapat
1 sektor, yaitu sektor Industri Pengolahan dengan (Dj) rata-rata 25383,19 yang
tumbuh lebih cepat dibandingkan sektor ekonomi yang sama dengan Propinsi
Jawa Barat.
Kata Kunci : Potensi Ekonomi, Kuosien Lokasi, Shift Share
iii
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr.Wb
Alhamdulillah puji dan syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah
SWT, yang telah memberikan limpahan nikmat, rahmat dan kasih sayang-Nya
serta Hidayah-Nya kepada penulis selama ini sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam tercurahkan kepada Nabi
Muhammad SAW sang pembawa risalah islam, pembawa syafaat bagi umatnya
dihari akhir kelak.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari
sempurna. Untuk itu, dengan segala kerendahan hati penulis sangat menyarankan
saran dan keritik yang dapat membangun dari berbagai pihak guna
penyempurnaan skripsi ini. Disamping itu, dalam penulisan skripsi ini tidak
terlepas dari bantuan banyak pihak, yang tulus memberikan do’a, saran dan kritik,
sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Apresiasi dan terima kasih yang setinggitingginya, disampaikan kepada semua pihak yang telah berpatisipasi dalam
penulisan skripsi ini. Smoga menjadi amal baik dan dibalas oleh Allah dengan
balasan yang lebih baik. Secara khusus, apresiasi dan terima kasih tersebut
disampaikan kepada:
1.
Ayahanda penulis Drs. H. Djedjen Zainuddin dan Ibunda Tikah Atikah
atas do’a dan kasih sayangnya yang tiada terbatas kepada penulis,
sehingga terselesaikanya skripsi ini.
2.
Bapak Prof. Dr. Abdul Hamid, MS Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3.
Bapak Dr. Lukman, M. Si selaku Ketua Jurusan Ilmu Ekonomi
Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri
Syarif
Hidayatullah
Jakarta
dan
Dosen
Pembimbing
Pertama
Akademik, yang telah membantu membimbing dan mengarahkan
penulis selama penulisan skripsi ini.
iv
4.
Bapak M. Hartana I. Putra, SE, M.Si, Dosen Pembimbing Kedua
Akademik, yang telah membantu membimbing dan mengarahkan
penulis selama penulisan skripsi ini.
5.
Ibu Utami Baroro, M.Si selaku Sekretaris Jurusan Ilmu Ekonomi
Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta.
6.
Bapak Herni Ali HT, SE, MM sebagai Ketua penguji ujian skripsi,
Bapak Yoghi Citra Pratama, M.Si sebagai Sekretaris penguji ujian
skripsi, dan Bapak Zuhairan Yunmi Yunan, SE, M. Sc sebagai Penguji
ahli ujian skripsi.
7.
Seluruh Dosen-dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Bapak Abas, Bapak
Amir Syarifudin, Bapak Suhenda, Bapak Heri, Bapak Nurbelian, Bapak
Muchtar lamo, Bapak Roikhan, Ibu Fitri Amalia, Ibu Rahmawati.
8.
Seluruh staf dan karyawan Fakultas Ekonomi dan Bisnis khususnya
Bapak Heri, Bapak Sofyan, Bapak Alfred, Bapak Rahmat, Pakde, Ibu
Lili, Ibu Ani, Ibu Umi, Ibu Dewi dan Ibu Sizka walaupun di semester
awal streng banget tapi setelah penulis menyelsaikan semester akhir,
ibu sizka sangat baik banget terutama anak-anak IESP, terimakasih
Bapak – bapak dan Ibu - ibu staf yang telah memberikan pelayanan
dengan baik.
9.
Kepada Suami ku Taufik Hidayat, A.Md yang telah mencurahkan
waktunya
sentatiasa
menemani dan membantu
penulis
dalam
menyelesaikan skripsi ini.
10. Kepada Kakak ku Nita Rihlati fadhilah Laila S.Hum dan Master Saeho;
Syifa Syafariyah Rahmani SE dan Tarjudin MT; Nurhayati dan Iwan;
kedua adik ku Imamul Azkiya dan Fikri Hidayatul Ilmi dan yang
tercinta M. Rafa Al-Khwarizmi Hidayat.
v
11. My Best Friend “Kati Pane, SE dan Soraya MHJ” yang selalu setia
dalam suka dan duka serta untuk setiap kebahagian dan kesedihan yang
telah kita lalui bersama dalam menyelesaikan studi S1 ini.
12. Keluarga besar jurusan IESP (Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan)
seluruh angkatan khususnya angkatan 2006 yaitu: Upi, Fera, Frizka,
Leni, Yunita, Ifad, Bakar, Saras, Laras, Resna, Ibnu, Fadli, Ovi, Putra
Aditya (2009).
13. Keluarga Besar dan Teman – teman di Kampung Semanggi - Ciputat
yang selalu memberikan motivasi kepada penulis untuk menyelesaikan
skripsi ini.
14. Kepada Guru-guru TKA-TPA AS-SALAM dan Ibu Kepala Sekolah,
Pengajar serta Ibu-ibu Wali Murid TK Gemilang – Ciputat Timur yang
senantiasa memberikan masukan dan semangat kepada penulis untuk
selalu semangat dalam menyelesaikan skripsi ini.
Ciputat, 30 Juli 2013
Fatia Hilmiyati
vi
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI
LEMBAR UJIAN KOMPREHENSIF
SURAT PERNYATAAN KARYA ILMIYAH
DAFTAR RIWAYAT HIDUP …………………………………………… i
ABSTRACT ………………………………………………………………. ii
ABSTRAK ……………………………………………………………….... iii
KATA PENGANTAR ……………………………………………………. iv
DAFTAR ISI ……………………………………………………………… vii
DAFTAR TABEL ………………………………………………………… xi
DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………... xiii
DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………... xiv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah …………………………………….
1
B. Rumusan Masalah …………………………………………... 10
BAB II
C. Tujuan Penelitian …………………………………………....
10
D. Manfaat Penelitian …………………………………………..
11
TINJAUAN PUSTAKA
A. Teori Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi …………..
12
1. Teori Pembangunan Ekonomi …………………………..
13
2. Teori Pertumbuhan Ekonomi …………………………….
16
3. Teori Pertumbuhan Ekonomi Daerah …………………....
19
vii
a.
Teori Rostow ………………………………………… 19
b.
Teori Pertumbuhan Neo-Klasik ……………………... 20
c.
Teori Harrod-Domar Dalam System Regional ……… 20
d.
Teori Pertumbuhan Jalur Cepat Yang Disinergikan ...
21
B. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) ………………....
22
C. Metode Basis Ekonomi ……………………………………...
22
1. Basis Ekonomi (LQ) ……………………………………… 22
2. Analisis Shift Share (SS) …………………………………. 27
BAB III
D. Penelitian Terdahulu ………………………………………...
28
E. Kerangka Penelitian …….…………………………………...
35
METODOLOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian …………………………………… 38
B. Jenis Data dan Sumber Data……………………………….
38
C. Metode Pengumpulan Data …………………………………. 39
D. Teknik Analisis Data ………………………………………... 39
1. Analisis Location Quentient (LQ) ……………………….
40
2. Analisis Shift Share (SS) ………………………………… 43
3. Tipologi …………………………………………………..
48
E. Definisi Operasional Variabel Penelitian …………………...
51
viii
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Sekitar Gambaran Umum Objek Penelitian ………………... 52
1. Gambaran Umum Propinsi Jawa Barat ………………….. 52
a.
Keadaan Geografis …………………………………..
52
b.
Kependudukan ………………………………………
53
c.
Ketenaga Kerjaan ……………………………...........
55
d.
Pemerintahan ……………………………………......
56
e.
Pendidikan ………………………………….…..…… 57
f.
Analisis Potensi pertumbuhan Ekonomi …....…..…..
58
2. Gambaran Umum Kota Depok …………………….…… 58
a.
Keadaan Geografis …………………………....….....
58
b.
Kependudukan ………………………………..….....
60
c.
Ketenaga Kerjaan …………………………….…......
60
d.
Pemerintah ……………………………………........
61
e.
Pendidikan ………………………………….......…...
64
f.
Kesehatan ………………………………….…....…..
66
B. Analisis Pertumbuhan Sektor ………….……………………
67
1. Analisis Perkembangan PDRB ……………………….....
67
a.
Kota Jawa Barat …………………………………….
69
b.
Propinsi Depok ………………………………….….
70
2. Analisis Potensi Location Quontient (LQ) ………..……..
71
Kota Depok ……………………………………..…..
72
a.
ix
3. Analisis Shift Share (SS) ………………………….…..…. 74
a.
Kota Depok …………………………….………...….
76
4. Tipologi sektoral ………………………………..…..…… 85
C. Pembahasan ………………………………………………….
89
1. Pembahasan Per Sektoral Kota Depok………….......…… 89
a.
Sektor Pertanian……………………….………....….
89
b.
Sektor Industri Pengolahan………….…………...….
91
c.
Sektor Listrik, Gas dan Air Bersih…….………..…… 92
d.
Sektor Bangunan/ Kontruksi………………….…......
94
e.
Sektor Perdagangan, Hotel & Restoran……….….....
96
f.
Sektor Pengangkutan & Komunikasi…………...……
97
g.
Sektor Bank & Lembaga Keuangan Lainnya .............. 99
h.
Sektor Jasa-jasa …………………..……………........
101
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ……………………………………………….…..
103
B. Saran …………………………………………………….……
106
DAFTAR PUSTAKA ………………………...………………….….……
108
LAMPIRAN……………………………………….……………….…..…
111
x
DAFTAR TABEL
Nomer
Keterangan
1.1
Distribusi Produk Domestik Regional Bruto Propinsi Jawa
Halaman
Barat atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha
6
Tahun 2000 s.d 2010 (Persen)
1.2
Distribusi Produk Domestik Regional Bruto Kota Depok
atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha Tahun
2000 s.d 2010 (Persen)
7
2.1
Ringkasan Penelitian Terdahulu
32
3.1
Makna tipologi sektoral ekonomi
50
4.1
Distribusi Persentase PDRB Menurut Lapangan Usaha
Propinsi Jawa Barat Harga Konstan 2000 Tahun 2000-2010
69
(persen)
4.2
Distribusi Persentase PDRB Menurut Lapangan Usaha Kota
Depok Harga Konstan 2000 Tahun 2000-2010 (persen)
70
4.3
Hasil Perhitungan Location Quotient (LQ) Kota
DepokTahun 2000-2010
72
4.4
Komponen Shift Share kota Depok Tahun 2000-2010
76
4.5
Komponen Pertumbuhan propotional (Pj) Kota depok
81
4.6
Komponen Pertumbuhan Differensial (Dj) Kota depok
84
4.7
Makna Tipologi Sektor Ekonomi
88
4.8
Analisis Sektor Pertanian
89
xi
4.9
Analisis Sektor Industri Pengolahan
91
4.10
Analisis Sektor Listrik, Gas dan Air Bersih
93
4.11
Analisis Sektor Bangunan
94
4.12
Analisis Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran
96
4.13
Analisis Sektor Pengangkutan & Komunikasi
98
4.14
Analisis Sektor Bank & Lembaga Keuangan Lainnya
99
4.15
Analisis Sektor Jasa-jasa
101
xii
DAFTAR GAMBAR
Nomer
Keterangan
Halaman
2.1
Bagan Kerangka Pemikiran Di Kota Depok
37
4.1
Peta Propinsi Jawa Barat
52
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Nomer
Keterangan
Halaman
I
Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga
Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha Propinsi Jawa
Barat Tahun 2000-2010
II
114
Produk Domestik Regional Burto Atas Dasar Harga
Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha Kota Depok
Tahun 2000-2010
117
III
Perhitungan Location Quotient (LQ) Kota Depok
118
IV
Location Quotient (LQ) Rata-rata Kota Depok Tahun
2000-2010
V
Komponen
119
Shift
Share
Propinsi
Jawa
Barat
Pertambahan (Gj) Tahunan Propinsi Jawa Barat
123
VI
Komponen National Share Propinsi Jawa Barat (Nj)
124
VII
Komponen Tumbuh Differential Shift (DJ) Propinsi
Jawa Barat
130
(P + D)j Propinsi Jawa Barat
131
IX
Komponen Differential Shift (Dj) Kota depok
135
X
Komponen Propotional Shift (Pj) Propinsi Jawa Barat
136
XI
Rata-rata Propotional Shift (Pj) Propinsi Jawa Barat
139
XII
Checking Perhitungan Shift Share Propinsi Jawa Barat
139
VIII
xiv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pembangunan nasional di negara-negara berkembang pada umumnya,
terfokus pada pembangunan ekonomi melalui usaha pertumbuhan ekonomi.
Pertumbuhan ekonomi berkaitan erat dengan peningkatan produksi barang dan
jasa, yang diukur antara lain melalui Produk Domestik Bruto (PDB) pada
tingkat nasional dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) pada tingkat
daerah baik Propinsi, Kabupaten maupun Kota.
Pelaksanaan pembangunan Indonesia selama ini juga tidak terlepas dari
pandangan tersebut. Pembangunan nasional mempunyai dampak atas
pembangunan daerah, sebab daerah adalah bagian integral dari suatu negara.
Indonesia sebagai suatu negara kesatuan, rencana pembangunannya meliputi
rencana pembagunan nasional maupun rencana pembangunan dalam tataran
regional. Pembangunan ekonomi nasional mempunyai dampak atas struktur
ekonomi nasional dan struktur ekonomi daerah. (Robinson Tarigan, 2005:234).
Pembangunan adalah usaha untuk menciptakan kesejahteraan rakyat.
Sebab, hasil pembangunan harus dapat dinikmati oleh seluruh rakyat sebagai
wujud peningkatan kesejahteraan lahir dan batin secara adil dan merata.
Pengembangan wilayah yang dapat dimulai dengan memahami kondisi
wilayah saat ini (tingkat perkembangannya), serta potensi dan permasalahan
yang ada di wilayah tersebut, yang selanjutnya dijadikan dasar pertimbangan
1
dalam
penentuan
prioritas
pembangunan.
Dengan
penggalian
dan
pengembangan potensi yang ada di daerah tersebut, maka secara langsung
ataupun tidak langsung akan meningkatkan pendapatan asli daerah serta
mengurangi ketergantungan bantuan dari luar wilayah (eksternal). (Fahrurrazy,
2009:11).
Setiap upaya pembangunan ekonomi daerah mempunyai tujuan utama
untuk meningkatkan jumlah dan jenis peluang kerja untuk masyarakat daerah.
Dalam upaya untuk mencapai tujuan tersebut, pemerintah daerah dan
masyarakatnya harus secara bersama-sama mengambil inisiatif pembangunan
daerah. Oleh karena itu, pemerintah daerah beserta partisipasi masyarakatnya
dan dengan menggunakan sumber daya yang ada harus mampu menaksir
potensi sumber daya yang diperlukan untuk merancang dan membangun
perekonomian daerah. (Lincolin Arsyad, 2010:374).
Kota Depok, merupakan bagian dari Kota Metropolitan Jabodetabek,
selain merupakan Kota yang berbatasan langsung dengan Wilayah Daerah
Khusus Ibu Kota Jakarta, Kota Depok juga merupakan wilayah penyangga Ibu
Kota Negara yang diarahkan untuk Kota Pemukiman, Kota Pendidikan,
Pusat Pelayanan Perdagangan dan Jasa, Kota Pariwisata dan sebagai Kota
Resapan Air. Ada empat faktor yang memicu perkembangan wilayah Kota
Depok, yaitu kedekatan geografis dengan Ibukota Negara, adanya Universitas
Indonesia, daya tarik sebagai tempat bermukim, dan otonomi daerah. Keempat
faktor ini bekerja simultan mendongkrak setiap sektor-sektor yang ada di Kota
2
depok untuk menjadi salah satu indikator dalam mengukur tingkat
perkembangan ekonomi tersebut.
Konsekuensi dalam membangun ekonomi daerah membutuhkan tujuan
yang matang dan peran serta pemerintah daerah serta masayarakat untuk
merancang dan membangun perekonomian daerah. Peran serta masyarakat dan
pemerintah dalam pembangunan daerah dapat terlaksana dengan kondusif,
karena ditunjang adanya otonomi daerah yang ditandai dengan lahirnya dua
produk undang-undang, yaitu UU. No. 22 tahun 1999 (sekarang UU tersebut
diganti dengan UU No.32 Tahun 2004) tentang Pemerintahan Daerah dan UU.
No 25 tahun 1999 (sekarang diganti dengan UU No 33 Tahun 2004) tentang
perimbangan Keuangan antara Pemerintah Daerah dan Pemerintah Pusat.
Lahirnya Undang-Undang tersebut disambut positif oleh banyak
kalangan dengan segenap harapan bahwa melalui otonomi daerah akan dapat
merangsang terhadap adanya upaya untuk menghilangkan praktik-praktik
sentralistik yang pada satu sisi dianggap kurang menguntungkan bagi daerah
dan penduduk lokal. Era otonomi telah memberikan kesempatan kepada
pemerintah
daerah,
baik
Propinsi
maupun
Kota/Propinsi
untuk
mengembangkan sendiri potensi daerah yang dimilikinya. Dengan kata lain,
daerah diberi wewenang untuk mengelola sendiri keuangannya sekaligus
menentukan arah pembangunan yang akan dilaksanakan demi tercapainya
kemakmuran penduduk didaerahnya, dengan mempertimbangan segenap
potensi, sumber daya serta faktor-faktor lainnya, baik faktor pendukung
maupun faktor penghambat.
3
Selanjutnya dalam tahap pengembangan wilayah, Kota Depok juga
menghadapi masalah dalam hal pemerataan pembangunan antar kecamatan.
Sumber ketimpangan diperkirakan karena ketidakmerataan jumlah dan
kepadatan penduduk, perbedaan
kecepatan perkembangan ekonomi di tiap
wilayah, perbedaan tingkat SDM dan penyediaan sarana dan prasarana yang
dapat menunjang perekonomian serta kurangnya perhatian pemerintah dalam
mengoptimalkan potensi lokal di setiap kecamatan. Untuk itu, sangat
penting dilakukan identifikasi potensi lokal dan tingkat perkembangan wilayah,
sehingga proses pembangunan dapat dilakukan optimal
dan efisien guna
penciptaan masyarakat yang mandiri dan tidak sepenuhnya bergantung pada
bantuan wilayah lain. .
Selain itu, Untuk mengetahui potensi pertumbuhan ekonomi wilayah
Kota Depok dan Propinsi Jawa Barat diperlukan suatu metode yang berguna
untuk mengkaji dan memproyeksi pertumbuhan ekonomi wilayah. Untuk
selanjutnya dapat digunakan sebagai pedoman untuk menentukan tindakantindakan apa yang harus diambil untuk mempercepat laju pertumbuhan yang
ada.
Teori
basis
ekonomi
mendasarkan
pandangannya
bahwa
laju
pertumbuhan ekonomi suatu wilayah ditentukan oleh besarnya peningkatan
ekspor dari wilayah tersebut. Kegiatan ekonomi dikelompokkan atas kegiatan
basis dan kegiatan non basis. Kegiatan basis adalah semua kegiatan baik
penghasil produk maupun penyedia jasa yang mendatangkan uang dari luar
wilayah. Lapangan kerja dan pendapatan di sektor basis adalah fungsi
4
permintan yang bersifat exogenous (tidak tergantung pada kekuatan
intern/permintaan lokal). Sedangkan kegiatan non basis adalah untuk
memenuhi kebutuhan konsumsi lokal, karena itu permintaan sektor ini sangat
dipengaruhi oleh tingkat kenaikan pendapatan masyarakat setempat.
Dengan demikian sektor ini terikat terhadap kondisi ekonomi setempat
dan tidak bisa berkembang melebihi pertumbuhan ekonomi wilayah. Atas dasar
anggapan diatas, satu-satunya sektor yang bisa meningkatkan perekonomian
wilayah melebihi pertumbuhan alamiah adalah sektor basis. Oleh karena itu
analisis basis sangat berguna untuk mengkaji dan memproyeksi pertumbuhan
ekonomi wilayah (Robinson Tarigan, 2005:28).
Selanjutnya Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yang merupakan
indikator penting di suatu wilayah yang dapat mengindikasikan totalitas
produksi barang/jasa yang selanjutnya dapat digunakan sebagai dasar
perencanaan dan evaluasi pembangunan wilayah. Laju pertumbuhan PDRB
Kota Depok dan Propinsi Jawa Barat disumbang oleh 9 (sembilan) sektor
yaitu: pertanian; pertambangan dan penggalian; industri pengolahan; listrik,
gas dan air minum; bangunan dan konstruksi; perdagangan,hotel dan restoran;
angkutan dan komunikasi; bank dan lembaga keuangan lainnya; jasa-jasa.
Berikut ini adalah tabel Distribusi Produk Domestik Regional Bruto Atas
Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha dalam perekonomian Kota
Depok dan Propinsi Jawa Barat selama Tahun 2000 s.d 2010.
5
Tabel 1.1
Distribusi Produk Domestik Regional Bruto
Propinsi Jawa Barat atas Dasar Harga Berlaku
Menurut Lapangan Usaha Tahun 2000 s.d 2010 (Persen)
SEKTOR
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
14.70
14.45
14.75
13.43
14.11
11.93
11.11
12.54
11.85
12.25
12.60
40.84
40.71
40.60
42.58
42.09
44.46
45.28
44.51
44.28
42.20
37.80
1.98
2.26
2.32
2.32
3.33
2.89
3.00
3.07
2.96
3.09
2.76
2.68
2.68
2.71
2.64
2.91
2.94
3.03
3.17
3.40
3.26
3.76
18.17
17.79
18.50
17.32
19.78
19.08
19.03
20.08
20.12
20.32
22.38
3.74
3.97
4.42
4.97
5.52
5.32
5.89
6.14
6.36
6.41
7.08
2.73
2.89
2.94
2.98
3.13
3.03
2.70
3.04
3.01
2.88
2.74
Jasa – jasa
6.18
7.33
7.59
7.85
8.84
7.27
7.24
7.18
7.71
7.83
8.85
PDRB ADHK
100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00
Pertanian
Pertambangan dan Penggalian
Industri Pengolahan
Listrik, Gas dan Air Bersih
Bangunan/Konstruksi
Perdagangan, Hotel dan Restoran
Pengangkutan dan Komunikasi
Bank & Lembaga Keuangan Lainnya
BPS, Jawa Barat 2000-2010
6
Tabel 1.2
Distribusi Produk Domestik Regional Bruto
Kota Depok atas Dasar Harga Berlaku
Menurut Lapangan Usaha Tahun 2000 s.d 2010 (Persen)
SEKTOR
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
4.02
3.84
3.92
3.59
3.21
2.99
2.64
2.43
2.31
2.21
2.21
-
-
-
-
Industri Pengolahan
38.45
38.24
38.38
38.37
38.25
38.49
37.58
37.55
36.60
36.27
35.95
Listrik, Gas dan Air Bersih
3.47
3.37
3.97
4.35
4.06
4.81
4.65
4.65
4.30
4.14
3.98
Bangunan/Kontruksi
6.60
6.33
5.81
5.88
5.94
5.27
4.84
4.84
4.67
4.61
4.73
Perdagangan, Hotel dan Restoran
30.49
30.61
30.54
30.50
30.37
30.07
32.19
33.12
34.67
35.55
36.29
Pengangkutan dan Komunikasi
5.04
5.48
5.72
5.67
6.33
6.81
6.81
6.42
6.61
6.55
6.28
Bank & Lembaga Keuangan Lainnya
3.80
3.82
3.65
3.65
3.91
3.85
3.52
3.50
3.40
3.31
3.26
Jasa – jasa
8.12
8.32
8.02
7.99
7.94
7.71
7.91
7.48
7.44
7.37
7.31
Pertanian
Pertambangan dan Penggalian
PDRB ADHK
100.00
100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00
BPS, Kota Depok 2000-2010
7
Dapat dilihat dalam PDRB Kota Depok periode 2000-2010, Industri
Pengolahan memiliki kontribusi terbesar terhadap PDRB yaitu sebesar 38,45%
pada tahun 2000 dan mengalami peningkatan menjadi 35,95% pada tahun
2010. Begitu juga dengan dengan PDRB Jawa Barat yang memiliki kontribusi
terbesar sebanyak 40,84% di tahun 2000, hanya terpaut 2,39% dari jumlah
PDRB Kota Depok. Sedangkan di tahun 2010, PDRB Propinsi Jawa Barat
sebesar 37,80% yang hanya terpaut selisih angka dengan Kota Depok sebesar
1,85%.
Selebihnya beberapa sektor yang memiliki kontribusi dengan nilai PDRB
kedua setelah Sektor Industri Pengolahan adalah Sektor Perdagangan untuk
Kota Depok dan Jawa Barat. Dengan nilai PDRB Propinsi Jawa Barat di tahun
2000 sebesar 18,17% dan tahun 2010 sebesar 22,38%, dan nilai PDRB atas
dasar harga berlaku untuk Kota Depok sebesar 30,49% di tahun 2000 dan di
tahun 2010 sebesar 36,29%,
Pada urutan ketiga selanjutnya dengan nilai kontribusi PDRB yang
berbeda antara Kota Depok dan Propinsi Jawa Barat adalah Sektor Jasa-jasa;
dan Sektor Pertanian. Dimana pada Sektor Pertanian memiliki kontribusi
PDRB diatas 11%, yang terus berfluktuasi tiap tahunya. Sedangkan untuk
Sektor Jasa-jasa pada Kota Depok hanya 7% saja, masih terpaut tinggi
dibandingakan dengan Propinsi.
Pada urutan keempat selanjutnya dengan nilai kontribusi PDRB yang
berbeda lagi antara Kota Depok dan Propinsi Jawa Barat adalah Sektor Jasajasa; dan Sektor Pengangkutan & Komunikasi. Dimana pada Sektor Jasa-jasa
8
memiliki kontribusi PDRB diatas 6% yang terus meningkat dari tahun 2000
sampai dengan tahun 2010 sebesar 8,85%. Sedangkan untuk Sektor
Pengangkutan & Komunikasi pada Kota Depok di atas 5%, dan terus menerus
mengalami peningkatan dari tahun-tahun sebelumnya yaitu di tahun 2000
sebesar 5,04% dan di tahun 2010 sebesar 6,28%.
Selanjutnya Sektor-sektor dengan nilai PDRB atas dasar harga berlaku
pada urutan kelima, untuk Propinsi Jawa Barat adalah Sektor Pengankutan &
Komunikasi yang sangat tinggi nilai PDRB di bandingkan tahun lainya yaitu di
tahun 2010 sebesar 7,08%, dan Sektor Bangunan untuk Kota Depok di tahun
2010 sebesar 4,73%, hanya terpaut selisih 2,35%.
Adapun beberapa sektor yang memiliki kontribusi yang cukup rendah,
persentase distribusi sektor berada dibawah lima persen yaitu Sektor
Bangunan; Sektor Bank & Lembaga Keuangan Lainnya; dan Sektro Listrik,
Gas & Air Bersih untuk Propinsi Jawa Barat. Sedangkan untuk Kota Depok itu
sendiri adalah Sektor Pertanian; Sektor Listrik, Gas & Air Bersih; dan Sektor
Bank & Lembaga Keuangan Lainnya.Tiap sektor masing-masing memiliki
perannya yang berbeda sehingga dapat di jadikan acuan untuk keberlangsung
bagi pertumbuhan baik itu di Kota maupun di Propinsi, sehingga dari ciri- ciri
diatas dapat kita perhatikan peran setiap sektor dalam pertumbuhanya di Kota
Depok
dan Propinsi Jawa Barat berdasarkan uraian singkat diatas maka
peneliti akan menganalisis data yang diperoleh BAPEDA Kota Depok dan BPS
Kota Depok, sehingga penulis mengambil judul “ANALISIS POTENSI
SEKTOR EKONOMI DI KOTA DEPOK PERIODE 2000-2010”.
9
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan permasalahan diatas muncul beberapa pertanyaan sebagai
berikut:
1. Bagaimana perkembangan PDRB selama 11 tahun pada masing-masing
sektor ekonomi di Kota Depok?
2. Sektor basis ekonomi apa yang dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi
masing-masing daerah analisis di Kota Depok?
3. Sektor-sektor ekonomi mana yang potensial untuk dikembangkan sebagai
penunjang pertumbuhan ekonomi di Kota Depok?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui perkembangan PDRB selama 11 tahun (tahun 20002010) pada masing-masing sektor di Kota Depok dan Propinsi Jawa Barat.
2. Untuk mengetahui sektor basis ekonomi yang dapat meningkatkan
pertumbuhan ekonomi wilayah Kota Depok.
3. Untuk
mengetahui
sektor-sektor
ekonomi
yang
potensial
untuk
dikembangkan sebagai penunjang pertumbuhan ekonomi di Kota Depok.
10
D. Manfaat Penelitian
Selain itu penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai:
1. Tambahan informasi dan bahan kajian tentang gambaran/informasi tentang
potensi pertumbuhan ekonomi di Kota Depok, sehingga Pemerintah daerah
lebih dapat mengembangkan potensi daeranya secara optimal.
2. Dapat menjadi masukan bagi para pembuat kebijakan yang berhubungan
dengan pembangunan Kota Depok.
3. Sumbangan pemikiran terhadap pembangunan yang ada.
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Teori Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi Wilayah
Pertumbuhan dan pembangunan ekonomi adalah dua konsep yang tidak
dapat dipisahkan. Pembangunan menentukan usaha pembangunan yang
berkelanjutan dan tidak memusnahkan sumber daya asli, manakala teori dan
model pertumbuhan yang dihasilkan dijadikan panduan dasar negara. Konsep
pertumbuhan ekonomi sebagai suatu ukuran kuantitatif yang menggambarkan
perkembangan suatu perekonomian dalam suatu tahun tertentu apabila
dibandingkan tahun sebelumnya. Sedangkan pembangunan ekonomi meliputi
berbagai aspek perubahan dalam kegiatan ekonomi, maka sampai dimana taraf
pembangunan ekonomi yang dicapai suatu Negara telah meningkat, tidak
mudah diukur secara kuantitatif (Sadono Sukirno, 2007:10). Walaupun tidak
semua teori atau model dapat digunakan, namun perbincangan mengenai
peranan faktor pengeluaran termasuk buruh, tanah, modal dan pengusaha boleh
menjelaskan sebab-sebab berlakunya ketiadaan pembangunan dalam sebuah
negara. Pada peringkat awal, pendapatan perkapita menjadi pengukur utama
bagi pembangunan. Walau bagaimanapun, melalui perubahan masa, aspek
pembangunan manusia dan pembangunan berwawasan lingkungan semakin
ditekankan.
12
1. Teori Pembangunan Ekonomi
Menurut
Prof
Meier
dalam
Mudjrajad
Kuncoro
(2005:17)
mendefinikasikan pembangunan ekonomi lebih dari sekedar pertumbuhan
ekonomi. Proses pembangunan menghendaki adanya pertumbuhan ekonomi
yang diikuti dengan adanya perubahan (growth plus change) dalam.
Pertama, perubahn struktur ekonomi; dari pertanian ke industri atau jasa.
Kedua, perubahan kelembagaan, balik lewat regulasi maupun reformasi
kelembagaan itu sendiri.
Penekanan pada kenaikan pendapatan per kapita (GNP riil dibagi
jumlah penduduk) dan tidak hanya kenaikan pendapatan nasional riil
menyiratkan bahwa perhatian pembangunan bagi negara miskin adalah
penurunan tingkat kemiskinan. Pendapatan nasional riil (atau GNP pada
harga konstan) yang meningkat seringkali tidak diikuti dengan perbaikan
kualitas hidup. Bila pertumbuhan penduduk melebihi atau sama dengan
pertumbuhan pendapatan nasional maka pendapatan perkapita bisa menurun
atau tidak berubah, dan jelas ini tidak dapat disebut ada pembangunan
ekonomi.
Menurut Arthur lewis dalam Mudjrajad Kuncoro (2005:51) teori
pembangunan pada dasarnya membahas pembangunan yang terjadi antara
daerah Kota atau Desa, yang mengikut sertakan proses urbanisasi yang
terjadi di antara kedua tempat tersebut. Teori ini juga membahas pola
investasi yang terjadi di sektor modern dan juga sistem penetapan upah yang
13
berlaku di sistem modern, yang pada akhirnya berpengaruh besar terhadap
arus urbanisasi yang ada.
Mengawali teorinya, Lewis mengasumsikan bahwa perekonomian
suatu Negara pada dasarnya terbagi menjadi dua yaitu:
a. Perekonomian Tradisional
Dalam teorinya Lewis mengasumsikan bahwa di daerah pedesaan,
dengan perekonomian tradisionalnya, mengalami surplus tenaga kerja.
Surplus tersebut erat kaitanya dengan basis utama perekonomian yang
diasumsikan berada dari perkonomian tradisioanal adalah bahwa tingkat
hidup masyarakat berada pada tingkat subsistem akibat perekonomian
yang berifat subsitem pula. Hal ini ditandai dengan nilai-nilai marginal
(marginal product) dari tenaga kerja yang bernilai nol, artinya fungsi
produksi pada sektor pertanian telah sampai pada tingkat berlakunya
hukum law of diminishing return. Kondisi ini menunjukan bahwa
penambahan input variable, dalam hal ini tenaga kerja justru akan
menurunkan total produksi yang ada.
b. Perekonomian Industri
Perekonomian ini terletak di perkotaan, di mana sektor yang berperan
penting adalah sektor industri. Ciri dari perekonomian ini adalah tingkat
produktivitas yang tinggi dari input yang digunakan, termaksud tenaga
kerja. Hal ini menyiratkan bahwa nilai produk marginal terutama dari
tenag kerja, bernilai positif. Dengan demikian, perekonomian perkotaan
merupakan daerah tujuan bagi para pekerja yang berasal dari, karena nilai
14
produksi marginal dari tenaga kerja yang positif menunjukan bahwa
fungsi produksi belum belum berada pada tingkat optimal yang mungkin
dicapai. Jika ini terjadi, berarti penambahan tenaga kerja pada system
produksi yang ada akan meningkatkan output yang akan diproduksi.
Dengan demikian industri di perkotaan masih menyediakan lapangan
pekerjaan, dan ini akan berusaha dipenuhi oleh penduduk pedesaan
dengan jalan berurbanisasi.
Pembangunan dapat dilihat dari berbagi segi. Pertama, dari segi
pembangunan
sektoral.
Pencapaian
sasaran
pembangunan
Nasional
dilakukan melalui berbagai kegiatan pembangunan sektoral disesuaikan
dengan kondisi dan potensi daerah. Kedua, dari segi pembangunan wilayah
yang meliputi perkotaan dan pedesaan sebagai pusat dan lokasi kegiatan
social ekonomi dari wilayah tersebut. Ketiga, pembangunan daerah dilihat
dari segi pemerintah. Tujuan pembangunan daerah hanya dapat dicapi
apabila pemerintah daerah dapat berjalan dengan baik. Oleh Karena itu
pembanguna
daerah
merupakan
suatu
usaha
pengembangan
dan
memperkuat pemerintah daerah dalam rangka makin mantapnya otonomi
daerah yang nyata, dinamis, serasi dan bertanggung jawab (Sjafrizal:2008).
Dengan pemahaman pembanguna tersebut sebgai penjabaran dari
pembangunan Nasional. Kinerja pembangunan Nasional merupakan agregat
dari kinerja pembangunan dari seluruh daerah. Pencapaian tujuan dan
sasaran pembangunan Nasional merupakan agregat dari pencapaian semua
Propinsi, dan pencapaian tujuan pembangunan di tingkat Propinsi
15
merupakan agregat pencapaian kabupaten/kota. Dengan demikian tanggung
jawab untuk mencapai tujuan dan sasaran pembangunan Nasional menjadi
kewajiban bersama antar pemerintah pusat dan daerah. Perencanaan
pembanguna daerah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sistem
perencanaan pembangunan Nasional. Sinkronisasi kebijakan, program dan
kegiatan pembanguna sangat penting untuk mengoptimalkan pengelolaan
dan pemanfaatan sumber daya yang terbatas.
2. Teori Pertumbuhan Ekonomi
Menurut Schumpeter dalam Sadono Sukirno (2007:434) menekankan
pentingnya peranan pengusaha di dalam mewujudkan pertumbuhan
ekonomi. Dalam teori ini ditunjukan bahwa para pengusaha merupakan
golongan yang akan terus menerus membuat pembaharuan atau inovasi
dalam kegiatan ekonomi. Inovasi tersebut meliputi: memperkenalkan
barang-barang baru, mempertinggi efesian cara memproduksi dalam
menghasilkan suatu barang, memperluas pasar suatu barang ke pasaranpasaran yang baru, mengembangkan sumber bahan mentah yang baru dan
mengadakan
perubahan-perubahan
dalam
organisasi
dengan
tujuan
mempertinggi keefisienan kegiatan perusahaan.
Di dalam mengemukakan teori pertumbuhanya Schumpeter memulai
analisisnya dengan memisalkan bahwa perekonomian sedang dalam keadan
tidak berkembang. Tetapi keadan ini tidak berlangsung lama. Pada waktu
keadaan tersebut berlaku, segolongan pengusaha menyadari tentang
16
berbagai kemungkinan untuk mengadakan inovasi yang menguntungkan.
Didorong
keinginan
mendapatkan
keuntungan
dari
mengadakan
pembaharuan tersebut, mereka akan meminjam modal dan akan melakukan
penanaman modal. Inovasi yang baru ini akan meninggikan tingkat kegiatan
ekonomi Negara.
Menurut Harrod-Domar dalam Sadono Sukirno (2007:435) dalam
menganalisis mengenai masalah pertumbuhan ekonomi bertujuan untuk
menerangkan syarat yang harus dipenuhi supaya suatu perekonomian dapat
mencapai pertumbuhan yang teguh atau steady growth dalam jangka
panjang.
Menurut Simon Kuznets dalam M.L Jhingan (2004:57) pertumbuhan
ekonomi adalah “Peningkatan kemampuan suatu Negara (daerah) untuk
menyediakan barang-barang ekonomi bagi penduduknya, yang terwujud
dengan adanya kenaikan output nasional secara terus-manerus yang
disertai
dengan
kemajuan
teknologi
serta
adanya
penyesuaian
kelembagaan, sikap dan ideologi yang dibutuhkannya”.
Pertumbuhan ekonomi dapat diketahui dengan membandingkan
PDRB pada suatu tahun tertentu (PDRBt) dengan PDRB tahun sebelumnya
(PDRBt-1).
Laju Pertumbuhan Ekonomi
PDRBt – PDRB (t-1)
---------------------------- X 100%
PDRB (t-1)
17
Menurut Arsyad (2010:270) Pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh
beberapa faktor-faktor sebagai berikut:
a. Akumulasi Modal, termasuk investasi baru yang berwujud tanah (lahan),
peralatan fiskal dan suberdaya manusia (human resources), akan terjadi
jika ada bagian dari pendapatan sekarang yang akan ditabung dan
diinvestasikan untuk memperbesar output pada masa yang akan datang.
Akumulasi modal akan menambah suberdaya-sumberdaya yang baru dan
meningkatkan sumberdaya-sumberdaya yang ada.
b. Pertumbuhan penduduk, dan hal-hal yang berhubungan dengan kenaikan
jumlah angkatan kerja dianggap sebagi faktor yang positif dalam
merangsang pertumbuhan ekonomi yang berlaku dalam menyerap dan
memperkerjakan tenaga kerja yang produktif.
c. Kemajuan teknologi menurut para ekonom, merupakan faktor yang
paling penting bagi pertumbuhan ekonomi. Dalam bentuknya yang paling
sederhana, kemajuan teknologi disebabkan oleh cara-cara baru dan caracara lama yang diperbaiki dalam melakukan pekerjaan-pekerjaan
tradisional.
18
3. Teori Pertumbuhan Ekonomi Daerah
Menurut Robinson Tarigan (2005:46) Pertumbuhan ekonomi daerah
didefinisikasikan sebagai:
Pertambahan pendapatan masyarakat yang terjadi di suatu wilayah, yaitu
kenaikan seluruh nilai tambah (added value) yang terjadi di wilayah
tersebut.
Perhitungan pendapatan wilayah pada awalnya dibuat dalam harga
berlaku. Namun agar dapat melihat pertambahan dari kurun waktu ke kurun
waktu berikutnya, harus dinyatakan dalam nilai riil, artinya dinyatakan
dalam harga konstan.
Terdapat beberapa teori pertumbuhan ekonomi daerah/wilayah
sebagai berikut berikut;
a. Teori Rostow.
Teori ini melihat pembangunan ekonomi sebagai proses perubahan yang
bersifat garis lurus dan bertahap. Salah satu teori yang terkenal adalah
teori W.W Rostow tentang tahap-tahap pertumbuhan ekonomi. Menurut
Rostow, suatu perekonomian akan berkembang menjadi perekonomian
maju dalam lima tahap, yaitu: 1) Tahap Perekonomoan Tradisional . 2)
Tahap Pra Lepas Landas. 3) Thap Lepas Landas “Take Of”. 4) Tahap
Kedewasaan “Maturity”. 5) Tahap Konsumsi Masa Tingkat Tinggi “High
Mass Consum ption” (Prathama Raharja, 2004:332).
19
b. Teori Pertumbuhan Neo-Klasik
Teori pertumbuhan Neo Klasik dikembangkan oleh Robert M. Solow
(1970) dari Amerika Serikat dan TW. Swan (1956) dari Australia.
Menurut teori ini tingkat pertumbuhan berasal dari 3 sumber yaitu
akumulasi
modal,
bertambahnya
penawaran
tenaga
kerja
dan
peningkatan teknologi. Teori Neo Klasik sebagai penerus dari teori klasik
menganjurkan agar kondisi selalu diarahkan untuk menuju pasar
sempurna. Dalam keadaan pasar sempurna perekonomian bisa tumbuh
maksimal. Analisis lanjutan dari paham neo klasik menunjukkan bahwa
terciptanya suatu pertumbuhan yang mantap (steady growth), diperlukan
suatu tingkat s (saving) yang pas dan seluruh keuntungan pengusaha
diinvestasikan kembali di wilayah itu.
c. Teori Harrod-Domar Dalam Sistem Regional
Teori ini dikembangkan pada waktu yang hampir bersamaan oleh Roy F.
Harrod (1948) di Inggris dan Evsey D. Domar (1957) di Amerika
Serikat. Teori ini didasarkan atas asumsi:
1) Perekonomian bersifat tertutup,
2) Hasrat menabung (MPS = s) adalah konstan,
3) Proses produksi memiliki koefisien yang tetap, serta
4) Tingkat pertumbuhan angkatan kerja (n) adalah konstan dan sama
dengan tingkat pertumbuhan penduduk.
20
d. Teori Pertumbuhan Jalur Cepat Yang Disinergikan
Teori
Pertumbuhan
Jalur
Cepat
(Turnpike)
diperkenalkan
oleh
Samuelson (1955). Setiap negara/wilayah perlu melihat sektor/komoditi
apa yang memiliki potensi besar dan dapat dikembangkan dengan cepat,
baik karena potensi alam maupun karena sektor itu memiliki competitive
advantage untuk dikembangkan. Artinya dengan kebutuhan modal yang
sama sektor tersebut dapat memberikan nilai tambah yang lebih besar,
dapat berproduksi dalam waktu relative singkat dan volume sumbangan
untuk perekonomian yang cukup besar. Agar pasarannya terjamin,
produk tersebut harus dapat menembus dan mampu bersaing pada pasar
yang lebih luas. Perkembangan struktur tersebut akan mendorong sektor
lain untuk turut berkembang sehingga perekonomian secara keseluruhan
akan tumbuh. Mensinergikan sektor-sektor adalah membuat sektorsektor saling terkait dan saling mendukung sehingga pertumbuhan sektor
yang satu mendorong pertumbuhan sektor yang lain, begitu juga
sebaliknya. Menggabungkan kebijakan jalur cepat dan mensinergikannya
dengan sektor lain yang terkait akan mampu membuat perekonomian
tumbuh cepat.
21
B. Produk domestic Regional Bruto (PDRB)
Pengertian PDRB menurut Badan Pusat Statistik (2010:8) yaitu jumlah
nilai tambah yang dihasilkan untuk seluruh wilayah usaha dalam suatu wilayah
atau merupakan jumlah seluruh nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan
seluruh unit ekonomi di suatu wilayah. Data PDRB juga menggambarkan
kemampuan suatu daerah dalam mengelola sumber daya alam dan sumber daya
manusia yang dimiliki.
C. Metode Basis Ekonomi
1. Basis Ekonomi (LQ)
Teori
basis
ekonomi
(economic
base
theory)
mendasarkan
pengalamanya bahwa laju pertumbuhan ekonomi suatu wilayah ditentuka
oleh besarannya peningkatan eksport dari wilayah tersebut. Kegiatan
ekonomi dikelompokkan atas kegiatan basis dan kegiatan non basis. Hanya
kegiatan basis yang dpat mendorong pertumbuhan ekonomi wilayah
(Robinson Tarigan, 2005:28).
Teori basis ekspor murni dikembangkan pertama kali oleh Tiebout.
Teori ini membagi kegiatan produksi/jenis pekerjaan yang terdapat didalam
satu wilayah atas sektor basis dan sektor non basis. Kegiatan basis adalah
kegiatan yang bersifat exogenous artinya tidak terikat panda kondisi internal
perekonomian wilayah dan sekaligus berfungsi mendorong tumbuhnya jenis
pekerjaan lainnya. Sedang kegiatan non basis adalah kegiatan untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat di daerah itu sendiri.
22
Oleh karena itu, pertumbuhanya tergantung kepada kondisi umum
perekonomian wilayah tersebut. Artinya, sektor ini bersifat endogenous
(tidak bebas tumbuh), pertumbuhan tergantung kepada perekonomian
wilayah secara keseluruhan. (Robinson Tarigan, 2005:55).
Dalam perekonomian regional terdapat kegiatan-kegiatan basis dan
kegiatan - kegiatan bukan basis. Menurut Glasson (1990) kegiatan-kegiatan
Basis (Basic activities) adalah kegiatan mengekspor barang-barang dan jasa
keluar batas perekonomian masyarakatnya atau memasarkan barang dan jasa
mereka kepada orang yang datang dari luar perbatasan perekonomian
masyarakat yang bersangkutan. Sedangkan kegiatan bukan basis (Non basic
activities) adalah kegiatan menyediakan barang yang dibutuhkan oleh orang
yang bertempat tinggal didalam batas perekonomian masyarakat yang
bersangkutan. Kegiatan-kegiatan ini tidak mengekspor barang jadi; luas
lingkup produksi dan daerah pasar yang terutama bersifat lokal. Implisit
didalam pembagian kegiatan- kegiatan ini terdapat hubungan sebab akibat
yang membentuk teori basis ekonomi.
Bertambah banyaknya kegiatan basis dalam suatu daerah justru akan
menambah arus pendapatan kedalam daerah yang bersangkutan, menambah
permintaan barang dan jasa sehingga akan menimbulkan kenaikan volume
kegiatan. Sebaliknya berkurangnya kegiatan basis dapat mengurangi
pendapatan suatu daerah dan turunnya permintaan terhadap barang dan jasa
dan akan menurunkan volume kegiatan (Richardson, 1977).
23
Kegiatan basis mempunyai peranan penggerak pertama (Prime mover
role) dimana setiap perubahan mempunyai efek multiplier terhadap
perekonomian regional. Pendekatan secara tidak langsung mengenai
pemisahan antara kegiatan basis dan kegiatan bukan basis dapat
menggunakan salah satu ataupun gabungan dari tiga metode yaitu:
a. Menggunakan
asumsi-asumsi
atau
metode
arbetrer
sederhana
mengasumsikan bahwa semua industri primer dan manufakturing adalah
Basis, dan semua industri Jasa adalah bukan basis, metode tidak
memperhitungkan adanya kenyataan bahwa dalam sesuatu kelompok
industri bisa terdapat industri-industri yang menghasilkan barang yang
sebagian di ekspor atau dijual kepada lokal atau ke duanya.
b. Metode Location Quotient (LQ).
Metode Location Quotient (LQ) adalah salah satu tehnik pengukuran
yang paling terkenal dari model basis ekonomi untuk menentukan sektor
basis atau non basis (Prasetyo, 2001: 41-53; Lincolyn, 1997: 290).
Analisis LQ dimaksudkan untuk mengidentifikasi dan merumuskan
komposisi dan pergeseran sektor-sektor basis suatu wilayah dengan
menggunakan produk domestik regional bruto (PDRB) sebagai indikator
pertumbuhan wilayah.
Dengan dasar pemikiran economic base
kemampuan suatu sektor dalam suatu daerah dapat dihitung dari rasio
berikut:
24
LQ = (Lij/LJ) / (Nip/Np)
Keterangan:
Lij
= Nilai tambah sektor i di daerah j (Kabupaten/Kota)
Lj
= Total nilai tambah sektor di daerah j
Nip
= Nilai tambah sektor i di daerah p (Propinsi/ Nasional)
Np
= Total nilai tambah sektor di p
P
= Propinsi /Nasional
Lij/Lj
= Prosentasi employment regional dalam sektor i
Nip/Np
= Prosentase employment nasional dalam sektor i
Berdasarkan hasil perhitungan LQ tersebut dapat dianalisis dan
disimpulkan sebagai berikut:
1) LQ > 1 Jika LQ lebih besar dari 1, berarti tingkat spesialisasi sektor
tersebut di daerah analisis lebih besar dari sektor yang sama pada
Propinsi daerah analisis.
2) LQ < 1 Jika LQ lebih kecil dari 1, berarti tingkat spesialisasi sektor
tersebut di daerah analisis lebih kecil dari sektor yang sama pada
Propinsi daerah analisis.
3) LQ = 1 Jika LQ sama dengan 1, berarti tingkat spesialisasi sektor
tersebut di daerah analisis sama dari sektor yang sama pada Propinsi
daerah analisis.
25
c. Metode ketiga, yakni kebutuhan minimum (minimum requirements)
adalah modifikasi dari metode LQ dengan menggunakan distribusi
minimum dari employment yang diperlukan untuk menopang industri
regional dan bukannya distribusi rata–rata. Untuk setiap daerah yang
pertama dihitung adalah persentase angkatan kerja regional yang
dipekerjakan
dalam
setiap
industri.
Kemudian
persentase
itu
diperbandingkan dengan perhitungan hal-hal yang bersifat kelainan dan
persentase terkecil dipergunakan sebagai ukuran kebutuhan minimum
bagi industri tertentu. Persentase minimum ini dipergunakan sebagai
batas dan semua employment di daerah-daerah lain yang lebih tinggi dari
persentase dipandang sebagai employment basis. Proses ini dapat
diulangi untuk setiap industri di daerah bersangkutan untuk memperoleh
employmen basis total.
Dibandingkan dengan metode LQ, metode ini justru lebih bersifat
arbiter karena sangat tergantung pada pemilihan persentase minimum dan
tingkat disagregasi-disagregasi yang terlalu terperinci, bahkan dapat
mengakibatkan hampir semua sektor menjadi kegiatan basis atau ekspor.
Teori basis ini mempunyai sifat yang mudah diterapkan, sederhana
dan dapat menjelaskan struktur perekonomian suatu daerah dan dampak
umum dari perubahan-perubahan jangka pendek. Keterbatasan teori ini tidak
terlalu ketat dan dapat menjadi landasan yang sangat bermanfaat bagi
peramalan jangka pendek
26
2. Analisi Shift Share
Analisis Shift Share sangat berguna dalam menganalisis perubahan
struktur ekonomi daerah dibandung